Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 19

Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu

dan Kawasan Srategis Konservasi Warisan Budaya di Kota Makassar


The Necessity of the Public Participants in Developing the Integrated Culture Area and
Strategic Area of Conservation of Cultural Heritage in Makassar

Yadi Mulyadi
Staf Pengajar Jurusan Arkeologi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin.
email: lumiday@yahoo.com

ABSTRACT

Participations of public in the effort conservation of culture heritage is one of priority which
must be reached in every exploiting activity of culture pledge object which with vision of
conservation. Including government plan of town Makassar which will do expansion of
integrated culture area and strategic area of conservation of culture heritage need to be
supported by all component, good of academician, practitioner and culture observer,
government officer and government functionary, self-supporting private sector and institute of
public as presentation of reality from participation of public. This thing need to be done,
because rightful owner public from culture heritage.
Conservation effort done shall affect at the increasing of awareness of urban community
Makassar for the importance of existence of cultural heritage pledge so that public later which
will play more and, government ready to and observes so that doesn't go out from applicable
law corridor about conservation. Investment of public in activity of conservation of cultural
pledge object in Makassar, in harmony with government concept which in stretcher now that
is concept Good Governance.

Key words: participations, conservation, culture heritage

Partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian warisan budaya merupakan salah satu
prioritas yang harus tercapai dalam setiap kegiatan pemanfaatan benda cagar budaya yang
berwawasan pelestarian. Termasuk rencana pemerintah kota Makassar yang akan melakukan
pengembangan kawasan budaya terpadu dan kawasan strategis konservasi warisan budaya
perlu didukung oleh seluruh komponen, baik akademisi, praktisi dan pemerhati budaya, aparat
dan pejabat pemerintahan, swasta dan lembaga swadaya masyarakat sebagai wujud nyata dari
partisipasi masyarakat. Hal ini perlu dilakukan, karena masyarakatlah pemilik syah dari
warisan budaya.
Upaya pelestarian yang dilakukan haruslah berdampak pada meningkatnya kesadaran
masyarakat kota Makassar akan pentingnya keberadaan bangunan-benda cagar budaya
sehingga masyarakatlah nanti yang akan lebih berperan serta, pemerintah tinggal mengayomi
dan mengawasi sehingga tidak keluar dari koridor hukum yang berlaku tentang pelestarian.
Penyertaan masyarakat dalam kegiatan pelestarian benda cagar budaya di Makassar, selaras
dengan konsep pemerintahan yang di usung sekarang yaitu konsep Good Governance

Kata kunci: partisipasi, pelestarian, warisan budaya

1
I. Pendahuluan
Dalam salah satu rubrik di harian Tribun Timur medio Februari 2006, Walikota

Makassar menyebutkan tentang rencana penataan kota Makassar tahun 2005-2015 yang

sementara ini masih dalam proses pengkajian di Bappeda kota Makassar. Salah satu poinnya

adalah berkaitan dengan pengembangan Kawasan Budaya Terpadu dan Kawasan Strategis

Konservasi Warisan Budaya. Rencana tersebut tentu saja merupakan langkah yang positif

yang diambil oleh pemerintah kota Makassar dan mencerminkan kepedulian yang sangat

tinggi pemerintah kota terhadap sejarah budaya dan eksistensi kota Makassar sebagai kota tua

bersejarah yang kini menjelang usianya yang ke 401 tahun November 2008 nanti. Langkah

tersebut tentu saja membutuhkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat kota Makassar,

sehingga rencana pengembangan kawasan terpadu dan kawasan strategis tersebut berdampak

positif terhadap perkembangan kota Makassar dan masyarakat Makassar pun merasakan

manfaatnya secara langsung.

Sebagai salah satu kota tua yang terdapat di Indonesia, kota Makassar tentu saja telah

melalui perjalanan sejarah yang begitu panjang dan menyisakan kita tinggalan-tinggalan

budaya dan sejarah yang memiliki nilai historis tinggi sebagai penanda identitas jati diri kota

Makassar. Tinggalan budaya yang ada atau yang dikenal dengan sebutan Benda Cagar Budaya

jika mengacu pada Undang-Undang No. 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya, tentu saja sudah

menunggu saat dimana pemerintah kota Makassar memperlihatkan kepeduliannya akan

keberadaan dan kelestarian benda cagar budaya yang ada di kota Makassar. Berdasarkan data

hasil inventarisasi Benda Cagar Budaya-yang juga merupakan tinggalan arkeologi-yang telah

dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar maupun Jurusan Arkeologi

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, kota Makassar memilki ratusan Benda Cagar

Budaya, mulai dari tinggalan dari masa kerajaan, bangunan-benda cagar budaya bearsitektur

Indis, Pecinan Town sampai komplek makam kuno yang bersejarah. Sehingga langkah

2
pemerintah kota Makassar untuk mengembangkan Kawasan Strategis Konservasi Warisan

Budaya merupakan suatu langkah yang sangat tepat untuk pelestarian benda cagar budaya

yang memang membutuhkan untuk dikonservasi dan dilestarikan. Dalam tulisan ini, benda

cagar budayanya difokuskan pada bangunan kolonial yang terdapat di kota Makassar tua.

