Jurnal 2-2

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 19

PAPER JURNAL ONLINE

PILPRES 2014 DALAM COVER MAJALAH BERITA


(Analisis Semiotik Sampul Majalah Berita Tempo Terkait Isu Pemilihan
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilihan Umum
Tahun 2014 Edisi Bulan April-Juni 2014)

Yohanes de Brito Indra Bhaskara


Sri Hastjarjo

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
PILPRES 2014 DALAM COVER MAJALAH BERITA

(Analisis Semiotik Sampul Majalah Berita Tempo Terkait Isu Pemilihan


Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilihan Umum
Tahun 2014 Edisi Bulan April-Juni 2014)

Yohanes de Brito Indra Bhaskara


Sri Hastjarjo

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

The presence of magazine cover becomes distinctive attraction. The


representation of cover with illustration and colorful picture in addition to
providing an interesting characteristic also provides memorable impression. The
symbol of any picture on the cover can be interpreted with a corresponding
meaning. This research aimed to find out the interpretation of symbol in the cover
picture of Tempo magazine in April-June 2014 edition concerning the issue of
presidential election of 2014. The research method employed was a semiotic
analysis. This research also employed Roland Barthess analysis model, in which
the searching for meaning was conducted with denotative and connotative stages
in every symbol on the magazine cover, that later was interpreted in the second
stage related to myth. This study also presented intertextual interpretation of
symbols related to pictures and photographs to analyze the visual symbol. In
addition it was also attributed with the news in the headline for every edition to
confirm the interpretation of message to be delivered. From the result of research
analysis, it could be concluded that the interpretation of symbols from the eight
covers of Tempo magazine in April-June 2014 edition gave explanation about the
condition around the presidential general election from the establishment of
coalition, president candidate selection, to the issue developing during the
campaign becoming the real political phenomenon today.
Keywords: 2014 presidential election, Tempo, Semiotic, Magazine Cover.

Pendahuluan
Keberadaan majalah bila dibandingkan dengan buku, surat
kabar, dan aneka macam produk media massa cetak lainnya, majalah

memiliki daya tarik yang lebih tinggi dan mampu memberikan


pemahaman dan tampak begitu memberikan rangsangan kepada
pembacanya.

Meskipun

buku

dan

suratkabar

tampak

begitu

memberikan rangsangan dan bisa mengalihkan perhatian, kedua hal ini


tidak akan pernah bisa menyamai daya tarik visual dari majalah yang
sangat kuat dan berlangsung seketika. Majalah memiliki sekumpulan
artikel atau kisah yang diterbitkan teratur secara berkala. Di dalam
sebagian majalah terdapat ilustrasi. Mereka menampilkan beragam
informasi, opini, dan hiburan konsumsi massa. Majalah akan meliput
berbagai peristiwa dan mode mutakhir, membahas masalah politik
dalam negeri, atau membahas cara memperbaiki alat-alat rumah
tangga (Danesi, 2010: 89).
Majalah

lebih

dahulu

melakukan

jurnalisme

interpretatif

ketimbang surat kabar ataupun kantor-kantor berita. Bagi majalah


interpretasi merupakan sajian utama. Sejak lama, aneka majalah
sengaja menyajikan tinjauan atau analisis terhadap suatu peristiwa
secara mendalam, dan itulah hakikat interpretasi. Kecenderungan ini
menguat sejalan dengan spesialisasi majalah. Majalah-majalah khusus
laku karena menyajikan analisis yang panjang lebar (Rivers, 2008:
212).
Berbeda dengan produk media massa cetak lainnya, majalah
memang dirancang untuk disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Karena alasan ini maka majalah memiliki ukuran halaman lebih kecil
dan dicetak di kertas yang lebih baik. Konten isinya pun lebih banyak
dan beragam, bila dibandingkan surat kabar yang berisikan peristiwaperistiwa keseharian dan cepat berubah, lain halnya dengan majalah
yang didominasi laporan faktual atau praktis hingga beragam jenis
tulisan ringan. Ditambah dengan sampul majalah yang atraktif dan
menarik minat pembaca untuk membeli atau sekedar membacanya.
John Morrish (1996: 166) menekankan tentang keberadaan
sampul majalah merupakan suatu hal yang paling menonjol dan sangat
berguna sebagai penambah nilai jual sebuah majalah. Tidak jarang
publikasi yang baik menjadi rusak karena ketidakmampuan editor

