Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 26

Islamic Economics: Problems, Challenges and Prospects

Disusun Oleh:
MAHFUZ
Nim: 27153105-2

Dibuat sebagai tugas perkuliahan pada


Program Pascasarjana
Konsentrasi: Ekonomi Islam
UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Dosen Pengasuh:
Drs. Mustafa Ar, MA., Ph.D.

PROGRAM PASCASARJANA UIN AR-RANIRY


DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN 2016

1. INTRODUCTION
Masalah yang terbesar di hadapi kaum muslimin saat ini
bukan cuma berfokus pada Gozwul Askari (perang fisik) akan tetapi
lebih pada Gozwul Fikri (perang pemikiran). Ketika Gozwul Askari
dikumandang oleh kaum musyrikin, maka kaum muslimin sudah
siap mengantispasinya dengan harapan dia mendapatan dua
kebaikan yaitu;
Pertama, syahid yang tentunya dengan kesyahidannya beliau
mendapatkan

balasan

dari

Allah

Shubahanahu

wa

ta

ala,

sebagaiamana firmannya dalam surat Ash-Shafat ayat 10-12 :













10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan
suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang
pedih
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad
di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui
12. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang
baik di dalam jannah Adn. Itulah keberuntungan yang besar
Dan didalam hadits Rasulullah Shallallahu wa sallam bersabda :










Telah bercerita kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah bercerita
kepada kami Yahya bin Sa'id telah bercerita kepada kami Sufyan
2

berkata telah bercerita kepadaku Manshur dari Mujahid dari Thowus


dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi

wasallam

bersabda:

"Tidak

ada

lagi

hijrah

setelah

kemenangan (Makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan
niat.

Maka

jika

kalian

diperintahkan

berangkat

berjihad,

berangkatlah". (H.R Bukhari)


Kedua, ketika dia tidak mendapatkan syahidnya tentu dia
akan mendapatkan kepuasaan atas kemenangannya melawan kaum
musyrikin.
Sehingga kaum musyrikin takut ketika langsung berhadapan
dengan kaum muslimin

di

medan pertempuran. Inilah yang

kemudian menjadi dasar kaum musyrikin mencoba mengubah arah


perlawanan mereka. Pada suatu ketika terjadi pertemuan perdana
menteri Inggris William Edward Gladstone (1809-1898) dalam
sebuah forum, didalam pertemuan tersebut perdana menteri Inggris
dengan

lantangnya

mengatakan

kita

dapat

dengan

mudah

mengalahkan kaum muslimin, kita tidak perlu lagi melawan kaum


muslimin dengan

mengangkat senjata, karena jika kita melawan

kaum muslimin dengan senjata tentunya kita dengan mudah


dikalahkan, kemudian dia mengangkat Al-Quran dan mengatakan
cara mengalahkan kaum muslimin adalah dengan menjauhkannya
dari Al-Quran Karim, sehingga hari ini kita melihat kondisi kaum
muslimin jauh dari Al-Quran dan munculnya kemerosotan moral
serta akhlak yang terjadi di kaum muslimin yang membuat kita
dengan mudahnya diperbudak oleh kaum musyrikin, kejahatan
merajalela

dan

kebathilan

sudah

dengan

terang-terangan

di

tampakkan.
Melihat realitas yang terjadi saat ini, Islam diserang dari
segala penjuru dan salah satu serangan Gozwul Fikri yang
dilancarkan kaum musyrikin adalah melalui sistem perekonomian.
Sistem perekonomian yang mereka gunakan adalah melalui sistem
ekonomi konvensional yang mengikuti pemikiran Kapitalisme hingga
3

Sosialisme Marxisme. Kapitalisme adalah sistem yang secara mutlak


memisahkan

agama

dari

kehidupan.

Agama

tidak

boleh

mencampuri urusan politik, sistem ekonomi atau sistem apapun.


Inilah

kemudian

yang

menjadi

dasar

Akidah

dan

Pemikiran

Kapitalisme. Adapun kebutuhan manusia yang diakui kaum kapitalis


adalah kebutuhan materi atau fisik saja sedangkan kebutuhan nonmateri atau non-fisik, seperti kebutuhan emosional dan kebutuhan
spritual, tidak diakuai, bahkan tidak pernah dibahas. Dalam sistem
kapitalisme nilai guna, kebutuhan dan keinginan inilah satu-satunya
faktor yang menentukan produksi, konsumsi dan distribusi barang
dan jasa. Faktor lain, seperti halal-haram, atau manfaat-mudharat,
sama sekali tidak digunakan sebagai acuan, apalagi dijadikan
sebagai dasar dalam menetukan konsumsi dan distribusi barang
dan jasa.
Melihat

kerancuan

sistem

kapitalisme

diatas

dengan

beranggapan bahwasanya dalam memenuhi kebutuhan non-materi,


baik kebutuhan emosional (manawiyah), seperti bangga, malu atau
yang lain, maupun spiritual (ruhiyah), seperti mendekatkan diri
kepada Allah, maka dalam pandangan mereka, semuanya itu tidak
mempunyai tempat dalam kajian mereka. Akibatnya, kebutuhan
tersebut tidak pernah tersentuh dan tidak pernah dianggap sebagai
kebutuhan. Karena itu, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak akan
pernah

mereka

penuhi.

Kebutuhan-kebutuhan

yang

menuntut

pemenuhan, yang dianggap hanya bersifat materi, atau terkait


dengan kebendaan saja, juga salah dan bertentangan dengan
realitas kebutuhan-kebutuhan yang ada. Sebab, ternyata ada
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat emosional (manawiyah) dan
kebutuhan-kebutuhan

spiritual

(spiritual

need).

