10 Pijat PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

NERS JURNAL KEPERAWATAN

Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

PIJAT TERAPEUTIK SEBAGAI EVIDENCE BASED PRACTICE PADA


PASIEN KANKER UNTUK MENGURANGI DISTRESS
1

Rika Fatmadona1
Dosen Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Andalas
Email: rikafatmadona3@gmail.com

Abstract : Massage therapy, is the most widely and safely complementary therapy used. Psychological problems as a
result of physical disorders more common in patients with chronic diseases, especially cancer. The objective is to
describe the application of therapeutic massage to reduce distress as an Evidence Based Nursing (EBN). The method
of this paper wasa case study conducted in the implementation EBN at inpatient Teratai Dharmais Cancer Hospital,
Jakarta, for 2 weeks, in the span of 16 April to 9 May 2014. The massage is done for 3 times a week, 20 minutes, in 2
weeks, so each patient getting 6 sessions of therapeutic massage. Participants in the application of this EBN all
female, with an age range 27 -58 year, with 4 people breast cancer, 1 person cervical cancer, 1 person ovarian
cancer, 1 person thyroid cancer, 1 person NHL. After therapeutic massage session in accordance with the method
Ahles, et al, (1999), obtained a therapeutic massage session is able to reduce patient anxiety, seen from ESAS scores
decrease anxiety, able to relax the patient. All 4 patients who underwent massage therapy on the first day, got
anxious complaints are 2 people, 2 severe anxiety at the end of the session the patient is not got to worry anymore.
The response of patients after undergoing a reporting session body fresher and more restful sleep. In patients who
complain of severe pain by administering a therapeutic massage that had previously been given analgesics, and
relaxation techniques, known to the administration of a therapeutic massage although it has not been able to
drastically reduce pain, patients can adapt to the pain, the patient is more constructive coping.Suggestions are
massage therapy may be an option as well as non-pharmacological interventions are applied in a non-invasive
reduce patient distress, can be performed by nurses room through a brief training on technical procedures
therapeutic massage. For the implementation of effective massage on the patient, let the hospital provides facilities
such as massage chairs, massage beds and therapists are skilled in the art.
Key word: therapeutic massage, evidence based, distress.
Abstrak : Terapi pijat, merupakan terapi komplementer yang paling banyak dan aman digunakan. Masalah psikologis
sebagai dampak dari gangguan fisik banyak terjadi pada pasien penyakit kronis, terutama kanker. Tujuan penulisan
ini adalah memaparkan aplikasi pijat terapeutik untuk mengurangi distress sebagai suatu Evidence Based Nursing
(EBN). Metode penulisan ini berupa case study pelaksanaan EBN dilakukan di ruang rawat inap Teratai RS Kanker
Dharmais, Jakarta, selama 2 minggu, dalam rentang waktu tanggal 16 April hingga 9 Mei 2014. Pijatan dilakukan
selama 3 kali seminggu, 20 menit, dalam 2 minggu, sehingga masing-masing pasien mendapatkan 6 sesi pijat
terapeutik. Partisipan dalam penerapan EBN ini semuanya perempuan, dengan rentang usia 27 th-58 th, dengan 4
orang ca mammae, 1 orang ca cervix, 1 orang ca ovarium, 1 orang ca thyroid, 1 orang LNH. Setelah dilakukan sesi
pijat terpeutik sesuai dengan metode Ahles, et al, (1999), didapatkan sesi pijat terapeutik mampu menurunkan cemas
pasien, dilihat dari penurunan skor ESAS cemas, mampu merilekskan pasien. Ke-4 pasien yang menjalani terapi pijat
pada hari pertama, didapatkan keluhan cemas sedang 2 orang, cemas berat 2 orang pada akhir sesi pasien tidak
didapatkan cemas lagi. Respon pasien setelah menjalani sesi melaporkan badannya lebih segar dan tidurnya lebih
nyenyak. Pada pasien yang mengeluhkan nyeri hebat dengan pemberian pijat terapeutik yang sebelumnya telah
diberikan analgesik, dan teknik relaksasi, diketahui dengan pemberian pijat terapeutik walaupun belum mampu
menurunkan nyeri secara drastis, pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya, koping pasien lebih konstruktif.
Kata kunci: pijat terapeutik, evidence based, distress

