Professional Documents
Culture Documents
CCP PDF
CCP PDF
CCP PDF
SKRIPSI
i
DESIGNING AND IMPLEMENTING HACCP PLAN OF HERBAL CAPSULE
PRODUCT (CASE STUDY IN PT LIZA HERBAL INTERNATIONAL, BOGOR)
ABSTRACT
Large number of foods and drugs poisoning makes a lot of food and drug companies,
including PT Liza Herbal International (LHI) as a manufacturer of herbal capsule product, needs to
include the products to implementing the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) system to
ensure that the product is safe for consumption. The goal of this research is designing a HACCP Plan
of herbal capsule products, implementing the HACCP Plan, and implementing the right method in
making traditional medicine by implementing the HACCP Plan. This research using Good
Manufacturing Process (GMP) analysis, sanitation analysis, and designing HACCP Plan based on 12
steps of implementing HACCP Plan. Based on hazard analysis and determining the critical control
point, there are two Critical Control Points (CCP) in the process of herbal capsule production, that is
the drying of raw material and irradiation of product. HACCP team determines the critical limit,
monitoring procedure, corrective action, verification prosedure, and documentation procedure of
each CCP. PT LHI can implementing the right method in making traditional medicine by
implementing the HACCP Plan effectively and supported by all of stakeholder.
ii
DEVI RINA RAMADHANI. F34080116. Perancangan dan Implementasi Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) Plan Produk Herbal Capsule (Studi Kasus di PT. Liza Herbal
International, Kota Bogor). Di bawah bimbingan Dwi Setyaningsih. 2013
RINGKASAN
Besarnya peran konsumen dalam jalannya suatu usaha membuat setiap perusahaan berusaha
memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen. Perusahaan harus memastikan bahwa produk yang
dihasilkannya merupakan produk yang aman untuk dikonsumsi dan hal ini membuat banyak
perusahaan menerapkan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). PT Liza Herbal
International (LHI) merupakan salah satu produsen produk herbal yang memiliki tujuan memberikan
jaminan mutu produk melalui penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Untuk mendukung penerapan CPOTB, PT LHI lebih dulu menerapkan sistem HACCP. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk: (1) Merancang HACCP plan yang merupakan bagian dari Sistem
Manajemen HACCP produk Herbal Capsule, (2) Mengimplementasikan HACCP plan di PT. LHI
dalam memproduksi Herbal Capsule, (3) Mencapai penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik (CPOTB) melalui implementasi HACCP Plan.
Penelitian ini dilakukan di PT. Liza Herbal International yang berlokasi di Jalan Arzimar III
No. 43, Kota Bogor. Metode penelitian melalui analisa dan evaluasi Good Manufacturing Process
(GMP), analisa dan evaluasi Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP), dan pembuatan
rencana HACCP berdasarkan 12 tahap penerapan HACCP.
Sistem HACCP menekankan pentingnya penerapan Sanitation Standard Operational
Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Process (GMP) dalam membangun sistem HACCP serta
sebagai dasar agar sistem tersebut berjalan efektif. PT LHI memberlakukan Standard Opretional
Procedure (SOP) sebagai bentuk implementasi SSOP. SOP produksi dibuat pada setiap lini produksi
tetapi SOP yang dibuat masih berupa peraturan secara umum. Untuk melengkapi SOP yang sudah
dibuat, disusun SSOP yang memuat tujuan, prosedur, tindakan pengawasan dan pengendalian,
tindakan koreksi, serta rekaman yang dapat dijadikan alat dokumentasi. Kelengkapan rekaman
penerapan SSOP ini berupa beberapa formulir, lembar checklist, dan laporan ketidaksesuaian.
Penerapan GMP masih belum dipenuhi di beberapa lini produksi. Setelah pembuatan SSOP dan
formulir audit GMP, kondisi yang kurang memenuhi syarat terus diperbaiki.
Dokumen rencana HACCP (HACCP Plan) disusun berdasarkan kondisi perusahaan dan
upaya-upaya yang dilakukan untuk memenuhi jaminan keamanan produk yang tinggi. HACCP Plan
berisi kebijakan mutu produk, organisasi perusahaan, deskripsi produk, persyaratan dasar atau SOP,
bagan alir produksi, analisis bahaya, lembar kerja control measure, sistem penyimpanan catatan,
prosedur verifikasi, prosedur pengaduan konsumen, prosedur recall, dan perubahan dokumen atau
revisi. Proses produksi herbal capsule dengan brand Dr. Liza yang diproduksi PT LHI memiliki
dua titik kendali kritis/critical control point (TKK/CCP), yaitu pengeringan bahan baku dan iradiasi
yang dilakukan di BATAN.
Implementasi HACCP Plan yang efektif membutuhkan dukungan dari semua pihak di
perusahaan. Sebagai produsen obat tradisional atau herbal, PT LHI bertujuan memberikan jaminan
mutu produk dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Dengan
sistem HACCP yang telah dirancang ini, perusahaan dapat memenuhi jaminan mutu produk untuk
meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen. Untuk lebih mendukung penerapan HACCP dan
CPOTB, perbaikan sistem penunjang seperti sistem administrasi, sistem pemasaran, dan sistem
ketenagakerjaan di PT. Liza Herbal International perlu selalu diperbarui dan diperbaiki.
iii
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI HAZARD ANALYSIS CRITICAL
CONTROL POINT (HACCP) PLAN PRODUK HERBAL CAPSULE
(STUDI KASUS DI PT LIZA HERBAL INTERNATIONAL, KOTA BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DEVI RINA RAMADHANI
F34080116
iv
Judul Sripsi : Perancangan dan Implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Plan Produk Herbal Capsule (Studi Kasus di PT Liza Herbal International, Kota
Bogor)
Nama : Devi Rina Ramadhani
NIM : F34080116
Menyetujui,
Pembimbing
Mengetahui:
Ketua Departemen,
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Perancangan dan
Implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan Produk Herbal Capsule
(Studi Kasus di PT Liza Herbal International, Kota Bogor) adalah hasil karya saya sendiri dengan
arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan
tinggi manapun. Sumber infomasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir sripsi ini.
vi
Hak cipta milik Devi Rina Ramadhani, tahun 2013
Hak cipta dilindungi
vii
BIODATA PENULIS
Devi Rina Ramadhani. Lahir di Jakarta, 31 Maret 1990 dari ayah Gatot Iriadi
dan ibu Haryani, sebagai putri kedua dari empat bersaudara. Penulis
menamatkan SMA pada tahun 2008 dari SMA Negeri 39 Jakarta dan pada
tahun yang sama diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama mengikuti
perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan di
antaranya pernah menjabat sebagai staf Departemen Keuangan LDK Al-
Hurriyyah selama periode 2009 dan 2010 serta Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Teknologi Pertanian sebagai Bendahara pada periode 2009-2010 dan sebagai Sekretaris
Komisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) pada periode 2010-2011. Penulis
melaksanakan Praktik Lapang pada tahun 2011 dengan judul Studi dan Analisis Sertifikasi Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) di PT Liza Herbal International, Kota Bogor, Jawa Barat.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat karunia dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Perancangan dan Implementasi Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) Plan Produk Herbal Capsule (Studi Kasus di PT Liza Herbal
International, Kota Bogor). Shalawat serta salam senantiasa teriring kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah mendidik generasi terbaik menuju kehidupan mulia seluruh umat manusia.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si sebagai Pembimbing Akademik
2. Prof. Dr. Ing. Ir. Suprihatin dan Dr. Ir. Sapta Rahardja, DEA selaku dosen penguji pada sidang
skripsi ini, yang telah memberikan masukan bermanfaat
3. Ersi Herliana, S.TP dan seluruh karyawan PT Liza Herbal International yang telah menyediakan
semua fasilitas selama penelitian, ilmu dan pengalaman yang diberikan di lapangan
4. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Industri Pertanian.
iii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
x
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xii
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiii
vii
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1. Merancang HACCP Plan yang merupakan bagian dari Sistem Manajemen HACCP produk
Herbal Capsule.
2. Mengimplementasikan HACCP plan di PT LHI dalam memproduksi Herbal Capsule.
3. Mencapai penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) melalui
implemetasi HACCP Plan.
1
1.3 Ruang Lingkup
Penelitian ini meliputi perancangan dokumen HACCP Plan produk Herbal Capsule dan
mengimplementasikannya sebagai dasar penerapan CPOTB.
2
2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
3
perusahaan menerapkan langkah-langkah, salah satunya yakni meningkatkan ketertarikan masyarakat
terhadap herbal melalui pengadaan pameran-pameran.
4
Keterangan:
1. Halaman depan 17. Ruang sanitasi
2. Ruang tamu 18. Ruang penggilingan bahan
3. Ruang retain sample 19. Ruang penyimpanan produk antara
4. Toilet 20. Ruang pencucian bahan
5. Gudang penyimpanan produk 21. Ruang karyawan
6. Ruang bersama 22. Ruang penimbangan
7. Ruang makan 23. Ruang pengkapsulan
8. Halaman belakang 24. Ruang filling & mixing
9. Dapur 25. Ruang janitor
10. Gudang penyimpanan bahan baku 26. Lobi
11. Garasi 27. Ruang kantor
12. Mushola 28. Toilet
13. Ruang pengemasan 29. Gudang kemasan dan label
14. Ruang sealing 1 30. Ruang rapat
15. Ruang sealing 2 31. Balkon
16. Ruang pengeringan bahan 32. Balkon
Area steril
Area non-steril
PT LHI memiliki struktur organisasi perusahaan yang bertujuan mempermudah sistem kerja
di perusahaan. Struktur organisasi PT LHI ditunjukkan pada Gambar 2.
Owner
Director
Production
Staff
5
Adapun pembagian kerja pada PT LHI sebagai berikut:
1. Owner (Pemilik Perusahaan)
Pemilik perusahaan terdiri atas Presiden Komisaris dan Komisaris yang dijabat oleh para
pemegang saham. Dimana dalam menjalankan peranannya dewan komisaris berhak
mengangkat, memberhentikan, serta mengawasi kinerja direktur. Selain itu, dewan komisaris
juga bertugas mengawasi jalannya perusahaan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-
penyimpangan.
2. Director (Direktur)
Direktur memiliki tugas sebagai berikut:
a. Memimpin dan mengawasi semua kegiatan perusahaan kepada seluruh pihak yang ada
dalam perusahaan.
b. Mengarahkan visi dan misi perusahaan kepada seluruh pihak yang ada dalam
perusahaan.
c. Menetapkan peraturan-peraturan yang ada dalam perusahaan demi tercapainya tujuan
perusahaan.
3. PPIC Manager
Manajer PPIC memiliki tugas merencanakan dan mengendalikan aktivitas produksi dengan
memperhatikan keberadaan semua sumberdaya.
4. Plant Manager (Manajer Produksi)
Manajer produksi memiliki tugas sebagai berikut:
a. Mengatur dan merencanakan jadwal produksi setiap hari.
b. Memperhitungkan jumlah bahan baku yang diperlukan untuk menghasilkan jumlah
produk jadi yang telah ditetapkan (inventory control).
c. Memberitahukan dan mengarahkan teknik-teknik produksi kepada staf produksi.
5. R & D Manager (Manajer Riset dan Pengembangan)
Manajer Riset dan Pengembangan memiliki tugas sebagai berikut:
a. Meneliti dan melakukan inovasi produk.
b. Mengurus perizinan produk agar dapat dipasarkan.
c. Bertanggung jawab dlam quality control produk yakni memastikan bahwa produk yang
dihasilkan tidak mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh.
d. Mengembangkan produk-produk baru.
6. Sales & Marketing Manager (Manajer Pemasaran)
Tugas Manajer pemasaran adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pemasaran produk baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Meningkatkan volume penjualan dan melakukan promosi-promosi.
c. Mencari dan menjaga hubungan baik dengan para pelanggan.
7. HRD Manager (Manajer Personalia)
Manajer personalia bertugas mengarahkan, merekrut serta memberikan pelatihan dan
konsultasi kepada para karyawan terlebih dahulu sebelum terjun langsung bekerja.
8. Finance Manager (Manajer Keuangan)
Manajer keuangan bertugas mengatur dan bertanggung jawab atas segala pengelolaan dana
perusahaan.
Kepemimpinan pada PT LHI bersifat demokratis dalam artian pengambilan keputusanyang
terkait dengan kepentingan perusahaan dilakukan dengan musyawarah antara direktur utama bersama
seluruh staf perusahaan yang berkepentingan. Pihak manajemen juga selalu menanamkan kepada
6
karyawan rasa memiliki perusahaan sehingga diharapkan karyawan memiliki loyalitas yang tinggi
terhadap perusahaan dan pekerjaannya.
Pada umumnya setiap satu minggu sekali diadakan rapat perusahaan untuk mengevaluasi
kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. Dimana dalam rapat tersebut seluruh staf harus
memberikan laporan kepada direktur mengenai kegiatan yang telah dilakukan, pencapaian target dan
kendala yang dialami sehingga apabila terjadi masalah dapat dipecahkan bersama. Pada rapat tersebut
direktur juga selalu berusaha memotivasi dan mengingatkan visi dan misi demi tercapainya tujuan
perusahaan.
2.4 Ketenagakerjaan
PT LHI memiliki 23 orang karyawan di tingkat manajemen hingga staf. Tingkat manajemen
terdiri dari 1 direktur, 5 manajer, dan 1 supervisor. Tingkat staf terdiri dari 8 staf produksi, 2 staf sales
and marketing, 1 staf finance and accounting, 1 supir, dan 1 office girl.
Dalam perekrutan karyawan, perusahaan menetapkan kualifikasi tersendiri untuk karyawan
bagian manajemen yakni tingkat pendidikan minimal Sarjana atau S1. Namun untuk perekrutan
karyawan bagain harian dan lepas perusahaan tidak terlalu mementingkan tingkat pendidikan yang
penting memiliki semangat bekerja, kejujuran dan ketelitian.
Perusahaan juga tidak melakukan publikasi secara umum dalam perekrutan karyawan harian
dan lepas biasanya karyawan baru direkrut melalui informasi karyawan lama. Untuk menambah
wawasan mengenai herbal, perusahaan mengikutsertakan karyawan dalam pelatihan-pelatihan
khususnya karyawan bagian manajemen misalnya, seminar herbal dan perpajakan. Dimana pelatihan
tersebut dibiayai oleh perusahaan.
7
8. Daun Dewa
Komposisi serbuk daun tanaman daun dewa dengan khasiat membantu mengatasi kanker dan
tumor.
9. Sambung Nyawa
Komposisi serbuk daun tanaman sambung nyawa dengan khasiat membantu mengatasi kanker
dan tumor.
10. Plantago
Komposisi serbuk herba plantago dengan khasiat membantu mengatasi pegal linu dan nyeri
sendi.
