Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 21
MBNDENGARKAY DR. LIEM KHIEM YANG umpamaan-perumpamaan ini didengarkan oleh pen- dengar-pendengar baru, yang berbeda dengan pende- ngarnya semula. Semula perumpamaan Yesus disam- paikan kepada orang-orang yang sering kali adalah lawan-lawan-Nya, yang sama sekali tidak sependapat dan sepandangan dengan Dia. Namun, perumpamaan- perumpamaan itu kemudian menjalani sejarah dalam lingkungan jemaat Kristen, yang mempercayai Yesus sebagai Tuhan mereka. Di dalam lingkungan jemaat Kristen, pertanyaannya adalah: Apa arti perumpama- an-perumpamaan Yesus itu bagi kehidupan jemaat? Petunjuk-petunjuk apa yang terkandung di dalamnya yang berguna bagi kehidupan jemaat? Bagaimana per- umpamaan-perumpamaan itu menegur, menghibur, dan menguatkan jemaat? Perumpamaan-perumpama- an itu berarti dan diartikan ke dalam perjalanan hidup jemaat Kristen dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan hidup. Perubahan pendengar ini membawa_ perubahan pengertian terhadap perumpamaan-perumpamaan Yesus. Dalam pada itu harus kita bayangkan bagai- mana proses ini berjalan terus selama berabad-abad hingga masa hidup kita sekarang ini. Gereja Kristen dalam keadaannya yang terus berubah sepanjang seja- rah mendengar-dengarkan perumpamaan Yesus itu di tengah kenyataan hidupnya. Dapat kita bayangkan betapa banyak perubahan pendengaran terjadi terha- dap perumpamaan-perumpamaan Yesus tersebut. Se- jarah penafsiran perumpamaan-perumpamaan Yesus oleh gereja Kristen memperlihatkan bagaimana selama berabad-abad cara penafsiran allegoris membelenggu tengah kenyataan hidup yang berlangsung sehari-hari. Maka hendaknya kita membiarkan perumpamaan Yesus itu mengubah kehidupan kita menjadi terbuka bagi kenyataan hidup kita yang berlangsung sekarang ini di bawah pengaruh rahmat Allah yang dilimpah- kan ke atasnya. Demikianlah kita mendengarkan per- umpamaan-perumpamaan Yesus. waktu ditemukan, ketiga fragmen itu dianggap berasal dari Kitab Injil yang tidak dikenal. Injil Tomas merupakan kumpulan dari 114 perkata- an Yesus (logia Iesou) tanpa cerita. Dikutip menurut urutan perkataan dalam Injil tersebut: Tomas 1, 2, 3 dan seterusnya. 13 ”Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghen- daki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang.” (Mat. 18:14) 2. Injil Lukas mengalimatkan penutup perumpamaan domba yang hilang dalam Lukas 15:7 secara berbeda: ’Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat lebih daripada sukacita ka- rena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.” Ini sesuai dengan pengertian Lukas yang menem- patkan perumpamaan ini datam rangka percakapan Yesus dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang mencemoohnya dengan perkataan: ”Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama de- ngan mereka.” (Lukas 15:2). Dalam pada itu Lukas membawakannya sebagai perumpamaan ganda atau kembar dengan perumpamaan dirham yang hilang (Lukas 15:8-10) yang juga ditutupnya dengan perkata- an “Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malai- kat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat” (ayat 10). Lukas menekankan sukacita di sorga atas bertobatnya satu orang berdosa.! 