Dalam upaya pengembangan kawasan tersebut, kita dapat merujuk pada UU RI No. 5

tahun 1992 dan PP RI No. 10 tahun 1993, yang secara jelas termaktub bahwa benda cagar

budaya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Merujuk pada produk hukum tersebut,

sebagaimana yang tertuang dalam pasal-pasalnya, maka pemanfaatan benda cagar budaya

sebagai obyek wisata adalah sah secara hukum. Pemanfaatan benda cagar budaya sebagai

obyek wisata sebagaimana yang diatur dari kedua produk hukum tersebut, harus tetap

menjaga kelestarian dari benda cagar budaya itu sendiri. Dalam UU RI No. 5 tentang

Kepariwisataan, juga diatur secara jelas bahwa pembangunan kepariwisataan harus tetap

menjaga kelestarian budaya.

Selain itu, partisipasi masyarakat menjadi hal yang penting guna mencapai hasil yang

maksimal dalam pengembangan kawasan budaya tersebut. Pemetaan sebaran benda cagar

budaya yang terdapat di kota Makassar dapat menjadi langkah awal untuk memulai upaya

pengembangan Kawasan Budaya Terpadu dan Kawasan Strategis Konservasi Warisan

Budaya.

II. Distribusi Benda Cagar Budaya Kota Makassar

Mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan Asmunandar tahun 2006 dalam rangka

penyelesaain tesisnya, terdapat 74 bangunan yang termasuk katagori benda cagar budaya yang

ada di kota lama Makassar (lihat Tabel 1.). Setelah mengetahui lokasi, fungsi dan gaya

arsitektur bangunan, maka selanjutnya dilakukan urut-urutan bangunan berdasarkan kronologi

3
angka tahun dibangun. (lihat Asmunandar, 2006:68). Upaya ini dilakukan untuk mengetahui

secara lebih jelas pola perkembangan Kota Makassar

Tabel 1. Daftar bangunan-bangunan di wilayah kota lama Makassar berdasarkan kronologi

No Nama Bangunan Tahun Letak


1 Benteng Rotterdam 1545/1673 Jalan Ujung Pandang
2 Jaringan Jalan Abad ke-17 dan awal Di sekitar Rotterdam dan
abad ke-19 timur laut koningsplein
3 Kompleks Makam Raja-raja Tallo abad ke-18 Jalan sultan Abdullah
4 Klenteng Ma Tjo Poh Ibu Agung 1738 Jalan sulawesi
Bahari
5 Rumah Abu Famili Nio 1750-an Jalan Sulawesi
6 Klenteng Kwan Kong 1810 Jalan Sulawesi
7 Vihara Istana Naga Sakti 1860 Jalan Sulawesi
8 Gereja Immanuel 1885 Jalan Balai Kota
9 Rumah Kediaman Residen 1885 Jalan Jenderal Ahmad Yani
Gubernur
10 Gereja Katedral 1892 Jalan Kajaolalido
11 Societeit de Harmonie 1896 Jalan Riburane
12 Rumah Leluhur Marga Thoeng 1898 Jalan Sulawesi
13 Rumah Abu Tung Abadi 1898 Jalan Sulawesi
14 Rumah Mayor Thoeng akhir abad ke-19 Jalan Sulawesi
15 Apartemen Sarang Lebah akhir abad ke-19 Jalan Usman Jafar
16 Sekolah Dasar Lariang Bangi 1906 Jalan G. Latimojong
17 Sekolah Dasar Timor 1907 Jalan Timor
18 Mesjid Arab 1907 Jalan Lombok
19 Rel Kereta awal abad ke-20 Jalan Tentara Pelajar dan
Jalan Veteran
20 Apartemen Sarang Semut awal abad ke-20 Jalan Ince Nurdin
21 SMP Negeri 6 1910 Jalan Jenderal Ahmad Yani
22 Kantor Direktorat Jendral 1910 Jalan Riburane
Anggaran
23 SMU Negeri 16 1910 Jalan Amannagappa
24 Bioskop Ratu 1914 Jalan Lembeh
25 Sekolah Kejuruan Pelayaran 1915 Jalan Rajawali
untuk Pribumi
26 Kantor Pengadilan Negeri 1915 Jalan Kartini
Makassar
27 Asrama Lompobattang 1915 Jalan Rajawali
28 Rumah Tahanan Militer 1915 JalanRajawali
29 Kompleks Purnawirawan Kodam 1915 Jalan Rajawali
VII Wirabuana
30 Museum Kota Makassar 1918 Jalan Balai Kota
31 Kantor Kamar Dagang dan 1920 Jalan Jenderal Ahmad Yani
Industri
32 Percetakan Makassar NV. OGEM 1920 Jalan Jenderal Ahmad Yani
33 Menara air 1920 Jalan Ratulangi
34 Rathkamp 1920 Jalan Jenderal Ahmad Yani
35 Sekolah Kwan Bung 1920 Jalan Ranggong
36 Rumah tinggal 1920-an Jalan Bacan
37 Rumah tinggal 1920-an Jalan Sumba
38 Rumah Sakit Jiwa 1920 Jalan Lanto Dg Pasewang
39 Gedung KMT 1920 Jalan Lembeh
40 Kantor Pos Divisi Ekspedisi 1925 Jalan Balai Kota
41 Rumah Tinggal 1925 Jalan bacan
42 Gedung MULO 1927 Jalan Jenderal Sudirman

