New Nefro

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

UNIVERSITAS INDONESIA

RISET KUANTITATIF

PENGARUH LATIHAN AEROBIK INTRADIALISIS TERHADAP


ADEKUASI HEMODIALISA PADA PASIEN DENGAN CRONIC
KIDNEY DISEASE (CKD) YANG MENDAPAT TERAPI
HEMODIALISIS DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

Oleh :
FIORA LADESVITA
1406522954

MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2014

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Makalah ini adalah hasil karya sendiri berdasarkan dari literatur yang saya pelajari
dan bukan dari bagian makalah lain yang pernah saya kumpulkan. Bila
dikemudian hari ternyata terdapat unsur ketidakjujuran akademik, saya bersedia
menanggung sanksi akademik sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Depok, April 2015

Fiora Ladesvita

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri mini proposal
pada mata ajar Riset Kuantitatif. Makalah ini membahas tentang Pengaruh Latihan
Aerobik Intradialisis Terhadap Adekuasi Hemodialisa Pada Pasien Yang Mendapat
Terapi Hemodialisis di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
dukungan, dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Nani Nurhaeni, SKp., MN selaku
Koordinator Mata Ajar Riset Kuantitatif dan seluruh Dosen pengajar Riset
Kuantitaf atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis dalam menyusun mini
proposal ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan
saran yang sifatnya membangun akan sangat penulis hargai dalam upaya
penyempurnaan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini akan
memberikan wawasan baru serta dapat bermanfaat bagi kita semua.

Depok, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.................................................i


KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................6

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) adalah masalah
kesehatan yang tumbuh dengan cepat. Gagal ginjal kronik merupakan penurunan
fungsi ginjal yang progresif dan berlangsung lambat (Prince & Wilson, 2005).
Prevalensi kejadian gagal ginjal kronik di dunia menurut The United States Renal
Data System (USRDS) pada tahun 2012 yaitu berkisar 5%-40% antara tahun 20052012 dan di Amerika Serikat, angka kejadian CKD pada laki-laki sebanyak 58,9 juta
jiwa/tahun, dan perempuan sebanyak 60,3 juta jiwa/tahun. Menurut data dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia
sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur 75 tahun dengan 0,6% lebih tinggi daripada
kelompok umur yang lain. Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis pada umur 15
tahun menurut provinsi tahun 2013 adalah antara 0,1% hingga 0,5%, dan prevalensi di
Riau sebesar 0,1%. Meningkatnya kejadian CKD secara parsial menunjukkan
meningkatnya hipertensi terkait obesitas dan diabetes melitus pada populasi yang
bergizi baik dan menetap.
Penyebab utama dari penyakit gagal ginjal kronik adalah Diabetes Melitus (DM) dan
penyebab keduanya adalah hipertensi (Black & Hawk, 2014). Menurut USRDS,
Angka kejadian CKD yang disebabkan oleh diabetes melitus di Amerika pada tahun
2012 yaitu sebanyak 239.837 juta jiwa/tahun, diikuti oleh hipertensi yaitu sebanyak
159.049 juta jiwa/tahun. Berbeda halnya di Indonesia, menurut persentase data
etiologi gagal ginjal kronik di indonesia berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR)
tahun 2013, gagal ginjal yang disebabkan oleh hipertensi (31%), diabetes (26%),
glomerulopati primer (14%), pielonefritis kronik (10%), nefropati obstruksi (7%),
nefropati asam urat (2%), nefropati lupus (1%), ginjal polikistik (1%), dan lain-lain
(8%). Proses penyakit DM dan hipertensi yang berkembang secara progresif
menyebabkan terjadinya kerusakan pada nefron ginjal tepatnya pada glomerulus yang
merupakan tempat proses filtrasi dan tubulus ginjal sebagai tempat absorbsi dan
sekresi cairan dan elektrolit yang dibutuhkan oleh tubuh.

