Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 86

EFEK EKSTRAK DAUN WIDURI (Calotropis gigantea)

SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA NYAMUK


Aedes albopictus
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako

SULISTYAWATI
N 101 10 036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO

AGUSTUS 2014

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Judul

: EFEK

EKSTRAK

DAUN

WIDURI

(Calotropis

gigantea) SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA


NYAMUK Aedes albopictus.
Nama

: SULISTYAWATI

Stambuk

: N 101 10 036

Disetujui Tanggal : 15 AGUSTUS 2014

DEWAN PENGUJI
Ketua

: dr. I Nyoman Widajadnja, M.Kes

........................

Sekretaris : dr. David Pakaya

........................

Penguji I

: drg. Elly Yane Bangkele, M.Kes

........................

Penguji II

: dr. Puspita Sari

........................

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako

dr. Fajar Waskito, Sp. KK(K), M.Kes


NIP. 195803241985021001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Palu, 5 Agustus 2014


Penulis,

SULISTYAWATI

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin,

dengan

segala

kerendahan

hati

penulis

panjatkan puji dan syukur yang setinggi-tingginya kepada Allah SWT atas
berbagai anugrah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul EFEK EKSTRAK DAUN WIDURI (Calotropis gigantea)
SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA NYAMUK Aedes albopictus.
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan program sarjana strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Tadulako.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada kedua
orang tua terkasih, tersayang dan teramat penulis cintai. Untuk Ayahanda Ismail
dan Ibunda Aspiah yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih, cinta
dan rasa sayang yang begitu berlimpah serta tak henti-hentinya memberi semangat
dan wejangan-wejangannya selama proses pembuatan tugas akhir ini. Tak lupa
pula penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara tercinta
Iswahyudi dan Annisa Sri Rahayu yang selalu memberi keceriaan di sela-sela
kelelahan dan kejenuhan penulis.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat yang
setinggi-tingginya

kepada

dr.

Nyoman

Widajandja, M.Kes

selaku

pembimbing I dan dr.David Pakaya selaku pembimbing II yang ditengah


kesibukkannya terus memberikan arahan, bimbingan dan saran yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu perkenankan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1.

Rektor Universitas Tadulako, Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir, SE., MS.

2.

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako,


dr. Fajar Waskito, Sp. KK.(K) beserta segenap jajarannya.

3.

Wakil Dekan bidang akademik FKIK Universitas Tadulako, dr. Ketut


Suarayasa, M.Kes

4.

Wakil Dekan bidang umum dan keuangan FKIK Universitas Tadulako,


dr. Asri Arham Effendi, Sp.B, M.Kes

5.

Wakil Dekan bidang kemahasiswaan FKIK Universitas Tadulako,


Drs. Hakim Laenggeng, M. Kes

6. Ketua PSPD FKIK Universitas Tadulako, dr. Diah Mutiarasari


7.

Dosen Penguji I, drg. Elly Yane Bangkele, M.Kes

8.

Dosen Penguji II selaku dosen pembina departemen Biokimia PSPD FKIK


Universitas Tadulako, drg. Tri Setyawati, M.Sc

9.

Dosen Penguji III, dr. Puspita Sari

10. Bapak/ibu dosen FKIK UNTAD yang telah mengajar dan membimbing
penulis sejak awal kuliah hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
11. Segenap pegawai Tata Usaha dan Akademik FKIK UNTAD.
12. Dosen pembina departemen Biokimia PSPD FKIK UNTAD, dr. Nur
Syamsi yang selalu menyemangati, serta rekan-rekan Asisten Biokimia.

13. Kepala kantor Balai Litbang P2B2 Donggala, Bapak Jastal, SKM, M.Si dan
Ibu Hayani Anastasia, SKM, MPH selaku kepala bagian pelayanan
penelitian serta pegawai Balai Litbang P2B2 Donggala bagian Sumber Daya
Hayati, bagian Hewan Uji, dan bagian Pelayanan Penelitian yang telah
menerima dan menyambut dengan baik penulis dimulai saat permintaan izin
penelitian hingga terselesaikannya penelitian.
14. Kak Ludia Rustin Palondongan, S.Si yang senantiasa membantu penulis
dimulai saat pencarian judul hingga terselesaikannya penelitian.
15. Indra Firmansyah yang selalu mendampingi, memberi nasehat, dukungan
dan motivasi selama perkuliahan dan penyusunan tugas akhir ini.
16. Sahabat-sahabat penulis yang juga berperan penting selama perkuliahan dan
penyusunan tugas akhir ini, Nurkhalidah, Lestari Irawan, Windy
Mentari, Ayu puspita, Nurul Afriani, Nanda Hikmah, Nursafitri dan
Nurafni Oktavia.
17. My beloved family Card10 atas kekompakan dan kebersamaannya selama
ini, kakak-kakakku 01factorius dan Oste09en, serta adik-adikku Achi11es,
Arth12on dan Pl13xus.
18. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Pendidikan Dokter (HMPD),
AMSA Untad, dan FKI-Assyifa Untad.
19. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu dan tak bisa disebutkan satu-persatu namanya,
semoga kebaikan kalian semua mendapatkan hal yang setimpal pula.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak


terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini
dapat memberikan kontribusi serta manfaat yang besar bagi semua pihak terkait,
khususnya penulis secara pribadi dan para pembacanya.
Palu, 5 Agustus 2014
Penulis,

SULISTYAWATI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................... ................ iv
DAFTAR ISI .....................................................................................................
....................................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... ................
....................................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................. ................
....................................................................................................................... xiv
ABSTRAK ........................................................................................................
....................................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
E. Keaslian Penelitian ........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka ................................................................................. 6


1. Tanaman Widuri Kunyit (Calotropis gigantea) .................... 6
a. Taksonomi Tanaman Widuri (Calotropis gigantea) ......... 6
b. Morfologi Tanaman Widuri (Calotropis gigantea) .......... 7
c. Kandunag kimia tanaman Widuri (Calotropis gigantea) .. 8
d. Khasiat tanaman Widuri (Calotropis gigantea)................. 9
e. Pembuatan Ekstrak Ethanol Daun Widuri (Calotropis
gigantea) ........................................................................... 10
f. Larvasida Sebagai Pengendali Nyamuk ............................ 13
2. Aedes albopictus .................................................................... 16
a. Taksonomi Aedes albopictus ........................................... 16
b. Morfologi Aedes albopictus ............................................. 17
c. Siklus Hidup Aedes albopictus ........................................ 17
d. Perilaku Aedes albopictus ................................................ 19
3. Kerangka Teori ...................................................................... 21
4. Kerangka Konsep ................................................................... 22
B. Landasan Teori ................................................................................ 22
C. Hipotesis .......................................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 24
B. Jenis Penelitian ................................................................................ 24
C. Populasi dan Sampel ....................................................................... 24
D. Variabel Penelitian .......................................................................... 25

E. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 26


F. Prosedur Penelitian .......................................................................... 26
G. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 31
H. Alur Penelitian ................................................................................. 32
I. Analisis Data ................................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 34
B. Pembahasan ..................................................................................... 43
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 51
B. Saran ................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 52
LAMPIRAN ............................................................ .................................. xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pohon Widuri (Calotropis gigantea) ............................................. 8


Gambar 2. Gambaran garis vertikal di bagian dorsal toraks Aedes albopictus.. 17
Gambar 3. Daur Hidup Aedes albopictus........................................................... 18
Gambar 4. Kerangka Teori ................................................................................ 21
Gambar 5. Kerangka Konsep ............................................................................. 22
Gambar 6. Alur Penelitian ................................................................................. 32
Gambar 7. Hasil Uji fitokimia daun widuri ...................................................... 43

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan fitokimia daun widuri (Calotropis gigantea) ............... 9


Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 31
Tabel 4.1 Hasil pengamatan mortalitas larva Aedes albopictus pada
kelompok perlakuan ........................................................................ 34
Tabel 4.2. Hasil pengamatan mortalitas larva Aedes albopictus pada
kelompok kontrol ............................................................................ 36
Tabel 4.3. Persentase mortalitas larva Aedes albopictus pada kelompok
perlakuan dalam 24 jam .................................................................. 37
Tabel 4.4. Koreksi Persentase mortalitas larva Aedes albopictus
dengan menggunakan formula Abbot .............................................. 38
Tabel 4.5. Friedman test ................................................................................... 39
Tabel 4.6. Uji statistik perbandingan antar kelompok perlakuan (analisis
Post-hoc Mann-Whitney) ................................................................. 40
Tabel 4.7. Uji korelasi Spearman ..................................................................... 41
Tabel 4.8. Analisis Probit LC50 ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea)..... 42
Tabel 4.9. Hasil Uji Fitokimia ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) ...... 42

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Output Hasil Analisis SPSS ..........................................................


viii
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian ................................................................
xiii
Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian .........................................................
xvi
Lampiran 4. Hasil ekstraksi daun Widuri dan perhitungan konsentrasi ............
xvii
Lampiran 5. Surat keterangan identifikasi tumbuhan ........................................
xviii

DAFTAR SINGKATAN

Anova

Analysis of varians

BPO

Piperonyl butoxide

cc

Cubical centimeter

CDC

Centers for disease control

CO

Karbon monoksida

DBD

Demam berdarah dengue

Gram

LC50

Lethal concentration 50%

ml

Mililiter

mm

Milimeter

O2

Oksigen

Celcius

P2B2

Pengendalian penyakit bersumber binatang

pH

Power of Hydrogen

POM RI

Badan pengawasan obat dan makanan Indonesia

ppm

part per million

RR

Homozigot

RS

Heterozigot

SG

Sand granula

SPSS

Statistical Service Product Solutions

ABSTRACT
Background : The Aedes albopictus mosquito is a vector of dengue hemorrhagic
fever (DHF), which is still a health problem in Indonesia, especially in Central
Sulawesi. One of the dengue vector control efforts are larvacides. Eradication of
larvae using chemical insecticides often causes problems such as resistance,
adverse effects on human health. One of the plants that have the potential of being
larvicides are thistle (Calotropis gigantea).
Objective : The purpose of this study was to determine the effectiveness of
larvicides thistle leaf extract (Calotropis gigantea) against larvae of Aedes
albopictus.
Method : This study was an experimental study with a post-test only control
group design. The samples used were Aedes albopictus 750 third instar larvae
which consists of 6 treatment groups (150 ppm, 300 ppm, 600 ppm, 1200 ppm, a
positive control (Abate 1 ppm) and negative control (water without treatment).
Each group contains 25 larvae with 5 repetitions. Observations of larvae were
performed at 1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours, 5 hours, 6 hours, 8 hours and 24
hours, then continued statistical analysis.
Result : The results showed thistle leaf extract (Calotropis gigantea) has the effect
of larvicides against Aedes albopictus. Friedman test results and post-hoc MannWhitney showed a significance value <0.05 which indicated that there were
differences in the number of larval mortality significantly between treatment
groups. Spearman correlation test showed a significant value <0.05 at the time of
observation of 2 hours to 24 hours, meaning that there is a correlation between
the concentration and the large number of larval mortality. Probit test showed
LC50 values in 1117.530 ppm.

Conclusion : Thistle leaf extract (Calotropis gigantea) have potential larvicides


against larvae of Aedes albopictus.
Keywords: Thistle leaf extract (Calotropis gigantea), Aedes albopictus,
larvicides, LC50.

ABSTRAK
Latar belakang : Nyamuk Aedes albopictus merupakan salah satu vektor dari
penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang masih menjadi masalah kesehatan
di Indonesia, khususnya Sulawesi tengah. Salah satu upaya pengendalian vektor
DBD adalah larvasidasi. Pembasmian larva dengan insektisida kimia sering
menimbulkan masalah misalnya resistensi, efek samping pada kesehatan manusia.
Salah satu tanaman yang memiliki potensi menjadi larvasida adalah widuri
(Calotropis gigantea).
Tujuan : Mengetahui efektifitas larvasida ekstrak daun widuri (Calotropis
gigantea) terhadap larva nyamuk Aedes albopictus.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only
control group design. Sampel yang digunakan adalah Aedes albopictus instar III
sebanyak 750 larva yang terdiri dari 6 kelompok perlakuan (150 ppm, 300 ppm,
600 ppm, 1200 ppm, kontrol positif (Abate 1 ppm) dan kontrol negatif (air tanpa
perlakuan). Setiap kelompok berisi 25 larva dengan 5 kali pengulangan.
Pengamatan larva dilakukan pada 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 8 jam
dan 24 jam, kemudian dilanjutkan analisis statistik.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun widuri (Calotropis gigantea)
memiliki efek larvasida terhadap Aedes albopictus. Hasil uji Friedman dan Posthoc Mann-Whitney menunjukkan nilai signifikansi < 0,05 yang menunjukkan
terdapat perbedaan jumlah mortalitas larva secara bermakna antara kelompok
perlakuan. Uji korelasi Spearman menunjukan nilai signifikansi < 0,05 pada
waktu pengamatan 2 jam hingga 24 jam, artinya terdapat korelasi antara besar
konsentrasi dan jumlah mortalitas larva. Uji probit menunjukkan nilai LC50 pada
1117,530 ppm.

