Professional Documents
Culture Documents
Laporan Tutorial Modul 1 Mata Merah
Laporan Tutorial Modul 1 Mata Merah
KELOMPOK 10
Disusun oleh :
Ariq Salsabila Zalfa
Muhammad Fakhmi A
Hasanah Suci Indriani
Azkia Rizka Hakim
Kinanthy Danendra P
Widjani Sharfina
Faradila Ramadhani
Nabilah Rivanti Hamidah
2014730011
2014730060
2014730040
2014730014
2014730048
2014730097
2014730028
2014730069
Tutor :
dr. Murni Sri Hastuti, Sp.S
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
SKENARIO................................................................................................................................3
KATA SULIT.............................................................................................................................3
KATA KUNCI............................................................................................................................3
PERTANYAAN..........................................................................................................................3
ANALISIS MASALAH.............................................................................................................4
Anatomi Mata.........................................................................................................................4
Histologi Mata........................................................................................................................5
Fisiologi Mata.........................................................................................................................5
Sistem Lakrimalis...............................................................................................................5
Jaras Penglihatan.................................................................................................................6
Alur Diagnosis........................................................................................................................7
Diagnosis Banding I: Keratitis...............................................................................................9
Diagnosis Banding II: Uveitis..............................................................................................12
Diagnosis Banding III: Skleritis...........................................................................................15
Diagnosis Banding IV: Glaukoma Akut...............................................................................16
Penatalaksanaan Keratitis.....................................................................................................18
Pengobatan Keratitis Bakterial.........................................................................................19
Promotion and Prevention................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................21
SKENARIO
Seorang perempuan umur 25 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan mata merah disertai
nyeri dan penglihatan buram. Keadaan dialami sudah 2 hari.
KATA SULIT
Tidak ada
KATA KUNCI
1.
2.
3.
4.
5.
Perempuan, 25 tahun
Mata merah
Nyeri
Penglihatan buram
Sejak 2 hari
PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
ANALISIS MASALAH
Anatomi Mata
RONGGA ORBITA
Foramen optikum
Fisura supra orbitalis
Fisura infra orbitalis
Musculus rectus
lateralis
Musculus rectus
inferior
Musculus rectus
BOLA MATA
Sklera
Episklera
Kornea
Traktus uvealis (iris,
koroid, korpus
siliaris)
Lensa
Retina
ADNEXA
Kelopak mata (tarsus,
konjungtiva palpebra,
kelenjar)
Otot mata (muskulus
orbicularis oculi,
muskulus levator)
Aparatus lakrimalis
superior
Musculus rectus
medialis
Musculus obliqus
superior
Dinding rongga orbita
Kapsul tenon
Lemak
Fasia
Korpus vitreus
Histologi Mata
Fisiologi Mata
Sistem Lakrimalis
Impuls parasimpatis dari N. VII menstimulasi produksi cairan lakrimal yang disekresi melalui
8-12 ductus excretorius. Ductus excretorius ini bermuara ke dalam pars lateralis fornix
conjungtivae superior pada saccus conjunctivalis. Cairan mengalir di inferior dalam saccus di
bawah pengaruh gravitasi. Ketika kornea kering, mata berkedip. Palpebra menyatu mulai dari
lateral ke medial sehingga cairan lakrimal terdorong ke angulus oculi medialis. Cairan dan
kotoran menumpuk dalam lacus lacrimalis. Cairan dan kotoran tersebut didrainase dari lacus
lacrimalis oleh kerja kapiler melalui punctum lacrimale superior dan inferior ke canaliculus
lacrimalis yg berjalan ke saccus lacrimalis. Saccus mendrainase melalui ductus
nasolacrimalis ke dalam cavitas nasi. Air mata bermuara di posterior melalui dasar cavitas
nasi ke nasopharynx dan akhirnya tertelan.
