BK2011 Jun12 Ags02 PDF

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 48
PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN we cal wake & DI INDONESIA | KEMENTERIAN KESEHATAN RI PTT SCO VN eae a ret Daftar Isi DAFTAR ISI i BabI : Pedoman Pelaksanaan Program Penanggulangan Rabies Pada Manusia ... 1 L Pendahuluan 1 Tl. — Tujuan 3 TM. — Kebijakan 4 IV. _ Pelaksanaan Kegiat 5 A. Penanganan Kasus Gigitan Hewan Rabies/Tersangka Rabies. 5 B. Tindakan-Tindakan Yang Harus Dilakukan Terhadap Penderita Rabies. 9 V. _ Organisasi Pelaksanaan. 1 VI. Pencatatan Dan Pelaporan. 13 Bab II: VII Penyuluhan Kesehatan. Lampiran-Lampiran 1 2 Indikasi Pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies yang berhubungan dengan hewan tersangka Rabies.... 15 Indikasi pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) & Serum Anti Rabies (SAR) bila tersentuh air liur penderita Rabies 16 Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) sebelum gigitan (Pre Exposure Imunization). A. Tatalaksana Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR). B. Pemberian VAR atau VAR dan SAR... Alur Pemberian VAR atau SAR pada kasus GHPR Kartu/Pencatatan Penderita Gigitan Anjing Kartu Penderita Gigitan Hewan Penular Rabies sesudah mendapat Vaksinasi Anti Rabies, Pencatatan dan Pelaporan.. SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN No. 363/Kpts/Um/5/1982 Tentang : Pedoman khusus pencegahan dan pemberantasan Rabies Bab III : BabIV: Bab V: LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN No. 363/Kpts/UM/5/1982 I. Tujuan, Sasaran Dan Organisasi Pencegahan dan Pemberantasan Rabies .. Pendahuluan Tujuan... Sasaran.. Kebijaksanaan pelaksanaan Langkah-langkah kegiatan Organisasi pelaksanaai Kewenangan Sarana, tenaga, dan biay PNP PPP I. _ Pengambilan dan pengiriman bahan pemeriksaan Rabies . A. Bahan pemeriksaan .. B. Cara pengambilan spesimen. C. Pengepakan dan pengiriman.. Ill. Diagnosis Rabies Secara Labolatorium wm 82 A. Pengamanan. 37 B. Diagnosis. 37 - APPENDIX - Kartu Tikus KEPUTUSAN BERSAMA TIGA MENTERI Tentang Peningkatan Pemberantasan Dan Penanggulangan Rabies. ... LAMPIRAN KEPUTUSAN BERSAMA TIGA MENTERI I. Pendahuluan.. Il. Tindakan terhadap hewan yang tersangka atau penderita Rabies... 54 I. Tindakan terhadap orang yang digigit atau dijilat oleh hewan yang tersangka atau menderita Rabies . IV. Tata cara pelaporan.. V. Penutup. 55 55 Bab VI: PLAGAM KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN KESEHATAN R.I. DENGAN DEPARTEMEN PERTANIAN RL. I. Rabies pada anjing, kucing dan kera.. Tl. Peraturan-Peraturan Pelaksanaan HONDSDOLHETD ORDONNANTIE 1926 (Stbl. 1926 No, 452).. Bab VII: HASIL RAPAT KERJA NASIONAL RABIES DI BANDUNG - Pendahuluan.. = Pemberantasan dan penanggulangan Rabies secara terpadu - Kesimpulan dan saran.... Bab VIII: INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI No. 32 Tahun 1982 Tentang: Koordinasi bagi pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit Rabies di daerah.. « . 2 . 73 . 76 . 81 BABI PEDOMAN PELAKSANAAN _ PROGRAM PENANGGULANGAN RABIES PADA MANUSIA DI INDONESIA PENDAHULUAN Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa yang disebabkan oleh Lyssa-virus (virus rabies) dan ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan penderita rabies, Penyakit ini dikenal di Indonesia sejak diketahui dan dilaporkan adanya seekor kerbau menderita rabies oleh Esser pada tahun 1884, kemudian pada tahun 1894 pertama kali dilaporkan rabies pada manusia oleh E.V.de Haan. Rabies termasuk penyakit zoonosa yang penting di Indonesia. Saat ini telah tersebar di 24 Provinsi, dengan jumlah kasus gigitan hewan penular rabies dan kasus kematian karena rabies (lyssa) cukup tinggi. Sampai sekarang belum ditemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies baik pada manusia maupun hewan. Sembilan provinsi yang masih dinyatakan bebas rabies adalah Nusa Tenggara Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pencegahan dan penanggulangan rabies telah dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama 3 Direktorat Jenderal (PUOD/Depdagri, PPM-PLP/Depkes dan Peternakan/ Deptan) yang telah diperbaharui pada tahun 1999, dengan tugas pokok masing-masing adalah: 1. Ditjen PUOD yang menyangkut penggerakan birokrasi (sebagai koordinator). 2. Ditjen Peternakan yang menyangkut hewan. 3. Ditjen PPM-PLP yang menyangkut manusia. Landasan hukum yang dipergunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam pemberantasan dan penanggulangan rabies: a. Hondsdolheids Ordonantie, Staatsblad Tahun 1926 Nomor 451 yo Stbl. 1926 Nomor 452. b. Undang-undang No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara RI Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3273). c. Undang-undang No. 161 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomnor 56, Tambahan Lembaran Negara RI nomor 3482). d. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495). e. Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437). f. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4723). . Undang-undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. . Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1973 tentang Pembuatan, Persediaan, Peredaran dan Pemakaian Vaksin, Sera dan Bahan-bahan Diagnostika Biologis untuk Hewan (Lembaran Negara RI Tahun 1973 No. 23). i. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara RI Tahun 1977 No. 20, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3101). j. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara RI Tahun 1983 No. 28, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3253). k. PeraturanPemerintah No.7 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian urusan kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1987 No. 9, Tambahan Lembaran Negara RI No.10). 1. Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara RI Tahun 1991 No. 49, Tambahan Lembaran Negara RI. 3447). m. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan (Lembaran Negara Tahun 1992 No. 129, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3509). n. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah roe Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 No.82, Tambahan Lembaran negara RI No.4737). o. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara RI Tahun 200 No.161, Tambahan Lembaran Negara RI No.4002). p. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI, Menteri Pertanian RI dan Menteri Dalam Negeri RI No, 279A/Menkes/SK/VIII/1978 No. 143 Tahun 1978 tentang Peningkatan Pemberantasan dan Penanggulangan Rabies. q. Keputusan Menteri Pertanian RI No. 478/Kpts/Um/6/1981 tentang Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Hewan Menular. r. Keputusan Menteri Pertanian RI No. 363/Kpts/Um/5/1982 tentang Pedoman Khusus Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. s. Keputusan Menteri Pertanian RI No. 989/Kpts/TN.530/6/1984 tentang Syarat-syarat dan Tata cara Penunjukan Laboratorium Pemeriksaan Spesimen dan Diagnosa Rabies. t. Instruksi Menteri Dalam Negeri RI No.32 Tahun 1982 tentang Koordinasi bagi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Rabies di Daerah. u. Edaran Panglima ABRI keseluruh jajaran TNI untuk membantu pembebasan rabies. ,, Surat Keputusan/Peraturan Menteri/Gubernur/Peraturan daerah terkait rabies. w. Keputusan Bersama Dirjen P2M & PL, Dirjen Peternakan dan Dirjen PUOD No. KS.00- 1.1554, No. 99/ TN.560 /KPTS/DJP/Deptan/1999, No. 443.2-270 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pembebasan dan Mempertahankan Daerah Bebas Rabies di Wilayah Republik Indonesia. x. Peraturan Kesehatan Internasional Tahun 2005 tentang Pengawasan terhadap keluar masuknya penyakit melalui kapal dan pesawat terbang. < I. TUJUAN 1. Tujuan Umum: Menekan serendah-rendahnya kematian akibat rabies. 2. Tujuan Khusus: Penemuan dan tata laksana dini kasus gigitan hewan penular rabies (anjing, kucing dan kera) dengan perawatan cuci luka memakai sabun dan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau kombinasi VAR dan Serum Anti Rabies (SAR) sesuai indikasi. Ill. KEBIJAKAN 1. Pemberantasan dan penanggulangan Rabies menjadi tanggung jawab 3 (tiga) Kementerian yaitu Kementerian Pertanian (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan), Kementerian Kesehatan (Ditjen PP dan PL) dan Kementerian Dalam Negeri (Ditjen PUM/Pemerintahan Umum). Penanganan manusia sebagai korban gigitan hewan penular rabies menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, sedangkan hewannya yang menjadi penular rabies menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian. Dalam pemberantasan dan penanggulangan rabies tersebut dikoordinasikan Kementerian Dalam Negeri (Gubernur serta aparatnya). 2. Saat ini vaksin yang dipergunakan dalam pengobatan Pasteur adalah vaksin Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV), yang telah memenuhi syarat-syarat: |. Mempunyai potensi tinggi. . Tidak menimbulkan efek samping yang berat (merugikan). Mempunyai daya lindung yang kuat. Cara pemakaian relatif mudah. Masa kadaluarsa cukup panjang. eaoge *Penggunaan Vaksin Anti Rabies (VAR) harus menggunakan indikasi yang tajam (lampiran 1&2) 2 . Pemberian pengobatan Pasteur dilakukan pada Pusat Pengobatan Rabies (Rabies Center) yang telah ditunjuk dan memenuhi persyaratan: ‘Ada dokter yang terlatih dalam penanganan kasus rabies. . Ada paramedis terlatih dalam penanganan rabies. ‘Ada rantai dingin (cold chain) yang berfungsi dengan baik. |. Ada kesinambungan penyediaan VAR. oP an Rabies Center merupakan pusat penanganan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yang mempunyai lokasi strategis mudah dijangkau oleh masyarakat. Setiap rumah sakit Kabupaten/Kota dan Provinsi terutama di daerah endemis ditetapkan sebagai Rabies Center oleh Pemerintah Daerah Setempat. Iv. Persyaratan pembentukan Rabies Center dapat dilihat pada buku petunjuk pemberantasan rabies. . Penderita Rabies perlu diberikan perawatan sebaik-baiknya di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang diperlukan guna mengurangi penderitaan pasien bersangkutan. ue Yen . Peningkatan motivasi kepada masyarakat tentang upaya pencegahan dan penanggulangan kasus GHPR terutama di lokasi endemis rabies, dilaksanakan secara terkoordinasi dengan Dinas Peternakan dan Pemerintah Daerah setempat. . Mengaktifkan kembali Tim Koordinasi Pemberantasan Rabies (TIKOR), dibawah kendali Pemerintah Daerah. . Peningkatan sistim survailans terpadu antara Dinas Kesehatan dan Dinas Petermakan, dalam penanganan kasus tersangka maupun rabies. . Melindungi kelompok masyarakat yang berisiko tinggi terhadap infeksi virus rabies, dengan pemberian vaksin anti rabies kepada petugas investigasi, petugas kesehatan (Puskesmas/Rumah Sakit, petugas laboratorium, vaksinator, dokter hewan yang menangani kasus rabies, dll.). PELAKSANAAN KEGIATAN . Penanganan kasus gigitan hewan rabies/tersangka rabies. 