Kesimpulan : Ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) memiliki potensi


larvasida terhadap larva nyamuk Aedes albopictus.
Kata kunci : Ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea), Aedes albopictus,
larvasida, LC50.

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan di
Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya
semakin luas. Di Indonesia demam berdarah dengue masih merupakan masalah
kesehatan karena masih banyak daerah endemik (Widoyono, 2011).
Pada tahun 2011 tercatat kasus DBD yang ditemukan di Sulawesi Tengah
sebanyak 2.037 kasus dan terbanyak berada di Kota Palu yaitu 1.061 kasus.
Jumlah kasus tersebut tidak berbeda jauh dengan tahun 2010 yaitu sebanyak 2.092
kasus. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan di Sulawesi Tengah potensial dalam
penularan DBD (Dinkes, 2012). Daerah endemik DBD pada umumnya

merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Nyamuk yang menjadi


vektor DBD adalah nyamuk yang terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang
sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Vektor yang pembawa virus
dengue adalah nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus. Setiap kejadian luar
biasa (KLB) demam berdarah dengue umumnya dimulai dengan peningkatan
jumlah kasus di wilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran DBD diperlukan
gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus menerus, pangasapan
(fogging) dan larvasidasi (Widoyono, 2011).
Aedes aegypti menempati habitat domestik terutama penampungan air di
dalam rumah yang tidak berhubungan dengan tanah, sedangkan Aedes albopictus
berkembang biak di lubang-lubang pohon, drum, ban bekas yang terdapat di luar
rumah (Hadi, 2012). WHO pada tahun (2004) melaporkan bahwa di daerah
perkotaan habitat Aedes aegypti dan Aedes albopictus sangat bervariasi tetapi 90%
ditemukan pada penampungan air.
Di Indonesia, pengendalian penularan DBD terutama dilakukan dengan
menggunakan insektisida golongan organofosfat (malation dan temefos) untuk
menurunkan kepadatan vektornya. Malation dan temefos selalu digunakan dalam
program nasional pengendalian DBD di Indonesia sejak tahun 1970-an. Dari
banyak pengalaman di banyak tempat di dunia, diketahui bahwa efektivitas
aplikasi kedua insektisida ini ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah
tingkat kerentanan nyamuk vektor (stadium larva dan dewasa) yang menjadi
sasaran utamanya. Penggunaan insektisida kimia dalam jangka lama dengan
frekuensi per tahun yang tinggi telah menjadi pengalaman umum yaitu secara

bertahap insektisida itu akan menekan dan menyeleksi serangga (nyamuk vektor)
sasaran untuk menjadi toleran (heterozigot resisten; RS) sampai resisten
(homozigot resisten; RR) terhadapnya (Lidia et al., 2008).
Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan
insektisida kimia diantaranya iritasi mata dan kulit, kanker, cacat pada bayi, serta
gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan. Kejadian anemia dapat terjadi pada
penderita keracunan organofosfat adalah karena terbentuknya sulfhemoglobin dan
methemoglobin di dalam sel darah merah. Hal ini menyebabkan hemoglobin
menjadi tidak normal dan tidak dapat

menjalankan fungsinya dalam

menghantarkan oksigen (Runia, 2008)


Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menggunakan insektisida nabati. Insektisida ini berasal dari tumbuhan sehingga
memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi yaitu karena sifatnya yang mudah
terurai di alam sehingga tidak menimbulkan bahaya residu yang berat dan lebih
selektif (tidak merugikan makhluk hidup dan lingkungan yang bukan sasarannya).
Insektisida yang digunakan untuk memberantas larva nyamuk disebut larvasida
(Kardinan, 2005).
Salah satu tanaman yang memiliki potensi menjadi larvasida adalah
Calotropis gigantea. Dalam penelitian yang dilakukan Seniya et al. (2011)
melaporkan kandungan senyawa kimia dalam Calotropis gigantropis adalah tanin,
steroid, alkaloids, flavonoid , glycosides, anthraquinones, terpenoid dan resins.
Senyawa-senyawa ini dapat berpotensi sebagai larvasida alami.

Peneliti memilih daun widuri (Calotropis gigantea) karena banyaknya


tanaman ini tumbuh di sekitar kampus Universitas Tadulako. Dalam penelitian
Shreya et al. (2012) melaporkan efek larvasida daun widuri (Calotropis gigantea)
terhadap larva nyamuk Aedes aegepty dan dapat digunakan dalam program
pengendalian vektor nyamuk. Sedangkan untuk larva nyamuk Aedes albopictus
peneliti melihat belum ada yang melakukan penelitian tersebut, sehingga peneliti
merasa perlu untuk menelitinya.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
Apakah ekstrak daun Widuri (Calotropis gigantea) efektif dalam membunuh
larva nyamuk Aedes albopictus?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas larvasida ekstrak daun
Widuri (Calotropis gigantea) terhadap larva nyamuk Aedes albopictus.
2. Tujuan Khusus
Membuktikan hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak daun Widuri
(Calotropis gigantea) dengan jumlah larva nyamuk Aedes albopictus yang mati
persatuan waktu.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi tentang
efektivitas ekstrak daun Widuri (Calotropis gigantea) sebagai larvasida, dan dapat
diaplikasikan oleh masyarakat untuk membasmi nyamuk Aedes albopictus sebagai
vektor penyakit demam berdarah dengue di Indonesia, khususnya di Sulawesi
Tengah. Serta menambah khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan
perbandingan bagi penelitian yang lebih luas dan lebih dalam.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian seperti ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Shreya et al. (2012)
yang berjudul Aktivitas larvasida Calotropis gigantea pada vektor Aedes aegypti
penyebab dengue dan chikungunya. Variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah soxhlet ekstrak ethanol daun Calotropis gigantea terhadap
efek larvasida pada larva nyamuk Aedes aegypti dengan range konsentrasi 1001000 ppm.
Penelitian seperti ini pernah pula dilakukan sebelumnya oleh Kumar et al.
(2012) dengan judul Aktivitas larvasida, repellant dan ovisidal Calotropis
gigantea pada Culex gelidus, Culex tritaeniorhynchus. Variabel yang di gunakan
adalah efek ekstrak air daun Calotropis gigantea pada Culex gelidus, Culex
tritaeniorhynchus dengan konsentrasi 62,5, 125, 250, 500, 1000 ppm.
Penelitian larvasida Calotropis gigantea juga telah dilakukan oleh Kabir et al.
(2010) dengan judul penelitian Efek larvasida latex dari Calotropis gigantea
terhadap larva nyamuk Culex quinguesfasciatus. Penelitian ini menggunakan

senyawa spesifik latex (alkaloid) yang terkandung dalam Calotropis gigantea


dengan 1000, 2000, 4000, 8000 dan 16000 ppm. Larva nyamuk yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Culex quinguesfasciatus yang terdiri dari instar I, II,
III dan IV.
Perbedaan penelitian ini dengan tiga penelitian sebelumnya terletak pada jenis
variabel bebas dan terikatnya, yaitu metode ekstraksi, jenis larva nyamuk dan
konsentrasi ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea). Adapun variabel bebas
pada penelitian ini menggunakan ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea)
dengan metode maserasi, larva nyamuk yang digunakan adalah Aedes albopictus
instar III dan konsentrasi yang digunakan 150, 300, 600, 1200 ppm dengan
kontrol positif abate 1 ppm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1.

Tanaman Widuri (Calotropis gigantea)


Tanaman widuri (Calotropis gigantea) memiliki beberapa nama lokal
yaitu Niujiaogua (China); crown flower, giant indian milkweed, giant
milkweed (English); asclepiade gigantesque, faux arbre de soie, mercure
vgtal (French); biduri, saduri, widuri (Jawa- Indonesia); dok hack (Lao
PDR); rembega, lembega (Malayu-Malaysia); dok rak, pan thuean, po
thuean (Thailand) (Ali et al.,2010).

a. Taksonomi Tanaman Widuri (Calotropis gigantea)


Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Subkelas

: Asteridae

Ordo

: Gentianales

Family

: Asclepiadaceae

Genus

: Calotropis R.Br

Spesies

: Calotropis gigantea (L) W.T.Aiton (United States

Department of Agriculture, 2014).

b. Morfologi Tanaman Widuri (Calotropis gigantea)


Tanaman widuri (Calotropis gigantea) berasal dari Bangladesh,
Burma, China, India, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Filipina, Thailand
dan Sri Lanka. Calotropis gigantea merupakan tanaman yang sering
digunakan untuk beberapa acara adat dan pengobatan tradisional di
India (Ali et al.,2010).
Sarkar et al. (2014) menjelaskan morfologi tanaman widuri (Calotropis
gigantea) sebagai berikut:
a. Daun

Tunggal, tebal, opposite, bulat telur, ujung tumpul,


pangkal berlekuk, tepi rata, panjang nya 10-15 cm, lebar

4,5-6,5 cm, pertulangan menyirip, bertangkai pendek,


hijau keputih-putihan.
b. Bunga

: Majemuk, kelopak terbentang, berbentuk bulat telur,


berwarna ungu atau kuning kehijauan, benang sari
membentuk tabung, kepala putik lebar, bersegi lima,
tangkai putik panjang, daun pelindung sempit, tangkai
panjang 3-5 cm, mahkota bulat telur, diameter4-4,5 cm
dan warna putih.

c. Batang : Kulit tebal, kasar, keras dan warna kuning-coklat; ranting


berwarna hijau, tebal dan biasanya memiliki bulu halus
yang berasal dari tomentum.
d. Akar

Tunggang,

bercabang,

bulat,

putih

kekuningan,

diameternya 0,2-0,5 cm.


e. Buah

: Berwarna hijau, oval dan berongga, panjangnya 10 cm,


pada bulan maret sampai oktober buah dapat terbelah dan
mengeluarkan biji berwarna coklat.

Gambar 1. Pohon Widuri (Calotropis gigantea) (United States Department of


Agriculture, 2014).
c. Kandung Kimia Tanaman Widuri (Calotropis gigantea)
Dalam penelitian fitokimia yang dilakukan Wang et al.(2008)
melaporkan kandungan senyawa kimia dalam tanaman widuri (Calotropis
gigantea) adalah cardenolide, terpen, pregnanes, senyawa phenoic,
flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, glikosida dan pitosterol.
Penelitian yang dilakukan oleh Seniya et al.(2011) menemukan
kandungan fitokimia ekstrak etanol daun widuri (Calotropis gigantea)
sebagai berikut:
Tabel 2.1. Kandungan fitokimia daun widuri (Calotropis gigantea)
Kandungan Fitokimia

Yang terdapat pada daun


widuri
Alkaloid
+
Anthraquinones
Flavonoid
+
Cardic Glycosides
+
Terpenoid
+
Saponin
+
Steroid
+
Tanin
+
Resins
Keterangan : (+) ada senyawa kimia; (-) tidak di temukan senyawa kimia.

d. Khasiat Tanaman Widuri (Calotropis gigantea)


Beberapa penelitian melaporkan kandungan alkaloid, saponin dan tanin
menghambat pertumbuhan bakteri dan melindungi tanaman terhadap
infeksi jamur (Seniya et al., 2011). Alkaloid dikenal sebagai senyawa yang

dapat digunakan sebagai insektisida alami. Insektisida ini menyerang selsel

neurosekresi

otak

(racun

saraf) dari

serangga,

menghambat

pembentukan pupa dan hormon tumbuh, sehingga memotong atau


menghentikan daur larva. Senyawa alkaloid juga menghambat daya makan
larva dan bertindak sebagai racun perut. Senyawa ini bersifat basa dan
merupakan senyawa polar (Wiryowidagdo, 2007).
Senyawa

saponin

diduga

mengandung

hormon

steroid

yang

berpengaruh dalam pertumbuhan larva nyamuk. Senyawa ini akan


menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva
sehingga dinding traktus digestivus menjadi korosif. Kerusakan salah satu
organ nyamuk dapat menurunkan proses metabolisme dan gangguan
dalam proses fisiologinya (Fuadzy et al., 2012).
Efek flavonoid terhadap organisme bermacam macam. Salah satu
diantaranya adalah juga sebagai inhibitor kuat pernafasan. Gangguan
metabolisme energi terjadi di dalam mitokondria dengan cara menghambat
sistem transport elektron atau dengan menghalangi coupling antara sistem
transport dengan produksi ATP. Adanya hambatan pada sistem transport
elektron menghalangi produksi ATP dan menyebabkan penurunan
pemakaian oksigen oleh mitokondria (Sudjari, 2006). Pada literatur lain
disebutkan inhibitor pernafasan bekerja dengan menghambat rantai
respirasi, menghambat

fosforilasi oksidatif atau dengan memutuskan

rangkaian (uncouple) antara rantai respirasi dengan fosforilasi oksidatif


(Murray et al., 2009).

