Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 18
PENGEMBANGAN LAHAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN Sri Rochayati dan Ai Dariah Tantangan utama pembangunan sektor pertanian saat ini dan di masa yang akan datang adalah (1) krisis pangan akibat keterbatasan dalam penyediaan pangan nasional dan dunia; (2) kemiskinan yang diakibatkan keterbatasan penyediaan dan aksesibiitas terhadap sumberdaya lahan serta peningkatan jumiah penduduk; dan (3) krisis energi yang terjadi karena gejolak harga BBM dan keterbatasan dalam penyediaannya, sehingga sektor pertanian ditantang untuk menjadi pendukung utama penyediaan energi alternatif dalam bentuk bioenergi. Untuk menjawab ketiga tantangan tersebut di atas, diperlukan alokasi sumberdaya lahan yang mencukupi dan didukung pengembangan inovasi teknologi produksi yang efisien dan berkelanjutan, Ekstensifikasi pertanian dihadapkan pada keterbatasan lahan subur, oleh karena itu sejak beberapa tahun terakhir pengembangan pertanian mengarah pada lahan sub optimal, yaitu. lahan yang secara alami atau akibat proses degradasi mempunyal tingkat kesuburan (baik fisik, kimia, dan/atau biologi) yang rendah sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Lahan yang tergolong sebagai lahan sub optimal diantaranya adalah lahan rawa (gambut, pasang surut, lebak), lahan kering masam dan lahan kering iklim kering Salah satu lahan sub optimal yang potensial untuk dikembangkan, baik dari segi luasan maupun resiko lingkungan adalah lahan kering masam. Sasaran produksi padi nasional tahun 2011 sebesar 70,6 juta ton dan surplus beras tahun 2014 sebesar 10 juta ton, sulit untuk dicapai jika sistem produksi padi masih tergantung pada lahan sawah, mengingat alih fungsi lahan sawah yang sulit untuk dibendung, sementara pencetakan sawah baru berjalan sangat lambat. Degradasi kesuburan lahan sawah yang terjadi di banyak lokasi (Setyorini et al, 2010), juga menyebabkan terjadinya penurunan daya dukung lahan sawah dalam mencapai sasaran produksi padi nasional. Sehingga perlu areal pertanian alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Luas lahan kering masam di Indonesia sekitar 108,8 juta hektar atau sekitar 69,4% dari total Iahan kering di Indonesia (BBSDLP, 2012). Lahan kering masam dengan jenis tanah Ultisols dan Oxisols menempati areal terluas di Indonesia (Hidayat dan Mulyani, 2005). Ultisols dan Oxisols merupakan tanah yang mempunyai tingkat kesuburan rendah, oleh karena itu diperlukan suatu inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitasnya. Tulisan ini membahas peluang, tantangan, strategi pengembangan lahan kering masam, serta perkembangan inovasi teknologi produksi untuk mencapai suatu sistem pertanian yang efisien dan berkelanjutan, serta tingkat produksi yang optimal, 187 PENGUMBANGAN LAHAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN DAN STRATEGI, SERTA TEXNOLOG! PENGELOLAAN PENGEMBANGAN LAHAN KERING MASAM Lahen kering masam merupakan bentuk ekosistem yang tidak pernah tergenang atau digenangi air hampir sepanjang tahun, sebagai penciri spesifik yang membedakan dengan lahan kering lainnya adalah rata-rata pH tanah <5 dan kejenuhan basa <50%. Dari segi lvasan, lahan kering masam berpeluang untuk menjadi pendukung utama pembangunan pertanian, baik untuk tanaman pangan semusim maupun tanaman ‘tahunan khususrwa tanaman perkebunan. Namun demikian optimalisasi lahan kering masa untuk produksi pertanian masih dihadapkan pada beberapa tantangan dan kendala baik dari aspek biofisik maupun sosial ekonomi. Peluang Pengembangan Lahan Kering Masam Lahan kering masam berpeluang dikembangkan baik melalui program intensifikas' ‘maupun ekstensifikasi. Peluang intensifikasi masin terbuka, karena rata-rata tingkat produksi yang dicapai belum optimal. Sebagai salah satu contoh rata-rata produksi padi gogo pada lahan kering saat ini adalah sekitar 2 t/ha, padahal potensinya dalah 5 t/ ha (Adimihardja et al, 2006). Rata-rata produksi tanaman lainnya seperti jagung dan kedelai pada lahan kering masem juga masih di baw2h potensinya, sehingga peluang intensifikasi masih terbuka. Luas lahan kering masam di Indonesia sekitar 108,8 juta hektar atau sekitar 69,4% dari total lahan kering di Indonesia, tersebar di Kalimantan (41,3 juta ha), Sumatera (28,4 juta ha), Papua dan Maluku (21 juta ha), serta Bali dan NTT (220 ribu ha) (Gambar 1). Berdasarkan arahan tata ruang pertanian nasional pengembangan tanaman pangan semusim dibatasi pada lahan berlereng <15%, sedangkan tanamen tahunary/perkebunan pada lahan berlereng 15-30%. Oleh karena itu dari 108,8 juta ha, lahan kering masam yang Sesual untuk kawasan budidaya pertanizn adalah 62,6 Jjuta ha dan yang berpotensi untuk perluasan areal tanaman pangan seluas 7,1 Jute ha, sedangkan untuk tanaman perkebunan seluas 15,3 juta ha (Puslitbangtanak, 2001, BBSDLP et a/, 2012). Peluang diversifikasi komoditas pada lahan kering termasuk lahan ering masam juga lebih terbuka, banyak macam tanaman baik tanaman semusim maupun tahunan yang dapat dicembangkan pada lahan kering masam. Resiko lingkungan yang berpeluang ditimbulkan sebagai dampak pengembangan lahan kering masam relatif lebih rendah dibandingken lahan rawa khususnya Jahan ‘gambut. Isu emisi membatasi peluang pemanfaatan Jahan gambut untuk pengembangan Pertanian. Lahan surut sebagai alternatiflainnya untuk mengembangan pertanian juga mempunyai faktor pembatas yang lebih berat dibanding lahan kering masam. Resiko gegal panen pada lahan kering masam akibat kekeringen relatif rendah dibanding lahan kering iklim kering PENCEMBANGAN LAHAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN, DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN sonar escen tarts tas satan romrece CGambar 