Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

PENGENDALIAN KUALITAS KABEL LISTRIK PIILN UDARA

DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS METODE PDCA


DENY AGUSTIAN DAN HARI MOEKTIWIBOWO
Program Studi Teknik Industri, Universitas Suryadarma, Jakarta.
Email: dagustian@yahoo.com

ABSTRACT
This researh explained about how to reduce the defects or failure in the end product
power cable NFA2X 2x10 mm 0.6 / 1 kV which include : " Defect Appearance" ie, defect or
damage is visible on the surface or physical appearance of the cable, such as insulation
thickness , color insulation and defect marking , with this type of defect by 4 % and " defect
function " ie, defects or damage cause a malfunction of the cable as well, breaking the cable
conductor of 0.5 %, conductor resitance > standard of 1% and a breakdown voltage of 34 %.
Defect or failure is the most dominant breakdown voltage test " caused by insulation failure at
one point on the cable to withstand the test voltage of 3.5 kV given / AC for 5 minutes in
accordance with the standards SPLN 42-10 1993 .
Improved results of the analysis conducted on the electrical wiring NFA2X 2x10 mm
0.6 / 1 kV using PDCA 8 ( Eight ) steps and aids statistics, the results obtained from the two
different methods were carried out, ie the percentage decrease in the level of failed test
breakdown voltage of 19.7 % in getting from before improvement by 34 % with the total cost
of repairs Rp 3,405,888, - and after repair using the first method was 14.3 % with a total
repair cost of Rp 1,376,352, - so the reduction in repair costs incurred by the company
amounted to Rp 2,029,536, - with the percentage decrease costs by 60 %. Improvements to
the second method in getting a decrease of 11.8 % from the prior percentage improvement
of 34% with a total repair cost of Rp 3,405,888, - and after improvement of 22.2 % with a
total repair cost of Rp 1,516,320 , - and a reduction in repair costs incurred by the company
amounted to Rp 1,889,568, - the percentage rate of cost reduction by 65 % . From these
results it is known that the factors causing the failure of the test comes from the 5 factors,
namely : humans, machines, methods, materials and the environment, with the most
dominant cause of the factors derived from the method used, ie high temperature in zone 5,6
and 7 801 extrusion machines .
Keywords : PDCA 8 steps, breakdown voltage, saving cost.

PENDAHULUAN
Salah
satu
aktivitas
dalam
menciptakan kualitas agar sesuai standar
adalah dengan menerapkan sistem
pengendalian
kualitas
yang
tepat,
mempunyai tujuan dan tahapan yang
jelas, serta memberikan inovasi dalam
melakukan pencegahan dan penyelesaian
masalah-masalah
yang
dihadapi
perusahaan.
Kegiatan
pengendalian
kualitas dapat membantu perusahaan
mempertahankan
dan
meningkatkan
kualitas produknya dengan melakukan

pengendalian terhadap tingkat kerusakan


produk (product defect) sampai pada
tingkat kerusakan nol (zero defect).
Permasalahan yang dihadapi oleh
PT. BICC BERCA Cables adalah
besarnya tingkat gagal uji produk akhir
pada kabel NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV
yang meliputi Defect Appearance, yaitu
cacat atau kerusakan yang terlihat di
permukaan atau berhubungan dengan
penampilan fisik kabel yang mencapai 14
%, dan juga Defect Function, yaitu cacat
atau kerusakan yang menyebabkan
kegagalan fungsi yang dapat berdampak

kepada keselamatan pengguna seperti


halnya : putusnya konduktor kabel yang
mencapai 4 % dan juga kegagalan uji
tegangan tembus ( Breakdown Voltage )
sebesar AC 3,5 kV/5 menit ( SPLN 42-10
;1993),
dengan
prosentase
tingkat
kegagalan mencapai 34 %. Dari
pemasalahan tersebut diperlukan sebuah
tindakan yang dapat mengidentifikasi
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
proses isolasi kabel NFA2X 2x10 mm
0.6/1 kV pada sistem produksi, sekaligus
memperbaiki proses produksi yang ada
pada saat ini dengan sebuah metode yang
tepat dalam mendukung pengendalian
kualitas
yang
dilakukan,
sehingga
diharapkan tingkat kegagalan dapat
berkurang atau bahkan tidak ada.

METODE
Kabel listrik adalah alat atau media
yang digunakan untuk mentransmisikan
sinyal atau energi listrik dari satu tempat
ke tempat lainnya.Kabel listrik merupakan
kawat penghantar listrik berinti tunggal,
dua atau lebih kawat berisolasi.Kabel
listrik biasanya terdiri dari isolator dan
konduktor. Isolator di sini adalah bahan
pembungkus kabel yang terbuat dari
bahan thermoplastik atau thermosetting,
sedangkan konduktornya terbuat dari
bahan tembaga ( Copper ) ataupun
aluminium ( Aluminum ).