Jaras Penglihatan
Sinar masuk ke dalam mata melewati lensa dan kornea. Lensa dan kornea ini penting dalam
kemampuan refraktif mata. Kelengkungan kornea yang tidak rata menyebabkan berkas sinar
mengalami refraksi yang tidak sama seperti pada astigmatisme.
Kemampuan akomodasi lensa dikendalikan oleh otot siliaris. Otot siliaris dikontrol oleh
sistem saraf otonom dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stimulasi
parasimpatis menyebabkan berkontraksi.
Mata berfungsi untuk memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang dan sel
kerucut, sel fotoreseptor retina. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi
sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Bagian saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan sel
peka rangsang: (1) lapisan yang mengandung sel batang dan kerucut yang ujung-ujung peka
cahayanya menghadap ke koroid; (2) lapisan tengah sel bipolar; dan (3) lapisan dalam sel
ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu membentuk saraf optik. Titik di retina tempat
saraf optik keluar bersama pembbuluh darah disebut diskus optikus yang juga disebut bintik
buta karena tidak adanya sel kerucut dan sel batang.
Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui nervus opticus. Di kiasma opticum
serat nervus dari bagian nasal retina menyebrangi garis tengah dan bergabung dengan seratserat nervus optikus dari bagian temporal retina mata yang lain sehingga terbentuklah traktus
optikus. Serat-serat dari traktus optikus bersinaps di nukleus genikulatum lateralis dorsalis
pada talamus kamudian serat-serat genikulokalkarina berjalan melalui radisio optikus (traktus
genikulokalkarina), ke korteks penglihatan primer yang terletak di fisura kalkarina lobus
oksipitalis.
Alur Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala okular dan non-okular terkait, onset, mata yang sakit.
Riwayat okular sebelumnya (misal penglihatan buruk pada satu mata sejak
lahir, rekurensi penyakit sebelumnya, terutama peradangan)
Riwayat medis sebelumnya (misal hipertensi yang dapat terkait dengan
beberapa penyakt vaskular mata seperti diabetes yang dapat menyebabkan
retinopati)
Riwayat pengobatan, karena beberapa obat seperti isoniazid dan klorokuin
dapat toksik terhadap mata.
Riwayat keluarga (misalnya penyakit okular yang diturunkan seperti retinitis
pigmentosa, atau penyakit dengan riwayat keluarga yang mungkin merupakan
faktor risiko, seperti glaukoma)
Riwayat alergi
Dua gejala umum pada mata:
1. Hilangnya penglihatan :
- Mendadak/perlahan-lahan
- Nyeri/tidak nyeri
- Transien/permanen
- Kedua mata/satu mata/sebagian dari lapang pandang
2. Mata merah:
- Berair
- Lengket
- Nyeri
b. Pemeriksaan fisik
Terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Tes anatomis mata
i. Tes kelopak mata dan segmen anterior
Pemeriksaan sederhana pada mata dan adneksa untuk melihat proses
patologis pada mata.
ii.
iii.
iv.
Retina
Retina diperiksa dengan oftalmoskopi yang terbagi menjadi 2, yaitu direk
dan indirek (keahlian spesialis). Gunanya untuk memeriksa apakah ada
abnormalitas disekitar retina.
Lapang pandang
Tes ini untuk mendemonstrasikan kemampuan untuk melihat satu target
dengan ukuran dan kecerahan tertentu
III.
Tes konfrontasi
Tes ini dapat berguna dalam mendeteksi hemianopia bitemporal (pasien tidak
dapat melihat huruf temporal pada kartu Snellen ketika dilakuan pemeriksaan
tajam penglihatan)
IV.
Perimeter
Teknik ini terutama berguna pada kondisi okular kronis dan neurologis untuk
memonitor perubahan lapang pandang (misalnya pada glaukoma).
V.
Tekanan intraokular
Reaksi pupil
Ukuran pupil (miosis,konstriksi, dilatasi) dan responsnya terhadap cahaya dan
akomodasi memberikan informasi penting mmengenai:
- Fungsi jalur eferens
- Fungsi jalur aferens yang mengontrol pupil (saraf dan traktus optik)
VII.