79

NERS JURNAL KEPERAWATAN


Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

Kanker
merupakan
penyebab
kematian
kedua
setelah
penyakit
kardiovaskuler, dimana gejalanya hampir tidak
terkontrol dalam 70 % hingga 80 % kasus
kanker, terutama bila fase penyembuhan telah
berakhir dan pasien masuk ketahapan paliatif.
(Falkensteiner, Mantovan, Miiller & Them,
2011). Berbagai gejala penyakit dan efek
samping pengobatan banyak dikeluhkan oleh
pasien
kanker.
Penggunaan
terapi
komplementer dalam pengobatan kanker sudah
tidak asing lagi digunakan untuk mengatasi
berbagai gejala yang ditimbulkan kanker.
Walaupun terapi farmakologi sudah terbukti,
namun pasien yang menjalani kemoterapi
selalu mengalami efek samping obat,
diantaranya nausea, fatigue, ansietas, dan
nyeri. Tidak hanya kemoterapi yang memiliki
efek samping namun obat-obat farmakologis
untuk mengatasi gejala lainnya juga demikian
(Ayoub, 2013)

distres dinyatakan sebagai tanda-tanda vital


ke-6 setelah nyeri pada pasien kanker. Ayoub
(2013) menyatakan, dari semua kondisi
distres, cemas atau ansietas merupakan
permasalahan yang paling sering ditemukan
pada pasien kanker. Cemas merupakan
gangguan multidimensional yang dapat
dihubungkan dengan gejala lain seperti
depresi. Cemas biasa muncul mengawali
pengobatan, kuatir akan efek samping, dan
kekuatiran akan rekuren penyakit setelah
pengobatan. Cemas memperburuk persepsi
pasien akibat gejala fisik dan resiko
pengobatan yang dijalani. Bila tidak
tertangani, pasien kanker dapat tidak
mengikuti
lagi
pengobatan
yang
direkomendasikan sehingga memperparah
gejala fisik. Hal ini mengakibatkan secara
tidak langsung menurunnya status penampilan
dan kualitas hidup pasien.
Dengan berbagai efek samping
pengobatan yang justru memperburuk kondisi
pasien, maka terapi komplementer menjadi
alternatif pengobatan pada pasien kanker.
Terapi pijat, merupakan terapi komplementer
yang paling banyak dan aman digunakan.
Terapi komplementer dengan sentuhan yang
memberikan rasa nyaman dengan memberikan
tekanan dan melakukan pergerakan ditubuh,
adalah terapi paling banyak digunakan pada
pasien kanker dewasa, karena efisien dari segi
biaya, non invasif, dan berpengaruh positif
terhadap pengurangan gejala, seperti ansietas
dan depresi pada pasien kanker. (Post-White,
et al, 2003; Falkensteiner, Mantovan, Muller
dan Them, 2011, Gecsedi, 2002). Walton
(2006) menyatakan umumnya, dengan pijat, 5
gejala umum yang dilaporkan berkurang,
antara lain nyeri, cemas, nausea, fatigue,
depresi. Cemas merupakan gejala yang paling
sering dilaporkan dalam studi. Namun, karena
studi terapi pijat banyak dalam tahap awal
dengan sampel kecil, efek pengurangan gejala
tidak begitu pasti.

Masalah psikologis sebagai dampak


dari gangguan fisik banyak terjadi pada pasien
penyakit kronis, terutama kanker. Masalah
psikologis atau distres, istilah yang disepakati
oleh National Comprehensive Cancer Network
(NCCN) dikarenakan lebih pantas dan dapat
diterima, yang didefenisikan sebagai :
... pengalaman emosional banyak dari hal
yang tidak menyenangkan akibat psikologis
(kognitif, prilaku, emosional), sosial dan/atau
spiritual yang mengganggu kemampuan
terhadap koping kanker yang efektif, gejala
fisik dan pengobatannya. Distres berlangsung
terus menerus, mulai dari perasaan normal dari
kondisi yang rapuh, kesedihan dan ketakutan
menghadapi masalah yang kemudian menjadi
ketidak berdayaan, seperti depresi, cemas,
panik, isolasi sosial dan krisis spiritual.
(NCCN, 2013).
Kejadian distres pada semua tahapan kanker
menurut Cancer Journey Action Group (2009),
mencapai 35% hingga 45% di Amerika utara,
sehingga di Amerika disepakati distres perlu
dikaji pada pasien kanker saat awal
kedatangan dan pada kondisi tertentu sehingga
80

