Mini Project Prolanis Internship

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 77

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

MINI PROJECT

Studi Deskriptif dan Analitik

PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP FUNGSI KOGNITIF PASIEN


USIA LANJUT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUTOJAYAN

Oleh:
dr. Rifqi Aulia Destiansyah
Pembimbing:
dr. Hadi Siswoyo Pandie
PUSKESMAS SUTOJAYAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Di seluruh dunia jumlah usia lanjut (lansia) diperkirakan
mencapai angka 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan
diperkirakan

pada

tahun

2025

akan

mencapai

1,2

milyar

(Stanley,2007). Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun


waktu tahun 1990 sampai 2025, tergolong tercepat didunia. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penduduk lansia
pada tahun 2000 berjumlah 14,4 juta jiwa (7,18%). Pada tahun 2010
diperkirakan menjadi 23,9 juta jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020
akan berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34%) (BPS, 2010).
Karakter pasien lansia adalah multipatologi, menurunnya daya
cadangan biologis, berubahnya gejala dan tanda dari penyakit klasik,
terganggunya status fungsional pasien lansia, dan sering terdapat
gangguan nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono,2006). Salah satu
bentuk terganggunya status fungsional yang paling menonjol dari
pasien pralansia dan lansia adalah penurunan fungsi kognitif.
Kognitif adalah suatu konsep yang komplek yang melibatkan
sekurang-kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi eksekutif,
persepsi, bahasa, dan fungsi motorik (Nehlig, 2010). Penurunan
fungsi kognitif dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi,

registrasi, atensi dan kalkulasi, memori, bahasa. Penurunan ini dapat


mengakibatkan masalah antara lain memori panjang dan informasi,
dalam

memori

panjang

mereka

akan

kesulitan

dalam

mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu


menarik perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang
orang.
Menurut

organisasi

kesehatan

dunia

(WHO)

mencatat

penurunan fungsi kognitif lansia diperkirakan 121 juta manusia, dari


jumlah itu 5,8 % laki-laki dan 9,5 % perempuan (Djojosugito, 2002).
Perhatian dan pengetahuan masyarakat terhadap gangguan kognitif
saat ini masih sangat kurang. Masyarakat cenderung menganggap
hal tersebut sebagai bagian dari proses menua yang wajar. Pada
umumnya masyarakat baru akan mencari pengobatan setelah terjadi
gangguan kognitif yang berat dan gangguan perilaku atau demensia,
sehingga penatalaksanaanya tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan. Penatalaksanaan gangguan kognitif pada stadium dini
baik

secara

farmakologis

maupun

non

farmakologis

dapat

menyembuhkan atau memperlambat progresifitas penyakitnya,


sehingga individu yang bersangkutan tetap mempunyai kualitas
hidup yang baik. Penilaian fungsi kognitif dengan pemeriksaan
neuropsikologi seperti Mini Mental State Examination (MMSE)
merupakan salah satu cara penapisan adanya gangguan kognitif
secara dini.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempengaruhi


penurunan fungsi kognitif pada lansia. Peningkatan tekanan darah
kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi
reduksi substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan
hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus
frontalis. Berdasarkan data WHO, Indonesia merupakan negara yang
prevalensi hipertensinya lebih besar jika dibandingkan dengan
negara Asia lain seperti Bangladesh, Korea, Nepal dan Thailand
(WHO South East Asia Region,2011). Prevalensi hipertensi pada
pralansia dan lansia di Indonesia lebih besar dibandingkan kelompok
umur lain. Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (2004), prevalensi
hipertensi pada kelompok umur 45-54 tahun 22,5% pada kelompok
umur 55- 64 tahun 27,9% dan pada kelompok umur 65 tahun keatas
ada 29,3% yang menderita hipertensi. Berdasarkan data Puskesmas
Sutojayan, tahun 2015 hipertensi merupakan urutan ke 2 dari 15
penyakit terbanyak yang melakukan kunjungan ke Puskesmas
Sutojayan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh
hipertensi terhadap penurunan fungsi kognitif pada pasien lansia di
wilayah kerja Puskesmas Sutojayan.

1.2

Rumusan Masalah
Adakah pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi kognitif pada

pasien lansia di wilayah kerja Puskesmas Sutojayan ?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Tujuan Umum
Membuktikan terdapat pengaruh hipertensi terhadap penurunan
fungsi kognitif terhadap pasien lansia di wilayah kerja Puskesmas
Sutojayan.
b. Tujuan Khusus
1. Menganalisis pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi
kognitif pada pasien lansia usia 45-59 th di wilayah kerja
Puskesmas Sutojayan
2. Menganalisis pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi
kognitif pada pasien lansia

usia 60-74 th di wilayah kerja

Puskesmas Sutojayan
3. Menganalisis pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi
kognitif pada pasien lansia usia 75- 90 th di wilayah kerja
Puskesmas Sutojayan

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan penelitian
mengenai pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi kognitif pada
pasien usia lanjut. Hasil ini diharapkan dapat memberikan masukan
informasi untuk puskesmas Sutojayan dalam skrining dini penurunan
fungsi kognitif pasien usia lanjut yang menderita hipertensi sehingga bisa
ditindak lanjuti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan
tekanan darah di dalam arteri. Istilah tekanan darah berarti tekanan
pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam tubuh
manusia. Tekanan darah di bedakan antara tekanan darah sistolik
dan tekanan darah diastolik. Hipertensi dapat di definisikan sebagai
tekanan darah persisten di mana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg, pada populasi
manula hipertensi di defenisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg.
Hipertensi menurut Manjoer dkk (2001) hipertensi adalah
tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolic 90
mmHg atau bila pasien memakai obat anti hipertensi. Hipertensi
(HTN) adalah peningkatan tekanan darah arteial abnormal yang
langsung terus-menerus (Aplikasi Klinis Patofisiologi edisi 2:1).
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada waktu jantung
menguncup (sistole). Adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan
darah pada saat jantung

mengendor kembali (diastole). Dengan

demikian, jelaslah bahwa tekanan darah sistolik selalu lebih tinggi

dari pada tekanan darah diastolik. tekanan darah manusia selalu


berayun-ayun antara tinggi dan rendah sesuai dengan detak jantung.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri
menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma,
gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan di dapat dua angka.
Angka yang lebih tinggi di peroleh pada saat jantung berkontraksi
(sistolik), angka yang lebih rendah akan di peroleh pada saat jantung
berelaksasi (diastolik). Tekanan darah di tulis sebagai tekanan
sistolik garis miring tekanan diastolik,misalnya 120/80 mmHg, di
baca seratus dua puluh per delapan puluh.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai
140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg
dan tekanan diastolik dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering
ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya

usia,

hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan


sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik
terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan bahkan menurun drastis.
Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang
bila tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6

bulan. Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita
hipertensi. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi
secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan
darah yang jauh lebih rendah daripada orang dewasa. Tekanan
darah juga diperngaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi
pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat.
Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu
pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Menurut

The

Seventh

Report

of

The

Joint

National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of


High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi
derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah

Klasifikasi

Tekanan Darah

Tekanan

Tekanan
Normal

Sistolik
< 120

Darah
< 80

Prahipertensi

120-139

80-89

Hipertensi derajat 1

140-159

90-99

Hipertensi derajat 2

> 160

> 100

Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


The Joint National Community on Preventation, Detection
evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika
Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of
Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang
atau tekanan
sedang

tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih

diastoliknya

memakai

obat

90

mmHg

atau

lebih

atau

anti hipertensi. Pada anak-anak,

definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95


persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang
diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada pengukuran yang
terpisah.
Lebih dari 90% penderita hipertensi belum diketahui penyebabnya
dengan pasti, sehingga disebut sebagai hipertensi primer. Data-data
penelitian

telah

menemukan

beberapa

faktor

yang

sering

menyebabkan hipertensi. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor


keturunan, ciri perseorangan dan kebiasaan hidup.

a. Faktor Keturunan
Dari data statistik terbukti seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.
b. Ciri Perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur dan jenis kelamin. Umur yang bertambah akan menyebabkan
terjadinya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria umumnya
lebih tinggi dibandingkan wanita. Statistik di Amerika menunjukkan
prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih
banyak dibandingkan dengan orang kulit putih.
c. Kebiasaan Hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah konsumsi garam yang tinggi, kegemukan (makan berlebihan),
stres dan pengaruh lain.
1)

Konsumsi garam yang tinggi

Dari data statistik ternyata dapat diketahui bahwa hipertensi jarang


diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam
yang rendah. Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa
pembatasan konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah dan
pengeluaran garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar kencing)
akan menurunkan tekanan darah.