11. Temu Putih
Komposisi serbuk rimpang temu putih dengan khasiat membantu mengatasi kanker dan tumor.
12. Curcumag
Komposisi serbuk temulawak, temu putih, dan kunyit dengan khasiat membantu memelihara
kesehatan pencernaan.
13. Lhipureceng
Komposisi serbuk akar purwoceng dengan khasiat membantu memelihara stamina pria.
14. Sidaguri
Komposisi serbuk akar sidaguri dengan khasiat mmebantu mengatasi asam urat dan reumatik.
15. Rosella
Komposisi serbuk bunga rosella dengan khasiat membantu memelihara kesehatan kulit.
16. Temulawak
Komposisi serbuk rimpang temulawak dengan khasiat membantu memelihara kesehatan hati
dan memperbaiki nafsu makan.
17. Pegagan
Komposisi serbuk herba pegagan dengan khasiat membantu melancarkan peredaran darah.
18. Lhiforcan
Komposisi Typhonium flagelliforme, Curcuma zedoaria Rhizoma, Andrographis paniculata
dengan khasiat membantu mengatasi kanker dan tumor.
19. Lhiroid
Komposisi Graptophyllum pictum Herba, Andrographidis Herba, Centella asiatica, Zingiber
purpurei Rhizoma dengan khasiat membantu meringankan wasir.
20. Pontang Hijau
Komposisi Andrographis paniculata herba, Curcuma xanthorrhiza rhizome, Tinospora crispa
stem, gynura segetum herba, Cinnamomum cortex, Foenugraeci semen, maltodekstrin
21. Prasasti 57
Komposisi Pimpinella pruatjan, Areca catechu, Piper retrofractum, Piperis nigri Fructus,
Ocimum sanctum, Bee pollen
22. Lhiforhaid
Komposisi Curcuma zedoaria Rhizome, Curcuma longa Rhizome, centella asiatica dengan
khasiat membantu melancarkan haid dan menbantu meredakan nyeri haid.
23. Lhiforslim
Komposisi Zingiber Purpurei Rhizoma, Phyllantus Acidi Folium, Camelia sinensis dengan
khasiat membantu mengurangi lemak dan membantu menurunkah berat badan.
24. Lhiforvit
Komposisi Pimpinella pruatjan Cortex, Areca catechu, Piper retrofractum, Piperis nigri
Fructus, Ocimum sanctum, Bee pollen dengan khasiat membantu memelihara kesehatan pria.
8
25. Lhituber
Komposisi Andrographis paniculata herba, centella asiatica, Gynura segetum dengan khasiat
membantu memelihara kesehatan pernafasan.
26. Lhiformag
Komposisi Curcuma xanthorriza, Curcuma longa Rhizoma, Curcuma zedoaria Rhizoma
27. Rebozome
Komposisi Typhonium flagelliforme, Curcuma zedoaria Rhizoma, Andrographis paniculata
28. Lhifemine
Komposisi Centella asiatica, Ocimum sanctum, Piper betle, Kaempferia galanga
29. Lhiforgin
Komposisi Orthosiphonis Folium, Centella asiatica, Andrographis paniculata herba, Alii
sativi Bulbus, Apii herba, Bee Pollen dengan khasiat membantu meluruhkan batu oksalat ginjal
dan saluran kemih.
30. Lhitension
Komposisi Alil sativi Bulbus, Apii herba, Bee pollen
31. Lhiforric
Komposisi Sida rhombifoli Radix, Apii herba, Bee Pollen
32. Lhifresh
Komposisi Elephantophus scaber Folia, Bee pollen
33. Ekstrak Bangle
Komposisi Zingiber purpurei Rhizome
34. Ekstrak Cellery
Komposisi Apium Graveolens Linn
35. Ekstrak Pegagan
Komposisi Centella asiatica
36. Estrak Temu Putih
Komposisi Curcuma zedoari Rhizoma Extract
37. Ekstark Sambiloto
Komposisi Andrographis paniculata
38. Ekstrak Sidaguri
Komposisi Sidarhombifoli Radix Extract
39. Ekstrak Lhirapet
Komposisi Carica papaya extract, Piper betle extract, Parameriae extract
40. My Sirsak
Komposisi daun sirsak
2. Herbal Tea
Produk Herbal Tea terdiri atas teh seduh dan teh celup. Produk teh seduh terdiri atas beberapa
jenis, yaitu:
1. Mahkota Dewa Green Tea
2. Kemangi Green Tea
3. Ceremai Green Tea
4. Bilimbi Green Tea
5. Salam Green Tea
6. Bangle Green Tea
7. Seledri Green Tea
9
8. Ginger Green Tea
9. Green Tea Centella Plus
10. Kayu Manis Green Tea
11. Rosella Tea
12. Dewa Green Tea
13. Centella Kayu Manis Green Tea
Sedangkan produk teh celup terdiri atas:
1. Rosella Celup
2. Centella Celup
3. Salam Celup
4. Ceremai Celup
5. Bangle Celup
6. Cellery Celup
7. Bilimbi Celup
10
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Herbal
Tanaman obat atau biofarmaka adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman atau
eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Tanaman obat pada
umumnya memiliki bagian-bagian tertentu yang digunakan sebagai obat yaitu akar, rimpang, umbi,
bunga, buah, biji, kayu, kulit kayu, batang, daun, dan seluruh tanaman (herba). Salah satu prinsip kerja
obat tradisional adalah reaksinya yang lambat namun bersifat konstruktif, tidak seperti obat kimia
yang dapat langsung bereaksi tetapi bersifat destruktif (merusak). Hal ini karena obat tradisional
bukan senyawa aktif. Obat tradisional berasal dari bagian tanaman obat yang diiris, dikeringkan, dan
dihancurkan. Jika ingin mendapatkan senyawa yang dapat digunakan secara aman, tanaman obat harus
melalui proses ekstraksi, kemudian dipisahkan, dimurnikan secara fisik dan kimiawi (Herdiani, 2012).
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan tanaman, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian atau gelenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
(Perka BPOM RI HK.03.1.23.06.11.5629, 2011).
Obat tradisional atau herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia.
Negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat tradisional atau herbal sebagai
pelengkap pengobatan primer. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi penduduk
menggunakan obat herbal sebagai pengobatan primer (WHO, 2003).
Menurut Herdiani (2012), obat tradisional memiliki keunggulan sebagai berikut:
1. Jika penggunaannya benar, obat tradisional tidak memiliki afek samping atau jika ada efek
samping relatif kecil.
2. Sangat efektif untuk penyakit yang sulit disembuhkan dengan obat kimia.
3. Harganya relatif murah.
4. Jika hasil diagnosis sudah jelas, pengobatan dan perawatan umumnya dapat dilakukan oleh
anggota keluarga sendiri tanpa bantuan medis atau laboratoriumnya.
5. Merupakan gabungan seluruh bahan aktif yang terdapat pada satu atau beberapa tanaman obat.
6. Efeknya lambat, tetapi bersifat stimulan dan konstruktif.
Sedangkan kelemahan obat tradisional adalah:
1. Efek farmakologisnya lemah.
2. Bahan baku obat belum standar.
3. Bersifat higroskopis. Zat yang sangat higroskopis akan larut dalam molekul-molekul air yang
diserapnya sehingga mudah rusak.
4. Umumnya, pengujian bahan-bahan pengobatan tradisional belum sampai pada tahap uji klinis.
5. Mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No.00.05.4.2411 Tahun 2004, Obat Bahan
Alam Indonesia berdasarkan cara pebuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiatnya dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Jamu, yang merupakan obat tradisional warisan nenek moyang,
2. Obat herbal terstandar, yang dikembangkan berdasarkan bukti-bukti ilmiah dan uji pra klinis
serta standardisasi bahan baku, dan
3. Fitofarmaka, yang dikembangkan berdasarkan uji klinis, standardisasi bahan baku dan sudah bisa
diresepkan dokter.
11
3.2 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
HACCP merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mencegah terjadinya masalah kualitas
produk makanan baik yang disebabkan oleh faktor biologi, kima maupun fisis (food safety problem).
Identifikasi sumber masalah dilakukan sejak datangnya bahan baku, proses produksi dilakukan sampai
dengan produk jadi yang siap didistribusikan. HACCP akan dapat mengidentifikasi critical control
points (CCPs) dalam sistem produksi yang potensial dapat menurunkan mutu produk. Titik-titik kritis
ini harus dikontrol secara ketat untuk menjamin mutu produk dan menjaga kadar kontaminan tidak
melebihi critical limit (Prasetyono, 2000).
Menurut Winarno dan Surono (2002), tahapan penerapan sistem HACCP sehingga sampai
menjadi acuan utama industri pangan dunia adalah sebagai berikut:
1955: HACCP pertama kali dikembangkan oleh Pillsbury untuk makanan astronot.
1971: konsep HACCP pertama kali dipaparkan kepada masyarakat di Amerika Serikat dalam suatu
Konferensi Nasional Keamanan Pangan.
1972: Pillsbury mendapatkan kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP ke DEA.
1973: Dokumen lengkap tentang HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury, diadopsi oleh
industri makanan kaleng berasam rendah.
1985: NAS (National Academy of Sciences) merekomendasikan HACCP karena lebh memberikan
jaminan keamanan pangan jika dibandingkan dengan sistem keamanan produk akhir.
1989: NAS membentuk National Advisory Committee on Microbiological Criteria of Foods
(NACMCF) yang kemudian mengeluarkan 7 prinsip HACCP.
1991: Konsep bahaya biologis, kimia, dan fisik.
1993: Codex Guidelines for Application of the HACCP System diadopsi oleh FAO/WHO Codex
Alimentarius Commission, mencakup sistem HACCP.
1997: Codex Guidelines for Application of the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
System direvisi dengan judul Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines
for its Application.
1998: Indonesia mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines
for its Application menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-1998).
HACCP merupakan suatu sistem yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya tertentu dan
tindakan pencegahan yang perlu dilakukan untuk pengendaliannya. Sistem ini terdiri dari tujuh
prinsip, yaitu:
Prinsip 1: Melakukan analisa bahaya
Identifikasi bahaya mempelajari jenis-jenis mikroorganisme, bahan kimia, dan benda asing
terkait yang harus didefinisikan. Untuk dapat melakukan ini, tim harus memeriksa karakteristik
produk serta bahaya yang akan timbul waktu dikonsumsi oleh konsumen. Terdapat tiga bahaya yang
dapat menyebabkan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi, yaitu bahaya fisik, kimia, dan
biologi (Sudamaji, 2005).
Prinsip 2: Menentukan Titik Kendali Kritis (CCP)
Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu CCP pada saat
pengendalian dilakukan. Penentuan CCP pada setiap sistem HACCP dapat dibantu dengan
menggunakan pohon keputusan, yang menyatakann pendekatan pemikiran yang logis. Penerapan
pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan,
pengolahan, penyimpanan, distribusi, atau lainnya (BSN, 2011).
Prinsip 3: Menetapkan batas kritis
Batas-batas kritis harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap
TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus.
12
Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat
kelembaban, pH, Aw, keberadaam klorin, dan parameter-parameter sensori seperti kenampakan visual
dan tekstur (BSN, 2011).
Prinsip 4: Menetapkan sistem untuk memantau Titik Kendali Kritis (CCP)
Menurut Winarno dan Surono (2002), pemantauan batas kritis ditujukan untuk memeriksa
apakah prosedur pengolahan atau penanganan pada CCP terkendali, efektif, dan terencana untuk
mempertahankan keamanan produk. monitoring dapat dilakukan dengan cara observasi atau dengan
pengukuran pada contoh yang diambil berdasarkan statistik pengambilan contoh. Terdapat lima cara
pemantauan CCP, yaitu observasi visual, evaluasi sensori, pengujian fisik, pengujian kimia, dan
pengujian mikrobiologi.
Prinsip 5: Menetapkan tindakan perbaikan untuk dilakukan jika hasil pemantauan
menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali
Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP dalam sistem
HACCP agar penyimpangan yang terjadi dapat ditangani. Semua tindakan perbaikan harus
memastikan bahwa CCP telah berada di bawah kendali. Setiap tindakan harus mencakup disposisi
yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus
didokumetasikan dalam catatan HACCP (BSN, 2011).
Prinsip 6: Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja
secara efektif
Metode audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara
acak dan analisa, dapat digunakan untuk menentukan keefektifan sistem HACCP. Frekuensi
verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif (BSN,
2011).
Prinsip 7: Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya
Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat sangat penting dalam penerapan sistem
HACCP. Setiap prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup
memadai sesuai sifat dan besarnya operasi (BSN, 2011).
Codex Alimentarius Commision pada tahun 1993 mengadopsi sistem HACCP yang kemudian
disempurnakan pada tahun 1996, telah memberikan pedoman implementasi HACCP dengan membagi
langkah-langkah penerapan secara sistematis menjadi 12 langkah, yang terdiri dari 5 langkah awal
persiapan dan diikuti dengan 7 langkah berikutnya yang merupakan 7 prinsip HACCP. Kedua belas
langkah tersebut digambarkan sebagai suatu alur tahap penerapan HACCP. Diagram alur tahapan
penerapan HACCP dapat dilihat pada Lampiran 1.
13
4. METODOLOGI PENELITIAN
4.2 Metode
1. Analisa dan Evaluasi Penerapan GMP
Analisa dilakukan melalui obeservasi penerapan GMP dan terhadap data yang diperoleh di
lapangan melalui formulir audit GMP seperti pada Lampiran 3. Tingkat keparahan penerapan GMP
dapat ditentukan dengan melihat hasil perhitungan nilai setiap aspek dan menghitung jumlahnya
dengan perhitungan seperti pada Lampiran 3. Kemudian hasil analisa dibandingkan dengan standar
GMP menurut SK MENKES No.23/MENKES/I/1978 dan dilakukan evaluasi. Aspek GMP yang
dianalisa adalah:
1. Lokasi
2. Bangunan
3. Alat dan perlengkapan produksi
4. Fasilitas sanitasi
5. Bahan yang digunakan
6. Higiene karyawan
7. Pengendalian proses produksi
8. Produk akhir
9. Kemasan dan wadah
10. Pelabelan
11. Penyimpanan bahan
12. Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi
13. Transportasi
14. Keterangan produk
15. Laboratorium
14
3. Membuatan Rencana HACCP
Rencana HACCP PT LHI dibuat berdasarkan SNI CAC/RCP 1:2011 dengan tahapan seperti
pada Lampiran 1. Metode yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Membuat Deskripsi Produk
Deskripsi produk dilakukan dengan mengidentifikasi informasi yang akan berkaitan dengan
sistem HACCP.
b. Mengidentifikasi Tujuan Penggunaan
Identifikasi tujuan penggunaan dilakukan dengan mengidentifikasi kegunaan yang diharapkan
dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen.
c. Menyusun Diagram Alir
Penyusunan diagram alir dilakukan dengan membuat seluruh tahapan proses mengenai:
Rincian seluruh kegiatan proses produksi
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi
Keluaran dari proses produksi
d. Memverifikasi Diagram Alir
Verifikasi dilakukan melalui pengamatan aliran proses, wawancara, dan pengambilan contoh.
e. Menganalisa bahaya
Analisa bahaya dilakukan dengan:
Mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan bahan dan proses.
