1864

You might also like

Download as doc or pdf
Download as doc or pdf
You are on page 1of 24
BU-1 TERUMBU KARANG DAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI YANG BERKELANJUTAN Malikusworo Hutomo Puslitbang Oseanologi-LIPI A, Pasir Putih 1, Ancol Timur Jakarta 11048 I, PENDAHULUAN ‘Terumbu karang yang merupakan bagian dari suatu sistem ekologi laut dan Pesisir yang kompleks, mempunyai peranan penting dalam berbagai proses biologi dan fisika laut yang berkaitan dengan kelestarian sumber daya hayati laut dan pesisi. Lingkungan terumbu karang mempunyai diversitas biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat tumbuh, berlindung dan mencari makan bagi berbagai biota laut. Selain fungsi biologis, terumbu karang juga mempunyai fungsi melindungi pantai dari hempasan ombak dan arus laut. Keindahan alam laut di sekitar terumbu karang memberikan nilai tambah dari segi sosio-ekonomi masyarakat yaitu sebagai daerah rekreasi bahari yang apabila dikelola dengan baik akan memberikan dampak positif bagi kegiatan ekonomi masyarakat setempat. Laut Indonesia yang terletak di daerah tropis dan diapit oleh Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, kaya akan berbagai jenis terumbu karang yang tersebar mulai dari sekitar pantai barat dan timur Sumatra, Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi, Selat Makasar, Laut Maluku, Laut Pasifik di Utara Irian Jaya, laut-laut di sekitar kepulauan Sunda Kecil dan Laut Jawa, Namun kekayaan alam yang demikian besaraya berada di dalam kondisi yang memprihatinkan. Penelitian LIPI menunjukkan bahwa hanya lebih Kurang 6% terumbu karang di Indonesia berada dalam kondisi prima, 24% dalam kondisi baik dan sisanya berada dalam keadaan yang kurang baik sampai buruk. Seminar Aktivitas Bawah Air BI-2 Tulisan ini menyajikan karakteristik, manfaat dan persyaratan lingkungan ekosistem terumbu karang secara umum. Selain itu diuraikan berbagai dampak kegiatan wisata bahari yang memanfaatkan keindahan ekosistem ini sebagai aset. Bahasan yang agak mendalam adalah lontaran dari penulis mengenai konsep pengelolaan terumbu karang di Indonesia dengan tekanan pada partisipasi masyarakat setempat atau yang akan disebut sebagai “ON SITE MANAGEMENT” I, KARAKTERISTIK EKOSISTEM TERUMBU KARANG ILA. Karakteristik dan Fungsi Terambu Karang Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang unik yang hanya terdapat di perairan tropis. Chave (1973) dan Eldredge (1976) mengemukakan batasan terumbu karang sebagai suatu ekosistem perairan dangkal tropis dengan komunitas berbagai jenis biota laut yang secara kolektif membentuk substrat padat dalam bentukan kapur (limestone) (Soekarno dkk. 1983 : 12). Pada ekosistem terumbu karang, peranan karang analog dengan peranan pohon-pohonan pada ekosistem hutan, Kerusakan atau kematian pohon-pohon pada kawasan hutan akan merusak atau akan mengubah lingkungan setempat dan berakibat terganggunya keseimbangan komunitas. Kejadian serupa akan terjadi pada daerah terumbu karang bila karang-karangnya rusak atau mati (Sockaro dkk, 1983 : 12). Peranan karang batu (bangsa Scleractina) dalam ekosistem terumbu karang sangat menonjol dan merupakan komponen utama bagi formasi terumbu karang. Selain karang batu, peranan alga merah berkapur (Litothamnia terutama marga Porolithon), juga sangat penting di dalam menghasilkan substrat kapur yang sangat penting artinya bagi Kokohnya struktur fisik terumbu karang. Alga merah berkapur terutama yang berada di bagian terumbu yang menghadap ke laut terbuka, paling tahan terhadap pukulan ombak (Soekamo dkk. 1983 ; 13). Menurut Soekarno dkk. (1983 : 