1. Luas dan penyebaranlahan kering masam di Indonesia ‘(sumber data:Sarwani etal, 2012) Kendala Pengembangan Lahan Kering Masam untuk Pertanian Meskipun lahan kering masam mempunyai potensi yang lebih baik dibanding lahan sub optimal lainnya, namun karena lahan ini masih tergolong dalam kelompok lahan suboptimal, maka terdapat kendala (baik fisik maupun sosial ekonomi) yang harus ditanggulangi jika sistem produksi pertanian ingin berjalan secara efisien dan berkelanjutan. Kendala biofisik lahan ‘Sesuai dengan namanya sebalgai penciri utama dari lahan kering masam adalah pH tanah yang tergolong masam (<5,5). pH tanah yang rendah berkaitan juga dengan kadar Al tinggi, meryebabkan fiksasi P tinggi sehingga menjadi tidak tersedia untuk tanaman, kandungan basa-basa dapat tukar dan KTK juga rendah, kandungan besi dan mangan menclekati batas meracuni, dan miskin elemen biotik (Adiningsih dan Sudjadi, 1983; Soepardl, 2001), Tabel 1 menunjukan karakteristik kimia tanah Ultisol dan Oxisol, yang mana kedura jenis tanah ini mertpakan tipikal tanah masam. ‘Tabel 1. Sifat kimia tanah Ultisol dan Oxisol berdasarkan hasil pengamatan di beberapa lokasi lahan Aering masam di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi 4,48 03] 321-148) 3,8 Sumatera | %55 | 0,94-5,46 | 20,7-60,1| 45> | tots | dos | ita 4,27- O7i- | §,00- | 134 | 4,3- Kalimantan | 427° | 3,20-6,48 | 57,9-75,0) 2 | 28) | 335 be 5)15- 2,67- | 6,89 | 1,16 | 10,8 Sulawesi | E35 | 1,22-695 | 26,7-45,9| Zee | fos | ga | 3¢7 ‘Sumber data: Santoso (1991) 189 PENGEMBANGAN LAHAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN Lahan kering masam umumnyaterdapatdi daerah dengan curah hujan tinggi (>2.000 mm/tahun), dengan bulan basah >6 bulan, kondisi ini di satu sisi menguntungkan karena ketersedizan air di lahan kering sangat tergantung pada curah hujan, namun demikian di sisi Iain curah hujan yang tinggi menyebabkan tingkat pencucian hara termasuk basa-basa menjadi tinggi, sehingga menyebabkan tanah menjadi masam. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan potensi bahaya erosi menjadi tinggi, apalagi sebagian besar lahan kering berada pada wilayah berombak-bergunung (Subagyo et ai, 2000). Oleh Karena itu, erosi seringkali menjadi penyebab utama degradasi lahan kering (Adimihardja et a/, 2005; Undang Kurnia et af, 2005; Undang Kurnia et al, 2010). Pada lahan kering masam di Lampung yang ditanami tanaman pangan semusim dengan lereng yang hanya 3,5% ditemukan laju erosi tanah sebesar 3 mm/tahun, sementara pada tanah ultisol di Baturaja dengan lereng 14%, erosi pada lahan pertanian mencapai 4,6 mm/tahun, meskipun sudah ada aplikasi Konservasi dalam bentuk mulsa (Adimihardja etal, 1985). Ultisol mempunyai sifat kimia yang relatf lebih baik dibanding Oxisol, namun karena sifat fisik tanahnya relatif lebih buruk, maka tingkat kepekaan tanahnya terhadap erosi menjadi lebin tinggi dibanding Oxisol. Hasil penelitian Undang Kurnia (1986) menunjukkan indeks kepekaan tanah terhadap erosi dari tanah ultisol berkisar antara 0,09-0,27, sementara Oxisol berkisar antara 0,02-0,09, artinya tingket kepekaan tanah Uttisol terhadap erosi 3-4 kali lebih besar dibanding Oxisol. Meskipun resiko gagal panen yang disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan air pada lahan kering masam relatif lebih rendah dibanding bentuk lahan kering lainnya, misalnya lahan kering ikiim kering, namun perubahan iklim global yang menjadi isu serius sejak beberapa tahun terakhir ini, perlu dicermati dalam pengembangan lahan kering mesamn. Dampak yang telah banyak dirasakan adalah datangnya musim hujan yang semakin tidak ‘menentu, sehingga menyulitkan penentuan musim tanam. Telah terjadi pula perubahan, watak hujan, dengan panjang hujan lebih singkat, dimana hujan dengan intensitas tinggi dengan durasi pendek sering terjadi, sebaliknya hujan semakin berkurang selama musim kemarau yang menjadi lebih panjang (Kartiwa dan Pawitan, 2010), Pada kondisi curah hhujan dengan intensitas tinggi peluang terjadinya erosi pada lahan kering menjadi semakin tinggi, selain karena energi kinetik hujan semakin meningkat, peluang erosi yang tinggi terjadi pula karena kesempatan air untuk terinfiltrasi menjadi kecil, sehingga air yang ‘menjadi aliran permukaan yang akan menggerus tanah juga semakin besar. Pada kondisi hujan yang semakin sedikit pada musim kemarau yang lebih panjang, menyebabkan masa tanam menjadi semakin pendek (terutama untuk tanaman semusim), dan resiko gagal panen menjadi semakin besar. Kendala sosial ekonomi Peningkatan atau optimalisasi produktivitas lahan kering masam seringkaliterbentur pada kendala sosial ekonomi. Kapasitas petani dalam berusahatani pada lahan kering (termasuk lahan kering masam) relat tertinggal dibanding pada lahan sawah. Aspek Pendampingan teknologi pada lahan kering belum seintensif pada lahan sawah. Dukungan kelembagaan masih jauh dari memadai, salah satu dampaknya akses petani terhadap input produksi menjadi sult, sehingga upaya untuk menerapkan teknologi budi 190 PENGEMBANGAN LAMAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN, [DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN daya seringkali terbentur pada ketersediaan modal usahatani yang rendah. Sehingga selain tingkat capaian produksi masih belum optimal, lahan yang dikelola juga menjadi mudah terdegradasi karena sistem pengelolaan lahan yang belum memadai. Apalagi upaya konservasi membutuhkan biaya yang tinggi yang sulit dipenuhi oleh individu ‘maupun masyarakat berkemampuan terbatas (Suradisatra, 2010). ‘Aspek sosial ekonomi lainnya yang sering menjadi kendala adalah infrastruktur dan sarana usahatani yang masih belum terbangun. Aksesibilitas juga masih relatif buruk. Tingkat pemilikan atau