Mengidentifikasi dan menganalisa setiap bahaya potensial.
Mengidentifikasi tindakan pencegahan yang mungkin dapat mengendalikan bahaya-bahaya
potensial.
f. Menetapkan CCP
Penetapan CCP dilakukan pada bahan dan proses produksi herbal capsule dengan
menggunakan decision tree seperti pada Lampiran 2.
g. Menetapkan Batas Kritis
Batas kritis masing-masing CCP ditentukan dengan melihat referensi di antaranya:
Hasil penelitian dari dalam perusahaan atau perusahaan lain
Standar: SNI, ISO, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, dan lain-lain
Data dari literatur
Saran dari para pakar
h. Menetapkan Prosedur Monitoring
Prosedur monitoring ditentukan dengan menjawab pertanyaan apa, bagaimana, kapan, dan
siapa mengenai evaluasi penerapan sistem HACCP.
i. Menetapkan Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi ditetapkan dengan mengidentifikasi prosedur yang dapat mengatasi
penyimpangan jika terjadi dan menjamin bahwa CCP telah berada di bawah kendali.
j. Menetapkan Prosedur Verifikasi
Prosedur verifikasi ditetapkan dengan menentukan prosedur untuk mengidentifikasi
pelaksanaan keefektifan sistem HACCP.
k. Menetapkan Prosedur Pencatatan
Prosedur pencatatan dilakukan dengan menetapkan dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan sistem HACCP dan menetapkan cara pendokumentasiannya.
15
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Sasaran GMP Kondisi di Lapangan Evaluasi
Fasilitas sanitasi Toilet cukup untuk karyawan dan Pintu toilet selalu ditutup
dilengkapi dengan wastafel, sabun cuci
tangan, dan air bersih
Toilet selalu dalam keadaan bersih dan
tidak ada genangan air
Pintu toilet tidak selalu ditutup
Alat produksi Peralatan terbuat dari bahan yang tidak Pemantauan rutin kondisi
korosif dan aman untuk bahan peralatan dari supervisor
Peralatan dibersihkan sesuai dengan produksi
SOP
Bahan dan Bahan-bahan yang digunakan tidak Uji mikrobiologi dan uji standar
penyimpanan membahayakan mutu lainnya pada bahan baku
bahan Bahan baku diuji mikrobiologi setiap dilakukan lebih intensif setiap
dua bulan batch bahan yang diterima dan
Bahan baku disimpan di ruang terbuka setiap produk antara yang akan
digunakan
Pengawasan dan perawatan
kondisi bahan dan ruang
penyimpanan bahan harus lebih
intensif
Higiene Karyawan mematuhi SOP saat bekerja Pemeriksaan kondisi kesehatan
karyawan Tidak ada pemeriksaan kondisi pekerja secara rutin
kesehatan pekerja secara rutin
17
Sasaran GMP Kondisi di Lapangan Evaluasi
Laboratorium Tidak ada laboratorium Untuk uji pada bahan dan
Berbagai kegiatan uji pada bahan dan produk yang sederhana
produk dilakukan di laboratorium sebaiknya dapat dilakukan di
pengujian yang terakreditasi KAN dalam perusahaan
1. Lokasi
Lokasi yang sesuai dengan GMP adalah lokasi yang bebas atau jauh dari daerah pembuangan
kotoran atau sampah, rawa, perusahaan lain, rumah atau tempat tinggal, tempat yang kurang baik
sistem pembuangan airnya, dan lain-lain. Lokasi PT LHI berada di sekitar tempat tinggal warga, tetapi
lingkungan di sekitar perusahaan terjaga kebersihannya dari keberadaan kotoran atau sampah. Namun
pengawasan terhadap kondisi kebersihan lingkungan tetaap harus diperhatikan agar kemungkinan
kontaminasi dari lingkungan dapat dicegah. Sisa bahan atau limbah produksi yang dibuang,
dikumpulkan di satu tempat dan diangkut oleh petugas kebersihan setiap hari sehingga tidak ada
sampah pabrik yang menumpuk. Keberadaan pekerja yang khusus menjaga kebersihan bangunan
perusahaan dan lingkungannya juga mendukung kondisi kebersihan lokasi.
2. Bangunan
Bangunan yang sesuai adalah bangunan yang memenuhi syarat teknik dan higiene yang mudah
dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi, dan mudah dipelihara, desain dan tata letak diatur
sesuai dengan urutan proses produksi, serta ventilasi dan pengatur suhu baik. Di PT LHI, bangunan
khususnya ruang produksi dirancang sesuai dengan urutan proses produksi. Lantai bangunan tidak
licin, mudah dibersihkan, dan sekat antar-ruang menggunakan kaca sehingga mudah dibersihkan dan
mudah terlihat apabila terdapat kotoran. Pengaturan suhu di ruang produksi masih perlu perbaikan
karena tidak di setiap ruang terdapat AC (Air Conditioner) sedangkan setiap bagian ruang produksi
seharusnya selalu dalam kondisi tertutup.
3. Alat dan perlengkapan produksi
Alat dan perlengkapan produksi di PT LHI menggunakan bahan yang tidak membahayakan
bahan yang diolah. Setiap pekerja juga harus membersihkan alat dan perlengkapan setiap selesai
digunakan atau setiap akan mengganti dengan bahan yang lain. Sehingga alat dan perlengkapan
produksi selalu dalam kondisi bersih dan dapat mencegah kontaminasi silang dari peralatan ke bahan.
4. Fasilitas sanitasi
Fasilitas sanitasi untuk pekerja di PT LHI cukup tersedia meliputi toilet dan wastafel. Wastefel
untuk karyawan produksi tersedia di di ruang produksi agar karyawan produksi dapat mencuci tangan
setiap sebelum dan setelah bekerja. Toilet dalam keadaan terawat dan terjaga kebersihannya, tersedia
sabun cuci tangan, dan setiap karyawan yang menggunakan toilet harus mencuci tangan setelah
menggunakan toilet. Namun pintu toilet tidak selalu ditutup kembali setelah digunakan. Seharusnya
pintu toilet selalu tertutup untuk mencegah kontaminasi dari dalam toilet.
5. Bahan yang digunakan
Bahan mentah yang digunakan di PT LHI selalu diuji mikrobiologi secara berkala minimal
setiap dua bulan. Hasil uji mikrobiologi sejauh ini tidak menunjukkan adanya bahaya yang signifikan
terhadap bahan mentah. Bahan pembantu seperti botol dan plastik memiliki COA (certificate of
analysis) dari pemasok.
6. Higiene karyawan
Semua peraturan tentang kebersihan karyawan PT LHI telah diatur dalam SOP (Standard
Operational Procedure) dan telah dilaksanakan oleh karyawan dengan baik. Setiap akan memulai
bekerja, karyawan diharuskan mencuci tangan dangan sabun dan air bersih, menggunakan pakaian
18
kerja, masker, sarung tangan, penutup kepala, dan alas kaki kerja. Sebaiknya kondisi higiene
karyawan tetap dipantau oleh bagian quality control karena kemungkinan kontaminasi dari pekerja
dapat terjadi sewaktu-waktu saat pekerja dalam kondisi lalai untuk mematuhi SOP.
7. Pengendalian proses pengolahan
Bahan mentah yang digunakan di PT LHI selalu diuji mikrobiologi secara berkala. Setiap
produk yang dihasilkan diberi keterangan produk di antaranya aturan pemakaian, komposisi, dan cara
penyimpanan. Sejak disusun rencana HACCP, evaluasi terhadap pelaksanaan SOP dilakukan secara
berkala. Pencatatan mengenai proses produksi terdapat dalam berita acara proses produksi.
8. Produk akhir
Produk herbal capsule diuji secara berkala meliputi uji proksimat, mikrobiologi, dan kimia.
Setiap produk yang dihasilkan memiliki retain sample (produk yang ditahan) untuk keperluan quality
control. Produk-produk PT LHI sudah terdaftar dalam produk Halal MUI dan BPOM TR.
9. Kemasan dan wadah
Herbal capsule dikemas dengan botol HDPE yang memiliki COA dari pihak pemasok
sehingga keamanan bahan botol yang digunakan lebih terjamin keamanannya. Selain adanya COA
dari pemasok, kontaminasi silang dari tempat penyimpanan juga dicegah dengan menjaga kondisi
kemasan dan kebersihan gudang penyimpanan.
10. Pelabelan
Ketentuan mengenai pelabelan ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999
tentang label dan iklan pangan yaitu sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai nama produk,
komposisi, berat bersih, nama dan alamat produsen, dan tanggal kadaluarsa. Persyaratan minimal ini
telah tercantum dalam label semua produk yang dihasilkan PT LHI. Keterangan produk yang perlu
diketahui oleh konsumen tercantum dalam kemasan sehingga konsumen dapat mengonsumsi produk
sesuai dengan tujuan penggunaannya.
11. Penyimpanan bahan
Penyimpanan bahan baku, bahan pengemas dan produk herbal capsule selalu dalam kondisi
terpisah. Bahan mentah ditempatkan dekat dengan ruang produksi untuk memudahkan proses
produksi dan meminimasi kontaminasi silang dari tempat, alat pengangkutan, dan pekerja ke bahan
serta digunakan dengan sistem FIFO (first in first out). Bahan tambahan dan bahan pembantu
disimpan dalam gudang penyimpanan yang terpisah dari bahan. Gudang produk jadi disusun rapi dan
dikeluarkan dengan sistem FIFO (first in first out).
12. Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi
Setiap karyawan di PT LHI diharuskan memelihara ruang produksi dan peralatan di dalamnya.
Setiap akan memulai bekerja dan setelah bekerja, setiap karyawan membersihkan ruangan dari
kotoran. Peralatan yang digunakan juga dibersihkan dengan alkohol 70% setiap akan memulai kerja,
setiap mengganti dengan bahan lain, dan selesai menggunakan peralatan.
13. Transportasi
Transportasi dilakukan dengan menggunakan mobil tertutup. Produk disusun dengan rapi
dalam kardus (karton) untuk mencegah kerusakan produk dari goncangan selama proses transportasi
dan ditutup rapat untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan luar selama transportasi.
14. Keterangan produk
Keterangan produk harus jelas dan lengkap, mencakup cara penggunaan, penyimpanan dan
pengolahan, identifikasi lot pada setiap wadah. Setiap kemasan produk herbal capsule dicantumkan
cara penggunaan atau cara penyajian, cara penyimpanan yang berkaitan dengan kondisi ruang dan
cahaya matahari langsung, komposisi, nomor batch untuk mempermudah identifikasi, serta kegunaan
dan kontraindikasi produk.
19
15. Laboratorium
PT LHI belum dilengkai dengan laboratorium tetapi setiap bahan dan produk selalu diuji
berkala di laboratorium pengujian produk yang memenuhi standar di luar perusahaan. Sehingga hasil
uji bahan dan produk tetap dapat dipertanggungjawabkan.
20
1. Keamanan air
Air yang digunakan untuk keperluan produksi berasal dari air PDAM. Setiap penggunaannya,
air selalu dalam kondisi mengalir untuk mencegah kontaminasi dari bahan sebelumnya. Sebelum
digunakan, air diuji secara visual yaitu warna, bau, dan kekeruhan. Air hanya digunakan jika aspek-
aspek tersebut dalam kondisi netral.
2. Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan
Peralatan yang akan digunakan untuk produksi selalu dibersihkan dengan alkohol 70% oleh
pekerja. Setiap akan mengganti dengan bahan lain, peralatan juga selalu dibersihkan terutama jika
bahan yang digunakan berbeda warna. Peralatan yang telah selesai digunakan harus dibersihkan dari
sisa bahan dan kotoran.
3. Pencegahan kontaminasi silang
Kontaminasi yang paling potensial bersumber dari pekerja. Oleh karena itu setiap pekerja
diharuskan menggunakan perlengkapan kerja yaitu pakaian kerja, masker, sarung tangan, penutup
kepala, dan alas kaki kerja. Setiap pekerja juga harus mencuci tangan sebelum bekerja dan setiap
selesai menggunakan toilet. Kontaminasi silang dari peralatan dicegah dengan membersihkan
peralatan dengan alkohol 70%. Kontaminasi silang dari tempat produksi dicegah dengan selalu
menjaga ruang produksi dalam kondisi bersih.
4. Fasilitas sanitasi
Fasilitas sanitasi cukup tersedia di PT LHI. Toilet tersedia dengan air bersih yang mengalir,
sabun cuci tangan, wastafel, dan tidak ada air yang menggenang. Wastafel untuk staf produksi juga
tersedia di ruang ganti karyawan. Peralatan sanitasi tersedia lengkap untuk keperluan sanitasi.
5. Perlindungan bahan dari kontak dengan komponen toksik
Tempat penyimpanan komponen toksik seperti pembersih ruangan selalu dipisahkan dari
bahan baku, bahan pembantu, dan produk jadi. Setiap selesai digunakan, pembersih ruangan selalu
ditempatkan di tempat penyimpanan peralatan dan bahan pembersih. Tempat penyimpanan bahan dan
komponen toksik ditempatkan berjauhan.
6. Pelabelan dan penyimpanan komponen toksik
Dalam keperluan produksi, komponen yang berpotensi toksik hanya alkohol 70% yang
digunakan untuk sanitasi peralatan dan cairan pembersih ruangan. Bahan-bahan ini diberi label dan
disimpan di tempat yang berjauhan dari bahan baku, bahan tambahan, dan produk. Setiap selesai
digunakan, bahan-bahan ini langsung disimpan di tempat penyimpanan seharusnya.
7. Kesehatan pekerja
Kondisi ruang produksi yang belum dilengkapi AC (Air Conditioner) di setiap bagian
ruangannya dan sirkulasi udara yang kurang baik karena tidak terdapat ventilasi, mengurangi
kenyamanan bekerja para pekerja. Untuk antisipasi kecelakaan kecil saat bekerja, tersedia
perlengkapan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Seluruh karyawan mendapatkan asuransi
dari Jamsostek untuk jaminan kesehatan.
8. Pencegahan hama pabrik
Pencegahan hama pabrik dilakukan dengan kegiatan membersihkan pabrik secara bersama-
sama oleh seluruh staf produksi sebanyak satu kali setiap pekan. Selain kegiatan rutin tersebut, setiap
pekerja juga diharuskan membersihkan ruang produksi sebelum dan setelah bekerja.
