Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 22

LAPORAN TUTORIAL

SISTEM INDERA KHUSUS


MATA MERAH

KELOMPOK 10

Disusun oleh :
Ariq Salsabila Zalfa
Muhammad Fakhmi A
Hasanah Suci Indriani
Azkia Rizka Hakim
Kinanthy Danendra P
Widjani Sharfina
Faradila Ramadhani
Nabilah Rivanti Hamidah

2014730011
2014730060
2014730040
2014730014
2014730048
2014730097
2014730028
2014730069

Tutor :
dr. Murni Sri Hastuti, Sp.S

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
SKENARIO................................................................................................................................3
KATA SULIT.............................................................................................................................3
KATA KUNCI............................................................................................................................3
PERTANYAAN..........................................................................................................................3
ANALISIS MASALAH.............................................................................................................4
Anatomi Mata.........................................................................................................................4
Histologi Mata........................................................................................................................5
Fisiologi Mata.........................................................................................................................5
Sistem Lakrimalis...............................................................................................................5
Jaras Penglihatan.................................................................................................................6
Alur Diagnosis........................................................................................................................7
Diagnosis Banding I: Keratitis...............................................................................................9
Diagnosis Banding II: Uveitis..............................................................................................12
Diagnosis Banding III: Skleritis...........................................................................................15
Diagnosis Banding IV: Glaukoma Akut...............................................................................16
Penatalaksanaan Keratitis.....................................................................................................18
Pengobatan Keratitis Bakterial.........................................................................................19
Promotion and Prevention................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................21

SKENARIO
Seorang perempuan umur 25 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan mata merah disertai
nyeri dan penglihatan buram. Keadaan dialami sudah 2 hari.

KATA SULIT
Tidak ada

KATA KUNCI
1.
2.
3.
4.
5.

Perempuan, 25 tahun
Mata merah
Nyeri
Penglihatan buram
Sejak 2 hari

PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jelaskan anatomi mata!


Jelaskan histologi mata!
Jelaskan proses penglihatan dan produksi air mata!
Jelaskan alur diagnosis dari penyakit pada skenario!
Jelaskan diagnosis banding I dari skenario!
Jelaskan diagnosis banding II dari skenario!
Jelaskan diagnosis banding III dari skenario!
Jelaskan diagnosis banding IV dari skenario!
Jelaskan penatalaksanaan penyakit pada skenario!

ANALISIS MASALAH
Anatomi Mata

RONGGA ORBITA
Foramen optikum
Fisura supra orbitalis
Fisura infra orbitalis
Musculus rectus
lateralis
Musculus rectus
inferior
Musculus rectus

BOLA MATA
Sklera
Episklera
Kornea
Traktus uvealis (iris,
koroid, korpus
siliaris)
Lensa
Retina

ADNEXA
Kelopak mata (tarsus,
konjungtiva palpebra,
kelenjar)
Otot mata (muskulus
orbicularis oculi,
muskulus levator)
Aparatus lakrimalis

superior
Musculus rectus
medialis
Musculus obliqus
superior
Dinding rongga orbita
Kapsul tenon
Lemak
Fasia

Korpus vitreus

Histologi Mata

Fisiologi Mata
Sistem Lakrimalis
Impuls parasimpatis dari N. VII menstimulasi produksi cairan lakrimal yang disekresi melalui
8-12 ductus excretorius. Ductus excretorius ini bermuara ke dalam pars lateralis fornix
conjungtivae superior pada saccus conjunctivalis. Cairan mengalir di inferior dalam saccus di
bawah pengaruh gravitasi. Ketika kornea kering, mata berkedip. Palpebra menyatu mulai dari
lateral ke medial sehingga cairan lakrimal terdorong ke angulus oculi medialis. Cairan dan
kotoran menumpuk dalam lacus lacrimalis. Cairan dan kotoran tersebut didrainase dari lacus
lacrimalis oleh kerja kapiler melalui punctum lacrimale superior dan inferior ke canaliculus
lacrimalis yg berjalan ke saccus lacrimalis. Saccus mendrainase melalui ductus
nasolacrimalis ke dalam cavitas nasi. Air mata bermuara di posterior melalui dasar cavitas
nasi ke nasopharynx dan akhirnya tertelan.