Kerusakan yang terjadi pada ginjal mengakibatkan terganggunya proses filtrasi,


reabsorbsi, sekresi, dan ekskresi yang ditandai dengan meningkatnya nilai ureum dan
kreatinin di dalam darah. Jika kerusakan ini mengakibatkan laju filtrasi glomerulus
(GFR) menurun hingga dibawah 15 mL/menit/1,73 m 2 dan disertai dengan kondisi zat
sisa metabolisme yang meningkat di dalam darah seperti ureum, maka klien telah
mengalami CKD stage V atau penyakit ginjal tahap akhir. Klien yang mengalami CKD
akan menunjukkan gejala seperti terjadinya penurunan lemak tubuh, retensi air dalam
jaringan, perubahan warna kulit tubuh, gerakan yang melambat serta adanya
penumpukan zat yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh (Black & Hawk, 2014). Gejala
ini merupakan suatu fenomena universal yang terjadi pada pasien CKD yang
mengalami gangguan fungsi renal progresif dan tidak dapat diperbaiki lagi. Gangguan
fungsi ginjal yang berat akan dapat mengakibatkan penimbunan sampah dalam darah
yang nantinya akan dapat menyebabkan gatal pada kulit, anoreksia, penurunan fungsi
otak, pusing, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, penurunan aktivasi
vitamin D sehingga rentan terkena osteoporosis dan ensefalopati uremik yang ditandai
oleh kematian jaringan otak akibat kadar ureum yang tinggi dalam darah. Adapun
prognosis gagal ginjal kronik tidak baik yang menunjukkan pada peningkatan angka
kematian. Prevalensi kematian akibat kejadian gagal ginjal kronik di dunia menurut
The United States Renal Data System (USRDS) pada tahun 2012 yaitu berkisar 10%45% antara tahun 2005-2012 dan di Amerika Serikat, angka kematian akibat CKD
pada laki-laki sebanyak 49.939 juta jiwa/tahun, dan perempuan sebanyak 38.696 juta
jiwa/tahun. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem
Pelaporan dan Pencatatan Rumah Sakit (SP2RS), diperoleh bahwa penyakit gagal
ginjal menduduki peringkat ke empat dari sepuluh penyakit tidak menular yang
menjadi penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia dengan PMR
sebesar 3,16% (3047 angka kematian). Sedangkan menurut data Profil Kesehatan
Indonesia (2013), gagal ginjal kronik menempati urutan ke 7 sebagai penyebab
kematian akibat penyakit kronik dengan prevalensi 63%.
Gagal ginjal kronik membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen berupa dialisis
(Hemodialisa dan Peritoneal Dialisis) atau transplanstasi ginjal. Untuk menurunkan
resiko CKD, klien harus diperiksa dengan teliti dan harus menerima pengobatan yang
cukup untuk mengontrol atau memperlambat perkembangan masalah ini. Terdapat 2

(dua) jenis terapi penggantian ginjal yaitu dialisis dan transplantasi ginjal. Terapi
penggantian ginjal jenis dialisis terdiri dari terapi hemodialisis (HD) dan terapi
peritoneal dialisis. Pada hemodialisis, darah klien yang mengandung toksin dialihkan
ke dialiser, dibersihkan, dan kemudian dikembalikan ke tubuh klien. Sedangkan
peritoneal dyalisis adalah metode cuci darah dengan bantuan membran peritoneum
(selaput rongga perut), dan darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan
dan disaring oleh mesin dialysis. (Black & Hawk, 2014). Terapi penggantian ginjal
jenis HD lebih banyak dipilih dibandingkan dengan terapi peritoneal dialisis karena
proses yang lebih cepat dan lebih efisien terhadap pengeluaran zat-zat racun.
Prevalensi penggunaan terapi hemodialisis di dunia menurut The United States Renal
Data System (USRDDS) pada tahun 2012 yaitu berkisar 25%-50% antara tahun 20052012 dan di Amerika Serikat, angka penggunaan terapi hemodialisis pada pasien
ESRD sebanyak 102.277 juta jiwa/tahun, dan terapi peritoneal dialisis sebanyak 9.451
juta jiwa/tahun. Di Indonesia, berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) tahun
2013, jumlah pasien yang mendapat terapi hemodialisa sebanyak 6.951 jiwa.
Sedangkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru,
berdasarkan data Rekam Medik, sampai bulan Oktober tahun 2012 terdapat 200 orang
pasien gagal ginjal yang menjalani pengobatan hemodialisa secara rutin.
Pengaruh hemodialisis dapat dilihat dari penurunan kadar ureum dan kreatinin pasca
hemodialisis. Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme protein, sebagai hasil
akhir pemecahan asam amino. Sedangkan kreatinin merupakan hasil metabolisme
protein otot. Secara normal ureum dan kreatinin diekskresikan oleh ginjal. Pada pasien
dengan CKD akan terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah.
Penumpukan ureum dan kreatinin dalam darah dapat dikurangi dengan hemodialisis
(Black & Hawk, 2014). Klien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, membutuhkan
waktu 12-15 jam untuk dialisa setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per kali
terapi. Kegiatan ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang hidupnya (Bare &
Smeltzer, 2002).
Keberhasilan dalam terapi hemodialisis dapat dinilai dari adekuasi atau kecukupan
hemodialisis yang dicapai pasien HD. Adekuasi hemodialisis adalah kecukupan
dialisis untuk menilai keberhasilan pelaksanaan hemodialisis. Dalam hemodialisis