Masing-masing

kebutuhan ini juga membutuhkan barang dan jasa agar bisa


dipenuhi.

Kerancuan

lain

dari

sistem

kapitalisme

adalah

membedahkan urusan agama dalam kehidupan sehingga dalam


memproduksi, konsumsi, dan distribusi mereka tidak membahas
mengenai halal-haram atau manfaat-mudharat. Sehingga dalam
4

pelaksanaan

sistem

kapitalisme

lebih

menjurus

pada

sistem

individualisme yang merugikan bagi orang banyak.

Adapun Sistem Sosialisme setidaknya ada 5 dasar ideologi


yang dijadikan dasar keyakinan paham ini:
1.

Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber, yaitu

materi (madah)
2.
3.

Tidak menyakini adanya alam ghaib


Menjadikan panca-indra sebagai satu-satunya alat mencapai

ilmu
4.

Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam

meletakkan hukum
5.

Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak

Inti dari sistem sosialisme adalah bersifat materialisme yang


berpaham bahwa dalam filsafat, hal yang dapat dikatakan benarbenar ada adalah materi. Dalam mazhab sistem sosialis semuanya
berusaha mewujudkan persamaan (equaty) secara riil diantara
individu; adakalanya persamaaan dalam masalah jasa, atau alatalat

produksi,

perkembangan

atau

persamaan

manusia

dalam

secara
teori

mutlak.

Sejarah

Sosialisme-Marxisme

menjelaskan bahwa adanya pembagian kelas ekonomi yang mana


pihak mayoritas dapat menzalimi pihak yang minoritas. Akan tetapi,
setelah kemenangan ini, kelas yang tadinya dizalimi berubah
menjadi kelas yang juga zalim, yang disebut Marx dengan Diktator
Proletariat.
Kerancuan pada sistem Sosialisme-Marxisme bahwasanya
materi bukan hak mutlak yang dijadikan sandaran karena sesuatu
yang bisa di indera dan dipikirkan itu selalu memerlukan yang lain,
5

atau mempunyai sifat membutuhkan (ihtiyaj) adalah hal yang pasti.


Karena bisa disaksikan. Semuanya itu tidak bisa berubah, dan
berpindah dari satu kondisi menuju kondisi yang lain, melainkan
bantuan yang lain. Api, misalnya bisa membakar, jika benda lain
yang dibakar, berpotensi terbakar. Jika tidak berpotensi terbakar
maka api tidak bisa membakarnya. Kemudian mazhab yang
dijelaskan kaum sosialisme yang mengatakan akan persamaan itu
adalah

mustahil

sebab

kebutuhan

seseorang

berbeda-beda,

misalnya saja orang dewasa dan anak kecil tentunya memiliki


perbedaan dalam kebutuhannya. adapun dari segi histori yang
menyatakan bahwa sosialisme menganggap adanya pembagian
kelas ternyata dapat dipatahkan dengan melihat runtuhnya UniSoviet, ini merupakan indikasi akan ketidakberhasilan dari sistem
Sosialisme-Marxisme.
Inilah gambaran Gozwul Fikri dari sistem ekonomi yang
dilancarkan kaum musyrikin terhadap Islam, akan tetapi dengan
bermunculnya produk-produk syariah (Ekonomi Syariah) pada saat
ini semoga dapat menjadi tandingan Ekonomi Konvensional yang di
usung kaum musyrikin.
1.1 Pengertian Ekonomi Islam
Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang hakikat ekonomi
islam, maka ada baiknya diberikan beberapa pengertian tentang
ekonomi Islam yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi islam:
1. M. Akram Khan
"Islamic economics aims to the study of human falah (wellbeing) achieved by organizing the resources of the earth on the
basic of cooperation and participation."
"Ilmu ekonomi islam bertujuan untuk melakukan kajian
tentang kebahagiaan hidup manusia (human falah) yang dicapai
dengan mengorganisasikan sumberdaya alam atas dasar gotong
royong dan partisipasi."
6

2. Prof. Dr. Muhammad Abdul Mannan


Dalam

buku

Islamic

Economics,

Theory

and

Practice,

mengatakan,
"Islamic Economics is Social science which studies the
economics problems of a people imbued with the value of Islam."
"Ilmu ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami
oleh nilai-nilai Islam."
3. Prof. Dr. M. Umer Chapra
"Islamic economics was defined as that branch of knowledge
which helps realize human well-being through an allocation and
distribution of scare resources that is in conformity with Islamics
teachings without unduly curbing individual freedom or creating
continued macroeconomic and ecological imbalances."
"Ekonomi Islam didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan
yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui
alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada
dalam koridor yang mengacu dalam pengajaran Islam tanpa
memberikan kebebasan individu (laissez faire) atau tanpa perilaku
makro

ekonomi

yang

berkesinambungan

dan

tanpa

ketidakseimbangan lingkungan."
4. Prof. Dr. Khursyid Ahmad, pakar ekonomi Pakistan
"Islamic economics is a systematic effort to thy to understand
the economics problem and man's behaviour in relation to that
problem from an Islamic perspective."
"Ilmu ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis untuk
memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia
secara relasional dalam perspektif Islam."

