65 133 1 SM PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.

2, 2011, halaman 197-202

ISSN : 1410-0177

ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN DISLIPIDEMIA DI


BANGSAL RAWAT INAP DAN RAWAT JALAN PENYAKIT DALAM
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
Yuliana Arsil1, Helmi Arifin1, Deswinar Darwin1, Raveinal2
1

Faculty of Pharmacy, University of Andalas, Padang


Department of Internal Medicine DR. M. Djamil Hospital. Padang
ABSTRACT

Dyslipidemia is an abnormality of lipid metabolism, which is characterized by


elevated or reduced plasma lipid fractions. Dyslipidemia is a major risk factor of
cardiovascular disease. An Improve of lipid profile may reduce the risk of cardiovascular
disease. This research was conducted to determine the Drug Related Problems (DRPs)
occured in patients with dyslipidemia.
This research was a prospective observational study using descriptive cross sectional
approach, performed on dyslipidemia patients with or without comorbidities in outpatient and
inpatient of Internal Medicine DR. M. Djamil Padang from March to May 2011. Evaluation
of the data was carried out descriptively.
Results showed that type of DRPs occurred from 11 dyslipidemia patients with or
without comorbidities on inpatient of Internal Medicine were drug interactions in 4 patients,
adverse drug reactions in 2 patients, noncompliance in 2 patients, dosage too high in 1 patient,
inappropriate drug administration interval in 1 patient while other components of DRPs had
no problem. In the outpatient of Internal Medicine, DRPs occured at 98 patients of
dyslipidemia with or without accompanying diseases were drug interactions in 26 patients,
patient noncompliance in 22 patients, adverse drug reactions in 13 patients, dosage too low in
5 patients, drug therapy without medical indications in 4 patients, inappropriate drug
administration interval in 3 patients while other components DRPs had no problem. Drug
interactions consisted of pharmacokinetic and pharmacodynamic interactions. In practice,
those can be accommodates by separating their administration and monitoring of drug
interaction. Meanwhile, toxic drug interactions were not found.
Keywords: Dyslipidemia, Drug Related Problems (DRPs), Hospital.
PENDAHULUAN
Dislipidemia
adalah
ketidaknormalan metabolisme lipid
yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam
plasma. Ketidaknormalan fraksi lipid
tersebut berupa peningkatan kadar
kolesterol total, low density lipoprotein
(LDL) dan kadar trigliserida serta

penurunan kadar high density lipoprotein


(HDL) (Anwar,2004; Dipiro,2009).
Prevalensi
dislipidemia
di
Indonesia cukup tinggi, hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian pada usia
lanjut di Jakarta terhadap 307 sampel
penelitian,
didapatkan
kejadian
dislipidemia sebesar 44,6%. Penelitian
yang dilakukan di kota Padang juga
didapatkan kejadian dislipidemia yang
197

Yuliana A., et al.

cukup tinggi, yaitu lebih dari 50%


sampel penelitian memiliki nilai total
kolesterol 240 mg/dl dan LDL 160
mg/dl (Kamso,2002; Khairani,2005).
Dislipidemia
dapat
menimbulkan pengaruh yang buruk
terhadap kardiovaskular. Pada tahun
2005, penyakit kardiovaskular menjadi
salah satu penyebab kematian terbesar,
yakni 18 juta kematian di dunia
disebabkan
oleh
penyakit
kardiovaskular, sehingga penanganan
dislipidemia merupakan strategi ideal
untuk mengurangi beban penyakit
kardiovaskular. Telah terbukti bahwa
perbaikan kadar lipid dalam darah
dapat mengurangi resiko penyakit
kardiovaskular
(Dipiro,2009;
Roth,2010).
Drug Related Problems (DRPs)
merupakan suatu kejadian yang tidak
diharapkan dari pengalaman pasien atau
diduga akibat terapi obat sehingga
potensial
mengganggu
keberhasilan
penyembuhan
yang
dikehendaki
(Cipolle,1998). Bila DRPs ini terjadi pada
pasien dislipidemia, perbaikan profil lipid
tidak tercapai, tentunya resiko pasien
terhadap penyakit kardivaskular akan
meningkat. Maka agar keberhasilan terapi
dapat tercapai penting dilakukan penelitian
mengenai analisa Drug Related Problems
pada pasien dislipidemia
METODOLOGI
Penelitian dilaksanakan di bangsal
rawat inap dan rawat jalan Penyakit Dalam
RSUP DR. M. Djamil Padang pada bulan
Maret sampai Mei 2011. Penelitian ini
dilakukan dengan rancangan studi crosssectional deskriptif yang dikerjakan secara
prospektif terhadap suatu populasi
terbatas.
Sampel penelitian adalah pasien
dislipidemia di bangsal rawat inap dan
rawat jalan Penyakit Dalam di RSUP DR.