Pergerakan mata
Pergerakan horizontal, vertikal, dan oblik diperiksa dari posisi primer
pandangan dengan cara meminta pasien melaporkan adanya penglihatan
ganda(diplopia). Adanya pergerakan mata yang nistagmus juga perlu dicatat.
Pergerakan mata ketika mengikuti objek dperiksa. Pergerakan mata ini
biasanya lancar namun dapat berubah bila ada penyakit.
VIII.
Kelopak mata
Jika tepi kelopak mata mengarah keluar dari bola mata maka terdapat
ektropion. Jika tepi kelopak mata mengarah kedalam dan bulu mata
bergesekan dengan bola mata maka terdapat entropion. Kelopak mata yang
jatuh (ptosis) dapat menunjukkan:
Kelainan anatomis (misalnya kegagalan tendon levator untuk berinsersi dengan
benar di kelopak)
Masalah organik (misalnya kelemahan otot levator pada miastenia gravis atau
gangguan persarafan pada palsi saraf ketiga)
c. Pemeriksaan penunjang
Uji yang spesifik tergantung pada sistem penglihatan itu sendiri atau memeriksa
penyakit sistemik yang berhubungan lainya.
No
.
1
Pemeriksaan penunjang
Indikasi
Refraksi
2
Pewarnaan kornea
3
Uji air mata Schimer
4
Tekanan Intraokular
Pemeriksaan darah
5
Serologi Human Immunodeficiency Virus Uveitis atipikal atau tanda neurologis
(HIV) dan sifilis
6
Autoantibodi
Penyakit autoimun
Neurofisiologi
7
Elektrofisiologi
Saraf optik dan kelainan retina
Radiologi
8
Tomografi koheren optik
9
Angiografi fluoresens fundus
Glaukoma
Kelainan retina
Keratitis Marginal
Infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Biasanya terdapat
pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.
Keratitis Interstisial
Kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke kornea dapat menyebabkan
hilangnya transparansi kornea dan menyebabkan kebutaan, penyebab utama nya
biasanya sifilis.
Manifestasi Klinis
Faktor Risiko
Etiologi
Uveitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: infeksi, beberapa penyakit sistemik
yang terkait , penyakit okular dan bisa juga terjadi sekunder akibat keratitis, skleritis atau
keduanya.
Infeksi
Toksoplasmosis
Infeksi
pasca
operasi
Jamur
CMV
Herpes
Tuberkulosis
Sifilis
Indeksi metastasis
Toksokara
Penyakit Sistemik
Spondilosis
ankilosa
Sarkoidosis
Penyakit Reiter
Penyakit Behet
Artritis psoriatik
Artritis
juvenil
kronik
Penyakit inflamasi
usus
Penyakit Okular
Katarak lanjut
Oftalmitis simpatis
Ablasio retina
Glaukoma sudut
tertutup
Tumor intraokular
Uveitis Anterior
Granulomatosa :
- Sarkoiditis
- Sifilis
- Tuberkulosis
- Virus
- Jamur (histoplasmosis)
- Parasit
(toksoplasmosis)
Non- granulomatosa :
- Trauma
- Diare kronis
- Penyakit Reiter
- Herpes simpleks
- Penyakit Bechet
- Sindrom
Posner
Schlosman
- Pascabedah
- Infeksi adenovirus
- Parotitis
- Influenza
- Klamidia
- Artritis reumatoid
- Fuchs
heterokromik
iridosiklitis
Manifestasi klinis
Uveitis Intermediet
Sarkoidosis
Sklerosis
multipel
Tidak diketahui
pada
sebagian
besar pasien
Uveitis Posterior
Toxocariasis
Sitomegalovirus
(CMV)
Sindrom
histoplasasma okuler
Herpes virus 2
Trauma
Sifilis, kongenital
Herpes simplex
Pascabedah
Pigmen
epitelitis
retinal
Toxoplasma,
kongenital
Manifestasi klinis pada uveitis dibedakan berdasarkan letak peradangan yang terjadi,
yaitu :
Uveitis anterior
Merupakan bentuk yang paling umum, biasanya unilateral dengan onset akut.