Jaras Penglihatan
Sinar masuk ke dalam mata melewati lensa dan kornea. Lensa dan kornea ini penting dalam
kemampuan refraktif mata. Kelengkungan kornea yang tidak rata menyebabkan berkas sinar
mengalami refraksi yang tidak sama seperti pada astigmatisme.
Kemampuan akomodasi lensa dikendalikan oleh otot siliaris. Otot siliaris dikontrol oleh
sistem saraf otonom dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stimulasi
parasimpatis menyebabkan berkontraksi.
Mata berfungsi untuk memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang dan sel
kerucut, sel fotoreseptor retina. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi
sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Bagian saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan sel
peka rangsang: (1) lapisan yang mengandung sel batang dan kerucut yang ujung-ujung peka
cahayanya menghadap ke koroid; (2) lapisan tengah sel bipolar; dan (3) lapisan dalam sel
ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu membentuk saraf optik. Titik di retina tempat
saraf optik keluar bersama pembbuluh darah disebut diskus optikus yang juga disebut bintik
buta karena tidak adanya sel kerucut dan sel batang.
Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui nervus opticus. Di kiasma opticum
serat nervus dari bagian nasal retina menyebrangi garis tengah dan bergabung dengan seratserat nervus optikus dari bagian temporal retina mata yang lain sehingga terbentuklah traktus
optikus. Serat-serat dari traktus optikus bersinaps di nukleus genikulatum lateralis dorsalis
pada talamus kamudian serat-serat genikulokalkarina berjalan melalui radisio optikus (traktus
genikulokalkarina), ke korteks penglihatan primer yang terletak di fisura kalkarina lobus
oksipitalis.

Alur Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala okular dan non-okular terkait, onset, mata yang sakit.
Riwayat okular sebelumnya (misal penglihatan buruk pada satu mata sejak
lahir, rekurensi penyakit sebelumnya, terutama peradangan)
Riwayat medis sebelumnya (misal hipertensi yang dapat terkait dengan
beberapa penyakt vaskular mata seperti diabetes yang dapat menyebabkan
retinopati)
Riwayat pengobatan, karena beberapa obat seperti isoniazid dan klorokuin
dapat toksik terhadap mata.
Riwayat keluarga (misalnya penyakit okular yang diturunkan seperti retinitis
pigmentosa, atau penyakit dengan riwayat keluarga yang mungkin merupakan
faktor risiko, seperti glaukoma)
Riwayat alergi
Dua gejala umum pada mata:
1. Hilangnya penglihatan :
- Mendadak/perlahan-lahan
- Nyeri/tidak nyeri
- Transien/permanen
- Kedua mata/satu mata/sebagian dari lapang pandang
2. Mata merah:
- Berair
- Lengket
- Nyeri

Disertai hilangnya penglihatan

b. Pemeriksaan fisik
Terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Tes anatomis mata
i. Tes kelopak mata dan segmen anterior
Pemeriksaan sederhana pada mata dan adneksa untuk melihat proses
patologis pada mata.
ii.

Penggunaan fluoresin diagnostik


Aplikasi fluoresin pada mata dapat mengidentifikasi abrasi kornea (yaitu
hilangnya sel epitel permukaan).
Setelah mata diteteskan larutan lemah fluoresin, mata diperiksa dengan
cahaya biru dan bila terdapat area abrasi akan berfluoresensi menjadi hijau
terang.

iii.

Eversi kelopak mata atas


Bagian bawah kelopak mata atas diperiksa dengan membalikannya
menggunakan objek kecil berujung tumpul seperti cotton bud. Ini adalah
teknik yang penting dikuasai karena benda asing sering kali masuk di
bawah kelopak mata atas dan menyebabkan rasa nyeri yang cukup hebat.

iv.

Retina
Retina diperiksa dengan oftalmoskopi yang terbagi menjadi 2, yaitu direk
dan indirek (keahlian spesialis). Gunanya untuk memeriksa apakah ada
abnormalitas disekitar retina.