13-14), binatang karang yang membentuk terumbu karang pada umumnya mempunyai bentuk kerangka yang majemuk. Proses perbanyakan dan pembentukan koloni-koloni karang dapat berlangsung secara vegetatif maupun generatif, Sebuah polip (binatang karang) Seminar Aktivitas Bawah Air BI-3 akan tumbuh menjadi banyak dengan jalan pembelahan berulangkali sehingga suatu Kerangka akan dapat terdiri dari ratusan ribu polip. Bila suatu polip telah tumbuh memanjang dan membesar, maka akan terbentuke polip anak sebagai hasil pertunasan ke samping yang kemudian akan tumbuh membesar. pula, sedarigkan diantaranya akan terbentuk sekat-sekat rangka melintang. Dengan Proses ini maka masing-masing polip akan terpisah-pisah oleh adanya sekat-sekat kapur yang dihasilkannya, Proses perbanyakan secara generatif, berlangsung khususnya pada karang batu, Keturunannya yang berupa larva atau dikenal pula sebagai planula dilahirkan dari tubuh Polip berkelamin betina (vivipar). Sel kelamin jantan (sperma) dilepaskan dari polip induknya ke dalam air dan mencapai ova (telur) yang berada dalam polip yang berkelamin betina, schingga terjadi pembuahan (fertlisasi). Pada umumnya karang bersimbiosis dengan suatu alga mikroskopik bersel tunggal (zooxanthella) dan disebut sebagai bentuk hermatypic corals. Sel alga, zooxanthella, hidup dalam jaringan polip karang. Fotosintesis. sel alga tersebut membantu supiai makanan bagi polip karang dan pembentukan kerangka kapur. Alga menghasilkan oksigen dan bahan makanan bagi polip karang, sedangkan karang menghasilkan sisa-sisa produk karbon dioksida, material yang mengandung fosfat dan nitrogen yang digunakan oleh alga sebagai makanannya. Selain sel alga tersebut yang bersimbiose secara mutualistik dengan polip karang, maka alga planktonik (Phytoplankton) dan alga bentik yang hidup di daerah terumbu karang merupakan Produser primer bagi Komunitas terumbu karang. Pada siang hari berbagai alga tersebut lewat proses fotosintesis menghasilkan bermacam-macam zat organik. Berbagai invertebrata dan ikan memakan alga ini atau serasah (detritus) serta jasad-jasad yang terbawa anus, Lebih jauh dari permukaan laut hidup bermacam-macam pemangsa yang sebagian besar terdiri dari ikan (Sockarno dkk. 1983 : 13). Sehingga seperti dikemukakan oleh Odum (1971 dalam Soekarno dkk. 1983 : 14), walaupun karang batu suatu jasad hewani, suatu terumbu karang bukanlah suatu komunitas heterotrifik, melainkan suatu ekosistem yang lengkap dengan suatu struktur trofik, termasule pula suatu biomassa tumbuhan hijau dalam jumlah besar. Seminar Aktivitas Bawah Air BU-4 Rangkaian struktur trofik pada ekosistem terumbu karang diikhtisarkan oleh Eldredge (1976) seperti tertihat pada gambar 1. Karang digambarkan sebagai tempat hhidup (habitat) berbagai jenis biota penghuni daerah terumbu karang . Hewan pemakan Plankton (plankton feeders) terdici dari beberapa jenis ikan, ii laut (Crinoided), polip karang, sponge, beberapa jenis moluska, dan lain-lain. Omnivora dan pemakan serasah terdiri dari beberapa jenis ikan, kepiting, udang, polikhaeta, ophiurid, dan teripang (holothuroidea), bulu babi (oKhinoidea), dan beberapa jenis moluska. Biota pemangsa seperti beberapa jenis ikan misalnya kerondong, bintang laut. (asteroidea), beberapa jenis gastropoda dan sebagainya. Berbagai jenis bakteri pembusuk dan fungi mengurai biota yang mati menjadi zat-zat anorganik. Selanjutnya zat-zat anonganik ini merupakan nutrisi bagi fito-plankton dan tumbuhan hijau di perairan tersebut (Soekarno dkk. 1983 : 14-15), Ekosistem terumbu karang merupakan penentu keanekaragaman biota laut (marine biodiversity), sehingga