tingkat garapan lahan yang terbatas merupakan kendala yang dihadapi petani lahan kering di Jawa, hal ini menyebabkan aktivitas pertanian sangat sulit untuk mencapai level yang menguntungkan secara ekonomi. Di luar Jawa seperti di Sumatera dan Kalimantan, keterbatasan tenaga kerja merupakan kendala pengembangan lahan kering (termasuk lahan kering masam). Penggunaan lahan kering masam untuk usaha perkebunan menjadi pilihan utama untuk menanggulangi keterbatasan tenaga kerja, meski tingkat produktivitas yang dicapai menjadi rendah karena input dan pemeliharaan yang terbatas. STRATEGI PENGEMBANGAN LAHAN KERING MASAM Peningkatan Produksi Peningkatan produksi tanaman pada lahan kering masam dapat dicapai melalui: = Penyediaan Agro Inovasi yang sesuai untuk lahan kering masam, meliputi: (1) Penyediaan Varietas Unggul Baru (VUB) baik untuk tanaman pangan, hortikultura, erkebunan, maupun peternakan, (2) teknologi pengelolaan tanah, pupuk, ait, dan tanaman secara terpadu, (3) teknologi pengendalian OPT, (4) teknologi pasca panen, (5) Teknologi pengelolaan hasil , dan (5) Inovasi keleibagaan (permodalan, pasar, sarana produksi, kelompck tani, petani pemakai ai, dll) = Peningkatan indeks pertanaman, dilakukan dengan mengubah paradigma yang biasanya berlaku pada lahan kering umumnya, yaitu hanya menggantungkan kebutuhan air untuk tanaman terhadap curah hujan. = Pengembangan tanaman sela, derigan memasukkan jenis tanaman pangan atau hortikultura pada areal tanaman tahunan, terutama perkebunan (saat tanaman ‘masin muda) = Carbon Efifcient Farming. Pengembangen lahan kering masam mendukung program ketahanan pangan dilakukan secara ‘erpadui dalam sistem tanaman-ternak be-besis carbon efficient farming (CEF) dalam skala ekonomi berorientasi agribisnis yang disesuikan dengan kondisi spesifix lokasi Diseminasi = Mengembangkan strategi penyampaian informasi dan diseminasi_teknologi pengelolaan lahan kering masam secara langsung kepada petani sebagai calon Pengguna teknologi 191 PENGEMBZNGAN LAHAN KERING MASA: PILUANG, TANTANGAK [DAN STRATC®I, SERTA TEKNOLOGI PENGRLGIAAN. Melizatkan peran serta petani dan masyarakat pedesaan dalam mengembangken lahan kering masam secare optimal dengan memanfaatkan pillhan teknologi yang tepat ‘ _ Integrasi dan harmonisasi antara peneliti-penyuluh-petani dan pemerintah datam transfer teknologi pengelolzan lahan kering masam sehingga dapat diadopsi petani dan berkelanjutan =| Mengembangkan kemitraan petani/masyarakat dengan pengusaha dengan prinsip saling menguntungkan Kebijakan = Identifikasi dan karakterisasi lahan yang sesuai, baik untuk tanaman pangan maupun tanaman tahunan, ditunjang dengan informasi sosialekonomi, terutama status kepemilikan lahan = Melakukan peninjauan mendasar terhadap peraturan perundangan terkait areal kehutanan, kawasan lindung, penguasaan lahan dan hak adat = Peningkatan peran pemerintah dalam pembinaan kemampuan aparat dalam ‘menjalankan fungsi yang berorientasi pada kepentingan rakyat = Pemerintah bersama swasta memfasilitasi subsidi prasarana dan sarana produksi agar petani mampu menerapkan teknologi secara optimal = Arahan CSR bagi pengusaha yang bergerak dalam agribisnis pada masyarakat sekelilingnya untuk optimalisasi lahan (penyertaan konsep, sosialisasi dan bantuan teknis) = Penelitian dan pengembangan pertanian lahan kering masam perlu mendapat perhatian yang lebih besar, termasuk pembiayaannya, dan hendaknya dilaksanakan secara komprehensif dari berbagai disiplin ilmu = Koordinasi dan harmonisasi kerja dari berbagai pihak terkalt,a.1. Kementrian Ristek, Kehutanan, PU, Transmigrasi, Pemda, serta Swasta DUKUNGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM Tindakan utama yang penting untuk dilakukan dalam optimalisasi lahan kering masam untuk pertanian adalah menanggulangi faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman, serta menekan laju degradasi lahan. Oleh karena itu dukungan teknologi yang mutlak diperlukan adalah: Penanggulangan Kemasaman Tanah Penanggulangan kemasaman tanah pada tanah masam utamanya dilakukan untuk ‘mengatasi keracunan alumunium (Al). Pengapuran merupakan teknologi Konvensional dalam mengatasi kemasaman tanah, sampai sekarang metode ini masih dominan digunakan, 192 PENGEMSANGAN LAHAN FRING MASAM: FELUANG, TANTANGAN DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN, Kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengikat unsur Al dan Fe yang jike kadarriya berlebin akan bersifat racun bagi tanaman. Peningkatan pH taniah juga akan memibebaskan hare P dan K yang semula terikat menjadi bebas dan tersedia bagi tenaman, Penentuan dosis kapur didasarkan pada sensitivitas tanaman dan kejenuhan Aj dalam tanah (Santoso dan Sofyan, 2005). Batas kritis toleransi tanaman terhadap aluminium (dinyatakan dalam % kejenuhan aluminium) berbeda-beda, yaitu sebagai berikut: padi gogo 70%, kacang tunggak 55%, jagung 30%, kacang tanah 30%, kedelai 15% dan kacang hijau 5% (Rachman et al, 2008). Penentuan dosis kapur secara lebih praktis dan cukup akurat dapat menggunakan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK). Penggunean kapur dalam jangka panjang mempunyai _dampak yang kurang menguntungkan terhadap keseimbangan hara dalam tanah. Penggunaan kapur juga ‘akan mengurangi ketersediaan unsur mikro, terutama bila diberikan dalam jumlah yang berlebih. Kapur juga menyebabkan kadar bahan organik tanah menurun dengan laju yang lebih cepat karena mikroorganisme perombak menjadi lebih aktif. Oleh karena itu, enggunaan kapur terus menerus sebaiknya dihindari. Atternatif lain yang bisa ditempuh untuk menanggulangi kemasaman tanah adalah dengan menggunakan bahan organik. Beberapa hasil penelitian menunjukan, enggunaan bahan organik dapat mensubstitusi