1. Semua kasus gigitan hewan penular rabies (anjing, kucing, kera dan sebagainya) harus segera dilakukan pencucian luka gigitan dengan sabun/deterjen dan air mengalir selama 10-15 menit, dan segera dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan penanganan secepatnya. 2. Bila kasus gigitan tersebut cukup membahayakan dan memerlukan penanganan yang intensif segera dirujuk ke rumah sakit terdekat atau rumah sakit yang ditunjuk sebagai Rabies Center. 3. Vaksin dan serum yang dipergunakan. 3.1. 3.2. Pengadaan vaksin dan serum anti rabies. Pengadaan vaksin dan serum anti rabies disediakan setiap tahun dengan anggaran pusat dan provinsi sebagai persediaan bila terjadi KLB (bufferstock). Namun demikian pemerintah Kabupaten/Kota harus menyediakan VAR/ SAR sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggarannya. Saat ini vaksin yang dipergunakan adalah PVRV. Serum anti rabies yang dipergunakan adalah serum homolog (berasal dari serum manusia) atau serum heterolog (berasal dari serum kuda). Vaksin dan serum tersebut disediakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah serta diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat sesuai dengan indikasi. Apabila persediaan VAR dan SAR di daerah terjadi kekurangan/kekosongan, maka melalui Dinas Kesehatan Provinsi dapat mengajukan permintaan VAR dan SAR ke Pusat (cq. Ditjen PP dan PL Kemenkes), dengan melampirkan laporan situasi baik kasus gigitan dan stock logistik VAR & SAR. Pengelolaan vaksin dan serum anti rabies. Mengingat bahwa penggunaan vaksin/serum anti rabies juga mengandung risiko, maka perlu dilakukan pengawasan/pengelolaan secara baik oleh petugas yang telah dilatih. Beberapa hal yang perlu dicatat dalam pengawasan penyimpanan, distribusi dan penggunaan VAR/SAR antara lain: ‘a. Tipe dan nomor batch b. Tanggal kadaluwarsa. c. Jumlah persediaan VAR/SAR sebelumnya. 4. Cara penyimpanan VAR/SAR (disimpan pada kamar dingin atau lemari es dengan suhu 2-8 °C, tidak boleh dicampur dengan bahan makanan atau minuman). e. Distribusi VAR/SAR (jumlah dan tujuan) 4. Cara Pemberian Pengobatan Pasteur. Indikasi Pemberian. Tindakan terhadap orang yang digigit hewan penular / rabies, tergantung dari: 4.1. Daerah dimana kasus gigitan terjadi. al) Bila kejadian tersebut di daerah bebas rabies, maka pemberian pengobatan khusus (Pasteur treatment), sebaiknya menunggu hasil observasi terhadap hewan yang menggigit yang dilakukan oleh Dinas Peternakan (Subdinas yang membidangi). a.2) Bila kejadian tersebut terjadi didaerah endemis rabies, maka pengobatan khusus (Pasteur treatment) sangat dianjurkan sesuai petunjuk WHO (lampiran 1 & 2). 4.1.b. Cara terjadinya penggigitan. Bila terjadinya gigitan didahului oleh sesuatu tindakan provokatif terhadap anjing, kucing, kera dan hewan lainnya yang menjadi sumber penular rabies (tindakan yang menyebabkan hewan menjadi marah), maka berlaku tindakan seperti pada ad.a.1). Bila gigitan tersebut tanpa didahului tindakan provokatif maka berlaku tindakan seperti pada ad.a.2) 4.1.c. Letak, jumlah dan keadaan luka gigitan, Untuk tindakan pengobatan berdasarkan jenis-jenis luka gigitan dapat dilihat pada lampiran 4. 4.1.d. Masa vaksinasi anti rabies hewan yang menggigit. - Bila hewan tersebut telah divaksinasi dan dapat diduga masih memiliki kekebalan (menurut pertimbangan dokter hewan, maka berlaku tindakan pada ad.a.1) - Bila hewan tersebut belum pernah atau pernah divaksinasi tetapi telah kadaluwarsa dan hewan tersebut tidak diprovokasi, maka berlaku tindakan pada ad. a.2). Pelaksanaan Pengobatan. 4.2.a. Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR). Diberikan pada kasus-kasus gigitan hewan rabies/penular rabies bilamana luka gigitan diatas bahu, daerah yang banyak persarafannya (ujung jar, genetalia, dsb) dan pada luka yang banyak dan dalam. * Dosis Vaksin Anti Rabies (VAR). Dosis VAR yang direkomendasi adalah 0,5 ml setiap penyuntikan, Pemberian VAR pada manusia yang tergigit hewan tersangka/ rabies, digunakan dengan metode 2-1-1 yaitu 2 dosis pada hari ke 0, (pada region deltoideus kiri & kanan), 1 dosis hari ke 7 dan 1 dosis hari ke 21 secara intra muscular (IM). Untuk anak < 1 tahun diberikan pada pangkal paha. Untuk orang hamil perlu dipertimbangkan manfaatkegunaannya dan risikonya. Bila indikasi dan faktor risiko tertular rabies kuat maka dapat dilakukan pemberian VAR. Namun jika indikasi dan faktor risiko leah, sebaiknya cukup dengan perawatan luka gigitan. * Dosis Serum Anti Rabies (SAR). Dosis SAR (homolog) yang diberikan adalah 20 IU/kg BB atau 0,1 ml/kg BB, sedangkan dosis SAR (heterolog) yang diberikan adalah 40 IU/kg BB. Dosis ini berlaku untuk semua golongan umur, sebagian diinfiltrasikan sekitar luka gigitan dan sisi luka, sebagian diberikan secara intramuskular (biasanya di otot pantat atau paha). Karena pemberian SAR ini kadang-kadang dapat menimbulkan anaphylaktic shock dan serumsickness maka pemberiannya harus didahului dengan skin test. 4.2.b. Pencatatan Didalam pemberian pengobatan Pasteur harus dilakukan pencatatan Pengobatan sesuai kartu pencatatan (lampiran 6) 4.2.c. Tindakan setelah pengobatan Pasteur Kepada mereka yang memperoleh pengobatan Pasteur diberikan kartu pengobatan (lampiran 7). Apabila dalam kurun waktu 6 bulan setelah mendapat suntik terakhir, timbul gejala sakit kepala yang terus menerus, kaku kuduk dil, maka orang tersebut harus segera melapor ke Puskesmas, Rumah Sakit/Rabies Center, untuk mendapat pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. B. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan terhadap penderita rabies. Mengingat belum ditemukan obat untuk penderita rabies, maka pertolongan yang dapat diberikan hanyalah merupakan pengobatan simptomatis. Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan (dokter dan perawat) dalam menolong penderita rabies adalah sbb: 1. Diagnosis Rabies. a. Stadium awal rabies pada manusia sulit diketahui, yang penting diperhatikan ialah adanya riwayat gigitan hewan seperti anjing, kucing, kera atau hewan lain penular rabies. b. Gejalaawal biasanya didahuluisakit kepala, lesu, mual, nafsu makan menurun, gugup dan nyeri tekan pada bekas luka gigitan. c. Stadium lanjut: ¢ Kepekaan terhadap sinar, suara, angin, yang meninggi ©. Air liur dan air mata keluar secara berlebihan. * Yang khas dari penderita rabies ialah adanya rasa takut kepada air yang berlebihan (hydrophobia). © Kejang-kejang yang disusul dengan kelumpuhan. Biasanya penderita meninggal 4-6 hari setelah gejala atau tanda-tanda pertama muncul. . Penanganan Kasus Rabies. a. Bilamana keadaan setempat memungkinkan, sebaiknya penderita rabies dirawat di ruangan khusus dan terpisah dengan pasien-pasien lain. b. Oleh karena sinar, angin dan suara dapat menimbulkan rangsangan yang hebat, maka sebaiknya penderita ditempatkan di ruangan yang gelap, tenang dan tidak langsung pada aliran angin dalam ruangan. c. Untuk mengurangi kegelisahan, penderita dapat diberi obat penenang seperti luminal, atau barbiturate lain kecuali morphin. d. Bila timbul spasme pada otot, kepada penderita dianjurkan untuk diberi obat “Muscle Relaxan” dan untuk membantu adanya kesulitan pernafasan dapat dilakukan tracheotomy untuk pernafasan buatan. e. Pada penderita rabies, fungsi jantung harus selalu dimonitor dan bila perlu dapat diberikan obat penguat jantung misalnya preparat digitalis. f. Dianjurkan pula kepada penderita rabies untuk diberikan cairan infus (Ringer Lactat) dan obat diureticum. g. Bilamana penderita sampai pada stadium paralisis, maka pengobatan dianjurkan sesuai dengan pengobatan penderita paraplegia. Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi dari air liur penderita rabies melalui percikan dan gigitan penderita, dianjurkan kepada para petugas kesehatan (dokter dan perawat) yang merawat dan memberikan pengobatan, memakai kacamata, sarung tangan, penutup mulut dan hidung serta telah dikebalkan lebih dahulu terhadap rabies melalui suntikan pre-exposure immunization. V. ORGANISASI PELAKSANAAN Dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan rabies telah disepakati dibentuk dalam wadah organisasi yang disebut “TIKOR (Tim Koordinasi Pemberantasan Rabies)” pada masing-masing tingkatan administrasi baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/ Kota, yang dikoordinasikan oleh: - Mendagri di tingkat Pusat. - Guberur di tingkat Provinsi dan - Bupati/Walikota di tingkat Kab/Kota. ‘Anggotanya adalah seluruh dinas/instansi terkait di masing-masing tingkat ‘Tugas dan fungsi masing-masing Kementerian dalam pemberantasan dan penggulangan rabies: Kementerian Kesehatan/Dinas Kesehatan - Mempunyai tugas dan fungsi menanggulangi segala permasalahan yang menyangkut manusia. - Menyediakan anggaran operasional pemberantasan dan penanggulangan rabies setiap tahun melalui APBN/Dekonsentrasi/APBD/hibah/kemitraan/sumber lainnya. - Melaksanakan upaya kerjasama lintas program dan sektoral. - Melaksanakan investigasi dan penanganan kasus GHPR/rabies. tan HPR kasus gigitan yang disampaikan wahnya. - Melaksanakan penggerakan masyarakat dalam penanganan kasus - Secara rutin memberikan informasi situ kepada Kementerian Pertanian dan jajaran Kementerian Pertanian/Dinas Pertanian atau yang membidangi: - Mempunyai tugas dan fungsi menanggulangi segala permasalahan_ yang menyangkut hewan. + Menyediakan anggaran operasional pemberantasan dan penanggulangan rabies pada hewan termasuk pengadaan vaksin anti rabies hewan. - Melaksanakan vaksinasi pada hewan berpemilik. - Melaksanakan eliminasi untuk hewan yang tidak berpemilik/diliarkan. = Melaksanakan motivasi pada pemilik hewan, kelompok hobi. - Melaksanakan pengawasan lalu lintas HPR pada daerah perbatasan (daerah endemis ke daerah bebas). - Mengintensifkan laboratorium diagnostik unruk pemeriksaan spesimen HPR. - Melaksanakan kerjasama lintas sektor. - Secara rutin memberikan informasi situasi rabies pada hewan yang disampaikan kepada Kementerian Kesehatan dan jajaran dibawahnya. Kementerian Dalam Negeri/Pemerintah Daerah: - Mempunyai tugas dan fungsi mengorganisasikan pelaksanaan_ kegiatan pemberantasan dan penanggulangan rabies yang dilakukan oleh Kementerian teknis (Kemkes dan Kementan). - Melaksanakan motivasi kepada dinas/ instansi terkait dalam upaya mendukung terlaksananya pemberantasan dan penanggulangan rabies. Membantu Kementerian teknis dalam pemberantasan dan penanggulangan rabies terutama dalam pengamanan wilayah. - Membantu upaya penyediaan dana operasional apabila terjadi keadaan darurat (Kejadian Luar Biasa/KLB). - Membantu dikeluarkannya dukungan perundangan/peraturan baik di pusat maupun daerah dalam rangka pemberantasan rabies. operasional VI. PENCATATAN DAN PELAPORAN. 