4
43 Wisma Corimac 1927 Jalan Jenderal Sudirman
44 Rumah Tinggal 1928 Jalan Lombok
45 Rumah Tinggal 1928 Jalan Balai Kota
46 Gereja Katholik Susteran 1928 Jalan Lamadukelleng
47 Aula SMU Katolik Makassar 1928 Jalan Lamadukelleng
48 Rumah tinggal 1920-an Jalan Bacan
49 Rumah tinggal 1920-an Jalan Bacan
50 Rumah tinggal 1920-an Jalan Sumba
51 Tjian Rijan & Co 1920-an Jalan Lombok
52 Gudang Beras 1920-an Jalan Ternate
53 Kantor CV. Angin Timur 1920-an Jalan Sangir
54 SMU Kartika Chandra Kirana 1920-an Jalan Sungai Tangka
54 Hotel Empress 1930 Jalan Kajaolalido
55 Rumah Tinggal 1931 Jalan Daeng Tompo
56 Rumah Jabatan Walikota 1933 Jalan Penghibur
Makassar
57 Sekolah Frater atau Menalia 1934 Jalan Thamrin
58 Kantor Polisi Militer 1935 Jalan Jenderal Sudriman
59 Rumah Tinggal 1935 Jalan Datu Museng
60 Rumah Jabatan Gubernur 1937 Jalan Jenderal Sudirman
61 Rumah Sakit Bersalin Sentosa 1938 Jalan Jenderal Sudirman
62 Kantor Walikota Makassar 1938 Jalan Jenderal Sudirman
63 Rumah Tinggal 1938 Jalan Daeng Tompo
64 Rumah Sakit Stella Maris 1938 Jalan Penghibur
65 Kompleks Perwira Kodam VII 1938 Jalan Sungai Tangka
Wirabuana
66 SMP Negeri 5 1930-an Jalan Sumba
67 Kantor Direktorat Jenderal Pajak 1940 Jalan Slamet Riyadi
68 Sekolah Frateran 1940 Jalan Kajaolalido
69 Kantor Pos dan Telegram 1940 Jalan Balai Kota
70 Bunker Jepang 1942 Jalan Amanagappa
71 Queenshead 1946 Jalan Balai Kota, Jalan
Manggis, Jalan Sungai
Tangka, Jalan Amanagappa
dan Jalan Rajawali
72 Rumah Wakil Gubernur Sul-Sel 1946 Jalan Sultan Hasanuddin
73 Fasilitas Dermaga Rekreasi Layar 1950 Jalan Ujung Pandang
74 Rumah Tinggal 1954 Jalan Arif Rate

Jika kita kaji lebih mendalam tabel di atas, terlihat bahwa Kota Makassar sebagai kota

lama yang diarsiteki oleh bangsa Belanda. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Benteng

Ujung Pandang dan sekitarnya sebagai permukiman baru menggantikan Benteng Somba Opu

sebagai ibukota Kerajaan Makassar. Benteng Ujung Pandang yang diganti namanya menjadi

Benteng Rotterdam kemudian menjadi hunian orang-orang Belanda sekaligus tempat

menjalankan pemerintahan kolonial di Kota Makassar. Pada bagian utara Benteng Rotterdam,

berkembang menjadi kawasan hunian pedagang yang berasal dari Tionghoa atau yang

sekarang disebut Pecinan. Kawasan Pecinan ini, ditandai dengan banyaknya klenteng dan

5
vihara sebagai sarana ibadah bagi orang-orang Cina. Klenteng dan vihara tersebut berdiri pada

masa sekitar pertengahan abad ke-18 hingga akhir abad ke-20.

