Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 2

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 3, Desember 2008 : Hal.

200 - 203

I S S N . 1 6 9 3 - 2 5 8 7

Jurnal Oftalmologi Indonesia

JOI

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 3, Desember 2008

Graft Rejection Keratoplasty

201

JOI

GRAFT REJECTION KERATOPLASTY IN MOOREN ULCERS


MANAGED BY UNSUTURED FROZEN AMNION GRAFT

Dini Herdianti, Delfitri Lutfi, Ismi Zuhria, Ratna Doemilah


Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRACT
Objective: To report a case of graft rejection keratoplasty in Mooren ulcers patient managed by five layers
unsutured frozen amnion graft. Method: Case report. A 30 years old male came to outpatient clinic with tearing,
pthisis, pain, and blurred vision in his right eye. The patient was diagnosed as Mooren ulcers since 2004, and he
underwent keratoplasty twice in 2004 and 2006 at the eye hospital on Jakarta. Examination of the right eye
revealed visual acuity was hand movement, pthisis bulbi, corneal melting and perforation, vitreous in the anterior
segment. USG revealed shortening of axial length, posterior contour was flat, vitritis, and the eye ball was soft with
impending pthisis bulbi. These conditions were due to graft rejection keratoplasty in Mooren ulcers with corneal
perforation and vitreous prolaps. The patient had been underwent five layers unsutured frozen amnion graft and
covered by conformer. Result: For five days the right eye had been patched. The conformer had covered amnion
for two months. When it was opened, the amnion was attached to cornea. Corneal perforation was covered by
amnion. Conclusion: Corneal perforation due to graft rejection keratoplasty in Mooren ulcers can be managed by
five layers unsutured frozen amnion graft covered by conformer.
Keywords: graft rejection, keratoplasty, Mooren ulcers, frozen amnion membrane, conformer.
Correspondence: Dini Herdianti, c/o: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

dan nrocoh. Perforasi dapat terjadi karena trauma


ringan atau selama infeksi sekunder. Dapat terjadi
vaskularisasi dan fibrosis pada kornea. Sangat sulit
untuk membedakan ulkus Mooren dengan idiopatik
PUK, dimana pada ulkus Mooren terdapat gambaran
keterlibatan kornea murni.1
Penatalaksanaan ulkus Mooren disamping
medikamentosa adalah tindakan operatif yang salah
satunya adalah keratoplasti. Keratoplasti merupakan
operasi penggantian jaringan kornea yang rusak
(kornea resipien) dengan kornea donor. Tindakan
keratoplasti dapat menimbulkan komplikasi
diantaranya adalah graft failure dan graft rejection.1,

PENDAHULUAN
Ulkus Mooren merupakan kasus peripheral
ulcerative keratitis (PUK) yang sangat jarang yang
diduga disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah
limbal yang mengalami nekrosis iskemik. Walaupun
etiologi ulkus Mooren tidak diketahui pasti, namun
bukti menunjukkan proses autoimun memegang
peranan.1
Ulkus Mooren adalah ulkus idiopatik dari epitel
dan stroma kornea yang kronis, progresif, dan sangat
nyeri. Ulkus dimulai dari kornea perifer kemudian
menyebar secara melingkar dan sentripetal. Gejala
klinisnya yaitu tanda-tanda inflamasi, nyeri, fotofobia

1
200

Graft rejection jarang terjadi dalam 2 minggu


dan paling lambat terjadi 20 tahun setelah
keratoplasti. Rejeksi kornea transplant terdiri dari
3 bentuk klinik, yang dapat terjadi sendirian atau
bersamaan, yaitu: epithelial rejection dapat terjadi
1-13 bulan post operasi; subepitelial rejection;
dan bentuk yang paling sering terjadi adalah
endothelial rejection dimana sel endotel dirusak
oleh respon tubuh yang hanya bisa diganti
dengan regraft.1
Membran amnion merupakan lapisan paling
dalam dari placenta dan terdiri dari membran
basement yang tebal, stromal matrix yang avaskular.
Transplantasi membran amnion dapat digunakan
sebagai graft yang dapat mengganti permukaan
stroma yang rusak, sebagai patch yang dapat
mencegah keradangan yang tidak diinginkan akibat
dari kerusakan permukaan bola mata, atau
kombinasi dari keduanya.
Mekanisme graft amnion yaitu memperpanjang
dan mempertahankan clonogenicity dari sel
progenitor epitel, mempercepat diferensiasi epitel sel
non goblet, mempercepat diferensiasi sel goblet jika
dikombinasi dengan konjungtival fibroblast,
mencegah inflamasi sel dengan aktivitas anti
protease, serta menurunkan TGF-signaling system
dan diferensiasi myofibroblast. Efek secara klinis
yaitu memfasilitasi epitelialisasi, mampertahankan
fenotip epitel normal, menurunkan inflamasi,
menurunkan vaskularisasi, dan menurunkan
scarring.
Membran amnion dapat digunakan pada
kelainan permukaan kornea dengan atau tanpa
ulkus. Baik sebagai graft atau patch membran
amnion dapat mempercepat penyembuhan ulkus
kornea, lebih baik daripada flap konjungtiva atau
tarsoraphy karena secara kosmetik lebih dapat
diterima.3
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 30 tahun, tanggal 10
Juli 2007 datang ke IRD RSUD Dr Soetomo dengan
keluhan mata kanan basah, kempes, nyeri,
pandangan gelap. Penderita merupakan kiriman dari
dokter spesialis mata dengan diagnosa OD post
keratoplasti dengan komplikasi OD perforasi kornea