2. . Pelaporan kasus gigitan HPR/rabies secara rutin disampaikan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan menggunakan sistim pelaporan terpadu yang berlaku saat ini. Seluruh laporan yang diterima dari Puskesmas dicatat dan dianalisis serta pemetaan wilayah endemis rabies per Kecamatan/Kelurahan. . Hasil analisis laporan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi kemudian diteruskan kepada Ditjen PP dan PL Kemkes setelah direkapitulasi dan disertai lampiran situasi bahan operasi termasuk vaksin dan serum, dengan menggunakan formulir pada lampiran 8. . Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan data situasi kasus gigitan secara rutin kepada Dinas Peternakan Kabupaten/Kota dan Provinsi, dengan menggunakan formulir pada lampiran 8. . Umpan balik laporan situasi kasus gigitan dan rabies dari Kabupaten/Kota disampaikan kembali ke seluruh Puskesmas & Rabies Center, untuk mendapat tindak lanjut pengamatan lapangan. VII. PENYULUHAN KESEHATAN Mengingat masalah pemberantasan rabies akan berhasil apabila ada kesadaran masyarakat dalam menghadapi persoalan-persoalan pemeliharaan HPR (anjing, kucing dan kera), tindakan bila menghadapi kasus gigitan anjing, kucing dan kera, tindakan terhadap orang yang digigit, maka penyuluhan kesehatan dalam upaya pencegahan kasus gigitan sangat perlu dilaksanakan. Penyuluhan kesehatan masyarakat sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan Dinas Peternakan dan dilakukan oleh bagian yang membidangi pengendalian rabies bagian promosi kesehatan yang ada di Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Kegiatan penyuluhan oleh instansi kesehatan baik di tingkat Puskesmas mau Kabupaten/ Kota dilakukan pada berbagai kesempatan, dengan menggunakan berbagai media yang “uy | eumeps eps uenoy pl uRegostued ueyUTH TUNADG + ISEUISYE,A “depua] exeaos soiges nue IseUISyEA -deyiiuay eses9s uisyea ueyuogep esaitag IseAUDSGO WEY OL YEPIIIS raeusor epiqede inqosion iseursyen weqauayy tseusye uEqDGEP HIDtIDg sseuisqes nod epuL ereqoduad uequsqyp opod PUL unpniuep Sues uereqosuag aydurey ey oy eweps 1seA98q0, rseaussqomp rsiq, yepa eXuuensy etl neve pet neve exe sunUayy seas98q0 Ip redep yepa uenoy Sued uemoy rey vey] (O ep eituesaay, “(q adldtiiusw ngen epta uous Sued uemay ueEpETy surduma wel ‘ney wel ‘epeday, Peep ey ree dma) eed er] yey “urpeg “uelive ANS 1p [94 EH] ‘aooo] NEE UeYNEH ey] YeAVOY wpe yepa FunsHury yer au0N, SHIGVY UVIANAd NVAAH NVONAG NVONOENHYAG ONVA SAIGV¥ LLNV WOUS NVC NISNVA NVIMAGWAd ISVMIGNI ada seperti leaflet, spanduk, baliho, banner, media cetak/elektronik, radio, panggung, maupun penyuluhan langsung pada berbagai pertemuan baik formal maupun informal. “ : é é 4 i i i E i ' 5 i INDIKASI PEMBERIAN VAR dan SAR BILA TERSENTUH AIR LIUR PENDERITA RABIES Lampiran 3 PEMBERIAN VAR SEBELUM GIGITAN (PRE EXPOSURE IMMUNIZATION) Vaksinasi sebelum gigitan HPR (pre-exposure) bertujuan untuk memberikan kekebalan terutama pada orang-orang yang berisiko tertular rabies. Segera diberikan vaksin, dan dibenikan Serum kalau luka di daerah berbahaya : di atas bahu, ujung jar, selaput lendit, dan daerah yang banyak persyarafannya. “Tak perlu diberi Vaksin anti rabies Pemberian kekebalan kepada petugas-petugas pelaksana program P2 Rabies yang mempunyai risiko tinggi tertular rabies: dokter, para medis, dokter hewan, para veteriner, petugas diagnostik dan vaksinator hewan. Dosis dan Cara Pemberian VAR untuk Pengebalan Sebelum Digigit HPR (Pre-Exposure Immunization) Positip Rabies Positip Rabies 3. 0,5 ml Hari ke - 21 atau 28 Rekomendasi WHO. Kejadian Kontak air liur (cava) pada kulit yang luka, selaput lendit/mukosa Lampiran 4 B. PEMBERIAN VAR ATAU VAR dan SAR A. TATALAKSANA GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) VAR dan SAR merupakan langkah selanjutnya setelah dilakukan pencucian luka gigitan, 1, Pencucian luka Pencucian luka merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam tata laksana kasus GHPR. Seperti yang telah dibahas dalam materi epidemiologi rabies bahwa virus rabies akan menetap disekitar luka selama 2 minggu sebelum virus mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior dan sifat virus rabies mudah mati dengan sabun/ deterjen. Usaha yang paling efektif untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang terdapat dalam luka gigitan adalah sesegera mungkin mencuci luka gigitan dengan air mengalir dan sabun/deterjen selama 10-15 menit. Tiga hal penting dalam pencucian luka gigitan yaitu : a. Air mengalir b. Sabun/deterjen ¢. Waktu (10-15 menit) 2. Pemberian Antiseptik Antiseptik (alkohol 70%, betadine, obat merah, dll) dapat diberikan setelah pencucian luka. Pemberian antiseptik tanpa pencucian luka tidak akan memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan rabies. Oleh karena itu, hal yang mutlak dalam tata laksana kasus GHPR adalah pencucian Luka. 3. Tindakan Penunjang Luka GHPR tidak boleh dijahit untuk mengurangi tindakan invasif virus pada jaringan luka, kecuali pada luka yang lebar dan dalam yang terus mengeluarkan darah, dapat dilakukan jahitan situasi untuk menghentikan pendarahan. Sebelum dilakukan penjahitan luka, harus diberikan suntikan infiltrasi SAR sebanyak mungkin disekitar luka dan sisanya diberikan secara intra muscular (IM). ‘Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat menentukan dalam pemberian VAR dan SAR (pengobatan Pasteur). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemberian VAR dan SAR ditentukan menurut katagori luka gigitan, sedangkan kontak (dengan liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR dan SAR. Pemberian VAR atau SAR dan gabungan VAR dan SAR dihentikan bila hewan penggigit tetap sehat selama 14 hari observasi atau dari hasil pemeriksaan laboratorium negatif. 1. Luka Risiko Rendah Pada luka risiko rendah hanya diberikan VAR saja. Tidak semua kasus GHPR harus diberikan VAR, tergantung riwayat apakah sebelumnya penderita GHPR pernah mendapat VAR (pre-exposure). a. Penderita kasus GHPR yang belum pernah mendapat VAR VAR harus diberikan pada semua penderita GHPR yang belum pernah mendapat VAR sebelumnya. VAR yang digunakan saat ini adalah Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV), sedangkan Suckling Mouse Brain Vaccine (SMBV) tidak digunakan lagi. Table 1. Dosis dan cara pemberian VAR sesudah di gigit HPR (Post-exposure) ee sit [ak [owen | Fen IM Regio Deltoideus _| 4 kali pemberian : kanan dan kiri, pada _| Hari ke-0 (2x pemberian) deltoideus kanan dan kiri. Hari ke-7, 1x pemberian Hari ke-21, 1x pemberian Anak usia <1 tahun, pangkal paha b. Penderita kasus GHPR yang sudah pernah mendapat VAR Kasus GHPR yang sebelumnya mendapat VAR lengkap dalam 3 bulan sebelumnya tidak memerlukan pemberian VAR, bila lebih dari 3 bulan sampai 1 tahun Lampiran 5 ALUR PEMBERIAN VAR ATAU SAR diberikan VAR 1 kali dan bila lebih dari 1 tahun dianggap penderita baru yang FADA KASUS GHPR harus diberikan VAR lengkap. isil Kasus gigitan Anjing, : 2. Luka risike tinggi is Delta fal Setiap kasus GHPR risiko tinggi harus diberikan VAR dan SAR. Serum Anti Rabies 1 (SAR) yang digunakan saat ini adalah serum homolog yang berasal dari serum darah ewan penggigit lar Hewan penggigit manusia, bila tidak ada maka dapat digunakan serum heterolog yang berasal dari /hilang & tdk dpt di dapat ditangkap & serum darah kuda. tangkap, mati/dibunuh diobservasi 10-14 hari Tabel 2. Dosis dan cara pemberian VAR bersama dengan SAR Tae Loxa Taka tisiko tinggi risiko rendah sisiko tinggi Jenis Cara & Lokasi Waktu Pemberian Vaksinasi i Segera Diberi Segera Segera Diberi [ Anak | Dewasa Pemberian VAR & SAR Diberi VAR VAR & SAR Cara :IM 4 kali pemberian : J Lokasi : Hint ke-0) 2x ‘Spesimen otak HPR Hewan | [ Hewan Regio Deltoideus pemberian deltoideus dapat diperiesa di Lab sehat mad kanan dan kiri (kanan dan kiri). Cc Anak usia <1 tahun, Hari ke-7, 1x pemberian ” ee Faw pangkal paha Hari ke-21, 1x pemberian ae Negaif ik wie Sivan: Sama dengan diatas Hari ke-90 Spasianea Ga diperiksa di Lab. jutkan VAR. Stop VAR pes Infiltrasi di sekitar Hari ke-0 atau bersamaan = ad I luka gigitan sebanyak dengan pemberian mungkin dan sisanya VAR pertama Positif | [Reeatif I diberikan secara IM ‘Lanjutkan. Stop VAR VAR Infiltrasi di sekitar Hari ke-0 atau bersamaan dengan pemberian VAR pertama Heterolog} 401U/ (RIG) | kgBB luka gigitan sebanyak mungkin dan sisanya diberikan secara IM Cat. pemberian SAR harus dilakukan skin test terlebih dahulu. Lampiran7 KARTU PENDERITA GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES. SESUDAH MENDAPAT VAKSINASI ANTI RABIES . No. Rekam Medis seene PVRV + Serum (0, 7, 21)Booser hat ke 30. ‘jada pernberan PVRY (0, 7, 21) Skin Test: +/ (U1 ce arutan 1/100) Ketcrargan + Jikadigunakan serum ant rabies 227 HEF 9. Jenis Hewan 10. Kondisi Hewan PERHATIAN: Kartu ini disimpan baik-baik. Supaya ditunjukan kepada dokter jika berobat untuk penyakit dengan gejala-gejala : - Sakit kepala - Sukar minum - Gelisah/bingung - Panas badan - Kuku kuduk/kaku leher ih. ir HE he i i 5 ernment ig if Vaksinast Tanga) fe s | i ‘ i i i Na Batch Valsin i Na. ‘uaa Pabrik Targa i No Batch Serum on Boomer “Targeal Pembcnan Serum ‘Lampiran 8 PENCATATAN DAN PELAPORAN PENCATATAN : KOWDSIANING — | KONOISLUKAGIGTAN | PENGOBATAN PENDERTA ‘UKA ea BIS HEWN PENGGGST :PKM - Puskesmas Cat. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN tentang RABIES DIT. JEN. P3M Februari 1979 MENIMBANG MENGINGAT SURAT KEPUTUSAN NENTERI PERTANIAN as tL oe wp xe No. 363/Kpts/Umv/5/1982 TENTANG PEDOMAN KHUSUS PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES MENTERI PERTANIAN bahwa dengan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri RI. No. 279A / Men.Kes / SK / VJTI / 1978 : No. 522 / Kpts / Um/8 / 1978 ; No. 143 Tahun 1978, telah ditetapkan Pedoman Umum Pemberantasan dan Penanggulangan Rabies. . bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 5 Keputusan Bersama sebagai dimaksud pada huruf a di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Pedoman Khusus Pencegahan dan pemberantasan Rabies. Hondsdolheid Ordonantie (Stbl, 1926 No. 451 yo. Stbl. 1926 No. 452); .. Undang-undang No. 6 Tahun 1967; Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1973; . Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1977; . Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 1974 yis No.45 Tahun 1974 dan No.47 Tahun 1979; Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 59/M Tahun 1978; . Keputusan Bersama Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, dan Menteri Dalam Negeri RI. No. 279A/Men.Kes/SK/VIII/1978 ; No. 522/ Kpts/Um/8/78 ; No. 143 Tahun 1978; . Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 453/Kpts/Org/6/1980. MEMUTUSKAN MENETAPKAN PERTAMA : Pedoman khusus pencegahan dan pemberantasan rabies, sebagai dimaksudkan di dalam lampiran Surat Keputusan ini. KEDUA : Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkannya dengan ketentuan bahwa apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliaruan dalam penetapan ini akan diadakan tambahan sebagaimana mestinya. DITETAPKAN : JAKARTA PADA TANGGAL : 27 MEI 1982 MENTERI PERTANIAN, (Prof. Ir. Soedarsono Hadisapoetra) SALINAN Surat Keputusan ini disampaikan kepada yth : 1. Sdr. Menteri Dalam Negeri; 2. Sdr. Menteri Kesehatan; 3. Sdr. Direktur Jenderal Pertanian; 4. Sdr. Direktur Jenderal PUOD, Departemen Dalam Negeri; 5. _Sdr. Direktur Jenderal P3M, Departemen Kesehatan; 6. Sdr. Direktur Jenderal Petermakan, Departemen Pertanian; 7. Sdr. Para Gubernur KDH Tingkat 1 Seluruh Indonesia; 8. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian Seluruh Indonesia; 9. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Seluruh Indonesia; 10. Sdr. Kepala Dinas Petemakan Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia 11. Sdr. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia 1. BAB III LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN No. 363/Kpts/Um/5/1982 TENTANG PEDOMAN KHUSUS PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES. I. TUJUAN, SASARAN DAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES PENDAHULUAN Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus Rabies. Bahaya rabies berupa kematian dan gangguan ketenteraman hidup masyarakat. Hewan seperti anjing, kucing dan kera yang menderita rabies akan menjadi ganas dan biasanya cenderung untuk menyerang atau menggigit manusia. Penderita rabies sekali gejala klinis timbul biasanva diakhiri dengan kematian. Terhadap bahaya rabies termaksud di atas akan mengakibatkan timbulnya rasa cemas atau rasa takut baik terhadap orang yang terkena gigitan maupun masvarakat pada umumnya. Sehubungan dengan adanya penyakit ini Pemerintah mengeluarkan suatu Peraturan Khusus pada tahun 1926 yang disebut Hondsdolheid Ordonantie Staatsblad No. 431/1926 (Ordonansi rabies) dan pelaksanaannya yang termuat dalam Staatsblad No. 452/1926 yang dilanjutkan dipakai sebagai dasar didalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan rabies, Selanjutnya ordonansi tersebut mengalami perubahan-perubahan atau penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Namun demikian rabies masih terus berjangkit sampai sekarang malah dengan tendensi semakin meningkat dan meningkat. Dewasa ini wilayah tersangka dan tertular rabies meliputi 20 propinsi dan daerah bebas rabies tinggal 17 propinsi. Selain itu jumlah kematian akibat rabies pada hewan dan manusia serta jumlah spesimen yang positif rabies juga meningkat. Keadaan di atas, erat kaitannya dengan masalah-masalah yang dihadapi di lapangan antara lain: b. Pelaksanaan peraturan dalam kaitannya dengan penutupan daerah, larangan lalu lintas dan kewajiban masing-masing pihak; Penyediaan dan kualitas vaksin, jumlah populasi anjing dan kucing, biaya operasional, transportasi, luas daerah yang harus ditangani, peran serta masyarakat. . Operasi penangkapan dan pembunuhan anjing liar di daerah, tingginya populasi anjing, faktor agama dan kebiasaan penduduk; . Cara diagnosis, fasilitas dan lokasi laboratorium, cara pengiriman spesimen, tenaga laboratorium; . Penyuluhan, Agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun Pedoman khusus berlandaskan pada Surat Keputusan Bersama antara Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri tentang peningkatan dan penanggulangan. 2. TUJUAN 21. Mempertahankan daerah-daerah bebas rabies; 2.2. Melaksanakan pengendalian rabies di daerah-daerah tertular; 23. Melaksanakan pemberantasan rabies dengan arah pembebasan daerah secara bertahap. 3. SASARAN 3.1. Daerah-daerah bebas tetap dapat dipertahankan; 3.2. Menurunkan kasus sampai 0 di daerah tertular dalam jangkauan waktu 5 tahun; 3.3. Memperluas daerah bebas rabies per daerah dan pulau per pulau. 4, KEBIJAKSANAAN PELAKSANAAN 4.1. Meningkatkan dan membina kerja sama antar instansi; 4.2. Membentuk ‘Wadah Koordinasi” di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah; 4.3. Mempertahankan daerah-daerah bebas rabies dengan melaksanakan tindakan penolakan dan pengawasan lalu lintas hewan dengan ketat; 44. Pencegahan dan pemberanrasan rabies di daerah tertular ditangani secara 49. terpadu, bertahap dan intensif dengan arah penekanan kasus ke tingkat yang terendah mungkin dan pembebasan daerah; Menetapkan prioritas daerah pencegahan dan pemberantasan rabies; Meningkatkan mutu dan kuantitas vaksin rabies; Desentralisasi Laboratorium diagnostik untuk rabies; Meningkatkan mutu dan kemampuan laboratorium kesehatan hewan yang ada di daerah tertular untuk dapat menentukan diagnosis rabies yang tepat dan cepat; Menggalakkan penyuluhan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan rabies. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN 5.1. 5.2. Tindakan Pencegahan 1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies; 2. Memusnahkan terhadap anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah rabies. 3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies hewan ke daerah-daerah bebas rabies; 4, Melakukan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km di sekitar lokasi kasus; 5. Pemberian tanda bukti atau peneng terhadap setiap anjing yang divaksinasi; 6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atau anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangan biakan; 7. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan yang menggigit orang, selama 10-14 hari terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosis (lihat petunjuk lampiran 2); 8. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya; 9. Membunuh atau mengurung selama 4 bulan anjing, kucing, penderita rabies; 10. Menanam hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter atau dibakar dan melarang keras pembuangan bangkai. Tindakan Pemberantasan. 1. melakukan program pemberantasan 5 tahun di daerah tertular dengan prioritas daerah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: Insiden tinggi, daerah terisolir oleh batas alam, daerah padat penduduk sarana transportasi masyarakat yang positif dan tersedianya biaya. Daerah yang mempunyai prioritas Pertama : Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Kedua _: Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Ketiga : Jakarta Raya, Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau dan DL. Yogyakarta. 2. Vaksinasi massal dilaksanakan minimum 70% dari seluruh populasi wajib suntik di daerah pemberantasan. Dalam pemberantasan tindakan-tindakan pencegahan tersebut di atas tetap dilaksanakan 6. ORGANISASI PELAKSANAAN. Pencegahan dan pemberantasan rabies pada hewan adalah menjadi tanggung Dinas Peternakan dan dalam pelaksanaannya akan bekerja sama dengan semua instansi. Dalam rangka usaha pencegahan dan pemberantasan secara terpadu, bertahap dan intensif maka dalam organisasi pelaksanaannya perlu dibentuk “Wadah Koordinasi” yang terdiri dari unsur-unsur Kepala Dinas Petemakan, Kesehatan dan unsur lain yang dianggap perlu baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. Struktur organisasi tersebut di tingkat daerah akan disesuaikan dengan situasi dan konsidi setempat. 7. KEWENANGAN. 7.1, Tindakan penolakan dalam usaha mempertahankan daerah bebas rabies di tangani langsung oleh Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Petemakan dan di lapangan oleh Balai Karantina Kehewanan; 7.2. _ Pelaksanaan vaksinasi rabies pada hewan adalah: 1. Dokter hewan. 2. Petugas kesehatan hewan serta dapat dibantu vaksinator terlatih dan di bawah pengawasan dokter hewan berwenang. Hasil vaksinasi harus dilaporkan ke Dinas Peternakan setempat. 73. Pengambilan spesimen untuk diperiksa di laboratorium oleh Dokter Hewan atau Petugas Kesehatan Hewan atau tenaga terlatih di bawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang; 74. Pengiriman spesimen untuk diperiksa di laboratonium dilakukan oleh Dinas Peternakan atau instansi lain dengan model E24 yang telah ditetapkan. Hasil pemeriksaan labolatorium disampaikan ke Dinas Peternakan dan instansi pengiriman; . 7.5. Diagnosis rabies secara laboratoris yang berasal dari spesimen hewan diperiksa oleh laboratorium yang telah ditunjuk oleh Menteri Pertanian. 8 SARANA, TENAGA, DAN BIAYA. Sarana, tenaga, dan biaya merupakan faktor penting dalam pencegahan dan pemberantasan rabies serta perlu dilengkapi dan disempurnakan, meliputi: 8.1. Sarana 1. Bahan. 8.1.1.1. Vaksin rabies dengan kriteria sebagai berikut: mempunyai potensi tinggi, mempunyai daya lindung yang lama, stabil di Indonesia, cara pemakaian yang mudah dan mudah didapat, aman dalam pemakaian, harga vaksin yang wajar, waktu kadaluwarsa yang panjang; Bahan dan reagensia diagnostik; Alkohol, kapas, aquadest dan NaCl phys; Nitras strychine. Alat pendingin (cold chain); Alat suntik dan jarum; Peralatan penangkapan anjing (alat penjerat, kendaraan, kandang, observasi); Peralatan autopsi; Perlengkapan lapangan (pakaian lapangan, sepatu boat, jas hujan); Perlengkapan pengiriman spesimen; Sarana penyuluhan. 8.1.2.6. 8.1.2.7. 