Gambar 1. Kabel NFA2X-T 2x10 mm 0,6 / 1 kV


Kabel listrik jenis NFA2X 2x10 mm
0.6/ 1 kV adalah kabel listrik pilin udara
berisolasi
XLPE
(Cross
Linked
Polyethylene), dengan netral bukan
sebagai penggantung, berinti dua (inti fasa
dan netral) dengan tegangan pengenal
0,6/1 kV, berpenghantar aluminium murni
yang dipilin bulat dengan luas penampang
10 mm.

Metodologi Penelitian
Metodologi
penelitian
yang
digunakan dalam penyusunan penelitian
ini dilakukan dengan tahapan tahapan
sebagai berikut.

Gambar 2. Diagram Alir Metodologi Penelitian


tingkat gagal uji tegangan tembus
(Breakdown Voltage) yang mencapai 34
Untuk
mengetahui
faktor-faktor
penyebab dominan terjadinya gagal uji
%. Dengan pendekatan metode PDCA 8
tegangan tembus (Breakdown Voltage)
(Delapan) langkah menggunakan alat
bantu seven tools, Diagram alir penelitian
sebesar 3,5 kV/AC selama 5 menit pada
kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm
ditunjukan pada gambar berikut.
0,6/1 kV dan juga untuk menurunkan

Gambar 3. PDCA Delapan Langkah


Pengolahan data dengan Metode
PDCA
8
(Delapan)
Langkah
menggunakan alat bantu 7 tools yang ada,
yaitu : stratifikasi, check sheet, histogram,
grafik, control chart, diagram sebab akibat
atau diagram tulang ikan (cause effect
diagram / fishbone diagram) dan diagram
pareto. Digunakannya tools tersebut
karena disesuaikan dengan kebutuhan
untuk pengolahan data pada penelitian ini,
dan juga peran utama dari tools tersebut
adalah mengumpulkan data dengan
karakteristik yang berbeda pada setiap
tools agar mendapatkan informasi yang
dibutuhkan dan nantinya digunakan untuk

memahami persoalan yang terjadi,


menganalisis persoalan, mengendalikan
proses, mengambil keputusan dan
membuat rencana. Keterkaitan metoda
PDCA 8 langkah dan 7 tools terdapat
pada tabel pengolahan data dan analisa
berikut :

Tabel 1 Objectivitas 8 Langkah Perbaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada setiap proses produksi, tidak
semua proses dapat berjalan baik sesuai
dengan standar yang diharapkan. Pada
kenyataannya seringkali masih ditemukan
ketidaksesuaian antara produk yang
dihasilkan dengan yang diharapkan,
dimana kualitas produk yang dihasilkan
tidak sesuai dengan standar. Hal tersebut
disebabkan
adanya
penyimpanganpenyimpangan dari berbagai faktor, baik
yang berasal dari bahan baku, tenaga
kerja maupun kinerja dari fasilitas-fasilitas
mesin yang digunakan dalam proses
produksi.
Hasil observasi lapangan yang
dilakukan
akan
mengangkat
permasalahan pada proses produksi kabel
NFA2X 2x10 mm 0,6/1 kV yang
menyebabkan defect pada kabel. Defect
diartikan dengan cacat atau kerusakan.
Menurut Poppy Handayani (2012), Defect
terbagi menjadi dua, yaitu Defect
Appearance dan Defect Function. Defect

Appearance adalah cacat atau kerusakan


yang
terlihat
dipermukaan
atau
berhubungan dengan penampilan fisik
kabel.
Sedangkan Defect Function
merupakan cacat yang menyebabkan
kegagalan fungsi yang nantinya akan
berdampak
kepada
keselamatan
pengguna
(PLN)
dan
pemakai
(Masyarakat umum).

Penerapan
Metode
PDCA
8
(Delapan)
Langkah
dalam
Mengurangi Gagal Uji (Defect) Pada
Kabel Listrik Pilin Udara NFA2X
2x10 mm 0.6/ 1 kV
Langkah Pertama : Menentukan Tema
dan Analisis Situasi
Menentukan Tema dan Analisis Situasi
adalah mengumpulkan data sehingga
didapatkan histogram untuk masingmasing defect atau kegagalan yang
disajikan agar dapat terlihat jelas.

Gambar 4. Histogram Defect Kabel NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV

Dari Histogram tersebut dapat


disimpulkan
bahwa
defect
dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Defect Appearance, yaitu cacat atau
kerusakan yang terlihat dipermukaan
atau
berhubungan
dengan
penampilan fisik kabel (visual), seperti
halnya
kerusakan
dikarenakan
ketebalan rata-rata isolasi yang tidak
sesuai standar, cacat karena warna
isolasi dan cacat karena printing.
Kerusakan ini sebanyak 18 haspel /
drum dengan total panjang kabel
mencapai 72,000 meter.
b.