Di kawasan pecinan juga terdapat deretan rumah-rumah yang berpola medieval, tanpa

halaman depan. Umumnya bangunan ini berlantai dua, dimana ruang bawah sebagai tempat

usaha dagang, sedangkan bagian atas difungsikan untuk hunian. Fenomena bangunan seperti

ini didukung oleh kawasan Pecinan sejak dulu merupakan kawasan perdagangan yang

berdekatan dengan pelabuhan. Bangunan tersebut pada umumnya berupa ruang ruang terbuka

di bagian belakang atau patio, yang berfungsi memasukkan cahaya dan udara secara alami ke

dalam rumah. Kawasan Pecinan ini dikenal juga dengan sebutan Negory Vlaardingen yang

dihuni juga oleh pedagang dari Eropa. Buktinya dapat dilihat pada beberapa bangunan pada

kawasan Pecinan yang menggunakan gaya arsitektur Eropa Klasik maupun Eropa Modern.

Setelah pemukiman di luar benteng berlangsung, Belanda mendirikan beberapa

bangunan pemerintahan, bangunan perumahan, bangunan pendidikan, gereja, bangunan

kesehatan, dan sarana sosial. Namun, bangunan-bangunan tersebut umumnya menempati

daerah di sekitar Lapangan Karebosi dan di sekitar Benteng Rotterdam, sebagai daerah

eksklusif orang-orang Belanda. Sementara untuk sarana militer, dibangun di daerah selatan

Benteng Rotterdam, Jalan Rajawali.

III. Pembahasan

Sebaran benda cagar budaya yang melimpah di kawasan kota lama Makassar sangat

berpotensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan dengan positif, termasuk dimanfaatkan

untuk kepentingan pariwisata. Selain itu, wilayah ini pun dapat dijadikan muatan penting

dalam pengembanan kawasan budaya terpadu dan kawasan strategis konservasi warisan

budaya di kota Makassar. Nilai historis sebagai salah satu nilai penting yang terkandung

6
dalam benda cagar budaya di kota Makassar baru sebagian kecil nilai penting yang ada.

Kasnowihardjo (2001) mengemukakan lebih spesifik beberapa potensi yang dimiliki benda

cagar budaya yang merupakan objek arkeologi antara lain:

1. Scientific research, maksudnya bahwa tinggalan arkeologi tidak hanya untuk


memenuhi kepentingan disiplin ilmu arkeologi ataupun para arkeologi saja, tetapi
berbagai disiplin ilmu lain pun dapat memanfaatkan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh bangunan candi, mesjid, dan makam kuno,
dapat pula dijadikan objek penelitian bagi para ahli bidang teknik baik sipil ataupun
arsitektur.
2. Creative arts, bahwa tinggalan arkeologi dapat juga dijadikan sebagai sumber
inspirasi para seniman, sastrawan, penulis, maupun fotografer, dan tinggalan
arkeologi tersebut sekaligus dijadikan sebagai objek kreatifitasnya.
3. Education, tinggalan arkeologi terutama yang bersifat monumental ataupun
yang sudah dimuseumkan, mempunyai peranan penting dalam pendidikan bagi anak-
anak sekolah dan generasi muda, yaitu dalam upaya menanamkan rasa cinta dan
bangga terhadap kebesaran bangsa dan tanah airnya.
4. Recreation and tourism, salah satu bentuk pemanfaatan tinggalan arkeologi
ialah sebagai objek wisata dan tempat-tempat rekreasi yang sehat dan positif. Tempat
tempat wisata seperti tersebut apabila perlu dapat dijual dengan retribusi yang tinggi,
karena merupakan tempat atau lokasi yang langka, bahkan mungkin satu-satunya
tempat di dunia.
5. Symbolic representation, maksudnya bahwa tinggalan arkeologi kadang-
kadang berfungsi sebagai gambaran secara simbolis bagi kehidupan manusia, terutama
bagi yang mempercayainya, sebagai contoh beberapa panel relief Karmawibangga
yang ditemukan di Candi Borobudur yang menggambarkan hukum karma, yaitu
hukum sebab akibat tentang kehidupan manusia antara waktu di dunia dan di akhirat.
6. Legitimation of action, keberadaan tinggalan arkeologi dapat dijadikan
sebagai alat untuk melegitimasi suatu kondisi tertentu.
7. Sosial solidarity and integration, keberadaan tinggalan arkeologi dapat
memotivasi suatu solidaritas sosial dan integrasi yang kuat dalam suatu masyarakat.

Monetary and economic gain, objek tinggalan arkeologi yang sifatnya langka dan unik

serta dapat berfungsi sebagai objek wisata budaya seperti yang telah disebutkan diatas, jelas

akan mendatangkan keuntungan terutama bagi daerah ataupun masyarakat disekitarnya

(Kasnowihardjo, 2001: 15-17). Pemaparan di atas semakin mempertegas bahwa pelestarian

itu sangatlah penting, bahkan kaitannya dengan pemanfaatan benda cagar budaya, upaya

pelestarian tetap harus dikedepankan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang

nantinya akan kita sesali. Namun fenomena yang terjadi sekarang, upaya pelestarian benda

7
cagar budaya khususnya banguan kuno di Makassar belumlah berjalan maksimal. Upaya

pelestarian yang dilakukan masih cenderung berada dalam koridor teoritis saja. Padahal

Sudah saatnya Makassar perlu untuk lebih menonjolkan benda-benda cagar budayanya.