Gejala khas meliputi : nyeri, fotofobia dan penglihatan kabur. Pada pemeriksaan
ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva palpebralis dan
sekret yang minimal, pupil mengecil (miosis) akibat sinekia posterior. Terjadi
penurunan sensasi pada infeksi herpes simpleks atau herpes zoster dan lepra,
sedangkan peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi pada iridosiklitis herpes
simplex, herpes zoster, toksoplasmosis, sifilis, sarkoidosis atau krisis
glaukomatosiklitik.
Selain itu juga dapat ditemukan kelompok sel putih dan debris inflamatorik
(keratic precipitate) yang tampak jelas pada endotel kornea pasien yang mengalami
peradangan aktif. Keratic precipitate dapat berukuran besar (granulomatosa), kecil
(non-granulomatosa) atau stelata. Kreatic precipitate granulomatosa dan ningranulomatosa biasanya terdapat di sebelah inferior atau segitiga Arlt. Sedangkan
kreatic precipitate stelata ditemukan menyebar rata di seluruh endotel kornea, dan
terlihat jelas pada uveitis akibat virus herpes simplex, herpes zoter, toksoplasmosis,
iridosiklitis heterokromik Fuch dan sarkoidosis.
Uveitis posterior
Uveitis posterior meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang
bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Gejala yang timbul umumnya berupa:
floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma atau penurunan tajam
penglihatan yang mungkin parah. Meskipun jarang, pada uveitis posterior juga
dapat terjadi ablatio retinae dengan jenis traksional, regmatogenosa atau eksudatif.
Faktor risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya uveitis adalah :
-
Infeksi, baik infeksi virus, bakteri atau parasit. Seperti : toxoplasmosis dan tuberculosis
Riwayat penyakit autoimun, seperti : spodilosis ankilosa, penyakit Behchet, sarkoidosis,
dll.
Trauma mata
Komplikasi
Pada uveitis anterior, komplikasi yang dapat terjadi adalah sinekia anterior maupun
posterior. Sinekia anterior dapat mengganggu aliran keluar aqueous di sudut bilik mata
sehingga menyebabkan glaukoma. Sedangkan sinekia posterior, jika luas, dapat
menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup dengan terbentuknya seclusio pupil dan
penonjolan iris ke depan (iris bomb).
Peradangan pada bilik mata depan maupun belakang akan mencetuskan terjadinya
penebalan dan opasifikasi lensa. Pada awalnya peradangan ini hanya akan menimbulkan
kelainan refraksi minimal, seperti miopia. Namun, dengan berjalannya waktu kelainan yang
dapat timbul adalah katarak dan seringkali membatasi visus koreksi yang terbaik.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah edema makula kistoid yang merupakan
penyebab hilang penglihatan yang paling sering ditemukan pada kasus-kasus berat uveitis
anterior atau uveitis intermediet dan juga ablatio retinae baik dalam bentuk traksional,
regmatogenosa dan eksudatif. Namun, ablatio retinae jarang terjadi pada pasien uveitis
posterior, intermediet atau difus.
Prognosis
Prognosis uveitis bergantung pada banyak hal seperti derajat keparahan, lokasi dan
penyebab peradangan. Peradangan yang lebih berat memerlukan waktu sembuh yang lebih
lama serta lebih sering menyebabkan kerusakan intraokular dan kehilangan penglihatan
daripada peradangan ringan atau sedang. Selain itu, uveitis anterior cenderung lebih cepat
merespons pengobatan dibandingkan uveitis intermediet, posterior atau difus. Prognosis yang
lebih buruk dapat terjadi jika terdapat keterlibatan retina, koroid atau nervus opticus.