21
5.2 Perancangan HACCP Plan
22
Tabel 4. Deskripsi produk Herbal Capsule
Spesifikasi Keterangan
Brand Dr. Liza
Nama dagang Garlic, Bee Pollen, Cellery, Mahkota Dewa, Bangle,
Sambiloto, Kumis Kucing, Daun Dewa, Sambung Nyawa,
Plantago, Temu Putih, Curcumag, Lhipureceng, Sidaguri,
Rosella, Temulawak, Pegagan, Lhiforcan, Lhiroid,
Pontang Hijau, Prasasti 57, Lhiforhaid, Lhiforslim,
Lhiforvit, Lhituber, Lhiformag, Rebozome, Lhifemine,
Lhiforgin, Lhitension, Lhiforric, Lhifresh, Ekstrak Bangle,
Ekstrak Cellery, Ekstrak Pegagan, Ekstrak Temuputih,
Ekstrak Sambiloto, Ekstrak Sidaguri, Ekstrak Lhirapet, My
Sirsak
Surat izin usaha No. 517/16/PR/DIPERINDAGKOP
Komposisi produk Serbuk simplisia tanaman herbal (daun, akar, rimpang,
buah, bunga)
Cara penyiapan dan penyajian Langsung konsumsi
Kemasan primer Cangkang kapsul
Kemasan sekunder Botol plastik HDPE (High Density Polyethylene)
Masa kadaluarsa 1,5 sampai dengan 2 tahun
Aturan pakai 2 x 1 hari sesudah makan
Pelabelan Label pada botol menyantumkan merek, tempat produksi,
sertifikasi yang telah diperoleh, cara penyimpanan, aturan
pakai, no. batch, tanggal kadaluarsa, komposisi,
khasiat/kegunaan, isi kapsul dalam botol
Cara Penyimpanan Simpan di tempat kering dan terhindar dari cahaya
matahari langsung
Sasaran konsumen Umum
Cara distribusi Distribusi menggunakan kendaraan tertutup dengan
produk berada di dalam kardus.
Saran transportasi Penanganan yang baik terhadap produk berkenaan dengan
suhu dan sinar matahari langsung
23
5.2.4 Pembuatan Diagram Alir
Membuat diagram alir sangat penting karena merupakan langkah dasar dari tahap analisa
bahaya. Oleh sebab itu, diagram alir harus benar-benar menggambarkan keadaan proses yang
sesungguhnya. Proses produksi yang dibuat merupakan proses produksi untuk bahan baku basah
(bahan dari pemasok masih segar) sehingga masih melalui proses sortasi sampai pengeringan.
Sedangkan untuk bahan kering (bahan dari pemasok dalam kondisi sudah dikeringkan), diproses
sesuai dengan jenis bahan.
24
Jenis Bahan Baku Kondisi Proses (sortasi-penggilingan)
Pinang Kering Sortasi, pencucian, pengeringan, penggilingan
Cabe jawa Kering Sortasi, pencucian, pengeringan, penggilingan
Lada hitam Kering Sortasi, pengeringan, penggilingan
Kemangi Kering Sortasi, pengeringan, penggilingan
Daun ceremai Kering Sortasi, pengeringan, penggilingan
Daun ceremai Segar Sortasi, pencucian, pengirisan, pengeringan, penggilingan
Daun teh Kering Sortasi, pengeringan, penggilingan
Sirih Kering Sortasi, pengeringan, penggilingan
Kencur Kering Sortasi, pencucian, pengeringan, penggilingan
Sirih merah Kering Sortasi, pengeringan, penggilingan
Tapak liman Kering Sortasi, pengeringan, penggilingan
Daun Sirsak Kering Sortasi, pengeringan, penggilingan
Ekstrak bangle Ekstrak kering
Ekstrak seledri Ekstrak kering
Ekstrak pegagan Ekstrak kering
Ekstrak temu putih Ekstrak kering
Ekstrak sambiloto Ekstrak kering
Ekstrak sidaguri Ekstrak kering
Ekstrak pepaya Ekstrak kering
Ekstrak sirih Ekstrak kering
Ekstrak kayu rapet Ekstrak kering
Berdasarkan perbedaan tahapan proses pada setiap jenis bahan baku, diagram alir pembuatan
herbal capsule juga dibuat menjadi beberapa diagram alir. Diagram alir dibagi menjadi empat bagian
yaitu diagram alir untuk bahan baku segar, diagram alir untuk bahan baku kering berupa daun,
diagram alir untuk bahan baku kering berupa rimpang, akar, buah, dan kayu, serta diagram alir untuk
ekstrak kering. Diagram alir masing-masing jenis bahan secara berurutan dapat dilihat pada Gambar 3,
Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6.
25
Bahan baku segar
Pencucian
Air bersih (dua tahap) Air bekas pencucian
Pengirisan
Pengeringan
(60-70oC, 8 jam) Uap air
Penggilingan
(80 mesh)
Penyimpanan
produk antara
Herbal Capsule
Iradiasi BATAN
(9-10 kGy, 4 jam)
Penyimpanan
produk
Gambar 3. Diagram alir pembuatan Herbal Capsule dengan bahan baku segar
26
Bahan baku daun kering
Pengeringan
Uap air
(40-60oC, 6-8 jam)
Penggilingan
(80 mesh)
Penyimpanan
produk antara
Herbal Capsule
Iradiasi BATAN
(9-10 kGy, 4 jam)
Penyimpanan
produk
Gambar 4. Diagram alir pembuatan Herbal Capsule dengan bahan baku daun kering
27
Bahan baku akar, rimpang,
kayu, buah kering
Pencucian
Air bersih Air bekas pencucian
(dua tahap)
Penggilingan
(80 mesh)
Penyimpanan
produk antara
Herbal Capsule
Iradiasi BATAN
(9-10 kGy, 4 jam)
Penyimpanan
produk
Gambar 5. Diagram alir pembuatan Herbal Capsule dengan bahan baku rimpang, akar, kayu, buah kering
28
Bahan baku ekstrak
kering
Herbal Capsule
Iradiasi BATAN
(9-10 kGy, 4 jam)
Penyimpanan
produk
Gambar 6. Diagram alir pembuatan Herbal Capsule dengan bahan baku ekstrak kering
29
Deskripsi diagram alir pembuatan herbal capsul setelah tahap verifikasi sebagai berikut:
1. Bahan baku
Bahan baku yang diterima oleh PT LHI terdiri atas bahan segar, bahan yang sudah
dikeringkan dan bentuk ekstrak. Dalam menerima pasokan bahan, PT LHI menetapkan kriteria bahan
kepada para pemasok bahan. Kriteria untuk bahan segar adalah bagian tanaman, warna dan umur
tanaman. Untuk bahan kering, sebelum dikirim bahan harus melalui proses yang diminta yaitu sortasi,
pencucian, pengirisan, dan pengeringan. Untuk bentuk ekstrak, pemasok memberikan COA
(Certificate of Analysis). Saat penerimaan bahan, dilakukan pemeriksaan visual pada bahan dan
pemastian bobot bahan yang diterima. Jika kondisi bahan tidak baik seperti terdapat daun yang tidak
segar atau menguning dan pada bahan kering banyak yang sudah hancur, maka bahan akan
dikembalikan ke pemasok untuk ditukar dengan bahan yang sesuai pemesanan. Jika bobot bahan yang
diterima kurang dari bobot yang seharusnya, maka perusahaan meminta pengiriman bahan tambahan
sebesar bobot yang kurang.
2. Sortasi
Tujuan sortasi adalah untuk memilih bahan baku dengan kualitas yang diinginkan. Sortasi
bahan baku segar dilakukan secara manual dengan memisahkan antara bahan baku yang baik dengan
bahan baku yang cacat atau busuk dan dari kotoran yang terdapat pada bahan saat diterima dari
pemasok. Sortasi bahan baku kering dilakukan dengan memisahkan bahan dengan kotoran yang ada
pada bahan dan menyortir bahan dari bagian tanaman lain yang terbawa dari pemasok seperti pada
buah mahkota dewa disortir dari biji yang masih menempel pada buah. Untuk bahan dalam bentuk
ekstrak tidak dilakukan sortasi karena bahan sudah dalam bentuk ekstrak dan cara pengemasan dari
pemasok sangat diperhatikan untuk mencegah kontaminasi pada ekstrak.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa bahan yang tidak diinginkan dan kotoran
berupa tanah dan debu yang menempel selama proses pemotongan, sortasi, atau atau penyimpanan.
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih yang bersumber dari air PDAM yang mengalir.
Pencucian dilakukan dengan dua tahap, yaitu untuk membersihkan dari sisa-sisa kotoran pada bahan
dan untuk membilas agar bahan lebih bersih. Bahan yang melalui tahap pencucian adalah bahan segar
dan bahan kering barupa rimpang dan akar. Bahan kering berupa rimpang dan akar yang telah melalui
tahap pencucian di pemasok harus dicuci ulang karena selama transportasi terdapat kemungkinan
pertumbuhan kapang dan kontaminasi silang dari sarana transportasi seperti kotoran dan debu.
4. Pengirisan
Proses pengirisan dilakukan secara manual yakni menggunakan pisau yang tajam. Bahan yang
melalui proses pengirisan hanya bahan baku segar. Setelah bahan baku selesai diiris lalu disimpan
dalam baskom besar yang berlubang-lubang agar air yang tertinggal bisa dipisahkan. Sebelum melalui
proses pengeringan bahan baku yang telah diiris tersebut ditiriskan terlebih dahulu gunanya untuk
mempercepat proses pengeringan.
5. Pengeringan
Pengeringan memiliki beberapa tujuan, yaitu mengurangi kadar air, mempertahankan daya
fisiologis bahan, mengawetkan produk, dan mempertahankan kualitas produk. Selain itu, pengeringan
juga dapat mempermudah pengangkutan produk karena lebih ringan. Metode pengeringan bahan baku
yang dilakukan PT LHI menggunakan alat, yakni oven tipe rak. Cara kerja alat ini menggunakan
hembusan angin panas yang berasal dari sumber panas bertenaga gas. Lamanya waktu pengeringan
untuk suhu 40-70oC biasanya adalah 8 jam, tergantung pada bahan yang dikeringkan, dengan
kapasitas maksimum 15 kg. Bahan baku yang sudah dikeringkan nantinya akan berupa herbal kering.
30
Bahan baku yang dipasok dalam bentuk kering juga melalui proses pengeringan kembali karena
sebelumnya melaui proses pencucian ulang.
6. Penggilingan
Penggilingan dilakukan dengan tujuan menghancurkan herbal kering hingga menjadi serbuk.
Proses penggilingan dilakukan dengan mesin discmill. Discmill berbahan baja putih pada piringan
penggilingnya sehingga tidak terjadi korosi pada alat dan tidak mengontaminasi bahan.
7. Penyimpanan Serbuk
Biasanya bahan yang telah digiling (serbuk) disimpan terlebih dahulu sebagai sediaan untuk
produksi berikutnya. Serbuk disimpan dalam plastik yang di-seal dan diberi label yang berisi kode
bahan dan masa kadaluarsa untuk masing-masing jenis bahan. Serbuk-serbuk dalam plastik ini
disimpan dalam box container yang tertutup rapat dan ditempatkan di ruang penyimpanan bahan
dalam bentuk serbuk. Bahan serbuk ini hanya boleh digunakan selama masa kadaluarsa belum
berakhir.
8. Pengkapsulan
Pada proses pengkapsulan ini menggunakan mesin pengisi kapsul Semi Automatic tipe JTJ-A
dengan kapasitas produksi 12.500 kapsul/jam. Dimana dalam proses pengkapsulan tersebut
menggunakan kapsul transparan siza 0 dari PT Capsugel Indonesia. Setelah pengisian kapsul, kapsul-
kapsul yang telah terisi disaring dari sisa-sisa serbuk.
9. Pengemasan
Kapsul-kapsul yang dihasilkan dari proses pengkapsulan kemudian dikemas dengan
menggunakan bottle container isi 30 kapsul atau 45 kapsul. Kemasan yang digunakan adalah botol
plastik jenis HDPE (High Density Polyethylene). Dalam setiap botol biasanya juga terdapat silica gel
yang berfungsi menjaga udara dalam botol agar tetap konstan sehingga produk tetap kering. Setelah
dikemas, botol herbal capsule kemudan diberi label dan dilapisi dengan plastik ketat yang sesuai
dengan ukuran masing-masing botol tujuannya adalah untuk menjaga kualitas produk.
10. Iradiasi
Iradiasi dilakukan terhadap produk dengan tujuan meningkatkan daya simpan, mutu, dan
higiene produk. Proses ini dilakukan karena dapat mengawetkan bahan sekalipun telah dikemas
sehingga lebih praktis. Iradiasi herbal capsule dilakukan di BATAN (Badan Tenaga Nuklir) yang
beralamat di Jalan Lebak Bulus Raya Pasar Jumat, Jakarta Selatan.
11. Penyimpanan Produk Akhir
Setelah melalui semua tahapan produksi, produk herbal capsule disimpan di gudang
penyimpanan produk. Penyimpanan produk dilakukan dengan menempatkan botol-botol herbal
capsule pada kardus dan disusun di rak dalam gudang penyimpanan produk akhir. Produk yang sudah
jadi tidak diperbolehkan untuk diletakkan di lantai, tetapi harus diletakkan di atas rak yang tersedia.
Pengeluaran produk akhir dari gudang dilakukan dengan cara FIFO (First In First Out) atau lebih
dahulu mengeluarkan produk yang memiliki batas expired lebih awal.
31
disebabkan beberapa cemaran kimia misalnya penggunaan bahan baku yang tercemar logam berat,
pestisida, racun, penggunaan peralatan atau wadah dari bahan beracun, dan penggunaan tambahan
kimia yang tidak tepat. Bahaya fisik disebabkan oleh cemaran fisik seperti kecerobohan dalam
pengolahan atau penggunaan bahan mentah yang tidak bersih (Fardiaz, 1994).
Analisa bahaya pada bahan dan analisa bahaya pada setiap tahapan proses dapat dilihat pada
Tabel 6 dan Tabel 7.
32
Tabel 7. Analisa bahaya pada proses pembuatan Herbal Capsule
33
No. Proses Bahaya Penyebab Bahaya Tindakan Pencegahan
8 Penyimpanan bahan Biologi: kapang Kontaminasi silang Penerapan sanitasi
setelah digiling dari ruang tempat penyimpanan
penyimpanan
9 Pengkapsulan Biologi: mikroba Kontaminasi silang Penerapan sanitasi
patogen dari pekerja dan personel dan peralatan
peralatan
10 Pengemasan dan Biologi: mikroba Pertumbuhan bakteri Penerapan sanitasi
pelabelan patogen akibat kontaminasi personel (karyawan),
sebelumnya dan peralatan, tempat
kontaminasi dari produksi, dan bahan
bahan pengemas pengemas
Fisik: debu Kontaminasi silang Penerapan sanitasi
dari bahan pengemas tempat penyimpanan
bahan pengemas
11 Iradiasi Biologi: mikroba Dosis radiasi yang Konfirmasi ke
patogen tidak sesuai dengan BATAN dan kontrol
kondisi bahan langsung proses
iradiasi secara berkala
dan uji kondisi produk
Bahan mentah yang digunakan telah teruji memenuhi persyaratan yang diminta dari pihak PT
LHI. Standar mutu bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi mencakup kadar air,
fungi/kapang, E. coli, Salmonella, dan P. aeruginosa. Kadar air bahan maksimum adalah 10%.