untuk

menggambarkan

dan

mendisain

sampul

majalah

dengan

penyampaian yang baik. Perancangan dan pembuatan sampul majalah


harus dilakukan dengan baik untuk menarik minat pembaca. Morrish
juga menambahkan, pemilihan gambar pada sampul haruslah bersih
dan tidak terlalu ramai. Pemilihan warna yang cerah dirasa lebih baik
dibanding dengan pemilihan warna suram. Hal itu tidak terlepas agar
pembaca merasa nyaman terhadap sesuatu yang membuat mereka
tertarik, dan sampul majalah memberikan tampilan mengagumkan.
Pemilihan gambar serta penempatan ilustrasi pada sebuah
sampul majalah digunakan untuk membantu mengkomunikasikan
pesan dengan tepat, cepat, serta tegas, dan merupakan terjemahan
dari sebuah judul. Kusmiati,dkk (1999) berpendapat bahwa ilustrasi
tersebut diharapkan bisa membentuk suatu suasana penuh emosi, dan
menjadikan gagasan seakan-akan nyata. Sampul majalah berupa
ilustrasi sebagai gambaran pesan yang tak terbaca, namun bisa
mengurai cerita, berupa perpaduan gambar dan tulisan, sehingga
membentuk

grafis

yang

informatif

serta

memikat.

Meskipun

penempatan ilustrasi dan gambar merupakan attention-getter yang


paling efektif, tetapi akan lebih efektif lagi bila ilustrasi tersebut juga
mampu

menunjang

pesan

yang

terkandung

agar

memudahkan

pembaca dalam memaknai pesan yang dimaksudkan (Kusmiati,dkk,


1999:44).
Representasi secara visual menjadi kekuatan tersendiri dalam
menyampaikan tujuan untuk berekspresi. Dalam penelitian yang
dilakukan Adham (2012) bahwa bahasa mungkin menjadi alat utama manusia

dalam berekspresi. Hal tersebut menekankan bahwa penampakan secara visual


memiliki efek menyampaikan pesan yang sama efektifnya dengan komunikasi
secara verbal. Karena tanda pada penampakan secara visual menjadi dasar dari
semiotika sosial (simbol).
Pemaknaan simbol visual dalam penyampaian pesan secara
sistematis juga disampaikan Aiello (2006) dalam jurnal ilmiahnya yang
berjudul Theoretical Advances in Critical Visual Analysis: Perception,
Ideology, Mythologies, and Social Semiotics, mengungkapkan bahwa:

Meskipun semiotika sosial terfokus dalam membagi teks untuk


mengidentifikasi unsur-unsur yang membentuk struktur, tujuan dasar
untuk lebih mampu memahami susunan dari hubungan dan perbedaan
yang menjadi ciri khas suatu sistem tanda yang diberikan. Tujuan
utamanya adalah untuk melihat secara sistematis bagaimana strategi
tekstual disampaikan untuk menyampaikan makna tertentu. Membagi
teks visual secara sistematis merupakan sarana untuk menganalisis
secara lebih kritis.

Begitupun pemaknaan pada sampul majalah yang memiliki penampilan secara


visual. yang berbeda di setiap jenis majalahnya, membawa pesan berbeda pula dan
dapat dimaknai secara lebih mendalam.
Peneliti memilih Majalah Tempo karena memiliki kapasitas
majalah yang baik dalam mengulas masalah seputar sosio-politik,
pemberitaan yang disajikan sangat tajam dan menggunakan tatanan
bahasa yang menarik. Penggunaan sampul majalah yang terkesan
segar karena selalu dihiasi dengan karikatur maupun gambar yang
unik, membuat kesan tersendiri bahwa Majalah Tempo hendak
menyampaikan sebuah pesan dalam pemaknaan sampul majalah di
setiap edisi penerbitannya.
Majalah Tempo merupakan salah satu majalah yang berfungsi
sebagai media informasi tentang berbagai peristiwa dalam dan luar
negeri (Ardianto, 2007: 112). Tempo termasuk dalam kategori majalah
berita, dimana keberadaan majalah berita sudah menciptakan dampak
yang terbesar. Dalam bukunya Pengantar Jurnalistik (saduran dari buku
An Introduction to Journalism, karya Fraser Bond), Suhandang (1978)
menjelaskan bahwa dalam majalah berita tidak adanya singkatansingkatan serta adanya kebiasaan memperhatikan perbendaharaan
kata serta metode bentuk-bentuk penyajiannya yang banyak ditiru
oleh surat kabar maupun majalah jenis lainnya, termasuk dalam hal
kecepatan dan penangkapan materi.
Pada penelitian mengenai sampul Majalah Tempo ini dilakukan
pendekatan semiotika guna mendapatkan makna dibalik tanda yang
saling berhubungan, baik secara verbal (kontekstual) dan juga secara
visual (gambar dan ilustrasi) yang ada dalam Majalah Tempo. Selain itu