3. Injil Tomas tidak memberi bingkai percakapan pada perumpamaan domba yang hilang, yang dibawakan- nya dalam Tomas 107. Sekalipun demikian pengali- matannya yang khas, yang menyatakan bahwa domba yang hilang itu adalah “domba yang paling besar” dan ‘Hanya dua perumpamaan yang menyatakan satu pikiran yang samalah yang dapat dikatakan kembar. Lih. Joachim Jere- mias, Die Gleichnisse Jesu, him. 76 mengenai ” Doppelgleichnisse”. 17 18:13 hanya mengatakan:”sesungguhnya jika ia berha- sil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu.” Mengenai Lukas 15:6 sudah kita bicarakan terlebih dahulu persoalannya. Jadi, untuk bentuk semula dari perumpamaan domba yang hilang itu, dapatlah kita berpegang pada Matius 18:12 dan 13. D. Memahami maksud tujuan perumpamaan domba yang hilang 1. Berpegang pada Matius 18:12 dan 13, dapat kita kata- kan bahwa yang secara khusus diangkat dalam perum- pamaan ini ialah pengalaman umum saat kehilangan dan menemukan kembali. Pada saat kehilangan, hati seseorang berada pada miliknya yang hilang itu, se- hingga dalam hal ini, ia meninggalkan 99 ekor domba di pegunungan dan mencari yang satu. Demikian pula pada saat menemukan yang hilang kegembiraan atas yang satu itu lebih besar dari atas yang 99 lagi. Dalam hal ini tepatlah yang dicermati Eta Linne- mann, bahwa rumus 1 = lebih dari 99 itu hanya ber- laku pada saat kehilangan dan menemukan kembali itu saja > 3Eta Linnemann, lih. Gleichmisse Jesu, him. 71:”Es stimmt nur im Augenblick des Wiedefindens bzw des Verlierens. Das Verlorene ist Gegenstand der Sorge, solange es verloren ist; das Gefundene ist Gegenstand der Freude in dem Augenblick, wo es gefunden wird” 21 orang tanpa pembedaan apa pun, karena semua perbe- daan antar-manusia tenggelam di dalam lautan ke- limpahan rahmat Allah. F. Catatan Banyak perumpamaan Yesus yang mengangkat peng- alaman umum dari semua orang di mana saja. Perumpa- maan biji sesawi misalnya (Markus 4:31-32). Lalu perum- pamaan tentang ragi yang mengkhamiri tepung terigu tiga sukat (Matius 13:33). Juga perumpamaan bapa yang selalu memberikan apa yang baik kepada anaknya (Lukas 11:11- 13). Karena suatu pengalaman umum yang diangkat dalam suatu “similitude”, maka sering dipakai sebagai awal pengalimatan: “Siapakah di antara kamu yang ...” (Lukas 14:28; 17:7 dll). 25 bab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kem- bali. Maka mulailah mereka bersukaria. * Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. ** Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. ” Jawab hamba itu; Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembe- lih anak lembu tambun, karena ia mendapatkannya kembali dengan sehat. * Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. ® Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya’ Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. © Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa ber- sama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. *' Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. * Kita patut bersukacita dan ber- gembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.” 