Tanin dapat memperkecil pori-pori lambung sehingga menyebabkan


proses metabolisme sistem pencernaan menjadi terganggu. Penumpukan
sari-sari makanan pada organ pencernaan larva dapat menjadi racun dan
secara perlahan-lahan larva akan mati (Fuadzy et al., 2012).

e. Pembuatan Ekstrak Daun Widuri (Calotropis gigantea)


Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat
didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan
pelarut dan metode yang tepat. Ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi,
bahan yang diekstraksi merupakan bahan alam. Pada prinsipnya ekstraksi
adalah melarutkan dan menarik senyawa dengan menggunakan pelarut
yang tepat. Ada tiga tahapan proses pada waktu ekstraksi yaitu:
a. Penetrasi pelarut kedalam sel tanaman dan pengembangan sel.
b. Disolusi pelarut ke dalam sel tanaman dan pengembangan sel.
c. Difusi bahan yang terekstraksi ke luar sel (Emilan et al., 2011).
Proses diatas diharapkan terjadinya kesetimbangan antara linarut dan
pelarut. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan umumnya tergantung
pada suhu, pH, ukuran partikel dan gerakan partikel. Prinsip yang utama
adalah yang berkaitan dengan kelarutan, yaitu senyawa polar lebih mudah
larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam
pelarut nonpolar (Emilan et al., 2011).
Pembuatan Ekstrak meliputi tahap penyarian. Penyarian simplisia dapat
dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air

mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan


cara maserasi atau perkolasi, sedangkan penyarian dengan eter dilakukan
dengan cara perkolasi (POM RI, 2010).
a. Maserasi
Maserasi berasal dari kata macerare artinya melunakkan. Maserata
adalah hasil penarik simplisia dengan cara maserasi. Sedangkan maserasi
adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut
dalam cairan penyari pada suhu biasa atau memakai pemanasan. Suhu
O

yang ditetapkan adalah 15 C-25 C (Syamsuni, 2006).


Dalam proses maserasi, simplisia yang akan diekstraksi biasanya
ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersama
menstruum yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat dan isinya dikocok
berulang-ulang

biasanya

berkisar

dari

2-14

hari.

Pengocokkan

memungkinkan pelarut mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh


permukaan dari simplisia yang sudah halus. Cara lain untuk pengocokan
yang berulang-ulang ini dengan menempatkan simplisia dalam kantung
kain yang berpori yang diikat dan digantungkan pada bagian atas
menstruum. Begitu zat-zat yang mudah larut, melarut dalam menstruum,
maka cenderung untuk turun ke dasar bejana karena adanya penambahan
berat cairan. Ekstrak dipisahkan dari ampasnya dan membilasnya dengan
penambahan menstruum baru (Ansel, 2008).
b.

Perkolasi

Percolare berasal dari kata colare yang artinya menyerkai dan per
artinya menembus. Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara
penarikan memakai alat yang disebut perkolator yang simplisianya
terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut
akan menetes secara beraturan sampai memenuhi syarat yang telah
ditetapkan (Syamsuni, 2006). Proses ini menggunakan sebuah wadah
penapis (sempit, berbentuk kerucut terbuka pada kedua ujungnya). Bahanbahan ekstraksi dibasahi dengan sejumlah cairan penyari dan didiamkan
selama sekitar 4-24 jam dalam wadah tertutup rapat, setelah itu massa
dikemas dan bagian atas perkolator ditutup (Sukhdev et al., 2008)
c. Sokslet
Dalam metode ini, simplisia ditumbuk halus ditempatkan dalam
kantong berpori yang dibuat dari kertas filter yang kuat dan di letakkan
dalam sebuah gelas ekstraksi yang bekerja secara kontinu. Gelas ekstraksi
yang mengandung kantung diletakkan di antara labu suling dan suatu
kondensor yang dihubungkan dengan pipa. Labu tersebut berisi bahan
pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam kondensor melalui pipet,
berkondensasi dan akan membawa keluar bahan yang diekstraksi
(Sukhdev et al., 2008).
d. Infus
Bahan ekstrak yang telah dihaluskan dicampurkan dengan sejumlah air
O

untuk diekstraksi dengan cara dipanaskan pada suhu 90 C selama 15

menit dengan pengadukan berulang. Setelah dingin (kira-kira 30 C),


kemudian disaring (Syamsuni, 2006).

f. Larvasida Sebagai Pengendali Nyamuk


Pengendalian vektor DBD dilakukan dengan cara memutuskan rantai
penularan. Salah satu cara yang dilakukan adalah penggunaan insektisida
dengan cara penyemprotan dan larvasidasi (Sukowati, 2010).
Beberapa Insektisida yang umum digunakan pada masyarakat, yaitu:
1. Fenitrotion
Insektisida ini termasuk golongan organofosfat, disebut juga sumitron
atau folition. Bersifat sedikit menguap, oleh karena itu penggunaannya
dengan menyemprotkan residu pada dinding rumah. Mempunyai daya
residu kurang lebih 2 bulan. Aplikasi di lapangan untuk penyemprotan
residu pada dinding rumah. Di Indonesia insektisida ini digunakan untuk
pengendalian vektor malaria (Anopheles sp) terutama di pulau Sumatra,
Jawa dan Bali (Utama, 2008).
2. Temefos (Abate 1% SG)
Insektisida ini tergolong organofosfat, terutama digunakan untuk
pengendalian Aedes aegypti di tempat penampungan air, dengan
konsentrasi 1 ppm (1 g temefos 1% SG dalam 10 liter air). Larvasida ini
tidak toksik terhadap mamalia termasuk manusia, tetapi mempunyai
toksisitas tinggi terhadap larva nyamuk. Temefos bentuk granula

mempunyai daya residu lebih kurang 1 bulan bila digunakan dalam


penampungan air (Utama, 2008).
Golongan insektisida ini mempunyai cara kerja menghambat enzim
cholinesterase baik pada vertebrata maupun invertebrata, sehingga
menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf karena tertimbunnya
acetylcholine menjadi cholin dan asam cuka sehingga bila enzim tersebut
dihambat maka hidrolisa acetylcholin tidak terjadi. Abate akan mengikat
enzim cholinesterase dan dihancurkan sehingga terjadi kontraksi otot yang
terus menerus, kejang dan akhirnya larva akan mati (Ridha, 2011).
3. Piretrum dan Piretrin
Bahan

piretrum

(Crysanthenum

dan

piretrin

cinerariaetolium)

bersumber
yang

telah

dari

bunga

dikeringkan.

krisan
Piretrin

merupakan istilah untuk 6 senyawa yang bersifat insektisida yang


terkandung dalam piretrum (bahan mentah). Senyawa piretrin bekerja
dengan cara mengganggu jaringan saraf serangga. Piretrin bekerja dengan
cepat dan dapat langsung membuat pingsan serangga. Namun, sebagian
besar serangga bangun kembali setelah sempoyongan beberapa saat,
karena kemampuan serangga dalam menguraikan dan menetralisr piretrin.
Oleh karena itu, dalam produk komersial yang mengandung piretrin selalu
ditambahkan bahan sinergis seperti BPO (piperonyl butoxide) yang
berfungsi memperpanjang daya racun dengan cara menghambat proses
metabolisme yang menguraikan piretrin di dalam tubuh serangga
(Budiman, 2009).

Insektisida kimia yang telah digunakan dalam frekuensi yang tinggi


secara bertahap akan menekan dan menyeleksi serangga (nyamuk vektor)
sasaran menjadi toleransi hingga resistensi terhadap insektisida tersebut
(Lidia et al., 2008). Penggunaan insektisida nabati atau insektisida botani
merupakan salah satu upaya untuk mengatasi resistensi insektisida kimia.
Insektisida nabati merupakan jenis insektisida yang berasal dari tumbuhan
sehingga memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi yaitu karena
sifatnya yang mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan bahaya
residu yang berat dan tidak merugikan makhluk hidup dan lingkungan
yang bukan sasarannya (Kardinan, 2005).
Kebutuhan akan larvasida yang lebih aman bagi manusia dan
lingkungan memang telah menjadi tuntutan masyarakat di negara-negara
maju. Produk larvasida yang telah banyak dikembangkan adalah
diantaranya piretrin, nikotin daun tembakau, dan mimba (Budiman, 2009).
Daun widuri (Calotropis gigantea) merupakan salah satu tanaman yang
memiliki potensi larvasida nabati dan banyak terdapat di Sulawesi tengah.
Dalam penelitian Kumar (2012) melaporkan efek larvasida daun widuri
(Calotropis gigantea) terhadap nyamuk Culex sp.

2. Aedes albopictus
a. Taksonomi Aedes albopictus
Klasifikasi Aedes albopictus sebagai berikut:
Domain

: Eukaryota

Kingdom

: Animal

Phylum

: Artropoda

Class

: Insecta

Ordo

: Diptera

Subordo

: Nematocera

Famili

: Culicidae

Subfamili

: Culicinae

Genus

: Aedes

Subgenus

: Stegomyia

Species

: Aedes albopictus ( Boesri, 2011).

b. Morfologi Aedes albopictus


Aedes sp dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
ukuran nyamuk rumah, mempunyai warna dasar yang hitam dengan
bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya.
Morfologinya yang khas adalah gambaran lira (lyre-form) yang putih pada
punggungnya (mesonotum). Aedes albopictus tampak seperti nyamuk
Aedes aegypti yaitu mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik
putih pada bagian badannya, tetapi pada mesonotumnya terdapat
gambaran menyerupai garis tebal putih vertikal. Nyamuk ini disebut juga
sebagai Asian tiger mosquito (CDC, 2012).

Gambar 2.Gambaran garis vertikal di bagian dorsal toraks Aedes


albopictus (Rey, JR. 2013).

c. Siklus Hidup Aedes Albopictus


Siklus hidup Aedes Albopictus secara umum melalui empat tahap
stadium yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Telur nyamuk Aedes
Albopictus berwarna hitam, yang akan menjadi lebih hitam warnanya
ketika menjelang menetas, bentuk lonjong dengan satu ujungnya lebih
tumpul dan ukurannya lebih kurang 0,5 mm (Boesri, 2011).
Perkembangbiakan larva dihitung dari hari pertama menetas dari telur
yakni pada stadium 1 dengan tubuh sangat kecil, warna transparan,
panjang 1 - 2 mm dan duri duri pada dada belum begitu jelas. Telur
menetes menjadi larva membutuhkan waktu antara 2 3 hari (Adifian,
2009).

Gambar 3. Daur hidup nyamuk Aedes albopictus (CDC,2010).


Larva Aedes albopictus, kepala berbentuk bulat silindris, antena pendek
dan halus dengan rambut-rambut berbentuk sikat di bagian depan kepala,
pada ruas abdomen VIII terdapat gigi sisir yang khas dan tanpa duri pada
bagian lateral thorax (yang membedakannya dengan Aedes aegypti),
berukuran lebih kurang 5 mm (Boesri, 2011).
Dalam membedakan instar dari larva Aedes albopictus dapat dipakai
perbedaan lebar seperti pada Aedes aegypti yaitu:
-

Instar I dengan lebar kepala lebih kurang 0,3 mm

Instar II lebar kepalanya lebih kurang 0,45 mm

Instar III lebar kepala lebih kurang 0,65 mm,

Instar IV lebar kepala lebih kurang 0,95 mm (Boesri, 2011).


Pupa merupakan stadium akhir calon nyamuk dengan bentuk tubuh

pupa bengkok seperti koma, kepalanya besar, gerakan melambat dan


membutuhkan waktu antara 6 8 hari untuk menjadi pupa dari stadium
larva sebelumnya (Adifian, 2009).

Pupa

Aedes albopictus bentuk seperti koma dengan cephalothorax

yang tebal, abdomen dapat digerakkan vertikal setengah lingkaran, warna


mulai terbentuk agak pucat berubah menjadi kecoklatan kemudian menjadi
hitam ketika menjelang menjadi dewasa, dan kepala mempunyai corong
untuk bernapas yang berbentuk seperti terompet panjang dan ramping
(Boesri, 2011).
Nyamuk Dewasa Aedes albopictus, tubuh berwarna hitam dengan
bercak/garis-garis

putih

pada

notum

dan

abdomen,

antena

berbulu/plumose, pada yang jantan palpus sama panjang dengan proboscis


sedang yang betina palpus hanya 1/4 panjang proboscis, mesonotum
dengan garis putih horizontal, tibia gelap dan sisik putih pada pleura tidak
teratur (Boesri, 2011).

d. Perilaku Aedes albopictus


Aedes albopictus ternyata dapat menghisap darah pada malam hari
(nokturnal). Padahal sejauh ini diketahui bahwa Ae. aegypti aktif
menghisap darah pada siang hari (diurnal) dengan dua puncak gigitan
yaitu pagi hari jam 8:00-9:00 dan sore hari jam 16:00-17:00.

Aedes

albopictus berkembang biak di lubang-lubang pohon, drum, ban bekas


yang terdapat di luar (peridomestik) (Hadi et al., 2012).
Tempat perkembang biakan nyamuk Aedes menurut Depkes (2001)
O

pada umumnya suhu tempat biakan berkisar antara suhu 25 C 27 C.