NERS JURNAL KEPERAWATAN


Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

Terapi pijat didefinisikan oleh


Vickers dan Zollman (1999) sebagai "
manipulasi lembut jaringan tubuh untuk
membawa perbaikan umum dalam kesehatan
".
Pijat telah digunakan sejak berabad-abad lalu
sebagai pengobatan medis tradisional dari
banyak Kebudayaan kuno seperti Cina, Mesir,
Yunani , Hindu, Jepang dan Roma. Terapi
pijat modern dikembangkan oleh Henrik Ling ,
Swedia (1776- 1839) dalam latihan dan
gerakan-gerakan tertentu (Holey dan Cook,
2003). Pijat kemudian diklasifikasikan sebagai
terapi berbasis sentuhan yang secara
tradisional menggunakan berbagai teknik
tekanan (stroke) termasuk effleurage ,
petrissage dan remasan (kneading) (Sherman
et al, 2006)

diagnostik dan ruang rawat inap kelas III


Teratai, didapatkan hampir sebagian besar
pasien kanker, menjalani pemeriksaan dan
menjalani pengobatan, mengalami distres.
Penilaian dengan ESASpada Maret 2014 di 3
kamar dengan jumlah pasien 16 orang di ruang
rawat inap Teratai RSKD didapatkan 2 orang
(12,5 %) cemas berat , 9 orang (56,3 %) cemas
ringan, sisanya 5 orang (31,3%) cemas sedang.
Gejala lain yang turut dirasakan pada pasien
adalah nyeri, cemas, gangguan tidur,
konstipasi, mukositis. Penanganan gejala pada
pasien selama ini dilakukan dengan upaya
farmakologis, tindakan non farmakologis yang
dilakukan
hanya
berupa
komunikasi
terapeutik.
Berdasarkan telaahan beberapa
jurnal dalam sistematik review Ernst(2009),
terapi pijat terbukti mampu mengurangi
depresi, ansietas, nausea, nyeri, sehingga
praktikan ingin menerapkan intervensi pijat
terapeutik tersebut pada pasien kanker di RS
Kanker Dharmais.

Pijatan
yang
bermakna
bagi
kesejahteraan atau kesembuhan pasien disebut
juga dengan pijat terapeutik (Cavaye, 2012).
Pada pasien kanker, menurut Walters (2010),
pijatan sebaiknya jangan dilakukan pada area
kanker,
dikarenakan
beberapa
studi
menunjukkan sel epitel payudara dapat
berpindah ke nodus limfe akibat pijatan. Untuk
itu, penekanan langsung pada lokasi tumor
sebaiknya dihindarkan. Aspek kenyamanan
pasien harus diperhatikan oleh terapis dalam
pemberian pijat. Pemberian pijat dapat
dilakukan pada saat pasien menjalani
tahapan/stadium penyakit kanker apa saja,
selagi ia didapati distres. Pijatan selama sesi
kemoterapi dilaporkan oleh Billhult, Victorin
& Bergbom (2007) memberikan rasa nyaman,
mengurangi rasa tidak mudah, tidak ingin,
perasaan
negatif
sehubungan
dengan
pengobatan kemoterapi.

Dari fenomena distres pada pasien


kanker payudara yang menjalani sesi
kemoterapi, maka pertanyaan klinis yang
muncul adalah: Apakah pemberian terapi pijat
pada pasien kanker diruangan rawat inap dapat
mengurangi distres?
TUJUAN PENULISAN
Memaparkan aplikasi pijat terapeutik untuk
mengurangi distress sebagai suatu Evidence
Based Nursing (EBN).
METODE PENULISAN
Tulisan ini berupa case study pelaksanaan
EBN selama praktek residensi keperawatan
(2014-2015) FIK UI, yang berlangsung di RS
Kanker Dharmais Jakarta.