juga meneliti mengenai karakteristik bentuk sampul Majalah Tempo


secara umum, dan penelitian dari segi visual (gambar dan ilustrasi) di
tiap-tiap edisi selama Bulan April hingga Bulan Juni.
Dengan metode semiotika yang dikembangkan oleh Roland
Barthes, tentang pemahaman makna dua tahapan, diharapkan untuk
dapat mengetahui tentang pemaknaan secara denotasi (makna
sebenarnya)

dan

konotasi

(makna

tahap

selanjutnya).

Setelah

melakukan intepretasi (pemaknaan) dua tahap, akan dapat diungkap


makna yang ada dalam sampul Majalah Tempo edisi Bulan April hingga
Bulan Juni bila dikaitkan dengan sikap netralitas Majalah Tempo pada
saat masa kampanye calon presiden dan wakil presiden 2014.

Rumusan Masalah
Apa

makna

simbol-simbol

terkait

isu

pemilihan

umum

pemilihan umum calon presiden dan calon wakil presiden dalam


sampul Majalah Tempo edisi Bulan April-Juni 2014?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
makna simbol-simbol dalam sampul Majalah Tempo edisi Bulan AprilJuni 2014 terkait isu pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden
pada pemilihan umum tahun 2014.

Tinjauan Pustaka
a. Majalah Sebagai Media Massa
Majalah merupakan salah satu produk media massa yang
paling populer karena memiliki daya tarik visual yang sangat kuat
dan berlangsung seketika

bila dibandingkan dengan buku dan

suratkabar meski sama-sama dapat memberikan rangsangan dan


mengalihkan perhatian (Danesi, 2010: 89). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Majalah adalah terbitan berkala yang
isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik

aktual

yang

patut

diketahui

pembaca,

dan

menurut

waktu

penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan,


mingguan, dan sebagainya dan menurut pengkhususan isinya
dibedakan atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra,
ilmu pengetahuan tertentu, dan sebagainya.
Seperti suratkabar, dalam majalah termuat tulisan banyak
orang, bukan satu orang saja. Akan tetapi, majalah dirancang untuk
disimpan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
suratkabar. Karena alasan ini surat kabar memiliki ukuran halaman
lebih kecil dan dicetak di kertas yang lebih baik. Salah satu
pembanding yang terlihat adalah di bagian sampul. Majalah memiliki
sampul yang menampilkan gambaran atau potret yang menarik,
bukannya berita. Pelbagai jenis tulisan berbeda berkisar dari
laporan faktual atau praktis ke yang lebih bergaya pribadi atau
emosional merupakan karakteristik dasar dari sinteks majalah.
b. Majalah Berita
Time, Newsweek, US News & World Report, atau Gatra dan
Tempo: termasuk kategori majalah berita. Majalah berita merupakan
satu bentuk publikasi yang mengombinasikan unsur aktualitas
peristiwa

mingguan

dengan

peliputan

mendalam

(in-depth

coverage) dan penulisan feature-mingguan personal. Majalah ini


hendak menjangkau pembaca mingguan, yang ingin mendapatkan
kedalaman pemberitaan dengan tingkat profesionalitas tertentu. Isi
majalahnya kebanyakan ditulis dengan menggunakan pendekatan
feature. Majalah seperti ini tidak memberi banyak peluang bagi para
penulis lepas (Santana, 2005: 94).
Kehadiran majalah berita mungkin lebih berfungsi sebagai
media informasi tentang berbagai peristiwa baik di dalam maupun di
luar negeri (Ardianto, 2007: 112). Majalah berita memberikan
dampak yang besar bagi perkembangan media cetak sekarang ini.
Tidak

