Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 3

Case 1

1. Differential diagnosis:
- Menigitis

Diagnoses to consider aside from meningitis include the following:


Noninfectious meningitis, including medication-induced meningeal inflammation
Meningeal carcinomatosis
Central nervous system (CNS) vasculitis
Stroke
Encephalitis
All causes of altered mental status and coma
Leptospirosis
Subdural empyema
Differential Diagnoses
Brain Abscess

Brain Neoplasms

Delirium Tremens (DTs)

Emergent Management of Subarachnoid Hemorrhage

Encephalitis

-
2. Examination findings in meningitis:

The classic triad of bacterial meningitis consists of the following:


Fever
Headache
Neck stiffness
The examination should evaluate the following:
Focal neurologic signs
Signs of meningeal irritation
Systemic and extracranial findings
Level of consciousness

3. Beda pada usia lebih kecil dan lebih besar:

infants may have the following:


Bulging fontanelle (if euvolemic)
Paradoxic irritability (ie, remaining quiet when stationary and crying when held)
High-pitched cry
Hypotonia

4. Lab test need to be performed:


Blood studies that may be useful include the following:
Complete blood count (CBC) with differential
Serum electrolytes
Serum glucose (which is compared with the CSF glucose)
Blood urea nitrogen (BUN) or creatinine and liver profile
In addition, the following tests may be ordered:
Blood, nasopharynx, respiratory secretion, urine or skin lesion cultures or
antigen/polymerase chain reaction (PCR) detection assays
Syphilis testing
Serum procalcitonin testing
Lumbar puncture and CSF analysis
Neuroimaging (CT of the head or MRI of the brain)
5. Need to be done before obtaining labs:
- Px should be placed in a monitored or critical care areea under isolation
- Medical staff taking care of the px must take universal precaution
- Support ABC: (airway protection in px with depressed level of conciousness,
brething give supplemental O2, administer fluid recusitation in septic shock
depends on hemodynamic status)
- Monitoring ECG, vital sign, oximetry
- Obtain IV acess
- Symptomatic treatment (antipyretics, anti emetics)
- Empiric antibiotic
6. Why not treated as outpatient:
- Need isolation
- Unstable
- Life threatening
- Bahaya komplikasi

CASE 2
a. Diagnosis dan ddx:
- Diagnosis: EDH + fraktur os frontalis + herniasi otak + obs TTT
- Ddx: SDH, edema cerebri, contusio cerebri,
b. GCS : 324= 9
c. Penatalaksanaan:
- Resusitasi ABC
- Head up 30o , airway paten pada pasien ini. Breathing berikan O2, hiperventilasi,
menjaga PCO2 35-45mmHg, pasang monitor, saturasi, cek BGA, circulation
pasang double iv line, pasien hemodinamik tidak stabil resusitasi cairan
kristaloid 20cc/kgBB dalam 1-2 jam pertama, evaluasi tiap 15 menit, ambil darah
untuk cek darah, cek GDS, pasang kateter
- Disability : GCS 324,refleks pupil, kornea, cari lateralisasi, defisit neurologis,
masukkan obat-obatan misal citicholin, piracetam, manitol 200cc(bila sudah mau
naik OK), CT scan, konsul bedah untuk tindakan operatif
- Exposure : cari jejas mengancam jiwa, cek TTT pada pasien, periksa adanya
penumothorax atau hematothorax, order CXR
d. Setuju ada herniasi, karena ada penurunan kesadaran dan pupil anisokor 3mm/5mm

CASE 3
Pendekatan tatalaksana pra rumah sakit pada pasien ini:

- Melihat apakah daerah aman atau tidak


- Memindahkan pasien ke tempat yang aman, universal precaution
- Memanggil bantuan, memanggil/ menyiapkan ambulans
- Melakukan Resusitasi :
o Airway : jaw thrust, gargling suction, pasang OPA, cervical collar
o Breathing : oksigenasi 10 lpm via NRBM bila spontan, bila tidak spontan
via BVM, cek saturasi
o Circulation: pasien kondisi preshock, resusitasi dengan cairan kristaloid
20cc/kgBB, pasang kateter, ambil darah jika memungkinkan, evaluasi 15
menit TTV
o Disability: GCS 111, cari defisit neurologis, lateralisasi, reflex pupil, kornea
o Exposure: cari jejas mengancam jiwa, hindari dari hipotermia
- Load and go
- Evaluasi

CASE 6

BP= CO X SVR

SV HR

ED ES

Preloa afterloa Contractili

Pada edema paru terjadi ektravasasi cairan pada interstitiel antara capilary bed dengan
alveoli, akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Penumpukan cairan ini disebabkan
preload yang besar. Menurut hukum frank-starling, kontraktilitas jantung dipengaruhi/
menyesuakian dengan preload. Preload yang besar akan meningkatkan kontraktilitas
jantung untuk memompa volume yang lebih besar juga. Pada kasus gagal jantung,
kontraktilitas jantung mengalami disfungsi. Karena mengalami disfungsi, preload terkesan
meningkat karena tidak dapat dipompa ke seluruh tubuh (pada gagal jantung kiri) sehingga
terakumulasi di atrium kiri dan paru. Preload yang meningkat ini juga meningkatkan EDV,
sehingga stroke volume juga meningkat, stroke volume yang meningkat akan meninkgatkan
cardiac output. Cardiac output yang meningkat memicu sistem simpatis untuk melakukan
kompensasi, yaitu dengan memproduksi katekolamin, katekolamin berfungsi sebagai
inotropik dan kronotropik, yaitu dengan meningkatkan kontraktilitas dan Hearrt rate. Karena
kontraktilitas jantung sudah mengalami disfungsi, maka HR meningkat untuk memperbaiki
perfusi jaringan. Simpatik overdrive akan meningkatkan HR dan SVR sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah (hipertensi) sebagai proses kompensasi tubuh, namun karena
disfungsi jantung maka simpatis yang terus bekerja menjadi simpatic overdrive activity yang
nantinya akan memperburuk keadaan karena meningkatkan Cardiac output, cardiac output
yang makin banyak akan menambah beban jantung, padahal jantung tidak dapat memompa
dengan baik sehingga menambah akumulasi cairan pada atrium kiri, dan paru, sehigga trjadi
perbedaan tekanan hidrostatik pada paru yang memperburuk edema paru tersebut.

You might also like