Diagnosis Banding III: Skleritis
Skleritis adalah suatu peradangan pada lapisan mata yang lebih dalam, yang terasa sangat
nyeri dan menimbulkan warna keunguan pada sklera.
Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi kejadian
diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang ditemukan, didapatkan
94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum
ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral,
dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.
Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih
banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi
antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.
Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skleritis murni diperantarai oleh proses imunologi
yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan
disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba langsung,
dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses
lokal, misalnya bedah katarak. mengisyaratkan adanya vaskulitis.
Simpleks,
Infeksi
oleh
Lain-lain
Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa), Mekanis (cedera
tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak
Manifestasi klinis
Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan
ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala yang paling
sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif.. Nyeri timbul dari stimulasi
langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada
skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien
terbangun sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan
penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret
mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan dari
skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang didukung oleh berbagai
pemeriksaan penunjang. menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang
abnormal.
Faktor risiko
Skleritis paling sering terjadi pada wanita berusia 50-60 tahun. Pada sepertiga kasus,
skleritis mengenai kedua mata. Skleritis dapat muncul bersamaan dengan penyakit autoimun,
seperti reumatoid artritis atau systemic lupus eritematosus. Sekitar setengah kasus skleritis
penyebabnya tidak diketahui.
Komplikasi
Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio
retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis bermanifestasi sebagai
pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam dengan atau tanpa
pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi.
Kelainan ini sering disertai oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi
galukoma sudut terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau
skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea dapat dalam
bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan sklera
terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang
meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan
initidak pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea
yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian
Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana termasuk
tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata Skleritis pada penyakit
Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan buta permanen dimana termasuk
tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada mata.
Diagnosis Banding IV: Glaukoma Akut
Glaukoma berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan
kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Penyakit mata yang ditandai oleh tekanan bola mata yang meningkat, ekskavasi dan atropi
papil saraf optik serta kerusakan lapangan pandang.
Epidemiologi
Di Indonesia, Glaukoma merupakan penyakit ketiga yang menyebabkan kebutaan di
Indonesia dan mengenai sekitar 0,40% dari kasus penyakit mata. Penyakit ini biasanya
mengenai orang dewasa diatas 40 tahun.
Etiologi
Melemahnya fungsi mata yang disebabkan bertambahnya prdouksi cairan mata oleh badan
siliar, dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di daerah
celah pupil.
Faktor Resiko
-
Umur
DM
Cedera Mata
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang
Komplikasi
Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik
dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.
Pembagian Glaukoma
Glaukoma primer
Glaukoma primer terbagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup. Glaukoma primer sendiri adalah glaukoma dengan etiologi yang tidak
pasti dimana tidak didapatkan kelainan yang merupakan penyebab glaukoma.
Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma,
seperti :
a. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan
anatomis bilik mata yang menyempit
b. Mungkin dapat disebabkan oleh kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata
depan (goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iriodisgenesis, dan
korneodisgenesis dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan
goniodisgenesis.
Glaukoma sudut terbuka belum jelas etiologinya, diduga sclerosis atau fibrosis
jaringan trabekulosis yaitu menyebabkan lumen mengecil, tidak memiliki gambaran
klinis yang khas, laki laki dan perempuan sama. Gejala klinisnya penurunan visus
perlahan lahan, nyeri kepala ringan, gangguan akomodasi, dan defek lapangan
pandang.
Glaukoma sudut tertutup atau glaukoma kongestif akut yang ditandai oleh mata
merah, kornea edema disertai sakit kepala hebat, mual, muntah, penurunan visus yang
sangat jelek.
Glaukoma sekunder
Terjadi akibat penyakit mata, yaitu perubahan lensa, seperti dislokasi lensa, inlumensi
lensa, faktotoksik, fakolitik. Perubahan uvea, seperti uveitis anterior, tumor uvea,
rubeosis iritis.