O

Suhu perkembangan optimal untuk hewan yang hidup di air yaitu 25 C

sampai 27 C. Larva akan mati pada suhu kurang dari 10 C atau lebih dari
O

40 C. Kadar O2 dan CO di air juga berpengaruh terhadap pembentukan


enzim sitokrom oksidasi larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Karateristik Aedes albopictus

dapat diperkuat teori Scholte dan

Schaffner (2007, dalam Adifian, 2009) yang sebelumnya mengatakan


nyamuk demam berdarah jenis Aedes albopictus biasanya terdapat diluar
rumah, sehingga nyamuk ini bisa saja terdapat pada selain air bersih
karena karakteristik hidupnya terdapat diluar rumah. Adifian pada
penelitiannya (2009) juga menyebutkan bahwa nyamuk Aedes albopictus
lebih banyak terdapat pada air selokan, nyamuk lebih menyukai kondisi air
selokan yang mengandung senyawa-senyawa kimia dan senyawa organik
(tumbuhan air) yang dapat dijadikan sebagai makanan.

3. Kerangka Teori

Daun Widuri
(Calotropis gigantea)

Ekstraksi Maserasi
dengan pelarut
ethanol

Saponin

Alkaloid

Racun saraf (sel neurosekretori)

Dinding saluran pencernaan


menjadi korosif

Efek larvasida

Kematian Larva
Aedes Albopictus

Gambar 4. Kerangka teori (Fuadzy et al., 2012)

4. Kerangka Konsep

Ekstrak Daun Widuri


(Calotropis gigantea)
dengan berbagai
konsentrasi

Efek Larvasida (Kematian


Larva nyamuk Aedes
Albopictus)

Suhu ruangan uji


pH air
umur larva
kelembapan udara

Keterangan :
: Variabel bebas

: Variabel terikat
Gambar 5. Kerangka konsep

B. Landasan Teori
Pengendalian vektor DBD dilakukan dengan cara memutuskan rantai
penularan. Salah satu cara yang dilakukan adalah penggunaan insektisida dengan
cara penyemprotan dan larvasidasi (Kemenkes RI, 2010).
Penelitian sebelumnya telah menemukan beberapa kandungan senyawa aktif
yang terdapat pada daun widuri (Calotropis gigantea), diantaranya adalah
alkaloida, saponin, flavonoida, tanin , saponin, glikosida (Seniya et al., 2011).
Senyawa alkaloid dapat berfungsi sebagai insektisida alami karena perannya
dalam merusak sel neurosekretori otak (racun saraf) pada serangga, sehingga
menghambat pembentukan pupa dan sekresi hormon pertumbuhan. Senyawa
alkaloid selain bekerja dengan cara menganggu sistem kerja saraf (neuromuscular
toxic) larva, juga memiliki efek larvasida dengan menghambat daya makan larva

dan bertindak sebagai racun perut. Senyawa ini bersifat basa dan merupakan
senyawa polar (Wiryowidagdo, 2007).
Senyawa saponin diduga mengandung hormon steroid yang berpengaruh
dalam pertumbuhan larva nyamuk. Senyawa ini akan menurunkan tegangan
permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus
digestivus menjadi korosif. Kerusakan salah satu organ nyamuk dapat
menurunkan proses metabolisme dan gangguan dalam proses fisiologinya (Fuadzy
et al., 2012).

C. Hipotesis
1. Ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) efektif sebagai larvasida pada larva
nyamuk Aedes albopictus.
2. Terdapat hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak daun Widuri
(Calotropis gigantea) dengan jumlah larva nyamuk Aedes albopictus yang mati
per satuan waktu.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian


Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan April hingga Juni 2014 di
Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Tadulako dan Laboratorium Balai
Penelitian Pengembangan dan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Daerah Sulawesi Tengah (Balai Litbang P2B2 Donggala).

B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan post test only control
group design. Desain penelitian ini dipilih karena tidak dilakukan pretes terhadap
sampel sebelum perlakuan. Dengan cara ini memungkinkan dilakukan
pengukuran pengaruh perlakuan (intervensi) pada kelompok eksperimen yang satu
dengan cara membandingkannya dengan kelompok eksperimen yang lain dan
kelompok kontrol.
C. Populasi dan Sampel
1.

Populasi
Populasi penelitian ini adalah larva instar III nyamuk Aedes albopictus
yang didapat dari Laboraturium Penelitian Balai Litbang P2B2 Donggala.

2.

Sampel
a. Kriteria Inklusi
1. Larva nyamuk Aedes albopictus sehat dan telah mencapai instar III.
2. Larva bergerak aktif.
b. Kriteria Eksklusi
1. Larva yang telah berubah menjadi pupa ataupun nyamuk dewasa.
2. Larva yang mati sebelum perlakuan.
c. Besar Sampel
Besar sampel 25 ekor larva instar III. Diletakkan dalam 6 kontainer,
yang masing-masing kontainer berisi 25 ekor larva. Dilakukan replikasi

sebanyak 5 kali pada tiap bahan uji. Jumlah seluruh sampel yang dibutuhkan
sebanyak 750 Larva Aedes albopictus.
d. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan purposive
sampling terhadap larva nyamuk Aedes albopictus.

D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas atau independent variable penelitian ini adalah yaitu
ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) dengan berbagai konsentrasi.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat atau dependent variable dalam penelitian ini adalah
Konsentrasi ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) yang paling efektif
sebagai larvasida larva nyamuk Aedes albopictus.

E. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu neraca analitik, pipet,
gelas ukur 1000cc, nampan plastik, 30 wadah plastik (sebagai kontainer),
beker glass, kain putih, blender atau juicer, batang pengaduk, ekstraktor
(Peralatan Maserasi), evaporator, kertas label, pisau.
2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : ekstrak daun widuri
(Calotropis gigantea); larutan ekstrak daun widuri dengan konsentrasi 150
ppm, 300 ppm, 600 ppm, 1200 ppm; air bersih atau aquadest; larva nyamuk
Aedes albopictus instar III; Fish food unutk makanan larva. Serta Abate
sebagai kontrol positif.

F. Prosedur Penelitian
Ada beberapa tahap yang kami lakukan dalam penelitian ini yaitu:
a. Pembuatan Larvasida Esktrak Daun Widuri (Calotropis gigantea)
1) Menimbang daun widuri (Calotropis gigantea) seberat 2 kg.
2) Mencuci daun widuri (Calotropis gigantea) sampai bersih kemudian
mengeringkannya dibawah sinar matahari.
3) Mengolah daun widuri (Calotropis gigantea) yang sudah kering sampai
menjadi serbuk kering dengan menggunakan blender.
4) Maserasi serbuk bahan dengan etanol 96% selama 3 x 24 jam.
5) Saring larutan ekstrasi dengan menggunakan kertas saring sehingga
mendapatkan ekstrak cair.
6) Menguapkan maserat yang sudah didapatkan dengan menggunakan
menggunakan rotary evaporator.
7) Ekstrak kental di dapatkan dan dapat disimpan di dalam lemari es.
b. Uji Fitokimia
1. Uji alkaloid

a. Menyiapkan 1 ml sampel ekstrak daun widuri yang telah


diencerkan.
b. Memasukkan 1 ml HCL 2M
c.

Memanaskan dan mengaduk selama beberapa menit. Kemudian


didinginkan pada wadah yang telah disediakan.

d. Menambahkan NaCl serbuk sebanyak 1 sendok teh. Mengaduk dan


saring.
e. Filtrat yang didapatkan, ditambahkan HCL 2M sebanyak 1 ml.
f. Membagi tabung menjadi dua kelompok ( tabung 1 dan tabung 2).
g. Menambahkan reagen Wagner pada tabung 1. Sedangkan tabung 2
merupakan blanko. Bandingkan tabung 1 dan tabung 2, kemudian
catat hasilnya.
2. Uji flavonoid
a. Menyiapkan sampel ekstrak sebanyak 1 ml dan tambahkan 2 ml
etanol absolut. Kemudian bagi tabung menjadi 2 kelompok.
b. Tabung 1 merupakan blanko. Sedangka tabung 2 diberikan
tambahan 2 tetes HCL pekat. Kemudian dihangat 15 menit dan
lihat perubahan warna larutan.
3. Uji Tanin
a. Menyiapkan 1 ml sampel ekstrak daun widuri dan tambahkan air
panas. Kemudian aduk dan dinginkan.
b. Menambahkan

5 tetes NaCl 10 % dan

Menambahkan filtrat dengan gelatin 1 sendok teh.

saring larutan.

c. Lihat perubahan yang terjadi ( hasil positif bila terbentuk endapan).


4. Uji saponin
a. Menyiapkan larutan ekstrak cair daun widuri yang masih segar
pada tabung reaksi. Kemudian dilakukan pengocokkan beberapa
kali pada tabung.
b. Adanya busa menunjukkan hasil positif.
c. Pembagian Kelompok
Larutan yang telah dipersiapkan yang berisi ekstrak daun widuri
(Calotropis

gigantea),

dipindahkan

dipersiapkan dan dibagi menjadi

kedalam

kontainer

yang

telah

4 kelompok perlakuan secara merata.

Dengan pembagian sebagai berikut :


a. Kelompok A: ekstrak daun widuri dengan konsentrasi 150 ppm.
b. Kelompok B: ekstrak daun widuri dengan konsentrasi 300 ppm.
c. Kelompok C: ekstrak daun widuri dengan konsentrasi 600 ppm.
d. Kelompok D : ekstrak daun widuri dengan konsentrasi 1200 ppm.
e. Kelompok Kontrol (+) : Abate konsentrasi 1 ppm.
f. Kelompok Kontrol () : tanpa pemberian perlakuan.
Dalam penelitian ini larutan ekstrak daun widuri dalam setiap kontainer
tidak diganti selama percobaan. Setiap konsentrasi dari kelompok percobaan
direplikasi lima kali.
Adapun banyaknya replikasi dalam bercobaan, didapatkan dengan
menggunakan rumus Federer dengan memperhitungkan banyaknya
konsentrasi (4 konsentrasi ekstrak daun widuri), yaitu:

taraf

t (r 1) 15
4 (r 1) 15
4 r 4 15
r 4,75
Perhitungan

diatas

didapatkan dengan

menggunakan

empat

taraf

konsentrasi, maka replikasi yang akan dilakukan sebanyak 5 kali.


Keterangan:
t: Banyaknya konsentrasi yang digunakan.
r: Jumlah pengulangan.
d. Pra Pemberian Larvasida
1) Menyiapkan 6 gelas plastik (Kontrol (+), Kontrol (), perlakuan 1,
perlakuan 2, perlakuan 3 dan perlakuan 4).
2) Masing-masing gelas plastik diberi akuades sebanyak 200 ml dan larva
sebanyak 25 larva.
e. Pelaksanaan Pemberian Larvasida
1) Memasukan ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) sebagai
larvasida dengan konsentrasi 150 ppm, 300 ppm, 600 ppm dan 1200
ppm kedalam masing-masing gelas plastik yang telah dilabel (perlakuan
1, perlakuan 2, perlakuan 3 dan perlakuan 4).
2) Memasukkan bubuk Abate 1 ppm kedalam gelas plastik kontrol (+).
3) Masukkan 25 larva pada tiap kelompok perlakuan.
f. Pasca Pemberian Larvasida

1) Menghitung jumlah larva yang ada di permukaan dan dasar gelas


plastik dengan menjaringnya menggunakan kain putih yang sudah
disiapkan dan mencatatnya pada table hasil pengamatan.
2) Pengamatan kematian larva dilakukan pada selang waktu 1 jam, 2 jam,
3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 8 jam, dan 24 jam. Membandingkan jumlah
larva yang mati dalam 6 gelas plastik.
g. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang
didapat dari jumlah larva yang mati pada selang waktu 1 jam , 2 jam, 3 jam, 4
jam, 5 jam, 6 jam, 8 jam, dan 24 jam pada setiap konsentrasi ekstrak daun
widuri. Data yang dikumpulkan dicatat didalam bentuk tabel. Larva yang
mati merupakan larva yang tenggelam ke dasar kontainer, tidak bergerak dan
tidak berespon terhadap rangsang

G. Validitas dan Reliabilitas


1. Validitas dijaga dengan :
a. Matching, yaitu dengan menyamakan kondisi larva nyamuk, yaitu larva
Aedes albopictus yang telah berumur 3-4 hari setelah penetasan.
Apabila tubuh larva telah berukuran 4-5 mm, kemudian memiliki ciriciri seperti duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna
cokelat kehitaman maka larva telah masuk pada instar III.

b. Menggunakan kriteria standar dalam menilai kematian larva nyamuk


yaitu larva yang tenggelam ke dasar kontainer, tidak bergerak dan tidak
berespon terhadap rangsang.
2. Reliabilitas data dijaga dengan replikasi lima kali pada setiap kelompok
uji.
H. Definisi Operasional Variabel

No

Variabel

Definisi Operasional

Skala

1. Ekstrak daun
widuri
(Calotropis
gigantea)

Daun widuri yang telah diekstraksi dengan Rasio


metode maserasi dan menggunakan pelarut
ethanol untuk menghilangkan variabel perancu.

2. Larva Aedes
albopictus
instar III

Larva Aedes albopictus yang telah berumur 3-4 Rasio


hari setelah penetasan. Apabila tubuh larva
telah berukuran 4-5 mm, kemudian memiliki
ciri-ciri seperti duri-duri dada mulai jelas dan
corong pernapasan berwarna cokelat kehitaman
maka larva telah masuk pada instar III. Ukuran
dan besar larva secara makro adalah setara.