2)

Kegemukan atau makan berlebihan

Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan berat badan sebesar 20%


atau lebih dari berat badan ideal, perhitungan IMT 27,0. Pada
orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa
untuk bekerja lebih berat sehinga lebih cepat merasa gerah dan
kelelahan. Akibat obesitas para penderita cenderung menderita
penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes mellitus.
3)

Stres atau ketegangan jiwa


Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui

aktifitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan


darah secara intermiten (tidak menentu) stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa
marah, dendam rasa takut) dapat merangsang kelenjar anak ginjal
melepaskan hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan
meningkat, jika stress berlangsung cukup lama, tubuh akan
berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahan patologis, gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag. (Anjali, Arora, 2008).
4) Pengaruh lain

Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan


darah yaitu :

Merokok

Nikotin penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung,


saraf, otak dan bagian tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin
juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan
tekanan darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung selain
itu

meningkatkan

kebutuhan

oksigen

jantung

dan

dapat

menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia) serta berbagai


kerusakan lainnya.

Minuman beralkohol

Olahraga

Olahraga yang bersifat kompetensi dan meningkatkan kekuatan


dapat memacu emosi sehingga dapat mempercepat peningkatan
tekanan darah seperti tinju, panjat tebing dan angkat besi.
(Kuswandi, 2004).
Bentuk latihan yang paling tepat untuk penderita hipertensi adalah
jalan kaki, bersepeda, senam, berenang dan aerobic, olahraga yang
bersifat kompetisi dan meningkatkan kekuatan tidak dibolehkan bagi
penderita hipertensi karena akan memacu emosi sehingga akan
mempercepat peningkatan tekanan darah.

Minum

obat-obatan,

misal

ephedrin,

prednison,

epinefrin.

3. Gejala Penyakit Hipertensi


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi
bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi
(padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan
kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan
yang lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sering
kali hipertensi disebut sebagai silent killer karena dua hal yaitu:
a. Hipertensi sulit disadari seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala khusus, gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan dan
sakit kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan
hipertensi, hipertensi dapat diketahui dengan mengukur secara
teratur.

b. Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai


risiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular
seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung dan gagal ginjal.
Jika timbul hipertensinya berat atau menahun dan tidak terobati, bisa
timbul gejala berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Jantung berdebar-debar
4. Mual
5. Muntah
6. Sesak nafas
7. Gelisah
8. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan
pada otak, mata, jantung dan ginjal.
9. Telinga berdenging
10. Sering buang air kecil terutama di malam hari.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan
kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan
penanganan segera. (Trisha Macnair, 2007).
Patofisiologi

ACE (Angiotensin Converting Enzyme), memegang peran


fisiologi penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati selanjutnya oleh hormone,
rennin akan diubah menjadi angiotensin 1, oleh ACE yang terdapat di
paru-paru angiotensin 1 diubah menjadi angiotensin II (peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus,
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitasi) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH sangat sedikit urin yang dieksresikan keluar
tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya untuk
mengencerkanya volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan di bagian intra seluler akibatnya
volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan darah.
b. Menstimulasi sekrsi aldosteron dari korteks adrenal, aldosteron
merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi eksresi NaCl dengan cara mengabsorbsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya kosentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstra seluler yang pada
giliranya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Penatalaksanaan
Bagi penderita tekanan darah tinggi penting mengenal
hipertensi dengan membuat gaya hidup positif. Jika anda baru saja
menemukan tekanan darah anda tinggi atau tidak normal, tidak perlu
khawatir ada 7 langkah untuk mengatasinya antara lain:
a. Mengatasi Risiko
Tanyakan pada diri sendiri pertanyaan berikut: apakah anda
memiliki sejarah keluarga penderita hipertensi? Apakah anda
memiliki berat badan berlebihan? Apakah anda makan makanan
berkadar garam tinggi? Apakah anda cukup olahraga atau apakah
anda merokok? Jika jawaban anda ya pada salah satu pertanyaan
diatas anda berisiko memiliki tekanan darah tinggi.
b. Mengontrol pola makan
Apabila anda ingin terhindar dari risiko hipertensi jauhi
makanan berlemak dan mengandung garam.
c. Tingkat konsumsi potassium (K) dan magnesium (mg)
Pola makan yang rendah potassium dan magnesium menjadi
salah satu faktor pemicu tekanan darah tinggi, buah-buahan dan
sayur segar adalah sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut.
d. Makan makanan jenis padi-padian

Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal


Clinical Nutrition ditemukan pria yang makan sedikitnya satu porsi
perhari sereal dari jenis padi-padian kecil kemungkinan terkena
penyakit hingga 20%.
e. Tingkat aktifitas
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan
terhadap tekanan darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur
tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga
dapat menurunkan tekanan darah. Jika anda menyandang tekanan
darah tinggi, latihan aerobic sedang selama 30 menit sehari selama
beberapa hari setiap minggu dapat menurunkan tekanan darah.
Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan darah adalah : berjalan
kaki, bersepeda, berenang, aerobic. (Trisna Macnair, 2007).
Tidak diragukan meningkatkan aktifitas dapat menurunkan
risiko tekanan darah tinggi, anda tidak perlu berolahraga seperti
seorang atlet hanya 30 menit sampai 45 menit 5 hari dalam
seminggu cukup untuk menurunkan hipertensi.
f.

Sertakan bantuan dari kelompok pendukung


Sertakan keluarga dari teman menjadi kelompok pendukungn

pada pola hidup sehat dukungan dan partisipasi orang lain


membuatnya lebih mudah dan lebih asyik dalam menjalankan
dietnya. Bagi setiap orang dukungan keluarga berhasil dalam

membuat perubahan gaya hidup untuk mencegah tekanan darah


tinggi.
g. Berhenti merokok
Jika anda tidak merokok itu baik bagi anda, jika anda merokok
berhenti sekarang juga. Walaupun merokok tidak ada kaitanya
dengan timbulnya hipertensi. Merokok dapat menimbulkan risiko
komplikasi lainnya seperti penyakit jantung dan stroke.
h. Latihan relaksasi atau meditasi
Relaksasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan
jiwa,

relaksasi

dilaksanakan

dengan

mengencangkan

dan

mengendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang


damai, indah dan menyenangkan dilakukan dengan mendengarkan
musik atau bernyanyi.