Sedangkan untuk fungi/kapang maksimal adalah 1 x 10 3 koloni/gr dan untuk E. coli, Salmonella, dan
P. aeruginosa adalah negatif. Untuk bahan baku berupa ekstrak, standar mutu harus sesuai dengan
COA. Biasanya COA dari pemasok juga mempersyaratkan standar yang sama yaitu mengenai sifat
fisik-kimia sepeti kadar air dan mikrobiologi bahan. Bahan baku yang digunakan adalah tanaman yang
ditanam menggunakan pupuk organik untuk mencegah cemaran kimia pada bahan. Senyawa aktif
pada bahan dijaga dengan penanganan yang tepat mengenai bagian tanaman dan proses yang
dilakukan di pemasok, agar khasiat pada bahan tidak hilang. Penentuan bagian tanaman sangat
penting karena tidak semua bagian tanaman memiliki khasiat atau bahkan beracun seperti buah
mahkota dewa. Menurut Harmanto (2002), senyawa aktif pada mahkota dewa terdiri atas alkaloid,
fenol, tanin, flafonoid, saponin, dan terpen, serta senyawa toksik lignan pada biji mahkota dewa. Oleh
karena itu buah mahkota dewa harus dipisahkan dari bijinya.
Bahaya yang paling potensial pada bahan baku adalah berbagai jenis mikroorganisme patogen,
di antaranya E.coli dan Salmonella yang biasa mengontaminasi bahan pertanian. Selain itu menurut
Siagian (2002) dan Rukmi (2009), bakteri yang dominan mengontaminasi pangan kering adalah
kelompok Clostridium dan Bacillus. Spora kedua bakteri ini dapat bertahan pada proses pengeringan.
Kapang Aspergillus yang didominasi spesies A. parasiticus dan A. flavus merupakan storage mold
yang umum pada bahan pertanian.
34
Bahan baku yang diterima selalu diuji minimal setiap dua bulan atau setiap penerimaan bahan.
Sample yang diuji adalah sample dari masing-masing jenis bahan setiap batch yang masuk. Setiap
bahan yang baru diterima dilakukan pengecekan awal dengan melihat kondisi bahan secara visual
seperti kesegaran bahan, keberadaan bahan yang busuk atau rusak, bahan yang sudah dikeringkan
banyak yang hancur atau tidak, serta menimbang bobot bahan. Jika ada bahan yang rusak atau tidak
sesuai dan bobotnya kurang dari yang dipesan, maka perusahaan akan meminta bahan untuk diganti
atau ditambahkan. Kemudian masing-masing bahan baru dianalisa kondisi mikrobiologinya di
laboratorium. Bahan-bahan pembantu seperti botol dan cangkang kapsul memiliki COA dari pemasok.
Sedangkan bahaya fisik yang terdapat pada bahan, dicegah dengan memantau kondisi bahan pada saat
penerimaan dan saat proses sortasi.
Pada bahan baku yang diterima terdapat bahaya biologi yaitu mikroorganisme patogen dan
bahaya fisik yaitu benda asing seperti bagian tanaman yang tidak seharusnya berada pada bahan. Oleh
karena itu perusahaan menentukan beberapa syarat kepada pemasok tergantung pada kondisi bahan
yang dipasok. Mikroorganisme patogen berpeluang mencemari bahan baku karena kontaminasi
mungkin terjadi pada saat penanganan bahan di pemasok dan pada saat transportasi.Bahan baku yang
diterima akan disimpan di gudang penyimpanan bahan baku. Penyimpanan ini memiliki potensi
timbulnya mikroorganisme patogen jika kondisi ruang penyimpanan memungkinkan untuk
berkembangbiaknya mikroorganisme patogen yang ada sejak bahan baku diterima. Tempat
penyimpana bahan baku harus selalu dalam kondisi bersih dan kering, dengan Rh rendah. Bahan yang
disimpan juga harus diletakkan di atas rak dan dipisahkan antarbahan.
Bahan baku yang diterima dalam kondisi basah (belum dikeringkan dari pemasok) akan
disortasi untuk memilih bagian tanaman yang benar-benar akan digunakan dan bagian yang tidak
layak digunakan, seperti memisahkan daun yang kuning atau tidak segar dan memisahkan bagian yang
berpotensi bahaya contohnya biji mahkota dewa yang harus dipisahkan dari buahnya. Bahaya yang
terdapat pada tahap ini adalah bahaya biologi dan bahaya kimia. Bahaya biologi dapat terjadi akibat
kontaminasi silang dari pekerja, peralatan yang digunakan untuk sortasi, dan tempat sortasi. Peluang
bahaya biologi dapat terjadi karena proses ini dikerjakan di ruangan ruangan terbuka dan kondisi
pekerja yang kurang memperhatikan kemungkinan kontaminasi silang dari pekerja. Bahaya kimia
dapat terjadi akibat penggunaan pisau yang digunakan untuk memotong bagian tanaman. Namun
peluang terjadinya kontaminasi kimia terbilang rendah karena pisau yang digunakan untuk sortasi
adalah pisau berbahan stainless steel.
Pada tahap pencucian terdapat bahaya biologi berupa mikroba patogen seperti E. coli. Bahaya
ini dapat disebabkan oleh air yang digunakan untuk mencuci bahan. Oleh karena itu air yang
digunakan harus dipastikan memenuhi standar air bersih. Air yang digunakan untuk proses pencucian
adalah air PAM. Untuk proses pencucian, air selalu dalam kondisi mengalir agar tidak terjadi
akumulasi kontaminan.
Setelah melalui tahap pencucian, selanjutnya bahan diiris untuk mempermudah penanganan
bahan di proses berikutnya. Di tahap pengirisan terdapat bahaya biologi dan bahaya kimia. Peluang
bahaya biologi disebabkan mikroorganisme patogen dari kontaminasi silang pekerja, wadah, dan
tempat pengirisan. Bahaya kimia berupa kontaminasi logam dapat terjadi jika ada kontaminasi dari
pisau pengiris tetapi peluang ini rendah karena pisau yang digunakan berbahan stainless steel.
Proses pengeringan dilakukan untuk menjaga kondisi kadar air pada bahan agar tidak berlebih.
Kadar air yang diinginkan pada bahan adalah maksimal 10% (w/w). Pengeringan juga bertujuan
memperkecil aktivitas air (Aw) bahan. Menurut Winarno (1992), berbagai mikroorganisme
mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw: 0,90; khamir Aw:
0,80-0,90; kapang Aw: 0,60-0,70.
35
Temperatur dan waktu pengeringan disesuaikan dengan jenis bahan yang dikeringkan agar
kondisi kadar air yang diinginkan tercapai tanpa merusak zat aktif dan komponen lain yang
bermanfaat dalam bahan. Jika pada proses sebelumnya masih terdapat mikroorganisme yang
mengkontaminasi bahan, kontaminasi ini dapat berlanjut ke proses pengeringan. Pada dasarnya proses
pengeringan diharapkan dapat membuat mikroorganisme yang terdapat pada bahan dapat mati.
Namun karena pengeringan yang dilakukan tidak bertemperatur tinggi, maka potensi mikroorganisme
patogen yang seharusnya mati pada proses pengeringan kurang maksimal. Kadar air yang melebihi
batas maksimum dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan memperpendek umur
simpan. Selain itu bahan rak yang digunakan untuk mengeringkan bahan memungkinkan terjadinya
kontaminasi logam dari peralatan ke bahan sehingga proses ini memberi peluang terjadinya bahaya
kimia.
Pada tahap penggilingan, bahaya yang dapat terjadi adalah bahaya biologi dan bahaya kimia.
Alat penggilingan yang digunakan adalah jenis disc mill. Alat ini memungkinkan terjadinya
kontaminasi mikroorganisme jika pada tahap penggilingan sebelumnya menyisakan bahan yang
mengandung mikroorganisme. Peluang bahaya kimia yang dapat disebabkan oleh alat penggiling
tergolong rendah karena alat penggiling berbahan baja putih sehingga alat tidak mudah korosi atau
mengontaminasi bahan yang digiling.
Bahan yang telah digiling menjadi bentuk serbuk disimpan terlebih dahulu di dalam ruang
penyimpanan. Penyimpanan ini memiliki peluang terjadinya bahaya biologi berupa kontaminasi
kapang. Jika kondisi kelembaban ruang penyimpanan memungkinkan terbentuknya kapang, hal ini
dapat menyebabkan kontaminasi silang ke bahan yang disimpan. Maka kondisi ruangan dan bahan
yang disimpan harus selalu dikontrol.
Proses berikutnya adalah proses pengkapsulan yang memiliki peluang terjadinya bahaya
biologi. Bahaya biologi dapat terjadi akibat kontaminasi silang dari pekerja dan peralatan. Pada proses
pengkapsulan, pekerja banyak berinteraksi dengan bahan serbuk dan produk yang sudah berbentuk
kapsul. Namun pada proses ini pekerja diwajibkan menggunakan perlengkapan produksi seperti
sarung tangan dan hairnet untuk mencegah peluang terjadinya kontaminasi silang.
Kapsul yang sudah jadi dikemas dalam botol HDPE. Bahaya yang mungkin terjadi pada
proses ini adalah bahaya biologi berupa mikroba patogen dan bahaya fisik berupa debu. Mikroba
patogen berpeluang bertambah jumlahnya pada proses ini jika terdapat kontaminasi dari proses
sebelumnya yang tidak menghilangkan kontaminan. Sedangkan penyimpanan bahan pengemas dapat
menyebabkan timbulnya debu dan dapat mencemari kapsul.
Proses iradiasi setelah produk jadi merupakan cara untuk meningkatkan mutu produk dan
memperpanjang umur simpan. Pada dasarnya proses iradiasi diharapkan mampu menghilangkan
semua bahaya yang terdapat pada produk jika selama proses pembuatan terdapat kontaminan, seperti
bahaya biologi berupa bakteri kelompok Clostridium dan Bacillus yang dapat bertahan pada proses
pengeringan. Banyak manfaat yang diperoleh setelah produk melalui tahap ini tetapi kemungkinan
terjadinya ketidaktepatan pemberian dosis radiasi tetap harus diawasi karena dosis yang tidak sesuai
dapat menyebabkan mikroorganisme patogen yang ada pada produk tetap tumbuh.
Produk yang sudah diiradiasi tidak langsung didistribusikan ke agen atau distributor, tetapi
disimpan di gudang penyimpanan produk akhir. Pada tahap penyimpanan ini, terdapat bahaya biologi
berupa kapang jika kondisi kelembaban ruang penyimpanan tidak terkontrol. Oleh karena itu cara
penyimpanan harus diperhatikan sesuai dengan saran penyimpanan yang tercantum pada kemasan.
Pada umumnya bahaya yang dapat ditimbulkan adalah bahaya fisik seperti kotoran dan debu
serta bahaya biologi berupa mikroba patogen. Kemungkinan bahaya ini dapat ditimbulkan oleh
pekerja, tempat, dan peralatan. Tindakan pencegahan yang harus dilakukan adalah menjaga
36
kebersihan pekerja yang telah diatur dalam SOP karyawan produksi, menjaga kebersihan tempat yang
menjadi tanggung jawab karyawan produksi dan petugas kebersihan, serta menjaga kebersihan
peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Peralatan-peralatan yang digunakan dan cara
sanitasinya disajikan pada Tabel 8.
37
mengurangi kadar air bahan sehingga proses ini termasuk dalam proses yang kritis. Jika kadar air
bahan tidak sesuai dengan standar, maka pertumbuhan mikroorganisme patogen dapat berlangsung
lebih cepat dan dapat menurunkan mutu produk. Lamanya umur simpan produk juga sangat
dipengaruhi oleh kadar air. Oleh karen itu, selain penyimpanan yang tepat terhadap produk, kondisi
kadar air bahan hingga menjadi produk juga harus diperhatikan lebih dahulu.
Tahapan-tahapan proses selain pengeringan bahan dan iradiasi produk ditetapkan sebagai CP
karena semua kemungkinan bahaya pada tahap-tahap tersebut dapat dihilangkan oleh proses iradiasi.
Iradiasi (CCP 2) merupakan titik kritis setelah pengeringan. Prinsip iradiasi adalah penyinaran
terhadap pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah
terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen
(Egayanti, 2008). Oleh karena itu iradiasi dapat mematikan mikroorganisme berbahaya yang terdapat
pada produk, memperlama umur simpan, dan meningkatkan mutu produk. Namun kemungkinan lain
yang juga sangat diperhitungkan adalah dosis radiasi yang diberikan untuk produk. Jika dosis radiasi
yang diberikan tidak sesuai dengan produk, maka tujuan untuk sterilisasi mikroorganisme patogen
tidak tercapai dan akan memperpendek umur simpan produk. BATAN sebagai pelaksana proses
iradiasi tidak hanya melaksanakan iradiasi untuk satu jenis produk, tetapi juga untuk produk lain yang
dosis iradiasinya berbeda dengan dosis yang seharusnya diberikan untuk produk herbal capsule. Oleh
karena itu kepastian dosis iradiasi harus dilakukan agar tujuan mematikan mikroba patogen pada
produk dan memperpanjang umur simpan produk dapat tercapai.
38
Tabel 10. Penetapan titik kendali kritis pembuatan Herbal Capsule
P1* P2* P3* P4*
No. Proses Bahaya Potensial CCP/ CP
(Y/N) (Y/N) (Y/N) (Y/N)
1 Penanganan bahan Biologi: mikroba Y N Y Y CP
baku (mulai dari patogen, kapang
penanganan di
pemasok sampai Fisik: benda asing
penerimaan bahan) seperti bagian tanaman
yang tidak digunakan
2 Penyimpanan bahan Biologi: mikroba Y N Y Y CP
baku patogen, kapang
Kimia: logam
4 Pencucian Biologi: mikroba Y N Y Y CP
patogen
Kimia: logam
6 Pengeringan Biologi: mikroba Y N Y N CCP
patogen
Kimia: logam Y N N CP
7 Penggilingan Biologi: mikroba Y N Y Y CP
patogen
Kimia: logam
8 Penyimpanan bahan Biologi: kapang Y N Y Y CP
setelah digiling
9 Pengkapsulan Biologi: mikroba Y N N CP
patogen
Fisik: debu
11 Iradiasi Biologi: mikroba Y Y CCP
patogen
12 Penyimpanan Biologi: kapang Y N N CP
produk
*P1: Adakah tindakan pengendalian?