Termasuk bangunan, gedung, lingkungan, dan lainnya, yang punya nilai sejarah perjuangan.

Visi dan misi pelestarian harus bisa melindungi warisan, menjamin keanekaragaman, dan

ekonomis. Melestarikan benda cagar budaya itu perlu motivasi.

Dan motivasi adalah partisipasi kolektif. Perwujudan dari tanggung jawab bersama

pemerintah, swasta, dan masyarakat berupa pemberian ruang gerak yang kondusi bagi

kemanfaatan sosial dan ekonomi publik atau masyarakat. Penyertaan peran masyarakat dalam

upaya pelestarian benda cagar budaya harus segera dilakukan, pelestarian bukan lagi hak

mutlak kalangan terbatas saja. Langkah penyertaan masyarakat dalam upaya pelestarian sudah

pernah diterapkan oleh UNESCO dan hal tersebut merupakan hal positif yang dapat kita

adopsi untuk diterapkan di Makassar. Bila dibandingkan dengan hasil pengamatan di lapangan

di berbagai negara maka ada satu hal yang mencolok yaitu betapa besarnya kesertaan

masyarakat lokal di dalam melaksanakan kegiatan pemugaran, baik sebagai organisasi

maupun kesertaan perorangan berdasarkan manfaat yang diharapkan. Mereka cukup jelas

disertakan di dalam menentukan, menyelenggarakan dan memanfaatkan kegiatan-kegiatan

pemugaran cagar budaya yang dikelola oleh kota yang bersangkutan. Pendekatan berdasarkan

community based actions di dalam pelaksanaan pemugaran atau pelestarian lingkungan dan

bangunan cagar budaya, memang disarankan oleh UNESCO. Bahkan dalam rangka

meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas dan disegala lapisan umur, UNESCO

mengadakan kampanye mengenai cinta warisan budaya dengan program melalui sekolah-

sekolah dari Taman Kanak-Kanak sampai ke Perguruan Tinggi, dengan nama : Heritage In

Young Hands.

8
Dalam kaitan ini di Indonesia, program ini pun ada namun seakan-akan hanya dengan

keterlibatan Departemen Pendidikan Nasional tanpa ada kesertaan Pemerintah Daerah secara

proaktif. Pihak UNESCO juga berpesan kepada para politisi/pemberi keputusan/Pemda, agar

di dalam penyelenggaraan pelestarian cagar budaya hendaknya dilibatkan masyarakat terdekat

dengan kegiatan tersebut dan jadikanlah sebagai kegiatan bersama dengan masyarakat kalau

kegiatan itu benar-benar ingin berhasil. Jika langkah seperti ini diterapkan pula di Makassar

dalam upaya pelestarian benda cagar budaya di Makassar, niscaya benda cagar budaya yang

membisu itu akan lebih mudah mengungkapkan kisah sejarah kota Makassar kepada kita. Hal

tersebut tentu saja akan berdampak positif pada terbangunnya identitas kultural dan sejarah

dari kota Makassar, selain dampak ekonomis yang akan semakin meningkat dengan hadirnya

para wisatawan untuk berwisata tempo dulu di kota Makassar.

Intinya adalah upaya pelestarian yang dilakukan haruslah berdampak pada

meningkatnya kesadaran masyarakat kota Makassar akan pentingnya keberadaan bangunan-

benda cagar budaya sehingga masyarakatlah nanti yang akan lebih berperan serta, pemerintah

tinggal mengayomi dan mengawasi sehingga tidak keluar dari koridor hukum yang berlaku

tentang pelestarian. Penyertaan masyarakat dalam kegiatan pelestarian benda cagar budaya di

Makassar, selaras dengan konsep pemerintahan yang di usung sekarang yaitu konsep Good

Governance, dengan tiga pilar utamanya ; pemerintah, swasta, dan masyarakat yang salah

satunya meliputi partisipasi masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan usaha yang bertujuan

untuk memahami landasan hukum keberadaan benda cagar budaya serta kaidah-kaidah yang

harus dipatuhi dalam pelestarian benda cagar budaya. Maka diharapkan pemanfaatan benda

cagar budaya sebagai obyek wisata tetap dalam koridor prinsip-prinsip pelestarian. Dalam

kajian Cultural Resource Management salah satu aspek dalam pengelolaan adalah aspek

9
legalitas. Oleh karena itu produk hukum baik yang berupa undang-undang maupun peraturan

pemerintah harus selalu menjadi acuan.