adekuasi dilihat dari formula Kt/V dan URR. Kt/V adalah penilaian keberhasilan cuci
darah dengan melibatkan faktor-faktor kemampuan dari ginjal buatan, lamanya cuci
darah dan volume tubuh pasien. Angka idealnya 1,8 untuk cuci darah 2X/minggu
selama 4-5 jam tiap dialisis. URR (ureum ratio rate) adalah rasio ureum sebelum dan
sesudah hemodialisis. Target ideal URR adalah 65%.
Adekuasi hemodialisis dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti lama waktu
pelaksanaan dialisis, waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisis, Quick of
Blood (Qb), Quick of Dialysate (Qd), Clearance of dialyzer, tipe akses vaskuler, dan
trans membrane pressure. Keefektifan proses hemodialisis juga dapat diperoleh
dengan melakukan latihan fisik selama proses hemodialisis. Latihan fisik didefinisikan
sebagai pergerakan terencana, terstruktur yang dilakukan untuk memperbaiki atau
memelihara satu atau lebih aspek kebugaran fisik (Orti, 2010). Latihan fisik dapat
terbagi dalam berbagai macam bentuk. Salah satu pembagian tersebut adalah
berdasarkan pemakaian oksigen atau sistem energi dominan yang digunakan dalam
suatu latihan, yaitu latihan aerobik dan anaerobic (Wadud, 2010). Latihan aerobik
adalah latihan yang menggunakan energi yang berasal dari pembakaran dengan
oksigen, dan membutuhkan oksigen tanpa menimbulkan hutang oksigen yang tidak
terbayar (Suhartono, 2012). Latihan fisik yang dilakukan pada saat pasien menjalani
terapi hemodialisis berupa latihan aerobik intensitas rendah. Latihan aerobik dilakukan
3 kali seminggu selama 8 minggu dengan intensitas rendah <50% MHR (Maksimum
Heart Rate). MHR dihitung dengan rumus 220-umur(tahun). Latihan aerobik
dilakukan 15 menit sehari pada 2 jam pertama proses hemodialisis (Mohseni, 2013).
Latihan aerobik yang dilakukan selama dialisis dapat meningkatkan aliran darah pada
otot dan memperbesar jumlah kapiler serta memperbesar luas permukaan kapiler
sehingga meningkatkan perpindahan urea dan toksin dari jaringan ke vaskuler
kemudian dialirkan ke dializer atau mesin hemodialisis (Parson et al, 2006). Mohseni,
et.all (2013), dalam penelitiannya dengan judul The Effect of Intradialytic Aerobic
Exercise on Dialysis Efficacy in Hemodialysis Patients: A Randomized Controlled
Trial, didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan sebanyak 11% pada URR and 38%
pada spKt/V setelah 8 minggu diberikan program terapi latihan aerobik intradialisis.
Terapi latihan intradialisis juga dapat menurunkan kadar pospat dan pottasium pasien
HD, sesuai dengan penelitian Makhlough, et.all (2012) dengan judul Effect of

Intradialytic Aerobic Exercise on Serum Electrolytes Levels in Hemodialysis Patients.