4. Seperti telah dikemukakan suatu parabel harus dide- ngarkan seutuhnya: — Ada seorang yang mempunyai dua anak laki-laki. Anak yang bungsu meminta bagian harta yang menjadi haknya. Menurut Kitab Ulangan 21:17 hak- nya adalah satu pertiga dari kekayaan keluarga, sedangkan anak sulung mendapat dua pertiga. Si ayah mengabulkan permintaan anaknya yang bung- su itu. Dan anak bungsu itu pun menguangkan selu- ruh bagiannya lalu pergi ke negeri yang jauh untuk mencari kehidupan sendiri. Ini adalah suatu kejadi- an biasa pada waktu itu. Karena negerinya sendiri kurang menghidupi, banyak sekali orang Yahudi pada waktu itu merantau ke negeri lain. Ada yang memperkirakan lebih empat juta orang Yahudi pada waktu itu merantau, sementara di Palestina hanya 29 Yahudi yang saleh beragama ini bertolak dari apa yang diperbuat manusia, maka ia bersyukur kepada Tuhan bahwa ia tidak sama seperti orang lain yang tidak saleh perkataannya dan bahkan buruk perbuatannya. Tetapi Yesus tidak bertolak dari apa yang diperbuat manusia, melainkan dari apa yang diperbuat Allah, yang melimpahkan rahmat-Nya atas semua manusia. Yesus bersyukur bahwa semua orang sama di hadapan Allah dalam arti semua orang sama-sama dilimpahi rahmat Allah. Siapa yang hidup dari pelimpahan rah- mat itulah yang dibenarkan Allah. Inilah yang dicon- tohkan dalam perumpamaan Orang Farisi dan Pemu- ngut Cukai itu. Di zaman kita sekarang ini, hal beragama seperti itu menjadi sangat umum, sehingga tidak sukar mema- hami perumpamaan tersebut. Mendengarkan perumpamaan Yesus ini di tengah kenyataan kita sekarang, di mana kita semua merin- dukan pembaharuan sangatlah berarti. Di satu pihak kita merindukan pembaharuan, di lain pihak kita masing-masing merasa diri kita sudah benar, bahkan kita berusaha mengadakan pembaharuan paling benar berdasarkan kebenaran kita masing-masing. Usaha kita itu tidak akan membawa pembaharuan, karena yang kita lakukan adalah meneruskan kenyataan kita sendiri sekarang ini, menurut kebenaran kita sendiri- sendiri. Kenyataan yang kita hasilkan hanyalah lanjut- an dari keadaan kita sendiri. Tidak ada yang baru. Pembaharuan hanya akan terjadi apabila kita semua bersedia dibaharui, dibaharui oleh Allah sendiri. Dan itu berarti melepaskan kebenaran kita sendiri. Di da- 55 lam pembaharuan itu semua menjadi anak-anak Allah yang berharga. Kehidupan kita bersama menjadi be- nar. Dibenarkan oleh Allah sendiri. D. Catatan Cerita contoh lain di antara perumpamaan Yesus yang ter- kenal adalah cerita orang Samaria yang murah hati (Lukas 10:30-37), suatu perumpamaan yang mengetengahkan peri kehidupan berbagai orang secara langsung menjadi suatu contoh yang jelas. Cerita orang kaya yang bodoh (Lukas 12:16-21) mengangkat seorang kaya secara langsung men- jadi contoh. Juga cerita orang kaya dan Lazarus yang miskin (Lukas 16:19-31). 56 Appendix CATATAN DARI SEJARAH PENAFSIRAN PERUMPAMAAN YESUS 1, Perumpamaan-perumpamaan Yesus tidak diturunkan- nya secara tertulis. Cukup lama perumpamaan-perum- pamaan Yesus itu diingat dan diteruskan murid-murid atau pengikut-Nya secara lisan. Perumpamaan-perum- pamaan itu sangat mudah diingat orang dan lebih dari itu perumpamaan-perumpamaan itu dirasakan sangat berarti bagi kehidupan mereka sebagai pengikut Yesus. Dalam menjalani sejarah mereka dan dalam menghadapi berbagai persoalan baru, perumpamaan- perumpamaan itu menerangi jalan mereka. Demikian- lah perumpamaan-perumpamaan Yesus itu diingat dan diartikan ke dalam kehidupan persekutuan peng- ikut Yesus yang terus bertumbuh. Hal ini misalnya masih jelas tampak dalam pencatatan perumpamaan “penabur” dalam Injil Markus 4:3-8 yang diikuti suatu pengartian ke dalam kehidupan jemaat Kristen mula- mula di Markus 4:13-20. Perumpamaan “Penabur” itu dirasakan menerangi kegiatan jemaat dalam memberi- takan firman, yang tidak selalu mendapat sambutan baik. Memang begitulah sudah