2. Tes fisiologis mata


I.
Tajam penglihatan
Merupakan tes standar dengan menggunakan kartu snellen untuk menilai
kekuatan resolusi mata. Pada anak yang masih sangat kecil, diamati untuk
mengetahui apakah mereka dapat mengikuti objek atau tidak. Sedangkan pada
anakk yang lebih besar, mampu mengidentifikasi atau memasangkan satu
gambar dan huruf dengan ukuran atau tidak (tes Sheridan-Gardiner)
II.

Lapang pandang
Tes ini untuk mendemonstrasikan kemampuan untuk melihat satu target
dengan ukuran dan kecerahan tertentu

III.

Tes konfrontasi
Tes ini dapat berguna dalam mendeteksi hemianopia bitemporal (pasien tidak
dapat melihat huruf temporal pada kartu Snellen ketika dilakuan pemeriksaan
tajam penglihatan)

IV.

Perimeter
Teknik ini terutama berguna pada kondisi okular kronis dan neurologis untuk
memonitor perubahan lapang pandang (misalnya pada glaukoma).

V.

Tekanan intraokular

Tes ini menggunakan tonometer Goldmann. Tekanan yang diberikan ke


silinder dapat divariasikan untuk mengubah tingkat pendataran kornea dan
tekanan disesuaikan sehingga cincin kontak yang terpisah oleh prisma yang
diletakkan secara horizontal dalam silinder sehingga menjadi dua setengah
lingkaran yang bertautan, merupakan titik akhir tes. Dan tekanan yang
diberikan dikonversi ke dalam satuan tekanan okular (mmHg) yang dapat
dilihat di tonometer.
VI.

Reaksi pupil
Ukuran pupil (miosis,konstriksi, dilatasi) dan responsnya terhadap cahaya dan
akomodasi memberikan informasi penting mmengenai:
- Fungsi jalur eferens
- Fungsi jalur aferens yang mengontrol pupil (saraf dan traktus optik)

VII.

Pergerakan mata
Pergerakan horizontal, vertikal, dan oblik diperiksa dari posisi primer
pandangan dengan cara meminta pasien melaporkan adanya penglihatan
ganda(diplopia). Adanya pergerakan mata yang nistagmus juga perlu dicatat.
Pergerakan mata ketika mengikuti objek dperiksa. Pergerakan mata ini
biasanya lancar namun dapat berubah bila ada penyakit.

VIII.

Kelopak mata
Jika tepi kelopak mata mengarah keluar dari bola mata maka terdapat
ektropion. Jika tepi kelopak mata mengarah kedalam dan bulu mata
bergesekan dengan bola mata maka terdapat entropion. Kelopak mata yang
jatuh (ptosis) dapat menunjukkan:
Kelainan anatomis (misalnya kegagalan tendon levator untuk berinsersi dengan
benar di kelopak)
Masalah organik (misalnya kelemahan otot levator pada miastenia gravis atau
gangguan persarafan pada palsi saraf ketiga)

c. Pemeriksaan penunjang
Uji yang spesifik tergantung pada sistem penglihatan itu sendiri atau memeriksa
penyakit sistemik yang berhubungan lainya.
No
.
1

Pemeriksaan penunjang

Indikasi

Refraksi

Jarak pandang dekat dan jauh, kelainan


lensa, katarak, kelainan kornea
Penyakit epitel kornea
Mata kering
Glaukoma

2
Pewarnaan kornea
3
Uji air mata Schimer
4
Tekanan Intraokular
Pemeriksaan darah
5
Serologi Human Immunodeficiency Virus Uveitis atipikal atau tanda neurologis
(HIV) dan sifilis
6
Autoantibodi
Penyakit autoimun
Neurofisiologi
7
Elektrofisiologi
Saraf optik dan kelainan retina

Radiologi
8
Tomografi koheren optik
9
Angiografi fluoresens fundus

Glaukoma
Kelainan retina

Diagnosis Banding I: Keratitis


Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh.
Epidemiologi :

Frekuensi keratitis di Amerika sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan di mata.


