Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 12
STUDI TENTANG PENGADAAN DAN STABILISAS| HARGA BERAS Di JAWA TIMUR Study on Procurement and Price Stabilization of Rice in East Java Ernani Hadiyati!, Sockartawi” and Sri Widodo” Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada ABSTRACT This study is aimed to investigate the factors affecting the rice procurement and to estimated the elasticity of the rice procurement as wellas the influence of rice procurement caused by the price stabilization. The study is based on secondary data (time series from 1970 to 1990) obtained from several government agencies in East Java. The model used is simultaneous equation framework with the techniques of Indirect Least Square GLS) and Two Stage Least Square (TLST). For the estimation purpose, the logarithmic fanction is used, with the quantity of rice procurementas the dependent Variation in the ratio of price, net production, net production lagged and import are estimated lo influence lo the variation in rice procurement. The result of the study indicates that the elasticity of the government rice procurement over the ratio of price and net production wich are -2.595 and 1.424 respectively. The elasticity of the rice procurement from the middlemen to the government over the ratio of price and nel production wich are -1.834 and 1.282 respectively. Finally, in order to know the price fluctuation, the ooeficien! of variations used to measure the stabilization of market price. ‘The result shows thal the coeficient of variation related lo the ratio of market price of rice is 23,25 percent wich indicates that the fluctuation of market price of rice is relatively siable Based on the study, it is suggested that East Java Government would be able to maintain the implementation of price stabilization program by estimating Tice stock and fluctuation of rice price more carefully. Key words: rice procuirement -- elasticity -- price stabilization Fakullas Ekonomi Universitas Gajayana Malang Fakullas Pertanian Universitas Brawijaya Malang 573 574 BPPS-UGM, 5(3A), Agustus 1992 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintah dalam menempuh kebijakan pangan dalam negeri pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dua sasaran pokok yaitu pertama, untuk memberikan jaminan imbalan harga yang layak kepada para petani produsen. atas hasil produksi pangannya. Kedua, untuk memperoleh cadangan pangan nasional guna memenuhi kebutuhan golongan anggaran serta untuk keper- luan operasi pasar agar konsumen tetap dapat memperoleh pangan pada tingkat harga yang layak dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Ibrahim Wiradisastra dan Darsono, 1989). Sejak 1969 pemerintah Indonesia memperiahankan kebijaksanaan stabilisasi harga beras dan gabah untuk kesejahteraan masyarakat. Pemerin- tah menggunakan dua strategi untuk mencapai kebijakan ini, yaitu: harga dasar (floor price) dapat diterima oleh petani dan harga tertinggi (ceiling price) untuk memungkinkan konsumen dapat membeli beras di pasar pada tingkat harga yang dapat terjangkau. Bila penawaran beras melebihi permintaan, yang biasanya terjadi sesudah musim panen, maka akan terjadi kelebihan beras. Hal ini menim- bulkan kecenderungan harga beras turun. Dalam situasi seperti ini pemerin- tah menggunakan strategi harga dasar agar dapat melindungi petani dari penurunan harga. Di _pihak tain, bila permintaan beras lebih besar dari penawaran, yang biasanya terjadi selama musim tanam, maka akan terjadi kekurangan beras dan pemerintah menggunakan persediaan cadangannya untuk meningkat- kan jumlah beras