3. Laboratorium. Tersedianya laboratorium yang mampu mendiagnosis rabies di daerah tertular. 8.2. 83. 84, 4. Mobilitas/transport Kendaraan bermotor roda dua, kendaraan bermotor roda empat atau motor boat. Tenaga Pelaksana 1. Petugas Dinas Peternakan: dokter hewan, petugas tenaga kesehatan hewan. 2. Tenaga labolatorium. 3, Vaksinator dan penyuluhan. 4. Tenaga operasional penangkapan dan pembunuhan anjing liar, petugas dinas peternakan, polisi, hansip, tibun, satpam. 5. Sukarelawan . Biaya 1. Biaya yang diperlukan untuk pencegahan dan pemberantasan rabies bersumber dari : APBN, APBD dan atau sumber lain. 2. Biaya operasional meliputi vaksinasi, penangkapan, pembunuhan (peracunan) dan penembakan, penyuluhan dan latihan. Landasan hukum yang dipergunakan dalam pencegahan dan pemberantasan rabies 1. Penunjukan labolatorium yang berwenang melakukan diagnosis rabies. 2. Dan Iain-lain. . PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN BAHAN PEMERIKSAAN RABIES Untuk mendiagnosis rabies, selain memperhatikan riwayat penyakit, gejala klinis dan gambaran patologis, pemeriksaan bahan (pemeriksaan spesimen) secara laboratoris dilakukan. Diagnosis secara laboratoris didasarkan atas : a) penemuan antigen rabies, b) penemuan Negri bodies (Negri body) atau c) penemuan virus rabies pada spesimen yang diperiksa. Oleh karena itu pemilikan bahan pemeriksaan serta cara pengepakan dan lamannya ke laboratorium diarahkan untuk keperluan tersebut. ‘Antigen, Negri bodies dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sed: kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi Negri bodies tidak selalu dapat ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada spesimen dapat pemeriksaan dan khususnya untuk “isolasi virus” pengiriman harus mengganggu dilakukan sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam spesimen tetap terjamin ke laboratonium. A. Bahan Pemeriksaan Bahan pemeriksaan dapat berupa : a. Seluruh kepala b. Otak hippocampus cortex cerebri dan cerebellum; c. Preparat pada gelas obyek; d. Kelenjar ludah. Hippocampus, cortex cerebri dan cerebellum diperlukan masing-masing 3 gram atau lebih, . . Cara pengambilan spesimen. 1. Seluruh kepala. Kepala dipisahkan dari leher, kemudian dimasukkan dalam kontainer logam (Kontainer pertama), ditutup rapat dan disimpan dingin (4°C) atau dibekukan sampai pengiriman. 2. Otak Bahan dan alat: a) glycerol-garam fisiologis aa atau glycerol garam seimbang fosfat (phosphat buffered saline) aa dan formalin 10%; methyl alkohol (metanol), dan aceton dingin dan b) meja seksi, sarung tangan karet, pisau besar dan kecil, gunting bengkok dan lurus, gergaji tulang, catok bergerigi atau paku besar dan palu, botol, vial spesimen, gelas obyek, kantong plastik, pewarna sellers, termos/ peti berisi es. Cara: Taruh kepala di atas meja seksi dan “difiksasi” dalam catok bergerigi atau di atas sebuah papan/balok dengan memaku moncong dan tengkuk, Dorsal kepala menghadap ke atas, iris kulit digaris median kepala longituadinal dan moncong ke tengkuk. Kuakkan kulit ke samping dan keluarkan tenunan ikat dan urat daging sehingga tempurung kepala bersih. Gergaji tempurung kepala di sekitar otak lalu dengan gunting tulang pisahkan dan dikuakkan sedemikian sehingga otak bebas terlihat. Setelah selaput otak dikupas, potong medulla dan chiasma opticus, kemudian otak dikeluarkan dengan hati-hati ditaruh dalam cawan petri besar dan steril, dan disimpan dalam keadaan dingin (termos berisi es). Buat laporan semua kelainan patologis yang ada. 3. Hippocampus ; Cara : Letakkan otak dorsal menghadap ke atas. Turis sulcus lateralis pertama longitudinal dan ke dalam sampai ke ventrikel IV. Dengan menenguakkan turisan ke samping, hippocampus akan terlihat, terletak di dasar ventrikel IV berbentuk semi silindris, berwarna putih dan mengkilat. Setelah dipisahkan dari bagian otak yang lain, hippocampus dipotong menjadi 2 bagian atau lebih tergantung akan besarnya. Satu bagian (paling sedikit gram) dimasukkan ke dalam botol/vial atau ke dalam botol/vial yang berisi bahan pengawet glycerin (glycerin garam Fisiologis atau glycerin garam seimbang fosfat) dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam botol/vial yang berisi formalin 10%. Tutup botol/vial rapat-rapat. Spesimen yang tidak dengan formalin disimpan dalam keadaan dingin (termos berisi es). . Cortex cerebri dan cerebellum. Potongan substansia grisea otak besar dan otak kecil sebanyak 3 gram atau lebih, dimasukkan ke dalam botol/botol vial-vial yang berisi potongan hippocampus atau botol/vial tersendiri. Tutup botol/vial rapat-rapat. . Kelenjar ludah Kelenjar ludah penting artinya untuk mengetahui risiko penggigitan, karena itu perlu disertakan sebagai bahan pemeriksaan. Cara : Kepala diletakkan terbalik, yakni bagian ventral menghadap atas. Buat sayatan kulit dan cabang mandibula ke leher, kuakkan sayatan kulit ke samping maka akan terlihat urat daging, jaringan ikat longgar lymphoglandula submaxillaris, berwarna kuning abu atau oranye, berbentuk elips dan terbungkus oleh kapsul. Keluarkan kelenjar ludah dan dimasukkan dalam botol spesimen yang tidak atau berisi bahan pengawet glycerin. Tutup botol/vial rapat-rapat simpan dalam keadaan dingin. . Bahan pemeriksaan berupa preparat. Bahan pemeriksaan yang mengandung glycerin sukar melekat di gelas tetapi spesimen yang masih segar atau tidak memakai bahan pengawet gampang merekat di gelas. Untuk membuat preparat pada gelas objek, bahan pemeriksaan yang diawetkan dalam glycerin harus dicuci lebih dahulu untuk membebaskan glycerin. Oleh karena itu untuk kelengkapan dan terjaminnya pemeriksaan, dianjurkan untuk menyertakan preparat yang dibuat di gelas obyek bersama dengan bahan pemeriksaan yang lain. Preparat dapat berupa preparat yang telah diwarnai dengan pewama Sellers atau yang hanya di fiksasi saja dengan methyl alkohol (methanol) bebas aceton selama 10 menit. Kalau preparat dikehendaki untuk pemeriksaan dengan FAT fiksasi dilakukan dengan aceton dingin selama 12 jam, dan selanjutnya preparat perlu perlakuan khusus, yakni selalu tersimpan dalam keadaan dingin, Padi 10°C s/d -20°C selama menunggu pengiriman dan dalam termos atau peti kemas berisi es selama pengiriman. Preparat yang diperlukan sebanyak 6 buah, masing-masing 2 buah untuk hippocampas (terpenting), cortex cerebrum dan cerebellum dari masing-masing belahan otak. Menurut cara membuatnya, terdapat 3 jenis preparat yakni preparat sentuh (impression method), preparat plas (smear method) atau preparat putar (rolling method). Cara pembuatan: a. Preparat sentuh Buat potongan bagian otak yang dikehendaki 2-3 mm taruh di atas suatu gelas obyek (atau scalpel, atau sendok es krim atau spatula) dengan bidang sayatan menghadap ke atas. Dengan gelas obyek yang lain sentuh dengan sedikit penekanan bidang sayatan tadi, 3 sentuhan pada setiap gelas obyek, alu langsung dimasukkan ke dalam pewarna Sellers b. Preparat lurus Taruh potongan kecil jaringan otak yang dikehendaki di tengah suatu gelas obyek kira-kira berjarak 1/4 panjang gelas obyek dari salah satu sisi panjangnya. Ambil gelas obyek yang lain, tekankan pada jaringan dan gerakan ke ujung yang lain sehingga 3/4 gelas obyek terlapisi dengan bahan pemeriksaan secara merata, lalu langsung dimasukkan ke dalam pewarna Sellers. c. Preparat putar Taruh potongan sebesar kacang kedelai jaringan otak yang dikehendaki di tengah suatu gelas obyek. Dengan gerakan berputar, dengan tusuk gigi atau gelas obyek, guling-gulingkan, lalu langsung, dimasukkan ke dalam pewarna Sellers, d. Untuk preparat yang tidak diwarai, preparat dikeringkan diudara lebih dahulu, 5-10 menit, sebelum direndam dalam fixative. 7. Tanda pengenal ‘Tanda pengenal perlu disertakan/ditempelkan pada kontainer botol/vial yang berisi bahan pemeriksaan. Tanda pengenal berisi: Nama jaringan/organ, bahan pengawet/fixative yang dipakai, spesies hewan dan tanggal pengambilan. Catatan: Bahan pemeriksaan yang tidak dengan pengawet atau fixative, yang di kirim beku dengan dry ice (Co, padat) atau dalam keadaan dingin digunakan untuk pemeriksaan Negri bodies, FAT dan biologis (isolasi). Demikian pula bahan pemeriksaan yang dalam pengawet glicerin. Sedangkan yang dalam fixative formalin 10% dipergunakan untuk pemeriksaan histopatologis C. Pengepakan dan pengiriman 1. Pengepakan. Kaleng (pertama) yang berisi kepala di masukan ke dalam kaleng kedua yang lebih besar. Diantara kedua kaleng diberi es batu atau dry ice. Jumlah es baru atau dry ice disesuaikan dengan jarak dan lama waktu pengiriman ke laboratorium dan besar kaleng kedua disesuaikan dengan jumlah es batu atau dry ice yang akan dipergunakan. Setelah itu kaleng kedua ditutup rapat-rapat dan diberi tanda pengenal. Botol/vial yang berisi potongan jaringan, dengan bahan pengawet glicerin atau formalin 10% yang telah tertutup rapat-rapat dan tidak bocor dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berfungsi sebagai pembungkus, pencegah terlepasnya tutup dan pencegah perluasan kebocoran. Selanjutnya bahan pemeriksaan dimasukkan ke dalam kaleng atau kotak yang tidak tembus air dan tahan banting. Bahan pemeriksaan dalam bahan pengawet glicerin akan lebih baik kalau dikirim dalam termos atau peti berisi es atau dry ice. Botol/vial yang berisi potongan jaringan yang tidak dengan pengawet glicerin atau formalin, dibungkus dalam kantong plastik dan dimasukkan dalam kaleng atau kontainer tertutup, selanjutnya bahan pemeriksaan tadi dimasukkan dalam termos atau peti yang berisi es batu atau dry ice. Satu copy surat pengantar spesimen perlu disertakan dengan pengiriman bahan pemeriksaan dan paket diberi tulisan “Paket ini berisi bahan pemeriksaan penyakit yang disangka anjing gila (rabies)”. Alamat laboratorium yang dituju dan alamat pengirim dengan jelas. 