Frekuensi keratitis di negara berkembang berkisar antara 5,9 20,7 per 100.000 orang
tiap tahun.
Perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna

Etiologi dan Jenisnya :


1. Berdasarkan penyebabnya
Keratitis Bakteri
Ini merupakan keratitis akibat infeksi staphylococcus epidermidis, staphylococcus
aureus, streptococcus pneumonia, koliformis, Pseudomons, Haemophilus. Berbentuk
seperti pungtata, terutama di bagian bawah kornea. Faktor predisposisi keratitis
bakteri termasuk mata kering, pengguna lensa kontak, penggunaan steroid jangka
panjang. Gejala dan tanda yakni secret purulent, injeksi siliar, opasitas koernea
berwarna putih yang sering dapat di lihat dengan mata telanjang.

Keratitis Jamur ( Keratomikosis )


Sering terjadi pada iklim yang lebih hangat. Disebabkan organisme oportunis (
Candida, Fusarium, Aspergillus, Penicilium ). Harus di pikirkan pada pasien kasus
kasus trauma dengan bahan tumbuhan dan penggunaan steroid jangka panjang. Gejala
dan tanda biasanya gejala lebih ringan dan lakrimasi

Keratitis Viral ( Herpes Simplex )


HSV tipe 1 ( penyebab herpes labialis ), HSV tipe 2 ( penyebab herpes genitalis ).
Gejala dan tanda seperti demam, lesi vesicular kelopak mata biasanya asimtomatik.

2. Berdasarkan lapisan yang terkena

Keratitis pungtata epithelial


Disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada Herpes simplek,
Herpes zoster. Keratitis dengan infiltrate halus pada kornea yang dapat terletak
superfisial dan subepitel. Terkumpul di daerah membrane bowman dengan infiltrate
berbentuk bercak halus, biasanya bilateral. Selain disebabkan virus keratitis pungtata
epithelial juga dapat di sebabkan oleh obat seperti neomisin dan gentamisin. Gejala
klinis rasa sakit, silau, mata merah, kelilipan.

Keratitis Marginal

Infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Biasanya terdapat
pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.

Keratitis Interstisial
Kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke kornea dapat menyebabkan
hilangnya transparansi kornea dan menyebabkan kebutaan, penyebab utama nya
biasanya sifilis.

Manifestasi Klinis

Keluar air mataa berlebihan


Nyeri
Penurunan tajam pengelihatan
Radang pada kelopak mata
Mata merah
Sensitive terhadap cahaya ( fotofobia )

Faktor Risiko

Perawatan lensa kontak yang buruk atau penggunaan yang berlebihan


Herpes genital atau infeksi lain
Hygine yang tidak baik

Pencegahan dan Komplikasi


Pencegahan : pemakai lesa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih steril
untuk membersikan lensa, makan makanan yang bergizi dan memakai kacamata pelindung
ketika bekerja atau bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata.
Komplikasi : Jaringan parut permanen, gangguan refraksi, glaucoma sekunder, kebutaan.
Prognosis
Jika belum parah, maka prognosis nya cenderung baik, tetapi jika kerusakan sudah
mendalam, maka bisa tidak baik. Pasien akan terganggu dan kemungkinan akan kehilangan
pengelihatannya.

Diagnosis Banding II: Uveitis


Uveitis adalah suatu kondisi inflamasi atau peradangan yang terjadi pada iris (iritis,
iridosiklitis), corpus ciliare (uveitis intermerdiet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis),
atau koroid (koroiditis). Namun secara klinis dapat juga mengenai retina (retinitis), pembuluh
darah retina (vaskulitis retinal), dan nervus opticus intraokular (papilitis).
Epidemiologi
Insidensi uveitis adalah sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75% diantaranya
merupakan uveitis anterior. Dan pada sekitar 50% pasien uveitis menderita penyakit sistemik
terkait, seperti spodilosis ankilosa, sarkoidosis, penyakit Reiter, artritis psoriatik, artritis
juvenil kronis dan penyakit inflamasi usus.

Etiologi
Uveitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: infeksi, beberapa penyakit sistemik
yang terkait , penyakit okular dan bisa juga terjadi sekunder akibat keratitis, skleritis atau
keduanya.