adanya

singkatan-singkatan

serta

adanya

kebiasaan

memperhatikan perbendaharaan kata serta memiliki kecepatan dan

penangkapan materi, menjadikan format penyajian majalah berita


kerap kali menjadi bahan acuan dalam penulisan surat kabar dan
majalah lainnya (Suhandang, 1978: 48).
c. Peranan Sampul Majalah
Selain adanya foto dalam sebuah majalah yang menjadi daya
tarik tersendiri, keberadaan cover atau sampul majalah juga
merupakan daya tarik tersendiri. Sampul adalah ibarat pakain dan
aksesoris pada manusia. Sampul majalah biasanya menggunakan
kertas yang bagus dengan gambar dan warna yang menarik pula.
Menarik tidaknya sampul suatu majalah sangat bergantung pada
tipe majalahnya, serta konsistensi atau keajegan majalah tersebut
menampilkan ciri khasnya.
Keberadaan
menjadi

lebih

ilustrasi

berkesan,

dan

gambar

karena

digunakan

pembaca

akan

agar
lebih

pesan
mudah

mengingat sebuah gambar daripada kata-kata. Begitupula dengan


penggunaan gambar serta ilustrasi pada sampul sebuah majalah.
Ilustrasi sebagai gambaran pesan yang tak terbaca, namun bisa
mengurai cerita, berupa gambar dan tulisan, dengan bentuk grafis
yang informatif dan memikat. Gambar dan ilustrasi digunakan untuk
membantu mengkomunikasikan pesan dengan tepat, cepat, serta
tegas, dan merupaka terjemahan dari sebuah judul. Keberadaannya
yang berada di sampul majalah diharapkan bisa membentuk
suasana penuh emosi, dan menjadikan gagasan seakan-akan nyata.
Walaupun gambar dan ilustrasi merupakan attention-getter yang
paling efektif, tetapi akan lebih efektif bila ilustrasi tersebut juga
mampu menunjang pesan yang terkandung. Penempatan gambar
dan ilustrasi akan lebih efektif bila dipadukan dengan tulisan, agar
menjadi lebih serasi dan menguatkan (Kusmiati,dkk 1999: 44).
Kusmiati,dkk

(1999:47)

juga

menambahkan

tentang

keberadaan gambar dan ilustrasi pada sampul majalah memiliki


sebuah tujuan, antara lain:

1. Untuk menggambarkan suatu produk atau suatu ilusi yang


belum pernah ada.
2. Menggambarkan kejadian atau peristiwa yang agak mustahil,
misalnya gambar sebuah pohon memakai sepatu.
3. Mencoba menggambarkan ide abstrak, misalnya keadaan
depresi.
4. Memperjelas komentar, biasanya komentar editorial, dapat
berbentuk kartun atau karikatur.
5. Memperjelasi suatu artikel untuk bidang medis atau teknik,
dengan gambar yang memperlihatkan bagaimana susunan otot
atau cara kerja sebuah mesin.
6. Menggambarkan sesuatu secara rinci, misalnya ilustrasi
untuk ilmu tumbuh-tumbuhan yang mengurai bagian tampak
tumbuhan.
7.

Membuat

corak

tertentu

pada

suatu

tulisan

yang

menggambarkan masa atau zaman pada saat tulisan tersebut


dibuat, misalnya masa Victorian digambarkan dengan bentuk
yang lembut dan garis berornamen.
Penggunaan media gambar merupakan metode yang paling
cepat untuk menanamkan pemahaman, walau gambar tidak disertai
tulisan sekalipun. Pesan yang hendak disampaikan kepada pembaca
kemudian divusalisasikan dengan bentuk gambar serta ilustrasi
untuk mempermudah pemahaman. Visualisasi adalah cara atau
sarana paling tepat untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi
lebih jelas. Penampilan secara visual selalu mampu menarik emosi
pembaca dan dapat menolong seseorang untuk menganalisa,
merencanakan

dan

memutuskan

suatu

problema,

kemudian

mengkhayalkannya pada kejadian sebenarnya (Kusmiati, 1999: 8586).