3. Mortalitas
Larva Aedes
albopictus

Larva Aedes albopictus yang dianggap mati Rasio


dengan kriteria : larva tidak bergerak atau tidak
berespon terhadap rangsangan.

4. LC50

Merupakan
konsentrasi
larvasida
yang Rasio
menyebabkan terjadinya kematian pada 50%
hewan coba

(Lethal
Consentration
50%)

I. Alur Penelitian

Ekstrak daun widuri


(Calotropis gigantea)
Uji fitokimia

Larva nyamuk Aedes albopictus instar III

Purposive sampling

J. Analisis Data

Data-data hasil yang telah diperoleh, dikelompokkan dan dimasukkan dalam


tabel dan diuji kemaknaannya dengan menggunakan Anova (Analysis of varians).
Untuk menghitung data yang diperoleh dari penelitian ini menggunakan analisis
repeated Anova atau Friedman, dengan terlebih dahulu dilakukan uji normalisasi
data yaitu uji Shapiro-wilk. Bila pada analisis repeated Anova atau Friedman
diperoleh hasil yang bermakna, Bila pada diperoleh hasil yang bermakna, maka
akan dilanjutkan dengan uji post-hoc Mann whitney dan uji korelasi Pearson atau
uji korelasi Spearman untuk mengetahui korelasi variable. Untuk menentukan

kadar

konsentrasi

efektive

larvasida

ditentukan

dengan

LC50

dengan

menggunakan analisis data yaitu Regresi linear atau Probit. Semua perangkat
analisis statistik menggunakan fasilitas SPSS dari Windows.

K. Keterbatasan penelitian

Adapun keterbatasan dari penelitian ini yaitu,


1. Penelitian ini tidak dilakukan uji fitokimia kuantitatif untuk mengukur
seberapa banyak kandungan zat alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin yang
terdapat pada daun widuri (Calotropis gigantea).
2. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etanol,
sehingga beberapa senyawa seperti tanin dan flavonoid tidak seluruhnya
tertarik keluar dari sel tanaman.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Uji Larvasida
Pada penelitian ini menggunakan empat konsentrasi ekstrak daun widuri
(Calotropis gigantea) untuk menentukan efektifitas larvasida dengan waktu

pengamatan 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 8 jam dan 24 jam. Adapun
empat konsentrasi tersebut adalah 150 ppm, 300 ppm, 600 ppm, 1200 ppm. Pada
penelitian ini juga menggunakan kontrol positif (Abate 1 ppm) dan kontrol negatif
(air tanpa perlakuan). Berikut hasil pengamatan mortalitas larva Aedes albopictus
yang didapatkan:
Tabel 4.1 Hasil pengamatan mortalitas larva Aedes albopictus pada kelompok
perlakuan.

Perlakuan

150 ppm

Perlakuan

300 ppm

600 ppm

Waktu
Pengamatan
1
(jam)
Jumlah larva
25
awal
1
0
2
0
3
0
4
0
5
0
6
0
8
0
24
2
Waktu Pengamatan
(Jam)
1
Jumlah larva awal
1
2
3
4
5
6
8
24
1
2
3
4

25
0
0
0
0
0
2
3
5
0
0
0
1

Replikasi
2

25

25

25

25

0
0
0
0
0
0
0
2

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
Replikasi
2
3
4
25
0
0
0
0
0
0
3
4
0
0
0
0

25
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

25
0
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0

0
0
0
0
0
1
1
4
5
25
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1

Total

MSd

0
0
0
0
0
1
2
9

0
0
0
0
0
0,20,44
0,40,54
1,81,48

Total

MSd

0
0
0
0
0
2
8
12
0
0
0
2

0
0
0
0
0
0,40,89
1,61,51
2,42,07
0
0
0
0,40,54

5
6
8
24
1
2
3
1200 ppm
4
5
6
8
24
Sumber : Data Primer, 2014.

2
4
5
6
1
2
3
4
5
5
5
23

0
0
0
4
1
2
3
4
4
5
7
11

0
0
1
4
0
1
2
3
4
5
5
15

0
0
2
2
1
2
3
5
6
8
9
15

2
2
2
2
0
0
0
0
0
3
4
19

4
6
10
18
3
7
11
16
19
26
30
83

0,81,09
1,21,78
2,01,87
3,61,67
0,60,54
1,40,89
2,21,30
3,21,92
3,82,28
5,21,78
6,02,00
16,64,56

Tabel 4.1 memperlihatkan jumlah mortalitas larva Aedes albopictus per


satuan waktu pengamatan. Pada konsentrasi 150 ppm dan 300 ppm kematian larva
pertama terjadi pada waktu pengamatan 6 jam yaitu terdapat 1 larva yang mati
pada konsentrasi 150 ppm dan 2 larva yang mati pada 300 ppm, sedangkan pada
konsentrasi 600 ppm kematian larva pertama terjadi pada waktu pengamatan 4
jam yaitu terdapat 2 larva yang mati. Pada konsentrasi 1200 ppm pada 1 jam
pertama sudah memberikan efek larvasida pada larva Aedes albopictus, yaitu ada
3 larva yang mati.
Tabel 4.2 Hasil pengamatan mortalitas larva Aedes albopictus pada kelompok
perlakuan dan kontrol.
Perlakuan

Kontrol
(+) (Abate
1 ppm)

Waktu Pengamatan
(Jam)
Jumlah larva awal
1
2
3
4
5

1
25
10
16
17
25
25

Replikasi
2
3
4
25 25 25
18 10
9
19 19 17
22 25 20
25 25 25
25 25 25

5
25
10
16
20
25
25

Total

MSd

57
87
104
125
125

11,43,71
17,41,51
20,82,95
2525-

6
8
24
1
2
Kontrol (-)
3
(air tanpa
4
perlakuan)
5
6
8
24
Sumber : Data Primer, 2014.

25
25
25
0
0
0
0
0
0
0
0

25
25
25
0
0
0
0
0
0
0
4

25
25
25
0
0
0
0
0
0
0
0

25
25
25
0
0
0
0
0
0
0
4

25
25
25
0
0
0
0
0
0
0
0

125
125
125
0
0
0
0
0
0
0
8

2525250
0
0
0
0
0
0
1,62,19

Pada tabel 4.2 menunjukkan pada kelompok kontrol positif kematian pertama
larva terjadi pada waktu pengamatan 1 jam yaitu sebanyak 57 larva mati,
sedangkan pada kontrol negatif kematian larva terjadi pada waktu pengamatan 24
jam yaitu sebanyak 8 larva. Adapun persentase rerata kematian larva Aedes
albopictus dalam 24 jam ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Persentase mortalitas larva Aedes albopictus pada kelompok


perlakuan dalam 24 jam.
Perlakuan
150 ppm
300 ppm
600 ppm
1200 ppm
Abate 1 ppm
Kontrol -

Jumlah
Larva
Awal
25 (100%)
25 (100%)
25 (100%)
25 (100%)
25 (100%)
25 (100%)

Persentase Rata-rata Kematian Larva (%) pada


jam ke1
2
3
4
5
6
8
24
0
0
0
0
0
0,8
2,4
7,2
0
0
0
0
0
1,6
6,4
9,6
0
0
0
1,6
3,2
4,8
8
14,4
2,4 5,6 8,8 12,8 15,2
20
24
66,4
45 69 83 100 100 100 100 100
0
0
0
0
0
0
0
6,4

Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa kelompok perlakuan 150 ppm hanya
dapat memberikan persentase mortalitas larva sebesar 7,2%. Pada kelompok
perlakukan 300 ppm memberikan persentase mortalitas larva 9,6%. Sedangkan
pada kelompok perlakuan 600 ppm terdapat mortalitas larva
perlakuan 1200 ppm

14,4% dan pada

memberikan persentase mortalitas sebesar 66,4%. Pada

kelompok positif dengan menggunakan abate 1 ppm, besar persentase yang


didapatkan adalah 100%. Sedangkan pada kelompok negatif besar persentase
yang didapatkan adalah 6,4%. Karena hasil persentase mortalitas kelompok
kontrol (-) besar dari 5 % dan kecil dari 20 %, maka akan dilakukan koreksi
mortalitas dengan menggunakan formula abbot. Adapun nilai korelasi mortalitas
untuk masing-masing perlakuann dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Koreksi Persentase mortalitas larva Aedes albopictus dengan


menggunakan formula Abbot.
Perlakuan

150 ppm

300 ppm

Replikasi Jumlah
Larva
Awal
1
2
3
4
5
1
2
3

25
25
25
25
25
25
25
25

Jumlah
Mortalitas
Larva
Setelah 24
jam
2
2
1
0
4
5
4
0

Koreksi
Mortalitas
(%)
1,16 %
1,16 %
-2,84 %
-6,84 %
9,16 %
13,16 %
9,16 %
-6,84 %

4
5
1
2
600 ppm
3
4
5
1
2
1200 ppm
3
4
5
Sumber : Data Primer, 2014.

25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25

2
1
6
4
4
2
2
23
11
15
15
29

1,16 %
-2,84 %
17,16 %
9,16 %
9,16 %
1,16 %
1,16 %
85,16 %
37,16 %
53,16 %
53,16 %
69,16 %

Tabel 4.4 menunjukkan koreksi persentase mortalitas pada kelompok


perlakuan dengan menggunakan formula abbot. Berikut adalah formula abbot:

Keterangan :

MU

= kematian jentik uji

MK

= kematian jentik kontrol negative

Untuk menentukan efektifitas daun widuri sebagai larvasida secara statistik.


Maka akan dilanjutkan dengan menganalisis data dengan uji repeated Anova,
namun sebelumnya harus dipenuhi terlebih dahulu dua syarat uji repeated Anova
yaitu dilakukan uji distribusi data, meliputi uji normalitas dan homogenitas data.
Uji distribusi data merupakan syarat untuk dilakukan uji repeated Anova harus
memiliki nilai normal (nilai p > 0,05). Adapun hasil uji normalitas data dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk yang didapatkan beberapa data memiliki nilai p <
0,05 (lampiran 1). Sehingga dapat diartikan normalitas data tidak normal. Setelah
itu dilakuakn transformasi data sebagai upaya untuk menormalkan distribusi data,

namun nilai P pada beberapa data masih <0,05 (lampiran 1). Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa distribusi data tidak normal. Karena syarat pertama uji
repeted Anova tidak terpenuhi, maka tidak dilanjutkan uji homogenitas.
Selanjutnya sebagai uji alternatif repeted Anova maka dilakukan non
parametrics test yaitu Friedman test. Hasil yang didapatkan adalah:
Tabel 4.5 Friedman test
Friedman test
Nilai
N
20
Asymp. Sig
0,000
Sumber : Data Primer, 2014.
Dari hasil analisis Friedman test didapatkan nilai signifikansi sebesar p =
0.000. karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan nilai rata-rata kematian larva pada kelompok setiap perlakuan.
Untuk mengetahui perbandingan hasil mortalitas larva antara kelompok
perlakuan, maka digunakan uji statistik Post-hoc Mann-Whitney. Hasil yang
didapatkan adalah:
Tabel 4. 6 Uji statistik perbandingan antar kelompok/konsentrasi (analisis Posthoc Mann-Whitney)
Perlakuan
150 ppm
300 ppm
600 ppm
1200 ppm
Abate 1 ppm

150 ppm
0,66
0,1
0,009*
0,005*

300 ppm
0,66
0,33
0,009*
0,005*

600 ppm
0,1
0,33
0,008*
0,005*

*p<0,05 artinya memiliki perbedaan yang signifikan

Sumber : Data Primer, 2014.

1200 ppm
0,009*
0,009*
0,008*
0,005*

Abate 1 ppm
0,005*
0,005*
0,005*
0,005*
-

Tabel 4.6 menunjukkan hasil uji Post-hoc Mann-Whitney, hasil dikatakan


memiliki perbedaan yang bermakna bila nilai p < 0,05. Pada tabel 4.5
menunjukkan bahwa konsentrasi 150 ppm, 300 ppm dan 600 ppm memiliki
perbedaan bermakna dengan konsentrasi 1200 ppm dan Abate 1%, artinya setiap
kelompok perlakuan memiliki rata-rata mortalitas larva yang berbeda. Pada
konsentrasi 150 ppm tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan
konsentrasi 300 ppm dan 600 ppm. Konsentrasi 300 ppm juga tidak memiliki
perbedaan signifikan dengan 150 ppm dan 300 ppm.
Untuk menentukan adanya hubungan peningkatan konsentrasi dengan
mortalitas larva Aedes albopictus, maka dilakukan uji statistik korelasi Pearson.
Namun karena nilai distribusi data tidak normal (Lampiran 1), maka dilakukan uji
alternatif yaitu uji korelasi Spearman. Hasil yang didapatkan adalah:

Tabel 4.7 Uji korelasi Spearman


Korelasi Spearman

Korelasi konsentrasi terhadap waktu (Jam)


1
2
3
4
5
6
8
Correlation
0,56 0,66 0,66 0,70 0,70 0,71 0,67
Coefficient
4
8
8
8
8
9
5
Sig.2 (2-tailed)
0,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1
1
1
Sumber : Data Primer, 2014.