terungkap dalam per- 57 perumpamaan-perumpamaan Yesus itu diinterpretasi- kan ke dalam kehidupan orang percaya dalam perja- lanan sejarahnya. . Penafsiran perumpamaan-perumpamaan Yesus yang kemudian tampak pada bapa-bapa gereja sejak abad ke-2 M. itu adalah penafsiran allegoris. Mungkin saja tafsiran allegoris yang terdapat dalam Kitab-kitab Injil seperti yang sudah kita kemukakan di atas menjadi contoh. Tetapi lebih dari itu memang cara berpikir da- lam alam pikiran orang pada waktu itu menginginkan pengartian rohani yang lebih dalam dari apa pun yang tertulis. Dengan demikian, tafsiran allegorislah yang disukai dan dilakukan. Dapat dikatakan bahwa de- ngan Origenes (+ 184-254 M.) tafsiran allegoris itu menjadi bentuk ilmu tafsir perumpamaan yang umum berlaku. Sebagaimana menurut pengertian Yunani umum, manusia itu terdiri dari tubuh, jiwa dan roh, demikianlah menurut Origenes tafsiran kitab suci itu mengenal pengertian harfiah, pengertian moral, dan pengertian spiritual. Maka demikianlah yang kita lihat dalam tafsiran mereka terhadap perumpamaan Yesus. Menurut Ireneus (+ 130-200 M) dalam mengartikan perumpaman “Harta terpendam’” (Matius 13:44), Kris- tuslah sesungguhnya harta terpendam di ladang.2 Dan menjelaskan perumpamaan yang sama, Origenes (+ 184- 254), mengatakan sebagai berikut: Ladang itu adalah kitab suci yang ditanami dengan hal-hal yang berasal dari sejarah, perkataan dari hukum taurat dan para nabi, serta pikiran-pikiran lain. Harta yang terpendam ?Lih. Ireneus, Adversus Haereris, IV, XXVI, 1. 59 3.b. di ladang adalah yang terletak di belakang semuanya itu, yaitu Kristus “sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan” (Kol. 2:3) 3 Lebih lanjut Ireneus menjelaskan “Perumpamaan ten- tang Perjamuan Kawin” khususnya pakaian pesta da- lam Matius 22:11-13 sebagai berikut: ... pakaian pesta adalah Roh Kudus. Mereka yang diundang ke pesta perjamuan Allah, tetapi tidak menerima Roh Kudus karena kelakuan jahatnya, akan dibuang ke dalam ke- gelapan yang paling gelap#4 Tetapi bagi Agustinus (+ 354-430), pakaian pesta itu adalah kasih, seperti diuraikan Rasul Paulus dalam 1 Korintus 13.5 Demikianlah tafsiran allegoris itu me- luas dan berkembang untuk menerangkan berbagai pikiran dan ajaran Kristen. Alexandria menjadi pusat aliran penafsiran allegoris yang selalu mencari arti rohani yang lebih dalam dari semua perkataan Alkitab. Memang ada protes juga terhadap penafsiran seperti itu di dalam gereja Kristen tua, terutama dari aliran yang berpusat di Antiokia. Yohanes Chrysostomus (349-407) misalnya beranggapan bahwa Yesus tidak menggunakan perumpamaan untuk mengajar pende- ngarnya, tetapi untuk “menjadikan percakapannya lebih hidup dan untuk menanamkan perkataannya secara lebih sempurna ke dalam hati mereka serta me- nempatkan pokok percakapannya secara jelas di hadap- 3Lih. Origenes, De Principiis, X, 4-5. 60 4Treneus, op.cit. TV, XXVI, 6. SAgustinus, Sermones, XL, XLV, 4-7. an mata mereka, seperti yang dilakukan oleh para nabi dahulu”.6 Lebih tandas lagi Chrysostomus mengatakan bahwa interpretasi perumpamaan itu jangan mencoba menje- laskan kata demi kata karena hal itu dapat bermuara pada hal yang sia-sia. Katanya, ”...tidak benarlah un- tuk meneliti secara jelimet semua segi dari perumpa- maan itu kata demi kata. Apabila kita sudah menang- kap tujuan, yang untuknya diciptakan perumpamaan itu, hendaklah kita memetik hal itu dan tidak memu- singkan diri kita lagi akan hal-hal lain.”7 Sekalipun demikian, dalam menafsirkan perumpamaan penabur misalnya Chrysostomus pun melakukan tafsiran alle- goris: penabur = Yesus sendiri; biji-biji = ajaran Yesus, dan tanah = jiwa manusia.