Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

ANALISA BENCANA BANJIR DI KOTA PADANG

(Studi Kasus Intensitas Curah Hujan Kota Padang 1980 2009 dan
Aspek Geomorfologi)
Aprizon Putra1, Triyatno2 dan Semeidi Husrin1
1
Loka Penelitian Sumber Daya Dan Kerentanan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jl. Raya Padang- Painan Km 16 Padang, Sumatera Barat
2
Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang
Jl. Prof. Dr. Hamka Air Tawar Padang - Sumatera Barat
email: aprizonputra@gmail.com

ABSTRACT
Flood in Padang is a routine problem which takes place every year at the same locations
and cannot be resolved yet by the local government. Current research has an objective to
obtain data of flood-affected areas (i.e. location and geomorphological conditions) based
on landform analysis. The mapping unit is landform unit which was obtained by the
interpretation of satellite data, topography and geological map. The sampling was carried
out using the Purposive Sampling Method. Based on rainfall statictics from 1980 - 2009,
the average rainfall of 3583 mm/yr which implies that Padang has significantly high
rainfall. Padang climate has been classified as type A or extremely wet with Q value
equals 3,90% according to the analysis result using Schmidt-Ferguson climate
classification. The geomorphology of flood-affected areas in Padang is the combination of
central fluvial landform and western maritime landform. The central fluvial and western
maritime landforms are passed by 6 drainage basins which have about 23 rivers with total
length of 155.40 km. These small and big rivers in Padang are located approximately close
to mean sea level. The combination of above mentioned geomorphological facts and high
level of rainfall has caused Padang to become vulnerable to flood and inundation.
Keywords: Flood, Padang, Rainfall, Geomorphology and River.
ABSTRAK
Masalah banjir di Padang merupakan hal yang biasa, dimana hampir setiap tahun terjadi
banjir. Bahkan daerah banjir merupakan daerah yang sama dari tahun ke tahun dan belum
teratasi oleh masyarakat dan lembaga terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
data mengenai wilayah terkena bencana banjir dan mendapatkan data kondisi geomorfologi
berdasakan analisa satuan bentuklahan. Satuan pemetaan adalah satuan bentuklahan yang
diperoleh dari interpretasi citra satelit, peta topografi dan peta geologi. Pengambilan
sampel dilakukan dengan metoda Purposive Sampling. Berdasarkan data curah hujan tahun
1980-2009, Rerata curah hujan mencapai 3583 mm/th ini berarti Padang mempunyai curah
hujan yang sangat besar. Hasil analisa dengan klasifikasi iklim menurut Schmidt
Ferguson, menunjukkan bahwa Padang memiliki tipe iklim A dengan kategori iklim sangat
basah, dengan nilai Q = 3,90%. Geomorfologi daerah banjir di Padang merupakan
perpaduan antara bentuklahan fluvial bagian tengah dan bentuklahan marin bagian barat.
Bentuklahan fluvial dan marine dilalui oleh 6 sungai (DAS) dan 23 aliran dengan total
panjang 155,40 Km. Hal ini didukung bahwa Padang merupakan daerah tropis yang
mempunyai curah hujan yang tinggi. Umumnya sungai besar dan kecil yang ada di Padang
ketinggiannya tidak jauh berbeda dengan tinggi permukaan laut. Kondisi ini
mengakibatkan banyak wilayah di Padang yang rentan terhadap banjir atau genangan.
Kata Kunci : Banjir, Padang, Curah hujan, Geomorfologi dan Sungai