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

M. Djamil Padang. Sumber data berupa


rekam medik pasien, catatan perawat,
memantau langsung keadaan pasien dan
wawancara langsung dengan pasien atau
keluarga pasien.
Jenis data meliputi komponen dari
DRPs yakni masalah-masalah yang
ditemukan dalam terapi seperti indikasi
tidak dapat obat, terapi obat tanpa indikasi
medis, ketidaktepatan pemilihan obat,
dosis obat berlebih, dosis kurang, reaksi
efek samping obat, interaksi obat,
ketidakpatuhan pasien dan ketidaktepatan
interval pemberian obat.
HASIL DAN DISKUSI
Dari penelitian didapatkan kasus
dislipidemia yang terjadi adalah sebanyak
11 kasus di bangsal rawat inap dan 98
kasus di rawat jalan penyakit dalam. Hasil
penelitian yang diperoleh dapat dilihat
pada Tabel 1.
Indikasi tanpa obat
Indikasi tanpa obat dapat terjadi
apabila pasien memiliki kondisi medis
yang memerlukan terapi, tapi pasien tidak
mendapatkan obat, juga dapat terjadi pada
pasien yang memerlukan terapi tambahan
untuk
mengobati
atau
mencegah
perkembangan penyakit, tapi pasien tidak
mendapatkan obatnya (Cipolle,1998). Dari
hasil penelitian pada pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap dan rawat jalan
penyakit dalam tidak ditemukan adanya
indikasi tidak dapat obat, semua pasien
dislipidemia telah mendapatkan obat
sesuai penyakit atau kondisi medis yang
dideritanya.
Tabel 1. Jumlah Pasien Dislipidemia yang
Mengalami DRPs
No

Drug Related
Problems

Rawat
Inap
Jumlah
Pasien

Rawat
Jalan
Jumlah
Pasien
198

Yuliana A., et al.

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

1.

Indikasi tidak
dapat obat

2.

Terapi obat tanpa


indikasi medis

3.

Ketidaktepatan
pemilihan obat

4.

Terjadinya dosis
obat berlebih

5.

Terjadinya dosis
obat kurang

6.

Terjadinya
interaksi obat

26

7.

Terjadinya reaksi
efek samping
obat

13

8.

Ketidakpatuhan
pasien
Ketidaktepatan
interval
pemberian obat

22

9.

Terapi Obat Tanpa Indikasi


Terapi obat tanpa indikasi dapat
diartikan sebagai adanya obat yang tidak
diperlukan atau tidak sesuai dengan
kondisi medis pasien (Cipolle,1998). Hasil
penelitian pada pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap penyakit dalam tidak
ditemukan penggunaan obat tanpa
indikasi. Pada pasien dislipidemia di
instalasi rawat jalan penyakit dalam
kejadian obat tanpa indikasi medis
ditemukan sebanyak 4 pasien. Keempat
pasien ini adalah pasien hipertensi yang
mendapat terapi simvastatin, sedangkan
kadar lipid darah pasien sudah mencapai
target terapi dislipidemia yakni kadar LDL
pasien kurang dari 130 mg/dl.
Pedoman Diagnosa dan Terapi
SMF Penyakit Dalam RSUP DR. M.
Djamil (2007) dan NCEP (2001)
menyatakan bahwa pasien yang memiliki