24
0,75
8
0,0

Tabel 4.7 memperlihatkan nilai korelasi Spearman yang dimiliki konsentrasi


pada tiap waktu pengamatan. Pada waktu pengamatan 1 jam nilai p yang
didapatkan adalah 0,10. Artinya nilai p > 0,05 dan kekuatan korelasi 0,564. Nilai
ini menunjukkan arah korelasi negatif (tidak bermakna) dan kekuatan korelasi
sedang. Sedangkan pada waktu pengamatan 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 8

jam dan 24 jam semua nilai p < 0,05. Nilai ini menunjukkan arah korelasi positif
atau terdapat korelasi bermakna antara variabel yang diteliti. Kekuatan korelasi
pada waktu pengamatan 2 jam dan 3 jam adalah 0,668 artinya kekuatan korelasi
kuat. Pada waktu pengamatan 4 jam nilai kekuatan korelasi dalah 0,708 dan pada
waktu pengamatan 6 jam adalah 0,719. Kedua nilai ini menunjukkan kekuatan
korelasi kuat. Sedangkan nilai kekuatan korelasi pada waktu pengamatan 8 jam
adalah 0,675 dan pada waktu pengamatan 24 jam adalah 0,758. Kedua nilai ini
juga menunjukkan kekuatan korelasi kuat antara variabel konsentrasi dan
mortalitas larva per satuan waktu. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara
peningkatan konsentrasi terhadap mortalitas larva Aedes albopictus.
Analisis data selanjutnya adalah regresi Probit untuk menentukan efektivitas
konsentrasi daun widuri (Calotropis gigantea) yang membuat mortalitas larva
50% atau lethal consentration 50% (LC50). Adapun nilai LC50 yang didapatkan
adalah:
Tabel 4.8 Nilai analisis Probit LC50 ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea)
Nilai
LC50 (ppm)
1117,530
Sumber : Data Primer, 2014.

Batas atas
979,449

Pada tabel diatas menunjukkan konsentrasi efektif

Batas bawah
1326,201

ekstrak daun widuri

(Calotropis gigantea) yang membuat mortalitas larva nyamuk Aedes albopictus


sebesar 50% adalah 1117,530 ppm.
2. Uji Fitokimia
Pada penelitian ini dilakukan uji fitokimia ekstrak daun widuri (Calotropis
gigantea) secara kualitatif untuk menentukan golongan senyawa yang terdapat

pada ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea). Adapun hasil uji fitokimia yang
didapatkan menunjukkan hasil positif pada alkaloid dan saponin. Hasil positif
alkaloid ditunjukkan dengan terdapatnya endapan dan saponin hasil positifnya
ditunjukkan dengan adanya busa, sedangka flavonoid dan tanin menunjukkan
hasil negatif.
Tabel 4.9 Uji fitokimia ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea)
No
Nama senyawa
1.
Alkaloid
2.
Saponin
3.
Flavonoid
4.
Tanin
Sumber : Data Primer, 2014.

Hasil
+
+
-

Keterangan
Ada endapan
Ada Busa
Larutan tetap hijau
Tidak ada endapan

Gambar 7. Hasil Uji Identifikasi Fitokimia, (a) Alkaloid positif (b) Saponin
positif (c) Tanin negatif (d) Flavonoid negatif

B. PEMBAHASAN
Aedes albopictus adalah vektor penular demam berdarah dengue. Jika
Aedes aegypti menempati habitat domestik terutama penampungan air di dalam

rumah yang tidak berhubungan dengan tanah, Aedes albopictus berkembang biak
di lubang-lubang pohon, drum, dan ban bekas yang terdapat di luar rumah (Hadi,
2012).
Salah satu upaya pengendalian vektor DBD dilakukan dengan cara
memutuskan rantai penularan yaitu dengan penggunaan insektisida, baik dengan
cara penyemprotan atau larvasida (Sukowati, 2010). Widuri (Calotropis gigantea)
merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi menjadi larvasida alami
karena adanya kandungan alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, saponin (Seniya et
al., 2011).
Dalam penelitian Shreya et al. (2012) melaporkan efek larvasida daun widuri
(Calotropis gigantea) terhadap larva nyamuk Aedes aegepty dan dapat digunakan
dalam program pengendalian vektor nyamuk DBD. Pada penelitian lainnya oleh
Kumar et al. (2012) juga melaporkan bahwa daun widuri (Calotropis gigantea)
dapat memberikan efek larvasida terhadap larva nyamuk Culex sp.
Penelitian ini dimulai dengan membuat simplisia kering daun widuri dengan
cara melakukan penjemuran pada daun widuri hingga kadar air berkurang 90%.
Kemudian simplisia kering dijadikan serbuk kering untuk memudahkan proses
penarikan senyawa kimia yang berada didalam daun widuri. Proses selanjutnya
adalah pembuatan ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) dengan metode
maserasi. Metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% merupakan metode
ekstraksi yang paling sederhana dengan cara merendam simplisia kering dengan
cairan penyari (etanol 96%) selama 3x24 jam, setelah itu akan dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan dilakukan proses pengentalan

dengan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental


(Syamsuni, 2006).
Setelah didapatkan ekstrak kental daun widuri (Calotropis gigantea), maka
selanjutnya dilakukan uji fitokimia. Pada uji fitokimia yang dilakukan dalam
penelitian ini ada empat senyawa yang diujikan dan dilakukan dengan pendekatan
kualilalif. Hasil uji fitokimia yang didapatkan terdapat reaksi positif untuk
senyawa alkaloid dan saponin pada ekstrak etanol daun widuri (Calotropis
gigantea).
Pengujian alkaloid dilakukan dengan menggunakan reagen Wagner dan hasil
positif ditunjukkan dengan

adanya endapan pada larutan ekstrak, sedangkan

untuk hasil positif saponin ditunjukkan dengan adanya busa pada saat larutan
ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) dikocok beberapa kali.
Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian tanin dan flavonoid. Pengujian
tanin dilakukan dengan cara mereaksikan ekstrak daun widuri (Calotropis
gigantea) dengan gelatin, hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan
dan pada uji fitokimia yang dilakukan menunjukkan hasil negatif (tidak terbentuk
endapan). Pengujian flavonoid, dilakukan dengan cara mereaksikan ekstrak daun
widuri (Calotropis gigantea) dengan HCL pekat, hasil positif ditunjukkan dengan
terjadinya perubahan warna larutan menjadi violet. Namun pada pengujian
fitokimia pada penelitian ini memberikan hasil negatif (warna larutan tetap hijau).
Hasil negatif untuk senyawa tanin dan flavonoid dipengaruhi oleh teknik ekstraksi
yang digunakan dan kandungan senyawa kimia dalam bagian tanaman yang
diambil. Teknik ekstraksi maserasi merupakan teknik ekstraksi yang paling

sederhana dan kekurangan dari teknik maserasi adalah ekstraksi kurang sempurna
sehingga beberapa senyawa seperti tanin dan flavonoid tidak seluruhnya tertarik
keluar dari sel tanaman, karena jumlah pelarut pada teknik ini jauh lebih sedikit
dibandingkan teknik lainnya (Pratiwi, 2010).
Pengujian larvasida pada penelitian ini dilakukan dengan cara menyiapkan
konsentrasi uji yaitu 150 ppm, 300 ppm, 600 ppm dan 1200 ppm serta kontrol
negatif

(air tanpa perlakuan) dan kontrol positif (Abate 1 ppm), kemudian

menyiapkan larva nyamuk Aedes albopictus sebanyak 25 larva instar tiga yang
dimasukkan ke dalam wadah pengujian menggunakan screen loops atau alat
penapis. Wadah pengujian merupakan wadah gelas transparan yang berisi 100200 ml air dengan kedalam air 5cm atau 10 cm, jika lebih dari 10 cm akan
menyebabkan kematian larva (WHO, 2004).
Waktu pengamatan efek larvasida dilakukan pada 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam,
5 jam, 6 jam, 8 jam dan 24 jam. Waktu pengamatan 24 jam merupakan standar
yang ditetapkan WHO untuk pengujian larvasida, dimana pengujian larvasida
harus melalui sebuah photoperiod yaitu 12 jam terang diikuti 12 jam gelap
(WHO,2004). Pada waktu pengamatan, larva yang mati dicatat dan setelah 24
jam dihitung persentase mortalitas. Larva dikatakan mati bila tidak bergerak dan
tidak memberikan respon ketika di stimulus dengan pipet.
Pada penelitian ini hasil pengamatan mortalitas larva Aedes albopictus seperti
yang terlihat pada Tabel 4.1 dan 4.3. Pada konsentrasi 150 ppm jumlah mortalitas
larva setelah 24 jam adalah 9 larva (7,2%). Konsentrasi 300 ppm jumlah
mortalitas larva sebanyak 12 larvas (9,6%). Pada konsentrasi 600 ppm jumlah

mortalitas sebanyak 18 larva (14,4%), sedangkan pada konsentrasi 1200 ppm


jumlah mortalitas sebanyak 83 larva (66,4%).
Pada kontrol negatif terdapat kematian larva sebanyak 8 larva (6,4%) setelah
24 jam, hal ini dipengaruhi oleh kondisi larva yang belum dapat beradaptasi pada
lingkungan ruang uji. Oleh karena persentase mortalitas pada kontrol negatif >5 %
dan < 20%, maka harus dilakukan koreksi mortalitas dengan menggunakan
formula Abbot (Tabel 4.4) (WHO,2004).
Pada kontrol positif (+) persentase mortalitas larva adalah 100%, artinya
semua larva mati pada kontrol positif dan efek larvasida sudah mulai terlihat pada
waktu pengamatan 1 jam (Tabel 4.2). Pada kontrol (-) persentase mortalitas larva
adalah 6,4% terdapat kematian larva sebanyak 8 larva setelah 24 jam. Dari data ini
menunjukka bahwa daun widuri (Calotropis gigantea) memiliki efek larvasida
yang berbeda-beda tiap konsentrasinya dan konsentrasi 1200 ppm memiliki efek
yang paling kuat dibandingkan konsentrasi 150 ppm, 300 ppm, 600 ppm dan 1200
ppm.
Namun efek larvasida pada konsentrasi 1200 ppm belum dapat menyamai
kekuatan efek larvasida dari kontrol positif Abate 1 ppm yang memberikan
persentase mortalitas 100%. Abate merupakan salah satu larvasida golongan
senyawa phosphat organik yang dapat masuk dan termakan lewat mulut.
Golongan insektisida ini mempunyai cara kerja menghambat enzim cholinesterase
(anti cholinesterase) baik pada vertebrata maupun invertebrata, sehingga
menimbulkan gangguan pada aktivitas saraf karena tertimbunnya acetylcholine
pada ujung saraf. Acetylcholine ini berfungsi sebagai mediator antara saraf dan

otot sehingga memungkinkan penjalaran impuls listrik dan menstimulus otot


untuk berkontraksi dalam waktu lama sehingga terjadi konvulsi (kejang). Abate
akan mengikat enzim cholinesterase dan dihancurkan sehingga terjadi kontraksi
otot yang terus menerus, kejang dan akhirnya larva akan mati (Ridha, 2011).
Untuk menentukan efektivitas larvasida daun widuri (Calotropis gigantea)
lebih lanjut, maka akan dilakukan uji statistik selanjutnya yaitu uji hipotesis
dengan menggunakan repeated Anova. Adapuan syarat uji yang harus dipenuhi
terlebih dahulu pada uji repeated Anova yaitu dilakukan uji distribusi data,
meliputi uji normalitas dan homogenitas data. Namun hasil analisis uji normalitas
dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dan transformasi data yang telah
dilakukan menunjukkan nilai p < 0,05 pada beberapa data (lampiran 1). Sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena syarat
uji repeted Anova tidak terpenuhi, maka selanjutnya digunaka uji alternatif
repeted Anova yaitu Friedman test. Hasil Friedman test yang didapatkan adalah
nilai p = 0,000. Oleh karena

nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat

perbedaan signifikan nilai rata-rata kematian larva pada setiap kelompok


perlakuan, sehingga dapat dilakukan uji Post-hoc Mann-Whitney untuk melihat
kelompok perlakukan yang berbeda secara signifikan (Tabel 4.5).
Pada uji Post-hoc Mann-Whitney untuk konsentrasi 150 ppm, 300 ppm dan
600 ppm memiliki perbedaan yang signifikan pada konsentrasi 1200 ppm dan
Abate 1 ppm. Pada konsentrasi 150 ppm tidak memiliki perbedaan signifikan
untuk konsentrasi 300 ppm dan 600 ppm, begitu juga dengan konsentrasi 300 ppm
tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada konsentrasi 150 ppm dan 600

ppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 1200 ppm merupakan


konsentrasi yang dapat memberikan perbedaan nilai rata-rata mortalitas larva yang
signifikan dibandingkan konsentrasi lainnya dan merupakan konsentrasi yang
memiliki efek larvasida terkuat.
Untuk menentukan hubungan korelasi antara peningkatan konsentrasi ekstrak
daun widuri (Calotropis gigantea) terhadap peningkatan mortalitas larva Aedes
albopictus per satuan waktu maka dilakukan uji statistik korelasi Spearman. Nilai
korelasi Spearman yang didapatkan pada waktu pengamatan 1 jam ialah nilai p=
0,10 dan kekuatan korelasi 0,564. Nilai ini menunjukkan arah korelasi negatif
(tidak bermakna) dan kekuatan korelasi sedang. Sedangkan pada waktu
pengamatan 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 8 jam dan 24 jam semua nilai p >
0,05. Nilai ini menunjukkan arah korelasi positif atau terdapat korelasi bermakna
antara variabel yang diteliti. Kekuatan korelasi pada waktu pengamatan 2 jam
sampai 24 jam berkisar antara 0,668-0,758. Nilai ini menunjukkan kekuatan
korelasi kuat, sehingga dapat disimpulkan bahwa mulai dari waktu pengamatan 2
jam hingga 24 jam terdapat korelasi yang bermakna antara peningkatan
konsentrasi ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) terhadap peningkatan
mortalitas larva Aedes albopictus.
Efektivitas ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) sebagai larvasida dinilai
dengan menentukan LC50 dengan mengunakan analisis regresi Probit pada SPSS.
Nilai LC50 yang didapatkan untuk efek larvasida ekstrak daun widuri (Calotropis
gigantea) adalah 1117,530 ppm.