kebutuhan kapur pada lahan kering (Basti dan Zaini, 1992). Prinsip penggunaan bahan organik untuk menanggulangi kemasaman tanah hampir sama dengan prinsip pengapuran, yaitu mengikat Al dan Fe bebas dan meningkatkan ketersediaain unsur yang diperlukan tanaman seperti P dan K. Penggunaan bahan organik untuk penanggulangan kemasaman tanah sangat bermanfaatjika lokasi lahan kering masam jauh dari surmber kapur. Namun demikian, untuk menggulangi kemasaman tanah umumnya bahan organik dibutuhkan dalam losis yang relatif tinggi, oleh Karena itu pengadaan bahan organik secara insitu harus ‘menjadi prioritas. Tabel 2 menunjukan efektivitas bahan organik sebagai pengganti Kapur dalam peanggulangan kemasaman tanah, yang ditunjukkan parameter produksi tanaman. Kombinasi antara kaptx dengan bahan crganik berpengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman (Gambar 2) Tabel 2. Pengarun pupuk, kapur, dan bahan organik terhadap produksi padi (gabah kering giling) pada Oxisols di Taman Bogo Produksi padi (Wha) eae Taman Boge ‘Sitiung Kontrol 050 05¢ INPK (45, 90, 60 ko/ha) 15> 152 NNPK + Kapur 25a 278 NNPK + pupuk hijau 2'0 ab 298 PK + kapur + pupuk hau 21a 262 Sumber: Base dan Zain (1982). "akaran CaCO, (dalam tha) chitung berdasrkan 0,5xA-dd (moka), bert Kering pupu iow setara dengan beret Kapur yang diberikan,*)Angka dalam kolom yang sama yang dikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan ui LSD pada taratnyata 5%, 193 PENGEMBANGAN LAMAN KERING MASAMG PELUANG, TaNTANCAN DAN STRATRC SERTA TEENGIGGI PENGELOLAAN 3 20 — sm Kontrol ‘= PupukHijau 10 awe ‘= NPK-pupukijau ANP. Pupul hjoustopur 0 1 aging ——_Ubthayu Padi gogo a5 5 CGambar 2, Pengaruh kombinasi pemberian kapur, pupuk hijau den pemupukan NPK ‘erhadap hasijagun, ubi kayu dan pedi gogo (Sumber dats: W dan Tiong, 1989) Pemupukan Berimbang Dukungan inovasi_teknologi pengelolaan hara_sangat diperlukan untuk ‘mengoptimalkan produktivitas lahan Kering masam. Defisiensi unsur hata gands sering dijumpai pada lahan Kering, misalnya defisiensi gande N dan P dapat dijumpai hampir pada semua lahan kering masam. Oleh karena itu peritipukan berimbang dan pemantauan status hara secara berimbang sangat penting urkuk diiakukan (Santoso et 4), 1995; Santoso dan Sofyan, 2005). Pengertian dari pemupukan berimbang adalah metode pemupukan tanah untuk mencapai status hara esensial seimbang dan optimum dalam tanah untuk mencapai tingkat produksi yang optimal dan mutu hasil yang baik, serta tingkat efisiensi tinggi, menjaga kesuburan tanah, serta menghindari pencemaran lingkungan (Setyorini et ai, 2010). Penentuan takeran pupuk dalam sistem pemupukan berimbang mengacu ada tingkat kemampuian tanah dalam menyediakan hara untuk tanaman dan tingkat kebutuhan tanaman, Perangkat uji tanah kering (PUTK) dirancang untuk mendukung praktek sistem pemupukan berimbang, perangkat ini dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi emupukan spesifk lokasi untuk tanaman pangan utama yang dikembangkan pada lahan kering yaitu jagung, kedelai dan padi gogo. Perangkat ini sangat bermanfaat karena hasil Uji tanah tidak selaiu tersecia atau biayanya mahal. PUTK dirancang berdasarkan hasil ppenelitian uji tana: multi iokasi dan dalam jangka waitu relatif panjang. Pengelotaan bahan organik Bahan orgenik mempunyai peranen yang sangat penting datam proses perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pada lahan kering masam, salah satu fungsi bahan organik yang sangat penting actalah dalam peningkatan ketersediaan P. Bahan organik. Juga dapat mensiyplai kebutuhan hara, béik mao maupun mikro. Meskipun konstribusi 194 PENGEMBANGAN LAHAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN, DDAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN unsur hara dari bahan organik tanah relatif rendah, namun peranannya cukup penting, karena selain mengandung unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber bagi hampir semua unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg, dan Si. Bahan organik juga sangat berperan dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan ait. Meskipun fungsi bahan organik telah banyak diakui dan dibuktikan, namun demikian pemeliharaan (apalagi peningkatan) kadar bahan organik tanah seringkali tidak menjadi prioritas dalam pengelolaan lahan pertanian, termasuk pada lahan kering masam. Hasil pemantauan status bahan organik tanah di areal pertanian pada lahan kering masam ‘menunjukkan rata-rata kandungan bahan organik tanah <2% ( Rachman et al, 2008). Secara alamiah penurunan kadar bahan organik tanah di daerah tropis relatif cepat, dapat mencapai 30-60% dalam waktu 10 tahun (Brown dan Lugo, 1990). Kehilangan bahan organik pada lahan kering banyak disebabkan oleh tingginya laju erosi yang membawa partikel tanah yang mengandung bahan organik, _Hasil penelitian Undang Kurnia (1996) pada tanah Ultisol di Jasinga menunjukan 4,75 ton/ tahun bahan organik yang terangkut lewat erosi. Kandungan bahan organik tanah juga cepat merosot karena laju dekomposisi yang relatif cepat, utamanya terjadi pada lahan yang diolah secara intensif (Blevins et al, 1985; Doran dan Linn, 1994), Rekapitalisasi Fosfat Ketersediaan unsur fosfat (P) bagi tanaman seringkali menjadi faktor pembatas optimalisasi lahan kering masam. Oleh Karena itu dalam meningkatkan produktivitas fahan kering masam, salah satu opsi yang penting untuk dilakukan adalah rekapitalisasi P. Konsep dari rekapitalisasi P adalah (1) mencukupi kehilangan P akibat fiksasi oleh koloid liat, Fe dan Al tanah serta mensuplai Kebutuhan P tanaman selama beberapa musim ke depan, (2) memaksimalkan kontak antara butiran pupuk dan koloid tanah, sehingga aplikasi pupuk dilakukan dengan cara disebar dan dicampurkan ke