2. Pengiriman Spesimen diusahakan secepat mungkin sampai di laboratorium yang terdekat dan mampu memeriksa rabies melalui kurir Elteha, Titipan Kilat, Pos dan lain-lain. Bahan pemeriksaan yang tidak dengan pengawet dan preparat yang difiksasi dengan aceton dikirim dengan pendinginan demikian pula sebaliknya bahan pemeriksaan yang dengan bahan pengawet glycerin. bahan pemeriksaan dalam formalin tidak perlu pendinginan. II. DIAGNOSIS RABIES SECARA LABORATORIUM A. Pengamanan Rabies adalah penyakit yang sangat berbahaya dan selain melalui gigitan atau luka, penularan di laboratorium pun telah dilaporkan. Pengerjaan spesimen harus dilakukan di ruang yang bebas gangguan, memakai sarung tangan dan hindari penggunaan pipet dengan mulut. Virus rabies peka terhadap zat-zat pelarut lemak seperti ether, chloroform, air sabun 1%, detergen dsb, alkohol 45-70%, halogen (tinctura jodii 5-7% hypochlorid 2-5%), ammonium quarterner dan sinar ultra violet. Bahan-bahan tersebut dan lampu ultra violet biasanya ada di laboratorium, tidak sukar di dapat di pasaran dan merupakan sarana pengamanan pemeriksaan rabies di laboratorium. Penyinaran ruang/tempat bekerja dengan sinar ultraviolet, merendam barang atau alat yang berkontak dengan spesimen dengan larutan hypochlorid 2-5% sebelum di autowafe, pencucian alat setelah di autoklaf insinerasi barang-barang terbuang yang berkontak dengan spesimen dan pembersihan alas tempat bekerja dengan air sabun 1% atau alkohol 45-70% perlu dilakukan untuk keamanan bekerja. Siram luka yang terjadi waktu menangani spesimen rabies dengan ether atau chloroform diikuti pencucian dengan sabun dan setelah dibilas dengan air, siram dengan alkohol 70% atau dioles dengan tinctura jodi 5-7%. Petugas yang menangani pemeriksaan rabies perlu mendapat imunisasi profilaksis. Serum diperiksa setelah vaksinasi dan secara periodik untuk menentukan titer cat antibodinya, kalau masih rendah atau sudah menurun, dilakukan vaksinasi ulang atau diberikan booster. B. Diagnosis Diagnosis rabies secara laboratorium didasarkan atas : a) penemuan Negri bodies (Negeri Body), b) penemuan antigen atau c) penemuan virus (isolasi) pada spesimen yang diperiksa. Cara diagnosis yang dipakai bermacam-macam tetapi dengan hasil yang berbeda. Ketepatan (occuracy), kecepatan (speed), mudah dilakukan (reproducible) dan murah adalah nilai-nilai yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu diagnosis. Keempat nilai tersebut tidak mudah dipenuhi sekaligus pada suatu cara diagnosis termasuk cara diagnosis rabies yang masih banyak dipakai saat ini. Cara pewamnaan Sellers untuk memeriksa Negri Bodies umpamanya, adalah cepat mudah dan murah tetapi ketepannya kurang, tidak dapat menemukan 100% dari spesimen yang positif; isolasi virus dengan cara biologis adalah tepat, mencapai 100% tetapi memakan waktu lama (21 hari), dan labolatorium harus mempunyai fasilitas “koloni pembiakan” (breeding colony) mencit; sedangkan cara Fluorescent Antibody Technique (FAT) memenuhi persyaratan tepat dan cepat tetapi fluorescent mikroskop mahal dan memerlukan pengetahuan/latihan khusus untuk dapat mempergunakannya. Cara diagnosis rabies secara laboratorium dapat dilakukan dengan : a. Mikroskopis, untuk melihat dan menemukan Negri Bodies, yakni pewama cepat Sellers, FAT dan histopatologik. b. Antigen-antibodi reaksi dengan uji virus netralisasi, gel agar presipitasi atau reaksi pengikatan komplemen dan FAT. ¢. Isolasi virus secara biologis pada mencit atau in vitro pada biakan jaringan diikuti identifikasi isolat dengan cara pewarnaan FAT atau uji virus netralisasi. 1. Pewarnaan cepat Sellers. Bahan pemeriksaan. Berupa spesimen tanpa pengawet glycerin yang dikirim dalam keadaan dingin atau beku atau spesimen yang dengan pengawet glycerin. Dasar diagnosis. Penemuan Negri Bodies. Cara pencucian spesimen. Spesimen tanpa pengawet glycerin dan dalam keadaan dingin langsung dibuat preparat sedangkan yang beku dibiarkan beberapa menit pada suhu kamar sehingga konsistensi jaringan kembali normal, baru dibuat preparat. Spesimen yang diterima dalam pengawet glycerin perlu dicuci lebih dahulu. Glycerin akan menyulitkan perlekatan spesimen ke gelas obyek dan mengganggu fluoresensi. Pencucian dilakukan sebagai berikut: Taruh spesimen dalam suatu mangkuk kawat kasa berlubang halus dan bertangkai (saringan teh), lau masukkan ke dalam suatu gelas Baker berisi 100- 200 ml gram seimbang fosfat (USF, PBS) pH 7-7,3, dengan tangkai menggantung di bibir gelas Baker; selanjutnya putar GSF dengan pengaduk magnit selama 10 menit, Buang GSF ke dalam penampung berisi hyprochlorid (chrolox) dan ganti GSF baru sebanyak yang terbuang, dan diputar lagi 10 menit. Proses ini kalau perlu dapat diulang 1-2 kali lagi. Mangkuk kemudian diangkat dan dibiarkan di dalam gelas Baker yang lain atau yang telah dikosongkan dari GSF atau ditaruh diatas suatu kertas saring agar sisa GSF menetes habis. Selanjutnya spesimen siap untuk dibuat preparat. Kalau tidak ada pengaduk/pemutar magnit, perputaran GSF dapat dilakukan dengan cara manual, tetapi dengan frekuensi pertukaran dan volume GSF ditambah; pertukaran 4-5 kali GF 250-300 ml biasanya cukup untuk menghilangkan glycerin. Selanjutnya spesimen siap dibuat preparat. Cara pembuatan preparat. 1. Preparat sentuh (impresson method). Buat potongan bagian otak yang dikehendaki 2-3 mm, taruh diatas suatu gelas obyek (atau scapel/sendok es krim/spatula) dengan bidang sayatan menghadap ke atas. Dengan gelas obyek yang lain sentuh dengan sedikit penekanan bidang sayatan tadi 2-3 sentuhan pada setiap gelas obyek, lalu langsung dimasukan ke dalant pewamna Sellers. 2. Preparat ulas (smearmethod) Taruh potongan kecil jaringan otak yang dikehendaki di tengah suatu gelas obyek kira-kira berjarak 1/4 panjang gelas obyek dan salah satu sisi panjangnya. ‘Ambil gelas obyek yang lain, tekankan pada jaringan dan gerakan ke ujung.- yang lain sehingga 3/4 gelas obyek terlapisi dengan bahan pemeriksaan secara ‘merata, lalu langsung dimasukan ke dalam pewama Sellers. 3. Preparat putar (rolling method) Taruh potongan sebesar kacang kedelai jaringan otak yang dikehendaki di tengah suatu gelas obyek. Dengan gerakan berputar, dengan tusuk gigi atau gelas obyek guling-gulingkan dan setelah sisa yang tidak melekat di gelas dibuang, lalu langsung dimasukkan ke dalam pewamna Sellers. Prosedur pewarnaan. ; Biarkan preparat dalam pewama Sellers selama 46 detik, tergantung tebal tipisnya preparat. Cuci dengan garam seimbang fosfat atau air kran lalu keringkan diudara. Sesudah kering preparat dapat dilihat di bawah mikroskop pada pembesaran 100x dengan minyak immersi. Hasil Dengan pewarna Seller, Badan Negri akan berwarna merah magenta atau merah terang (acido filik dengan “inner graule” yang berwarna biru atau violet (basofilik) didalamnya terletak didalam sitoplasma (intracytoplasmatic), bentuk kebanyakan bulat meskipun bentuk lain ditemukan pula, berukuran 0,24 - 27 mikron. Bagian sel yang lain berwarna biru dan jaringan interstitial berwarna merah muda. Eritrosit (sel darah merah) berwarna tembaga. Catatan: Dikeluarkannya Negri Bodies berarti spesimen itu adalah positif rabies sedangkan tidak adanya Negri Bodies bukan negatif rabies. 2. Fluorescent Antibody Technique (FAT) Bahan pemeriksaan : jaringan tanpa pengawet atau yang dengan pengawet glycerin. penemuan antigen rabies berdasarkan reaksi antigen dengan glycerin. Dasar diagnosis Cara pencucian sama dengan 1. Cara pembuatan preparat: Buat preparat sentuh, 2 buah pada sebuah gelas obyek. Keringkan di udara, Kemudian preparat difiksasi (dicelup) dalam aceton dingin (-20°C, freezer compartment) selama 45 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu -20°C. Setelah fiksasi keluarkan preparat dari aceton dan disimpan pada suhu -20°C sampai diwarnai atau kalau langsung ingin diwarnai, keringkan lebih dahulu di udara. Setelah kering (aceton menguap), preparat yang terletak sebelah kiri ditetesi dengan konjugat (FITC conjugated anti rabies serum) yang, telah dicamput dengan suspensi 20% mencit yang telah ditulari dengan virus rabies CVS. Eramkan pada suhu 37°C selama 30 menit dalam panci yang dasarnya beralaskan kertas saring basah. Setelah pengeraman, preparat dikeluarkan dari panci dan dicuci berturut-turut dengan garam seimbang fosfat selama 10 menit, 2 kali, diikuti dengan aquadest selama 5-10 menit. Usap sisa aquadest dengan kertas saring atau handuk. Setelah ditetesi dengan glycerin buffer pH 8,5 dan ditutupi dengan gelas penutup diperiksa di bawah mikroskop fluorescent dengan pembesaran 10x atau 25x. Hasil : Antigen dan Negri Bodies akan berwarna hijau kelam. Negri Bodies akan menunjukkan struktur yang khas yaitu zona berwarna hijau kelam dikelilingi oleh garis batas yang bersinar terang hijau kuning. Protein non antigen akan berwarna keputih-putihan sedangkan background berwarna kehitam-hitaman. ._Pemeriksaan secara biologis. Bahan pemeriksaan. Hippocampus, cortex cerebri, cerebellum dan kelenjar ludah dengan atau tanpa pengawet glycerin. Cuci (lihat spesimen yang dalam pengawet glycerin sebelum dibuat suspensi. Spesimen tanpa pengawet dapat langsung dibuat suspensi. Dasar diagnosis. Isolasi virus diikuti dengan identifikasi isolat dengan pewarnaan FAT atau uji virus netralisasi. Hewan percobaan. Cavia, kelinci, mencit putih Swiss yang masih menyusu atau berumur 3 minggu adalah peka terhadap virus rabies, Mencit berumur 3 minggu banyak di pakai karena gampang disuntik, dipelihara dan diobservasi. Pembuatan suspensi. Timbang spesimen dan lumatkan jaringan otak dalam alat Ten Broek atau mortar, jaringan kelenjar ludah dilumatkan dalam mortar. Lalu tambahkan pengencer GSF atau GF (lihat appendiks) sebanyak 9 kali (dalam ml) berat spesimen (dalam gram) untuk mendapatkan suspensi 10%. Pindahkan ke tabung, pemusing (centrifuge tube), biarkan 30 menit, lalu dipusing selama 1 menit 1000 rpm. Supernatant dipisahkan dan diuji sterilitasnya dengan menanam 0.1-0.5 ml pada beefinfusion atau thjogjycolate broth dan blood-agat. Dalam hal ada kontaminasi, tambah antibiotik 2-3 kali konsentrasi yang dipakai. Supernatant selanjutnya disimpan dalam termos berisi es siap dipakai sebagai inokulum. Inokulasi. Alat suntik : tuberculin syringe 0,1 s/d 1 ml dengan graduasi 0,01 ml. Jarum suntik: no.26 atau 27, panjang 0,5-1 cm. Persiapan inokulasi : isap inokulum ke jarum suntik sebanyak 1,1 ml, lalu jarum ditutup dengan penutup jarum atau tabung aglutinasi dan putar alat suntik sehingga jarurn suntik tegak lurus ke atas. Tarik pompa suntik ke bawah, sehingga dinding dalam alat suntik basah, lalu kembalikan pompa suntik ke tempat semula. Tutup kembali jarum tegakkan alat suntik ke ates dan keluarkan udara. Simpan jarum suntik pada termos berisi es sampai dilakukan inokulasi. Mencit 5-12 ekor, diusahakan yang berasal dari satu induk. Cara inokulasi setelah mencit dianestesi, letakkan di atas meja, tengkurap. Pegang tengkt k mencit dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri (yang tidak kidal), tegangkon kulit kepala tetapi jangan sampai mencit tercekik, lalu dengan tangan kanan masukkan jarum suntik ke dalam tengkorak di titik silang antara dua tangan kanan masukkan jarum suntik ke dalam tengkorak di titik silang antara dua garis bayangan antara mata kanan dengan telinga kiri dan mata kiri dengan telinga kanan, sedalam 0,1-0,2 cm dan suntikkan inokulum sebanyak 0,03 mil. Kemudian mencit ditaruh di tempat yang telah disediakan disertai deng.n “kartu tikus” (Appendiks no. 10). Tiga-lima ekor mencit diinokulasi deng in pengencer saja, dengan cara yang sama sebagai kontrol. Observasi : tiap hari mencit diperiksa sclama 21 hari. kematian oleh rabies jarang terjadi sebelum hari ke-5 setelah inokulasi intracerebral. Gejala klinis berupa bulu berdiri (bb), tremor (t) inkoordinasi (ink), parese (pr), paralisis (0) dan mati (m). Catat semua gejala klinis pada kartu tikus. Mencit yang mati atau moribrund dapat langsung di identifikasi atau dibungkus kantong pla-tik rangkap dan disimpan di 20°C. Identifikasi dilakukan dengan pewamaan Sellers, atau FAT dan otak mencit yang mati atau moribrund. Catatan cara biologis memakan waktu lama, untuk mempercepat diagnosis dapat dilakukan identifikasi sejak hari ke lima sesudah inokulasi dan selng 2-3 hari selanjutnya. 