lebih dari 2 faktor resiko penyakit jantung


koroner (PJK) seperti: umur (pria
45tahun, wanita 55 tahun), merokok,
HDL <40 mg//dl, hipertensi (TD 140/90
atau dalam terapi antihipertensi) dan
mempunyai riwayat penyakit jantung
koroner dini dalam keluarga, dapat
memulai terapi farmakologi untuk
dislipidemia bila kadar LDL 160 mg/dl
dengan target kadar LDL yang akan
dicapai sebesar < 130 mg/dl (RSUP M.
Djamil,2007; NCEP,2002).
Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Ketidaktepatan pemilihan obat
maksudnya adalah obat yang didapatkan
oleh pasien tidak efektif untuk kondisi
medis pasien (Cipolle,1998). Hasil
penelitian pada pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap dan rawat jalan
penyakit dalam tidak ditemukan adanya
ketidaktepatan pemilihan obat, semua
pasien telah mendapatkan obat yang tepat
dan efektif untuk terapi dislipidemia.

Dosis Obat Berlebih


Dosis
obat
berlebih
dapat
disebabkan karena penggunaan dosis obat
yang terlalu tinggi, jarak pemakaian yang
terlalu dekat, durasi obat yang terlalu
panjang dan interaksi obat yang
menimbulkan toksik (Cipolle,1998). Dari
hasil penelitian, tidak ditemukan adanya
penggunaan obat dosis berlebih pada
pasien dislipidemia di instalasi rawat jalan
penyakit dalam. Penggunaan obat dosis
berlebih terjadi pada 1 pasien dislipidemia
yang dirawat di bangsal rawat inap, yakni
pada penggunaan injeksi asam traneksamat
3x500 mg. Pasien diketahui menderita
CKD stage V dengan kliren kreatinin
pasien sebesar 2,5 ml/menit dengan berat
badan 47 kg, sedangkan penyesuaian dosis
asam traneksamat untuk pasien dengan
kliren kreatinin < 10 ml/menit adalah 10
mg/kg tiap 48 jam IV atau 5 mg/kg/hari IV
199

Yuliana A., et al.

(Apha, 2008; Martindal, 2007). Pada


pasien yang mengalami penurunan fungsi
ginjal, eliminasi dari asam traneksamat
jadi berkurang, bila penggunaan asam
traneksamat tanpa penyesuaian dosis maka
kelebihan dosis akan menyebabkan
akumulasi obat dalam tubuh.
Dosis Obat Kurang
Dosis obat kurang artinya obat
yang digunakan dosisnya terlalu rendah
untuk efek yang diinginkan. Dari hasil
penelitian pada pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap tidak ditemukan adanya
dosis obat kurang. Di isntalasi rawat jalan
ditemukan dosis obat kurang pada 5
pasien,
yakni
pada
penggunaan
gemfibrozil. Kelima pasien diberikan
gemfibrozil dosis 1x300 mg. Berdasarkan
Martindal 35 dosis gemfibrozil adalah 1,2
g dalam 2 dosis bagi, atau dalam range
0,9-1,5
g/hari.
Berdasarkan
Drug
information handbook ed 17, juga
merekomendasikan dosis gemfibrozil
sebesar 1,2 g dalam 2 dosis bagi/ hari.
Dosis
obat
yang
kurang
akan
menyebabkan tidak tercapainya dosis
terapi sehingga kadar obat dalam darah
tidak cukup untuk memperbaiki kelainan
pada profil lipid darah.
Interaksi Obat
Interaksi obat artinya aksi suatu
obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain
jika diberikan secara bersamaan (Stockley,
2008). Hasil penelitian dari 11 orang
pasien dislipidemia di bangsal rawat inap
penyakit dalam interaksi obat terjadi pada
4 pasien dan dari 98 pasien dislipidemia di
rawat jalan penyakit dalam interaksi obat
terjadi pada 26 pasien.
Kejadian interaksi obat pada
penelitian ini diantaranya interaksi
gemfibrozil
dengan
simvastatin,
gemfibrozil
dapat
menyebabkan
peningkatan konsentrasi simvastatin dalam
darah,
dengan
cara
menghambat