banyak ahli menganalogikannya sebagai Hutan Hujan Tropis (Tropical Rain Forests). Terumbu karang berfungsi sebagai habitat, tempat mencari makanan dan berkembang biak bagi sejumlah besar organisme laut. Terumbu karang yang schat dapat memproduksi 25 sampai 45 metrik ton ikan per kilometer persegi per tahun (Tomascik 1992 : 25). Terumbu (ree/) adalah deposit berbentuk masif dari kalsium karbonat yang diproduksi oleh karang (Phylum Cnidaria, ordo Scleractinia) dengan tambahan utama dari Calcareous algae dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (White 1987 : 3). Karena sifatnya yang masif, terumbu karang memiliki fungsi sengat penting sebagai pelindung dari pengaruh kenaikan permukaan air laut yang sampai saat ini Giproyeksikan sckitar 6 “"/utn. Pertumbuhan terumbu karang bervariasi sekitar 2 ““Yeson untuk jenis karang batu yang masif, dan sekitar 20 “aye atau lebih pada karang jenis bercabang (Tomascik 1992 : 18). Di Indonesia, menurut Tomascik, terdapat dua genera terpenting yang membangun terumbu karang, yaitu Acropora (misalnya karang bercabang) dan Porites (misalnya batu karang masif). Ekosistem terumbu karang juga memegang peranan penting di dalam siklus biogeokimia (Tomascik 1992 : 22-23), Karang membentuk kerangka kaput yang terdiri Seminar Aktivitas Bawah Air BU-S Coral feeder (Parroe tinh Crinotdos — Orserodonts Leotoconchs 2 vscenieds (enol) vale Acanthutldt Umodomer tenu Dorlng Cyanopliyecte—— inervotoenivus (Oecapod—— Elpvecoma (Clerined} Tepuln (xantntgoad 1) —— Amohived Ophiveold z|tedophyium ltalevonsast 3| S; —Holothurion 3 lreigsens A ElAremane Eenloola ‘Opinthobranch OMNIVORES AND DETINTUS FECOLRS Gambar 1. Sketsa_yang memperlihatkan sejumlah organisme dan asumsi posisinya dalam food web scbagai bagian komunitas terumbu karang. (Eldredge 1976 dalam Soekarno dkk. 1983 : 15) Seminar Aktivitas Bawah Air BN-6 dari CaCO; dan di dalam polyp karang terdapat zooxanthella yang membantu pembentukan kapur. Pembentukan kapur ini sangat penting artinya dalam mengurangi jumlah karbon yang ada di udara. Karbon yang ada di udara akan diubah menjadi CaCOs, Para pakar telah menghitung kemampuan karang mengambil karbon, yaitu 111 juta "Aah yang ekivalen dengan 2% dari seluruh karbon yang ada. Diramalkan bahwa pada 50-100 tahun yang akan datang, karang dapat menyerap 4% dari jumlah karbon (COz) yang lepas di udara jika kondisi terumbu karang di dunia tidak mengalami kerusakan (Tim Teknis KLH 1992 2). Sebagai sumber plasma nutfah, terumbu karang juga merupakan sumber berbagei makanan dan bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam bidang farmasi dan kedokteran (Tim Teknis KLH 1992 : 2). Karang yang merupakan bentukan Kapur, telah sejak Jama digunakan untuk berbagai keperluan lain, seperti bahan pembuatan kapur, fondasi bangunan, pengeras jalan, bahan baku industri dan hhiasan (Kantor Menteri Negara KLH 1989 : 25), Fungsi lain dari terumbu karang, menurut Tomascik (1992 ; 23) adalah : a) Melindungi pantai dan ekosistem pantai dari berbagai aksi gelombang dan dampak besar dari badai (angin topan), angin musim dan gelombang pasang dengan peran sebagai pemecah gelombang (break water). b Terumbu karang di sekeliling pulau-pulau tropis (terutama pada pulau-pulaw karang) merupakan sumber utama pasir bagi kawasan pantai, ‘Terumbu karang merupakan perekam alamiah dari kondisi iklim dan lingkungan di masa lampau, 9) d Karena estetika yang dimilikinya, terumbu karang merupaken aset yang sangat menarik dalam pariwisata ¢) Terumbu karang merupakan aset penting untuk pendidikan dan penelitian Soekarno dk (1983 : 15) menyimpulkan fungsi alarni