Kejadian distres pada semua tahapan


kanker menurut Cancer Journey Action Group
(2009), mencapai 35% hingga 45% di
Amerika utara. RS Kanker Dharmais, sebagai
rumah sakit pusat rujukan kanker nasional,
dari hasil observasi praktikan selama bulan
Februari-Maret 2014 diruang poliklinik, ruang

Untuk
mengidentifikasi
suatu
evidence based, maka dilakukan melalui
analisa PICO, secara rinci adalah:
P atau Population, adalah Pasien kanker
diruangan rawat inap mengalami distres
81

NERS JURNAL KEPERAWATAN


Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

dengan hasil penilaian ESAS sedang dan


ringan.
I atau Intervention adalah pemberian pijat
selama 20 menit,
C atau Comparative adalah tidak dilakukan
intervensi perbandingan
O atau Outcome adalah distres pada pasien
berkurang dengan pemberian pijat selama 20
menit dengan hasil penilaian ESAS
membaik/berkurang.

responden sesuai dengan kriteria inklusi.


Partisipan yang dipilih untuk terapi pijat
adalah pasien kanker yang dirawat di RS
Kanker Dharmais dengan kriteria:

Dari penjabaran berdasarkan konsep


PICO diatas, maka kata kunci adalah: cancer,
massage therapy, ansietas.
Ringkasan Jurnal EBN

Evidence yang diangkat dalam


proposal ini berasal dari uji random (RCT)
Ahles et al (1999) berjudul: Massage therapy
for patients undergoing autologous bone
marrow transplantation. Studi ini bertujuan
untuk menguji dampak terapi pijat yang
diberikan pada pasien kanker yang mengalami
transplantasi sumsum tulang terhadap distres
fisik dan psikologis. Ini merupakan suatu
RCT, dimana pasien yang terjadwal menjalani
BMT secara acak menerima (a) terapi pijat,
terdiri dari sesi 20 menit pijat bahu, leher,
kepala dan wajah, atau (b) pengobatan standar.
Dari semua efek terapi pijat pada cemas,
depresi dan mood dikaji sebelum.

Kriteria inklusi :pasien kanker dengan skor


ESAS sedang (4-6) dan berat ( > 7),
dirawat selama 2 minggu intervensi;
kesadaran compos mentis, mampu
berkomunikasi dengan baik; pasien kondisi
stabil, TTV normal, tidak dyspnea; pasien
tidak mengalami luka terbuka, tumor, tidak
udem dan nyeri pada area pemijatan
(kepala, bahu, leher, wajah); pasien
bersedia mengikuti intervensi dan mengisi
informed
consent;
pasien
mampu
berkomunikasi dengan baik
Kriteria eksklusi: skor ESAS pasien ringan
( < 3) atau tidak ada masalah, pasien
dengan diagnosa KNF atau tumor area
kepala, pasien dalam kondisi penurunan
kesadaran, kritis (KU jelek) dan terpasang
monitor

Penulis mendapatkan pasien untuk terapi pijat


sebanyak 7 orang, namun yang menjalani sesi
selama 2 minggu dengan total pijatan
sebanyak 4 kali atau 2 kali tiap minggunya,
hanya 4 orang. Hal ini dikarenakan dari 63
total populasi pasien pada awal skrining,
penulis sendiri dengan pertimbangan agama,
penulis mengeksklusikan pasien pria, sehingga
tinggal
35
pasien
kanker
wanita.
Mempertimbangkan kefektifan waktu dalam
menskrining pasien, penulis meminta masukan
dari
perawat
ruangan
dengan
mempertimbangkan kriteria inklusi, hanya 15
pasien yang bisa dilakukan pijat terapeutik.
Dari jumlah 15, setelah fase introduksi, 6
orang gugur karena kondisi kesehatan tidak
memungkinkan, 5 orang menolak oleh karena
alasan tidak biasa/malu. Rata-rata yang
menolak berumur dewasa muda dan belum
menikah. 4 pasien dilakukan sesi pijatan pada
hari berbeda , oleh karena pasien meminta
dilakukan pada sore hari atau saat tidak ada
terapi lain yang dijalani pasien. Pasien