® 4. Sepanjang Abad Pertengahan, tafsiran allegoris terha- dap perumpamaan Yesus bertahan dan berkembang. Pada ke-3 pengartian dari Origenes yaitu pengartian literal, moral, dan spiritual ditambahkan lagi pengarti- an anagogical yang mencari arti sorgawi terakhir.? Metode penafsiran allegoris dengan 4 pengartian itu dipertahankan oleh Thomas Aquinas (1226-1274) da- lam karya besarnya Summa Theologia, 1, soal 1, artikel 10. Tetapi harus dicatat bahwa Thomas Aquinas mempu- nyai keraguannya juga terhadap penafsiran allegoris itu. 6Chrysostomus, Mat. Homili XLIV, 3. 7Homili XLIV, 3. 8Homili XLIV, 4-7. 9Lihat Robert H. Stein, op.cit. him. 47 dengan catatan kakinya no. 16. 61 5a. 5b. Di zaman Reformasi, Martin Luther (1483-1546) jelas mengritik cara penafsiran allegoris itu. Katanya antara lain: "Pada waktu saya seorang biarawan, saya ahli dalam berallegori. Semua saya allegorisasi .... Pada waktu saya muda, saya mempelajari allegori, typologi, dan analogi, dan saya menggunakannya untuk mem- buat akal-akalan pintar ...”10 Sekalipun demikian, juga M. Luther tak dapat mele- paskan dirinya dari penafsiran allegoris, seperti tam- pak dalam khotbahnya tentang Lukas 10:23-37,1 yang sangat allegoris. Barangkali Johannes Calvin (1509-1564) yang lebih konsisten menjauhi interpretasi allegoris sesuai dengan kritiknya. Setelah mengemukakan catatan kritisnya terhadap penafsiran allegoris yang umum berlaku atas perumpamaan orang Samaria yang murah hati, Calvin berkata: ”... kita harus lebih menghormati Kitab Suci sehingga tidak mengizinkan diri kita begitu mudah mengalihkan arti dan maksudnya. Semua orang dapat melihat sendiri bagaimana pengalihan arti secara spe- kulatif itu dilakukan oleh orang yang mencampur- adukkan segala sesuatu, jauh dari pikiran Kristus.”!2 10Lih. M. Luther’s Works. Jaroslav Pelikan et.al. eds., St Louis: Concordia Publishing House, Philadelphia, Muhlenburg Press, Fortress Press, 1955-76, vol. 54, p. 47 dan p. 406. "John Nicolas Leuker, The Precious and Sacred Writings of Martin Luther. Mineapolis: Lutherans in All Lands Co. 1905, XIV, him. 26 dst. ?2Lih. J. Calvin, A Harmony of the Gospels Matthew, Mark dan Luke, translated by A.W. Morrison, W.B. Eerdmans Publishing Co, 1972, Vol. III. him. 38-39. 62 6b. rakan dan oleh karena itu mempunyai banyak titik perbandingan. Sebenarnya di tahun 1860-an, B. Weiss sudah selalu mendorong penafsiran perumpamaan Yesus yang le- bih sederhana dan sesuai dengan maksudnya serta me- ninggalkan tafsiran allegoris yang mengada-ada. Pada akhir bukunya yang sudah kita sebutkan itu, A. Jiilicher menuliskan keheranannya bahwa B. Weiss tidak banyak mendapat sambutan. Di tahun 1869 bah- kan sudah ada diterbitkan 2 jilid buku tentang perum- pamaan Yesus yang sungguh modern oleh seorang teolog Belanda, yaitu C.E. van Koetsveld.15 Tetapi ia tidak menjadi terkenal; mungkin karena ia hanya me- nulis dalam bahasa Belanda. A. Jiilicher sendiri menu- tup bukunya jilid I dengan mengatakan: Chrysosto- mos, Calvin, Van Koetsveld, B. Weiss adalah 4 nama yang memberikan yang terbaik pada pengertian per- umpamaan Injil.1° Sekalipun A. Jiilicher dianggap sebagai tokoh yang mengakhiri penafsiran allegoris yang mengada-ada terhadap perumpamaan-perumpamaan Yesus, namun pemahamannya sendiri tentang perumpamaan-perum- pamaan itu belumlah tepat. Jiilicher mengerti perum- pamaan-perumpamaan Yesus itu selalu hanya mem- punyai satu tujuan dan tujuan itu tiap kali adalah suatu kebenaran moral yang umum. Misalnya tujuan C.E. Koetsveld, De Gelijkenissen van de Zaligmaker, 2 jilid, Schoonhoven 1869. 