terumbu karang sebagai lingkungan hidup dalam arti sebagai habitat berbagai jenis biota laut, sebagai pelindung fisik bagi sistem pulaunya, sebagai sumber daya alam hayati, dan sebagai sumber keindahan. Seminar Aktivitas Bawah Air M12, Persyaratan Lingkungan Terumbu Karang ‘Terumbu karang hanya dapat hidup pada perairan laut jernih yang dangkal, kurang dari 40 meter, suhu air laut 25-28°C dan salinitas 25 %/., ada arus dan cahaya matahari (Lembaga Oseanologi Nasional LIPI 1983 : 12-19). Menurut Tomascik (1992 : 18-19), karang hermatypic dan terumbukarang, ditemukan pada banyak daerah tropis dan subtropis yang temperatur rata-rata air lautriya di atas 16°C dan di bawah 34°C, Namun, terumbu karang secara nyata hanya dapat berkembang pada air laut yang, hangat (23-32°C), cerah dan umumnya pada daerah tropis dengan kedalaman kurang dari 40 meter. Pertumbuhan terumbu karang paling pesat berlangsung pada kedalaman 2 sampai 10 meter. Salinitas, merupakan faktor penentu persebaran dan pertumbuhan terumbu karang. Pada umumnya, pembangunan terumbu karang masih toleran pada salinitas dengan kisaran 30-38°%eo Menurut Tomascik (1992, 21-22) terdapat beberapa persyaratan kondisi lingkungan yang memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan dan pemeliharaan komunitas terumbu karang, yaitu a) Konsentrasi DO (oksigen terlarut) pada lapisan permukaan air laut harus tinggi (tidak kurang dari 5,5 "as dan rata-rata paling kecil 6,0 "us dalam periode 24 jam), Sedangkan konsentrasi BOD (Biological Oxygen Demand) tidak melampaui 0,25 iter b Suhu air laut tidak melebihi batas yang memungkinkan pembangunan terumbu karang (di bawah 34°C). © qd) ° Salinitas air laut antara 32°%eq sampai 36 “/o pH air berkisar 7,5 - 8,5 Kecerahan air laut, secara vertikal tidak kurang dari kedalaman 10 meter. f) Konsentrasi zat-zat anorganik harus rendah. 8) Biomas yang rendah dari phytoplankton dengan diversitas yang tinggi merupakan karakteristik dari ekosistem terumbu karang yang sehat. h) Konsentrasi sedimen terlarut (suspended sediments) harus rendah (terutama yang berasal dari daratan). i) Frekuensi terjadinya limpahan aliran air tawar dari daratan harus rendab, i) Air bebas dari polutan (misal logam berat, minyak, lemak, dan sebagainya). Seminar Aktivitas Bawah Air BU-8 Dari persyaratan tersebut terlihat bahwa pengubahan fisik-biologis lingkungan daratan pulau dapat membawa pengaruh menurunnya kualitas perairan laut dengan akibat rusaknya terumbu karang dan biota laut lainnya, sehingga akan memperlemah fungsi terumbu karang sebagai pelindung fisik pulau dari terjangan gelombang laut. Dengan demikian, pemeliharaan kelestarian lingkungan perairan laut serta kelestarian lingkungan pulaunya sendiri, sangat ditentukan oleh pengelolaan terhadap lingkungan daratan pulau. Ill, DAMPAK PARIWISATA TERHADAP LINGKUNGAN . TERUMBU KARANG Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan Jingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu (Kodhyat 1983 dalam Spillane 1989 : 21). Wisata bahari merupakan kegiatan pariwisata yang memanfaatkan sumber daya alam khusunya ekosistem bahari atau kelautan sebagai media rekreasi (Jarman 1976 : 222). Menurut Jarman, potensi perairan laut bagi pengembangan wisata bahari, terletak pada sifatnya sebagai ruang terbuka serta estetika lingkungannya yang sangat menonjol karena perbedaan yang sangat kontras tentang berbagai sifat antara massa perairan dengan daratan, Jarman (1976 : 222) selanjutnya mengemukakan, estetika laut pada umumnya dapat diartikan keindahan, keunikan dan keajaiban laut itu sendiri dan lingkungannya sebagai medium