PELAKSANAAN EBN
`Dalam penerapan intervensi EBN ini, penulis
melaksanakan terapi pijat dilakukan di ruang
rawat inap Teratai RS Kanker Dharmais,
selama 2 minggu, dalam rentang waktu
tanggal 16 April hingga 9 Mei 2014. Pijatan
dilakukan selama 3 kali seminggu, 20 menit,
dalam 2 minggu, sehingga masing-masing
pasien mendapatkan 6 sesi pijat terapeutik.
Dalam penentuan jumlah partisipan, penulis
terlebih dahulu melakukan skrining dengan
menggunakan teknik non probability sampling
tipe consecutive sampling terhadap beberapa
82

NERS JURNAL KEPERAWATAN


Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

kelolaan, Ny. NS penulis berikan pijat


terapeutik, walaupun tidak mengikuti semua
sesi secara prosedural, pijatan yang diberikan
bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan
mengurangi ketegangan atas nyeri yang
dirasakan pasien. 2 orang pasien tambahan
bersedia mengikuti terapi, namun sayangnya
masa rawatan mereka singkat,yaitu 3 dan 5
hari, sehingga pasien hanya mendapatkan 2-4
sesi terapi. Dengan demikian total pasien EBN
4 orang menjalani sesi penuh selama 6 kali, 1
orang dengan 2 sesi pijat, 1 orang dengan 4
sesi pijat, dan 1 orang dengan pijatan
modifikasi, sebanyak 4 sesi pijat. Jenis pijatan
yang diberikan: Jenis pijatan yang ringan,
merilekskan dapat diberikan dengan aman
pada pasien kanker apa saja. Tumor atau sisi
pengobatan hindari dipijat untuk mencegah
ketidaknyamanan atau terlalu menekan area
kanker atau organ dibawahnya. Dari berbagai
penelitian, jenis pijatan yang diberikan relatif
aman untuk pasien kanker adalah effleurage.
Effleurage adalah gerakan seperti mengusap
sepanjang kontur badan. Instrumen pengkajian
ESAS digunakan oleh penulis, untuk langkahlangkah penerapan terapi pijat dilakukan
sendiri oleh penulis dengan langkah-langkah
yang telah ditetapkan.

pasien yang mengeluhkan nyeri hebat dengan


pemberian pijat terapeutik yang sebelumnya
telah diberikan analgesik, dan teknik relaksasi,
diketahui dengan pemberian pijat terapeutik
walaupun belum mampu menurunkan nyeri
secara drastis, pasien dapat beradaptasi dengan
nyerinya, koping pasien lebih konstruktif.
PEMBAHASAN
Partisipan kanker yang mengikuti
sesi pijat terapeutik berkisar dari umur 27
tahun hingga 58 tahun, dengan penyakit
kanker tiroid 1 orang, kanker payudara 3
orang, 1 orang kanker servik dan 1 otang
kanker ovarium. 2 dari partisipan dilakukan
modifikasi teknik pijat, oleh karena kondisi
pasien yang tidak memungkinkan untuk
duduk. Telah banyak literatur dan studi yang
menunjukkan pijat dapat dilakukan pada
anggota tubuh manapun dan pada posisi
duduk, berbaring ataupun menelungkup. sesuai
dengan definisi terapi pijat oleh American
Massage Therapy, (Braziel, 2002), terapi pijat
adalah suatu manipulasi pada jaringan lunak
tubuh yang dilakukan oleh terapis terlatih
untuk
meningkatkan
kesehatan
dan
kesejahteraan. Pijatan melepas tegangan dan
nyeri kronis pada otot, memperbaiki sirkulasi,
meningkatkan
fleksibilitas
sendi
dan
mengurangi kelelahan mental dan fisik. Oleh
karena itu, pijat merupakan terapi yang paling
efektif melawan stres.