d. Pendekatan Semiotika
Semiotika adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari
bahasa Yunani semeion yang berarti tanda. Tanda terdapat dimanamana: kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu

lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film,


bangunan atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda.
Segala sesuatu dapat menjadi tanda (Sudjiman dan van Zoest,
1991: vii). Istilah semiotika atau semiotik, yang dimunculkan pada
akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles
Sanders Pierce, merujuk kepada doktrin formal tentang tandatanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang
tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh
tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun sejauh terkait dengan
pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda, karena jika
tidak begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan
realitas (Sobur, 2004: 13).
Fiske (1990: 60) mengatakan bahwa semiotika merupakan
studi tentang tanda dan cara tanda-tanda bekerja, dan menjelaskan
bahwa semiotika memiliki tiga bidang studi utama yaitu:
1. Tanda itu sendiri. Studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu menyampaikan
makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang
menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi
tentang cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi
kebutuhan

suatu

mengeskploitasi

masyarakat

saluran

atau

komunikasi

budaya
yang

atau

untuk

tersedia

untuk

mentransmisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada
gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tandatanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.
Sementara

itu,

bagi

Roland

Barthes,

semiologi

hendak

mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal


(things). Memaknai dalam hal ini tidak bisa disamakan dengan
mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak
hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari

10

tanda. Barthes melihat signifikasi sebagai sebuah proses yang total


dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikasi itu tidak
terbatas pada bahasa, tetapi juga terdapat pula pada hal-hal yang
bukan bahasa (Kurniawan, 2001: 53).
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya
tentang

tanda

adalah

peran

pembaca

(the

reader).

Barthes

mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan


tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada
sebelumnya. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan
konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan
dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama (Sobur,
2004: 69).
Untuk mengetahui proses pemaknaan tahap ke-dua yang
dimaksud oleh Roland Barhtes, berikut adalah peta tanda Barthes
tentang bagaimana sebuah tanda bekerja:
Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier
2. Signified
(Penanda)
(Petanda)
3. Denotative Sign (Tanda
Denotatif)
4. Connotative Signifier
(Penanda Konotatif)

5. Connotative
Signified (Petanda
Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Sumber:

Paul

Cobley

&

Litza

Jansz.

1999.

Introducing

Semiotics. NY: Totem Books, hlm. 51.


Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3)
terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat
bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4).
Sehingga dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar
memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian
tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.
Menurut Arthur Berger (2010: 65), pemaparan Barthes tentang
makna

denotasi

(pemaknaan

tahap

pertama)

bersifat

secara

langsung, dan bisa disebut sebagai gambaran dari suatu petanda.

11

Sedangkan

makna

dihubungkan

konotatif

dengan

merupakan

kebudayaan

yang

pemaknaan
tersirat

di

yang
dalam

pembungkusnya (pemaknaan tahap ke dua) tentang makna yang


terkandung didalamnya. Akhirnya, makna konotatif dari beberapa
tanda akan menjadi semacam mitos atau petunjuk mitos (yang
menekankan makna-makna tersebut) sehingga dalam banyak hal
(makna)

konotasi

menjadi

perwujudan

mitos

yang

sangat

berpengaruh.
Mitos

berfungsi

untuk

mengungkapkan

dan

memberikan

pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu


periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi
penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang
unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada
sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem
pemaknaan tataran ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda
dapat memiliki beberapa penanda (Sobur, 2004:71).
Metodologi
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
kualitatif, yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau
pemahaman mengenai gejala (dari prespektif subyek/aktor) (Pawito,
2007: 44). Penelitian diskriptif merupakan penelitian yang bersifat
menggambarkan atau melukiskan sesuatu hal. Menggambarkan atau
melukiskan dalam hal ini dapat dalam arti sebenarnya (harafiah), yaitu
berupa gambar-gambar atau foto-foto yang didapat dari data lapangan
atau peneliti menjelaskan hasil penelitian dengan kata-kata (Usman &
Setiady, 2009: 129).
Sumber data primer yang diperoleh langsung dari media
penelitian yang digunakan, dalam penelitian ini adalah sampul Majalah
Tempo edisi bulan April hingga Juni 2014, dimana pemilihan sampul
majalah pada bulan tersebut berkenaan dengan masa-masa kampanye
calon presiden dan calon wakil presiden untuk pemilihan umum 2014
dan data sekunder yang diperoleh dengan cara mengambil dari
sumber tulisan artikel pada Majalah Tempo edisi bulan April hingga Juni