dan suspect endophthalmitis.


Pada bulan Juni 2004 penderita dirawat di RS
swasta Surabaya dengan keluhan kedua mata merah,
sangat nyeri, dan terdapat warna putih melingkar di tepi
hitam mata. Pada bulan November 2004 penderita
merasa mata kanan tidak dapat melihat sama
sekali, dan keluar kotoran. Penderita kemudian
memeriksakan diri di RS mata swasta Jakarta dan
dinyatakan isi mata kanan keluar. Lima hari
kemudian dilakukan tindakan cangkok kornea.
Setelah itu penderita merasa penglihatan tidak dapat
melihat seterang sebelum sakit, tapi lebih baik
dibanding sebelumnya. Satu minggu setelah
cangkok kornea
mata kanan, pada mata kiri
dilakukan pembedahan. Setelah operasi penderita
menggunakan kacamata: mata kiri S-10.00; mata
kanan S + 9.00. Riwayat mata merah hilang timbul di
kedua mata. Bulan Mei 2006, penderita disarankan
untuk cangkok kornea lagi pada mata kanan oleh
karena telah didapatkan luka lagi. Setelah mendapat
donor pada bulan September 2006, dilakukan
cangkok kornea. Pada bulan Maret 2007 ketika
kontrol ke dokter spesialis mata dinyatakan terdapat
luka kecil pada mata kanan, disarankan untuk
cangkok kornea ulang dan menunggu donor.
Pada pemeriksaan obyektif (10 Juli 2007)
didapatkan visus mata kanan 1/300 proyeksi iluminasi
bisa segala arah, visus mata kiri 1/60 km S-10.00
6/40 PH 6/20, tekanan intraokular mata kanan soft
palpasi, tekanan intraokular mata kiri 14,6 mmHg.
Segmen anterior mata kanan didapatkan pthisis,
hiperemia konjungtiva, kornea melting, perforasi
kornea, prolaps vitreous, lain-lain sulit dievaluasi.
Segmen anterior mata kiri didapatkan makula
kornea, sedangkan lain-lain dalam batas normal.
Funduskopi dan pemeriksaan TMG mata kiri dalam
batas normal.
Pada pemeriksaan USG mata kanan axial
length memendek (15,26 mm) dengan pembanding
mata kiri (24,26 mm); kontur bola mata posterior flat,
dicurigai retina dan koroid iregular; kekeruhan vitreus
(vitritis). Kesimpulan: bola mata soft impending ptisis
bulbi & graft failure late stage.
Dari pemeriksaan yang telah dilakukan,
penderita didiagnosis OD ulkus Mooren post
keratoplasti yang mengalami graft rejection disertai
perforasi kornea dan prolaps vitreus.

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 3, Desember 2008

202

JOI

Graft Rejection Keratoplasty

hari. Setelah 5 hari bebat kasa dibuka, terlihat


conformer masih menempel dan amnion melekat
pada permukaan kornea dan konjungtiva. Conformer
dipertahankan hingga 2 bulan. Setelah dibuka
tampak perforasi kornea tertutupi oleh amnion dan
tanda-tanda inflamasi berkurang.

Gambar 1.

Segmen anterior mata kanan pada


pemeriksaan awal, didapatkan pthisis

B106530-40mm

Mata kanan
Tgl Pemeriksaan :10 Juli 2007

Gambar 3.
pada

1 bulan setelah amnion graft, amnion


menempel pada kornea sedang amnion
konjungtiva mulai terlepas

C1 = 15.26mm
Gain=90dB Dyn=35dB TGC=20dB
Mata kiri
B106530-40mm Tgl Pemeriksaan :10 Juli 2007

Gambar 4.

C1 = 24.26mm
Gain=90dB Dyn=35dB TGC=20dB

Gambar 2.