Defect Function, yaitu cacat atau


kerusakan
yang
menyebabkan
kegagalan
fungsi
yang
dapat
berdampak
kepada
keselamatan
pengguna, seperti :
a) Kerusakan dikarenakan putusnya
konduktor kabel sebanyak 2 haspel
/ drum dengan total panjang kabel
mencapai 8,000 meter.

b) Kegagalan hasil uji tahanan


penghantar
melebihi
batas
maksimum yang dipersyaratkan
(Conductor Resistance > Spec),
sebanyak 6 haspel / drum dengan
total panjang kabel mencapai
24,000 meter.
c) Kegagalan uji tegangan tembus
(Breakdown Voltage) sebesar AC
3,5 kV/5 menit ( SPLN 42-10 ),
sebanyak 146 haspel / drum
dengan
total
panjang kabel
mencapai 584,000 meter.
Selanjutnya untuk menentukan tema
yang akan dijadikan penelitian, maka hal
yang
dilakukan
adalah
membuat
stratifikasi dan diagram pareto, sehingga
dari stratifikasi dan diagram pareto
tersebut dapat diketahui defect paling
dominan yang terjadi pada kabel listrik
pilin udara NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV.

Tabel 2. Stratifikasi Hasil Uji Kabel NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV Sebelum Perbaikan

Sumber : Data Primer Hasil Pengujian QC Department Periode April - Juni 2013.

Gambar 5. Pareto Defect Kabel NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV


Dari Tabel Stratifikasi dan Diagram
Pareto tersebut ditemukan bahwa defect
terbesar yaitu kegagalan uji tegangan
tembus ( breakdown voltage ) sebesar 34
% atau sama dengan 146 drum kabel
dengan panjang 584,000 meter dari total
434 drum kabel dengan total panjang
sebesar 1,736,000 meter dengan panjang
untuk setiap drumnya adalah 2,000 meter.
Salah satu tujuan penetapan tema ini
adalah untuk mengidentifikasi defect atau
kegagalan yang paling banyak muncul.
Langkah Kedua : Menetapkan Target
Kegagalan
uji
tegangan
tembus
(breakdown voltage) merupakan defect
(kegagalan / kerusakan) yang lolos

sampai dengan proses akhir, dan baru


terdeteksi ketika adanya pengujian yang
dilakukan oleh inspector atau penguji dari
Quality Department. defect ini umumnya
disebabkan karena adanya pin hole
(bintik/lubang) di isolasi kabel yang
diakibatkan dari proses mesin atau dari
material yang digunakan.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada,
maka diperlukan target sebagai sumber
acuan
dalam
penetapan
hasilnya.
Berdasarkan data aktual kegagalan
dikarenakan tidak lulus uji tegangan
tembus (Breakdown Voltage) AC 3,5 kV/5
menit yang mencapai 34 % target yang
akan dicapai adalah 0 % seperti terlihat
pada gambar berikut.

Gambar 6. Grafik Target yang Akan Dicapai


Langkah Ketiga : Analisis Faktor dan
Menentukan Sumber Penyebab
Pada tahapan analisis faktor dan
menentukan sumber penyebab dengan
diagram
sebab
akibat,
dilakukan
brainstorming
untuk
mendapatkan
informasi dalam mencari faktor-faktor
penyebab terjadinya kabel gagal uji
tegangan tembus (breakdown voltage)
pada kabel NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV,
yaitu :

a. Mesin ekstrusi yang dipakai tidak


mempunyai mesh screen yang
berfungsi sebagai penyaring (filter)
dari kotoran atau gumpalan materialmaterial yang diproses.
b. Monitor (display) mesin 801 yang
sudah rusak, banyak parameter
parameter tidak dapat terbaca dan
terlihat dikarenakan kondisi monitor
tersebut yang rusak.

2)

Method
a. Tidak adanya alat spark tester
(rusak) yang dapat berfungsi
sebagai indikator kebocoran isolasi
pada saat proses dimesin ektrusi
801.
b. Tingginya
temperature
zone
pressured di zone 5, 6 dan 7 yang
dapat mengakibatkan material XLPE
mengalami pre X-link sebelum
material keluar x-head sehingga
dapat menimbulkan kerak atau
gumpalan pada isolasi setelah
proses ektrusi.
c. Dosage pewarna hitam (PE Black
Master Batch) yang terlalu besar
(1,6%) sehingga dimungkinkan bisa
mengakibatkan cepat timbulnya
kerak dipermukaan kabel.
d. Terlalu besarnya pengapian burner,
sehingga
dapat
memungkinkan
cepat timbul kerak dipermukaan
kabel setelah keluar dari proses
ekstrusi.