5. Prof. Dr. Muhammad Nejatullah ash-Shiddiqi


"Islamic economics is the Muslim thinker's response to the
economic challenges of their time.In this endavour they were aided
by the Qur'an and the sunnah as well as by reason and experience."
"Ilmu ekonomi Islam adalah respons pemikir Muslim terhadap
tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras ini
mereka dibantu oleh Al-Qur'an dan sunnah, akal (ijtihad dan
pengalaman).
6. Hasanuzzaman, seorang Bankir Pakistan,
Dalam artikelnya Definition of Islamic Economics mengatakan,
"Islamic economics is the knowledge and application of
injunction and rules of he syariah that prevent injusstice in the
acquistition and disposal of material resources order to provide
satisfication to human and them to perform their obligations to
Allah and the society."
"Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan
perintah-perintah (injunction) dan tata cara (rule) yang ditetapkan
oleh yang ketidakadilan dalam penggalian penggunaan sumber
daya material guna kebutuhan manusia, yang memungkinkan
mereka melaksanakan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat."
7. Syed Nawab Haider Naqvi
"Islamic economics is the respresentative Muslim's behaviour
in a typical Muslim society."
"Ilmu ekonomi Islam adalah representasi perilaku umat Islam
dalam masyarakat Muslim."

8. Dr. Munawar Iqbal


sebagaimana

dikutip

dalam

sebuah

disiplin

ilmu

yang

mempunyai akar dalam syariat Islam. Islam memandang wahyu


sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling utama. Prinsipprinsip dasar yang dicantumkan dalam Al-Qur'an dan hadits adalah
batu ujian untuk menilai teori-teori ekonomi modern dan untuk
mengembangkan teori-teori baru berdasarkan doktrin ekonomi
Islam. Dalam hal ini, sebuah himpunan hadits merupakan sebuah
buku sumber yang sangat berguna."

9. Prof. Dr. Ziauddin Ahmad, ekonom Pakistan


Merumuskan bahwa ekonomi Islam pada hakikatnya adalah
upaya

pengalokasiansumber-sumber

daya

untuk

memproduksi

barrang dan jasa sesuai petunjuk Allah SWT untuk memperoleh


ridha-Nya.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
Ekonomi Islam itu mempelajari aktivitas atau perilaku manusia
secara aktual dan empiris; baik dalam produksi, distribusi maupun
konsumsi berlandaskan syariah Islam yang bersumber dari AlQur'an dan sunnah dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan
duniawi dan ukhrawi.1
1.2 Mazhab-mazhab Ekonomi Islam
Adiwarman

Karim,

salah

seorang

pakar

Ekonomi

Islam

Indonesia, dan penggagas The International Intitute of Islamic


Thought (IIIT) Indonesia, menuliskan bahwa ada 3 mazhab ekonomi
Islam, sebagai berikut.
Mazhab Bqir al-Shadr

1 Mustafa Edwin Nasution, Dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,


Jakarta: PRENADA MEDIA, 2012, hal 54.
9

Mazhab

ini

dipelopori

oleh

Bqir

al-Shadr

dengan

bukunya

Iqtishdun2, berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena


adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat
sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang lemah.
Ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam.
Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan
pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang
saling kontradiktif. Oleh karena itu, al-Shadr menolak statemen
bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia
yang tidak terbatas, sedangkan sumber daya yang tersedia untuk
memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Hal
tersebut sangat tidak relevan karena firman Allah SWT dalam surat
QS. al-Qamar (54:49) dinyatakan Sungguh telah Kami ciptakan
segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya
Mazhab Mainstream
M. Umer Chapra, M. Abdul Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dan
para pemikir ekonomi Islam dunia lebih banyak tergolong pada
kelompok ini. Berbagai pendapat dari mazhab mainstream tidak
begitu berbeda dengan pendapat konvensional, hanya saja yang
membedakan adalah cara penyelesaian permasalahan (method of
problem solving). Berbeda dengan penentuan skala prioritas dalam
ekonomi konvensional yang tergantung pada individu dengan atau
tanpa pendekatan agama, tetapi dengan mempertuhankan nawa
nafsu dan materi, sedangkan mazhab ini berpendapat dalam
ekonomi Islam, keputusan pilihan tidak dapat dilakukan semaunya
saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk
ekonomi, harus merujuk pada ajaran Allah lewat al-Quran dan
Sunnah.

Mazhab ini juga setuju dengan kemunculan masalah

ekonomi karena keterbatasan sumber daya yang dihadapkan pada


keinginan manusia yang tidak terbatas. Namun, keterbatasan
2 Dasar-dasar pemikiran ekonomi Islam Muhammad Baqr al-Shadr dapat
dilihat pada Iqtishdun (Beirut: Dr at-Taruf Lilmathbt, 1401 H/1981
M), hal. 7-35.
10

sumber daya tersebut, hanya terjadi pada berbagai tempat dan


waktu saja, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah
(2:155), yang artinya: Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang
sabar. Selain keterbatasan merupakan ujian dari Allah SWT, juga
sifat manusia yang berkeinginan tidak terbatas dianggap sebagai
sifat yang alamiah. Disebutkan dalam al-Quran surat at-Taktsur
(102:1-5), yang artinya: Bermegah-megahan telah melalaikan
kamu. Sampai kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak
kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)
Mazhab Alternatif-Kritis
Dipelopori oleh Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi di
University of Southern California). Kuran mengkritisi kedua mazhab
di atas. Mazhab ini berpendapat bahwa yang perlu dikritisi tidak saja
kapitalisme dan sosialisme, tetapi juga ekonomi Islam itu sendiri.3
Dari sekian literatur dan perkembangan perekonomian Islam
di dunia, tampaknya mazhab Mainstream lebih fleksibel dan
dominan

dalam

berkiprah

karena

seperti

yang

ditulis

oleh

Muhammad Muslehuddin bahwa sesungguhnya esensi dari ekonomi


Islam

adalah

(established)

perilaku
dan

dan

sistem

ditegakkan

ekonomi

berdasarkan

yang

dibangun

syariah,

dan

(kemungkinan) menerima unsur ekonomi lainnya selama tidak


bertentangan dengannya.4
1.3 Prinsip-Prinsip Umum Ekonomi Islam

3 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002),


hal. 13-16.
4 Muhammad Muslehuddin, Economics and Islam (New Delhi: Marzkazi Maktaba
Islami, 1982), hal . 47.