Dari beberapa uji statistik diatas dapat disimpulkan bahwa daun widuri
(Calotropis gigantea) terbukti memiliki efek larvasida dan hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Seniya et al. (2011) dan Kumar et al.
(2012).
Efek larvasida daun widuri pada penelitian ini karena adanya senyawa
alkaloid dan saponin. Senyawa alkaloid dapat berfungsi sebagai insektisida alami
karena perannya dalam merusak sel neurosekretori otak (racun saraf) pada
serangga sehingga menghambat pembentukan pupa dan sekresi hormon
pertumbuhan. Senyawa alkaloid selain bekerja dengan cara menganggu sistem
kerja saraf (neuromuscular toxic) larva, juga memiliki efek larvasida dengan
menghambat daya makan larva dan bertindak sebagai racun perut (Wiryowidagdo,
2007).
Senyawa saponin diduga mengandung hormon steroid yang berpengaruh
dalam pertumbuhan larva nyamuk. Senyawa ini akan menurunkan tegangan
permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus
digestivus menjadi korosif. Kerusakan salah satu organ nyamuk dapat
menurunkan proses metabolisme dan gangguan dalam proses fisiologinya (Fuadzy
et al., 2012).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shreya et al. (2012)
menggunakan ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) sebagai larvasida pada
larva Aedes aegypti, didapatkan hasil analisis Probit untuk LC50 berada pada
konsentrasi 351,43 ppm. Perbedaan hasil penelitian ini dipengaruhi oleh teknik

ekstraksi yang digunakan, dimana pada penelitian yang dilakukan Shreya et al.
(2012) menggunakan teknik Sokhlet untuk mengekstraksi daun widuri.
Selain itu beberapa faktor yang juga mempengaruhi perbedaan hasil penelitian
yang didapatkan diantaranya adalah faktor biologi seperti lokasi tumbuhan asal,
cara penyimpanan bahan, umur tumbuhan, dan bagian tumbuhan yang digunakan.
Faktor kimia yang dapat mempengaruhi diantaranya jenis senyawa aktif, serta
kualitas dan kuantitas senyawa aktif yang terkandung di dalam bahan. Perbedaan
alat yang digunakan, kekeringan bahan, pelarut yang digunakan juga dapat
mempengaruhi hasil ekstraksi bahan. Perbedaan spesies objek penelitian juga
dapat mempengaruhi hasil penelitian karena daya racun suatu insektisida
umumnya berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya (Adhli et al., 2011).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea) memiliki efek larvasida
pada larva nyamuk Aedes albopictus dengan LC50 pada konsentrasi
1117,530 ppm.
2. Terdapat hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak daun
widuri (Calotropis gigantea) terhadap peningkatan mortalitas larva
Aedes albopictus per satuan waktu.

B. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan uji fitokimia secara


kuantitatif untuk menunjukkan jumlah kandungan senyawa aktif pada
ekstrak daun widuri (Calotropis gigantea).
2. Sebaiknya dilakukan penelitian serupa dengan variasi konsentrasi yang
lebih tinggi dan dengan metode ekstraksi yang berbeda.
3. Sebaiknnya dilakukan penelitian untuk mengujian ekstrak daun widuri
(Calotropis gigantea) sebagai repellant terhadap nyamuk Aedes
albopictus.

DAFTAR PUSTAKA

Adifian,I., Hasanuddin. dan Ane, R. 2009. Kemampuan adaptasi nyamuk Aedes


aegypti Aedes albopictus dalam berkembang biak berdasarkan jenis air. Jurnal
publikasi FKM Unhas: 1-13.[cited 2013 Des 28]. Available from:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5532/Jurnal.pdf?sequ
ence=1.
Adhli, H., Dwi, S., Rahayu. 2011. Efek larvasida ekstrak etanol daun mahkota
dewa ( Phaleria macrocarpa) terhadap larva Aedes aegypti. Jurnal publikasi
Fakultas kedokteran Universitas Riau: 1-9.[cited 2013 Des 28]. Available
from: http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFDOK/ar
Ali, R., Samah, Z., Mustapha, N. dan Hussein, N. 2010. Asean herbal and medicin
plants. Jakarta: ASEAN Secretariat. pp.115-116.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI-Press.
pp. 110.
Boesri, H.2011. Biologi dan peranan Aedes albopictus (skuse) 1894 sebagai
penular penyakit. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan

Reservoir Penyakit. Salatiga: Badan Litbangkes. 3(2): 117-125. [cited 2013


Des 28]. Availeble from http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index/2155.pdf.
Budiman, C. 2009. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta:
EGC.pp.27.
CDC (Centers for Disease Control).2010. Aedes Mosquitoes. Centers for Disease
Control and Prevention: [cited 2014 Jan 2014]. Available from:
http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html.
CDC (Centers for Disease Control).2012. Dengue and the Aedes albopictus
Mosquitoes. Centers for Disease Control and Prevention. [cited 2014 Jan
2014]. Available from:http://www.cdc.gov/dengue/denguevectors.pdf.
Depkes RI. 2001. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Dit. Jen. PPMPL. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tengah. 2012. Profil kesehatan provinsi
sulawesi tengah tahun 2011. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.
Emilan, T., Kurnia, A. dan Utami, B. 2011. Konsep herbal Indonesia pemastian
mutu produk herbal. FMIPA. PSMIH. UI. [cited 2014 Jan 08]. Available from
http://ashfarkurnia.files.com/2012/01/khi_dr-abdul-munim.pdf.
Fuadzy, H. dan Marina, R. 2012. Potensi Daun Dewa (Gynura pseudochina (L)
DC) sebagai larvasida Aedes aegypti (LINN). Loka Penelitian dan
Pengembangan Penyakit Bersumber Binatang. Pangandaran. Ciamis.
Aspirator.
4(1):7-14.
[cited
2014
Jan
10].
Available
from
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/3014.
Hadi, U., Susi, S. dan Gunandini, D.2012. Aktivitas nokturnal vektor demam
berdarah dengue di beberapa daerah di Indonesia. Jurnal IPB. Institut Pertanian
Bogor,
1(9):1-6,
[cited
2014
Jan
05].
Available
from
http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi/article/view/6110.
Kardinan, A.2005. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi.Agromedia Pustaka:
Jakarta.pp.120.
Kabir, K., Khan, A., dan Rahman, A.S.M.2010. Larvicidal effect of latex from
Calotropis gigantea (L.) W.T. Aiton against the mosquito, Culex
quinquefasciatus Say (Diptera: Culicidae). Univ. j. zool. Rajshahi University
Zoological Society. 29:77-80. [cited 2014 Mar 05]. Available from
http://www.banglajol.info/index.php/UJZRU/article/download/9472/7017.

Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah Dengue.


Pusta data dan surveilans epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Kumar. G., Karthik, L., Rao, B., Kirthi, A.V. dan Rahuman, A.A. 2012.
Larvicidal, repellent and ovicidal activity of Calotropis gigantea against Culex
gelidus, Culex tritaeniorhynchus (Diptera: Culicidae). Journal of Agricultural
Technology. 8(3): 869-880. [cited 2014 Mar 5]. Available from:
http://www.ijat-aatsea.com.
Lidia, K. dan Setianingrum, E. 2008. Deteksi dini resistensi nyamuk Aedes
albopictus terhadap insektisida organofosfat di daerah endemis demam
berdarah di Palu (Sulawesi tengah). MKM. 3(2):105-110. [cited 2014 Jan 03].
Available
from
http://mediakesehatanmasyarakat.files.com/2012/06/artikel6.pdf.
Murray, R. K. 2009. Biokimia Harper edisi 27. Jakarta: EGC.pp.112.
POM RI, 2010. Acuan sediaan herbal. Deputi bidang pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Jakarta.pp.3-8. [cited 2014 Jan
08].
Available
from
http://perpustakaan.pom.go.id/AcuanSediaanHerbal.pdf.
Pratiwi, E. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan
Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman
Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F.) Nees). Skripsi pada Institut
pertanian
Bogor.
[cited
2014
Agust
03].
Available
from:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62199
Ridha, M., Nisa, K. 2011. Larva Aedes aegypti sudah toleran terhadap Temepos
di kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Jurnal Vektora. III (2): 93-111. Balai
litbang P2B2 Tanah Bumbu. [cited 2014 Jun 30]. Available from:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/vk/article/download/3326/3336
Rey, J.R. 2013. What is dengue?. IFAS Extension Service, University of Florida,
[cited 2014 Jan 10]. Available from http://edis.ifas.ufl.edu/in699.
Runia, Y.A. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida
organofosfat, karbamat dan kejadian anemia pada petani hotikultura di desa
tejosari kecamatan Ngablak kabupaten Magelang. Skripsi pada Universitas
Dipenogoro.
Semarang
diakses
tanggal
20/05/2014
dari
http://eprints.undip.ac.id/17532/1/YODENCA_ASSTI_RUNIA.pdf
Sarker, S.,Chakraverty, R. dan Ghosh, A. 2014. Calotropis Gigantea Linn. - A
Complete Busket Of Indian Traditional Medicine. Internasional journal of

pharmacy research. 02(1): 7-17. [cited 2014 Mar 5]. Available from:
http://www.ijprsonline.com/ijprsonlineVol2-007.pdf.
Seniya, C.,Trivedia, S., dan Verna, S. 2011. Antibacterial efficacy and
Phytochemical analysis of organic solvent extracts of Calotropis gigantea.
Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. 3(6): 330-336. [cited
2014 Mar 5]. Available from: http://jocpr.com/vol3-iss6-2011/JCPR-2011-36-330-336.pdf.
Shreya.N., Raghavendra, N.P., Mukherji, V., Vincy, M., Namratha., Pradeep.,et
all. 2012. Larvicidal activity of Calotropis gigantea (L.) R.Br. on dengue and
chikungunya vector Aedes aegypti. Research Journal of Pharmaceutical,
Biological and Chemical Sciences. 3(3): 118-121. [cited 2014 Mar 5].
Available from: www.rjpbcs.com/pdf/2012_3(3)/[16].pdf.
Sukhdev, S., Khanuja, S., Longo, G. dan Rakesh, D. 2008. Extraction
technologies for medicinal and aromatic plants. International centre for
science and high technology. 19(2): 137. [cited 2013 Feb 26]. Available
from:http://mptmt.sums.ac.ir/word/extraction_technologies_for_medicinal_an
d_aromatic_plants.pdf.
Sukowati, S. 2010. Masalah vektor demam berdarah dengue (DBD) dan
Pengendaliannya di Indonesia. Publishing Litbang Ekologi. Puslitbang Ekologi
dan status kesehatan. Kementerian kesehatan Indonesia.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta:EGC, pp.249-250.
United States Department of Agriculture (editorial). 2014. Classification for
Kingdom Plantae Down to Species Calostropis gigantea. Natural Resources
Conservation Service (NRCS). USDA. [cited 2014 Jan 18]. Available from:
http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=CAGI11.
Utama, H. 2008. Buku Ajar Parasitologi kedokteran. FKUI. Jakarta: Balai
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.pp.281-282.
Wang, Z., Wang, M., Mei, W., Han, Z. dan Dai, H. 2008. A New Cytotoxic
Pregnanone from Calotropis gigantea. Journal Tropical Agricultural
Sciences. 13: 3033-3039. .[cited 2014 Mar 5]. Available from:
www.mdpi.com/journal/molecules.
WHO. 2004. Dengue alert in South East Asia Region. New Delhi. World Health
Organisation. Regional Office for South East Asia. [cited 2014 Jan 18].
Available from: http://repository.searo.who.int/bitstream/123456789/15.pdf.

Widoyono. 2011. Penyakit tropis. Jakarta: Erlangga.pp.70.


Wiryowidagdo, S. 2007. Kimia dan farmakologi bahan alam. Jakarta:
EGC.pp.210.