P2: Apakah tahapan dirancang secara spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang
mungkin terjadi sampai tingkatan yang dapat diterima?
P3: Dapatkah kontamiasni dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat
diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima?
P4: Akankah tahapan berikutnya menghilangkan bahaya yang teridentifikasi atau mengurangi
tingkatan kemungkinan terjadinya sampai tingkatan yang dapat diterima?
39
5.2.8 Penetapan Batas Kritis Setiap Titik Kendali Kritis (Prinsip 3)
Penetapan batas kritis merupakan prinsip ketiga dalam HACCP. Kedua titik kendali kritis yaitu
pengeringan dan iradiasi, ditentukan masing-masing batas kritisnya. Penentuan batas kritis untuk
masing-masing CCP dapat dilihat pada Tabel 11. Pengeringan (CCP 1) memiliki bahaya biologi yaitu
mikroorganisme patogen yang dapat disebabkan oleh kadar air pada bahan. Batas kritis untuk
pengeringan adalah kadar air maksimal 10%. Batas kritis iradiasi (CCP 2) adalah 10 kGy untuk dosis
iradiasi dan waktu iradiasi empat jam. Dosis serap maksimum ini telah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No.701/Menkes/Per/VIII/2009 tentang pangan iradiasi, yaitu dosis serap maksimum untuk
rempah, rempah kering (dry herbs), dan herbal tea adalah 10 kGy. Iradiasi yang dilakukan oleh
BATAN menggunakan sinar gamma.
40
Tabel 11. Penetapan batas kritis, prosedur monitoring, tindakan koreksi, prosedur pencatatan, dan prosedur verifikasi pada CCP pembuatan Herbal Capsule
Monitoring
Tindakan
No. CCP Bahaya Batas Kritis Penanggung Catatan Verifikasi
Apa Bagaimana Frekuensi Koreksi
jawab
1 Pengeringan Biologi: Kadar air Bahan Uji kadar air Setiap batch Quality Pengeringan Hasil uji kadar Evaluasi
mikroba maksimal 10 Control ulang air proses
patogen (E.coli, % pengeringan
Salmonella, pada masing-
kapang masing bahan
Aspergillus)
2 Iradiasi Biologi: Dosis radiasi Produk, Uji umur Setiap batch Quality Memastikan Surat Review catatan
mikroba maksimum label simpan Control setiap produk keterangan iradiasi dari
patogen (E.coli, 10 kGy dan kemasan produk memperoleh iradiasi, berita BATAN, hasil
Salmonella, waktu 4 jam dari setelah di- dosis radiasi acara iradiasi, uji umur
Clostridium, BATAN iradiasi, yang tepat, hasil uji umur simpan produk
Bacillus, kapang sebagai warna dengan simpan produk
Aspergillus) tanda telah indikator membanding-
diiradiasi pada label kan umur
bahwa simpan produk
produk yang diiradiasi
tersebut dengan produk
sudah sejenis yang
diiradiasi tidak diiradiasi
41
5.3 Implementasi HACCP Plan
Implementasi HACCP Plan mengacu pada SNI CAC/RCP 1:2011 tentang Rekomendasi
Nasional Kode Praktis-Prinsip Umum Higiene Pangan. Prinsip umum yang terdapat dalam SNI
CAC/RCP 1:2011 berisi prinsip-prinsip sanitasi dalam produksi pangan ditambah dengan prinsip
HACCP dalam SNI 01-4852-1998. Penerapan HACCP menekankan pentingnya GMP dan SSOP
sehingga GMP dan SSOP lebih dahulu diperbaiki untuk menunjang penerapan HACCP Plan. Dalam
penerapan GMP, tim HACCP menilai penerapan GMP dengan menggunakan formulir audit GMP.
Penilaian ini dilakukan satu kali setiap pekan. Hasil penilaian menunjukkan seberapa besar aspek
GMP yang terlaksana atau besarnya penyimpangan yang terjadi. Penerapan SSOP dimulai dengan
pembuatan SSOP untuk karyawan. SSOP dilengkapi dengan formulir pemeriksaan air, formulir
pemeliharaan sanitasi mesin dan peralatan, serta formulir tindakan pencegahan dan pengendalian
hama sebagai bukti penerapan sanitasi yang baik.
Penerapan GMP yang berkaitan dengan bangunan dan fasilitasnya, belum maksimal karena
ketersediaan fasilitas yang terbatas. Kondisi ruang produksi perlu dilengkapi dengan ventilasi atau
pendukung peredaran udara yang baik dan cukup untuk kesehatan dan kenyamanan pekerja. Kondisi
ruang produksi yang belum maksimal, menyebabkan ruang produksi memiliki peluang sebagai
kontaminan yang cukup besar. Ruang produksi yang peredaran udaranya kurang baik, menyebabkan
pintu ruang produksi yang seharusnya selalu dalam keadaan tertutup jika tidak digunakan, terpaksa
digunakan dalam kondisi terbuka. Keadaan ini menimbulkan kemungkinan debu atau kontaminan
lainnya mengontaminasi ruang produksi dan selanjutnya mengontaminasi produk. Sedangkan aspek-
aspek sanitasi yang berhubungan dengan pekerja, sudah terlaksana dengan baik. Semua karyawan
selalu menjaga kebersihan diri, ruangan, dan peralatan.
Dalam penerapan HACCP Plan, tim HACCP bekerja sama dengan seluruh karyawan yang
berhubungan dengan kegiatan produksi dalam hal penerapan GMP dan SSOP serta SOP karyawan
yang sudah lama diberlakukan oleh perusahaan. Formulir-formulir yang berhubungan dengan lini
kerja setiap karyawan, diisi oleh karyawan setiap waktu yang telah ditentukan. Tim HACCP
memantau penerapan GMP, SSOP, dan SOP serta mengevaluasi penerapan HACCP Plan. Evaluasi
dan penilaian penerapan GMP, SSOP, dan SOP seharusnya dilakukan setiap pekan oleh tim HACCP.
Namun kegiatan evaluasi ini belum rutin dilaksanakan karena terhambat pekerjaan lain. Review
control measure yang terdiri atas uji mikrobiologi bahan dan produk, uji visual terhadap bahan yang
diterima dari pemasok, kontrol ruang penyimpanan, dan review serta pendokumentasian bukti iradiasi
dilakukan secara berkala sesuai dengan prosedur verifikasi HACCP Plan pada control measure. Uji
mikrobiologi pada bahan dan produk dilakukan minimal setiap dua bulan oleh penanggung jawab
quality control. Uji visual pada bahan yang diterima dari pemasok dilakukan setiap kali melakukan
penerimaan bahan oleh petugas penerimaan bahan. Bukti iradiasi dari BATAN diarsipkan sebagai
dokumentasi besarnya dosis radiasi yang diberikan untuk produk. Kontrol ruang penyimpanan
dilakukan oleh petugas bagian penyimpanan. Untuk memudahkan dokumentasi jika terjadi
ketidaksesuaian, laporan ketidaksesuaian dibuat untuk menentukan tindakan korektif dan tindakan
pencegahannya. Laporan ini dicatat pada formulir laporan ketidaksesuaian yang dapat dilihat pada
Lampiran 8. Hasil evaluasi dari tim HACCP menjadi catatan untuk dibahas dalam rapat tim HACCP.
Namun pelaksanaan rapat tim HACCP belum berjalan rutin.
Penerapan control measure untuk kedua CCP sudah dilaksanakan. Bahan yang telah melalui
proses pengeringan (CCP 1) diuji kadar airnya bersama dengan uji kondisi fisik-kimia lainnya serta
uji mikrobiologi. Uji bahan kering dilakukan setiap dua bulan atau setiap selesai mengeringkan bahan
yang diterima. Tindakan pengendalian untuk iradiasi (CCP 2) tidak dapat dilakukan secara langsung
ketika proses iradiasi berlangsung. Evaluasi hanya dapat dilakukan melalui bukti iradiasi mengenai
42
dosis iradiasi yang diberikan untuk produk. Hal ini disebabkan proses iradiasi harus menunggu
beberapa hari sejak diberikannya produk ke BATAN. Selain itu, evaluasi dilakukan melalui produk
yang sudah diiradiasi yaitu dengan menguji umur simpan produk. Produk yang diiradiasi memiliki
umur simpan lebih lama daripada produk yang tidak diiradiasi. Dari bukti iradiasi yang diterima, dosis
iradiasi yang diberikan untuk produk selalu sebanyak 10 kGy. Dosis serap ini sesuai dengan batas
kritis iradiasi.
43
Selain itu, dokumen HACCP Plan juga memuat penjabaran proses produksi, tahapan proses yang
kritis hingga pengawasannya, prosedur pencatatan, penanganan keluhan, dan penarikan kembali
produk. Pada aspek inspeksi diri dalam CPOTB, dapat memfungsikan Tim HACCP yang telah
dibentuk. Hal-hal yang terdapat dalam dokumen HACCP Plan dan perangkat-perangkanya yang
didasarkan pada SNI CAC/RCP 1:2011 dapat menjadi penunjang dalam penerapan CPOTB di PT
LHI. Jika semua pihak yang berkepentingan menjalankan sistem HACCP ini dengan efektif maka
tujuan memberikan jaminan mutu untuk konsumen PT LHI dapat terlaksana.
44
6. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
HACCP Plan di PT LHI dirancang dengan menerapkan sistem HACCP yang terdiri atas 12
langkah, yaitu pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi rencana penggunaan,
penyusunan bagan alir, konfirmasi bagan alir di lapangan, analisa bahaya potensial (prinsip 1),
penentuan Titik Kendali Kritis (TKK/CCP) (prinsip 2), penentuan batas kritis untuk setiap CCP
(prinsip 3), penyusunan sistem pemantauan (prinsip 4), penentuan tindakan perbaikan (prinsip 5),
penetapan prosedur verifikasi (prinsip 6), penetapan dokumentasi dan pencatatan (prinsip 7). Tim
HACCP PT LHI terdiri atas tiga personel yang masing memiliki tugas sebagai ketua, sekretaris, dan
anggota. Tim HACCP membuat Dokumen Rencana HACCP (HACCP Plan) sebagai acuan
pelaksanaan sistem HACCP di PT LHI. HACCP Plan memuat kebijakan mutu perusahaan, organisasi,
deskripsi produk, persyaratan dasar yang berlaku di perusahaan, bagan alir produksi, analisa bahaya
pada bahan dan proses produksi, penetapan Critical Control Point (CCP), lembar kerja control
measure, prosedur verifikasi, prosedur pengaduan konsumen, prosedur recall, perubahan
dokumen/revisi, dan sistem penyimpanan catatan.
Untuk mempermudah implementasi HACCP Plan, sebaiknya perusahaan menyiapkan pre-
requisite HACCP. HACCP menekankan prinsip Good Manufacturing Process (GMP) dan Sanitation
Standard Operational Procedure (SSOP). Pada dasarnya penerapan GMP dan SSOP di PT LHI sudah
dilaksanakan dengan baik. Sanitasi terutama yang berkaitan dengan karyawan produksi, tempat
produksi, peralatan dan mesin, serta bahan yang digunakan dan produk yang dihasilkan sudah
dilaksanakan oleh seluruh karyawan yang bertanggung jawab. Namun terdapat beberapa hal yang
berkaitan dengan fasilitas dan bangunan yang perlu diperbaiki untuk lebih mempermudah penerapan
HACCP Plan.
Berdasarkan hasil penetapan CCP, terdapat dua tahapan proses yang termasuk dalam CCP
yaitu pengeringan dan iradiasi karena kedua tahap ini dapat mencegah bahaya yang terdapat pada
produk sehingga prosesnya harus mendapatkan pengawasan khusus. Setiap CCP ditetapkan batas
kritis, prosedur monitoring, tindakan koreksi, catatan, dan prosedur verifikasi untuk masing-masing
CCP yang ditulis dalam lembar kerja control measure. Penerapan control measure sudah terlaksana
dan tidak ditemukan bahaya yang melebihi batas kritis.
HACCP Plan dapat menjadi penunjang penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB). Beberapa aspek yang diatur dalam CPOTB juga terdapat dalam sistem HACCP. Oleh
karena itu HACCP Plan dapat mempermudah PT LHI untuk mencapai tujuannya dalam memberikan
jaminan mutu bagi konsumen melalui sertifikat CPOTB. Dukungan dari seluruh pihak yang terlibat
dalam kelangsungan perusahaan sangat dibutuhkan untuk melaksanakan sistem HACCP yang efektif.
6.2 Saran
PT LHI diharapkan terus memperbaiki kondisi fisik perusahaan dan seluruh sistem yang
berlaku di perusahaan. Untuk meningkatkan keefektifan sistem HACCP, sebaiknya diadakan pelatihan
HACCP bagi karyawan yang berkepentingan. Untuk kepentingan penelitian yang lebih lanjut, analisa
bahaya yang lebih spesifik terhadap bahan baku sebaiknya juga dilakukan.
45
DAFTAR PUSTAKA
BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI) CAC/RCP 1:2011
Rekomendasi Nasional Kode Praktis Prinsip Umum Higiene Pangan. Jakarta: BSN.
BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). 2004. Keputusan Kepala Badan POM RI
No.00.05.4.2411 Tahun 2004 - Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan
Alam Indonesia. Jakarta: BPOM.
BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). 2011. Peraturan Kepala Badan POM RI
HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik. Jakarta: BPOM.
Departemen Kesehatan. 1978. SK MENKES No.23/MENKES/SK/1978 Pedoman Cara Produksi
Makanan yang Baik. Jakarta: DepKes.
Egayanti Y. 2008. Iradiasi Pangan. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55690.
[10 Juni 2012].
Fardiaz S. 1994. Pengendalian Keamanan dan Penerapan HACCP dalam Perusahaan Jasa Boga.
Teknologi dan Industri Pangan. Vol.5. No.3: 71-78.
FDA (Food and Drug Association). 1995. Good Manufacturing Practices. US: FDA.
Harmanto N. 2002. Menggempur Asam Urat dan Rematik dengan Mahkota Dewa. Depok:
Agromedia.
Herdiani E. 2012. Potensi Tanaman Obat Indonesia. http://www.bbpp-
lembang.info/index.php/en/arsip/artikel/artikel-pertanian/585-potensi-tanaman-obat-indonesia.
[12 November 2012].
Iswanto R. 2003. Food Safety System (HACCP) Training. Makalah pada Pelatihan HACCP, 21
September 2003, Bogor.
Menteri Kesehatan. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan No.701/Menkes/Per/VIII/2009 Pangan
Iradiasi. Jakarta: DepKes.
Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999. Label dan Iklan Pangan.
Prasetyono AT. 2000. Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance Industri
Pangan. Teknologi Industri Vol. IV No.3:187-194.
Rukmi I. 2009. Keanekaragaman Aspergillus pada Berbagai Simplisia Jamu Tradisional. J. Sains &
Mat. Vol.17 No.2 April 2009:82-89.
Siagian A. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3672/1/fkm-albiner3.pdf. [1 November 2012].
Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Kesehatan Lingkungan. Vol.1
No.2:183-190.
Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Bumi Aksara.
WHO (World Health Organization). 2008. Traditional Medicine.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. [2 November 2012].
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Winarno FG dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya Dalam Industri Pangan. Bogor: M-Brio
Press.
46
Lampiran 1. Tahapan penerapan HACCP
Deskripsi Produk
47
Lampiran 2. Decision tree dalam penentuan titik kendali kritis (CCP) pada bahan dan Decision tree
dalam penentuan titik kendali kritis (CCP) pada proses
P3 Adakah resiko kontaminasi silang terhadap peralatan atau produk lain yang tidak dapat
dikendalikan?
48
P1 Adakah tindakan pengendalian? Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau
produk
Ya Tidak
Tidak
49
Lampiran 3. Formulir audit GMP
Tanggal:
Penilaian*
No. Persyaratan GMP Keterangan
0 1 2 3 4
LINGKUNGAN
1 Halaman terpelihara dengan baik
2 Tidak terdapat genangan air maupun banjir
50
Pintu
1 Tidak rusak
2 Selalu ditutup jika tidak dipakai
Jendela
1 Tidak pecah, tidak rusak
2 Selalu ditutup jika tidak dipakai
Penerangan
1 Lampu berfungsi baik
2 Cahaya cukup terang
Ventilasi dan Pengatur Suhu
1 Dapat mengontrol suhu dan bau
2 Berfungsi baik
3 Kasa dalam keadaan bersih dan tidak rusak
Ruang Produksi
1 Ruangan dalam keadaan bersih
2 Ruangan dalam keadaan rapi
3 Tidak terdapat hewan / serangga
4 Suhu dan kelembaban normal
5 Cahaya cukup
6 Tersedia bahan dan alat pembersih
Subtotal
FASILITAS SANITASI
Toilet
1 Ruangan dalam keadaan bersih
2 Ruangan dalam keadaan rapi
3 Tidak terdapat hewan / serangga
4 Suhu dan kelembaban normal
5 Cahaya cukup
6 Tempat sampah tertutup
51
ALAT PRODUKSI
52
*Petunjuk Pengisian:
1 Isi pada bagian kolom penilaian dengan memberi tanda checklist dengan kriteria sebagai
berikut:
Nilai 0: penyimpangan yang terjadi >75%
Nilai 1: penyimpangan yang terjadi 51-75%
Nilai 2: penyimpangan yang terjadi 26-50%
Nilai 3: penyipangan yang terjadi 1-25%
Nilai 4: penyimpangan yang terjadi 0%
2. Tingkat keparahan kondisi GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan:
0 69 : kritis
70 138 : berat
139 207 : sedang
208 276 : ringan
53
Lampiran 4. SSOP PT LHI
1. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam memelihara aspek-aspek sanitasi di
PT Liza Herbal International agar dapat menjamin proses produksi sesuai HACCP Plan.
2. Ruang Lingkup
Prosedur ini mencakup delapan kunci persyaratan sanitasi yang wajib diterapkan menyeluruh
di PT Liza Herbal International.
3. Tanggung Jawab
Seluruh karyawan bertanggung jawab melaksanakan prosedur di bawah pengawasan Manajer
Produksi dan Manajer R&D.
4. Prosedur
4.1 Keamanan Air
4.1.1 Tujuan: Menjamin bahwa air yang digunakan untuk proses produksi aman
untuk digunakan dan sistem penyaluran yang digunakan untuk menyalurkan air
tidak mengakibatkan kontaminasi silang terhadap air.
4.1.2 Pengawasan dan pengendalian:
4.1.2.1 Sampel air diambil setiap hari untuk memeriksa kualitasnya (bau, rasa,
warna, kekeruhan, dan pH).
4.1.2.2 Perpipaan yang digunakan untuk mendistribusikan air harus tebuat dari
stainless steel untuk mencegah terjadinya korosi.
4.1.3 Tindakan Koreksi: Jika pemeriksaan air menunjukkan penyimpangan, proses
operasi harus dihentikan dan dilakukan pemeriksaan kondisi air dan perpipaan.
4.1.4 Rekaman: Formulir pemeriksaan air
54
4.3.2.1.1 Mengenakan hairnet, masker, sarung tangan, alas kaki kerja, dan jas
produksi setiap memasuki ruangan produksi dan gudang.
4.3.2.1.2 Melakukan tindak sanitasi tarhadap tangan di area cuci tangan sebelum
menangani bahan baku atau proses produksi.
4.3.2.1.3 Melapaskan hairnet, masker, sarung tangan, alas kaki kerja, dan jas
produksi jika keluar dai area produksi atau gudang.
4.3.2.1.4 Karyawan tidak diperkenankan mengenakan perhiasan dan jam tangan
selama menangani bahan baku atau proses, dan tidak diperkenankan
berkuku panjang.
4.3.2.1.5 Karyawan tidak diperkenankan makan, merokok, meludah, mengobrol
dan bercanda serta melakukan aktivitas lain yang dapat mencemari
bahan baku atau proses.
4.3.2.1.6 Karyawan harus melepaskan perlengkapan kerja setiap memasuki
toilet dan mengganti alas kaki.
4.3.2.2 QC berkewajiban melakukan pemantauan terhadap tindak sanitasi ruang
dan higiene personel, melaporkan hasil pemantauan, dan melakukan
pemantauan terhadap tindak pencegahan kontaminasi silang lainnya.
4.3.3 Tindakan Koreksi: Jika ditemukan araea produksi atau gudang, atau lingkungan
pabrik yang masih kotor, personel yang tidak melakukan tindak higiene, buat
laporan ketidaksesuaian dan menyerahkannya kepada bagian yang
bersangkutan untuk segera melakukan tindak sanitasi atau memperbaiki tindak
higiene (personel).
4.3.4 Rekaman: Laporan ketidaksesuaian
4.4 Fasilitas Sanitasi
4.4.1 Tujuan: Untuk memfasilitasi pelaksanaan sanitasi.
4.4.2 Pengawasan dan Pengendalian:
4.4.2.1 Setiap hari karyawan sanitasi bertanggung jawab dalam memelihara dan
mengontrol kelengkapan fasilitas sanitasi (peralatan cuci tangan, toilet, dan
seluruh area produksi dan pengemasan).
4.4.2.2 Supervisor produksi melakukan pemantuan terhadap kegiatan karyawan
sanitasi setiap hari dan melaporkan dalam checklist sanitasi.
4.4.3 Tindakan Koreksi: Jika terjadi kerusakan fasilitas sanitasi, karyawan sanitasi
melaporkan kepada supervisor produksi.
4.4.4 Rekaman: Laporan ketidaksesuaian
55
4.5.3 Tindakan Koreksi: Jika ditemukan bahan-bahan berpotensi sebagai adulteran
tersebut berada di ruang produksi, karyawan mengembalikan bahan-bahan
tersebut kepada bagian sanitasi untuk disimpan di tempat yang aman.
4.5.4 Rekaman: Laporan ketidaksesuaian
56
Lampiran 5. Formulir pemeriksaan air
Catatan: pemeriksaan air dilakukan setiap sebelum menggunakan air untuk keperluan produksi
57
Lampiran 6. Formulir pemeliharaan sanitasi mesin dan peralatan
Perlakuan Sanitasi*
Tanggal Produk Lap Lap Alkohol Pelaksana Keterangan
Lain-lain
Kering Basah 70%
Keterangan:
*: di-checklist pada kolom yang sesuai dengan perlakuan yang telah dilakukan
58
Lampiran 7. Formulir tindakan pencegahan dan pengendalian hama
Penganggung
Waktu Area Pencegahan dan Pengendalian Hama Pelaksana
jawab
Catatan: pencegahan dan pengendalian hama dilaksanakan minimal satu kali setiap pekan
59
Lampiran 8. Formulir laporan ketidaksesuaian
LAPORAN KETIDAKSESUAIAN
Tanggal:
Objek:
KETIDAKSESUAIAN
TINDAKAN KOREKTIF
TINDAKAN PENCEGAHAN
Pelapor:
Penerima laporan:
60
Lampiran 9. Certificate of Analysis (COA) bahan baku daun sirsak
61
Lampiran 10. Hasil pemeriksaan laboratorium produk Mysirsak
62
Lampiran 11. Bukti iradiasi
63
Lampiran 12. Contoh Hasil Uji Mikrobiologi Produk
64
Lampiran 13. Evaluasi audit GMP pada 22 Oktober 2012
65
66
67
68
Lampiran 14. Contoh Formulir Pemeliharaan Sanitasi Mesin dan Peralatan pada Pengkapsulan dan
Discmill
69
Lampiran 15. Dokumen rencana HACCP PT LHI (untuk produk Herbal Capsule)
70
KEBIJAKAN MUTU
Visi : Menjadi perusahaan herbal alami yang terintegrasi, modern, inovatif, dan
terpercaya menjadi mira masyarakat luas dalam menjalani hidup sehat secara
alami
Misi : Ikut berperan aktif dalam meingkatkan kesehatan masyarakat luas melalui
pengembangan produk dan jasa herbal alami yang inovatif serta meningkatkan
pengetahuan, penghargaan, dan penggunaan herbal alami khas Indonesia
Tujuan
LHI menerapkan misi di atas dengan cara:
1. Menyediakan informasi, pengetahuan dan berita mengenai segala aspek tentang tanaman
herbal Indonesia
2. Mengembangkan minat tentang herbal kepada semua usia dan berbagai latar belakang
3. Mengembangkan kesadaran akan gaya hidup sehat alami melalui penggunaan tanaman herbal
indonesia yang sehat, alami dan merupakan suplemen yang bermanfaat
4. Mendorong petani indonesia dan pengrajin lokal untuk mengembangkan budidaya herbal
yang berkelanjutan
5. Mendorong konservasi untuk melindungi tanaman herbal yang langka.
6. Menyediakan forum nasional dan internasional untuk saling bertukar informasi dan gagasan
mengenai herbal
7. Membuka lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan
71
ORGANISASI
A. Struktur Organisasi
Shareholders Meeting
President Commisioner
Commisioner
Director
Production
Staff
Pembagian kerja:
1. Shareholders Meeting (Rapat Pemegang Saham)
Rapat pemegang saham merupakan kedudukan tertinggi pada struktur organisasi
PT. LHI. Pemegang saham ini akan memperoleh deviden apabila perusahaan mendapat laba.
Jika perusahaan menderita kerugian, maka deviden tidak akan dibayarkan oleh perusahaan.
Rapat pemegang saham dilaksanakan selambat-lambatnya satu tahun sekali.
2. Commisioner President (Presiden Komisaris) dan Commisioner (Komisaris)
Presiden Komisaris dan Komisaris dijabat oleh para pemegang saham. Dimana
dalam menjalankan peranannya dewan komisaris berhak mengangkat, memberhentikan, serta
mengawasi kinerja direktur. Selain itu, dewan komisaris juga bertugas mengawasi jalannya
perusahaan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
72
3. Director (Direktur)
Direktur memiliki tugas sebagai berikut:
d. Memimpin dan mengawasi semua kegiatan perusahaan kepada seluruh pihak yang ada
dalam perusahaan.
e. Mengarahkan visi dan misi perusahaan kepada seluruh pihak yang ada dalam
perusahaan.
f. Menetapkan peraturan-peraturan yang ada dalam perusahaan demi tercapainya tujuan
perusahaan.
4. PPIC Manager
Manajer PPIC memiliki tugas merencanakan dan mengendalikan aktivitas produksi
dengan memperhatikan keberadaan semua sumberdaya.
5. Plant Manager (Manajer Produksi)
Manajer produksi memiliki tugas sebagai berikut:
d. Mengatur dan merencanakan jadwal produksi setiap hari.
e. Memperhitungkan jumlah bahan baku yang diperlukan untuk menghasilkan jumlah
produk jadi yang telah ditetapkan (inventory control).
f. Memberitahukan dan mengarahkan teknik-teknik produksi kepada staf produksi.
6. R & D Manager (Manajer Riset dan Pengembangan)
Manajer Riset dan Pengembangan memiliki tugas sebagai berikut:
e. Meneliti dan melakukan inovasi produk.
f. Mengurus perizinan produk agar dapat dipasarkan.
g. Bertanggung jawab dalam quality control produk yakni memastikan bahwa produk yang
dihasilkan tidak mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh.
h. Mengembangkan produk-produk baru.
7. Sales & Marketing Manager (Manajer Pemasaran)
Tugas Manajer pemasaran adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pemasaran produk baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Meningkatkan volume penjualan dan melakukan promosi-promosi.
c. Mencari dan menjaga hubungan baik dengan para pelanggan.
8. HRD Manager (Manajer Personalia)
Manajer personalia bertugas mengarahkan, merekrut serta memberikan pelatihan
dan konsultasi kepada para karyawan terlebih dahulu sebelum terjun langsung bekerja.
9. Finance Manager (Manajer Keuangan)
Manajer keuangan bertugas mengatur dan bertanggung jawab atas segala
pengelolaan dana perusahaan.