Adapun setelah upaya pelestarian, dalam pemanfaatan benda cagar budaya sebagai

obyek wisata, tentunya akan melibatkan berbagai pihak dengan berbagai kepentingan pula.

Pemerintah kota Makassar sebagai salah satu pihak yang berhak ikut memanfaatkan tentunya

juga harus memahami kewenangan yang dimilikinya. Pemahaman terhadap kewenangan

bukan hanya merujuk pada undang-undang tentang otonomi daerah, tetapi harus melihat

produk perudangan yang terkait. Dalam hal ini produk perundangan yang harus menjadi

rujukan minimal undang-undang tentang cagar budaya, undang-undang tentang

kepariwisataan, dan peraturan pemerintah No. 10 serta produk perundangan yang lainnya.

Dengan memahami kewenangan masing-masing pihak, maka dalam pemanfaatan benda cagar

budaya akan tetap menjaga kelestarian benda cagar budaya itu sendiri. Lebih penting lagi asas

keseimbangan dalam pemanfaatan akan terwujud.

3.1 Landasan Hukum

Kegiatan pelestarian dewasa ini yang sering kita dengar adalah survei, ekskavasi,

pengangkatan dan konservasi. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah penyediaan data dan

memperlambat kerusakan yang akan terjadi terhadap tinggalan arkeologi. Kegiatan

pemanfaatan benda cagar budaya yang akan dilakukan tidak merusak arti penting yang

terkandung di dalam benda cagar budaya tersebut dan dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah, otomatis dalam pelaksanaannya harus mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku sesuai

dengan keputusan yang telah disepakati, serta tetap memperhatikan aturan atau pedoman

dasar yang berlaku yang telah ditetapkan secara Internasional dan Nasional.

3.1.1 Pedoman Internasional

10
Selain berlandaskan pada peraturan-peraturan atau pedoman yang telah dikeluarkan

atau digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam melakukan pelestarian terhadap benda

cagar budaya, kegiatan ini juga berlandaskan pada peraturan-peraturan atau pedoman yang

terdapat pada piagam Burra dan UNESCO sebagai salah satu aturan internasional terhadap

tindakan pelestarian terhadap sumberdaya arkeologi. Adapun aturan-aturan atau pedoman

yang berlaku, baik yang terdapat pada piagam Burra maupun Unesco yaitu :

a. Piagam Burra

- Pasal 2 :

Ayat (2) :

Tempat-tempat bersignifikansi budaya harus dilestarikan.

Ayat (4) :

Tempat-tempat bersignifikansi budaya harus dilindungi dan tidak


dibiarkan terlantar atau ditinggalkan dalam kondisi yang
mengkhawatirkan.

- Pasal 26:

Ayat (1) :

pekerjaan pada sebuah tempat harus didahului oleh kajian-kajian untuk


memahami tempat tersebut yang harus meliputi analisis fisik, dokumentasi,
oral, dan bukti-bukti lainnya, memakai pengetahuan, keahlian dan disiplin
yang sesuai.

b. UNESCO

Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan yang salah terhadap benda cagar budaya,

maka UNESCO mencoba untuk merancang sebuah draft yang berisi tentang perlindungan

benda cagar budaya. Kelestarian benda cagar budaya sangat diperhitungkan demi kepentingan

sejarah dan ilmu pengetahuan sehingga kegiatan komersialisasi yang tentunya mengarah pada

11
penjualan sangat dibatasi untuk menjaga eksploitasi secara besar-besaran oleh investor yang

memiliki peralatan yang canggih dan modal yang besar.

3.1.2 Pedoman Nasional

Untuk skala nasional pedoman yang perlu diperhatikan dalam proses pelaksanaan

pelestarian yaitu, Undang-undang Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah dan Keputusan

Menteri. Adapun isi dari masing-masing pedoman yang mengatur tentang pelestarian yaitu:

Upaya pengelolaan sumberdaya arkeologi berangkat dari amanat UUD 1945 Pasal 32

serta TAP MPR Nomor II tahun 1993, khususnya dalam bidang kebudayaan dengan

menegaskan:

nilai tradisi dan peninggalan sejarah yang memberikan corak khas pada
kebudayaan bangsa serta hasil pembangunan yang mengandung nilai
kegairahan, kepeloporan, dan kebanggaan nasional perlu terus digali,
dipelihara, serta dibina untuk memupuk semangat perjuangan dan cinta
tanah air. Perencanaan tata ruang di semua tingkatan harus
memperhatikan pelestarian bangunan dan benda yang mengandung nilai
sejarah.

Selain didasarkan atas perundangan pokok diatas, upaya pengelolaan sumberdaya arkeologi

pada era otonomi daerah saat ini, juga memperhatikan atau mengakomodasi perundangan

yang terkait lainnya seperti :

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992, tentang Benda Cagar

Budaya:

1. pasal 13

Ayat (1) :

Setiap orang yang memiliki atau menguasai benda cagar budaya


wajib melindungi dan memeliharanya .