Lampiran 1
Output Hasil Analisis SPSS
Tests of Normality(b,c,d,e,f,g,h,i,j,k,l,m,n)
Kolmogorov-Smirnov(a)
waktu1jam
waktu2jam
waktu3jam
waktu4jam

konsentrasi
1200
1200
1200
600

waktu6jam

1200
600
1200
150

waktu8jam

300
600
1200
150

waktu5jam

Statistic
,367
,349
,330
,367
,261
,367
,335
,473
,473
,349
,345
,318

df
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Sig.
,026
,046
,079
,026
,200(*)
,026
,069
,001
,001
,046
,053
,109

Shapiro-Wilk
Statistic
,684
,771
,735
,684
,859
,684
,860
,552
,552
,771
,863
,701

df
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Sig.
,006
,046
,021
,006
,223
,006
,228
,000
,000
,046
,238
,010

24 jam

300
600
1200

,254
,300
,291

5
5
5

,200(*)
,161
,191

,803
,908
,905

5
5
5

,086
,453
,440

150

,246
,180
,231

5
5
5

,200(*)
,200(*)
,200(*)

,956
,952
,881

5
5
5

,777
,754
,314

,237

,200(*)

,961

,814

300
600
1200

* This is a lower bound of the true significance.


a Lilliefors Significance Correction
b waktu1jam is constant when konsentrasi = 150. It has been omitted.
c waktu1jam is constant when konsentrasi = 300. It has been omitted.
d waktu1jam is constant when konsentrasi = 600. It has been omitted.
e waktu2jam is constant when konsentrasi = 150. It has been omitted.
f waktu2jam is constant when konsentrasi = 300. It has been omitted.
g waktu2jam is constant when konsentrasi = 600. It has been omitted.
h waktu3jam is constant when konsentrasi = 150. It has been omitted.
i waktu3jam is constant when konsentrasi = 300. It has been omitted.
j waktu3jam is constant when konsentrasi = 600. It has been omitted.
k waktu4jam is constant when konsentrasi = 150. It has been omitted.
l waktu4jam is constant when konsentrasi = 300. It has been omitted.
m waktu5jam is constant when konsentrasi = 150. It has been omitted.
n waktu5jam is constant when konsentrasi = 300. It has been omitted.

Tests of Normality(b,c,d,e,f,g,h,i,j,k,l)
Kolmogorov-Smirnov(a)

Shapiro-Wilk

Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
konsentrasi
t_4jam
1200
,385
3
.
,750
3
,000
t_5jam
1200
,193
3
.
,997
3
,889
t_6jam
1200
,385
3
.
,750
3
,000
t_8jam
1200
,205
3
.
,993
3
,841
t_24jam
1200
,209
3
.
,992
3
,825
a Lilliefors Significance Correction
b There are no valid cases for t_1jam when konsentrasi = 150,000. Statistics cannot be
computed for this level.
c t_1jam is constant when konsentrasi = 1200. It has been omitted.
d There are no valid cases for t_2jam when konsentrasi = 150,000. Statistics cannot be
computed for this level.
e t_2jam is constant when konsentrasi = 1200. It has been omitted.
f There are no valid cases for t_3jam when konsentrasi = 150,000. Statistics cannot be
computed for this level.
g t_3jam is constant when konsentrasi = 1200. It has been omitted.
h There are no valid cases for t_4jam when konsentrasi = 150,000. Statistics cannot be
computed for this level.
i There are no valid cases for t_5jam when konsentrasi = 150,000. Statistics cannot be computed
for this level.
j There are no valid cases for t_6jam when konsentrasi = 150,000. Statistics cannot be
computed for this level.
k There are no valid cases for t_8jam when konsentrasi = 150,000. Statistics cannot be computed
for this level.
l There are no valid cases for t_24jam when konsentrasi = 150,000. Statistics cannot be
computed for this level.

Friedman Test

Ranks
Mean Rank
waktu1jam

2,98

waktu2jam
waktu3jam

3,18

waktu4jam
waktu5jam

3,80

waktu6jam
waktu8jam

4,88

24 jam

7,48

3,38
4,18
6,15

Test Statistics(a)
N
Chi-Square

20
96,463

df

Asymp. Sig.

,000

a Friedman Test
Correlations
konsentrasi
Spearman'
s rho

konsentrasi

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

waktu1jam

waktu2jam

waktu3jam

waktu4jam

waktu5jam

waktu6jam

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)

waktu1jam

waktu2jam

1,000

,564(**)

,668(**)

,010

,001

20

20

20

,564(**)

1,000

,889(**)

,010

,000

20

20

20

,668(**)

,889(**)

1,000

,001

,000

20

20

20

,668(**)

,889(**)

1,000(**)

,001
20

,000
20

.
20

,708(**)

,764(**)

,860(**)

,000

,000

,000

20

20

20

,708(**)

,749(**)

,858(**)

,000
20

,000
20

,000
20

,719(**)

,653(**)

,760(**)

,000

,002

,000

N
waktu8jam

abbot

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)

N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

20

20

20

,675(**)

,606(**)

,686(**)

,001

,005

,001

20

20

20

,758(**)

,541(*)

,635(**)

,000
20

,014
20

,003
20

waktu4jam
Spearman'
s rho

konsentrasi

waktu1jam

waktu2jam

waktu3jam

waktu4jam

waktu5jam

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)

waktu8jam

abbot

waktu6jam

waktu8jam

abbot

,708(**)

,708(**)

,719(**)

,675(**)

,758(**)

,000

,000

,000

,001

,000

20

20

20

20

20

,764(**)

,749(**)

,653(**)

,606(**)

,541(*)

,000

,000

,002

,005

,014

20

20

20

20

20

,860(**)

,858(**)

,760(**)

,686(**)

,635(**)

,000

,000

,000

,001

,003

20

20

20

20

20

,860(**)

,858(**)

,760(**)

,686(**)

,635(**)

,000
20

,000
20

,000
20

,001
20

,003
20

1,000

,998(**)

,861(**)

,743(**)

,615(**)

,000

,000

,000

,004

20

20

20

20

20

,998(**)

1,000

,861(**)

,740(**)

,620(**)

,000
20

.
20

,000
20

,000
20

,004
20

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

,861(**)

,861(**)

1,000

,885(**)

,818(**)

,000
20

,000
20

.
20

,000
20

,000
20

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

,743(**)

,740(**)

,885(**)

1,000

,832(**)

,000

,000

,000

,000

20

20

20

20

20

,615(**)

,620(**)

,818(**)

,832(**)

1,000

,004

,004

,000

,000

20

20

20

20

20

N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

waktu6jam

waktu5jam

Probit Analysis
Data Information
N of Cases
16

Valid
Rejected

Missing
Number of Responses >
Number of Subjects

4
0

Control Group

Convergence Information

Number of
Iterations
PROBIT

Optimal
Solution
Found

9 Yes
Parameter Estimates
Estimate
Lower
Bound

Parameter

PROBIT(
a)

konsentrasi

,002

Std. Error
Upper
Bound

Z
Lower
Bound

Sig.
Upper
Bound

95% Confidence Interval


Lower Bound

Upper Bound

,000

20,067

,000

,002

,002

-2,351
,097
a PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX

-24,174

,000

-2,448

-2,253

Intercept

Cell Counts and Residuals

PROBIT

Number
1

konsentrasi

Number of
Subjects

Observed
Responses

Expected
Responses

150,000

100

2,092

150,000

100

150,000

100

300,000

100

300,000

100

300,000

7
8
9
10

Residual

Probability

-,930

,021

2,092

-,930

,021

2,092

7,070

,021

13

4,275

8,887

,043

4,275

4,887

,043

100

4,275

-3,113

,043

600,000

100

17

13,817

3,345

,138

600,000

100

13,817

-4,655

,138

600,000

100

13,817

-4,655

,138

600,000

100

13,817

-12,655

,138

11

600,000

100

13,817

12

1200,000

100

85

13

1200,000

100

37

14

1200,000

100

15

1200,000

16

-12,655

,138

56,886

28,277

,569

56,886

-19,723

,569

53

56,886

-3,723

,569

100

53

56,886

-3,723

,569

1200,000
100
Chi-Square Tests

69

56,886

12,277

,569

Chi-Square
PROBIT

Pearson Goodness-ofFit Test

139,965

df(a)

Sig.
14

,000(b)

a Statistics based on individual cases differ from statistics based on aggregated cases.
b Since the significance level is less than ,150, a heterogeneity factor is used in the calculation
of confidence limits.
Confidence Limits
95% Confidence Limits for konsentrasi
PROBIT(
a)

Probability
,010

Estimate

Lower Bound

Upper Bound

11,535

-442,151

250,603

,020
,030
,040

141,135
223,361

-251,162
-130,835

352,232
417,562

285,217

-40,909

467,300

,050

335,532

31,764

508,232

,060

378,358

93,211

543,480

,070
,080

415,908

146,721

574,753

449,530

194,294

603,094

,090

480,107

237,240

629,187

,100

508,254

276,467

653,512

,150
,200

624,788

434,890

758,210

717,406

554,557

847,661

,250

796,864

651,267

930,357

,300

868,219

732,663

1010,073

,350

934,341

803,377

1088,654

,400

997,084

866,607

1167,090

,450

1057,788

924,700

1246,060

,500
,550

1117,530
1177,272

979,449
1032,281

1326,201
1408,259

,600

1237,977

1084,425

1493,178

,650

1300,720

1137,052

1582,217

,700
,750

1366,841
1438,197

1191,434
1249,166

1677,129
1780,510

,800

1517,655

1312,564

1896,517

,850

1610,273

1385,575

2032,626

,900
,910

1726,807
1754,954

1476,451
1498,271

2204,870
2246,602

,920

1785,531

1521,928

2291,985

,930

1819,152

1547,887

2341,938

,940

1856,702

1576,821

2397,788

,950
,960

1899,528
1949,843

1609,750
1648,354

2461,554
2536,555

,970

2011,699

1695,703

2628,869

,980

2093,926

1758,485

2751,745

2223,525
a A heterogeneity factor is used.

1857,133

2945,716

,990

Wilcoxon Signed Ranks Test


Test Statistics(b)

Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

waktu2jam waktu1jam
-2,000(a)

waktu3jam waktu1jam
-2,000(a)

waktu4jam waktu1jam
-2,232(a)

waktu5jam waktu1jam
-2,214(a)

waktu6jam waktu1jam
-2,677(a)

waktu8ja m
waktu1ja
-3,305

,046

,046

,026

,027

,007

,0

waktu3jam waktu2jam
-2,000(a)

waktu4jam waktu2jam
-2,232(a)

waktu5jam waktu2jam
-2,232(a)

waktu6jam waktu2jam
-2,680(a)

waktu8jam waktu2jam
-3,307(a)

24 jam waktu2ja
-3,737

,046

,026

,026

,007

,001

,0

a Based on negative ranks.


b Wilcoxon Signed Ranks Test

Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

waktu4jam waktu3jam

waktu5jam waktu3jam

waktu6jam waktu3jam

waktu8jam waktu3jam

24 jam waktu3jam

waktu5jam waktu4jam

-2,333(a)

-2,264(a)

-2,692(a)

-3,311(a)

-3,737(a)

-2,236(a)

,020

,024

,007

,001

,000

,025

waktu6jam waktu4jam
-2,701(a)

waktu8jam waktu4jam

24 jam waktu4jam

waktu6jam waktu5jam

waktu8jam waktu5jam

24 jam waktu5jam

waktu8jam waktu6jam

-3,319(a)

-3,735(a)

-2,401(a)

-3,090(a)

-3,637(a)

-2,994(a)

,007
,001
a Based on negative ranks.
b Wilcoxon Signed Ranks Test

,000

,016

,002

,000

,003

Lampiran 2
Dokumentasi Penelitian
Pengoleksian simplisia daun widuri

Pengoleksian simplisia daun widuri

2
w

Daun widuri yang sudah kering

Simplisia serbuk daun widuri

Proses penyaringan maserat daun

Proses evaporasi daun widuri

widuri

Ekstrak daun widuri

Pembuatan konsentrasi larvasida


daun widuri

Pengujian larvasida

Kontrol positif dan negatif

Pengujian Fitokimia

Lampiran 3
Surat keterangan penelitian

Lampiran 4
Hasil ekstraksi daun Widuri dan perhitungan konsentrasi
a. Hasil ekstraksi daun Widuri
Berat basah daun Widuri

: 4000 gram

Alkohol (Ethanol) yang dibutuhkan

: 2000 mL

Serbuk kering yang dihasilkan

: 1500 gram

b. Perhitungan konsentrasi
Diketahui bahwa:
1 ppm = 1 mg/1000 ml
Maka, 1200 ppm = 1,2 gr/1000 ml
Sehingga dengan menggunakan rumus dapat ditentukan 600 ppm, 300 ppm dan
150 ppm.
-

Konsentrasi 600 ppm:


V1.M1 = V2.M2
X. 1200 = 200. 600
1200 X = 120.000
X = 100 ml

Konsentrasi 300 ppm:


V1.M1 = V2.M2
X. 1200 = 200. 300
1200 X = 60.000
X = 50 ml

Konsentrasi 150 ppm:


V1.M1 = V2.M2
X. 1200 = 200. 150
1200 X = 30.000
X = 25 ml

Keterangan:
V1 : Volume pengenceran.
M1 : Konsentrasi awal
V2 : Volume yang akan digunakan.
M2 : Konsentrasi akhir

Lampiran 5
Surat keterangan identifikasi tumbuhan

You might also like