1. PENDAHULUAN
Umumnya masalah banjir disebabkan oleh; a) akibat dari aktifitas manusia, berupa;
1) timbulnya pemukiman baru di daerah bantaran sungai, 2) perubahan tataguna lahan baik
di daerah hulu maupun hilir, 3) kurangnya pemeliharaan bangunan pengendalian banjir, 4)
pembuangan sampah di saluran-saluran drainase, 5) pengrusakan hutan di daerah hulu dan
6) pemadatan serta penutupan permukaan tanah oleh bangunan. sedangkan b) akibat dari
kondisi alam, berupa; 1) curah hujan yang tinggi, 2) aliran anak sungai tertahan oleh aliran
induk sungai atau back water, 3) pembendungan muara sungai akibat air pasang surut dan
4) kondisi geomorfologi wilayah yang terkena banjir (Asdak., 1995).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wilayah terkena banjir dan mengetahui
kondisi geomorfologi berdasakan analisa satuan bentuklahan di Padang, sedangkan
manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat mencari solusi dalam mengatasi masalah
banjir yang selalu datang di wilayah yang sama, tidak saja secara periodik tetapi juga bisa
datang apabila intensitas curah hujan melampaui daya. Sehingga dari hasil penelitian ini
masyarakat akan mendapatkan pengetahuan dan langkah-langkah untuk tindakan preventif
dan kuratif bila banjir akan datang.
Selain itu penelitian juga merupakan acuan dalam pengembangan penelitian
khususnya penelitian yang terkait dengan sumber daya dan kerentanan pesisir, di mana
Kota Padang merupakan salah kota pesisir pantai yang memiliki kerentanan tinggi
terhadap bencana di pesisir barat pulau Sumatera (Husrin., 2012).
2. DATA DAN METODE
Satuan pemetaan yang digunakan adalah satuan bentuklahan, yang diperoleh dari citra
satelit, peta topografi dan peta geologi. Interpretasi ketiga data tersebut, menghasilkan peta
satuan bentuklahan sementara (tentatif). Berdasarkan peta tersebut, kemudian dilakukan
cek lapangan untuk mendapatkan kebenaran peta yang dibuat. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metoda Purposive Sampling (Putra., 2012).
2.1. DATA
Berdasarkan tujuan penelitian, maka data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah data primer. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan dilapangan.
Data primer yang diamati di lapangan adalah aliran sungai, penggunaan lahan, topografi
dan kondisi banjir. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari analisis peta dan datadata yang dikeluarkan oleh instansi terkait (Tabel 1).
Tabel 1: Data data penelitian
NO
DATA
1 Citra Landsat 8 ID 2012 Path 127 -128, Row 60 61

SUMBER
http://earthexplorer.usgs.gov/

Peta RBI Lembar 0714-6247 0814-4138, Edisi I 2008 Skala 1:10.000

Bakosurtanal

Peta Geologi Lembar Padang Skala 1:250.000

PPPG, Bandung

Data Curah Hujan 1980 2009 Padang

BMKG, Padang Pariaman

2.2 Analisa Curah Hujan


Data curah hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan data curah
hujan yang terjadi pada satu tempat atau titik pengamatan. Dalam kajian ini diperlukan
data curah hujan kawasan yang diperoleh dari nilai rata-rata curah hujan di beberapa
stasiun penakar. Metode dalam menentukan variasi distribusi curah hujan yaitu:

2
a)
a) Metode Aljabar
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan curah
hujan. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai
pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi datar. Hasil
perhitung curah hujan dengan metode ini diperoleh dengan persamaan.
R = 1 / n (R1 + R2 + . . . . . . +Rn ).............................................(Syarief., 2010)
Ket.
R = Curah hujan
N = Jumlah titik alat penakar hujan
R1. R2...........................Rn = Curah hujan tiap titik pengamatan

b) Metode Isoyhet
Cara kerja metode ini adalah dengan menggambarkan peta topografi dengan
perbedaan 10 mm sampai 20 mm berdasarkan data curah hujan pada titik pengamatan.
Luas bagian daerah antara 2 garis ishoyet yang berdekatan diukur dengan planimeter.
Variasi distribusi curah hujan dengan metode ishoyet di hitung dengan persamaan.
R=

R1 . A1 + R2 . A2 +.........................R8. A8................................ (Syarief., 2010)


A1 + A2 + A3............

Ket.
R
= Curah hujan
R1. R2 = Curah Hujan tiap titik Pengamatan (Stasiun)
A1. A2 = Bagian daerah yang diwakili atau luas relatif masing-masing daerah antara dua garis isohyet

c) Iklim
Klasifikasi iklim ini sangat dikenal di Indonesia. Kriteria yang digunakan adalah
dengan penentuan nilai Q, yaitu perbandingan antara bulan kering (BK) dan bulan basah
(BB) dikalikan 100% (Q = BK / BB x 100%). BB dan BK pada klasifikasi SchmidtFerguson ditentukan tahun demi tahun selama periode pengamatan yang kemudian
dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya dengan kriteria klasifikasi sebagai berikut.
Bulan Basah (BB) = Bulan dengan curah hujan > 100 mm
Bulan Lembab (BL) = Bulan dengan curah hujan antara 60 100 mm
Bulan Kering (BK) = Bulan dengan curah hujan < 60 mm
Q : Banyak Bulan Kering x 100%................. (Triyatno., 2004 dalam Putra., 2012)
Banyak Bulan Basah