11

Prinsip-Prinsip umum ekonomi Islam dapat dilihat pada


rancang bangun ekonomi Islam didasarkan pada 5 (lima) nilai
universal,

yaitu

at-tauh

(keamanan),

al

adl

(keadilan),

annubuwwah (kenabian), al-khilfah (pemerintahan), dan al-maad


(hasil). Kemudian kelima nilainilai universal tersebut dibangun tiga
prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem
ekonomi Islam, yaitu multiple ownership, freedom to act, dan social
justice. Kelima nilai universal dan tiga prinsip derivatif tersebut
semuanya dipayungi konsep akhlak, sesuai dengan penyempurnaan
dakwah Nabi.5 Bahkan, M. Anas Zarqa meyakini filter moral dapat
menciptakan efisiensi dan keadilan.6

2. PROBLEMATIKA EKONOMI
Ketika kebutuhan masyarakat masih bisa dipenuhi oleh
sumber daya yang ada, maka tidak akan terjadi persoalan, bahkan
5 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, hal. 17.
6 M. Umer Chapra, Islam dan Tangan Ekonomi, Terj. Nur Hadi Ihsan dan
Fiqfi Amar (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), hal. 10. Dikutip dari M. Anas
Zarqa, Capital Allocation, Efficiency and Growth in an Interestfree Islamic
Economy, Makalah, 1982, hal. 49
12

juga tidak akan terjadi persaingan. Namun manakala kebutuhan


seseorang atau masyarakat akan barang dan jasa sudah melebihi
kemampuan penyediaan barang dan jasa tersebut, maka akan
terjadilah apa yang disebut kelangkaan. Pada saat seperti itulah
manusia akan menghadapi suatu pilihan untuk mengalokasikan
sumber daya yang dikuasainya agar kebutuhannya terpenuhi secara
optimal. Baik individu atau masyarakat secara keseluruhan akan
menghadapi masalah alokasi sumber daya ini.7
Mengakui adanya relativitas kelangkaan barang bukan berarti
menyatakan bahwa sumber daya yang ada tidak mampu mencukupi
kebutuhan individu masyarakat. Bisa saja terjadi suatu sumber daya
langka di masyarakat karena suatu tekanan kondisi tertentu.
Misalnya ketika terjadi isu kenaikan harga BBM, maka masyarakat
segera

membelinya

lebih

dari

kebutuhan

normal,

untuk

mengantisipasi kenaikan harga tersebut. Tentu saja permintaan


mendadak yang melebihi pasokan normal akan menimbulkan
kelangkaan sementara pada komoditas tersebut. Namun apa pun
penyebab kelangkaan, hikmah selalu dapat diambil dari kondisi itu.
Fenomena itu akan mendorong manusia untuk memakmurkan bumi
dan menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Kondisi
kelangkaan barang juga dapat dijadikan momen untuk menguji
keimanan dan kesabaran manusia.8 Sebagaimana firman Allah swt.
dalam QS. Asy-Syuura ayat 27:








Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya
tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah
7 Nopirin, Ph.D., Pengantar ilmu ekonomi Makro & Mikro, BPFE-Yogyakarta,
2000, hal 15
8 Mustafa Edwin Nasution, Dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
Jakarta: PRENADA MEDIA, 2012, hal 54.
13

menurunkan

apa

yang

dikehendaki-Nya

dengan

ukuran.

Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya


lagi Maha Melihat
Namun sesungguhnya kelangkaan juga bisa dilihat dengan
cara lain. Umat islam yakin bahwa Allah menciptakan langit langit
dan bumi dan segala apa yang ada di antara keduanya untuk
kesejahteraan

umat

manusia,

dan

untuk

itu

manusia

harus

memanfaatkannya seoptimal mungkin tanpa kerusakan dan ketidak


adilan di muka bumi. Selanjutnya, umat islam pun percaya bahwa
Allah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Tidak ada yang sia-sia
dalam penciptaan Allah SWT.9
Maka kalau dikaitkan dengan konsep kelangkaan, implikasi
dari prinsip diatas adalah tidak ada kelangkaan absolut di muka
bumi ini. Menurut Masudul Alam Choudhury dalam bukunya,
Contributions to Islamic Economic Theory, manusia menduga
adanya kelangkaan karena adanya keterbatasan pengetahuan
tentang

bagaimana

dimilikinya.

Dengan

cara

memanfaatkan

demikian,

dalam

sumber

konsep

daya

islam

yang

tentang

ekonomi, barang-barang yang dapat diolah oleh manusia dapat


digolongkan

sebagai

barang

yang

memiliki

kelangkaan,

dan

termasuk barang ekonomi. Sedangkan barang-barang yang masih


di luar jangkauan kapasitas produktif manusia, bukanlah barangbarang

langka,

dengan

demikian

tergolong

bukan

barang

ekonomi.10
Sebongkah uranium menjadi barang ekonomi atau tidak bagi
manusia tergantung kepada apakah manusia mengetahui manfaat
uranium tersebut dan dapat dimanfaatkannya. Satu kilogram
uranium diketahui memiliki energi yang sangat besar, setara
dengan energy untuk menggerakkan 500.000 jantung manusia
9 Ibid, hal 55
10 Ibid
14