6. Pengobatan pada tekanan darah tinggi (Hipertensi)


Pengobatan pada

penyakit

tekanan

darah

tinggi

harus

memperhatikan terlebih dahulu faktor penyebabnya oleh karena itu


dianjurkan untuk memeriksakan kesehatanya kepada dokter yang
sama agar dokter dapat mengikuti riwayat penyakit pasien dengan
demikian dokter akan memiliki obat yang tepat.

a. Pengobatan pada golongan khusus


1) Hipertensi pada golongan khusus
Obat anti hipertensi diberikan pada ibu hamil bila tekanan
diastolenya 90 mmHg pada trimester pertama dan 100 mmHg
para trimester ketiga.
2) Hipertensi pada dislipidemia
Obat yang biasa digunakan untuk mengatasi keadaan tersebut
adalah gemfibrozil ini dapat menurunkan kadar kolesterol total,
kolesterol LDL trigliserida dan meningkatkan kadar kolesterol HDL
secara nyata.
3) Hipertensi pada pembuluh darah otak
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah, apabila yang pecah adalah pembuluh darah otak
keadaan ini dikenal dengan stroke.
4) Hipertensi pada penyakit jantung
Pemberian obat pada hipertensi dengan kelalian jantung harus
disesuaikan dengan jenis gangguan pada jantung dan derajat
hipertensinya. Pemeriksaan fungsi jantung perlu dilakukan untuk
menentukan pengobatanya.
5) Hipertensi pada gagal ginjal

Pengobatan pada gagal ginjal dibedakan menjadi dua bagian besar


yakni pengobatan pada refrosklerosis benigna dan nefrosklerosis
maligna, pengobatan pada nefrosisklerosis benigna dilakukan
secepatnya hingga mendekati normal penurunan tekanan darah
yang cepat akan mengurangi kerusakan akibat nekrosis arteroti
sehingga dalam jangka panjang diharapkan terjadi perbaikan fungsi
ginjal.
Perubahan gaya hidup
Gaya hidup yang baik untuk menghindari terjangkitnya penyakit
hipertensi dan berbagai penyakit degeneratif lainnya adalah:

1) Mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh


2) Melakukan

olahraga

secara

teratur

dan

dinamik

(tidak

mengeluarkan tenaga terlalu banyak seperti berenang, jogging


(jalan kaki cepat), naik sepeda)
3) Meningkatkan porsi buah-buahan dan sayuran segar dalam pola
makan

4) Mengkonsumsi kalium dalam jumlah tinggi seperti semangka,


avokad, kismis, pisang, tomat, kentang dan biji bunga matahari
dapat membantu menjaga tekanan darah agar tetap normal.
5) Menjauhkan dan menghindarkan stress dengan pendalaman
agama sebagai salah satu upayanya.
Pengaturan Makanan
Upaya

penanggulangan

hipertensi

melalui

pengaturan

makanan pada dasarnya dnegan mengurangi konsumsi lemak dan


diet rendah garam dan diet rendah kalori. Jumlah kalori yang
diberikan pada diet rendah kalori disesuaikan dengan berat badan.
Pilihan obat dalam mengatasi hipertensi diantaranya:
1) Hipertensi tanpa komplikasi diuretic, beta bloken
2) Indikasi tertentu enhibitor ACE, penghmabat reseptor angiotensin II,
Alfa bloker, alfa-beta bloker, antagonisca, diuretic.
3) Indikasi yang disesuaikan: diabetes mellitus tipe I dengan protein
nuria inhibitor ACE, gagal jantung ibhibitor ACE diuretic, hipertensi
sistolik terisolasi, infark miokard beta bloker (non ISA) inihibitor
ACE (dengan disfungsi sistolik).
Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan,
dosis obat dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau

menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama


dengan obat golongan lain. Sasaran penurunan tekanan darah
adalah kurang dari 140/90 dengan efek samping minimal penurunan
dosis obat dapat dilakukan pada golongan hipertensi ringan yang
sudah terkontrol dengan baik selama satu tahun.
1. Diuretik
Diuretic

adalah

obat

yang

memperbanyak

kencing,

mempertinggi pengeluaran garam (NaCl) dengan turunya kadar N a+


makan tekanan darah akan turun dan efek hipotensifnya kurang
kuat. Obat yang sering digunakan adalah obat yang daya kerjanya
panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal, diutamakan
diuretic yang hemat kalium seperti spironolacton, HCT, Furosemide.
2. Alfa-Bloker
Alfa blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa
dan menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunya tekanan darah
karena efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak
kuat misalnya hipotensi ostotatik dan tachikardia maka jarang
digunakan. Seperti prognosin dan terazosin.
3. Beta-Blocker
Mekanisme kerja obat beta-blocker belum diketahui dengan
pasti diduga kerjanya berdasarkan beta blocker pada jantung

sehingga mengurangi daya dan frekuensi kontrasi jantung. Dengan


demikian tekanan darah akan menurun dan daya hipotensinya baik.
Seperti : propanolol, bisoprolol, dan antenolol.

4. Obat yang bekerja sentral


Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non
adrenalin sehingga menurunkan aktifitas saraf adrenergik perifer dan
turunya tekanan darah, penggunaan obat ini perlu memperhatikan
efek hipotensi ostatik seperti reserpine, clonidine dan metildopa
5. Vasodilator
Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding
arteriola sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan
tekanan darah menurun seperti hidralazine dan tecrazine.
6. Antagonis Kalsium
Mekanisme obat antagonis kalisum adalah menghambat
pemasukan ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh dengan
efek

vasidilatasi

dari

turunya

nipedipin,amlodipine, dan verapamil.


7. Penghambat ACE

tekanan

darah

seperti

Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan


cara menghambat angiotensin converting enzyme yang berdaya
vasodilatori kuat seperti captopril, lisinopril.
Tabel 2.3
Beberapa obat antihipertensi yang sering dipakai
No

Jenis obat

Dosis sehari (mg)

Frekuensi

Min

pemakaian

Maks

sehari
1

Diuretik
HCT

12,5-25

50

1x

Chlorbalidone

12,5-25

50

1x

Indopamide

2,5

1x

Spironolactone

2,5

10

1x

Clonidene

0,1

1,2

2x

Gufacine

1x

250

2000

2x

1-2

20

2x

Bekerja netral

Methidopa
3

Penyekat alfa-1
Prozoin

Doxazosin

1-2

15

1x

Terazosin

1-2

20

1x

Metoprolol

50

200

1x

Atenolol

25

150

1x

Propanolol

40

320

1x

Acebutolol

200

1200

1x

Hydralazine

50

300

2x

Ecarazine HCL

30

120

2x

Captopril

25-50

300

1-3x

Lisinopril

40

1x

Enalapril

2,5-5

40

1-2x

Penyekat beta

Vasodilator

Penghambat ACE

a.

Pencegahan Hipertensi dengan cara tradisional


Banyak ramuan tradisional yang dapat dipercaya untuk

menurunkan tekanan darah, beberapa ramuan sudah diteliti secara


laboratories contoh yang berkhasiat menurunkan tekanan darah:

cincau hijau, daun dan buah alpukat, mengkudu masak (pace),


mentimun, daun seledri, daun selada dan bawang putih.
Tabel 2.4
Efek Samping obat anti hipertensi
Golongan obat
Thiazide/diuretic menyerupai
thiaziae misalnya aprinox

Efek samping
- Kadar kalium dalam darah
rendah (dideteksi dengan
pemeriksaan darah)
- Toleransi glukosa terganggu
(kadar glukosa darah diatas
normal) terutama jika dikombinasi
dengan beta blocker (dideteksi
pemeriksaan darah)
- Peningkatan kadar kolesterol
LDL, trigliserida dan asam urat
(cek darah dan urine).
- Disfungsi ereksi (impotensi pada
pria)
- Gout (radang pada persendian

Alfa blocker
(misalnya cardura)
Beta-blocker

akibat peningkatan kadar gula)


- Inkontinensia
- Rasa melayang pada saat berdiri
- Kadar glukosa tidak terkontrol

(misalnya cardicor)

- Latargi (lesu)
- Gangguan memori dan
kosentrasi
- Gejala penyakit arteri perifer
memburuk, sirkulasi yang buruk

Inhibitor ACE
(misalnya capoten)

pada tungkai.
- Batuk
- Fungsi ginjal memburuk
- Hipotensi (akut, penurunan
tekanan darah tiba-tiba)

Blocker kenal kalsium golongan


non-dihydropyridine misalnya
ticdiem

- Ruam
- Edema perifer (akumulasi cairan
dan pembengkakan di mata kaki)
- Pembesaran gusi dan konstipasi

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai
tropi bertujuan menentukan adanya kerusakan jaringan dan faktor
risiko lain atau mencari penyebab hipertensi, biasanya diperiksa
urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah, (kalium, natrium,
kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan
EKG.
Diagnosis