2.3 Analisa Data


Analisa data yang diperoleh adalah dengan cara mencocokkan (Matching). Sedangkan
untuk menentukan kerentanan bahaya banjir digunakan beberapa parameter seperti yang
telah diuraikan di atas. Penilaian dari masing-masing parameter setiap satuan bentuklahan
yang diteliti diberi skor. Nilai skor pada satuan bentuklahan dijumlahkan guna menentukan
tingkat bahaya banjir. Tingkat kerentanan ditentukan dengan persamaan.
I = (Htt Htr) / K..................................(Yeni., 2010)
Ket :
I = Interval kelas

Htt = Jumlah nilai tertinggi


Htr = Jumlah nilai terendah
K = Jumlah kelas yang diinginkan

Frekuensi banjir adalah jumlah peristiwa banjir pada daerah yang sama dalam
satuan waktu tertentu. Peristiwa banjir secara periodik tidak dapat diperhitungkan secara
matematis, karena banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir (Tabel 2).
Tabel 2: Klasifikasi Pengukuran Kondisi Banjir
1)
No
1
2
3

2)
No
1
2
3

3)
No
1
2
3

Frekuensi Banjir
Frekuensi Banjir
> 20 Tahun sekali
10 12 Tahun sekali
< 10 Tahun sekali

Kriteria
Kecil
Sedang
Tinggi

Lama Genangan Banjir


Lama banjir
< 1 Hari
1 14 Hari
< 15 Hari

Kriteria
Kecil
Sedang
Tinggi

Kedalaman Banjir
Kedalaman Banjir
> 70 cm
20 70 cm
10 20 cm

Kriteria
Tinggi
Sedang
Agak rendah

Harkat
1
2
3
Harkat
1
2
3
Harkat
1
2
3

Sumber: BNPB, 2008.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan diambil dari 9 stasiun hujan, yaitu St. Tabing (+ 2
mdpl), St. Kasang (+ 2 mdpl) St. Komp. PU (+ 3 mdpl), St. Simp. Alai (+ 5 mdpl), St.
Ladang Padi (+ 350 mdpl), St. Batu Busuk (+ 130 mdpl), St. Gunung Sarik (+ 100 mdpl)
dan St. Teluk Bayur (+2 mdpl). Hasil analisa dengan klasifikasi iklim menurut Schmidt
Ferguson, menunjukkan bahwa Padang memiliki tipe iklim A dengan kategori iklim sangat
basah dengan nilai Q = 3,90%, Untuk menentukan sebaran spasial distribusi curah hujan di
Padang digunakan metode isohyet. Nilai intensitas curah hujan di Padang dapat dilihat
pada grafik (Gambar 1) dan peta distribusi curah hujan (Gambar 2).

Gambar 1: Grafik Curah Hujan Kota Padang (1980 2009)

3.2 Geomorfologi
Geomorfologi Padang merupakan perpaduan antara bentuklahan pebukitan
vulkanik bagian timur, bentuklahan fluvial bagian tengah dan bentuklahan marine bagian
barat. Daerah bagian timur merupakan perbukitan vulkanik yang lebih tinggi dari daerah

bagian tengah dan barat, sehingga daerah bentuklahan fluvial dan marin dilalui oleh
beberapa sungai dalam 6 DAS, yaitu DAS Air Dingin, DAS Air Timbalun, DAS Bt. Arau,
DAS Bt. Kandis, DAS Bt. Kuranji, dan DAS Sungai Pisang. Terdapat tidak kurang dari 23
aliran sungai yang mengalir dengan total panjang mencapai 155,40 km (10 sungai besar
dan 13 sungai kecil). Umumnya sungai-sungai besar dan kecil yang ada di Padang
ketinggiannya tidak jauh berbeda dengan tinggi permukaan laut. Kondisi ini
mengakibatkan cukup banyak bagian wilayah di Padang yang rawan terhadap banjir. Hal
ini didukung lagi bahwa Padang merupakan daerah tropis mempunyai curah hujan yang
cukup tinggi rata-rata 3583 mm/th dengan rata-rata hari hujan 16 hari perbulan.
Berdasarkan interpretasi citra satelit, peta topografi, peta geologi dan pengujian
lapangan diperoleh 14 satuan bentuklahan (Verstappen., 1983). Ke-14 satuan bentuklahan
tersebut dikelompokkan menjadi kelompok bentuklahan daratan dan perbukitan.
Kelompok bentuklahan daratan yaitu marine dan fluvial sedangkan kelompok bentuklahan
perbukitan yaitu bentuklahan vulkanik dan bentuklahan solusional (Tabel 3).
Tabel 3: Geomorfologi Kota Padang
No.