selama satu tahun penuh tanpa henti. Kalaupun manfaatnya sudah


diketahui, bongkahan uranium tersebut pun tidak akan bermakna
ekonomis apa-apa jika tidak diketahui cara memanfaatkannya,
misalnya teknologi pengambilan, pengolahan, penyimpanan serta
pengamanannya. Dengan demikian, kelangkaan yang ada dalam
pandangan ekonomi Islam adalah kelangkaan relative, ketika
manusia memiliki pengetahuan dan kemampuan memanfaatkan
barang tersebut.11
Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan suatu kawasan
mengalami kesulitan pangan12:
a. Terdapat

perbedaan

distribusi

sumber

ekonomi,

laju

pertumbuhan penduduk, dan adanya perbedaan hasil bumi


serta kekuatan dan kelebihan yang dimiliki oleh masingmasing wilayah.
b. Kurangnya pemberdayaan (eksploitasi) manusia terhadap
sumber-sumber ekonomi, terkadang disebabkan adanya faktor
sosial dan budaya.
c. Kecenderungan manusia untuk hidup secara materialistis dan
budaya

konsumerisme

pendapatan

yang

yang

ada

tanpa

hanya

berlandaskan

memandang

atas

unsur-unsur

pemborosan.
d. Krisis moral yang telah meracuni jiwa warga dunia. Adanya
kecenderungan pihak penguasa ekonomi untuk eksploitasi
negara-negara miskin. Selain itu, adanya keengganan negaranegara

surplus

pangan

untuk

berusaha

membantu

pemenuhan kebutuhan pangan bagi negara yang mengalami


kekurangan. Biasanya sikap ini didorong oleh faktor ekonomi
atau politik kekuasaan.

11 Ibid hal 56
12 Mustafa Edwin Nasution, Dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
Jakarta: Prenada, 2006, hlm. 147.
15

3. Challenges
Banyak bukti sejarah yang meyakinkan bahwa Ekonomi Islam
sebagai suatu disiplin ilmu bukan karena menjadi ekonomi alternatif
pada dekade terakhir terhadap ekonomi sosialis yang tidak popular
dan ekonomi kapitalis yang sarat ketidakadilan.
Banyak catatan yang membuktikan bahwa ilmu ekonomi Islam
telah

mempunyai

sejarah

panjang

jauh

sebelum

ekonomi

konvensional (klasik) tercatat. Ali Zaid bin Ali (80-120 H/699-738 M)


telah menggagas tentang penjualan suatu komoditi secara kredit
dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai.13 Abu Hanifah
menggagas keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual-beli
dengan apa yang dikenal dengan bay as-salam dan al-murabh
ah14. Abdurrahman al-Awzai penggagas kebolehan peminjaman
13 Adiwarman Karim, Sejarah Ekonomi Islam (Jakarta: IIIT Indonesia,
2003), hal. 5-7, Muhammad Abu Zahrah, Al-Imam Zaid (Kairo: Dr al-Fikr
al-Araby, TT), hal. 539.
14 Muhammad Abu Zahrah, Abu Hanifah (Kairo: Dr al-Fikr al-Araby, TT), hal.
404-410, 432-442, dan 539.

16

modal dalam bentuk tunai atau sejenis 15. Abu Yusuf Yaqub Ibrahim
(112-182

H/731-798

M)

terkenal

dengan

perhatiannya

atas

keuangan umum (public finance) serta perhatiannya terhadap peran


negara, pekerjaan umum dan perkembangan pertanian16. Ia adalah
peletak pertama dasar-dasar perpajakan yang terkodifikasi dalam
Kitab alKharj dan kemudian dijiplak oleh ahli ekonomi sebagai
canon of taxation. Abu Ubayd al-Qasim bin Sallam (157-224 H/774738

M)

penulis

buku

al-Amwl

yang

secara

garis

besar

mendeskripsikan tentang persoalan ekonomi yang berkaitan dengan


property dan capital17.
Ekonomi islam datang dengan membawa perubahan dan
mengislamisasikan

muamalah-mualamalah

konvesnsional

yang

telah mengakar dalam sistem ekonomi masyarakat, perubahan itu


baik dari aspek produksi, distribusi, konsumsi, mekanisme pasar,
transaksi, sumber daya insani, dan lainnya.
A. Produksi dalam Ekonomi Islam
Ekonom Islam yang cukup concern dengan teori produksi
adalah Imam al-Ghazali. Ia menganggap pencarian ekonomi
bagian dari ibadah individu. Produksi barang-barang kebutuhan
dasar secara khusus dipandang sebagai kewajiban social (fardh
al-kifayah). Jika sekelompok orang sudah berkecimpung dalam
memproduksi barang-barang tersebut dalam jumlah yang sudah
mencukupi kebutuhan masyarakat, maka kewajiban seluruh
masyarakat sudah terpenuhi. Namun jika tidak ada seorang pun
yang melibatkan diri dalam kegiatan tersebut atau jika jumlah
15 Shabhi Mahmashni, Talm al-Insniyah wa al-Qnniyyah (Beirut: Dr
al-Ilm al-Malyin, 1978), hal. 426, 314-318, 447.
16 Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam , hal. 24.
17 Djuhana S. Praja, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam, Makalah
pada Seminar dan Lokakarya Nasional Ekonomi Syariah, Kerjasama IAIN
Sunan Gunung Djati Bandung dengan Bagais Depag RI, tanggal 29
November -1 Desember 2004, hal. 3-5.
17

yang diproduksi tidak mencukupi, maka semua orang akan


dimintai

pertanggung

permasalahannya
dalam

menjamin

jawaban

di

akhirat

adalah negara harus


bahwa

barang-barang

kelak.