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakan dalam satu kali


pengukuran hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih
pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat
kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis pengukuran tekanan
darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar setelah
beristirahat selama 5 menit dengan ukurang pengukuran lengan
yang sesuai (menutupi 80% lengan) tensimeter dengan air raksa
masih tetap dianggap alat pengukuran yang terbaik.
Anamnesis dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala penyakit, penyakit yang berkaitan
seperti

penyakit

jantung

koroner,

gagal

jantung,

penyakit

serebrovaskuler. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga,


gejala-gejala
perubahan

yang

berkaitan

aktifitas/kebiasaan

dengan
(merokok),

penyebab
konsumsi

hipertensi,
makanan,

riwayat obat-obat bebas, hasil dan efek samping terapi antihipertensi


sebelumnya bila ada dan faktor psikososial lingkungan (keluarga,
pekerjaan dll).
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah
dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang
pada lengan kontralateral dikaji perbandingan berat badan dan tinggi
pasien,

kemudian

dilakukan

pemeriksaan

funduskopi

untuk

mengetahui adanya retio hipertensif, pemeriksaan leher untuk


mencari bising carotid, pembesaran vena, atau kelenjara tiroid. (

Komplikasi
Pemakaian obat dalam jangka panjang bisa menyebabkan
berbagai komplikasi seperti terganggunya fungsi atau terjadi
kerusakan organ otak, ginjal, jantung dan mata. Kerusakan pada
otak terjadi pembesaran otot jantung bagian kiri yang berakhir pada
kegagalan jantung. Kejadian ini biasanya ditandai dengan bengkak
pada kaki, kelopak mata, kelelahan dan sesak nafas.
Kerusakan pada ginjal akibat hipertensi bisa menurunkan ginjal
sebagai penyaring racun dalam tubuh sekaligus sebagai produsen
hormone yang dibutuhkan tubuh, penderita yang mengalami
komplikasi ginjal harus cuci darah setiap minggu dengan biaya yang
mahal sementara itu gangguan pada mata sering tidak disadari
sebagai akibat tekanan darah tinggi, kerusakan pada mata buta
menyebabkan kebutaan atau gangguan penglihatan.
Kerusakan pada otak ditandai dengan nyeri kepala hebat,
berubahnya kesadaran kejang dengan deficit neurology fokal
ozotermia, mual dan muntah. Ensefalopati dapat terjadi terutama
pada hipertensi maligna, tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
kedalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat.

2.2 LANSIA

Definisi lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan


seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi
stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatkan kepekaan secara
individual
Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut:
usia pertengahan (middle age)adalah 45-59 tahun, lanjut usia
(ederly) adalah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun,
usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun

2.3

Konsep Menua
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan

kemampuan

jaringan

untuk

memperbaiki

diri

dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan


terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring
dengan proses tersebut tubuh mengalami masalah kesehatan yang
biasa disebut penyakit degeneratif (Maryam, 2008)
Terdapat dua jenis penuaan antara lain, penuaan primer,
merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang
dimulai pada masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama
bertahun-tahun, terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk

menundanya. Sedangkan penuaan sekunder merupakan hasil


penyakit,

kesalahan

dan

penyalahgunaan

faktor-faktor

yang

sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol seseorang


(Papalia, 2008)
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua
merupakan akibat dari kehilangan yang secara bertahap. Lansia
mengalami perubahan-perubahan fisik diantaranya perubahan sel,
sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem
kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi,
sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, sistem endokrin, sistem
muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahan-perubahan mental
menyangkut perubahan ingatan (memori).(Watson,2003)

2.4 Kognitif Pada Lansia


Kognitif

merupakan

suatu

proses

pikir

yang

membuat

seseorang menjadi waspada terhadap objek pikiran atau persepsi,


mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan
(Dorland, 2002). Kognitif adalah suatu konsep yang kompleks yang
melibatkan sekurang-kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi
eksekutif, persepsi, bahasa, dan fungsi psikomotor (Nehlig, 2010).
Perubahan
berkurangnya

kognitif

yang

kemampuan

terjadi

pada

meningkatkan

lansia,

fungsi

meliputi

intelektual,

berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak (menyebabkan proses

informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi),


berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan
mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat
kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat
kejadian yang baru saja terjadi.
Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut,
antara lain:
a. Orientasi
Orientasi dinilai dengan pengacuan terhadap personal, tempat
dan waktu. Orientasi terhadap personal (Kemampuan menyebutkan
namanya sendiri ketika ditanya) menunjukkan informasi yang
overlearned Kegagalan dalam menyebutkan namanya sendiri
sering mereflesikan negatifism, distraksi, gangguan pendengaran
atau penerimaan bahasa.
Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi,
kota, gedung, dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu
dinilai dengan menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal.
Karena perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu
dijadikan indeks yang paling sensitif untuk disorientasi.
b. Bahasa
Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4
parameter,
penamaan.

yaitu

kelancaran,

pemahaman,

pengulangan

dan

1) Kelancaran
Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan
kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu
metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah
dengan meminta pasien menulis atau membaca spontan.
2) Pemahaman
Pemahaman merujuk pada kemampuan memahami sesuatu
perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang
melakukan perintah tersebut.
3) Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan
atau kalimat yang diucapkan seseorang.
4) Penamaan
Penamaan

merujuk

pada

kemampuan

seseorang

untuk

menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.


c. Atensi
Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon
stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar
lingkungannya.
1) Mengingat segera
Aspek

ini

merujuk

pada

kemampuan

seseorang

untuk

mengingat sejumlah kecil informasi selama <30 detik dan mampu


untuk mengeluarkanya kembali.

2) Konsentrasi
Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang
untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal. Fungsi ini dapat
dinilai dengan meminta seseorang tersebut untuk mengurangkan 7
secara

berturut-turut

dimulai

dari

angka

100

atau

dengan

memintanya mengeja kata secara terbalik.


d. Memori
Memori verbal yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali informasi yang diperolehnya.
1) Memori baru
Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi
yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.
2) Memori lama
Kemampuan untk mengingat informasi yang diperolehnya pada
beberapa minggu atau bertahun-tahun yang lalu.
3) Memori visual
Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi
berupa gambar.
e. Fungsi konstruksi, mengacu pada kemampuan seseorang untuk
membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan
meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi
balok atau membangun kembali suatu bangunan balok yang
telah dirusak sebelumnya.

f. Kalkulasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung


angka.
g. Penalaran, yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan
baik buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak

2.5 Teori Mempertahankan Fungsi Kognitif


Peningkatan jumlah lansia harus diimbangi dengan kesiapan
keluarga

dan

tenaga

kesehatan

dalam

memandirikan

dan

meminimalisir bantuan ADL (Activity Daily Living) makan, minum,


mandi, berpakaian dan menaruh barang pada lansia, karena pada
lansia terjadi penurunan atau perubahan antara lain perubahan
fisiologis yang menyangkut masalah sistem muskuloskeletal, saraf,
kardiovaskuler, respirasi, indra, dan integumen, hal ini yang
menghambat keaktifan dan keefektifan lansia dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Sebenarnya tidak ada batas
yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai
menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat
berbeda-beda

baik

dalam

hal

pencapaian

puncak

maupun

penurunannya. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008)


Perawat atau keluarga sangat berperan penting dalam
membantu lansia yang mengalami penurunan pada aspek kognitif,
yaitu dengan menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya,
saling besosialisasi, dan selalu mengadakan kegiatan yang bersifat

kelompok, selain itu mempertahankan fungsi kognitif lansia upaya


yang dapat dilakukan adalah dengan cara menggunakan otak secara
terus menerus dan diistirahatkan dengan tidur,kegiatan seperti
membaca, mendengarkan berita dan cerita melalui media sebaiknya
dijadikan sebuah kebiasaan hal ini bertujuan agar otak tidak
beristirahat secara terus menerus (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,2008).