di pasar. Mempertahankan harga beras dapat dicapai dengan meningkatkan permintaan beras sebesar kelebihan yang ada. Secara operasional pemerintah membeli kelebihan beras dari pasar-pasar di pedesaan. Jumlah yang dibeli disimpan dalam gudang-gudang pemerintah sebagai bagian dari persediaan penyangga (buffer stock) dan akan disalurkan ke pasar-pasar sctelah beberapa bulan. Pada saat kekurangan beras, pemerintah berusaha untuk memper- tahankan tingkat harga yang diinginkan, yaitu suatu tingkat dimana konsumen masib dapat membeli beras untuk konsumsinya. Dengan kata Jain bahwa keberhasilan dalam mencapai stabilisasi harga tergantung pada ketepatan estimasi pemerintah terhadap pasar kuantum beras yang ada pada masyarakat (quantity market). Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mem- pengaruhi pengadaan beras di Jawa Timur dan menentukan elastisitas peng- adaan beras terhadap ratio harga, produksi netto dan lag produksi netto beras serta mengetahui pengaruhnya terhadap stabilisasi harga beras. Erpani Hadiyati et al., Studi Tentang Pengadaan Beras 575 Tinjavan Teori Pengadaan beras dapat didefinisikan sebagai pembelian beras atau gabah. Sumber utama dari pengadaan beras adalah dari kelebihan (surplus) yang dipasarkan oleh para petani (stock waktu sebelumnya) dan impor. Pengadaan ini merupakan bagian dari kebijaksanaan penetapan harga beras yang dilakukan oleh pemerintah agar dapat mencapai stabilisasi harga. Volume pengadaan beras dan harga dasar seringkali berkaitan satu sama lain. Bila harga beras lebih rendah dari harga dasar, maka pemerintah membeli beras yang lazimnya disebut dengan pengadaan beras. Tujuannya adalah antara lain sebagai berikut : 1. Melindungi para petani dari penurunan harga beras dan gabah pada tingkat yang tidak ckonomis, karena adanya produksi besar- besaran selama musim panen. Menstabilisasikan harga beras di tingkat petani, sehingga harga dapat dipertahankan pada tingkat harga dasar. Memberikan kesempatan yang sama bagi para petani dalam: menjual ‘kelebihan beras pada harga yang sama (sepanjang persyaratan kualitas terpenuhi). Diharapkan pengadaan beras dapat meningkatkan tingkat pen- dapatan para petani dan seterusnya petani dapat mendistribusikan pen- dapatan tersebut dengan lebih baik. 4, Membantu petani dalam meningkatkan produksi berasnya karena ketidak pastian terhadap perubahan harga dapat dikurangi. Membantu petani atau lembaga pemasaran tentang informasi pasar. De- ‘ngan cara ini diharapkan bahwa petani dapat meningkatkan pengetahuan- nya mengenai sifat-sifat beras dan gabah, karena mereka harus memuaskan. tentang persyaratan kualitas beras yang ditentukan oleh pasar. Menurut peneltian Bulog (1984) di sembilan Kabupaten di pulau Jawa, menunjukkan bahwa 50,43 % (secara rata-rata) dari total produksi gabah dijual langsung setelah panen, sedangkan sisanya 22,25 % dijual setelah musim panen selesai. Ini berarti bahwa kira-kira setengah dari total output dipasarkan segera se\elah panen. Keadaan seperti ini biasanya menyebabkan jatuhnya harga pasar. Menurut Soekartawi (1991), dijelaskan bahwa selama 21 tahun terakhir ini,yaitu mulai tahun 1969 hingga 1988, pengadaan beras yang dilakukan oleh Bulog hanya sebesar 4,80 per tahun. Pembelian betas terbesar yang pernah dilakukan oleh Bulog adalah terjadi pada tahun 1981 dan 1984 yaitu masing- masing sebesar 9,04 % dan 9,79 % dari total produksi. Pembelian itu dilakukan karena pada tahun 1981 dan 1984 terjadi panen padi secara besar- besaran. Atas dasar jumlah yang dibeli dapat disimpulkan bahwa peranan pemerintah dibanding sektor swasta relatif kecil. Timmer