3)

5)
Environment
Penyebab
dari
faktor
lingkungan
(Environment)
adalah
tercampurnya
material dengan debu atau kotoran pada
saat material digunakan proses ektrusi.

1)

Man
a. Cleaning screw X-head tidak
konsisten dilakukan, jadwal tidak
teratur, yang dalam hal ini adalah
menjadi tanggung jawab dari
Production Department.
b. Tidak dilakukan sistem pendinginan
screw oleh operator produksi
sebelum mesin beroperasi dan saat
mesin beroperasi.
c. Drying bin tidak difungsikan pada
saat proses berlangsung, sehingga
banyak material dengan kondisi
lembab yang ikut mengalami proses
sehingga menimbulkan bintik lubang
/ pin hole pada kabel.
d. Keterampilan
dan
kepedulian
operator
yang
minim,
tidak
menjalankan
tahapan
proses
dengan baik dan benar.

Material
Penyebab dari faktor Material
(Material) adalah material yang dipakai
lembab, baik material XLPE Natural
maupun pewarna hitam atau PE MB Black
Machine

4)

Dari
kelima
faktor
penyebab
permasalahan yang didapatkan tersebut,
selanjutnya dituangkan didalam suatu
bentuk kuesioner, dimana hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui penyebab
paling
dominan
dari
faktor-faktor
penyebab terjadinya defect (kegagalan /
kerusakan) pada kabel listrik pilin udara
NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV.

Berdasarkan data hasil kuesioner


yang didapatkan, selanjutnya dibuat
diagram pareto yang bertujuan untuk
melihat
faktor
penyebab
terbesar
terjadinya defect atau kegagalan pada
kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10 mm
0.6/1 kV seperti yang ditunjukan pada
gambar berikut.

Gambar 7. Pareto Penyebab Defect Paling Dominan Hasil Kuesioner


Dari Diagram Pareto tersebut
diketahui bahwa, faktor-faktor dominan
yang sangat mempengaruhi defect
(kegagalan / kerusakan) pada kabel listrik
pilin udara NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV
adalah pada faktor manusia dan faktor
metode yang masing-masing mempunyai
4 penyebab kegagalan dapat terjadi.
Selain menggunakan Diagram Pareto,
digunakan juga diagram sebab akibat

seperti ditunjukan pada gambar 7 yang


bertujuan untuk menunjukan faktor-faktor
penyebab (sebab) dan karakteristik
kualitas (akibat) yang disebabkan oleh
faktor-faktor penyebab sehingga dapat
terjadi defect (kegagalan / kerusakan)
pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10
mm 0.6/1 kV.

Gambar 8. Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram)


Langkah Keempat : Mencari Ide
Perbaikan (Root Cause Analysis)
dengan 5W2H
Setelah diketahui analisis faktor dan
menentukan sumber penyebab dengan
alat
bantu
pengendalian
kualitas
menggunakan diagram pareto dan juga
diagram sebab akibat, maka selanjutnya

diusulkan
ide
perbaikan
dalam
menanggulangi permasalahan yang terjadi
pada kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10
mm 0.6/1 kV, seperti yang dituangkan
dalam tabel Root Cause Analysis dengan
5W2H (What, Why, Who, Where, When
dan How)

Tabel 3. Root Cause Analysis dengan 5W2H

10

Langkah Kelima : Implementasi Ide


Perbaikan
dengan
Depenelitian
Perbaikan

memberikan arahan atau tahapantahapan proses yang baik dan


benar.

Man
a. Diterbitkannya Publish Document
oleh Process Engineer Department
(PE) yang ditanda tangani oleh
masing-masing kepala Departemen
Produksi, QC, Design, QA, Manager
Plant dan GM Operation dengan
hasil diputuskannya jadwal cleaning
screw X-head maksimum 4 hari.
Diputuskannya cleaning screw Xhead maksimum 4 hari, karena
kemungkinan banyaknya material
yang menempel atau meninggalkan
sisa pada screw setelah diproses
secara terus menerus, sehingga jika
dibiarkan melebihi dari 4 hari akan
menimbulkan kerak pada hasil
ekstrusi
b. Melakukan
pengecekan
sistem
pendinginan screw yang terdapat di
mesin, seperti halnya : cek
temperature control, cek pressure
control, dll
Hal ini dimaksudkan, agar sebelum
proses berjalan dan mesin dalam
kondisi ON sistem pendinginan
pada screw sudah berjalan dengan
baik.
c. Memfungsikan drying bin ( proses
pengeringan / pemberian uap panas
sebelum
material
masuk
ke
cerobong / hopper mesin ) untuk
material yang akan diproses pada
temperatur 60C selama 3 jam. Hal
ini dilakukan agar material menjadi
kering atau tidak lembab pada saat
material mulai diproses sehingga
tidak menimbulkan bintik lubang (pin
hole ).
d. Sosialisasi dan Pelatihan Operator.
Hal ini dilakukan agar operator dapat
lebih memahami proses yang baik
dan benar, sekaligus transfer ilmu
kepada
operator-operator
baru
khususnya. Misalnya : Internal
Training oleh operator senior yang
berpengalaman pada mesin ekstrusi
801,
Briefing
oleh
kepala
Departemen atau kepala regu
sebelum memulai pekerjaan dengan