Dari penelitian tersebut, didapat penurunan kadar posfat sebesar 1,84 mg/dL, dan
penurunan kadar pottasium sebesar 0,69 mg/dL.
Di Pekanbaru, ada lima rumah sakit yang melayani pasien hemodialisa rawat jalan.
Empat diantaranya adalah milik swasta, dengan jumlah mesin hemodialisa dan biaya
pengobatan yang cukup bervariasi. RSUD Arifin Achmad, merupakan rumah sakit
pemerintah yang mempunyai ruang hemodialisa dengan 12 unit mesin hemodialisa
terbanyak dibandingkan dengan rumah sakit lainnya. Berdasarkan data dari Rekam
Medik rumah sakit tahun 2012, rata-rata kunjungan pasien hemodialisa perhari
sebanyak 24 orang dengan karakteristik pasien yang berbeda. Penelitian tentang
Pengaruh latihan aerobik intradialisis terhadap adekuasi hemodialisis pada pasein
dengan CKD yang mendapat terapi hemodialisis belum pernah dilakukan di RSUD
Arifin Achmad, sehingga pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui Pengaruh
latihan aerobik intradialisis terhadap adekuasi hemodialisis pada pasein dengan CKD
yang mendapat terapi hemodialisis di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
1.2 Rumusan Masalah
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang memerlukan
penanganan yang berkelanjutan. Terdapat 2 (dua) jenis terapi penggantian ginjal yaitu
dialisis dan transplantasi ginjal. Terapi penggantian ginjal jenis dialisis terdiri dari
terapi hemodialisis (HD) dan terapi peritoneal dialisis. Terapi penggantian ginjal jenis
HD lebih banyak dipilih dibandingkan dengan terapi DP karena proses yang lebih
cepat dan lebih efisien terhadap pengeluaran zat-zat racun.
Pengaruh atau keberhasilan dalam terapi hemodialisis dapat dinilai dari adekuasi atau
kecukupan hemodialisis yang dicapai pasien HD. Adekuasi hemodialisis adalah
kecukupan dialisis untuk menilai keberhasilan pelaksanaan hemodialisis. Salah satu
terapi komplementer yang berpengaruh terhadap adekuasi hemodialisa yaitu latihan
aerobik dengan intensitas yang rendah. Latihan aerobik yang dilakukan selama dialisis
dapat meningkatkan aliran darah pada otot dan memperbesar jumlah kapiler serta
memperbesar luas permukaan kapiler sehingga meningkatkan perpindahan urea dan
toksin dari jaringan ke vaskuler kemudian dialirkan ke dializer atau mesin
hemodialisis, sehingga lebih optimal dalam pembersihan urea dan zat toksin dari

dalam darah. Jika pembersihan urea optimal, maka dapat meningkatkan adekuasi
hemodialisa.
Di ruang hemodialisis RSUD Arifin Achmad, belum pernah dilakukan upaya ataupun
terapi komplementer lainnya terhadap keefektifan proses hemodialisa. Pada saat
proses hemodialisa banyak pasien mengisi waktu hemodialisis dengan tidur, membaca
buku, ataupun bercerita dengan pasien lain. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh latihan aerobik intradialisis terhadap adekuasi hemodialisa pada
pasien dengan GGK yang menjalani terapi hemodialisa di ruang hemodialisis RSUD
Arifin Achmad.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh latihan aerobik intradialisis
terhadap adekuasi hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis.

1.3.2

Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden (umur, jenis kelamin, dan
berat badan interdialisis) yang menjalani terapi hemodialisis.
1.3.2.2 Mengidentifikasi adekuasi hemodialisis responden pada kelompok
kontrol
1.3.2.3 Mengidentifikasi adekuasi hemodialisis responden sebelum dan setelah
melakukan latihan aerobik intradialisis pada kelompok intervensi
1.3.2.4 Mengidentifikasi perbedaan adekuasi hemodialisis responden sebelum
dan setelah melakukan latihan aerobik intradialisis pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1

Bagi Pelayanan Keperawatan


Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam mengembangkan protap untuk program terapi fisik dan rehabilitasi guna
meningkatkan keefektifan dari proses hemodialisis pada pasien dengan ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis yang terintegrasi dalam pemberian asuhan
keperawatan. Selain itu juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan

perawat tentang pentingnya latihan fisik selama hemodialisis pada pasien


penyakit ginjal kronik sehingga pelayanan yang diberikan pada pasien semakin
profesional dan berkualitas.
1.4.2 Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan banyak sumbangsih
pengetahuan dan pedoman penatalaksanaan terkait keberhasilan proses
hemodialisis melalui penerapan latihan aerobik intradialisis pada pasien yang
menjalani terapi hemodialisis dengan gagal ginjal kronik serta menjadi
pengembangan dasar dalam penelitian terkait pengelolaan terhadap klien yang
menjalani terapi hemodialisis.