2.6 MMSE (Mini Mental State Examination)


MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status
mental singkat serta terstandarisasi yang memungkinkan untuk
membedakan antara gangguan organik dan fungsional pada pasien
psikiatri. Sejalan dengan banyaknya pengguna tes ini selama
bertahun-tahun, kegunaaan MMSE berubah menjadi suatu media
untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif
yang berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif, misalnya penyakit
Alzheimer
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30
paoin dikelompokkan menjadi tujuh kategori: orientasi terhadap
tempat(negara, provinsi, kota, gedung, dan lantai), orientasi terhadap
waktu

(tahun,

musim,

bulan,

hari,

dan

tanggal),

registrasi

(mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara


berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100,atau mengeja kata

WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3


kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2
benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami
suatu kalimat, menulis kalimat, dan mengikuti perintah 3 langkah),
dan konstruksi visual (menyalin gambar)
Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar,
skor yang makin rendah mengindikasikan perfomance yang buruk
dan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara
0-30 (performance sempurna). Skor ambang MMSE yang pertama
kali direkomendasikan adalah 24 atau 25, memiliki sensivitas dan
spesifitas yang baik untuk mendeteksi demensia, bagaimanapun,
beberapa studi sekarang ini menyatakan bahwa skor ini terlalu
rendah. Studi-studi ini menunjukkan bahwa demensia dapat
didiagnosis dengan keakuratan baik pada beberapa orang dengan
skor MMSE antara 24-27.
Pelaksanaan
MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes
ini dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua
profesi kesehatan atau tenaga terlatih manapun yang telah
menerima instruksi untuk penggunaannya.
Validitas
Performance pada MMSE menunjukkan kesesuaian dengan
berbagai tes lain yang menilai kecerdasan, memori dan aspek-aspek

lain fungsi kognitif pada berbagai populasi. Skor MMSE memiliki


kesesuaian dengan skor pada tes Clock Drawing pada pasien lansia
dan pasien dengan penyakit Alzheimer, dan juga pada tes seperti
Information

Memory

Concentration

(IMC),

tes

Composite

neuropsycological and Brief Cognitive Rating Scale (BCRS).


Skor pada MMSE pertama kali diajukan sebagai ambang skor
yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi berurutan
yang menilai keefektifan ambang skor MMSE <23 untuk mendeteksi
demensia, sensivitas berkisar antara 63%-100% dan spesifitas
berkisar antara 52%-99%.

Penggunaan klinis
MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan
mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang
dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti
perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit
neurodegeneratif.

Hasilnya,MMSE

menjadi

suatu

metode

pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak didunia.


Tes

ini

digunakan

secara

luas

kecemerlangannya

sebagai

dibuktikan

pencantuman

dengan

pada

instrumen

praktik

skrining

bersama

klinis

kognitif

dengan

dan
telah

Diagnosis

Interview Schedule dalam studi National Institute of Mental Health

ECA dan oleh daftarnya yang menyebutkan MMSE sebagai penilai


fungsi kognitif yang direkomendasikan untuk kriteria diagnosis
penyakit Alzheimer yang dikembangkan oleh konsorsium National
Institute of Neurological and Communication Disorders and Stroke
and

the

Alzheimer

Disease

and

Related

Disorders

Association(McKhann,1984)
Data psikometri luas MMSE menunjukkan bahwa tes ini
memiliki tes retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik
berdasarkan diagnosis klinik independen demensia dan penyakit
Alzheimer. Karena performance pada MMSE dapat dibiaskan oleh
pengaruh status pendidikan rendah pada pasien yang sehat,
beberapa

pemeriksa

merekomendasikan

untuk

menggunakan

ambang skor berdasarkan umur dan status pendidikan untuk


mendeteksi demensia.
Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah
batasannya atau ketidakmampuannya untuk menilai kemampuan
kognitif yang terganggu di awal penyakit Alzheimer atau gangguan
demensia lain (misalnya terbatas item verbal dan memori dan tidak
adanya penyelesaian masalah atau judgment), MMSE juga relatif tak
sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat ringan (terutama
pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasanbatasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi
instrumen yang sangat berharga untuk penilaian fungsi kognitif.

Intepretasi MMSE
Intepretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada
saat pemeriksaan:
Skor 24-30 diintepretasikan sebagai fungsi kognitif normal.
Skor<24 berarti definite gangguan kognitif

BAB III
METODE
3.1. Kerangka Teori

Hipertensi

Penurunan
fungsi
kognitif

Tekanan
darah ke otak
meningkat

Sebagial
sel-sel
saraf otak
mati

Vasokontriksi
pembuluh
darah otak

Sel-sel saraf
kekurangan
asupan
darah

3.2 Hipotesis
Terdapat pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi kognitif pada
pasien lansia di wilayah kerja Puskesmas Sutojayan.

3.3 Metodologi Penelitian


3.3.1 Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu
Penyakit Dalam, Ilmu Geriatri dan Psikiatri
3.3.2 Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di acara bulanan
Prolanis

di

Puskesmas

Sutojayan.

Waktu

penelitian

dilakukan pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016.


3.3.3 Desain penelitian

Penelitian

ini

adalah

penelitian

survei

dengan

pendekatan cross sectional, dimana kegiatan pengumpulan


data dilakukan dari responden pada satu waktu, dengan
jenis penelitian bersifat deskriptif dan analitik.
3.3.4 Populasi dan sampel penelitian
Populasi penelitian
Semua pasien usia lanjut yang datang ke acara
bulanan Prolanis di wilayah kerja Puskesmas
Sutojayan pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016.
Sampel penelitian
Jumlah pasien usia lanjut yang datang ke acara
bulanan Prolanis
Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria
inklusi
Kriteria inklusi:
1. Merupakan pasien usia lanjut yang berumur 45 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Sutojayan.
2. Bersedia mengikuti penelitian/ mengisi quesioner

3. Pasien usia lanjut yang tidak mengalami kecacatan


mental dan fisik.
4. Pasien usia lanjut yang memiliki pendidikan minimal
SD/setara, sehingga bisa baca, tulis dan menggambar.
5. Menderita penyakit hipertensi dan tidak menderita
penyakit lain.
3.3.6 Variabel penelitian
Variabel bebas

: Hipertensi

Variable tergantung : Penurunan fungsi kognitif


3.3.7 Definisi operasional
Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140/90mmHg.
Penurunan Fungsi kognitif adalah penurunan kemampuan
orientasi, registrasi, atensi, dan kalkulasi serta bahasa dan
pemahaman.
Lansia adalah orang yang berusia lebih dari atau sama
dengan 45 tahun, terdiri atas:
o usia pertengahan (middle age)adalah 45-59 tahun,
o lanjut usia (ederly) adalah 60-74 tahun,
o

lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun,

usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun

3.3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian berupa kuesioner data diri
responden dan kuesioner yang mengacu pada kuesioner
MMSE. Instrumen ini tidak dilakukan uji validitas dan
reliabilitas karena telah banyak digunakan untuk meneliti
tentang fungsi kognitif lansia.
3.3.9 Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah
disiapkan

oleh

peneliti

dengan

menggunakan

teknik

wawancara.
3.3.10 Pengolahan dan Analisis data
Pengolahan Data (editing)
Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah
cukup baik sehingga dapat di proses lebih lanjut. Editing
dapat dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga jika
terjadi kesalahan maka upaya perbaikan dapat segera
dilaksanakan.
Pengkodean (Coding)

Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada


menurut macamnya, menjadi bentuk yang lebih ringkas
dengan menggunakan kode.
Pemasukan Data (Entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer
sesuai dengan kriteria.
Tehnik Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu
analisa yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian
dalam analisa ini menghasilkan distribusi dan persentase
dari variabel yang diteliti.

3.3

Metode Intervensi
Metode intervensi yang digunakan dalam mini project ini adalah

penyuluhan mengenai adanya pengaruh terhadap tekanan darah tinggi


yang tidak terkontrol dengan penurunan fungsi kognitif pada pasien.
Penyuluhan ini menggunakan media presentasi berupa Keynote tentang
materi tersebut.
3.4

Petugas Penyuluhan

Petugas yang berpartisipasi dalam penyuluhan mini project ini


adalah :
1. Dokter Internsip Puskesmas Sutojayan
2. Dokter Umum Puskesmas Sutojayan
3. Dokter Gigi Puskemas Sutojayan
3.5
Lokasi dan Waktu Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan dilaksanakan

di

Ruang

Pertemuan

Puskesmas Sutojayan pada hari Jumat, 14 Oktober 2016.