dan Silitonga (1985) mengemukakan bahwa besar-kecilnya pembetian jumlah beras yang dibeli oleh pemerintah, tergantung pada tiga faktor utama, yaitu : N w w 576 BPPS-UGM, 5(3A), Agustus 1992 Perbedaan antara harga dasar dan harga pasar selama panen. Kalau harga dasar lebih besar dari harga pasar, maka pembelian cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena petani menganggap harga dasar adalah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar adalah peluang yang cukup baik. Di pihak Jain kalau harga dasar lebih rendah dari hatga pasar, petani cenderung menjuat di pasar bebas dari pada menjualnya ke Koperasi Unit Desa. Hal ini tentu saja akan berakibat pembelian pemeriatah lebih kecil. 2. Kebanyakan bahwa harga dasar ditentukan oleh pemerintah yang ber- hubungan dengan spesifikasi kualitas yang harus dipenuhi. Kalau syarat- syarat ini tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah menolah untuk membeli Deras. 3. Sehubungan dengan perubahan yang terjadi pada waktu panen (disebabkan adanya perubahan iklim), maka hal ini menyebabkan keterlambatan dalam pempbelian beras. Dolog atau Bulo, memang tidak. melakukan pengadaan beras langsung dari petani, tetapi melalui KUD, pedagang swasta dan penggilingan padi. Sedangkan Pengadaan beras dilakukan umumnya pada bulan-bulan Maret- Agustus selama panen raya tiba. Besar kecilnya volume pengadaan beras berbeda dari tahun ke tahun. Dalam banyak hal, variasi pengadaan beras tergantung dari beberapa faktor. Apabila_harga-harga berfluktuasi, maka harus diadakan estimast secara akurat dari musim tanam dan musim panen. Dan produsen diharapkan dapat mengestimasi hasil-hasil produksi secara tepat sehingga akan membanta dalam menstabilisasikan produksi pertanian (Halcrow, 1984). Pengadaan_beras dalam negeri sangat berkaitan dengan harga pasar, produksi, persediaan penyangga dan impor. Harga pasar beras dan produksi dapat mempengaruhi jumlah gabah yang dijual oleh petani dan oleh pedagang beras ke dalam pasar. Sebagian dari jumlah penawaran (supply) yang dipasarkan ini dibeli oleh pemerintah untuk disimpan sebagai bagian per- sediaan penyangga yang nantinya dipakai kalau terjadi hal-hal yang men- desak (emergency) atau untuk keperluan lain. Untuk memperoleh keuntungan dari tingkat harga yang tinggi, petani harus menunda penjualan produksinya. Akan tetapi, karena tingkal pen- dapatan petani secara umum adalah relatif rendah, maka produksi gabah harus dijual segera setelah panen. Dalam hal ini pembetian yang dilakukan oleh pemerintah, pada waktu penjualan yang ditakukan petani dan pedagang beras kemungkinan ditunda karena ada beberapa permintaan yang diten- tukan pemerintah harus dipenuhi, misalnya standar kualitas. Walaupun impor beras dapat dilakukan (secara teoritis), sebagai penyangga posisi permintaan dan penawaran, namun pemerintah biasanya mempertimbangkan jumlah beras yang dapat dibeli didalam negeri dan jumlah yang masih ada merupakan bagian yang perlu dipertimbangkan dahulu sebelum ada kebijaksanaan impor. Atas_dasar permasalahan pengadaan beras yang mengutamakan pembelian dari kelebihan produksi beras didalam negeri inilah, maka penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat mengetahui beberapa peubah yang mempe- ngaruhi pengadaan beras tersebut. Ernani Hadiyati et al., Studi Tentang Pengadaan Beras. 577 METODE PENELITIAN Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Kantor Statistik, Kantor Dinas Pertanian dan Depot Logistik (Dolog) di daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan di Jawa Timur dengan pertimbangan bahwa pengadaan beras Jawa Timur mempunyai peranan sebesar 29,62 persen dari pengadaan beras di tingkat nasional. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh peubah bebas (independent variable) terhadap pengadaan beras digunakan model persamaan simultan dengan fungsi permintaan dan penawaran dalam bentuk fungsi logaritma. Model estimasi yang digunakan adalah berdasarkan keseimbangan an- tara fungsi permintaan dan penawaran dalam bentuk logaritma sebagai berikut : Log Qgta = 20 + atlogP: + azlogY: + aglogh + Vat a) dimana, Qgta = Permintaan beras yang dilakukan oleh pemerintah dari produsen/petani. : Pe = Perbandingan antara rata-rata harga pasar beras tertinggi dan terendah di tingkat konsumen pada bulan-bulan lepas panen (paceklik) dan bulan-bulan masa panen pada tahun t, P; dihitung dengan cara sebagai berikut Pai P= Pr dimana, Phi = Rata-rata harga pasar beras tertinggi di tingkat konsumen. Ph = Rata-rata harga pasar beras terendah di tingkat konsumen. Y= Produksi netto beras, yaitu total produksi beras dikalikan 0,89 {penyusutan sebesar 11 persen berdasarkan BPS) pada tahun t. i = Jumlah beras yang diimpor dalam setiap bulan pada tahun t. Vat = Fakior pengganggu (disturbance term) Model estimasi fungsi penawaran yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk logaritma sebagai berikut : Log Qeig = po + bilogP; + balogY:.1 + Vor (2) Dimana, Qgig ~ Penawaran untuk beras yang dilakukan oleh pedagang perantara kepada pemerintah. Py = Perbandingan antara rata-rata harga pasar beras tertinggi dan terendah di tingkat konsumen pada bulan-bulan lepas panen (paceklik) dan bulan-bulan masa panen pada tahun t. Y1-1 = Produksi netto beras pada waktu t-1 (dimana angka 1 menunjuk- kan satu bulan). Vor = Faktor pengganggu (disturbance term) 578 BPPS-UGM, 5(3A), Agustus 1992 Dati fungsi permintaan. dan fungsi penawaran diatas, maka kondisi keseimbangan antara kedua fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : Qed = Qps = Qe @) dimana, Qed = Permintaan untuk beras yang dilakukan oleh pemerintah. Qps = Penawaran untuk beras oleh pedagang perantara kepada pemerintah. Qe = Jumlah keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Agar persamaan (1) dan (2) dapat diestimasi secara baik, maka dalam penyelesaian persamaan harus memenuhi asumsi yang lazim berlaku untuk mendapatkan nilai penduga yang baik. Syarat tersebut adalah sebagai berikut 1. E@1)=0 ; i=1,2,..,n artinya, nilai tengah (mean value) dari komponen penggangga (#) yang ditimbutkan oleh peubah bebas sama dengan nol. 2 B@wya; i=1,2,..0 artinya, Komponen pengganggu (@) harus tersebar konstan atau memenuhi syarat homoskedastisitas. 3. E (viv) = 0, untuk ip j artinya, tidak terjadi auto korelasi antara komponen pengganggu (1). Agar penyelesaian Qs = Qa = Qe dapat diselesaikan dengan baik, maka diperlukan bantuan penyclesaian melalui teknik reduced form dari persamaan (1) dan (2) (Gujarati, 1976). Berdasarkan teknik tersedut, maka diperoleh persamaan reduced dari Pt dan Q, adalah sebagai berikut : Pr=wot mY +x 2Y2 +7 3h + Ua (4) Quam 4tmesYit 6X1 +7 7h + Un (5) dimana,z os/én 7 = parameter Ua dan Up = faktor pengganggu. Dari persamaan reduced form tersebut didapatkan estimasi koefisien fungsi permintaan dengan metode ILS (Indirect Least Square) yang secara terperinci disajikan di Lampiran, sedangkan hasil persamaan reduced form tersebut adalah sebagai berikut: ao = 24 -aimo m6 ay =— m2 az = 5 - ayn) a3 = 27 - ans Ernani Hadiyati et al., Studi Tentang Pengadaan Beras 579 mS m7 bi =—— atau—— m1 m3 Koefisien ao, a1, a2, a3 dan b1 akan diestimasi berdasarkan persamaan (1) dan (2). Juga berdasarkan pembuktian seperti