Evaluasi
Partisipan dalam penerapan EBN ini semuanya
perempuan, dengan rentang usia 27 th-58 th,
dengan 4 orang ca mammae, 1 orang ca cervix,
1 orang ca ovarium, 1 orang ca thyroid, 1
orang LNH. Setelah dilakukan sesi pijat
terpeutik sesuai dengan metode Ahles, et al,
(1999), didapatkan sesi pijat terapeutik mampu
menurunkan cemas pasien, dilihat dari
penurunan
skorESAS
cemas,
mampu
merilekskan pasien. Ke-4 pasien yang
menjalani terapi pijat pada hari pertama,
didapatkan keluhan cemas sedang 2 orang,
cemas berat 2 orang pada akhir sesi pasien
tidak didapatkan cemas lagi. Respon pasien
setelah menjalani sesi melaporkan badannya
lebih segar dan tidurnya lebih nyenyak. Pada

Dari 7 partisipan yang mengikuti terapi pijat,


merasakan efek terapi langsung dirasakan
setelah sesi pijat, dimana semua partisipan
melaporkan penurunan level cemasnya setelah
terapi. Cemas yang dirasakan pada pasien pijat
terapeutik ini pada awalnya sedang hingga
berat. Cemas yang dirasakan pada masingmasing pasien berbeda, ada yang merasakan
cemas karena penyakitnya, cemas akan efek
samping pengobatan dan karena cemas karena
memikirkan
rekuren
penyakit
setelah
pengobatan. Selain cemas, pasien juga
mengeluhkan nyeri. Nyeri yang dirasakan
83

NERS JURNAL KEPERAWATAN


Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

karena adanya proses inflamasi dan progres


dari penyakit kanker itu sendiri. Hampir semua
partisipan menyatakan dengan pemberian
pijat, tidurnya dapat lebih nyenyak dan
badannya terasa lebih segar. hal ini tentunya
disebabkan oleh sirkulasi darah terutama ke
area kepala dan bahu lebih lancar dan otot-otot
pun rileksasi, sehingga melepaskan laktat yang
menumpuk akibat kurang gerak pada pasien
bedrest.

mengarah pada tindakan asusila. Untuk itu


pasien kanker yang diberikan terapi pijat
adalah wanita saja. Terapis (penulis) yang
belum berpengalaman sehingga kadang salah
posisi dalam melaksanakan pijat memberikan
rasa tidak nyaman bagi pinggang terapis. 2)
dari segi pasien. Stigma negatif tentang pijat
yang beredar, pijat dikaitkan dengan tindakan
mengeksplor anggota tubuh dengan tujuan
negatif; budaya timur dan agama yang
menjaga privasi wanita untuk melarang dirinya
disentuh tubuhnya serta rasa malu membuat
partisipan enggan untuk dipijat; keinginan dan
suasana hati pasien untuk menyediakan waktu
untuk dilakukan sesi pijat,membuat terapis
harus menambah jadwal jam dinassesuai
keinginan pasien; kemudian oleh karena
progresifitas kanker itu sendiri dan efek
samping kemoterapi yang mengakibatkan
klien tidak dapat menjalani sesi terapi, 3)
Tidak tersedianya fasilitas yang memadai
untuk pelaksanaan terapi. secara teori, untuk
pasien yang tidak bisa duduk, terapi ini
dilakukan dimeja pijat kecil, sehingga
memungkinkan terapis memijat dan meraih
anggota tubuh partisipan tanpa menyebabkan
resiko low back pain. Bila pasien mampu
duduk, ketersediaan bangku diruangan
terbatas, dan bagi pasien yang mengalami
masalah aktivitas lebih menyukai pijatan
dilakukan di tempat tidur saja sehingga
modifikasi pijat sambil berbaring dilakukan
pada pasien yang tidak mampu duduk, namun
upaya ini kembali mengalami kesulitan,
tempat tidur yang dirancang untuk pasien
istirahat cukup besar, sehingga terapis harus
menggeser, mengupayakan pasien bisa
bergeser kearah terapis agar dapat dipijat area
bahu dan kepala.
Namun demikian sisi
positifnya terapi ini dapat dengan mudah
dipahami oleh siapa saja, baik oleh perawat
ruangan ataupun keluarga disaat pasien
merasakan gejala cemas yang membuat tegang
otot dan nyeri. Intervensi ini tidak memerlukan
biaya, tidak invasif dan tenaga maksimal,
hanya butuh waktu saja bagi pelaksananya
untuk meluangkan waktu memberikan pijatan