Pokok

bertanggung jawab
kebutuhan

pokok

diproduksi dalam jumlah yang cukup. Al-Ghazali beralasan bahwa


sesungguhnya ketidakseimbangan yang menyangkut barangbarang kebutuhan pokok akan cenderung menciptakan kondisi
kerusakan dalam masyarakat.18
B. Distribusi dalam Ekonomi Islam
Salah satu bidang yang terpenting dalam pembahasan
tentang ekonomi adalah distribusi pendapatan. Pembahsan
tentang distribusi menjelaskan bagaimana pembagian kekayaan
ataupun pendapatan yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi.
Bisa jadi hal itu berkaitan erat dengan faktor-faktor produksi
seperti tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen.
Kaitan distribusi dengan tanah adalah bagaimana alokasi dana
untuk menyewa tanah sebagai tempat berkembangnya suatu
aktivitas produksi. Pembahasan tentang modal akan berkaitan
erat dengan bagaimana alokasi dana untuk membayar hasil bagi
modal

yang

diperoleh

dari

shahibul

mal.

Hal

ini

sangat

berseberangan dengan sistem konvensional yang menyertakan


perhitungan bunga bagi pinjaman modal. Tentunya hal ini
sangatlah kontradiktif dengan sistem ekonomi islam, yang
melarang riba.19
Sehubungan

dengan

pembagian

barang

dan

kebijakan,

beberapa perkara yang menjadi tujuan dalam Islam adalah


sebagai berikut:20
18 Adiwarman Azhar Karim, Ekonomi Mikro Islam, Eed. Ketiga, (Jakarta: PT
Raja-Grafindo Persada, 2011), hlm. 102
19 Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip dasar Ekonomi Islam,
(Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2014), hlm. 139.
18

1) Setiap

individu

kurangnya

menerima

samapai

pendapatan

tingkat

kehidupannya yang layak.


2) Kekayaan jangan sampai

sekurang-

yang

dimiliki

mencukupi

oleh

segelintir

golongan saja.
3) Tidak ada seorang individu pun yang dapat dipakai
untuk

bekerja

melebihi

kesanggupannya

dalam

mendapatkan penghasilan.
4) Pemiutang tidak boleh menuntut bunga dari pinjaman
yang diberikan.
5) Harga hendaknya adil dan sesuai, tidak terlalu tinggi
dan tidak pula terlalu rendah dan hendaklah disesuaikan
dengan biaya produksi yang sesungguhnya.

C. Konsumsi dalam Ekonomi Islam


Dalam ekonomi konvensional, konsumen

diasumsikan

mempunyai tujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam


kegiatan konsumsinya. Utility secara Bahasa berarti berguna
(usefulness),

membantu

(helpfulness),

atau

menguntungkan

(adventage). Dalam konteks ekonomi, utilitas dimaknai sebagai


kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika
mengonsumsi suatu barang. Kegunaan ini bisa juga dirasakan
sebagai

rasa

tertolong

dari

suatu

kesulitan

karena

mengomsumsi barang tersebut. Dikarenakan adanya rasa inilah,


maka sering kali utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas atau
kepuasan

yang

dirasakan

oleh

seorang

konsumen

dalam

mengonsumsi suatu barang. Jadi, kepuasan dan utilitas dianggap


sama, meskipun sebenarnya kepuasan merupakan akibat yang
ditimbulkan oleh utilitas.21
20 Muhammad Nejatullah Siddiqi, kegiatan Ekonomi dalam Islam, terj.
Anas Sidik dari judul aslinya The Economic Enterprise in Islam, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2004), 93-94
21 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII,
Ekonomi Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada (Kerjasama UII dengan
BI), 2006), hlm. 127.
19

4. Prospects
4.1 Prospek Ahli Ekonomi Syariah dalam Menghadapi MEA
Salah satu persoalan yang kini dihadapi industri keuangan syariah di Indonesia
adalah ketersedian SDM berkualitas. perkembangan industri keuangan dan perbankan
syariah mendorong meningkatnya kebutuhan SDM berkualitas. BI (Bank Indonesia)
pernah menyatakan untuk mengejar pangsa pasar perbankan syariah menjadi lima
persen, BI kekurangan tenaga kerja sekitar 40 ribu. 22 Persoalan kedua adalah
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap sistem keuangan dan bisnis syariah. Hal
tersebut terlihat dari belum banyaknya masyarakat yang mengakses layanan
perbankan syariah dibandingkan layanan perbankan konvensional.
Persoalan SDM di Indonesia sudah sedikit dapat diatasi dengan munculnya
ahli ekonomi syariah dari berbegai perguruan tinggi Islam dapat menjadi solusi untuk
mengentaskan kekurangan ahli ekonomi Islam dewasa ini. beberapa lembaga
pendidikan dan pelatihan ekonomi Islam di Indonesia antara lain; Tazkia Institute,
Shariah Economic and Banking Institute (SEBI), Pusat Pelatihan dan Pengembangan
Sumber Daya Mandiri (PPSDM), Muamalat Institute, Karim Bussiness Consulting,
dan Divisi Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia (IBI). Pada tataran
pendidikan formal terdapat Program Studi Ekonomi Islam yaitu UIN MALIKI
Malang, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, STAIN Jember,
UINSA Surabaya, SBI institute, SEBI, STIS Yogyakarta, Jurusan Ekonomi Islam
STAIN Surakarta, UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, UIN Yogyakarta, IAIN Medan,
dan Fakultas Ekonomi UNAIR, STEI Tazkia, dan Jurusan Timur Tengah dan Islam UI
serta upaya lain dari beberapa universitas Islam yang cukup banyak.
Perkembangan praktik ekonomi Islam dalam berbagai aspeknya yang begitu
pesat, membutuhkan supply SDM yang unggul dalam menjaga dan meneruskan
22 Muhammad, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluan dan
Ancaman, Yogyakarta: Ekonisia. 2013 lihat di Abdul wadud Nafis, Prospek ahli
ekonomi Syariah dalam mengahdapi ASEAN Economic Community, (Iqtishoduna
Vol. 4 No. 1 April 2014 51) H, 55