Material
Disimpan ditempat dengan resiko
kerusakan atau kelembaban lebih
kecil, seperti : Gudang bahan baku
yang steril dan terjaga temperatur
ruangnya, hal ini dilakukan agar
material XLPE maupun PE MB Black
yang akan dipakai untuk proses
isolasi tidak rusak, gumpal atau
lembab yang diakibatkan kemasan
material
tersebut
rusak
dan
terkontaminasi air.
Machine
a. Untuk mengatasi kotoran atau
gumpalan material yang terbawa
proses dikarenakan mesin tidak
mempunyai mesh screen yang
berfungsi sebagai penyaring (filter)
dari kotoran atau gumpalan material,
maka hal yang harus dilakukan
adalah menggunakan mesin ekstrusi
lain yang mempunyai mesh screen
untuk proses kabel jenis ini.
b. Mengganti monitor (display) mesin
801 yang rusak dengan monitor baru
untuk menghindari pembacaan yang
salah pada saat setting awal proses
mesin.
Method.
a. Memperbaiki alat spark tester dan
memasangnya di mesin ekstrusi 801
sehingga kebocoran proses isolasi
pada saat proses dilakukan dapat
terdeteksi sejak awal.
Fungsi spark tester : Mendeteksi
logam ( jika terjadi kebocoran pada
isolasi, penghantar logam aluminum
dapat langsung terdeteksi) yang
ditandai dengan bunyi atau alarm.
c. Menurunkan
temperatur
zone
pressured sebesar 5C pada zone 5,
6 dan zone 7, karena pada zone ini
temperatur
yang
digunakan
dimungkinkan masih terlalu tinggi,
diturunkannya temperatur pada zone
ini agar tidak terjadi panas yang
berlebih (over heating) terhadap
material yang diproses, sehingga

11

dapat menyebabkan terjadi pre Xlink terhadap material XLPE yang


dapat
menyebabkan
kerak
/
gumpalan pada permukaan isolasi
kabel hasil proses ekstrusi.
d. Menurunkan dosage pewarna hitam
( PE Black Master Batch ) dari 1,6 %
menjadi 0,8 %. Dari hasil trial yang
telah dilakukan, maka didapatkan
komposisi dosage ideal sebagai
berikut :
- Dosage pewarna hitam > 0.8 %
maka lebih cepat menimbulkan
kerak.
- Dosage pewarna hitam < 0.8 %
maka warna kabel tidak hitam
sempurna atau transparan.
e. Mengatur pengapian burner di
depan x-head ektrusi menjadi lebih
kecil, sehingga tidak cepat timbul
kerak atau gumpalan dipermukaan
kabel setelah keluar dari proses
ekstrusi.
Environment
Untuk mengatasi masalah dari faktor
lingkungan ( Environment ), maka
diusulkan ide perbaikan dengan
memastikan kemasan material XLPE
tidak ada yang rusak ataupun sobek
sebelum dipakai, agar tidak tidak
tercampur debu / kotoran
yang
dapat mengakibatkan kerak atau

material kasar setelah material


keluar dari proses ekstrusi.
Langkah Keenam : Evaluasi Hasil
Jika dilihat pada hasil kuesioner dan juga
gambar diagram pareto 4.17, penyebab
paling dominan yang mengakibatkan
defect pada kabel listrik pilin udara NFA2X
2x10 mm 0.6/1 kV adalah dari faktor
metode.
Dimana
terlalu
tingginya
temperatur yang diberikan pada zone 5, 6
dan zone 7. Dari hasil perbaikan yang
dilakukan, selanjutnya didapatkan hasil
nyata sebagai berikut :
a.

Perbaikan
dengan
Metode
Pertama ( 1 )
Dari
hasil
Brainstorming
pertama
selanjutnya dilakukan perbaikan dengan
metode : Menurunkan temperature zone
pressured sebesar 5C di zone 5, 6 dan 7
dan juga melaksanakan cleaning screw Xhead pada mesin 801 sebelum mesin
digunakan kembali untuk proses isolasi
kabel yang sama, yaitu proses isolasi
untuk kabel listrik pilin udara NFA2X 2x10
mm 0.6/1 kV. Dari Check Sheet data hasil
pengujian di dapatkan hasil startifikasi
sebagai berikut.