Jenis Morofologi

Luas (Ha)

Bura Pasir

943,48

Dataran Aluvial Pantai

1386,94

Depresi Antar Beting

738,65

Beting Gisik

509,39

Kipas Aluvial

1776,73

Tanggul Alam

2643,53

Rawa Belakang

4160,82

Dataran Banjir

684,3

Gosong Sungai

363,54

10

Kipas Fluvial - Vulkanik

6313,72

11

Teras Aliran Piroklastik

1877,07

12

Perbukitan Karst

1029,94

13

Pegunungan Volkan

45483,44

14

Perbukitan Vulkanik

743,13

15

Perubahan Manusia*
Kota Padang

841,32
694, 96

Sumber: Analisa data, 2011 .


*) Bentuklahan alami tidak terlihat, karena telah ada campur tangan manusia.

Berdasarkan analisa data pada peta satuan bentuklahan, kejadian banjir di Padang,
umumnya berada pada satuan bentuklahan dataran Aluvial pantai, Depresi antar beting,
Rawa belakang, Dataran banjir, Dataran aluvial dan Gosong sungai yang berada pada
bagian tengah dan bagian hilir DAS.
Berdasarkan Tabel 3.1 terlihat ada 5 satuan bentuklahan yang ditandai, satuan
bentuklahan yang ditandai tersebut merupakan satuan bentuklahan yang sangat rentan
terkena banjir, satuan bentuklahan yang rentan terkena banjir tersebut yaitu; 1) satuan
bentuklahan lagun dan lagun yang masih aktif secara spasial berada pada topografi datar
dan daerah ini dikategorikan kelas tinggi - sedang terhadap banjir, 2) satuan bentuklahan
depresi antar beting terdapat memanjang antara beting gisik di belakang pantai, mulai dari
satuan bentuklahan bura pantai arah ke darat, satuan bentuklahan ini secara spasial berada

pada topografi datar dan daerah ini dikategorikan kelas tinggi terhadap banjir, 3) satuan
bentuklahan rawa belakang (backswamp) terdapat di belakang satuan bentuklahan tanggul
alam (Natural levee), satuan bentuklahan ini secara spasial berada pada topografi datar
dan daerah ini dikategorikan kelas tinggi - sedang terhadap banjir, 4) satuan bentuklahan
dataran banjir (floodplain) terdapat di kiri kanan aliran sungai, satuan bentuklahan ini
secara spasial berada pada topografi datar dan daerah ini dikategorikan kelas sedang
terhadap banjir dan 5) satuan bentuklahan gosong sungai yang terdiri dari satuan
bentuklahan point bar dan channel bar. Point bar biasanya terdapat pada tikungan dalam
meander, sedangkan channel bar merupakan sebuah pulau di tengah aliran sungai, satuan
bentuklahan ini secara spasial berada pada topografi datar dan daerah ini dikategorikan
kelas sedang terhadap banjir (Tabel 4).
Tabel 4: Luas Bahaya Banjir secara Administrasi di Padang
No
1

Kecamatan
Koto Tangah

Luas (km)
232,25

Pauh

Kuranji

57,41

Nanggalo

8,07

Padang Utara

8,08

Lubuk Kilangan

Padang Timur

146,29

85,99

8,15
8
9

Padang Barat

Lubuk Begalung
30,91

10

Padang Selatan
10,03
100,78

11
Luas

Bungus Tl Kabung

Bahaya Banjir
Tinggi
Rendah
Sedang
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang

Luas Bahaya Banjir (km)


8,90
250,59
6,45
116,90
2,63
0,87
49,05
8,02
1,60
4,20
5,32

Tinggi

5,03

Rendah

0,68

Sedang

1,46

Rendah

83,43

Sedang

1,20

Tinggi

2,60

Rendah

3,28

Sedang

1,51

Tinggi

4,29

Rendah

0,79

Tinggi

0,05

Rendah

22,89

Sedang

4,17

Tinggi

1,80

Rendah

8,79

Sedang

1,59

Tinggi

1,14

Rendah

97,29

Sedang

1,33

694,96

Sumber: Analisa data, 2011.