Glaukoma kongenital
Menurut Anderson jarigan mesenkim yang menutup trabekel dan kanalis Schlemm
tidak terbentuk. Menurut Sebfelder insersi akar iris terlalu kedepan. Ditandai dengan
visus menurun, kornea keruh dan edem, fotofobia, lakrimasi, blefarospasme.
Glaukoma absolut
Merupakan stadium glaukoma akhir dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kornea terlihat keruh, bilik
mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu
dengan rasa sakit hebat akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Prognosis
Bila diatasi dengan segera, glaukoma dapat teratasi. Tetapi jika terlambat maka akan
mengalami kebutaan.
Penatalaksanaan Keratitis
Keratitis merupakan peradangan kornea dan diklasifikasikan dalam lapis korea yang
terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial atau profunda. Bisa disebabkan karena
virus, bakteri, jamur, dan protozoa. Sehingga untuk penatalksanaan dapat diberikan sesuai
jenisnya, namun untuk pengobatan keratitis secara umum dapat diberikan antibiotika, airmata
buatan, analgetik, kortikosteroid dan sikloplegik.
Jenis
Keratitis Pungtata
pembagian
Keratitis Pungtata superfisial
Keratitis Pungtata supefisial thygeson
Keratitis Interstisial
Keratitis Bakterial
Keratitis jamur
Keratitis
Acanthamoeba
Keratitis Virus
Keratitis herpetic
Keratitis Herpes simplek
Keratitis dendritik
Pengobatan
Airmata buatan
Tobramisin tetes mata
Siklopegik
Air mata buatan
Kortikosteroid
-Antibiotika sesuai infeksi
local
-steroid dosis ringan
-Vit. B dan C dosis tinggi
Kelainan indolen
-kauterisasi dg listrik atau
AgNo3 di pembuluh darah
-flep konjungtiva yang kecil
*tergantung
penyebab
(antivirus, antibiotika, anti
jamur)
-sulfatropin tetes mata
Kortikosteroid tetes mata
Steroid
dapat
pula
ememperburukgejala
*dalam table
Natamisin
5%
(jamur
filamentosa, fusarium sp)
Amphoterisin B 0,15% 0,30%
(keratitis
yeast,
aspergillus sp)
-sistemik ketoconazole (200600mg/hari)
Oral anti glaucoma (pada
peningkatan tek. Intraocular)
-Keratoplasti bila tidak ada
penyembuhan
-gol polines, azoles, triazoles,
dan fluorinated.
-
Keraatitis disiformis
Infeksi herpes zoster
Keratitis
Dimmer/numularis
Keratitis Flamentosa
Keratitis Alergi
Tidak
spesifik,
hanya
simptomatik
-Acyclovir
-steroid pada usia lanjut
Keratokonjungtivitis flikten
Tukak/ulkus fliktenular
Keraatitis fasikularis
Keratokonjungtivitis vernal
Keratitis
Lagoftalmos
Keratitis
Neuroparalitik
Keratokonjungtivitis
Sika
Keratitis Sklerotikan
DAFTAR PUSTAKA
Hall, John E. 2014. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Terjemahan oleh
Ermita I. Singapura: Elsevier
Ilyas, Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
______. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
______. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
______. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
James, Bruce. 2006.Oftalmologi.Jakarta : EMS
______. 2014. Lecture Note Oftalmologi ed. 9. Jakarta :Erlangga Medical Series
Moore, Ketih L, et al. 2013. Clinically Oriented Anatomy Fifth Edition. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Olver, Jane.2009. At a Glance. Jakarta : EMS
Paulsen, F. et al. 2010. 23th edition of Sobotta Anatomie des Menschen. Jakarta: EGC
Riordan.P. 2010. Oftalmologi Umum Vaughan &Asbury, Ed.17. Jakarta:EGC
Sherwood, Lauralee. 2012. Human Physiology: From Cells to Systems, 6th Ed. terjemahan
oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC
http://www.files-of-drsmed.tk/- FK UNRI
respiratory.usu.ac.id