disajikan di Lampiran, maka Tsamaan (1) diestimasi dengan cara ILS dan persamaan (2) dengan cara Foo Stage Least Square (TSLS). Untuk mengetahui elastisitas pengadaan beras terhadap ratio harga, produksi netto dan lag produksi netto dapat diketahui dari parameter peubah bebas terhadap pengadaan beras dalam persamaan fungsi logaritma permin- taan dan penawaran (persamaan 1 dan 2). HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan estimasi persamaan (1) dan (2) maka diperlukan estimasi persamaan (4) dan (5). Maksudnya jalah untuk mendapatkan parameter yang nantinya digunakan untuk menghitung parameter pada per- samaan (1). Hasil analisis disajikan di Tabel 1 dan 2. ‘Tabel 1. Hasil Estimasi Persamaan Pi) Variabel --Koef Regresi Standart Error t hitung % tabel 0 (Koni a) m1 (Produkaiy —-1,072 0,657 -2,052°"" 42 (Lag produk = 1,525 0,678 2,263" al) 100=1, 325 x2 (Import 0,002 0,023 0,094 Reterangan: TD Pesto +m ate 47 aver + p ale + Uae multiple R = 0,609 R Square = 0,475 Adjusted R Square = 0,376 F hitung = 4,819 F tabel (5) = 3,59. . Durbin Werson Test = 1,7570 . . uji 1 V dengan uji 2 ekor (tuo teile test}. s+ = nyata pada taraf uji 5 4 dengan uji 2 ekor (tvo tails test). ne = tidak signifikan. 580 BPPS-UGM, 5(8A), Agustus 1992 ‘abel 2. Hasil Estimasi Persamaan Qr+) standart Error t hitung € tabel 4 4 (Konetanta) teen, s28 5 (Produksi) 6,202 2,555 2,459" 725 3 6 (Lag produk -3,958 2,622 2,510" i) own, 325, 37 (Impor} 0,010 0,049 0,206" Reterangan: “) Qc = 7 ¢ +x s¥e tm oie +7 aTe + Ube Multiple R = 0,0 R square = 0,647 Adjusted R Squere = 0,581 F hitung = 9,779 F tabel (58) = 3,59 Durbin Watson Test = 27,1341 = nyata pada tarafuji $ € dengan uji 2 ekor (two tails test). pada taraf uji 10% dengan uji 2 ekor (tvo tails test). signifikan. Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa hasil estimasi dalam bentuk reduced form menunjukkan bahwa F hitung lebily besar dari nilai F tabel pada derajat kesalahan 1 persen dan 5 persen, seperti pada Tabel 1 dan 2, yaitu merupakan hasil estimasi Pr = x 0 + © 1Y. + 2 2¥v-1 + 23h + Unt dan Qr = 74 + 1 SY: + x 6Y1-1 + x 7h + Unt dengan melalui prosedure Ordinary Least Square (OLS). Berarti_bahwa untuk semua peubah bebas dalam penelitian ini secara bersama-sama mempengaruhi ratio harga beras dan pengadaan beras. Selanjutnya pada tabel yang sama diketahui nilai koefisien determinasi (R). Untuk ratio harga sebagai peubah tidak bebas mempunyai nilai koefisien determinasi sebesar 0,475; artinya bahwa variasi ratio harga yang merupakan peubah tidak bebas dapat dijelaskan oleh variasi peubah bebas sebesar 47,50 persen dan sisanya 52,50 persen dijelaskan oleh faktor-faktor tain yang tidak dimasukkan dalam model. Untuk peubah tidak bebas pengadaan beras mempunyai nilai determinasi sebesar 0,647; artinya bahwa variasi pengadaan beras yang merupakan peubah tidak bebas dapat dijelaskan oleh variasi peubah bebas sebesar 64,70 persen dan sisanya 35,30 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Di Tabel 3 dan 4 disajikan hasil estimasi persamaan (1) dari fungsi permintaan Log Qgid = 20 + ailogP: + azlogY; + aslogh + War diestimasi dengan model estimasi ILS dan persamaan (2) fungsi i penawaran Lo} sae = bo + bilogP: + balogYi1 + Vix diestimasi dengan model estimasi ail Ernani Hadiyati et al., Studi Tentang Pengadaan Beras 581 Tabel 3. Hasil Estimasi Persamaan Struktural Qgta*) Konstanta Barge (Ps) Produkei (Ye Impor (It) Roterangen 7 TL LOd Oged = 20 + arlogre + azlogte + asLogTe + Qae +) Dalan estimasi sebelumya dengan cara ILS (Tabel 2 den 3) ditemuken ji koefiaien ini edalah signifikan pada taraf