3.6
Sasaran Penyuluhan
Sasaran pada kegiatan mini project ini terbagi menjadi 3
kelompok, antara lain :
-

Sasaran primer
Sasaran sekunder
Sasaran tersier

: Peserta Prolanis di Puskesmas Sutojayan


: Pegawai Puskesmas Sutojayan
: Stakeholders (BPJS, Kepala Puskesmas

Sutojayan)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis
4.1.1 Batas Wilayah
Wilayah Puskesmas Sutojayan merupakan penjabaran dari wilayah
Kecamatan Sutojayan yang terdiri dari dataran rendah (89%) dan dataran
tinggi (11%).
Kecamatan Sutojayan terletak di bagian selatan Kabupaten Blitar. Batas batas wilayah kerja puskesmas Sutojayan :
- Sebelah Utara

: Kecamatan Kanigoro

- Sebelah Timur

: Kecamatan Binangun

- Sebelah Barat

: Kecamatan Kademangan

- Sebelah Selatan : Kecamatan Panggungrejo


4.1.2 Luas Wilayah
Luas wilayah kerja Puskesmas Sutojayan 42.20 Km2. Keadaan medan
terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi dengan kondisi daerah
wilayah Kecamatan Sutojayan merupakan daerah yang pertanian dan
perbukitan, sehingga dalam tata kota Kabupaten Blitar Kecamatan
Sutojayan diperuntukkan sebagai daerah pertanian dan perkebunan
4.1.3 Jumlah Desa dan Pedukuhan
Wilayah kerja Puskesmas Sutojayan terdiri dari : 11 Desa / Keluarahan
dan termasuk desa / kelurahan swasembada.
No Nama Desa / Kelurahan
1

Kelurahan Kembangarum

Kelurahan Kalipang

Kelurahan Jegu

Kelurahan Jingglong

Kelurahan Sutojayan

Kelurahan Sukorejo

Kelurahan Kedungbunder

Desa Sumberjo

Desa Bacem

KET

10

Desa Kaulon

11

Desa Pandanarum

Sumber: Bagian Tata Usaha Puskesmas Sutojayan

4.2 Sarana Komunikasi dan Transportasi


A. Sarana Komunikasi
Sarana Komunikasi di Kecamatan Sutojayan telah berkembang,
masyarakat sudah bisa menggunakan pesawat telepon bahkan sebagian
kecil sudah ada yang mempunyai pesawat Orari dan Hand Phone / HP.
B. Sarana Transportasi
Untuk Desa seluruh Wilayah Kecamatan Sutojayan sudah dapat
dilewati kendaraan roda 4 (empat).
4.3 Data Dasar Puskesmas
4.3.1 Data Umum
Nomor Kode Puskesmas

3501

Nama Puskesmas

SUTOJAYAN

Kecamatan

SUTOJAYAN

Kabupaten

BLITAR

Propinsi

JAWA TIMUR

Tahun

2015

4.3.2 Data Kependudukan


1

Jumlah penduduk seluruhnya

50688 orang

Laki laki

25494 orang

Perempuan

25194 orang

Piramida Penduduk

Jumlah Kepala Keluarga (KK)

16258 KK

Jumlah Penduduk Total Miskin (Jamkesmas)

9487 Jiwa

Jumlah Kepala Keluarga Miskin (KK)

KK

Jumlah Anggota Keluarga Miskin (JAMKESMAS)

7721 orang

Jumlah yang mempunyai kartu Jamkesmas

orang

Jumlah ibu hamil

836 orang

Jumlah ibu hamil Miskin

8 orang

10

Jumlah bayi ( < 1 tahun )

815 bayi

11

Jumlah Anak balita ( 1-4 tahun)

2681 anak

13

Jumlah Wanita Usia Subur

11 972 orang

14

Jumlah Pasangan Usia Subur

9 901 pasang

15

Jumlah ibu bersalin

746 orang

16

Jumlah ibu Nifas

746 orang

17

Jumlah Ibu meneteki

746 orang

4.3.3 Pendidikan
a)

Jumlah Sekolah

buah

Taman Kanak-kanak yang ada

36 buah

SD / MI yang ada

buah

SLTP / MT yang ada

buah

SMU / MA yang ada

buah

Akademi yang ada

0 buah

Perguruan Tinggi yang ada

0 buah

Jumlah Ponpes yang ada

buah

b)

Jumlah murid yang ada

murid

Taman Kanak-kanak

murid

SD / MI

murid

SLTP / MT

murid

SMU / MA

murid

Akademi

0 mahasiswa

Perguruan Tinggi

0 mahasiswa

Jumlah santri Ponpes yang ada

santri

4.4 Data Khusus Kesehatan


4.4.1 Derajat Kesehatan
I.

DERAJAT KESEHATAN

Jumlah Kematian Ibu

0 orang

Jumlah kematian perinatal

4orang

Jumlah Kematian Neonatal

2 orang

Jumlah lahir mati

2 orang

Jumlah lahir hidup

713 orang

Jumlah kematian bayi

13 orang

Jumlah kematian Balita

1 orang

Jumlah Kematian semua umur

180 orang

4.4.2 Ketenagaan
1

Dokter

2 orang

Dokter gigi

1 orang

Jumlah dokter mahir jiwa

0 orang

Sarjana Kesehatan Masyarakat

0 orang

Bidan

11 orang

- P2B

6 orang

- D3 Kebidanan

5 orang

Bidan di desa

9 orang

Perawat Kesehatan

8 orang

- SPKJ

1 orang

- D3 Keperawatan

5 orang

- S1 Keperawatan

2 orang

Perawat Gigi

0 orang

Perawat mahir jiwa

1 orang

10 Sanitarian/D3 Kesling

1 orang

11 Petugas Gizi/ D3 Gizi

1 orang

12 Asisten Apoteker

1 orang

13 Analis laboratorium/D3 Laboratorium

2 orang

14 Juru Imunisasi / juru malaria

0 orang

15 Tenaga Administrasi

1 orang

16 Sopir , penjaga

0 orang

17 Lain lain

0 orang

-Rumah Sakit Pemerintah

0 buah

-Rumah Sakit Swasta

1 buah

Rumah bersalin

1 buah

Puskesmas Pembantu

2 buah

Puskesmas keliling

1 buah

4.4.3 Sarana Kesehatan


1

Rumah Sakit

Polindes

7 buah

BP Swasta

0 buah

Praktek Dokter Swasta

4 buah

Praktek Bidan Swasta

0 buah

Praktek Perawat

2 buah

Kecamatan Sutojayan terdiri dari sebelas kelurahan, yang masing-masing


memiliki posyandu yang dijalankan oleh bidan desa dan dibantu oleh
kader posyandu. Tiap posyandu di masing-masing kelurahan memiliki
minimal lima kader. Berikut data posyandu di Kecamatan Sutojayan :
NO

KELURAHAN

POSYANDU
Yudistira
Bima
Arjuna

Sutojayan

Krisna
Sadewa
Nakula
Drupadi

Kalipang

Melati I
Melati II

Melati III
Melati IV
Melati V
Melati VI
Melati VII
Melati VIII
Pandanwangi I
Pandanwangi II
Pandanwangi III
Pandanwangi IV
3