Tabel 4. Stratifikasi Hasil Uji Setelah Perbaikan dengan Metode Satu ( 1 )

Sumber : Data Primer Hasil Pengujian QC Department yang diolah, 2013

Hasil Stratifikasi pada tabel tersebut dapat


disimpulkan, bahwa tingkat gagal uji
tegangan tembus (breakdown voltage)
mengalami penurunan sebesar 19.7 %

yang didapat dari sebelum perbaikan


sebesar 34 % dan setelah perbaikan yang
dilakukan dengan menggunakan metode
pertama adalah sebesar 14.3 %. Gambar

12

grafik prosentase penurunan breakdown


tersebut seperti ditunjukan pada gambar

berikut.

Gambar 9. Grafik Penurunan Breakdown dengan Perbaikan Metode Pertama


b.

Perbaikan dengan Metode Kedua


(2)
Dari
hasil
Brainstorming
kedua,
selanjutnya dilakukan perbaikan dengan
metode : Menurunkan dosage MB Black
dari 1,6 % menjadi 0,8 %, Mengeringkan
MB dari kelembaban dengan cara
dipanaskan dengan temperatur 60C
selama 3 jam, Memperbarui kondisi

monitor di mesin 801 yang sudah tidak


terbaca, Melakukan pengecekan sistem
pendinginan screw dan memastikan spark
tester terpasang (difungsikan selama
proses isolasi di mesin 801). Dari Check
Sheet data hasil pengujian setelah
perbaikan kedua selanjutnya di dapatkan
startifikasi seperti ditunjukan pada tabel 2.

Tabel 5. Stratifikasi Hasil Uji Setelah Perbaikan dengan Metode 2

Sumber : Data Primer Hasil Pengujian QC Department yang diolah, 2013

Hasil Stratifikasi pada tabel tersebut dapat


disimpulkan bahwa, tingkat gagal uji
tegangan tembus (breakdown voltage)
mengalami penurunan sebesar 11.8 %
yang didapat dari sebelum perbaikan
sebesar 34 % dan setelah perbaikan yang

dilakukan dengan menggunakan metode


kedua adalah sebesar 22.2 %. Gambar
grafik prosentase penurunan breakdown
tersebut seperti ditunjukan pada gambar
berikut.

Gambar 10. Grafik Penurunan Breakdown dengan Perbaikan Metode Kedua

Dari
hasil
perbaikan
yang
dilakukan dengan kedua metode tersebut
(kesatu dan kedua), dapat disimpulkan
bahwa metode yang dilakukan pada tahap
pertama
lebih
efektif
dibandingkan
perbaikan dengan menggunakan metode
kedua. Hal ini sekaligus mengindikasikan
bahwa faktor dominan penyebab defect
(kegagalan / kerusakan) pada kabel listrik
pilin udara NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV
adalah benar diakibatkan karena tingginya
temperature zone pressured pada zone 5,
6 dan 7 dan juga sistem cleaning screw
yang selama ini tidak berjalan dengan
baik.
Evaluasi
Repair

Hasil

Ditinjau

dari

Biaya

Dengan menurunnya tingkat gagal uji


tegangan tembus (breakdown voltage)
dari 34 % menjadi 14.3 % (perbaikan
metode pertama) dan 34 % menjadi 22.2
% (perbaikan metode kedua) maka secara
tidak langsung akan mempengaruhi
berkurangnya
beban
biaya
yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk
perbaikan (repair). Biaya yang dikeluarkan
untuk mengatasi sebuah defect karena
gagal uji tegangan tembus (breakdown
voltage) bukan hanya biaya material saja,
tetapi meliputi biaya tenaga kerja dan juga
biaya pemakaian listrik. Total biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan perbaikan
terhadap 1 titik lubang (pin hole) pada
setiap 1 drum defect breakdown voltage
seperti ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 6. Biaya Perbaikan ( Repair )

Total biaya yang dikeluarkan untuk


setiap 1 titik berlubang (pin hole) pada
setiap 1 drum yang diperbaiki adalah
sebesar Rp 23,328,- sehingga total biaya
yang
dikeluarkan
untuk
perbaikan
sebanyak 146 drum kabel gagal uji
tegangan tembus (breakdown voltage)
sebelum perbaikan adalah sebesar Rp
3,405,888,- dan total biaya yang
dikeluarkan untuk perbaikan sebanyak 59
drum kabel gagal uji tegangan tembus
(breakdown voltage) setelah perbaikan
dengan metode pertama adalah sebesar

Rp 1,376,352,- dan 65 drum kabel gagal


uji tegangan tembus (breakdown voltage)
setelah perbaikan dengan metode kedua
sebesar Rp 1,516,320,- Sehingga, didapat
total
biaya
yang
dapat
dihemat
perusahaan sesudah dilakukan perbaikan
dengan metode pertama sebesar Rp
2,029,536,- dan perbaikan dengan metode
kedua total biaya yang dapat dihemat
sebesar Rp 1,889,568,- seperti ditunjukan
pada grafik penurunan biaya perbaikan
berikut ini.