uji 5%. Koefisien regresi persamaan ini dihitung secara manual berdasarkan persamaan : PrexzetaiYitr2Xi1t+ rah + Va Qan4at asYr + 76% +2 + Up a0 = 14 -ar eG m6 a} =—— m2 az=25-a1%1 a3=%7-a123Dari Tabel3 dan 4 dapat diketahui angka elastisitas pengadaan beras dari masing-masing peubah bebas. Di Tabel 3 dapat dijelaskan peubah bebas 1erhadap pengadaan beras yang dilakukan oleh pemerintah diuraikan sebagai berikut : Pengaruh Ratio Harga Koefisien eJastisitas ratio harga (a1) sebesar -2,595 menunjukkan bahwa pada setiap kenaikan 10 persen dari ratio harga, maka pengadaan beras oleh pemerintah menurun lebih kurang dari 25,95 persen. Pengaruh Produksi Netto Koefisien elastisitas prodvksi netto (az) sebesar 1,424 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10 persen produksj netto, maka pengadaan beras oleh pemerintah meningkat lebih kurang dari 14,24 persen. Dari Tabel 4 dapat dijelaskan pengaruh peubah bebas terhadap pen- gadaan beras dari perantara kepada pemerintah sebagai berikut: Pengaruh Ratio Harga Koefisien elastisitas ratio harga (b1) sebesar -1,834 menunjukkan bahwa pada setiap kenaikan 10 persen dari ratio hatga, maka pengadaan beras dari perantara menurun lebih kurang dari 18,34 persen. 582 BPPS-UGM, 5(3A), Agustus 1992 Tabel 4. Hasil Estimasi Persamaan Struktural Qpis*) Variabel Roe Regresi Standart Error t hitung —t tabel ‘Konetante -2,479 Barge (Pt) -1,834 1,285 Lag Produkei 1,282 1s =2,528 50 =1/725 210001; 325 Adjusted R Square = F hitung = 11,440 2,59 2739 ‘uji 1 ¥ dengan uji 2 ekor (tvo tails test) uji 10 0 dengan uji 2 ekor (two Pengaruh Lag Produksi Netto Koefisien elastisitas lag produksi netto (b2) sebesar 1,282 menunjuk- kan bahwa pada setiap kenaikan 10 persen dari lag produksi netto maka pengadaan beras dari perantara meningkat lebih kurang dari 12,82 persen. Melihat pengaruh netto harga pasar terhadap pengadaan beras, bahwa penurunan ratio harga pasar beras menyebabkan pengadaan beras meningkat dan demikian pula sebaliknya. Peningkatan pengadaan beras pemerintah mendorong fluktuasi ratio harga pasar beras semakin kecil. Hasil_analisis keragaman menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman (coefficient of variation) sebesar 23,25 persen. Artinya bahwa fluktuasi ratio harga pasar beras selama tahun 1970 - 1990 relatif kecil atau dengan perkataan lain ratio harga pasar beras relatif stabil. Hal ini menunjukkan peningkatan pengadaan beras pemerintah memberikan peluang terciptanya stabilisasi harga pasar ‘beras. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Dari pembahasan yang disajikan sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu 1, Aktivitas pengadaan beras yang dilakukan oleh pemerintah dipengaruhi oleh ratio harga beras dan produksi netto beras. Aktivitas pengadaan beras dari perantara dipengaruhi oleh ratio harga dan lag produksi netto beras. 2, Pengaruh ratio harga, produksi netto dan lag produksi netto beras menun- jukkan nilai elastisitas terhadap pengaadaan beras. Pengadaan beras oleh pemerintah menunjukkan nilai elastisitas terhadap ratio harga sebesar -2,595 dan nilai elastisitas terhadap produk netto sebesar 1,424. Pengadaan beras dari perantara kepada pemerintah menunjukkan nilai elastisitas Ernani Hadiyati et al., Studi Tentang Pengadaan Beras 583 terhadap ratio harga sebesar -1,834 dan nilai elastisitas pengadaan beras terhadap lag produksi netto sebesar 1,282. 3, Analisis keragaman dari ratio harga pasar merberikan indikasi bahwa fluktwasi harga pasar adalah semakin kecil. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien keragaman sebesar 23,25 persen dari data ratio harga pasar beras selama tahun 1970- 1990. Semakin kecil fluktuasi ratio harga pasar tersebut adalah identik dengan stabilisasi harga yang cukup baik. Hal ini menunjuk- kan peningkatan pengadaan beras pemerintah yang mendorong tercip- _ tanya stabilitas harga. Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan dapat dikemukakan im- plikasi kebijakan yang seyogyanya dilakukan oleh pemerintah sebagai berikut 1. Dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan nilai elastisitas pengadaan beras terhadap ratio harga antar musim, diharapkan pemerin- tah Jawa Timur: a Memperhatikan trend-trend harga pasar tingkat konsumen dan trend-trend produksi beras diantara musim (musim panen dan paceklik). b. Mempertimbangkan besarnya biaya pengadaan dalam rangka program stabilisasi harga yang berasal dari kredit perbankan dan pengeluaran rutin anggaran belanja negara. 2. Dengan semakin rendahnya ratio harga menunjukkan harga stabil dan semua pihak diuntungkan. Oleh karena itu diharapkan pemerintah daerah Jawa Timur tetap berusaha dalam mempertahankan ratio harga yang rendah dengan melalui cara-cara yang telah dilakukan yaitu mengestimasi pasar kwantum beras secara tepat dan mengendalikan harga secara intensif baik diantara dua musim. Dengan mengetahui nilai elastisitas pengadaan beras terhadap ratio harga diharapkan pemerintah memperhatikan trend-trend harga pasar di tingkat konsumen antat waktu atau antar musim (musim panen dan musim pace- ik). Selanjutnya bagi peneliti lain yang berminat untuk mengembangkan penelitian ini, perlulah dikaji jebih lanjut tentang fluktuasi harga beras tingkat produsen. Karena dalam penelitian ini hanya dianalisis pengadaan beras ditinjau dari flukiuasi harga pada pasar konsumen. we DAFTAR PUSTAKA AMfif, S. dan Timmer, C. P. (1975), Rice Policy in Indonesia. Food Research Institutes Studies. 11 (1): 131-159. Badan Urusan Logistik (Bulog) (1984), Laporan Survey Pola Pelepasan Stok Petani i Jawa (Report of Survey on Farmer's Stock Release Pater in Java). Jakarta Chemnichovsky, D. and Meesok, O. A., 1984, Patterns of Food Consumption and Nutrition in Indonesia, An Analysis of The National Socioeconomic Survey, 1978, World Bank Staff ‘Working Papers, Number 670, Washington, D. C. 584 BPPS-UGM, 5(3A), Agustus 1992 Gujarati, D. (1976), Basic Econometrics. Mac Graw-Hill Book Company, New York. Halcrow, H. G. (1984), Agriculturat Policy Analysis. Mac Graw- Hill Company, New York. Kmenta, 1. (1971), Element of Econometrics. Mac Millan Co., New York. ‘Mears, L.A. (1984), Rice and Food Self-Sufliciency in Indonesia. Bulletin of Indonesia Economic ‘Studies, 20(2): 122-138. ‘Moetyono, S. (1975), National Logistic Agency: its function in Pelita I and the prospect of solving problems in Pelita 11. Paper presented in Seminar on Food and Nutrition South East Asia Development Group, held in Yogyakarta. - (1981), Kebijaksanaan Harga dan Stock dalam Steategi Pangan. Prisma, 10(10): 22-24. Morrow, D.1. (1982), Bulog and Rice Price Stabilization Policy in Indonesia. Working Paper No.4, ‘World Bank. Soekastawi, (1990), Problems of Post Rice Sufficiency in Indonesia. Agrivita, 13(2): 10-13. Sri Widodo, (1990), Rice Production and Marketing in indonesia. Journal of Rural Economics, Vol 62(2): 77-82, Timmer, CP. dan Silitonga, C. (1985), The Interplays of Seasonal Stabilization of Rice and Corn Price in Indonesia. Peper presented in IEPRIFAD/AID Workshop. Annapatis, Maryland. Wiradisastra, I. dan Darsono (1989), Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Beserta Im- plikasinya, Warta Intra Bulog, 13(10): 4-11.

You might also like