12

2014 yang berkaitan dengan objek penelitian yang dapat mendukung


penelitian, dokumen berupa foto, buku-buku lain, dan website.
Sajian dan Analisis Data
Pemaknaan simbol pada sampul Majalah Tempo edisi Bulan
April-Juni 2014 terkait isu pemilihan umum calon presiden dan calon
wakil presiden terdapat delapan korpus yang dapat diintepretasikan.

Korpus 1, Tempo edisi 7-14 April 2014

Keberadaan beberapa simbol pada sampul edisi ini


memiliki keterkaitan dengan kegiatan hiruk-pikuk koalisi
yang terbentuk pada kampanye pemilu presiden. Simbol
tentang sosok laki-laki berperawakan kurus berkulit
gelap dan memakai kemeja putih berlengan panjang
yang digulung sebatas siku yang diintepretasikan sosok
Joko Widodo dan laki-laki gempal berkemeja putih
epaullete diintepretasikan sosok Prabowo Subianto.
Mereka menjadi pusat perhatian khalayak dan sedang memainkan alat musik
seruling diintepresikan dengan usaha untuk mempengaruhi khalayak.
Keberadaan khalayak yang mengitari sosok Jokowi terlihat orang-orang
asing, hal ini melambangkan pemberitaan Jokowi hingga mancanegara.
Sedangkan keberadaan khalayak yang mengitari Prabowo terlihat banyak orang
dalam negeri. Penggambaran simbol tersebut menyangkut tentang bagaimana
keadaan koalisi yang terjadi, suasana hiruk pikuk pada saat kampanye pemilihan
umum presiden 2014.
13

Korpus 2, Tempo edisi 14-20 April 2014


Sampul majalah edisi kali ini terkait dengan keadaan
internal partai politik pengusung calon presiden. Dalam
hal ini keadaan internal Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan menjelang pemilihan umum presiden dan
perolehan suara setelah pemilihan legislatif. Simbol
diagram garis dan keterangan angka 27 pada bagian kiri,
serta keadaan garis yang retak, dan juga menampilkan
sosok Puan Maharani.
Simbol gambar sosok Puan Maharani sedang duduk pada grafik menjelaskan
mengenai hasil perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia yang mengecewakan
meskipun memenangi pemilihan legislatif. Hingga muncul isu adanya perpecahan
di dalam partai yang menyebabkan perolehan suara PDIP tak maksimal.
Korpus 3, Tempo edisi 21-27 April 2014
Penggambaran simbol sosok Joko Widodo yang terlihat
sedang mencari pendamping sebagai calon presiden.
Pendekatan dilakukan dengan beberapa partai dan
kandidat nama-nama yang memenuhi kriteria sudah
dikantongi,

sehingga

pemilihan

nama

masih

dimatangkan secara internal.


Sampul ini masuk dalam pengelompokan sampul terkait
isu pemilihan umum presiden saat mencari calon wakil presiden.
Korpus 4, Tempo edisi 12-18 Mei 2014
Penggambaran sosok laki-laki paruhbaya memakai
kacamata dan sedang bersembunyi sambil memegang
teropong pada sampul dapat diintepretasikan sebagai
sosok Jusuf Kalla.

14

Jusuf Kalla menjadi nama yang memiliki potensi paling tinggi untuk
mendampingi Joko Widodo berlaga dalam pemilihan presiden. Melihat
pengalaman, latar belakang politik, dan kapabilitas yang dimiliki Kalla, tidak
mengherankan bila PDIP lebih condong untuk memilihnya meskipun tidak
menutup kemungkinan ada beberapa nama calon lainnya.