tanah, Jenis pupuk yang digunakan adalah P-alam/Rock Fosfat dengan dosis 1 ton/ha untuk 4-6 musim tanam, disertai dengan penggunaan pupuk organik 1-2 ton/ha. Gambar 3 dan 4 menunjukkan peningkatan produktivitas tanah Ultisol dan Oxisol sebagai dampak dlilakukannya rekapitalisasi P. ‘Woe Renal one oo “e 2300 200 fea)| | tn cep season CGambar 3. Hesil jagung dan pendapatan usahataniakibat pemberian fost alam selama 6 musim tanam ada Utisol di Peaihar, Kalimantan Selatan (A: SP-36+Pukan; B: P-alam A/RP4Pukan ‘C: Palam/RP 84 Pukan) (Rochayati et al, 2008) 195 eas PENGEMBANGAN LAHAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN DDAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN naa 7 0 4] 400} 5} al ae} ‘at 2k Mah ah ep mane CGambar 4. asi jagung dan pendapatan usahataniakibat pemberian P-alam setama 6 musim tanam pada Ontsols di Peaitar, Kalimantan Selatan (A: $P-36+Pukan; B: P-alam A/RP+Pukan; C: Palam/RP B4Pukan) (Rochayati etal, 2005) Penggunaan pupuk hayati (biofertilizer) Pupuk hayati merupakan formula pupuk berisi mikroba bukan patogen, baik tunggal maupun beberapa mikroba, dalam satu bahan pembawa dengan fungsi untuk menyediakan unsur hara dan meningkatkan produksi tanaman. Pupuk hayati yang diterapkan pada benih, permukaan tanaman atau tanah akan mendiami rizosfer atau bagian tanaman dan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan nutri utama tanaman (Vessey, 2003) Pemanfaatan pupuk hayati seperti pupuk mikroba pelarut P, penambat N, pemacu tumbuh, dan pengendali hama penyakit dapat berperan dalam peningkatan produktivitas lahan kering masam. Selain dapat meningkatkan ketersediaan hara, pupuk hayati juga bermanfaat untuk melindungi akar dari gangguan hama penyakit, menstimulasi sistem, perakaran, memacu mitosis jaringan meristem pada tt tumbuh, penawar racun beberapa logam berat, metabolit pengatur tumbuh, dan bioaktivator perombak bahan organik. TTerdapat kelompok rhizobakteri yang mempunyai kemampuan menambat N,-udara ‘yang berasosiasi dengan tanaman di berbagai sistem perairan dan sedimen (Knowles, 1982), Bakteri tersebut antara lain Azotobacter, Beijerinckia, Azospirilium dan bakter\ indofitik diazotrof lainnya. Kelompok bakteri lainnya, seperti Pseudomonas, Bacillus, Escherichia, dan Xanthomonas berperan dalam meningkatkan ketersediaan P-tanah (Subba Rao, 1992). Konstribusi aktivitas mikroorganisme terhadap perbaikan sifat fisik tanah khususnya untuk pembentukan dan pemantapan agregat telah banyak dilaporkan (Santi, 2011). Pupuk hayati yang dapat diaplikasikan di lahan kering masam harus memiliki keunggulan dalam menjalankan fungsi ekologis dan benar-benar unggul dalam membantupertumbuhan tananam. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi_ untuk menyeleksi isolat-isolat mikroba unggul yang mampu mengikat N,, melarutkan P serta ‘menghasilkan eksopolisakarida yang dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah dan toleransi terhadap pH rendah (Santi et al, 2008). 196 PENGFMRANGAN LANAN XERING MASAM: ELI ‘DAN STRATEGI, SETA 7EKNO; 1G, TANTANGAN PENGEIOLAAN Penggunaan Pembenah Tanah Pemberian pemtenah tanah utemanya ditujukan untuk perbaikan struktur tanah, sehingga tingkat kepekaan tanah terhadap erosi menurun, selain itu kemampuan tanah dalarm memegang dan menyediakan air meningkat. Pembenah tanah bisa berasal dari bahan alami atau buatan (telah mengalami rekayesa), bise berbahan dasar organik atau mineral, bisa juga merupakan campuran dari bahan organik dan mineral Hasil penelitian yang dilakukan pada lahan kering masam di Lampung menunjukan bahwa pembenah tanah yang diformulasi dari bahan organik dan diperkaya bahan mineral dalam bentuk zeolit (formula tersebut diberi nama Beta) berperan dalam mendukung perbaikan produktivitas lahan, ditunjukkan oleh peningkatan produksi tanaman (Gambar 5). tens ‘Gamibar 5. Pengarun pembenah tanah berbahan dasar organi diperkaya zeoltterhadap produks| ‘tanaman jagung pada lahan kering masam di taman bogo Lampung, Bahan organik yang sulit lapuk seperti sekam padi, kulitcoklat, tandan kosong dan tempurung kelapa sawit atau kelapa dalam dapat digunakan juga sebagai pembenah tanah setelah terlebih dahulu mengalami proses phyrolisis (pembakaran tanpa/minim oksigen) sehingga berubah bentuk menjadi biochar. Keunggulan dari biochar adalah dapat bertahan jauh lebih lama dalam tanah dibanding bahan organik, sehingga dapat mendukung konservasi karbon dalam tanah. Biochar juga sangat berperan dalam. meningkatkan kemampuan tanah memegang air dan peningkatan pH tanah (Nurida et af, 2009), Bahan pembenah tanah yang diformulasi dari biochar dan bahan organik juga terbukti sangat berperan dalam peningkatan produksi tanaman pada lahan kering masam di Taman Bogo, Lampung (Gambar 6). Pencampuran bahan organik dalam. biochar masih diperiukan diantaranya sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dalam tanah. Sehingga selain konservasi karbon dan perbaikan lingkungan mikro, ketersediaan bahan organik balk sebagai sumber hara maupun sumber energi bagi mikroorganisme tanah masih penting untuk diperhatikan, 197 | PENGEMBANGAN LAMAN KERING MASAM: PELUANG, ZANTANGAN, DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN. ‘Gambar 6. Pengaruh pembasah tanah berbahan dasar biocar dan bahan organi ‘teshadap produksi tanaman jagung Konservasi ‘Tanah Potensi erosi yang tinggi disebabkan karena lebih dari 50% areal lahan kering termasuk lahan kering masam berada pada bentuk wilayah berombak sampai bergunung (Subayzo et al, 2000). Salah saiu ciri lahan kering masam adalah berada pada wilayah dengan curah bujan tinggi, sehingga kondis| curah hujan juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam menimbulkan tingkat erosi yang tinggi. Oleh karena itu inovasi