73
Data Karyawan
No Nama Pendidikan Jabatan
1 Ir. Rafian Joni, M.M S2 Direktur
2 Ir. Ersi Herliana S1 Manajer R & D
3 Ir. Asep Indra K, MM S2 Manajer Pemasaran
4 Ir. Nila Rifai, MM S1 Manajer Keuangan
5 Ir. Norma Julita S1 Asisten managerpemasaran
6 Ir. Rudi Permana S1 Manager produksi dan HRD
7 Indra, S.Sos S1 EPC
8 Wenni Rivai, S.H S1 HRD
9 Cece Suhendar STM Supervisor produksi
10 Nova Hidayat STM Staf produksi
11 M. Heriyana SMEA Staf produksi
12 M. Zulkifli SMU Staf produksi
13 Mustofa SMP Supir
14 Enah SMP Operational
15 Dinar SMA Staf produksi
16 Sumirna SMA Staf produksi
17 Ahmad Akbar SMA Staf produksi
18 Rini Chaeroni SMA Staf sales dan marketing
19 Sri Lestari SMA Staf Produksi
20 Rani Pratiwi SMA Staf sales dan marketing
21 Bambang Prihartono S1 Staf finance dan accounting
22 Septiadi Gunawan SMA Staf produksi
23 Abdul Fatah SMP Operational
74
B. Tim HACCP
Keanggotaan
Jabatan di
No. Nama dalam Tim Tugas
Perusahaan
HACCP
1 Ersi Herliana Manajer R & D Ketua Tim - Menetapkan ruang
HACCP lingkup produk yang akan
disertifikasi HACCP
- Menjamin berlangsungnya
proses produksi yang
mengacu pada prosedur
kerja dan standar kualitas
yang telah ditentukan
perusahaan
- Menjamin terkendalinya
tahap-tahap produksi yang
ditentukan sebagai titik
kritis sesuai HACCP Plan
- Mengevaluasi kesesuaian
sistem HACCP dengan
standar yang ada (SNI
atau CAC)
2 Devi Rina --- Sekretaris - Memelihara dokumen
Ramadhani HACCP
- Mencatan hasil
pertemuan tim HACCP
- Membuat dokumen
HACCP
3 Cece Suhendar Supervisor produksi Anggota Tim Bertanggung jawab atas
HACCP terlaksananya setiap proses
produksi yang sesuai dengan
HACCP plan dan
melaporkannya kepada Ketua
Tim HACCP
75
C. Bidang Kegiatan
Lokasi: Jalan Arzimar III No. 43, Kota Bogor
Beban kerja: disesuaikan dengan persediaan produk di gudang produk dan banyaknya
jumlah permintaan.
Bidang kegiatan utama:
- Produk: kapsul herbal, teh celup herbal, teh seduh herbal, bandrek, aren
- Produksi: sortasi, pencucian, pengirisan, pengeringan, penggilingan,
pengkapsulan/pengisian sachet, pengemasan, dan pelabelan.
- Distribusi: agen/distributor, herbal place, apotek, hotel
- Herbal information center
D. Pelatihan Karyawan
Pendidikan dan pelatihan yang telah diikuti:
1. Training auditor internal halal
2. Training keamanan pangan
3. Training jamsostek
4. Training ekspor-impor
5. Training legalitas produk serta perizinan perusahaan
6. Pelatihan rutin untuk staf produksi
76
DESKRIPSI PRODUK
77
PERSYARATAN DASAR
78
9. Pada saat proses pengkapsulan, ruang pengkapsulan dalam keadaan tertutup dan ruangan ber-
AC.
10. Karyawan produksi tidak boleh keluar masuk ruang produksi selama proses produksi
berlangsung.
11. Dipastikan ruangan bersih, tidak ada kotoran di dalam ruangan.
12. Peralatan produksi dibersihkan kembali setelah selesai produksi dan ketika akan
memproduksi produk yang berbeda.
79
BAGAN ALIR PRODUKSI
Herbal Capsule
Bahan baku
segar
Pencucian
Air bersih Air bekas pencucian
(dua tahap)
Pengirisan
Penggilingan
(80 mesh)
Penyimpanan
produk antara
Herbal Capsule
Iradiasi BATAN
(9-10 kGy, 4 jam)
Penyimpanan
produk
80
Bahan baku daun kering
Pengeringan
Uap air
(40-60oC, 6-8 jam)
Penggilingan
(80 mesh)
Penyimpanan
produk antara
Herbal Capsule
Iradiasi BATAN
Penyimpanan
produk
Diagram alir pembuatan Herbal Capsule dengan bahan baku daun kering
81
Bahan baku akar, rimpang,
kayu, buah kering
Pencucian
Air bersih Air bekas pencucian
(dua tahap)
Pengeringan
Uap air
(40-70oC, 8 jam)
Penggilingan
(80 mesh)
Penyimpanan
produk antara
Herbal Capsule
Iradiasi BATAN
Penyimpanan
produk
Diagram alir pembuatan Herbal Capsule dengan bahan baku rimpang, akar, kayu, buah kering
82
Bahan baku ekstrak
kering
Herbal Capsule
Iradiasi BATAN
Penyimpanan
produk
Diagram alir pembuatan Herbal Capsule dengan bahan baku ekstrak kering
83
ANALISA BAHAYA PADA BAHAN
Herbal Capsule
Potensi Bahaya
No. Bahan Bahaya Penyebab Bahaya Keakutan/ Resiko Tindakan Pencegahan
Peluang
keparahan
1 Herbal segar Biologi: mikroba patogen, Kontaminasi pada saat R T S Memantau kondisi bahan
kapang penanganan dan distribusi yang diterima dari pemasok
pemasokan bahan
Fisik: benda asing seperti Kontaminasi dan sortasi yang R S S Memantau kondisi bahan
bagian tanaman yang tidak kurang baik dari pemasok yang diterima dari pemasok
digunakan
2 Herbal kering Biologi: mikroba patogen, Kontaminasi pada saat R T S Memantau kondisi bahan
kapang penanganan dan distribusi yang diterima dari pemasok
pemasokan bahan
Fisik: benda asing seperti Kontaminasi dan sortasi yang R S S Memantau kondisi bahan
bagian tanaman yang tidak kurang baik dari pemasok yang diterima dari pemasok
digunakan
3 Cangkang Biologi: mikroba patogen Kontaminasi silang dari wadah R T S Memantau kondisi bahan
kapsul pembungkus yang diterima dari pemasok
Fisik: debu Kontaminasi silang dari wadah R S S Membersihkan tempat
pembungkus dan tempat penyimpanan secara teratur
penyimpanan
4 Botol plastik Biologi: mikroba patogen Kontaminasi silang dari wadah R T S Memantau kondisi bahan
pembungkus dan tempat yang diterima dari pemasok
penyimpanan
Fisik: debu Kontaminasi silang dari wadah R S S Membersihkan tempat
pembungkus dan tempat penyimpanan secara teratur
penyimpanan
Keterangan: R (ringan), S (sedang), T (tinggi)
84
ANALISA BAHAYA PADA PROSES PRODUKSI
Herbal Capsule
Potensi Bahaya
No. Tahap Proses Bahaya Penyebab Bahaya Keakutan/ Resiko Tindakan Pencegahan
Peluang
keparahan
1 Penerimaan bahan Biologi: mikroba patogen, Kontaminasi pada saat R T S Memantau kondisi bahan yang
baku kapang penanganan dan distribusi diterima dari pemasok
pemasokan bahan
Fisik: benda asing seperti Kontaminasi dan sortasi R S S Memantau kondisi bahan yang
bagian tanaman yang tidak yang kurang baik dari diterima dari pemasok
digunakan pemasok
2 Penyimpanan bahan Biologi: mikroba patogen, Pertumbuhan mikroba akibat R T S Penerapan SSOP dan penggunaan
baku kapang kontaminasi sebelumnya bahan secara FIFO (first in first
out)
3 Sortasi Biologi: mikroba patogen Kontaminasi silang dari T T T Penerapan sanitasi personel
pekerja, tempat sortasi, dan (karyawan), tempat sortasi, dan
wadah penampung bahan wadah
Kimia: logam Pisau yang digunakan untuk R S S Penggunaan pisau berbahan
sortasi stainless steel
4 Pencucian Biologi: mikroba patogen Air yang digunakan tidak T T T Penggunaan air PAM
memenuhi standar kualitas
air bersih
5 Pengirisan Biologi: mikroba patogen Kontaminasi silang dari S T T Penerapan sanitasi personel
pekerja, tempat sortasi, dan (karyawan), tempat sortasi, dan
wadah penampung bahan wadah
Kimia: logam Pisau yang digunakan untuk R S S Penggunaan pisau berbahan
sortasi stainless steel
85
Potensi Bahaya
No. Tahap Proses Bahaya Penyebab Bahaya Keakutan/ Resiko Tindakan Pencegahan
Peluang
keparahan
6 Pengeringan Biologi: mikroba patogen Mikroba dari kontaminasi S T T Penerapan sanitasi personel
sebelumnya dan tidak mati (karyawan), peralatan, dan tempat
oleh proses pemanasan produksi
Kimia: logam Kontaminasi silang dari S T T Penggunaan bahan yang tidak
peralatan pengering mudah kontam dengan bahan,
pengaturan suhu dan waktu yang
tepat
7 Penggilingan Biologi: mikroba patogen Kontaminasi dari bahan S T T Penerapan sanitasi personel
yang digiling sebelumnya (karyawan), peralatan, dan tempat
produksi
Kimia: logam Kontaminasi dari disc mill S T T Penggunaan bahan yang tidak
(alat penggiling) mudah kontam dengan bahan,
pengaturan waktu yang tepat
8 Penyimpanan bahan Biologi: kapang Kontaminasi silang dari S T T Penerapan sanitasi tempat
setelah digiling ruang penyimpanan penyimpanan
9 Pengkapsulan Biologi: mikroba patogen Kontaminasi silang dari R S S Penerapan sanitasi personel dan
pekerja dan peralatan peralatan
10 Pengemasan dan Biologi: patogen Pertumbuhan bakteri akibat S S S Penerapan sanitasi personel
pelabelan kontaminasi sebelumnya dan (karyawan), peralatan, tempat
kontaminasi dari bahan produksi, dan bahan pengemas
pengemas
Fisik: debu Kontaminasi silang dari S S S Penerapan sanitasi tempat
bahan pengemas penyimpanan bahan pengemas
11 Iradiasi Biologi: mikroba patogen Perubahan struktur molekul R T S Konfirmasi ke BATAN secara
produk akibat dosis radiasi berkala
yang tidak sesuai dengan
kondisi bahan
86
Potensi Bahaya
No. Tahap Proses Bahaya Penyebab Bahaya Keakutan/ Resiko Tindakan Pencegahan
Peluang
keparahan
12 Penyimpanan produk Biologi: kapang Kontaminasi silang dari S T T Penerapan sanitasi ruang
akhir ruang penyimpanan dan penyimpanan, pengeluaran produk
produk yang sudah rusak secara FIFO (first in first out) dan
pemisahan produk yang sudah
rusak
Keterangan: R (ringan), S (sedang), T (tinggi)
87
PENETAPAN TITIK KENDALI KRITIS / CRITICAL CONTROL POINT PADA BAHAN
.:Berdasarkan decision tree:.
Herbal Capsule
Kategori Bahaya
No. Bahan Bahaya Potensial yang Nyata P1 P2 P3 CCP/ CP
FS WH EF
Biologi: mikroba patogen, kapang
1 Herbal segar Fisik: benda asing seperti bagian Y Y N CP
tanaman yang tidak digunakan
Biologi: mikroba patogen, kapang
2 Herbal kering Fisik: benda asing seperti bagian Y Y N CP
tanaman yang tidak digunakan
Biologi: mikroba patogen
3 Cangkang kapsul Y Y N CP
Fisik: debu
Biologi: mikroba patogen
4 Botol plastik Fisik: debu Y Y N CP
Keterangan:
FS : food safety
WH : wholesomeness
EF : economic fraud
CCP/CP : critical control point / control point
Y/N : Yes / No
P1 : Apakah bahan baku mungkin mengandung bahan berbahaya?
P2 : Apakah pengolahan/penanganan dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya?
P3 : Adakah resiko kontaminasi silang terhadap peralatan atau produk lain yang tidak dapat dikendalikan?
88
PENETAPAN TITIK KENDALI KRITIS / CRITICAL CONTROL POINT PADA PROSES PRODUKSI
.:Berdasarkan decision tree:.
Herbal Capsule
Kategori Bahaya
No. Alur Proses Bahaya Potensial yang Nyata P1 P2 P3 P4 CCP/ CP
FS WH EF
1 Penerimaan bahan Biologi: mikroba patogen, Y N Y Y CP
baku kapang
Kimia: logam
4 Pencucian Biologi: mikroba patogen Y N Y Y CP
Kimia: logam
6 Pengeringan Biologi: mikroba patogen Y N Y N CCP
Kimia: logam Y N N CP
89
No. Alur Proses Bahaya Potensial yang Nyata Kategori Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/ CP
FS WH EF
7 Penggilingan Biologi: mikroba patogen Y N Y Y CP
Kimia: logam
8 Penyimpanan bahan Biologi: kapang Y N Y Y CP
setelah digiling
9 Pengkapsulan Biologi: mikroba patogen Y N N CP
90
LEMBAR KERJA CONTROL MEASURE
Monitoring Tindakan
No. CCP Bahaya Batas Kritis Catatan Verifikasi
Apa Bagaimana Frekuensi PJ Koreksi
1 Pengeringan Biologi: Kadar air Bahan Uji kadar Setiap batch Quality Pengeringan Hasil uji kadar Evaluasi proses
mikroba maksimal air Control ulang air pengeringan pada
patogen (E.coli, 10 % masing-masing
Salmonella, bahan
kapang
Aspergillus)
2 Iradiasi Biologi: Dosis Produk, Uji umur Setiap batch Quality Memastikan Surat Review catatan
mikroba radiasi label simpan control setiap produk keterangan iradiasi dari
patogen (E.coli, maksimum kemasan produk memperoleh iradiasi, berita BATAN, hasil uji
Salmonella, 10 kGy dan dari setelah di- dosis radiasi acara iradiasi, umur simpan
Clostridium, waktu 4 jam BATAN iradiasi, yang tepat, hasil uji umur produk
Bacillus, sebagai warna dengan simpan produk
kapang tanda telah indikator membanding-
Aspergillus) diiradiasi pada label kan umur
bahwa simpan produk
produk yang diiradiasi
tersebut dengan produk
sudah sejenis yang
diiradiasi tidak diiradiasi
91
PROSEDUR VERIFIKASI
Metode verifikasi:
1. Inspeksi visual proses produksi
2. Review rencana HACCP
3. Cek kesesuaian dengan kendali titik kritis
4. Konfirmasi kesesuaian produk dan rekaman
5. Penulisan laporan
Bahan dan alat verifikasi: kelengkapan dokumentasi terhadap proses produksi secara harian dan
berkala
92
PROSEDUR PENGADUAN KONSUMEN
Metode pengaduan konsumen: pengaduan konsumen dapat langsung ditujukan kepada bagian
marketing PT. LHI melalui telepon atau on-line
93
PROSEDUR RECALL
Waktu penarikan kembali: sesegera mungkin setelah pengaduan keracunan dari konsumen
Prosedur:
1. Penelusuran produk berdasarkan kode produksi sesuai dengan pengaduan konsumen
2. Uji laboratorium pada sampel produk yang bersangkutan
3. Jika ditemukan ketidaksesuaian pada sampel produk, seluruh produk dengan kode
produksi yang sama ditarik dari distributor dan agen.
4. Jika tidak ditemukan ketidaksesuaian pada sampel produk, maka tidak ada
penarikan produk dari distributor dan agen.
94
PERUBAHAN DOKUMEN / REVISI
Waktu revisi: setelah rapat tim HACCP jika diperlukan adanya perubahan dokumen
95
SISTEM PENYIMPANAN CATATAN
Metode penyimpanan catatan: catatan disimpan dalam bentuk hard-file dan soft-file
96