Pandanarum
Pandanwangi V
Pandanwangi VI
Pandanwangi VII
Pandanwangi VIII
I

Kembangarum

II
III

Kedungbunder

II
III
IV
Mawar I
Mawar II
6

Sukorejo
Mawar III
Mawar IV

Sumberejo

Seruni
Anggrek
Melati

Jegu
Mawar
Dahlia
Anggrek
Mawar
Melati

Jingglong
Flamboyan
Dahlia
Cempaka

10

Bacem

Mawar I

Mawar II
Mawar III
Mawar IV
Mawar V
Mawar VI
Rajawali
11

Kaulon

Garuda
Elang

4.4.4 Peran Serta Masyarakat


1

Jumlah Dukun Bayi

31 orang

Jumlah kader Posyandu

270 orang

Jumlah Kader Poskesdes

11 orang

Jumlah kader Tiwisada

840 orang

Jumlah Guru UKS

54 orang

Jumlah Santri Husada

49 orang

Jumlah Kader Lansia

130 orang

Jumlah Posyandu Usia lanjut

26 kelompok

Jumlah kelompok batra

79 kelompok

54 Pos

10 Jumlah Posyandu

11 Jumlah Polindes

7 Pos

12 Jumlah Poskesdes

11 Pos

13 Jumlah Poskestren

2 Pos

14 Jumlah Pos UKK

3 Pos

15 Jumlah Saka Bhakti Husada

0 SBH

16 Jumlah Organisasi Masyarakat/LSM peduli kesehatan

1 kelompok

17 Jumlah Panti Asuhan

1 buah

18 Jumlah Panti Wreda

1 buah

19 Jumlah Posyandu Lansia

27 buah

20 Jumlah UKBM lainnya

0 Pos

21 Jumlah Kader Kes.jiwa

0 orang

a. Jumlah balita yg ada (S)

3682 Balita

b. Jumlah balita yg punya KMS (K)

3682 Balita

c. Jumlah balita yg ditimbang (D)

3094 Balita

d. Jumlah balita yg naik BB (N)

2527 Balita

e. Jumlah balita yang tetap/turun berat badannya

234 Balita

4.4.5 Program Kesehatan


a.

Perbaikan Gizi

Penimbangan

Penyehatan Lingkungan

Jumlah TPA yang ada / terdaftar

1 / 1buah

Jumlah TPA yang memenuhi syarat

1 buah

Jumlah TPS yang ada / terdaftar

3/3 buah

Jumlah TPS yang memenuhi syarat

3 buah

Jumlah TTU yang ada / terdaftar

312/312 buah

Jumlah TTU yang memenuhi syarat

248 buah

Jumlah SAB

14403 buah

Jumlah SAB yang memenuhi syarat

11210 buah

Jumlah TPM yang ada / terdaftar

304/304 buah

10 Jumlah TPM yang Laik sehat

38 buah

11 Jumlah penjamah makanan yang ada

610 buah
13094/13094

12 Jumlah JAGA yang ada / berfungsi

buah
12532/12532

13 Jumlah SPAL yang ada / berfungsi

buah

14 Jumlah rumah yang ada

13576 buah

15 Jumlah Rumah memenuhi syarat

8999 buah

Pencegahan & Pemberantasan Penyakit Menular

Jmlh kasus diare yg ditemukan & diobati (semua umur)

1454 orang

Jumlah kasus diare yang mendapatkan oralit

1454 orang

Jumlah kasus diare yang mendapatkan cairan ringer lactat


3

(RL)

55 orang

Jumlah penderita diare balita

243 anak

Jmlh penderita diare balita yg mendapatkan tambahan tablet


5

zinc

243 anak

Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) diare

Jumlah penderita KLB diare

Jumlah Kematian KLB diare

Jumlah kasus pneumonia balita yang ditemukan

64

10 Jumlah kasus pneumonia balita yang dirujuk

11 Jumlah kasus pneumonia balita yang meninggal

12 Jumlah penderita kusta baru ditemukan & diobati (MDT)

5 orang

13 Jumlah penderita kusta baru anak (usia < 15 th)

0,00%

14 Jumlah penderita kusta baru dengan cacat TK.II

1 orang

15 Jumlah penderita kusta PB yang RFT

0 orang

16 Jumlah penderita kusta MB yang RFT

3 orang

17 Jumlah suspek penderita TB yang diperiksa dahak

171 orang

18 Jumlah pasien baru BTA positif diobati

12 orang

19 Jumlah pasien baru BTA positif konversi

5 orang

20 Jumlah pasien baru BTA positif yang sembuh

5 orang

21 Jumlah pasien BTA positif yang berobat lengkap (PL)

7 orang

22 Jumlah kasus HIV/AIDS

1 orang

23 Jumlah kasus HIV/AIDS yang meninggal

1 orang

24 Jumlah kasus IMS yang ditemukan dan diobati

1 orang

25 Jumlah kasus DBD

34 orang

26 Jumlah kematian kasus DBD

1 orang

27 Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) kasus DBD

34 kali

28 Pelaksanaan Penanggulangan Focus (PF) kasus DBD

2 kali

29 Jumlah desa endemis DBD

10 desa

30 Jumlah desa Sporadis DBD

1 desa

31 Jumlah Desa potensial/bebas DBD

1 desa

32 Jumlah tenaga pemantau jentik

0 orang

33 Jumlah rumah yang diperiksa jentik

1340 rumah

34 Jumlah rumah yang positif jentik

57 rumah

35 Jumlah sediaan darah malaria yang diperiksa

109 sediaan

36 Jumlah penderita positif malaria (ACD,PCD, lain-lain)

8 orang

37 Jumlah penderita positif malaria yang diobati ACT

0 orang

38 Jumlah penderita positif malaria yang diobati non ACT

0 orang

39 Jumlah penderita positif malaria yang diobati dan di Follow up

3 orang

40 Jumlah penderita malaria yang meninggal

0 orang

41 Jumlah Desa HCl malaria

0 desa

42 Jumlah Desa MCl malaria

0 desa

43 Jumlah Desa LCl malaria

0 desa

44 Jumlah kasus yg kena gigitan hewan perantara rabies

0 orang

45 Jumlah kasus Filaria diobati

0 orang

46 Kasus TN yang ditemukan

0 orang

Kesehatan Keluarga

Jumlah ibu hamil Risiko tinggi ditemukan

175 orang

Jumlah bumil dengan Hb < 11 g%

17 orang

Jumlah bumil dengan LILA < 23,5 cm

47 orang

Jumlah peserta KB aktif semua metode

8 901 orang

Jumlah peserta KB baru Semua Metode

826 orang

Jumlah peserta KB yg mengalami kegagalan Semua Metode

3 orang

Jumlah peserta KB Semua Metode yg drop out

193 orang

Jumlah peserta KB yg mengalami efek samping Semua

183 orang

Metode
Jumlah peserta KB yang mengalami komplikasi semua
9

metode

0 orang

e.

Kesehatan Indera penglihatan & pendengaran

Jumlah penderita yg diskrining katarak

0 orang

Jumlah penderita yg diskrining kelainan refraksi

0 orang

Jumlah kasus buta katarak

15 kasus

2 kasus

0 kasus

0 buah

60 buah

0 buah

2 buah

Jumlah kasus sulit dan dirujuk ke Spesialis THT


4

(pendengaran)
Jumlah komplikasi operasi kasus pendengaran yang

ditemukan

Kesehatan O(lah raga

Jumlah pelatihan kes.olahraga yg pernah dilakukan dimasy


(kader posyandu, PKK,dll)

Jumlah kelompok olahraga (club kebugaran, fitnes center,


Usila, Ibu hamil, Penyakit tdk menular, jamaah haji,dll)
Jumlah kelompok olahraga yg dibina (club kebugaran, fitnes

center,
Usila, Ibu hamil, Penyakit tdk menular, jamaah haji,dll)

Pembinaan kelompok olahraga berdasarkan kelompok khusus


(Ibu hamil,Lansia,Penyakit tdk menular, Haji, penyandang
cacad,dll)

Jumlah siswa yg diukur kebugaran jasmani

SD

112 orang

SMP

0 orang

SMA

0 orang

Kesehatan Jiwa

Jumlah kasus NAPZA

kasus

Jumlah kasus keswa

kasus

Jumlah Bumil dengan gangguan jiwa

orang

Kesehatan Kerja

Jumlah pekerja formal yg mndpt pelayanan kesehatan

401 orang

Jumlah pekerja formal yg ada

22965 orang

Jumlah klinik perusahaan yang berijin dan dibina

0 buah

Jumlah Klinik perusahaan yang ada

2 buah

Data Morbiditas

Angka Kesakitan

Jumlah 15 Penyakit terbesar

17,9

atas

4152 (11,6%)