20

eksistensi ekonomi Islam di dunia. Dukungan pemerintah yang semakin baik dan
akomodatif terhadap perkembangan praktik ekonomi Islam, terutama lahirnya UU
Perbankan Syariah dan UU Surat Berharga Syariah Negara pada tahun 2008 lalu
memberikan harapan baru yang lebih cerah tentang masa depan praktik ekonomi
Islam di Indonesia. Oleh karena itu, ketersediaan SDM unggul yang mendukung
pengembangan dan perluasan praktik ekonomi Islam di Indonesia. khususnya, di
ASEAN pada umumnya merupakan suatu keniscayaan.
Dalam rangka itu, telah banyak institusi pendidikan yang berlomba
mempersiapkan SDM sesuai dengan kebutuhan industri dan bisnis yang merupakan
implementasi sistem ekonomi Islam. Dengan demikian, inshaAllah masa depan ahli
ekonomi Islam Indonesia ke depan semakin prospektif berkat dukungan semakin
luasnya aspek praktik ekonomi Islam di negara-negara di ASEAN.
4. Prospek Ekonomi Islam di Dunia
Amerika Serikat yang kini masih bertakhta sebagaimana Negara Nomor Satu
di Dunia dengan cadangan Devisa 3,25 triliun dallar AS. Yang memakai system
kapitalis yang muncul pada abad 16 yang didorong dengan munculnya industri
sandang di Inggris.
Akan tetapi menurut pengamatan dari sejumlah sistem ekonomi yang ada
untuk dewasa ini tidak ada sistem ekomi yang murni. Termasuk di dalamnya adalah
sistem kapitalis, dengan kata lain bahwa sistem ekonomi yg diberlakukan sudah
dikombinasikan dengan sistem ekonomi yang lain.
Isunya sekarang Amerika Serikat mengalami kegalauan karena mempunyai
utang yang banyak, masalah ekonomi AS terletak pada utang yang sudah
menggunung. Total utang sudah mencapai 16,43 triliun dollar AS atau sudah
mencapai 105,59 persen dari produk domestik bruto AS. Pinjaman Negara AS sudah
melampaui sebesar 10,2 milliar dollar AS, Sementara batasan maksimal pinjaman
negara sebesar 16,394 riliun dollar AS.dan yang paling menarik ada desakan agar total
batasan maksimum pinjaman dinaikkan lagi. Mengapa, karena AS harus memelihara
pembayaran bunga dan cicilan utang, mempertahankan pengeluaran negara yang kini
telah mencapai total 3,54 triliun dollar AS. Apa yang menjadi akar solusi dari akar
permasalahan ekonomi AS ini, sepertinya belum ada dan permasalahnya akan
semakin parah. Pada 1 januari 2013 ditawarkan solusinya adalah kenaikan pajak dan
hal ini sangat didukung oleh peresiden obama, dan sepertinya ini bukanlah akar dari
21

solusi. Tapi hal yang menarik ekonomi AS selamat dari krisis ekonomi yang berat
karena China turun tangan memberi dana talangan dan membeli saham perusahaanperusahaan raksasa Amerika Serikat. Kini terbalik Negara Amerika Serikat yang
berutang ke Negara China. jadi dengan kenyataan tersebut dapat disimpulakan bahwa
sistem ekonomi yang sudah di terapkan di belahan dunia ini belum bisa menjawab
sistem ekonomi yang terbaik. Dan perlu untuk dicermati negara berkekutan ekonomi
yang paling tertinggi yaitu Amerika Serikat yang menjadi Nomor satu saja mengalami
krisis global.
Negara China yang menjadi Nomor dua, jepang urutan ke tiga, Jerman nomor
empat dan Inggiris nomor lima sementara Indonesiamasih urutan ke 16 di dunia, ini
masih jauh tertinggal dari pertumbuhan ekonomi negara-negara lain. Untuk
pertumbuhan perekonomian Negara Indonesia lebih cepat meningkat perlunya ada
sistem yang mengaturnya, saat ini sudah hadir sistem ekonomi. Akan tetapi
bagaimana sekarang pertumbuhan ekonomi islam di indonesia masih jauh dari yang
diharapkan, menurut penulis perlu sistem ekonomi Islam ini lebih jauh diperhatikan
oleh pemerintah. Persoalanannya disini bakan sebatas pada halal haramnya suatu
sistem, namun perlu digaris bawahi bahwa adanya sosialiasi yang cukup untuk
menghilangkan kesan bahwa ekonomi islam hanya untuk kalangan tertentu saja yaitu
umat Islam, padahal yang sesungguhnya ekonomi islam bisa diterapkan untuk semua
kalangan. Disini berarti bahwa orang-orang di luar islam pun dapat menerapkan
sistem ekonomi islam, akan tetapi seluruh khalayak masyarakat Indonesia. Ekonomi
syariah memang yang paling terbaik dan cocok serta memberikan manfaat besar
untuk masyarakat Indonesia.
Disisi lain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, agar mampu
bersaing dengan negara-negara lain. Maka penerapan Ekonomi syariah yang membagi
keuntungan dan resiko bersama antara perbankan dan nasabah diharapkan mampu
sebagai solusi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Karena
ekonomi syariah dianggap mempunyai masa depan yang sangat cerah. Ekonomi islam
tidak berpihak kepemilik modal saja tapi ekonomi islam juga mengkomodir
kopentingan para buruh dan masyarakat kecil. Ekonomi syariah yang berhasil lolos
dari krisis financial global menjadi tempat baik untuk pertumbuhan.
Saat ini, ekonomi syariah memang belum memegang pranan besar dalam
pertumbuhan ekonomi. Industry ekonomi syariah diperkirakan telah tumbuh 19
persen sejak tahun 2006. Tercatat aset yang dikelola syariah sebesar 1,3 triliun dollar
22