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

metabolisme dari simvastatin, sehingga


meningkatkan resiko terjadinya myopathy.
Interaksi ini dapat diatasi dengan memberi
jarak dalam penggunaan gemfibrozil dan
simvastatin, sekitar 1-2 jam serta lakukan
monitoring terhadap timbulnya myopathy,
atau menggunakan simvastatin dosis
rendah yakni 10 mg (Stockley, 2008).
Interaksi antara furosemid dengan
captopril (ACE inhibitor), kombinasi
kedua obat ini biasanya aman dan efektif,
karena memberikan efek sinergis dan
interaksi
yang
diharapkan
dalam
menurunkan tekanan darah. Akan tetapi
pada beberapa pasien kombinasi kedua
obat ini dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah (hipotensif) secara tajam
yang terjadi pada awal pemberian terutama
pada hipertensi dengan aktivitas renin
yang tinggi dan tergantung kepada kondisi
pasien dan dosis obat, sebaiknya pada awal
pemberian captopril dimulai dengan dosis
rendah, dan monitor tekanan darah pasien
(Stockley, 2008).
Interaksi
asetosal
dengan
meloxicam, kombinasi keduanya dapat
meningkatkan
resiko
pendarahan
gastrointestinal, selain itu asetosal dapat
meningkatkan konsentrasi plasma dari
meloxicam hingga 25% dan peningktan
AUC meloxicam hingga 10%, sebaiknya
hindari penggunaan bersama asetosal
dengan meloxicam, bila digunakan beri
jarak
dalam
penggunaannya
dan
monitoring
terhadap
kemungkinan
terjadinya pendarahan gastrointestinal
(Martindal, 2007; Stockley, 2008).
Interaksi obat pada penelitian ini
berupa interaksi farmakokinetik dan
farmakodinamik, yang dalam prakteknya
sudah
ditanggulangi
dengan
cara
menjarakkan pemberian obat dan telah
dilakukan monitoring terhadap interaksi
obat. Sedangkan interaksi obat yang
bersifat toksik tidak ditemukan.
Reaksi Efek Samping Obat
200

Yuliana A., et al.

Efek samping obat adalah setiap


efek yang tidak dikehendaki yang
merugikan atau membahayakan pasien dari
suatu pengobatan (Cipolle, 1998). Dari
hasil penelitian, kejadian reaksi efek
samping obat pada pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap penyakit dalam terjadi
pada 2 pasien diantaranya nyeri otot dan
konstipasi yang masing-masing terjadi
pada 1 orang pasien. Pada
pasien
dislipidemia di instalasi rawat jalan
penyakit dalam reaksi efek samping obat
terjadi pada 13 pasien yaitu flatulence,
mual dan nyeri otot masing-masing 2
pasien, konstipasi 5 pasien, sakit kepala
dan insomnia masing-masing 1 pasien.
Penentuan efek samping sulit dideteksi
dengan mudah, sebab keluhan yang
disampaikan oleh pasien bisa saja
ditimbulkan akibat efek samping obat atau
akibat kondisi pasien itu sendiri.
Ketidakpatuhan Pasien
Ketidakpatuhan pasien dapat terjadi
bila pasien tidak mengikuti atau tidak
mampu
untuk
mengikuti
aturan
penggunaan obat sesuai dengan ketentuan
atau anjuran dalam terapi (Hussar, 1995;
Kantuccl, 2007). Dari hasil penelitian,
Ketidakpatuhan pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap adalah sebanyak 2
pasien
dan
ketidakpatuhan
pasien
dislipidemia di instalasi rawat jalan terjadi
pada 22 pasien.
Penyebab ketidakpatuhan pasien
pada penelitian ini antara lain obat
dirasakan cukup mahal oleh pasien
sehingga pasien tidak menebus obat yang
telah diresepkan, pasien sering lupa
meminum obatnya sehingga pasien minum
obat menjadi tidak teratur, bahkan ada
pasien yang sengaja tidak meminum
obatnya selama seminggu, dan ada pasien
tidak melakukan perubahan gaya hidup
seperti mengurangi asupan lemak jenuh,
meningkatkan aktifitas fisik yang teratur
dan mengurangi berat badan, padahal