Infeksi
Toksoplasmosis
Infeksi
pasca
operasi
Jamur
CMV
Herpes
Tuberkulosis
Sifilis
Indeksi metastasis
Toksokara

Penyakit Sistemik
Spondilosis
ankilosa
Sarkoidosis
Penyakit Reiter
Penyakit Behet
Artritis psoriatik
Artritis
juvenil
kronik
Penyakit inflamasi
usus

Penyakit Okular
Katarak lanjut
Oftalmitis simpatis
Ablasio retina
Glaukoma sudut
tertutup
Tumor intraokular

Sedangkan berdasarkan letaknya, uveitis disebabkan oleh:

Uveitis Anterior
Granulomatosa :
- Sarkoiditis
- Sifilis
- Tuberkulosis
- Virus
- Jamur (histoplasmosis)
- Parasit
(toksoplasmosis)
Non- granulomatosa :
- Trauma
- Diare kronis
- Penyakit Reiter
- Herpes simpleks
- Penyakit Bechet
- Sindrom
Posner
Schlosman
- Pascabedah
- Infeksi adenovirus
- Parotitis
- Influenza
- Klamidia
- Artritis reumatoid
- Fuchs
heterokromik
iridosiklitis

Manifestasi klinis

Uveitis Intermediet
Sarkoidosis
Sklerosis
multipel
Tidak diketahui
pada
sebagian
besar pasien

Uveitis Posterior
Toxocariasis
Sitomegalovirus
(CMV)
Sindrom
histoplasasma okuler
Herpes virus 2
Trauma
Sifilis, kongenital
Herpes simplex
Pascabedah
Pigmen
epitelitis
retinal
Toxoplasma,
kongenital

Manifestasi klinis pada uveitis dibedakan berdasarkan letak peradangan yang terjadi,
yaitu :

Uveitis anterior
Merupakan bentuk yang paling umum, biasanya unilateral dengan onset akut.
Gejala khas meliputi : nyeri, fotofobia dan penglihatan kabur. Pada pemeriksaan
ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva palpebralis dan
sekret yang minimal, pupil mengecil (miosis) akibat sinekia posterior. Terjadi
penurunan sensasi pada infeksi herpes simpleks atau herpes zoster dan lepra,
sedangkan peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi pada iridosiklitis herpes
simplex, herpes zoster, toksoplasmosis, sifilis, sarkoidosis atau krisis
glaukomatosiklitik.
Selain itu juga dapat ditemukan kelompok sel putih dan debris inflamatorik
(keratic precipitate) yang tampak jelas pada endotel kornea pasien yang mengalami
peradangan aktif. Keratic precipitate dapat berukuran besar (granulomatosa), kecil
(non-granulomatosa) atau stelata. Kreatic precipitate granulomatosa dan ningranulomatosa biasanya terdapat di sebelah inferior atau segitiga Arlt. Sedangkan
kreatic precipitate stelata ditemukan menyebar rata di seluruh endotel kornea, dan
terlihat jelas pada uveitis akibat virus herpes simplex, herpes zoter, toksoplasmosis,
iridosiklitis heterokromik Fuch dan sarkoidosis.

Uveitis intermediet/siklitis/uveitis perifer/pars planitis


adalah jenis peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda terpenting dari uveitis
adalah terdapatnya peradangan viterus. Uveitis intermediet biasanya bersifat
bilateral dan cenderung mengenai usia remaja akhir atau dewasa muda dengan pria
lebih banyak dibandingkan wanita.
Gejala khas meliputi : floaters (bintik seperti lalat yang beterbangan dalam lapang
pandang) dan penglihatan kabur. Sedangkan gejala lain seperti nyeri, fotofobia dan
mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang
paling menyolok adalah vitritis yang sering disertai dengan kondensat vitreus, yang
melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan
corpus ciliare seperti gundukan salju (snowbanking)

Uveitis posterior
Uveitis posterior meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang
bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Gejala yang timbul umumnya berupa:
floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma atau penurunan tajam
penglihatan yang mungkin parah. Meskipun jarang, pada uveitis posterior juga
dapat terjadi ablatio retinae dengan jenis traksional, regmatogenosa atau eksudatif.