di bidang konservasi tariah pada iahan kering masam sangatlah diperlukan. Teras tangku merupakan teknik Konservasi yang efektit dalam mengendalikan erosi, meski diperlukan biaya yang relatif tinggi untuk pembangunannya, Pada lahan ering masem, penerapan teras bangku tidak terlalu dianjurkan. Hal ini bukan hanya arena uri alasan_aspek pembiayaan, dimana sebagian petani lahan kering bermadal rendan, naniuin juga bisa menimbulkan efek riegatif, utamanya pada tahun-tahun awal setdlah dibangunnya ters. Pembuatan teras bangku pada lahan kering masam akan menyebabkan tersingkapnya lapisan tanah dengan kadlar ai tinggi ke permukaan. Hal ini ‘maikin menyulitkarz upaya mengatasasi permasalahan tingginya alumium. Oteh karena itu, aplikasi teknik konsesvasi vegetatif seperti alley’ croping atau strip rumput sangat dianjurkan. Banyak penelitian yang telah membuktikan efektivitas teknik konservasi ‘vegetatif dalam menexan erosi (Abujamin, 1983; Kang, 1984; Suwardio, 1987; Erfandy et al, 1988; Irlaitio et al, 1993; Dariah et a, 1993), Keuntungan lain dari aplikasi teknik konservasi secara vegetatif adalah dapat menciptakan sumber bahia organik yang bersifat insitu dan berkelanjutar. Penyediaan bahen organik secara insitu juga dapat mendukung penerapan sistem olah tanah korservasi. (OTK), yang akan sanget berkontribusi dalam menekan penurunan kadar bahan organik tanah, penurunan resiko erosi, dan biaya usahatani. 198 PENGEMBANGAN LAMAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN, DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN Konservasi air dan irigasi sulplemen Konservasi air sesungguhnya sangat berhubungan dengan konservasi tanah. Areal yang aplikasi konservasi tanahnya sudah berjalan dengan baik, secara tidak langsung juga sudah berkontribusi dalam mengkonservasi air, Karena salah satu prinsip dari konservasi tanah adalah meresapkan air semaksimal mungkin ke dalam tanah, sehingga kesempatan tanaman untuk memanfaatkan air menjadi lebih tinggi. Usaha meresapkan air ke dalam tanah semaksimal mungkin (panen ait) bisa dilakukan dengan cara membuat rorak, gulud pemanen air, dan lain sebagainya. Namun demikian, peresapan air ke dalam tanah pada daerah yang rawan longsor harus hati-hati Karena akan memicu terjadinya longsor. Pada daerah rawan longsor, Kelebihan air harus dialirkan jika tanah sudah dalam kondisi jenuh. Pembuatan embung atau kedung juga merupakan usaha panen ait. Umumnya dilakukan di daerah beriklim ering. Namun untuk memperpanjang indeks pertanaman, pembuatan embung juga bisa dilakukan di wilayah beriklim basah, sehingga pertanaman bisa dilakukan sepanjang tahun. Irigasi Suplemen Usaha penampungan atau panen air sebaiknya didukung oleh teknik pendistribusian air yang efisien, yaitu dengan membuat sistem irigasi suplemen. Jenis irigasi suplemen yang bisa diterapkan harus dillhat dari aspek perhitungan ekonomi, Misalnya untuk sistem irigasi splinkler yang membutuhkan biaya ‘elatif mahal sebaiknya diterapkan pada jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti tanaman hortikultur (cabe, tomat, sayuran). Jenis irigasi suplemen yang relatif murah diantaranya adalah irigast tetes, irigasi bawah permukaan atau penggelontoran. Agar pemberian air menjadi efisien rnamun tanaman tidak menderita kekeringan, maka dalam menentukan pemberian irigasi suplemen, derajat kekeringan tanah yang masih dalam batas toleransi tanaman, perlu diperhatikan, Dengan demikin pemberian air bisa dilakukan hanya pada saat dibutuhkan. Pemilihan varietas tanaman Pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan dan agroklimat setempat dengan memanfaatkan sumberdaya genetik (toleran kemasaman dan kekeringan, efisien terhadap penggunaan pupuk, tahan terhadap OPT) serta sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan kebijakan pemda setempat perlu dilakukan. Beberapa contoh varietas tanaman yang dianjurkan diantaranya adalah sebagai berikut: © Varietas unggul kedelai adaptif Iahan kering masam: Tanggamus, Nanti, Sibayak, Seulawah dan Ratai (belum sepenuhnya disukai petani Karena bijinya kecil-sedang; Anjasmoro, Sinabung, Kaba dan Burangrang (lebih diminati petani karena bijinya besar dan umur lebih genjah) ‘© Varietas padi tahan kekeringan: Inpago 5, Situ Bagendit, Situ Patenggang, Dodokan, Silugonggo ‘* Varietas jagung tahan kekeringan: Lamuru, Sukmaraga, Bima 7 dan 8 1» DSGEMBANGAN LAMAN KERING MASAMA: PELUANG, TANTANGAN DAN STRATEGI, SERIA TEKNOLOGI PEHGBLOLAAN, PERUBAHAN TKLIM: HUBUNGANNYA RENGAN PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM Seperti pada ekosistem pertanian lainnya dampak dari terjadinya perubahan iklim pada shan kering masam telah menyebapkan ketidakestian musi yang semakin sulit ‘untuk diprediksi, sehingga resiko gagal panen menjadi semakin tinggi. Seringkali hujan jatuh dalam jumlah besar dan waktu relatif singkat, sehingga peluang terjadinya teniiz ‘menjadi semakin tinggi. Karakteristik hujan seperti ini juga berdampak terhadap lebih besarnya potensi erosi dan longsor. Musim kemarau kadang menjadi lepih panjang yang berisiko terhadap timbulaya kekeringan, yang berdampsk terhadap meningkatnya luasan lahan yang mengalami gagal panen. Serangan hama penyakit juga menjadi semakin meningkat, akibat semakin langkanya musuh alami dari hama penyakit. Oleh karena itu diperlukan inovasi teknologi untuc adaptasi terhadap perubahan lim. Carbon Effisient Farming ataii sering disingkat dengan “CEF” merupakan model usahatani yang memadukan berbagai inovasi teknologi sehingga bisa lebih beradantas terhadap terjadinya perubahan iklim, dengan mempertimbangkan aspek yang bersifat spesifik lokasi. Maka khusus untuk negara kita, konsep ini dikembangkan dengan ‘menggunakan istilah “ICEF” (Indonesia Carbon Efisien