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

perubahan gaya hidup sangat penting


dalam mendukung terapi dislipidemia yang
dijalaninya.
Kepatuhan
pasien
dalam
menjalankan pengobatan sangat penting,
karena
menentukan berhasil tidaknya
suatu terapi pengobatan pasien tersebut.
Sehingga tanpa adanya kesadaran pasien
dalam menjalani proses pengobatan,
tentunya terapi yang dilakukan tidak akan
optimal.
Ketidaktepatan Interval Pemberian
Obat
Ketidaktepatan interval pemberian
obat pada pasien dislipidemia di bangsal
rawat inap terjadi sebanyak 1 pasien dan
pada pasien dislipidemia di instalasi rawat
jalan terjadi sebanyak 3 pasien.
Ketidaktepatan interval pemberian obat
terjadi
karena
pasien
meminum
simvastatin dengan dosis 10 mg yang di
minum dua kali sehari, sedangkan interval
simvastatin yang telah diresepkan adalah
satu kali sehari pada malam hari dengan
dosis 20 mg. Ketidaktepatan interval
pemberian obat simvastatin ini dapat
menyebabkan bioavaibilitas simvastatin di
dalam darah mejadi rendah sehingga efek
terapi simvastatin terhadap lipid darah
kurang maksimal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
DRPs yang terjadi dari 11 pasien
dislipidemia dengan atau tanpa penyakit
penyerta di Bangsal Rawat Inap Penyakit
Dalam yaitu interaksi obat sebanyak 4
pasien, reaksi efek samping obat dan
ketidakpatuhan penggunaan obat masingmasing 2 pasien, dosis obat berlebih dan
ketidaktepatan interval pemberian obat
masing-masing 1 pasien dan untuk
komponen DRPs lainnya tidak ada
masalah. Di Instalasi Rawat Jalan Penyakit
201

Yuliana A., et al.

Dalam DRPs yang terjadi dari 98 pasien


dislipidemia dengan atau tanpa penyakit
penyerta yaitu interaksi obat sebanyak 26
pasien, ketidakpatuhan penggunaan obat
22 pasien, reaksi efek samping obat 13
pasien, dosis kurang 5 pasien, terapi obat
tanpa
indikasi
medis
4
pasien,
ketidaktepatan interval pemberian obat 3
pasien dan untuk komponen DRPs lainnya
tidak ada masalah. Interaksi obat pada
penelitian
ini
berupa
interaksi
farmakokinetik dan farmakodinamik, yang
dalam prakteknya sudah ditanggulangi
dengan cara menjarakkan pemberian obat
dan telah dilakukan pemantauan terhadap
interaksi obat. Sedangkan interaksi obat
yang bersifat toksik tidak ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, T.B. 2004. Dislipidemia sebagai faktor
resiko penyakit jantung koroner.
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C. 1998.
Pharmaceutical
care
practice.
McGraw-Hill.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer,
L.T.,
Dipiro,
C.V.
2009.
Pharmacotherapy handbook,(7 ed).
98-110, Mc Graw Hill Companies.
Drug information handbook with international
trade name index (17th ed). 2008.
American pharmacists association.
Hussar, D.A. 1995. Patient compliance, in
remington : the science and practice
of pharmacy, Volume II, USA: The
Philadelpia College of Pharmacy and
Science.

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

Kamso, S., Purwantyastuti, Juwita, R. 2002.


Dislipidemia pada lanjut usia di kota
Padang. Makara Kesehatan, 6, 2, 5558.
Khairani, R., dan Sumiera, M. 2005. Profil
lipid pada penduduk lanjut usia di
Jakarta. Universa Medicina, 24, 4,
175-183.
Martindal. 2007. The complete drug reference
(35th ed). United States: The
Pharmaceutical Press.
National Cholesterol Education Program.
2002. Third report of the national
cholesterol
education
program
(NCEP) expert panel on detection,
evaluation, and treatment of high
blood cholesterol in adults (adult
treatment panel III). National
Institutes of Health.
Pedoman Diagnosa dan Terapi SMF Penyakit
Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang
ed II. 2007. Padang; RSUP DR. M.
Djamil.
Rantucci, M.J. 2007. Komunikasi apotekerpasien : panduan konseling pasien
(2nd ed). Penerjemah : A.N. Sani.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Roth, G.A., Fihn, S.D., Mokdad, A.H.,
Aekplakom, W., hasegawa, T.,
Lim, S.S. 2010. High total serum
cholesterol, medication coverage and
therapeutic control: an analysis of
national health examination survey
data from eight countries. Bull World
Health Organ, 89, 92101.
Stockley, I. 2008. Drug interactions a source
book of adverse interactions, their
mechanism, clinical importance and
management (8th ed). London:
Pharmaceutical Press.

202

You might also like