Faktor risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya uveitis adalah :
-

Infeksi, baik infeksi virus, bakteri atau parasit. Seperti : toxoplasmosis dan tuberculosis
Riwayat penyakit autoimun, seperti : spodilosis ankilosa, penyakit Behchet, sarkoidosis,
dll.
Trauma mata

Komplikasi
Pada uveitis anterior, komplikasi yang dapat terjadi adalah sinekia anterior maupun
posterior. Sinekia anterior dapat mengganggu aliran keluar aqueous di sudut bilik mata
sehingga menyebabkan glaukoma. Sedangkan sinekia posterior, jika luas, dapat
menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup dengan terbentuknya seclusio pupil dan
penonjolan iris ke depan (iris bomb).
Peradangan pada bilik mata depan maupun belakang akan mencetuskan terjadinya
penebalan dan opasifikasi lensa. Pada awalnya peradangan ini hanya akan menimbulkan
kelainan refraksi minimal, seperti miopia. Namun, dengan berjalannya waktu kelainan yang
dapat timbul adalah katarak dan seringkali membatasi visus koreksi yang terbaik.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah edema makula kistoid yang merupakan
penyebab hilang penglihatan yang paling sering ditemukan pada kasus-kasus berat uveitis
anterior atau uveitis intermediet dan juga ablatio retinae baik dalam bentuk traksional,
regmatogenosa dan eksudatif. Namun, ablatio retinae jarang terjadi pada pasien uveitis
posterior, intermediet atau difus.

Prognosis
Prognosis uveitis bergantung pada banyak hal seperti derajat keparahan, lokasi dan
penyebab peradangan. Peradangan yang lebih berat memerlukan waktu sembuh yang lebih
lama serta lebih sering menyebabkan kerusakan intraokular dan kehilangan penglihatan
daripada peradangan ringan atau sedang. Selain itu, uveitis anterior cenderung lebih cepat
merespons pengobatan dibandingkan uveitis intermediet, posterior atau difus. Prognosis yang
lebih buruk dapat terjadi jika terdapat keterlibatan retina, koroid atau nervus opticus.
Diagnosis Banding III: Skleritis
Skleritis adalah suatu peradangan pada lapisan mata yang lebih dalam, yang terasa sangat
nyeri dan menimbulkan warna keunguan pada sklera.
Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi kejadian
diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang ditemukan, didapatkan
94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum
ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral,
dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.
Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih
banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi
antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.
Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skleritis murni diperantarai oleh proses imunologi
yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan
disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba langsung,
dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses
lokal, misalnya bedah katarak. mengisyaratkan adanya vaskulitis.

Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu:


Penyakit Autoimun
Spondilitis ankylosing, Artritis, Poliartritis nodosa, Polikondritis, Granulomatosis Wegener,
Lupus sistemik, Pioderma gangrenosum, Kolitis ulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatik
rheumatoid, berulang, eritematosus
Penyakit Granulomatosa
Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (jarang)
Gangguan metabolik
Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif
Infeksi
Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster, Herpes
Pseudomonas,Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus

Simpleks,

Infeksi

oleh

Lain-lain
Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa), Mekanis (cedera
tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak
Manifestasi klinis
Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan
ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala yang paling
sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif.. Nyeri timbul dari stimulasi
langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada
skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien
terbangun sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan
penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret
mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan dari
skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang didukung oleh berbagai
pemeriksaan penunjang. menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang
abnormal.
Faktor risiko
Skleritis paling sering terjadi pada wanita berusia 50-60 tahun. Pada sepertiga kasus,
skleritis mengenai kedua mata. Skleritis dapat muncul bersamaan dengan penyakit autoimun,
seperti reumatoid artritis atau systemic lupus eritematosus. Sekitar setengah kasus skleritis
penyebabnya tidak diketahui.
Komplikasi
Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio
retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis bermanifestasi sebagai
pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam dengan atau tanpa
pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi.
Kelainan ini sering disertai oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi
galukoma sudut terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau
skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea dapat dalam
bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan sklera

terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang
meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan
initidak pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea
yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian
Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana termasuk
tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata Skleritis pada penyakit
Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan buta permanen dimana termasuk
tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada mata.
Diagnosis Banding IV: Glaukoma Akut
Glaukoma berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan
kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Penyakit mata yang ditandai oleh tekanan bola mata yang meningkat, ekskavasi dan atropi
papil saraf optik serta kerusakan lapangan pandang.
Epidemiologi
Di Indonesia, Glaukoma merupakan penyakit ketiga yang menyebabkan kebutaan di
Indonesia dan mengenai sekitar 0,40% dari kasus penyakit mata. Penyakit ini biasanya
mengenai orang dewasa diatas 40 tahun.

Etiologi
Melemahnya fungsi mata yang disebabkan bertambahnya prdouksi cairan mata oleh badan
siliar, dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di daerah
celah pupil.
Faktor Resiko
-

Umur
DM
Cedera Mata
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang

Komplikasi
Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik
dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.
Pembagian Glaukoma

Glaukoma primer

Glaukoma primer terbagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup. Glaukoma primer sendiri adalah glaukoma dengan etiologi yang tidak
pasti dimana tidak didapatkan kelainan yang merupakan penyebab glaukoma.
Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma,
seperti :
a. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan
anatomis bilik mata yang menyempit
b. Mungkin dapat disebabkan oleh kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata
depan (goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iriodisgenesis, dan
korneodisgenesis dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan
goniodisgenesis.
Glaukoma sudut terbuka belum jelas etiologinya, diduga sclerosis atau fibrosis
jaringan trabekulosis yaitu menyebabkan lumen mengecil, tidak memiliki gambaran
klinis yang khas, laki laki dan perempuan sama. Gejala klinisnya penurunan visus
perlahan lahan, nyeri kepala ringan, gangguan akomodasi, dan defek lapangan
pandang.
Glaukoma sudut tertutup atau glaukoma kongestif akut yang ditandai oleh mata
merah, kornea edema disertai sakit kepala hebat, mual, muntah, penurunan visus yang
sangat jelek.

Glaukoma sekunder
Terjadi akibat penyakit mata, yaitu perubahan lensa, seperti dislokasi lensa, inlumensi
lensa, faktotoksik, fakolitik. Perubahan uvea, seperti uveitis anterior, tumor uvea,
rubeosis iritis.

Glaukoma kongenital
Menurut Anderson jarigan mesenkim yang menutup trabekel dan kanalis Schlemm
tidak terbentuk. Menurut Sebfelder insersi akar iris terlalu kedepan. Ditandai dengan
visus menurun, kornea keruh dan edem, fotofobia, lakrimasi, blefarospasme.

Glaukoma absolut
Merupakan stadium glaukoma akhir dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kornea terlihat keruh, bilik
mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu
dengan rasa sakit hebat akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

Prognosis
Bila diatasi dengan segera, glaukoma dapat teratasi. Tetapi jika terlambat maka akan
mengalami kebutaan.

Penatalaksanaan Keratitis
Keratitis merupakan peradangan kornea dan diklasifikasikan dalam lapis korea yang
terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial atau profunda. Bisa disebabkan karena
virus, bakteri, jamur, dan protozoa. Sehingga untuk penatalksanaan dapat diberikan sesuai
jenisnya, namun untuk pengobatan keratitis secara umum dapat diberikan antibiotika, airmata
buatan, analgetik, kortikosteroid dan sikloplegik.