AS pada tahun 2012. Pertumbuhan perbankan syariah tidak bisa lagi diabaikan.
Sampai oktober 2012, statistic perkembangan perbankan syariah, menurut data Bank
Indonesia, menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari pelayanan perbankan
syariah yang semakin luas tersebar di Indonesia. Dan nyatanya ekonomi syariah ini
masih banyak kalangan yang belum faham betul. Sebagaian kalangan berpendapat
hanya sebagai bentuk dakwah saja. Hal ini sangat perlu diperhatikan kembali,
menurut pengamatan penulis sosialisasi ekonomi syariah ini belum maksimal hal ini
dibuktikan dengan ekonomi syariah belum terlalu dikenal samapai ke pelosokpelosok. Dan langkah selanjutnya perlu untuk disosialisasikan secara maksimal. Agar
masyarakat betul-betul faham dengan system ekomi syariah ini.
Dan satu hal perlu di catat lagi adalah untuk membantu ekonomi syariah ini
dengan adanya lembaga non bank salah satunya Asuransi syariah, asuransi syariah
adalah asuransi sebagai alat pemindahan risiko murni dari tertanggung adalah orang
atau perusahaan yang menghadapi suatu risiko, dan penanggung adalah orang atau
perusahaan yang mengkhususkan diri memikul resiko dapat menampung kerugian
yang dapat timbul berbagai oleh adanya risiko.
Yang paling perlu untuk di cermati sampai sekarang belum ada Undangundang yang khusus mengaturnya masih berlandaskan kepada undang-undang Nomor
2 tahun 1992, berbeda dengan lembaga non bank lainnya salah salunya adalah Masar
Modal syariah, untuk saat ini sudah lumayan banyak fatwa-fatwa yang bertambah
tetapi kekutana fatwa itu tidak mengikat untuk mufti apalagi untuk kalangan banyak
orang. Sebagai Negara demokrasi kekuatan tertinggi adalah undang-undang. Regulasi
ini sangat pentingIni terbukti pertumbuhan ekonomi pasca undang-undang perbankan
no. 21 tahun 2008 sesuai dengan pengakuan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI)
Halim Alamsyah pada Seminar akhir tahun Perbank Syariah di Gedung Bank
Indonesia Jakarta senin 17 Desember . total aset perbankan Syariah pun telah
mencapai Rp. 178, 6 triliun, atau 4,4 persen di tambah aset BPRS yang sebesar Rp.
4,46 Tiriliun. Jadi jumlah keseluruhanya adalah 183, 06 triliun. Pertumbuhan aset ini
sesuai dengan priyeksi yang dibuat tahun sebelumnya yaknin mencapai kisaran Rp.
177,

8-205,

triliun.23

23 http://www.kompasiana.com/sania2312/prospek-ekonomi-islam-di-tengahkegalauan-sistem-ekonomi-liberal_553015d16ea834f3208b4584

23

4. Conclusion
Sistem ekonomi Islam atau dikenal sebagai mu'amalah adalah
suatu sistem yang baik karena berdasarkan wahyu yang jelas dari
Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Namun akhir-akhir ini menjadi
compicated disebabkan karena terikut dengan rentak dan cara
hidup serta pendidikan Barat yang mengabaikan aspek yang paling
penting kepada manusia yaitu pembangunan manusia hakiki
berdasarkan paradigma Tauhid bagi menuju pengiktirafan Allah SWT
bagi mencapai Al-Falah (kemenangan dan kejayaan) dan bukan
semata-mata bangunan yang barangkali di diami oleh manusiamanusia yang tertandus jiwa dan akhlaqnya.

24

Daftar Pustaka
Chapra, M. Umer. 1999. Islam dan Tangan Ekonomi. Terj. Nur Hadi
Ihsan dan Fiqfi Amar. Surabaya: Risalah Gusti.
Karim, Adiwarman. 2001. Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer.
Jakarta: Gema Insani Press.
______. 2002. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: IIIT Indonesia.
______. 2003. Sejarah Ekonomi Islam. Jakarta: IIIT Indonesia.
Mahmashni. Shabhi. 1978. Talm al-Insniyah wa al-Qnniyyah.
Beirut: Dr al-Ilm al-Malyin.
Mannan, M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Terj. M.
Nastangin Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Muslehuddin, Muhammad. 1982. Economics and Islam. New Delhi:
Markazi Maktaba Islami.
Praja, Djuhana S. 2004. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam,
Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Ekonomi Syariah,
Kerjasama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Bagais
Depag RI, tanggal 29 November 1 Desember.
Shadr, Muhammad Baqr ash-. 1401 H/1981 M. Iqtishdun. Beirut:
Dr at-Taruf Lilmathbt.
Widdyanto, Tri. 2005. Operation Officer Bank Muamalat Kantor
Cabang Purwokerto, wawancara tanggal 14 Februari. Zahrah,
Muhammad Abu. TT. Abu Hanifah. Kairo: Dr al-Fikr al-Araby.
______. TT. Al-Imam Zaid. Kairo: Dr al-Fikr al-Araby.
25

Zarqa, M. Anas. 1982. Capital Allocation, Efficiency and Growth in


an Interest-free Islamic Economy.

26

You might also like