1.4.3 Bagi Perawat Spesialis Medikal Bedah


Diharapkan hasil penelitian ini akan menambah wawasan perawat spesialis
dalam mengembangkan intervensi keperawatan terkait terapi komplementer
latihan aerobik intradialisis untuk pencapaian adekuasi dialisis yang optimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep dan teori yang berkaitan dengan aspek yang akan diteliti sangat penting untuk
dijelaskan sebagai dasar dan landasan dalam melaksanakan penelitian. Pada bab ini akan
dibahas teori dan konsep mengenai Chronic Kidney Diseases (CKD), hemodialisa, adekuasi
hemodialisa, latihan aerobik, dan peran perawat hemodialisa.
2.1 CRHONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Proses terjadinya CKD hingga membutuhkan terapi pengganti ginjal diperlukan pemahaman
yang jelas dimulai dari pengertian, patofisiologi dan penatalaksanaan dari CKD.
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Klasifikasi
2.1.4 Patofisiologi
2.1.5 Manifestasi Klinis
2.1.3 Penatalaksanaan

2.2 HEMODIALISA
2.2.1 Definisi
2.2.2 Tujuan
2.2.3 Komponen Hemodialisa
2.2.4 Komplikasi

2.3 Adekuasi Hemodialisa


2.3.1 Definisi
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Adekuasi Hemodialisa
2.3.3 Terapi Komplementer untuk Meningkatkan Adekuasi Hemodialisa

2.4 Latihan Aerobik


2.4.1 Definisi

10

2.4.2 Manfaat
2.4.3 Jenis Latihan Aerobik
2.4.4 Prosedur Latihan Aerobik
2.4.5 Pengaruh Latihan Aerobik terhadap Adekuasi Hemodialisa

2.5 Peran Perawat Hemodialisa

11

BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

12

BAB IV
METODE PENELITIAN

13

DAFTAR PUSTAKA

Bare, B.G. & Smeltzer, S.C. (2002). Buku ajar:Keperawatan medikal bedah. Brunner &
Suddarth . Edisi ke-8, (H.Y.Kuncara., dkk, Terj.). Jakarta: EGC. (Naskah asli
dipublikasikan tahun 1996).
Black, JM., & Hawk, JH. (2014). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for
Continuity of Care.8th ed. JB. Lipincott.co
Dharmeizar. (2012). Naskah Lengkap Simposium Nasional Peningkata Pelayanan Penyakit
Ginjal Kronik dan Indonesia Renal Registry.Yogyakarta: Pernefri Wilayah
Yogyakarta.
Indonesian Renal Registry (IRR). (2013). Simposium Dialisis. Jakarta: tidak dipublikasikan.
Makhlough A, et,all.(2012). Effect Of Intradialytic Aerobic Exercise On Serum Electrolytes
Levels In Hemodialysis Patients. Iran J Kidney Dis 2012 Mar;6(2):119-123.
Mohseni, R.et,all. (2013). The Effect Of Intradialytic Aerobic Exercise On Dialysis Efficacy
In Hemodialysis Patient: A Randomized Controlled Trial. Oman Medical Journal.
Vol.28, No. 5:345-349.
Orti. E.S., ( 2010). Exercise In Hemodyalisis Patients : A Literature Systematic Review.
Nefrologia 2010: 30(2) : 236. Diperoleh dari http://revistanefrologia.com pada
tanggal 10 April 2015.
Parsons, T.K., Tosselmire E.D., King-VanVlack C.E.(2006). Exercise Training During
Hemodialysis Improves Dyalisis Efficacy And Physical Performance. Exercise Arch
phys med rehabil: 2006; 87:680-7, diperoleh dari http;//www.Interscience.com.
Prince, S.A & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. (2012). Data Pasien Hemodialisa. Tidak
dipublikasikan.
Sudarmo E. (2010). Perbandingan kliren-n dan Rasio Penurunan Urea-n antara ginjal
buatan (dializer) Baru dan pakai berulang. Repository Universitas Diponegoro.
Suhartono,T.P.dkk. (2012). Pengaruh Latihan Aerobik Terhadap Kesegaran Jasmani dan
Respon Imun. Dokumen Artikel Penelitian. Universitas Airlangga Surabaya.
Sukardi. (2013). Pemakaian Dializer Reuse yang Layak Digunakan pada Pasien dengan
Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah. Vol.1, no.1, Mei 2013, Hal.8-14.
The United States Renal Data System (USRDS).(2012). Prevalence of reported CKD on
2012. Diperoleh dari http://usrds.org pada tanggal 10 April 2015.

14

Wadud, M.A. (2010). Pengaruh Aktifitas Fisik Aerobik dan Anaerobik Terhadap Kadar Anti
Diuretik Hormon (ADH) dan Elektrolit Darah.

246.

diperoleh dari

16

You might also like