Jenis
Keratitis Pungtata

pembagian
Keratitis Pungtata superfisial
Keratitis Pungtata supefisial thygeson

Keratitis Pungtata subepitel


Keratitis Marginal

Keratitis Interstisial

Keratitis Bakterial
Keratitis jamur

Keratitis
Acanthamoeba
Keratitis Virus

Keratitis herpetic
Keratitis Herpes simplek

Keratitis dendritik

Pengobatan
Airmata buatan
Tobramisin tetes mata
Siklopegik
Air mata buatan
Kortikosteroid
-Antibiotika sesuai infeksi
local
-steroid dosis ringan
-Vit. B dan C dosis tinggi
Kelainan indolen
-kauterisasi dg listrik atau
AgNo3 di pembuluh darah
-flep konjungtiva yang kecil
*tergantung
penyebab
(antivirus, antibiotika, anti
jamur)
-sulfatropin tetes mata
Kortikosteroid tetes mata
Steroid
dapat
pula
ememperburukgejala
*dalam table
Natamisin
5%
(jamur
filamentosa, fusarium sp)
Amphoterisin B 0,15% 0,30%
(keratitis
yeast,
aspergillus sp)
-sistemik ketoconazole (200600mg/hari)
Oral anti glaucoma (pada
peningkatan tek. Intraocular)
-Keratoplasti bila tidak ada
penyembuhan
-gol polines, azoles, triazoles,
dan fluorinated.
-

-IDU (tidak lebih dari 2


minggu) 1% setiap 4 jam
-TFT (Trifluorotimidin
-Acyclovir 3% setiap 4 jam
IDU 0,1% setiap jam atau
Acyclovir

Keraatitis disiformis
Infeksi herpes zoster

Keratitis
Dimmer/numularis
Keratitis Flamentosa
Keratitis Alergi

Tidak
spesifik,
hanya
simptomatik
-Acyclovir
-steroid pada usia lanjut

Keratokonjungtivitis flikten
Tukak/ulkus fliktenular
Keraatitis fasikularis
Keratokonjungtivitis vernal

Keratitis
Lagoftalmos
Keratitis
Neuroparalitik

Keratokonjungtivitis
Sika
Keratitis Sklerotikan

NaCl 5%, airmata hipertonik


Dengan steroid namun harus
hati hati
Topkal anti histamine dan
kompres dingin
Kausa dan air mata buatan,
mencegah dengan salep mata
Airmata buatan dan salep
(untuk menjaga tetap basah)
Tarsorafi
Menutup pungtum lakrimal
Airmata buatan
Lensa kontak
Penutupan pungtum
Steroid
Fenil butazon

Sesuai kesepakatan kelompok kamimenyimpulkan pasien tersebut mengalami Keratitis


bacterial.
Pengobatan Keratitis Bakterial
Gram (-) rods
Tobramisin
Ceftazidimine
Fluoroquinolone

Gram (+) rods


Cefazoline
Vancomycin
Moxifloxacin/gatofloxacin

Gram (-) coccus


Ceftriaxone
Ceftazidime
Moxifloxacin
*pengobatan diberikan setiap 1 jam, pemberian siklopegik untuk mengistirahatkan mata,
(sumber: American Academy of Opthalmology staff. External disease and cornea. Section 8.
San Francisco. LEO: 2011.p.162.)

Promotion and Prevention


- Mengkonsumsi Vit. A
- Menjaga mata agar tetp basah
- Kewaspadaan dalam menggunakan lensa kontak
- Kewaspadaan dalam menggunakan kortikosteroid
- Menjaga keseimbangan imunitas
- Terutama dalam musim panas dan lembab
- Edukasi dan pemahaman Pada penderita herpes genital

DAFTAR PUSTAKA
Hall, John E. 2014. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Terjemahan oleh
Ermita I. Singapura: Elsevier
Ilyas, Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
______. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
______. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
______. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
James, Bruce. 2006.Oftalmologi.Jakarta : EMS
______. 2014. Lecture Note Oftalmologi ed. 9. Jakarta :Erlangga Medical Series
Moore, Ketih L, et al. 2013. Clinically Oriented Anatomy Fifth Edition. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Olver, Jane.2009. At a Glance. Jakarta : EMS
Paulsen, F. et al. 2010. 23th edition of Sobotta Anatomie des Menschen. Jakarta: EGC
Riordan.P. 2010. Oftalmologi Umum Vaughan &Asbury, Ed.17. Jakarta:EGC
Sherwood, Lauralee. 2012. Human Physiology: From Cells to Systems, 6th Ed. terjemahan
oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC
http://www.files-of-drsmed.tk/- FK UNRI
respiratory.usu.ac.id

You might also like