Ayat (2) :

Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya sebagimana


dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan dengan memperhatikan nilai
sejarah dan keaslian bentuk serta pengamanannya.

12
2. Pasal 15

Ayat (2) point d :

Tanpa seizin dari pemerintah setiap orang dilarang mengubah bentuk dan
atau warna serta memugar benda cagar budaya.

Ayat (2) point e :

Pemanfaatan benda cagar budaya yang dimaksud dalam ayat (1) tidak
dilakukan dengan cara atau apabila: Bertentangan dengan upata perlindungan
benda cagar budaya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (2).

3. Pasal 19

Ayat (1) :

Benda cagar budaya tentu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama,


pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. (Anonim, 1997).

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 10 tahun 1993 tentang

pelaksanaan Undang-undang RI No. 5/ 1992, pasal 22, 23 ayat (1), dan pasal 36.

- Pasal 22:

Setiap orang yang memiliki atau yang menguasai Benda Cagar


Budaya wajib melakukan perlindungan dan pemeliharaan Benda
Cagar Budaya yang dimiliki atau yang dikuasainya.

- Pasal 23

Ayat (1) :

Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan


dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran.

Ayat (2) :

Upaya pencegahan dan penanggulangan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang tidak bertentangan
dengan prinsip pelestarian.

13
4. Pasal 36

Ayat (1) :

Pemanfaatan benda cagar budaya dapat dilakukan atas izin


yang diberikan oleh Mentri.

Ayat (2) :

Pemanfaatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) hanya


diberikan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan,
ilmu pengetahuan dan atau budaya.

Ayat (3) :

Pemanfaatan Benda Cagar Budaya untuk kepentingan sebagaimana


yang dimaksud ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan
fungsi sosial dan kelestarian Benda Cagar Budaya (Anonim, 1997).

c. Keputusan Mendikbud R.I. nomor 063/U/1995 tentang perlindungan dan

pemeliharaan benda cagar budaya, pasal 10, 11, dan pasal 18.

- Pasal 10

Ayat (1) :

Setiap pemilik dan atau yang menguasai benda cagar budaya wajib
memelihara kondisi fisik benda cagar budaya yang dimiliki dan atau
dikuasai.

Ayat (2):

Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi


perawatan dan pemugaran.

- Pasal 11

Ayat (1):

Perawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2),


dilakukan dengan cara:
a. Melakukan perawatan sehari-hari dengan menjaga kebersihan atau
dengan pengawetan Benda Cagar Budaya untuk mencegah
pelapukan.

14
b. Menyimpan Benda Cagar Budaya pada tempat yang tidak
mengakibatkan Benda Cagar Budaya tercemar atau rusak akibat
pengaruh lingkungan.

Ayat (2):

Tata cara perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),


diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.

- Pasal 18 :

Pada saat berlakunya keputusan ini semua ketentuan yang mengatur


perlindungan dan pemeliharaan Benda Cagar Budaya masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan keputusan ini (Anonim, 1997).

d. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pemanfaatan Benda

Cagar Budaya Sebagai Objek Wisata

Kegiatan dengan kepariwisataan baik yang berkaitan dengan sumberdaya alam

maupun sumberdaya arkeologi untuk kewenangan Pemerintah Daerah telah diatur secara jelas

dalam Undang-Undang RI no. 9 tahun 1990, tentang kepariwisataan. Kewenangan tersebut

diatur dalam:

5. Pasal 34

Ayat (1) :

Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan dibidang penyelenggaran


kepariwisataan dengan Pemerintah Daerah.

Ayat (2) :

Ketentuan mengenai penyerahan sebagian urusan di bidang kepariwisataan


diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

15
IV. Kesimpulan

Mengetahui, mengerti dan memahami landasan hukum dan wewenang dalam

pemanfaatan benda cagar budaya sebagai obyek wisata bukan berarti persoalan akan menjadi

selesai. Dalam pelaksanaannya ternyata masih menyisakan beberapa persoalan yang harus

secepatnya dicarikan jalan keluar. Pengertian tentang benda cagar budaya dalam persepsi

berbagai pihak berbeda-beda. Dalam Peraturan Pemerintah N0. 10 tahun 1993 dan Keputusan

menteri yang dimaksud benda cagar budaya adalah situs atau artefak yang sudah mendapat

Surat Keputusan Penetapan sebagai benda cagar budaya dari menteri yang berwenang.

Tentunya ini mempunyai kelemahan mengingat banyaknya sumber daya arkeologis yang

mempunyai nilai tinggi untuk kepentingan akademik, ideologik dan ekonomi belum

mempunyai Surat Penetapan tersebut.