16A. Jiilicher, Die Gleichnisreden Jesu, Teil I, Freiburg, 1888 him. 291. 64 perumpamaan tentang “Talenta” dalam Matius 25:14- 30, menurutnya adalah mengajarkan bahwa upah ha- nyalah dicapai melalui prestasi. Sedangkan perumpa- maan tentang “Bendahara yang Tidak Jujur” dalam Lukas 16:1-8 mengajarkan bahwa penggunaan saat se- karang ini secara pasti adalah syarat bagi masa depan yang bahagia. Semuanya itu diteruskannya dalam jilid II dari karyanya yang terbit tahun 1899.17 Pemahaman- nya tentang perumpamaan-perumpamaan itu terlalu mencerminkan iklim teologi liberal abad ke-19 di Jerman, yang menjadikan Yesus seorang guru pengajar hikmah kehidupan manusia. 7. Jiilicher pada zamannya tentu mendapat kritik juga. Yang perlu dicatat adalah kritik dari P. Fiebig,' karena Jilicher tidak memperhatikan latar belakang tulisan rabinik. Perumpamaan-perumpamaan Yahudi itu me- ngandung allegori sehingga perumpamaan-perumpa- maan Yesus pun dapat mengandung unsur-unsur alle- gori. Kritik Fiebig ini tentu minta perhatian, tetapi pen- dapat Fiebig juga disanggah. R. Bultmann,!? misalnya, berpendapat bahwa bagaimanapun secara metodik A. Jiilicher harus dibenarkan. Sekitar tahun 1947, David Flusser?? dengan nada mengolok masih mengeluh ten- tang sangat kurang diperhatikannya hubungan per- 17A, Jiilicher, Die Gleichnisreden Jesu Il, Tubingen, 1899. 18P, Fiebig, Altjiidische Gleichnisse und die Geschichte Jesu, Tiibingen 1904; Die Gleichnisse des neutestamentlichen Zeitalters, Tiibingen 1912. 19R, Bultmann, Geschichte der Synoptischen Tradition, hlm. 214-215 David Flusser, Over het juiste Gebruik van de Gelijkenissen, dalam Phoenix Bijbel Pockets, jilid 22, Hilversum 1947. 65 umpamaan Yesus dengan tulisan rabinik. Flusser sen- diri berusaha melakukannya dan berkesimpulan bah- wa perumpamaan-perumpamaan Yesus dapat saja di- mengerti secara moralistis seperti yang biasa dilaku- kan oleh para pendeta. Dengan menyadari kekurangan A. Jiilicher dalam pe- mahamannya sendiri tentang maksud perumpamaan- perumpamaan Yesus itu, orang terus mencari jalan pemahaman yang lebih tepat. Terlebih dahulu dapat disebutkan nama-nama W.H. Robinson dan A.T Cadoux yang berpendapat bahwa perumpamaan-per- umpamaan Yesus itu harus ditempatkan ke dalam situasi kehidupan dan pemberitaan Yesus sendiri untuk dapat dimengerti dengan tepat.?! Yang benar-benar melakukan penafsiran perumpa- maan Yesus pada jalan ini dan membukakan pengerti- an baru adalah C.H. Dodd. Sesuai dengan pemberitaan Yesus bahwa Kerajaan Allah sudah tiba, perampama- an-perumpamaan Yesus adalah perumpamaan tentang Kerajaan Allah itu, demikian Dodd.2 Joachim Jeremias, yang sangat memuji Dodd, mene- ruskan pemahaman perumpamaan Yesus ini, dengan mencoba untuk menjangkau kembali sejauh mungkin ke dalam kehidupan dan pemberitaan Yesus untuk menggapai arti semula dari perumpamaan-perumpa- 21W.H. Robinson, The Parables of Jesus in Their Relation to His Minstry, University of Chicago Press, 1928; A.T. Cadoux, The Parables of Jesus. Their Art and Use, Clarke, London 1930. 