Gambar 11. Grafik Penurunan Biaya Perbaikan dengan Metode Pertama

14

Gambar 12. Grafik Penurunan Biaya Perbaikan dengan Metode Kedua


digunakan adalah Standard Operating
Procedure (SOP) dan Working Instruction
Dari hasil penurunan biaya tersebut,
maka didapat prosentase penurunan biaya
(WI). SOP merupakan standar-standar
sebagai berikut :
yang sudah dibuatkan sebagai petunjuk
bagi karyawan (Production, Maintenance,
PE, QC, dll) dalam melaksanakan sebuah
proses yang berkaitan dengan pekerjaan,
sedangkan WI (Work Intruction) lebih
mengarah kepada perintah perintah atau
kebijakan atasan dalam menunjang
proses perbaikan (Improvement) agar
berjalan sesuai dengan rencana (Poppy
Langkah Ketujuh : Standarisasi dan
Handayani, 2012). Standarisasi proses
Rencana Pencegahan
perbaikan yang sudah dilakukan pada
Pada proses perbaikan (Improvement)
proses
mengurangi
kegagalan
uji
maka diperlukan standarisasi yang
tegangan tembus dapat dilihat pada tabel
berfungsi sebagai penopang roda PDCA
7.
agar tidak kembali ke proses sebelum
dilakukan perbaikan. Standarisasi yang
Tabel 7. Standarisasi Improvement Proses Isolasi Kabel

Sumber : PT. BICC BERCA Cables, 2013


Langkah Kedelapan : Penetapan
Rencana Berikut
Setelah menentukan solusi yang bisa
diimplementasikan maka dipikirkan cara
untuk menetapkan rencana berikutnya.

Pada penetapan rencana berikutnya dari


proses
perbaikan
yang
dilakukan,
selanjutnya dilakukan evaluasi ulang untuk
memastikan bahwa implementasi solusi
telah berjalan sesuai dengan baik. Target

15

yang ditetapkan belum sepenuhnya


tercapai, aktual dari proses perbaikan baru
mengurangi kegagalan (defect) dari 34 %
menjadi 14.3 % (Perbaikan Pertama) dan
dari 34 % menjadi 22.2 % (Perbaikan
Kedua). Agar target bisa mencapai 0 %,

maka perlu dilakukan evaluasi kembali


yang bisa meningkatkan kualitas pada
proses produksi kabel listrik pilin udara
NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV berikutnya.

Gambar 13. Grafik Target Perbaikan Selanjutnya dari Metode Pertama

Gambar 14. Grafik Target Perbaikan Selanjutnya dari Metode Kedua

KESIMPULAN
a. Faktor-faktor penyebab terjadinya gagal
uji tegangan tembus (breakdown
voltage) pada kabel listrik pilin udara
NFA2X 2x10 mm 0.6/1 kV berasal dari
faktor :
- Manusia (Man), yaitu cleaning screw
X-head tidak konsisten, tidak
dilakukan
pengecekan
sistem
pendinginan screw, drying bin tidak
difungsikan dan keterampilan serta
kepedulian operator yang minim.
- Bahan baku (Material), yaitu material
lembab.
- Mesin (Machine), yaitu mesin yang
dipakai tidak mempunyai mesh
screen dan kondisi monitor yang
sudah tidak terbaca/rusak.

- Metode kerja (Method), yaitu tidak


adanya spark tester, temperature
zone pressured tinggi, dosage MB
Black terlalu besar.
- Lingkungan kerja (Environment),
yaitu debu / kotoran tercampur
material pada saat proses.
Berdasarkan Diagram Pareto dan hasil
perbaikan yang didapatkan, maka
diketahui bahwa penyebab terbesar
kegagalan berasal dari faktor metode
yang digunakan, yaitu
tingginya
temperature pada zone tertentu.
b. Hasil
evaluasi
perbaikan
yang
dilakukan,
didapatkan
penurunan
tingkat gagal uji tegangan tembus
dengan menggunakan metode pertama
sebesar 19.7 % (sebelum perbaikan 34
% dengan biaya perbaikan Rp
3,405,888,- dan setelah perbaikan 14.3

16

% dengan total biaya perbaikan Rp


1,376,352,) sehingga penurunan biaya
perbaikan yang dikeluarkan oleh
perusahaan
adalah
sebesar
Rp
2,029,536,dengan
prosentase
penurunan biaya sebesar 60 %.
Sementara penurunan tingkat gagal uji
dengan menggunakan metode kedua
didapatkan penurunan sebesar 11.8 %
(sebelum perbaikan 34 % dengan biaya
perbaikan Rp 3,405,888,- dan setelah
perbaikan 22.2 % dengan total biaya
perbaikan Rp 1,516,320,-) sehingga
penurunan biaya perbaikannya adalah
sebesar Rp 1,889,568,- dengan
prosentase penurunan biaya sebesar
55 %.

DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, Juita. 2005. Evaluasi
Pengendalian Kualitas Total Produk
Pakaian Wanita Pada Perusahaan
Konveksi. Jurnal Ventura, Vol. 8, No.
1, April 2005.
Al Fakhri, Faiz. 2010 Analisis
Pengendalian Kualitas Produksi di
PT.
Masscom
Graphy
dalam
Mengendalikan Tingkat Kerusakan
Produk Menggunakan Alat Bantu
Statistik Diakses tanggal 21 Februari
2013. dari www.google.com Fak.
Ekonomi Universitas Diponegoro.
Gasperz, Vincent. 2005. Total Quality
Management. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Handayani,
Poppy.
2012.

MENURUNKAN
BIAYA
REPAIR
DENGAN MENGURANGI DEFECT
UNIT
PROSES
PAINTING
MENGGUNAKAN METODA PDCA 8
LANGKAH
PADA
PT.
ASTRA
DAIHATSU MOTOR Diakses tanggal
8 Mei 2013.
Hatani,
La.
2008.
Manajemen
Pengendalian Mutu Produksi Roti
Melalui
Pendekatan
Statistical
Quality Control (SQC). Diakses 21
Februari
2013,
dari
www.google.com/Jurusan Manajemen
FE Unhalu.
Kuswadi Erna Mutiara ( 2004 ), Delta
Delapan Langkah & Tujuh Alat

Statistik Untuk Peningkatan Mutu


Berbasis Komputer, Gramedia.
Nur Ilham, Muhammad. 2012 Analisis
Pengendalian
Kualitas
Produk
Dengan Menggunakan Statistical
Processing Control ( SPC ) Pada PT.
BOSOWA MEDIA GRAFIKA ( TRIBUN
TIMUR ) Diakses tanggal 21 Februari
2013. dari www.google.com Fak.
Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasannudin, Makasar.
Nasution, M. N.. 2005. Manajemen Mutu
Terpadu. Bogor : Ghalia Indonesia.
Poerwanto, Hendra, Pengertian Dan
Tujuan Statistical Process Control
(SPC) / Pengendalian Kualitas
Statistik (PKS) Oleh Sumber : Yamit,
Zulian. 2001. Manajemen Kualitas
Yogyakarta : Ekonosia & Ariani,
Dorothea Wahyu. 2004. Pengendalian
Kualitas Statistik. Yogyakarta: Andi
Offset. Diakses tanggal 26 april 2013.
Suardi, Rudi. 2003. Sistem Manajemen
Mutu ISO 9000: 2000 Penerapannya
untuk mencapai TQM. Cetakan
Kedua. Jakarta : Penerbit PPM.
Sugiono,
Syahu.
2003.
Kamus
Manajemen
(mutu),
Jakarta
:
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Supranto,
2007.
Statistik
untuk
Pemimpin Berwawasan Global edisi
2, Salemba Empat.
SPLN No.1 : 1995, Departemen
Pertambangan
Dan
Energi
(Perusahaan Umum Listrik Negara).
SPLN No.42-10 : 1993, Departemen
Pertambangan
Dan
Energi
(Perusahaan Umum Listrik Negara).
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana.
2003. Total Quality Management.
Edisi 5. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Yuri, M.Z.T, dan Nurcahyo, Rahmat, 2013.
TQM : Manajemen Kualitas Total
dalam Perspektif Teknik Industri,
Jakarta, Indeks.
Zulian Yamit, 2003. Manajemen Produksi
dan Operasi Edisi.2, Yogyakarta.
Ekonisia.
Sumber Referensi dari Internet :
Wibisono, Agus. 2011. www.google.com :
http://aguswibisono.com/2011/7-tujuh-

17

tools-yang-digunakan-untukpengendalian-kualitas-quality-control/
Diakses tanggal 4 Maret 2013.
http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?optio
n=com_content&view=article&id=972:p
engendaliankualitas&catid=25:industri&Itemid=14En
siklopedia/ Pengendalian Kualitas /
Tuesday, 28 February 2012 /sumber
Diakses tanggal 4 Maret 2013
http://eskampiun.wordpress.com/2012/06/
18/siklus-pdca/SUMBER : PDCA Cycle
Model
mencari
Akar
MasalahIkhtisar.com_Manajemen,
Kepemimpinan,
Pengembangan
Diri.htm. Diakses tanggal 20 Maret
2013
http://qccindonesia.files.wordpress.com/20
09/10/pdca.jpg?w=460 Diakses tanggal
20 Maret 2013
www.google.com : PDCA /Dari Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Diakses 4 April 2013

18

You might also like