4. Pemeriksaan histopatologi. Spesimen untuk pemeriksaan histopatologi yang paling baik adalah dar hippocampus (kiri-kanan) setelah itu disusul oleh cortex dan otak besar, otak kecit sumsum dan ganglion. Tanda spesifik adalah adanya Negri bodies terutama Pada lapisan pyramid hippocampus. Selain itu ditemukan juga ancephalomyelitis dan sel- sel satelit dapat ditemukan pada ganglion. Cara pembuatan kupes im potongan-potongan kecil dari spesimen dalam formalin 10% atau Dehidratasi + Masukkan alkohol absolut selama 30 menit. + Pindahkan ke aceton selama 30 menit. Embedding. Masukkan ke dalam paraffin metting ovean dengan panas 70°C selama 1 jam. Freezing. + Masukkan refrigerator selama kira-kira 30 menit. Cutting. - Potong 1-2 micron (jumlah preparat minimal 6 dari setiap potongan). Staining (Hematoxylin - eosin). = Xylol 13 menit + Xylol 13 menit - Absolut alkohol 3 menit - Alkohol 96%e menit - Alkohol 90% 3 menit - Alkohol 80% 3 menit + Alkohol 70% 3 menit - Alkohol 70% 3 menit + Cuci dengan air 5 menit - Hematoxylin 3-5 menit - Eosin 12 detik + Cuci dengan air 1-2 menit - Alkohol 70% 1-2 menit - Alkohol $0% 1-2 menit - Alkohol 90% 3 menit - Alkohol 96% 1-2 menit - Absolute menit = Creosote-xylol (1: 3) 3 menit (kalau tidak ada creaosote dapat diganti dengan carbilic acid) = Xylol 13 menit + Xylol 113 menit Seterusnya, setelah ditetesi dengan Canada balsem, ditutup dengan gelas penutup dan dikeringkan, lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran kecil dulu seterusnya ke pembesaran lebih tinggi. PewarnaSellers, carahistopatologis, FAT dan carabiologis adalah cara diagnosis rabies yang paling sering dilakukan, hasil pemeriksaan yang positif dengan salah satu cara di atas sudah cukup menentukan bahwa spesimen adalah positif rabics. Namum penggunaan dua atau lebih cara diagnosis untuk pemeriksaan satu specimen akan menghasilkan diagnosa yang sempurna. Hasil diagnosis positi yang cepat dilakukan sangat penting artinya bagi penderita gigitan dan kontrol yakni makin cepat diagnosa jadi dibuat makin besar kesempatan menyelamatkan jiwa penderita gigitan dan kontrol dapat segera dilakukan sehingga perluasan daerah rabies tak terjadi. Selain ke empat cara di atas, uji reaksi pengikatan komplemen (complement fixation tesi) atau uji gel agar presipitasi (agar gel precipitation test) dapat pula dipakai untuk melakukan diagnosis rabies. Tetapi kedua cara ini tidak populer lagi saat ini diantaranya karena memerlukan antigen/virus yang banyak sehingga tidak sepeka (sensitive) FAT atau cara biologis. Uji virus netralisasi (virus neutralization test) adalah peka dan konklusif dapat digunakan langsung untuk mendiagnosis spesimen atau mengidetifikasi isolat hasil isolasi in vivo (biologis) atau in vitro (biakan jaringan), tetapi memerlukan perlengkapan laboratorium tersendiri, yakni koloni pembiakan mencit atau laboratorium biakan jaringan. Pemeliharaan koloni mencit yang setiap saat dapat dipakai akan memakan biaya yang tidak sedikit, lebih-lebih kalau digunakan khusus untuk keperluan diagnosis rabies saja sedangkan laboratorium biakan jaringan memerlukan keahlian dan perlengkapan khusus. Tergantung akan fasilitas yang dipunyai, suatu laboratorium dapat memilih satu atau lebih cara diagnosis dalam melakukan diagnosis rabies. Laboratorium yang fasilitasnya lengkap dapat melakukan diagnosis dengan cara-card pewamaan biologis, FAT dan uji virus netralisasi sedangkan laboratoriumn yang sederhana hanya dapat melakukan diagnosis dengan pewamaan cepat Sellers saja. Hasil diagnosis dari suatu laboratorium yang sederhana peralatannya kalau dikehendaki dapat dimintakan konfirmasi atau pemeriksaan dengan cara yang lain dari laboratorium yang lebih lengkap fasilitasnya. MENTERI PERTANIAN. (Prof. Ir. Soedarsono Hadisapoetro) APPENDIX 1. Garam seimbang fosfat (Phosphate-buffeted Saline, GSF). a. Larutan A. b. Laburan B. Na2HPO4 KH2P04 Aquadest (H20) Larutkan garam-garam di atas secara berurutan di ualam aquadest. c. Autoclave ‘arutan A dan B 1 atm (10 N/cm?) selama 15 menit. d. Setelah au.gin, campur larutan A dan B, kocok perlahan-lahan. e. Bagi ke botol-botol steril, masing-masing 100 ml. £. Lakukan uji sterilitas, 1-5 ml ke thioglycolate broth. g- Simpan dalam 4°C. 2 Glycerin garam seimbang fosfat, 50%. Grentn :100 ml :100ml (Ces bak alle in gals oma al 91048 il. 3. Glycerin garam physiologis, 50% Glycerin :100ml Garam fisologis —-:100 ml (085 NaCl) Campur baik-baik, dan bagi ke dalam botol/vial steril @10- 15 ml. 4. Pewarna Sellers. a. Larutan A. Methylene blue (Colorindex no.52015 atau Schultz index no. 1058) .. 2 gram Methanol (behas aceton) 200 ml b. Larutan B Basic fuchsin (Color index no. 42510 atau Schultz index no. 780)... Methanol (behas aceton) ......-.-.-0-+- 100 ml Pewarna Sellers siap pakai. - Larutan A :2 bagian - Larutanll :1 bagian Campur baik-haik dan tidak usah disaring. Simpan dalam hotol, tutup rapat-rapat dihindari penguapan. Pewarnaan lebih baik dan mantap setelah 24 jam. Dalam hal kontrast yang kurang baik, perbandingan di atas dapat diubah, yakni ditambah basic fuchsin kalau terlaly birt: dan ditambah methylene blue kalau hasil pewarnaan ter's!: ™ 3. Pewarnaan Sellers. Preparat yang masih lembab dimasukkan ke dalam pewarna Sellers selama 4-6 detik. Cuci dengan aquadest atau GSF lalu keringkan di udara. Disimpan dalam kotak slide atau dibungkus dengan kertas aluminium. 6. Penggerus. a. Alat ten Broek : gampang pecah, gampang diberikan dan kondisi aseptis dapat dicapai. Untuk jaringan lunak seberat kira-kira 3 gram. b. Mortar dan alu: untuk jaringan otak atau kelenjar ludah. Kondisi aseptis sukar dicapai ¢. Waring blendor: digunakan untuk jaringan dengan volume besar. 7. Pengencer garam seimbang fosfat (GSF). a. GSF dengan phenol. Garam seimbang fosfat... Serum kelinci inaktif (pemanasan 56°C, 30 menit) Phenol 5% dalam GSF .. Antibiotik (penicilin 1 juta 112 dan 1 gram Srreptomycin) .. 8. Pengencer garam fisiologis (GF). Komposisi sama dengan 2 a atan 2 b kecuali garam seimbang fosfat diganti dengan fisiologi 9. Glycerin Mounting Medium untuk FAT a. LarutanA M/15 K2HPO4 dalam 0,85% NaCI M/15 KH2PO4 dalam 0,85% NaCl b. Larutan B Glycerin ¢. Campur 1 bagian Larutan A dengan 9 bagian Larutan B aduk dengan pemutar magnit jangan sampai berbuih, semalam. Tentukan pH, 8,5 - 8,6. KARTU TIKUS ‘Apendiks No. 10 Route/dosis : ic/0.03 ml/ckor Suspensi 10% 3 Z i sw dst) pada tanggal gejala tadi mulai terlihat) *) bb ‘bulu berdiri:t: tremor; ink; tak ada koordinasi ; p : paralise ; pr; parese ; m ; mati Taruh singkatan i0 (08, tenor non Ne 3. BABIV KEPUTUSAN BERSAMA INESIA, MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDO! MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 279A/Men.Kes/SK/V3II/1978 NOMOR : 522/Kpts./Um/8/78 NOMOR : 143 TAHUN 1978 TENTANG PENINGKATAN PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN RABIES. MENTERI KESEHATAN R.I. MENTERI PERTANIAN RL. MENTERI DALAM NEGERI R.I. Menimbang: |. Bahwa Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rengka pembangunan, karena itu perlu dibina secara intensif; Bahwa pada dewasa ini dirasakan bertambah meluasnya rabies, yang menimbulkar kerugian di bidang Kesehatan dan gangguan terhadap ketentraman kehidupan masyarakat; i huruf b di atas dipandang pert Bahwa untuk mengatasi hal-hal tersehut dalam d kerjasama dalam meningkatkan pemberantasan dan penanggulangan rabies Mengingat: i i Stbl. 192 6No. 452); \dsdolheids Ordonantie (Stbl 1926 No. 451 yo: , Undang-undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (lembaren eB? Tahun 1960 No. 131, Tambahan lembaran Negara No, 2068); Peternaks* Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan eet re dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 No. 10 Tam Negara No.2824); 4. Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan (Lembaran Negara Tahun 1974 No. 38, Tambahan Lembaran Negara No. 301) 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 dan 45 Tahun 1974 tentang pokok dan Susunan Organisasi Departemen; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 59/M Tahun 1978, tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan Il. Memperhatikan: 1. Pidato Presiden Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1978 antara lain Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Zoonosis; 2. Hasil Keputusan Lokakarya Surveilans dan Zoonosis tanggal 18 sampai 20 Desember 1975 di Jakarta. MEMUTUSKAN Menetapkan: KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENINGKATAN BERANTASAN DAN PENANGGULANGAN RABIES. Pasal 1 Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri bekerjasama dalam Peningkatan, pemberantasan dan penanggulangan rabies. Pasal2 Kerjasama dalam kegiatan peningkatan pemberantasan penanggulangan rabies terscbut Pada Pasal 1 meliputi kegiatan-kegiatan: a Pengamatan penyakit; Pemeriksaan laboratorium untuk rabies; litian, |. Penyuluhan; . Bidang-bidang lain yang berhubungan dengan kegiatan pemberantasan dan Penanggulangan rabies. s eae Menteri Kesehatan R.1 Menteri Pertanian R.I Dalam rangka kegiatan pemberantasan dan penanggulangan rabies : a. Menteri Kesehatan Republik Indonesia bertanggung jawab dalam segala sesuatu Tt yang menyangkut manusia dan masyarakat; Ttd b. Menteri Pertanian Republik Indonesia bertanggung jawab dalam segala sesuatu yang (Dr. Suwardj ono Surjaningrat) (Soeda: irsono Hadisapoetro) menyangkut hewan; ¢. Menteri Dalam Negeri membantu dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan operasional yang sebagaimana tersehut pada huruf a dan b di atas dan dalam pelaksanaannya ditugaskan kepada Gubemur Kepala Daerah Tingkat | dan Bupati Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II di seluruh Indonesia. Ted Menteri Dalam Negeri R.1 Pasal 4 (Amirmachmud) (1), Peningkatan pemberantasan dan penanggulangan rabies, berpedoman pada Pedoman umum sebagaimana tercantum pada lampiran Surat Keputusan Bersama ini, (2) Pedoman umum sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat diubah atau ditambah Tembusan: Surat Keputusan Bersama ini disampaikan kepada Yth.: dengan persetujuan bersama antara Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Ed Menteri Dalam Negeri. . Para Sekretaris Jenderal Departemen Kesehat i Departemen dalam Negeri; tatty Departemen’ Pertanian) dan Pasal 5 2. Para Direktur Jenderal Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan Pedoman khusus kegiatan pemberantasan dan penanggulangan rabies disusun oleh Departemen Dalam Negeri; masing-masing Menteri sesuai dengan bidang tanggung jawabnya. 3. Para Kepala Badan di Lingkungan Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian nie dan Departemen dalam Negeri; Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Surat Keputusan Bersama ini akan 4. "Para GuberuriKepala Daerah Tingkat Udi seluruh indondsie; sea aon ea S87, nae ans pesal7 6. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian; 4 i aati Keputusan Bersama int mula beraku peda tanggal ditetapka. Hel Repl Dinas Peternakan Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya di seluruh 8 i i Para Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabuparen/Kotamadya diseluruh Ditetapkan di : Jakarta itetapkan di :) Indonesia. Pada tanggal : 15 Agustus 1978 a: BAB V wm. LAMPIRAN KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 143 TAHUN 1978. TANGGAL 15 AGUSTUS 1978 PEDOMAN UMUM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN RABIES. 1 PENDAHULUAN Mengingat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan ketenteraman hidup masyarakat, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seintensif mungkin. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu adanya Pedoman Umum bagi para petugas Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan Departemen Dalam Negeri. IL TINDAKAN TERHADAP HEWAN YANG TERSANGKA ATAU PENDERITA RABIES: 1. Apabila ada informasi hewan tersangka atau menderita rabies, maka oleh Dinas Peternakan dilakukan usaha penangkapan dan atau dibunuh sesuai dengan py ketentuan yang berlaku untuk diobservasi dan atau dilakukan pemeriksaan di laboratorium yang ditetapkan oleh Menteri yang bersangkutan. 2. Hewan yang dimaksud angka (1) setelah masa observasi selesai_masih hidup, diserahkan kembali kepada pemiliknya setelah divaksinasi atau dapat dimusnahkan apabila tidak ada pemiliknya atau tidak diambil oleh pemiliknya. 3. Apabila hasil pemeriksaan hewan yang dimaksud angka (1) menunjukkan “tersangka rabies”, maka daerah dinyatakan sebagai terjangkit rabies oleh Kepala Daerah yang bersangkutan atas usul Kepala Dinas Peternakan dan selanjutny4 dilakukan tindakan pemberantasan. TINDAKAN TERHADAP ORANG YANG DIGIGIT ATAU DIJILAT OLEH HEWAN YANG TERSANGKA ATAU MENDERITA RABIES: 1. Apabilaterdapatinformasi ada orang yang digigit atau dijilatolenhhewan tersangka rabies harus segera dilakukan segala usaha oleh petugas Dinas Kesehatan untuk dibawa ke Puskesmas terdekat guna mendapatkan perawatan luka, 2. Apabila dianggap perlu orang yang digigit atau dijilat hewan yang tersangka rabies tersebut harus segera dikirim ke Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas Pengobatan Anti Rabies, sambil menunggu hasil Pemeriksaan/observasi tersangka oleh Dinas Peternakan. 3. Apabila hewan yarig dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dan Dinas Peternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (pasteur. weatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan anti rabies. 4. Apabila hewan yang menggigit itu tidak dapat ditangkap, atau tidak dapat di observasi atau spesimen tidak dapat diperiksa karena rusak, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera dikirim ke Unit Kesehatan yang. mempunyai fasilitas anti rabies. 5. Apabila hewan yang menggigit atau menjilat adalah hewan margasatwa yang dapat menularkan rabies maka orang tersebut harus segera dikirim ke Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas anti rabies. TATA CARA PELAPORAN : 1. Apabila ada persangkaan rabies pada hewan, Kepala Desa harus segera melaporkan kepada Camat dan petugas Dinas Peternakan di Kecamatan 2. a. Camat setelah menerima laporan persangkaan rabies pada hewan harus segera melaporkan kepada Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II b. Petugas Dinas Peternakan di Kecamatan setelah menerima laporan dari Kepala Desa dan atau Pimpinan Unit Kesehatan setempat tentang adanya persangkaan rabies harus segera melaporkan kepada Kepala Dinas Peterakan Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II. 3, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat Il setelah menetima laporan yang dimaksud dalam angka (2) huruf (b) dan atau Pimpinan Unit Kesehatan setempat harus segera melaporkan kepada Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat I dengan tembusan kepada instansi yang berkepentingan. 4. Dinas Petemakan setelah melakukan pemeriksaan klinis dan atau menerima hasil pemeriksaan laboratorium dari spesimen yang berasal dari hewan yang tersangka rabies harus segeta melaporkan kepada Unit Kesehatan yang melakukan perawatan penderita. 5, Instansi-instansi yang dimaksud angka (3) setelah laporan melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Pimpinan Unit Kesehatan yang merawat orang yang digigit atau dijilat oleh hhewan (termasuk hewan margasatwa) yang tersangka rabies harus segera melapor kepada Dinas Peternakan setempat. 7. Pimpinan Unit Kesehatan yang dimaksud dalam angka (I) selanjutnya melaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. PENUTUP: Selain Pedoman Umum tersebut di atas Pedoman Khusus yang bersifat teknis dikeluarkan oleh masing-masing Departemen yang bersangkutan. BAB VI PIAGAM KERJASAMA ANTAR DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN/ PEMBERANTASAWN/ PEMBASMIAN PENYAKIT MENULAR DARI DEPARTEMEN KESEHATAN R.I. DENGAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAK4N DARI DEPARTEMEN PERTANIAN R.I. Pada hari ini hari Rabu tanggal sembilan bulan Agustus tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh dua, kami yang bertanda tangan di bawah ini: I. Prof. Dr. J. SULIANTI SAROSO Sebagai Direktur Jenderal Pencegahan Pembasmian Penyakit Menular dari Departemen Kesehatan RI yang selanjutnya dalam PLAGAM KERJASAMA ini disebut pihak pertama. Il, Prof. Dr. J. H. HUTASOIT Sebagai Direktur Jenderal Peternakan RI. yang selanjutnya dalam PIAGAM KERJASAMA ini disebut pihak kedua. Pihak Pertama dengan Pihak Kedua menyatakan telah mencapai kata sepakat untuk Mengadakan pensetujuan kerjasama dengan maksud guna mencapai efektifitas dan intensifitas semaksimal mungkin dalam usaha pembinaan kesehatan masyarakat sesuai fengan bidang tugasnya masing-masing khususnya yang berhubungan erat terhadap, tuan yang telah disepakati antara lain sebagai benikut: Pasal 1 © Kedua belah pihak bersama-sama menyadari bahwa usaha pembangunan ekonomi dalam meningkatkan taraf hidup rakyat dapat juga menaikkan nilai gizi rakyat hg dalam hal ini Pihak Pertama dengan Pihak Kedua bersama-sama berusaha agar an (konsumsi) makanan hewan tetap dapat membina kesehatan masyarakat wara lestari, Pasal 2 Kedua belah pihak bersama-sama menyadari bahwa peningkatan produksi bidang peternakan dimaksudkan pula untuk menghilangkan/mengurangi kerugian akibat penyakit dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Pasal 3 kedua belah pihak bersama-sama menyadari bahwa untuk menjamin kesehatan dan ketentraman kehidupan masyarakat dari gangguan penyakit zoonosa, maka dianggap perlu meningkatkan penanggulangan penyakit zoonosa tersebut. Pasal 4 Kerjasama ini diadakan terutama dalam bidang tugas dan kegiatan yang erat hubungannya dengan masalah pemberantasan penyakit yang dapat berpindah/menular dari hewan atau hasil hewan ke manusia dan sebaliknya meliputi bidang: a. Surveillance dan kontrol penyakit-penyakit zoonosa. b. Laboratorium diagnostik untuk penyakit-penyakit zoonosa ditekankan pada penyakit rabies. . Bidang Higienis Sanitasi. |. Bidang Penelitian/Research dan penyakit-penyakit zoonosa. . Bidang Pendidikan. Bidang Penyuluhan kepada Masyarakat. mean Pasal 5 kerjasama ini didasarkan atas prinsip saling menghormati, percaya mempercayai, bantu membantu dengan memperhatikan batas-batas kewenangan kedua belah pihak sesuai dengan fungsinya masing-masing yang meliputi keschatan masyarakat di satu pihak dan keschatan masyarakat veteriner serta kesehatan hewan di pihak kedua sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada. Pasal 6 Pihak pertama dan kedua sesuai dengan batas kemampuannya serta kewenangannva masing-masing saling mengajukan masalah untuk digarap dan ditanggulangi yang pelaksanaannya terlebih dahulu telah disepakati bersama. Pasal 7 Ketentuan yang lebih terperinci yang memungkinkan mengatur/pelaksanaan penggarapan dan penanggulangan masalah tersebut pada pasal 6 diserahkan kepada echelon bawahan masing-masing dalam bentuk tertulis mulai dari tingkat Direktorat tingkat Dinas Propinsi sampai dengan tingkat Dinas Kabupaten. Pasal 8 Piagam kerjasama ini mulai berlaku terhitung sejak tanggal penandatanganan naskah ini dan berlaku sampai waktu yang tidak ditentukan. Pasal 9 Piagam kerjasama ini ditandatangani di Jakarta pada hari, tanggal, bulan dan tahun seperti tercantum dan tersebut di atas. Jakarta, 9 Agustus 1972, Pihak Kesatu: Pihak Kedua: Direktur Jenderal Pencegahan Pemberantasan Pembasmian Penyakit Menular Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI ttd. ttd. (Prof. Dr. J. Sulianti Saroso) No.226 9a/DDI/72 (Prof. DrJ.H. Hutasoit) No. 601/XIV- Piagam/E

You might also like