Penyakit Tekanan Darah Tinggi

2031(5,7%)

Myalgia

1771(5%)

Tukak lambung ( grastitis)

1348(3.8%)

Penyakit lain pada saluran bagian

Peny. kulit alergi

1337(3.7%)

Tifus Perut Klinis

1157(3.2%)

Gingivitas dan peny. periodental

1016(2.8%)

Kencing Manis

910(2.5%)

maloklusi

691(1.9%)

Asma

680(1.9%)

Diare

667(1.9%)

Pusing / Cepalgia

617(1.7%)

Gangguan Psikotik

602(1.7%)

Conjunctivitas, kelainan sklera

441(1.2%)

Typhus perut

429(1.2%)

total kunjungan

35746 (100%)

Kelainan dentofasial termasuk

4.2

Gambaran dan Analisis Hasil Penelitian


Jumlah pasien usia lanjut yang memenuhi kriteria inklusi di

Puskesmas Sutojayan yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini


dilakukan dengan wawancara menggunakan MMSE kepada
responden. Hasil penelitian dari pengumpulan data disajikan dalam
bentuk tabel yang dilakukan untuk mendiskripsikan variabel dengan
menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentase.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia
berusia 45 -59 tahun

Fungsi Kognitif
Hipertensi
Ya
Tidak

Fungsi Kognitif Normal


Frekuensi
2
1

%
8,3
4,1

terganggu
Frekuensi
%
18
75
3
12,5

Dari tabel diketahui bahwa pasien usia lanjut berusia 45-59 tahun,
yang menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (75%)
jauh lebih banyak dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif normal
(12,5%). Sedangkan yang tidak menderita hipertensi dengan
gangguan fungsi kognitif 4,1%) lebih sedikit dibandingkan yang
memiliki fungsi kognitif normal (8,3%)

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia


berusia 60-74 tahun
Fungsi Kognitif
Hipertensi
Ya
Tidak

Total

Fungsi Kognitif Normal


Frekuensi
0
3

%
0
11,2

terganggu
Frekuensi
%
18
69,6
5
19,4

18
8

Dari tabel diketahui bahwa pasien usia lanjut berusia 60-74 tahun,
yang menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (69,6%)

lebih banyak dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif normal (0%).


Sedangkan yang tidak menderita hipertensi dengan gangguan fungsi
kognitif (19,4%) lebih banyak dibandingkan yang memiliki fungsi
kognitif normal (11,2%)

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia


berusia 75-90 tahun

Hipertensi
Ya
Tidak

Fungsi Kognitif

Total

terganggu
Frekuensi
%
0
0
0
0

0
0

Fungsi Kognitif Normal


Frekuensi
0
0

%
0
0

Pada penelitian ini tidak didapatkan sampel dengan usia responden


antara 75-90 tahun dan >90 tahun

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Fungsi Kognitif Dengan Hipertensi
Hasil

penelitian

berdasarkan

penyakit

hipertensi

yaitu

didapatkan bahwa pasien usia lanjut usia 45-59 tahun di wilayah


kerja Puskesmas Sutojayan dengan penyakit hipertensi sebanyak 20
orang dan tanpa penyakit hipertensi sebanyak 4 orang. Dari
penelitian yang dilakukan, usia dari pasien usia lanjut dibagi
menurut WHO menjadi menjadi empat kriteria berikut: usia
pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
adalah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun, usia
sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun (Makhfudli, 2009)
Dari kriteria usia pertengahan (middle age) yaitu usia 45-59
tahun, didapatkan hasil dengan frekuensi yang menderita hipertensi
dengan gangguan fungsi kognitif (75%) lebih banyak dibandingkan
yang memiliki fungsi kognitif normal (8,3%).
Dari kriteria lanjut usia (elderly) yaitu usia 60-74 tahun
didapatkan hasil dengan frekuensi yang menderita hipertensi dengan
gangguan fungsi kognitif (69,6%) lebih banyak dibandingkan yang
memiliki fungsi kognitif normal (0%).

Dari kriteria lanjut usia tua (old) yaitu usia 75-90 tahun dan
(very old) > 90 tahun peneliti tidak mendapatkan sampel responden
sehingga tidak dimasukkan ke dalam penelitian.
Terdapat

hubungan

antara

penyakit

hipertensi

dengan

penurunan fungsi kognitif pasien usia lanjut sesuai dengan penelitian


yang membandingkan penderita lanjut usia yang dikelompokkan
berdasarkan usia dan adanya hipertensi maupun tidak ada
hipertensi/normotensi. Hasilnya menunjukkan bahwa fungsi kognitif
penderita hipertensi lebih terganggu (Kuusisto,1993).

5.2 Keterbatasan Penelitian


1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu
penelitian yang hanya menganalisa suatu keadaan dalam suatu
saat tertentu saja.
2. Adanya kemungkinan terjadinya bias karena faktor kesalahan
interpretasi

responden

dalam

memahami

maksud

dari

pertanyaan sebenarnya. Jawaban responden tergantung pada


pemahaman responden terhadap pertanyaan kuesioner.
3. Sampel yang kurang banyak sehingga perbandingan antara
pasien hipertensi dan normotensi tidak didapatkan jumlah yang
sebanding dan persebaran data berdasarkan tekanan darah
tidak normal.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh hipertensi terhadap
kognitif pada pasien

penurunan fungsi

lansia usia 45-59tahun (75%) dan

lansia usia 60-74 tahun (69,6%)


5.2 Saran
1. Bagi keluarga dapat memberikan dukungan emosional dan
perhatian khusus bagi pasien usia lanjut yang mengalami
penurunan fungsi kognitif, karena keluarga memiliki peranan
penting dalam mempertahankan fungsi kognitif pasien. Keluarga
harus

lebih

aktif

lagi

dalam

berinteraksi

terhadap

pasien,misalnya dengan mengajak pasien untuk mengisi TTS


(Teka-teki Silang)
2. Bagi praktisi kesehatan dapat lebih baik lagi dalam menangani
dan mendeteksi secara dini pasien usia lanjut yang mengalami
penurunan fungsi kognitif, sehingga penurunan fungsi kognitif
dapat diperlambat.
3. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat dilakukan dengan
jumlah sampel yang lebih besar,dan mencari faktor-faktor lain
yang turut berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik. Data Statistik Indonesia:Jumlah Penduduk
menurut

Kelompok

Umur,

Jenis

Kelamin,Provinsi,

dan

Kabupaten/kota.2010
2. Dayamaes,R.Gambaran fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut di
Posbindu Rosela Legoso Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur
Tangerang Selatan(Karya Tulis Ilmiah) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.Jakarta:2013.
3. Dikot Y & Ong.PA. Diagnosa Dini dan Penatalaksanaan Demensia
di Pelayanan Medis Primer.Asosiasi Alzheimer Indonesia.Cab.Jawa
Barat dan Asna Dementia Standing Comitte.2007
4. Folstein,M.Mini Mental State a Practical Method for Grading the
Cognitive State of Patients for the Clinician, Journal of Psychiatric
Research.1975
5. Gunawan,Lany.Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular.Yogyakarta:Kanisius.2000
6. Kuusisto J. Essential Hypertension and Cognitive Function. The
Role of Hyperinsulinemia.Hypertension.1993
7. Macnair,Trisha.2001.Tekanan Darah Tinggi.Jakarta:Erlangga
8. Nehlig, A. Is Caffeine a Cognitive Enhancer?.Journal of Alzheimer
Disease 20:S85-S94.2010

9. Notoatmodjo,Soekidjo.2002.Metodologi Penelitian
Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta
10. Sarwono Warpadzi, Soeparman, dkk.2006.Ilmu Penyakit Dalam jilid
VI.Jakarta:Balai Penerbitan FKUI

LAMPIRAN

Intepretasi Hasil:
Skor 24-30 :Fungsi Kognitif
Normal
Skor <24: definitive Fungsi
Kognitif

Nama Pasien:..(laki/perempuan)
Usia:pendidikan:
Riwayat Penyakit: Hipertensi (..)

You might also like