USG mata kanan menunjukkan axial length


memanjang

Selanjutnya dilakukan graft amnion dengan


menggunakan frozen amnion membrane sebanyak 5
lapis tanpa jahitan dan kemudian ditutup dengan
menggunakan conformer dan dibebat kasa selama 5

4 bulan setelah amnion graft, didapatkan


kornea yang telah terepitelialisasi

PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan penderita dengan
riwayat ulkus Mooren yang telah menjalani dua kali
keratoplasti pada mata kanan. Sebelumnya pada
bulan Juni 2004 penderita MRS di RS swasta
Surabaya dengan keluhan kedua mata merah,
sangat nyeri, dan terdapat warna putih melingkar di
tepi hitam mata. Saat itu telah terjadi ulkus Mooren
dimana ulkus berasal dari perifer, dapat disertai
tanda-tanda inflamasi, perkembangannya kronis,
dan sangat nyeri.1

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 3, Desember 2008

Graft Rejection Keratoplasty

Bulan November 2004 pada penderita


dilakukan tindakan keratoplasti oleh dokter spesialis
mata di RS swasta Jakarta karena mengalami
perforasi mata kanan. Satu minggu setelah
keratoplasti mata kanan, pada mata kiri dilakukan
peritomi. Hal ini sesuai dengan salah satu
penatalaksanaan ulkus Mooren yaitu pembedahan
yang berupa: eksisi limbal konjungtiva (resesi atau
reseksi) atau keratoplasti (lamelar atau full
thickness).1,2
Pada penderita ini setelah didiagnosa ulkus
Mooren pada tahun 2004 didapatkan riwayat mata
merah yang hilang timbul yang menunjukkan bahwa
inflamasi masih berlangsung. Dari literatur
didapatkan pembedahan pada mata yang
mengalami inflamasi berhubungan dengan tingginya
insiden komplikasi post operatif, seperti graft failure
dan graft rejection.1 Graft rejection jarang terjadi
dalam 2 minggu dan paling lambat terjadi 20 tahun
setelah keratoplasti. Pada penderita ini terjadi graft
rejection dalam 1 tahun sesudah keratoplasti dan
saat ini disertai dengan perforasi kornea dan prolaps
vitreus. Juga terjadi perubahan ukuran bola mata
pada mata kanan bila dibandingkan dengan mata
kirinya. Axial length OD 15,266 mm dan OS 24,26
mm. Hal ini menunjukkan telah terjadi ptisis pada
mata kanan.
Tindakan yang perlu dilakukan pada penderita
ini sangat kompleks mengingat kasus dengan ulkus
Mooren post keratoplasti yang mengalami graft
rejection disertai perforasi kornea dan prolaps vitreus
serta ptisis bulbi sangat jarang terjadi dan
memerlukan tindakan yang efektif untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut dan sebisa mungkin
mempertahankan bola mata. Pada kasus ini,
kemungkinan untuk memperbaiki fungsi penglihatan
sangat kecil. Tindakan keratoplasti ulang pada mata
kanan prognosisnya tidak bagus karena inflamasi
yang sering terjadi dan riwayat dua kali graft
rejection. Diperlukan suatu tindakan yang bertujuan

203

JOI

mengurangi inflamasi dan mempertahankan bola


mata terutama menutup perforasi kornea. Pasien
juga diberikan penjelasan bahwa tindakan operasi
tidak untuk memperbaiki fungsi penglihatan tapi
untuk mempertahankan bola mata dan menutup luka
pada kornea.
Diputuskan dilakukan graft amnion karena
selain dapat menutup perforasi kornea, juga dapat
berfungsi untuk mengurangi inflamasi. Karena
perforasi yang cukup besar, diberikan 5 lapis graft
amnion tanpa dijahit dan ditutup dengan conformer
untuk mempertahankan posisi amnion menutupi
kornea.
KESIMPULAN
Perforasi kornea yang disebabkan karena graft
rejection post keratoplasty pada ulkus Mooren dapat
ditatalaksana dengan frozen amnion graft 5 lapis
tanpa jahitan dan ditutup dengan conformer.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sutphin, JE, et al, External Disease and Cornea,
Section 8. American Academy of Ophthalmology,
San Fransisco. 2006, pp 232-234
2. Rapuano, et al, AnteriorSegment the Requisites
in Ophthalmology. Mosby Inc, StLouis. 2000, pp
179-181
3. Holland EJ, Mannis MJ, Ocular Surface Disease
Medical and Surgical Management. SpringerVerlag, New York. 2002, pp 226-231
4. Bank Mata Indonesia, 2006.
5. Kansky JJ, Clinical Ophthalmology A Sistematic
Approach. Butterworth Heineman, London. 2003,
pp 117-119
6. Langston, D, Manual of Ocular Diagnosis and
Therapy, Fifth Edition. Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia. 2002, pp 105-106

You might also like