66 2C.H. Dodd, The Parables of the Kingdom, London 1935. maan Yesus itu dan dengan demikian mendengarkan suara Yesus seasli-aslinya atau “Jesu ipsisima vox”. Untuk itu harus diupayakan terlebih dahulu mere- konstruksi bentuk asli dari suatu perumpamaan Yesus dan juga situasi percakapan semula dalam kerangka kehidupan Yesus yang menghadapi lawan-lawan bicara yang tidak sepengertian. Bagi Jeremias, perumpama- an-perumpamaan Yesus terutama merupakan senjata dalam percakapan dengan lawan bicara Yesus. Dalam seluruh tradisi mengenai Yesus, perumpamaan-per- umpamaan itu adalah dasar batu karangnya.24 9. Sementara penafsiran seperti yang dilakukan Dodd dan Jeremias mengakarkan arti perumpamaan itu dalam situasi sejarahnya semula, orang merasakan bahwa perumpamaan itu juga mempunyai arti dalam dirinya sendiri yang melampaui situasi sejarahnya semula. Maka timbullah juga pendekatan lain yang melihat inti perumpamaan itu sebagai metafora yang menciptakan suatu realitas baru untuk dimasuki pendengarnya. De- ngan diucapkannya suatu perumpamaan, terjadilah sesuatu oleh perumpamaan itu bagi pendengarnya. E. Fuchs menyebutnya suatu “sprachereignis”, suatu peristiwa berbahasa. Eta Linnemann yang menuliskan disertasinya mengenai perumpamaan Yesus76 pada 23Joachim Jeremias, Die Gleichnisse Jesu, Géttingen, Van den Hoeck & Luprecht, 1956, him. 15-16. 24” ., ein stiick Urgestein der Uberlieferung” ibid, hlm 5. 25E, Fuchs Hermeneutik cetakan ke-4, Tiibingen 1970 him. 126- 134, 211-230. 6Eta Linnemaan, Gleichnisse Jesu, cetakan ke-4 Gdtingen, 1966, hlm 38-41. 67 10. Ernst Fuchs, menjelaskan bahwa suatu perumpamaan yang berhasil, menciptakan suatu kemungkinan hidup yang baru dan memohon pendengarnya membuat suatu keputusan. Dalam hal Yesus menceritakan suatu perumpamaan kepada pendengar-Nya, Yesus meng- undangnya untuk membuat keputusan untuk mema- suki suatu kehidupan baru, di mana orang mengerti dirinya dan dunianya secara baru sama sekali. Di Amerika Serikat, di bawah pengaruh Amos N. Wilder’, para penafsir juga meninggalkan anggapan bahwa perumpamaan-perumpamaan Yesus hendak menyampaikan pokok-pokok atau gagasan-gagasan tertentu. Anggapan itu didasarkan atas kekurang- pengertian orang tentang metafora yang menunjuk ke- pada suatu kenyataan lain dengan membukakan suatu visi baru. Sejumlah penafsir AS terkemuka dapat dise- butkan. Dan Otto Via Jr.2* memusatkan perhatiannya pada perumpamaan sebagai objek estetik yang dapat dipahami lepas dari situasi aslinya dalam sejarah. Jadi di sini perhatian literer menggeser pengutamaan per- timbangan sejarah. Perumpamaan itu membukakan se- jarah (geschichtlich) dan oleh karena itu jangan dipaku pada sejarah yang lalu (historisch). B.B. Scott? menyu- suri jalan serupa. John Dominic Crossan°° juga menyi- 27Lih. Amos N. Wilder, a.l. Jesus Parables and the War of Myths, Fortress Press, Philadelphia, 1982. 28Dan Otto Via Jr., The Parables, Fortress Press, Philadelphia 1967, a.1. him. 22-24, 204. 29B.B. Scott, Hear Then the Parable, Mineapolis, 1989. 39J}ohn Dominic Crosssan, In Parables, Polebridge Press, Cali- fornia, 1992. 68 MENDENGARKAN DM TA Hh Perumpamaan-perumpamaan Yesus_ sangat terkenal dan disukai orang, terutama i rll) lingkungan Meticcn atieley dalam — DR. Liem Khiem Yang adalah quru besar bida Studi Perjanjian Baru di Sekolah Tinggi Jakarta

You might also like