Salah satu langkah kongkrit yang dapat dilakukan adalah membuat Model Pengelolaan

Kawasan Budaya, yang bertujuan :

1. Mendorong dan meningkatkan kemarnpuan pemerintah kota Makassar dalam rangka

melindungi asset budaya dengan cara pelestarian bangunan atau kawasan budayanya.

2. Mengarahkan dan mengendalikan hasil perancangan (design) bangunan baru yang

berada di dalam kawasan budaya yang dilestarikan.

3. Penajaman arah pengendalian pembangunan pada kawasan khusus yang dilestarikan

dengan memberikan perlindungan terhadap bangunan dan memberikan arah

pembentukan jati diri kawasan.

Pembuatan model pengelolaan kawasan budaya tersebut, dapat dilakukan bersama dengan

melibatkan kalangan akademisi yaitu jurusan arkeologi, maupun jurusan sejarah dan

arsitektur serta instansi arkeologi terkait seperti Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala

Makassar dan Balai Arkeologi Makassar. Selain itu melibatkan pula pemerintah kota

16
Makassar yang diwakili oleh instansi terkait, serta dari masyarakat yang dapat diwakili oleh

LSM-LSM yang bergerak dibidang kebudayaan. Dari hal ini, tentu saja diharapkan rencana

pengembangan Kawasan Budaya Terpadu dan Kawasan Strategis Konservasi Warisan Budaya

yang sementara dilakukan kota pemerintah kota Makassar akan dapat terwujud tidak hanya

pada tataran konsep semata tapi menjadi nyata. Termasuk dalam hal ini pengembangan

Karebosi dan revitalisasi komplek kerajaan Tallo tetap mengacu pada model pengelolaan

kawasan budaya. Bukankah indah ketika Makassar menjadi kota metropolis yang tetap

memiliki identitas kultural yang kuat dengan bangunan-bangunan bersejarahnya yang unik

dan lestari.

17
Daftar Pustaka

Asmunandar. 2006. Laporan Pendataan Benda Cagar Budaya di kawasan Kota Lama
Makassar. ttb

Cleere, Henry F. 1989 (ed). Archaeological Heritage management in the Modern World.
Unwyn Hyman. London.

Darvill, Timothy. 1995. Value Systems in Archaeology. Malcolm A. Cooper, etc (ed).
Managing Archaeology. London and New York. Routledge

Grant, Jim. Sam Gorin and neil Fleming. 2002. The Archaeological Coursebook : An
Introduction To Study Skills, Topics and Methods. Routledge. London and New York.

Gunn, Clare A. 1994. (Third ed). Tourism Planning:Basics, Concepts, Cases. Taylor &
Francis. London.

Haryono, Timbul, 1995, Arkeologi Kawasan dan Kawasan Arkeologi: Asas keseimbangan
dalam pemanfaatan, Berkala Arkeologi, tahun XV (Edisi Khusus) Yogyakarta, Balai
Arkeologi, 139-143

Haryono, Timbul Prof. Dr. 2003, Pengembangan dan Pemanfaatan aset Budaya Dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah.

Kasnowiharjo,Gunadi. 2001. Manajemen Sumberdaya Arkeologi. Lembaga Penerbitan


Unhas : Makassar

Mundardjito. 1995. Benda Cagar Budaya: Pengertian dan Nilai. Makalah dalam Rapat
Penyusunan Petunjuk Teknis Pelestarian, Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan
Purbakala. Cisarua, Jawa Barat, 20-23 Maret 1995.

_____.1996. Pendekatan Integratif Dan Partisipatif Dalam Pelestarian Budaya.


Makalah. Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Madya Tetap Pada Fakultas Sastra.
Universitas Indonesia.

Nuryanti, Wiendu. 1999. Tourism and Culture Global Civilization in Change?. Lester Borley.
Heritage and Environment Management : The International Perspective.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Pearsen, M. dan Sullivan S, 1995, Looking After Heritage Places, Melbourne University
Press, Carlton-Victoria, Australia.

Renfrew, Collin and Paul Bahn. 1991. Archaeology : Theories, Methods and Practice.
Thames and Hudson. London.

Soejono, RP. 2004. Arkeologi dan Pemahaman Kebudayaan, dalam Seminar Sehari
tentang Kebudayaan : Makna dan Pengelolaannya. CSIS. Jakarta.

18
Biodata Penulis

Nama Lengkap : Yadi Mulyadi

TTL : Bandung, 19 Maret 1980

Pendidikan : S-1 Arkeologi Universitas Hasanuddin

Mahasiswa Pasca Sarjana Arkeologi UGM

Pekerjaan : Staf pengajar jurusan arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Unhas

dan aktif di Ujungpandang Heritage Society

Alamat : BTN Tabaria Blok E4 No. 6 Makassar

Handphone : +62811445547

Fleksi : +62411-5445547

Blog : celebesarchaeology.wordpress.com

jaringanarkeologpelestari.blogspot.com

email : arkeologpelestari@yahoo.com

19

You might also like