Farming), Ada beberapa areal yang saat ini sedang dibangun untuk dijadikan model, misalnya model ICEF berbasis, usahatani lahan sawah dikembangkan di Sukamandi, ICEF berbasis usahatani lahan kering iklim kering di NTT dan NTB, sedangkan ICEF lahan kering masam dikembangkan di Lampung. Beberapa prinsip yang menjadi penciri dari ICEF, yaitu: * Optimalisasi pemanfaatan tahan. Integrasi ternak dan tanaman merupakan altermtif Uuntu mengoptimalkan pemanfaatan lahan. Ada beberapa keuntungan dari usaha ‘optimalisas’ dengan mengintegrasikan ternak-tanaman, diantaranya adalah ketersedigan pakan untuk ternak, ketersediaan sumber hara untuk tanaman, dan pembenah tanah untuk perbaikan kualitas lahan akan lebih bersifat insitu. ‘Temak merupakan komponen usahatani yang sangat berkontribusi dalam meningkatkan keuntungan usahatani.. Keberadaan ternak juga dapat menjadi pendorong adopsi beberapa teknologi yang biasanya sangat sullt dilakukan tanpa adanya subsidi, misalnya pengembangan teknolagi Konservasi, pemeliharaan status bahan organik tanah dan lain sebagainya. © Bebas Limbah (Zero waste). Mengintegrasikan seluruh komponen pertanian balk ‘secara horizontal maupun vertikal, sehingga tidak ada limbah usahatani (khususnya yang bersifat organik) yang terbuang. Daya dukung lahan dihitung, sehingga ‘sedapat mungkin pemanfaatan sumberdaya lahan menjadi optimal. Pemanfaatan ‘sumber bahan organik dioptimalkan dengan memperpanjang siklus pemanfaatan bahan organik, sebagai salah satu contoh pupuk Kandang dapat dimanfaatkan terlebih dahulu sebagat sumber biogas, selanjutnya ampas dari biogas digunakan sebagai pupuk organik. Pemanfaatan pupuk organik secara optimal dalam jangka ppanjang, selain akan meningkatkan kualitas lahan, juga akan mengurangi kebutuhan PENGIMBANGAN LANAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN, ‘DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN upuk pabrik. Bahan organik sulit lapuk dimanfaatkan sebagai mulsa, sehingga sistem olah tanah konservasi bisa diaplikasikan. Bahan organik sulit lapuk juga bisa dirubah menjadi biochar melalui proses phyrolisis yang akan mampu dilakukan oleh petani karena prosesnya dapat disederhanakan, Penggunaan biochar merupakan tindakan konservasi karbon yang paling efektif, karena biochar dapat bertahan jauh lebih lama dalam tanah, dan akan sangat berperan dalam perbaikan sifatfisik tanah, yaitu kemampuan tanah memegang air, sehingga dapat menciptakan lingkungan tumbuh yang lebih baik baik untuk tanaman maupun organisme penyubur tanah. ‘* Clean Run-off. Pemanfaatan air dilakukan seefisien mungkin, sehingga seminimal mungkin ait hujan yang jatuh berubah menjadi aliran permukaan. Beberapa keuntungan yang didapat jika prinsip ini diterapkan, selain sumberdaya air dapat dimanfaatkan secara optimal, menurunnya air yang berubah menjadi aliran permukaan berdampak terhadap menurunnya resiko terjadinya erosi yang tidak terkendali, sehingga erosi tidak lagi menjadi penyebab utama degradasi lahan di lahan kering masam. Penerapan teknologi panen air merupakan prasyarat dapat diterapkannya prinsip clean run off. Beberapa teknogi panen air seperti embung, kedung, atau dam parit bisa dijadikan alternatif teknologi panen air di lahan kering masam. Jika dilengkapi dengan sistem pendistribusian air, maka peluang untuk meningkatkan IP (indeks pertanaman) menjadi lebih terbuka. Aplikasi teknologi hemat air misalnya dengan memanfaatkan mulsa bahan organik, menjadikan eluang peningkatan IP menjadi lebih besar lagi. + Peningkatan pendapatan petani. Agar sistem yang dibangun bersifat berkelanjutan, maka selain keuntungan ekologis, maka keuntungan ekonomi juga harus menjadi prioritas. Peluang peningkatan pendapatan petani dalam sistem ICEP bisa didapat dari: (2) keuntungan dari keberadaan ternak dengan pakan yang relatif terjamin; (b) peningkatan produktivitas tanaman arena terjadinya perbaikan kualitas tanah, diantaranya karena keberadaan sumber hara dan pembenah tanah dari bahan organik yang bisa didapat secara insitu lebih terjamin. Jika biogas menjadi salah satu Komponen usahatani, maka petani akan mendapatkan sumber energi terbarukan yang bersifat insitu. Peningkatan IP juga merupakan aspek yang dapat meningkatkan keuntungan petani. Selain keuntungan ekonomi, keuntungan ekologis juga akan banyak didapatkan terutama jika sistem ini telah berlangsung dalam jangka panjang, PENUTUP Lahan_kering masam merupakan lahan suboptimal yang potensial untuk dikembangkan, baik dari segi luasan maupun resiko lingkungan, namun perlu didukung oleh inovasi teknologi produksi yang efisien dan berkelanjutan, Peluang intensifikasi masih terbuka, karena rata-rata tingkat produksi yang dicapai belum optimal. Inovasi teknologi yang dikembangkan pada lahan kering masam harus mempertimbangkan keberianjutan baik dari aspek biofisik, aspek sosial-ekonomi maupun lingkungan, serta dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim. Komponen teknologi lahan kering masam. 201 FINGEMBANGAN LAMAN KERING MASAMc PELVANG, TANTANGAN DAN STRATEG) SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN banyak tersedia, namun perlu) dikembangkan dalam bentuk yang lebih terintegrasi dengan mempertimbangkan potensi dan faktor pembatas lahan baik biofisik maupun sosial ekonami. ICEF merupakan model usahatani yang potensial untuk dikembangkan pada lahan kering masam, karena sudah mempertimbangakan keberlanjutan dari aspek ekonomi dan lingkungan serta bersifat adaptif terhadap perubahan iklim, DAFTAR PUSTAKA ‘Abujamin, S., A, Abdurachman, dan Undang Kurnia. 1983. Strip rumput permanen ‘sebagai salah satu cara konservasi tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk I: 16-20. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Adimihardja.A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Teknologi Dan Strategi Pendayagunaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jumal Badan Litbang Pertanian. Adimihardja, A. dan S. Sutono. 2005. Teknologi pengendalian erosi lahan berlereng. Him. 103-145 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Adiningsih, J. dan M. Sudjadi. 1993, Peranan Sistem Bertanam Lorong (Alley Cropping) dalam meningkatkan Kesuburan Tanah pada Lahan Kering Masam. Risalah Seminar, Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. BBSDLP (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian). 2012. Lahan Sub Optimal: Potensi, Peluang, dan Permasalahan Pemanfaatannya untuk Mendukung Program Ketahanan Pangan. Disampaikan dalam Seminar Lahan Sub-Optimal, Palembang, Maret 2012. Kementrian Ristek dan Teknologi. Basti, I. H. dan Z. Zaini, 1992. Research at the upland farming system key site in Sitiung. P. 221-241. In Proceeding of Upland Rice-Based Farming Systems Research Planning Meeting, 18 April1 May 1992. Chiangmay, Thailand, International Rice Research Institute. Manila. Philipines. Blevins, R.L., W.W. Frye, and M.S. Smith. 1985. The effects of conservation tillage on soil properties. p. 99-100. In FM. D'ltr (Ed.). A System Approach to Conservation Tillage. Lewis Publishers, Inc. Dariah, A. , D. Erfandy, E. Sutriadi, dan Suwardjo. 1993. Tingkat efisiensi dan efektivitas tindakan konservasi secara vegetatif dengan strip vetiver dan femingia pada usahatani tanaman jagung. Him. 83-92 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan ‘Agroklimat Bidang Konservasi Tanah & Air dan Agroklimat, 18-21 Februari 1983. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian, Erfandy, D., A. Dariah, dan Suwardjo. 1992. Pengaruh alley cropping terhadap erosi dan produktivitas tanah Haplothox Citayam. Him. 53-62 dalam Prosiding Pertemuan TTeknis Penelitian Tanah Bidang Konservasi Tanah dan Air. Bogor 22-24 Agustus 1991. Puslitbangtanak. Bogor. mem 202 PENGEMBANGAN LAHAN KERING MASAM: PELUANG, TANTANGAN [DAN STRATEGI, SERTA TEKNOLOGI PENGELOLAAN Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2004. Lahan kering untuk pertanian. him. 1-34 dalam ‘Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Kang, B.T., G.F. Wilson, and T.L. Lawson. 1986. Alley Cropping stable alternative to shifting cultivation.” IITA,Nigeria. xartiwa, B. Dan H. Pawitan, 2010. Kerusakan Sumber Daya Air: Faktor Penyebab dan Langkah-Langkah yang Diperukan dalam Buku Membalik Kecenderungan Degradasi Sumberdaya Lahan Dan Air. Badan Litbang Pertanian. Kementan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia Skala 1 : 1.000.000. Puslitbangtanak. Bogor. Indonesia. 37 hal. Rachman, A., A. Dariah, dan D. Setyorini. Perkembangan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. 2008. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Un publish. Rachman, A. dan A. Dariah, 2008. Olah tanah konservasi. Him 20-35 dalam Konservasi lahan kering, Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Rochayati, R., A. Mulyani, dan J.S. Adiningsih. 2005. Pemanfaatan lahan alang-alang. Him 39-72 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkung. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Undang Kurnia, Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi rehabilitasi dan rekiamasi lahan, Him, 147-182 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbangtanak. Bogor. Undang Kurnia, 1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan Untuk Meningkatkan dan Melestarikan Produktivitas Tanah. Disertasi Doktor, Program Pasca Sarjana IPB. Bogor (tidak dipublikasikan. Undang Kurnia, A. Abdurachman, dan S. Sukmana. 1986. Comparison of two methods in assessing the soil erodibility factor of selected soils in Indonesia. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 5: 33-37 Santoso, D. dan A. Sofyan. 2005. Pengelolaan hara tanaman pada lahan kering. Him, 73-100 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkung. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Santoso, D., I P.G. Wigena, Z. Eusof, and C. Xuhui. 1995. The ASIALAND management of slopping lands network : Nutrient balance study on slopping land. P. 93-108. International Workshop on Consrvation farming for Slopping Upland in South East ‘Asia: Challanges, Opportunities, and Prosfects. IBSRAM Proc. No 14. Banhkok Thailand. Santi, LP, Dariah A., Goenadi, DH. 2008. Peningkatan kemantapan agregat tanah mineral oleh bakteri penghasil eksopolisakarida. Menara Perkebunan 76: 93 ~ 103. 203 "ENGEMBANGAN LAHAN KERING MASAM: PELUANG. TANTANGAN DAN STRATEGI, SERTA TEENOLGSI PENGELOLAZN Setyorinn, D. dan S, Rochayati, 2009. Degradasi lahan sawah. Balai Penelitian Tanah Soepardi, H. G. 2001. Strategi Usahatani Agribisnis Berbasis Sumberdaya Lahan. h. 35- 52. Prosiding Nasional Pengelclaan Sumbercaya Lahen dan Pupuk Buky I. Puset Penelitian dan Pengembangan ‘fanah dan Agroldimat, Bogor. ‘Subagyo, H., N.Suharta, dan A. B. Siswanto. 2002, Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Him, 21-65 dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Puslittanak. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Subba Rao, N.S. 1982. Phosphate solubilization by Soil Microorganisms. p. 295-303. In N.S. Subba Rao (ed.), Advances in Agricultural Micrebictogy. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi, Bombay, Calcuta. Suwardjo, Mulyadi, dan Sudirman. 1987. Prospek tanaman benguk (Mucuna sp.) untuk rehabiltasi tanah Podsolik Merah Kuning yang dibuka secara mekanis di Kuamang Kuning, Jambi. Him. 513-525 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Pola Usahatani Menunjang Transmigrasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

You might also like