Korpus 5, Tempo edisi 19-25 Mei 2014


Sampul edisi ini menampilkan sosok Prabowo
Subianto yang sedang menaiki kuda mainan berwarna
putih,

sosok

laki-laki

yang

dibelakang

yang

mengenakan baju warna biru dan berambut putih


diintepretasikan sebagai Hatta Rajasa.
Setelah safari politik yang dilakukan Prabowo Subianto
dan Partai Gerindra dengan melakukan komunikasi
politik, sosok Hatta Rajasa menjadi pilihan untuk
mendapingi Prabowo pada pemilihan presiden.
Sampul ini merupakan penggambaran kegaitan pencarian pasangan calon wakil
presiden yang dilakukan menjelang pemilihan umum presiden.
Korpus 6, Tempo edisi 26 Mei-1 Juni 2014
Ditetapkannya dua pasang calon yang akan berlaga di
pemilihan presiden 2014 menjadikan mereka untuk
menjalin komunikasi politik dengan partai lain untuk
membentuk koalisi, tidak lain bertujuan untuk

15

memperoleh dukungan di parlemen. Tidak dapat dipungkiri jika koalisi yang


terbentuk tidak lepas dari lobi dan traksaksi politik.
Penggambaran sampul tersebut merupakan pembahasan tentang kegiatan koalisi
yang dilakukan oleh kedua pasangan calon menjelang pemilihan umum presiden
Korpus 7, Tempo edisi 16-22 Juni 2014
Keterlibatan beberapa jenderal purnawirawan yang
mendukung masing-masing pasangan memang tidak
dapat disalahkan. Keberadaan mereka menjadi votegetter bagi pasangan calon presiden dan calon wakil
presiden yang berlaga. Isu-isu mengenai keterlibatan
Prabowo dalam tindak pelanggaran HAM dan
pemecatannya secara tidak hormat pun dihembuskan
dalam masa-masa kampanye.
Pemaknaan simbol yang tergambar pada sampul ini merupakan beberapa
isu politik yang berkembang pada saat masa kampanye pemilihan umum presiden
2014.
Korpus 8, Tempo edisi 23-29 Juni 2014
Munculnya Majalah Obor Rakyat yang digunakan sebagai media kampanye
hitam untuk menjatuhkan sosok Joko Widodo. Isu,
cacian, dan fitnah ditampilkan dengan format
menyerupai majalah. Namun kubu Jokowi menangkal
isu tersebut dengan menerbitkan majalah dengan
konten positif, dan diterbitkan ke beberapa daerah,
terkhusus di daerah yang terkena Obor Rakyat.
Penggambaran simbol pada sampul majalah ini
menekankan pada isu-isu politik tentang kampanye
hitam pada saat menjelang pemilihan umum presiden.
Kesimpulan
Pemaknaan simbol yang terdapat pada kedelapan korpus tersebut
memiliki keterkaitan dengan isu-isu mengenai pemilihan presiden 2014. Isu-isu
yang terkait dengan pemilihan presiden dapat dikelompokan menjadi beberapa
fokus perhatian, antara lain: kegiatan koalisi yang sedang terjadi (Korpus 1 dan

16

Korpus 6), pemilihan calon wakil presiden (Korpus 3, Korpus 4, dan Korpus 5),
keadaan internal partai politik pengusung calon presiden (Korpus 2), dan Isu-isu
politik yang mewarnai masa kampanye presiden (Korpus 7 dan Korpus 8).
Pengambaran kedelapan sampul Majalah Tempo edisi Bulan April Juni
2014 terlihat tidak berimbang dan memiliki kecondongan pada salah satu
pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilihan umum presiden
2014. Seperti yang terlihat pada Korpus 1, dimana penggambaran sosok laki-laki
yang diintepretasikan sebagai Joko Widodo berada di posisi lebih atas dibanding
dengan sosok laki-laki yang diintepretasikan sebagai Prabowo Subianto.
Penempatan sosok Jokowi pada bagian tengah halaman bertujuan agar pembaca
melihat sosok Jokowi menjadi point of interest. Mata pembaca akan selalu tertarik
pada pusat dari suatu pengamatan, sehingga yang di tengah akan selalu menarik
perhatian (Arsad, 1984:37). Serta posisi penempatan Jokowi yang berada diatas
Prabowo hendak menyampaikan kepada pembaca bahwa Jokowi lebih unggul bila
dibandingkan dengan Prabowo. Raut wajah Jokowi juga terlihat lebih ceria dan
santai saat meniup seruling bila dibadingkan dengan Prabowo yang terlihat lebih
tegang dan ngotot. Penggambaran ini juga dapat diintepretasikan dengan
elektabilitas dari keduanya. Elektabilitas Jokowi yang mengungguli Prabowo
dikaitkan dengan usaha mencari dukungan yang terlihat percaya diri dan santai,
tidak demikian dengan yang dilakukan Prabowo.
Keberpihakan juga tergambar pada Korpus 5 dimana pada gambar
terlihat sosok Prabowo yang menaiki kuda mainan yang bergerak bila dimasuki
koin dan sosok Hatta Rajasa. Pandangan sinis ditujukan kepada pasangan
Prabowo-Hatta dengan tambahan headline Duet Kepepet pada sampul terkesan
ingin menyampaikan pesan bahwa mereka merupakan pasangan tidak ideal. Hatta
terlihat memasukan koin kedalam mesin mainan, ini menunjukan hubungan
keduanya bahwa Hatta menyokong dari segi ekonomi atas biaya kampanye dan
persiapan pencalonan keduanya. Majalah Tempo juga ingin menyampaikan bahwa
sosok Prabowo memiliki angan yang terlalu tinggi, penggambaran penampilan
seperti pahlawan dan menunggangi kuda mainan dengan suasana pasar malam.
Hal ini sebagai bentuk sindiran keras, dimana Tempo memberikan gambaran