Pijatan dalam waktu lama dan konstan


membuktikan dapat menghilangkan beberapa
keluhan pasien. pada partisipan keluhan yang
didapatkan paling banyak adalah cemas,
dimana dengan intervensi pijat yang dilakukan
dalam 4 kali sesi, cemas pada pasien sudah
tidak dirasakan lagi pada 2 sesi berikutnya,
untuk keluhan nyeri, terapi diiringi dengan
pemberian analgesik, menunjukkan sensasi
nyeri selalu berkurang setelah pengobatan,
walaupun sensasi tersebut kembali muncul
esok harinya, oleh karena penyebabnya
progresifitas kanker tidak dapat diatasi. Hal
ini sesuai dengan penelitian Ahles et al (1999),
dan Braziel (2002) partisipan yang menerima
sesi pijat secara konstan dalam periode lebih
dari 1 kali, mendapatkan penurunan gejala dari
sebelum dipijat.
Pada awal pembuatan proposal, semula penulis
memperkirakan mencari pasien kanker dengan
cemas akan mudah didapatkan di RS. Terlebih
pijat sudah dikenal juga oleh banyak orang
sebagai suatu intervensi yang menyenangkan
dan membuat rileks, nyaman. Ternyata
pelaksanaannya dilapangan, dalam konteks RS
mengalami cukup banyak kendala. Kendala
tersebut antara lain: 1) dari diri terapis sendiri
(penulis), terkait dengan agama dan
kepercayaan, terapi pijat yang secara
prosedurnya memberikan sentuhan kulit
kekulit dalam waktu yang cukup lama dan
suasana yang privasi, memberikan sedikit
keengganan oleh terapis, untuk dilakukan pada
partisipan pria. Selain tidak sesuai dengan
norma agama, terapis berkeinginan untuk
menghindarkan konotasi negatif yang bisa
84

NERS JURNAL KEPERAWATAN


Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

pada pasien. Pemikiran kedepan bagi RS,


mengingat terapi ini sangat bermanfaat dalam
mengurangi distres, RSKD sebagai pusat
layanan kanker perlu menyediakan layanan
pijat untuk pasien yang berkunjung dan terapis
yang bersedia melakukan terapi keruang rawat
inap. Dengan melihat dampak positif dari
penerapan EBN, maka intervensi pijat ini perlu
dikembangkan dikemudian hari di RSKD

Thesis. The Hashemite University. School of


Nursing.
Billhult, A. (2007). The effect of massage for
women with breast cancer. Institute of
Neuroscience & Physiology/Physiotherapy.
Thesis. Swedia
Billhult, A., Stener-Victorin, E., & Bergbom,
I. (2007). The experience of massage during
chemotherapy treatment in breast cancer
patients.Clinical nursing research. 16(2):8599. Diakses dari
http://cnr.sagepub.com/content/16/2/85

PENUTUP
Pemberian intervensi pijat terapeutik pada
pasien kanker mampu mengurangi distres yang
ditandai dengan cemas, gelisah, tegang,
sehingga pasien lebih siap menjalani
pengobatan dengan segala efek sampingnya.
Terapi pijat dapat menjadi pilihan intervensi
non farmakologi serta non invasif yang
aplikatif dalam mengurangi distres pasien,
dapat dilakukan oleh perawat ruangan dengan
melalui pelatihan singkat tentang prosedur
teknis pijat terapeutik.
Demi terlaksananya pijat yang efektif pada
pasien, hendaklah pihak RS menyediakan
fasilitas seperti kursi pijat, tempat tidur pijat
dan terapis yang berpengalaman diunit
fisioterapi, sehingga pabila disediakan,
perawat tinggal menjalankan fungsi kolaborasi
dengan terapis.

Braziel, A. (2002). The physiological &


psychological effectiveness of massage
therapy in the management of stress, anxiety &
depression. Disertasi. Chicago: Adler School
of Professional Psychology.
Braziel, A. (2002). The physiological &
psychological effectiveness of massage
therapy in the management of stress, anxiety &
depressions. Disertasi. Adler school of
professional psychology.
Cancer Council NSW. (2006). Understanding
Breast Cancer: A guide for people with
cancer, their families and friends.

DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society & National
Comprehensive Cancer Network. (2005).
Distress treatment guidelines for patients.
Version II/July 2005. Retrieved Maret 3, 2014,
from
http://www.nccn.org/patients/patient_gls/_engl
ish/_distress/contents.asp

Cancer Journey Action Group(2009). Guide to


implementing screening for distress, the 6th
vital sign: moving towards person centered
care. Canadian partnership against cancer.
Cavaye, J.(2012). Does Therapeutic Massage
Support Mental Well-Being? A Journal of the
BSA MedSoc Group. Vol 6. Issue 2.

Ayoub, A. Y. M. (2013). The effect of


massage therapy for reducing pain, anxiety &
depression in oncology patients: a review.

Corbin, L. (2005). Safety & efficacy of


massage therapy for patients with cancer.
Cancer Control. Vol 12 (3).
85

NERS JURNAL KEPERAWATAN


Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

Falkensteiner, M., Mantovan, F., Miiller, I., &


Them, C. (2011). The use massage therapy for
reducing pain, anxiety & depression in
oncological palliative care patients: a narrative
review of the literature. Review article.
International scholarly research network. Vol
2011, Article ID 929868, 8 pages.

cancer patients on chemotherapy. MJP Online


Early MJP.02-08-10. ORIGINAL PAPER.
Thelen, M. (2005). End-of-life decision
making in intensive care. Critical Care Nurse,
25(6), 28-38.
Tim KMB (2013). Panduan residensi spesialis
keperawatan medikal bedah tahun ajaran. FIK
UI

Gecsedi, R.A. (2002). Massage therapy for


patients with cancer. Clinical journal of
oncology nursing. Vol 6 (1)

Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2006).


Nursing theorists and their work (6th ed.).
St.Louis, MO: Mosby Elsevier.

Holey, E. & Cook, E. (2003) Evidence-based


Therapeutic Massage: A Practical Guide for
Therapists, Elservier Health Sciences

Tortora, G.J. & Derrickson, B. (2006).


Principles of anatomy & physiology. 11th ed.
USA: John Wiley & Sons, inc.

Imanishi et al (2007). Anxiolytic effect of


aromatherapy massage in patients with breast
cancer. Advance access publications No.4.

Vickers A. & Zollman, C. (1999) ABC of


complementary medicine. Massage therapies.
British Medical Journal, 319: 1254-1257

Mandal, A. (2014). Breast Cancer


Epidemiology. Diakses dari http://www.newsmedical.net/health/Breast-CancerEpidemiology.aspx pada tanggal 16 Mar 2014.

Vitek, L., Rosenzweig, M.Q., & Stollings,S.


(2006). Distress in Patients With Cancer

Melnyk, B.M. & Fineout-overholt, E. (2005).


Evidence-based practice in nursing &
healthcare. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.

Walters, S.J. (2010). Massage & cancer:


practice guidelines. Journal of the australian
traditional-medicine society. Vol 16(3).
Walton, T.(2006). Cancer & massage therapy:
essential contraindications. Diakses dari
www.amtamassage.org/mtj

Oncology Nursing Forum (2008). Oncology


nursing society 33rd annual congress podium
& poster abstracts. Vol. 35 issue 3, p484-559.
diakses dari http://ons.metapress.com

Wilkinson, S. et al (2007). Effectivenes of


aromatherapy massage in the management of
anxiety and depression in patients with
cancer: a multicenter randomized controlled
trial. Journal of clinical oncology. Vol 25 no.
5.

Otto,S. E. (2004). Oncology nursing clinical


reference. USA: Mosby.
Pandey, M., et al., (2006). Distress, anxiety, &
depression in cancer patients

Wilkinson, S., Barnes, K., & Storey, L. (2008).


Massage for symptom relief in patients with
cancer: systematic review. Journal Advanced

Saniah AR., Zainal NZ.(2010). Anxiety,


depression & coping strategies in breast
86

NERS JURNAL KEPERAWATAN


Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86

ISSN 1907-686X

Nursing. 63(5), 430-439. Review paper.


Blackwell publishing ltd.

87

You might also like