Dari Tabel 3.2 dapat dilihat tingkat bahaya banjir terbesar terdapat pada Kec. Koto
tangah dengan luas daerah 8,90 km dan yang terkecil terdapat pada kec. Lubuk Begalung
dengan luas daerah 0,05 km. Tingkat bahaya banjir sedang yang terbesar terdapat pada
Kec. Kuranji dengan luas daerah 8,02 km sedangkan tingkat bahaya banjir sedang
terendah terdapat pada Kec. Padang utara dengan luas daerah 1,46 km. Tingkat bahaya

banjir terendah terdapat pada Kecamatan Koto tangah dengan luas daerah 250,59 km.
Tingginya tingkat bahaya banjir di Padang umumnya disebabkan oleh curah hujan yang
tinggi dan kejadian pasang-surut air laut. Pasang-surut di Padang memiliki tipe pasangsurut ganda campuran, dalam artian dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali
mengalami surut air laut. Kejadian banjir di Kota padang sering bertepatan dengan
kejadian pasang naik, sehingga air yang akan mengalir ke laut terhambat karena
bertemunya dua massa air yaitu massa air tawar dan massa air laut ini yang sering
menyebabkan banjir.
Informasi terbaru mengenai bencana banjir di Padang yaitu peristiwa banjir
bandang tanggal 24 Juli 2012 di Kec. Pauh akibat kegiatan illegal logging di kawasan
penyangga perbukitan yang menyebabkan topografi bagian hulu mengalami degradasi.
Selain itu bantaran sungai juga mengalami sedimentasi. Kerusakan hutan pada bagian hulu
sungai mengalami erosi dan penumpukan material pada daerah bantaran sungai.

a) Peta Distribusi Curah Hujan di Padang

b) Peta Geomorofologi Padang

c) Peta kerentanan banjir di Padang skala 1:150.000

Gambar 2: Peta hasil analisa data

(distribusi curah hujan, geomorfologi dan peta bahya banjir)


Berdasarkan gambaran dari peta yang di sajikan, curah hujan di kota Padang ke
arah timur dan selatan semakin tinggi. Daerah bagian timur dan selatan merupakan daerah
perbukitan. Lereng bukit yang menghadap kearah lembah atau pantai merupakan daerah
tangkapan hujan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil (kajian/penelitian) yang sudah dilakukan, maka dapat
disimpulkan.
1) Padang memiliki 6 DAS dan terdapat tidak kurang dari 23 aliran sungai yang
mengalir di wilayah Kota Padang dengan total panjang mencapai 155,40 km.
2) Curah hujan di Padang yang cukup tinggi rata-rata 3583 mm/th dengan rata-rata
hari hujan 16 hari perbulan.
3) Geomorfologi di Padang yang rawan/rutin terkena banjir berada pada satuan
bentuklahan dataran Aluvial pantai, Depresi antar beting, Rawa belakang, Dataran
banjir, Dataran aluvial dan Gosong sungai yang berada pada bagian tengah dan
bagian hilir daerah aliran sungai (DAS).
4) Kec. Koto tangah merupakan kecamatan terluas terkena banjir.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada anggota tim peneliti Kerentanan Pesisir
Satker LPSDKP Bungus Padang, khusus kepada Bpk. Gunardi Kusumah selaku Kepala
dan penyarah dalam kajian hidrologi. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan untuk
Bpk. Helfia Ideal dan Bpk. Sutarman Karim selaku pembimbing penulis dan tak lupa
kepada sdr. Azhari Syarief selaku editor dalam pemetaan yang telah membantu serta
civitas akademis Jurusan Geografi Universitas Negeri Padang yang telah banyak
membantu penulis dalam menyiapkan data data pada tulisan ini.
DAFTAR RUJUKAN
Asdak, C., Hidrologi dan Daerah Aliran Sungai, UGM Press., Yogyakarta, 1995.
BNPB., Peraturan BNPB KEP.02/BNPB/2008., Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana di Indonesia, 2008.
Edial, H., Studi Sistem Hidrogeologi Dan Potensi Airtanah di Dataran Aluvial Padang
Sumatera Barat, Thesis ITB., Bandung, 1997.
Edial, H., Triyatno., Karakteristik Tanah Lahan Banjir di Kecamatan Koto Tangah
Padang, Riset UNP., Padang, 2008.
Husrin, S., and Putra, A., Tsunami vulnerability of critical infrasrtuctures in the city of
Padang', Research Report LPSDKP, Ministry Of Marine Affairs And Fisheries,
Jakarta, 2013.
Syarief, A., Rapid Built-up Cover Changes on Flood Innudation Areas in Padang City,
Thesis IPB., Bogor, 2010.
Putra, A., Studi Erosi Lahan Pada DAS Air Dingin Bagian Hulu di Kota Padang,
Skripsi UNP., Padang, 2012.
Yeni, A., Analisa Permasalahan Banjir di Nagari Pasar Muara Labuh Kec. Sungai Pagu
Kab. Solok Selatan, Skripsi UNP., Padang, 2010.
Verstappen, H., Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for Environment
Development. Elsivier Sci. Publ. Comp; Amsterdam, 1983.

You might also like