17

mengenai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang tidak ideal dan
hanya menjadi idola pasar malam.
Penggambaran yang sebaliknya ditujukan kepada Jokowi, kesan lebih
positif dan mendukung terlihat pada gambar beberapa sampul yang menjadi obyek
penelitian. Perbedaan bentuk dukungan inilah yang menjadikan Majalah Tempo
terkesan tidak seimbang dan berpihak kepada pasangan calon Joko Widodo dan
Jusuf Kalla.
Saran
1. Untuk penelitian berikutnya, penelitian dengan kajian semiotika diharapkan
dapat lebih dikembangkan. Pemaknaan setiap simbol menjadikan penulis
untuk dituntut lebih kritis dan teliti untuk mengkaitkan dengan interteks
sumber lainnya.
2. Menurut pandang

subyektif

penulis,

pemahaman

simbol

dan

mengintepretasikan makna dapat dikembangkan dan diperkenalkan secara


lebih mendalam kepada mahasiswa yang kebanyakan hanya mengetahui
kulit luarnya. Menjadikan kajian semiotika menjadi salah satu mata kuliah
diharapkan dapat memperkenalkan dan mengajak mahasiswa untuk lebih
kritis dan teliti.

Daftar Pustaka
Adham, Sarah Ahmed. (2012). A Semiotic Analysis of the Iconic
Representation of Women in the Middle Eastern Media. Tesis.
United Kingdom: The University of Birmingham.
Aiello, Giorgia. (2006). Theoretical Advances in Critical Visual Analysis:
Perception, Ideology, Mythologies, and Social Semiotics.
Journal of Visual Literacy Vol.26 No.2.
Ardianto, Elvinaro & Lukiati Komala. (2007). Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Berger, Arthur Asa. (2010). Pengantar Semiotika, Tanda-Tanda Dalam
Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Danesi, Marcel. (2010). Pengantar Memahami Semiotika Media.
Yogyakarta: Jalasutra.
Fiske, John. (1990). Introducing to Communication Studies: Sebuah
Pengantar Paling Komperhensif. Yogyakarta: Jalasutra.

18

Kurniawan. (2001). Semiologi Roland Barthes. Magelang: Indonesiatera,


2001.
Kusmiati, Artini, dkk. (1999). Teori Dasar Disain Komunikasi Visual.
Jakarta: Djambatan.
Morrish, John. (1996). Magazine Editing. London: Routledge.
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lembaga
Kajian Islan dan Sosial (LKIS).
Rivers, William L, dkk. (2008). Media Massa & Masyarakat Modern.
Jakarta: Kencana.
Santana, Septiawan. (2005). Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Sobur, Alex. (2009). Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. (1992). Serba-Serbi Semiotika.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suhandang, Kustadi. (1978). Pengantar Jurnalistik. Bandung: PT. Karya
Nusantara.
Usman, Husaini & Purnomo Setiady. (2009). Metode Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.

19

You might also like