kebidupan, yang dapat dinikmati oleh’ manusia. Sebagian besar dari nilai estetika laut terletak di daerah terumbu karang (coral ree/). Estetika laut tersebut timbul oleh karena adanya paduan harmonis antara ait laut yang jernih dengan berbagai corak dan warna dari biota-biota yang hidup di daerah terumbu karang. Keindahan alam bawah laut ini merupakan atraksi wisata penting terutama untuk rekreasi diving dan snorkeling, Pemanfaatan pulau sebagai obyek wisata didasarkan kepada potensi estetika lingkungan alam laut tersebut. Selain itu, lingkungan pulau memiliki udara sangat Seminar Aktivitas Bawah Air BI-9 bersih. Seperti dikemukakan oleh Hein (dalam Beller W., dkk, 1990 : 58), masalah polusi udara termasuk hujan asam, hampir tidak pernah terjadi pada pulau-pulau kecil di tengah lautan, Pariwisata dinyatakan banyak memberikan manfaat positif secara ekonomi, namun di lain segi kegiatan yang sama juga menciptakan dampak negatif bagi lingkungan. Dengan kegiatan bersifat musiman, pariwisata memberiken beban yang berat tethadap lingkungan (Sumardja 1990 dalam Tjia 1992 : 51). Berkenaan dengan hal itu, Atmawidjaja (1985 dalam Tjia 1992 : 52) menyatakan, pariwisata sering dinilai mempunyai pengaruh negatif terhadap pelestarian alam dan lingkungan hidup karena timbulnya dampak kumulatif, sinergestik dan individual yang berpengaruh negatif tethadap pelestarian alam atau lingkungan hidup akibat kunjungan wisatawan, terutama bila sumber daya sasaran kunjungan itu tidak dikelola dengan baik. Namun sebaliknya, Pariwisata juga merupakan salah satu usaha konservasi alam dan lingkungan hidup apabila dikelola dengan baik. Sumber daya yang tadinya dirusak oleh masyarakat Karena tekanan ekonomi, atau juga oleh alam karena tidak terpelihara, dapat diperbaiki dan dipelihara, Kecenderungan pengrusakan oleh masyarakat dapat dicegah, atau bahkan mereka ikut membantu pemeliharaan sumber daya itu karena ikut memperoleh nafkah dari sektor pariwisata. Pengembangan pulau-pulau kecil sebagai obyek wisata diimplemetasikan melalui pembangunan fisik pulau berupa modifikasi terhadap lingkungan alamiah daratan pulau dengan membuka hutan untuk membangun prasarana, fasilitas, areal rekreasi dan utilitas, sera mengekspose estetiku lingkungan untuk menciptakan kenyamanan yang diinginkan. Pengembangan ini akan diikuti oleh munculnya dampak terhadap lingkungan pulau, baik pada tahap konstruksi (pembangunan) maupun pada tahap pengelolaan. Pada tahap konstruksi, Tomascik (1992 : 47-50) mengidentifikasikan beberapa hal yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan laut terutama ekosistem terumbu karang, yaitu : a) Peledakan, pengangkatan dan penggalian karang berkaitan dengan pembangunan dermaga, pemecah ombak (break water) dan marina, Pengangkatan karang mengakibatkan terjangan gelombang laut terhadap pantai semakin kuat, dan untuk Seminar Aktivitas Bawah Air BI-10 menanggulangi abrasi pantai, pinggir pantai cenderung diturap dengan memindahkan terumbu karang dari kawasan ratean terumbu (reef flat) sebagai material utama Konstruksinya, Perlakuan ini malah semakin merangsang proses abrasi pantai. b) Dampak fisik langsung dari pencabutan akar pepohonan, pemadatan tanah serta aktivitas pematangan tanah (land clearing) lainnya, meningkatkan sedimentasi terhadap perairan laut sekeliling pulau sehingga mengganggu kondisi terumbu karang, °) Gangguan fisik secara langsung terhadap terumbu karang dan koridor garis pantai melalui aktivitas konstruksi dan pengumpulan karang untuk konstruksi (bahan bangunan). Kuantitas fasilitas dan prasarana serta jenis konstruksinya berkaitan erat dengan kerusakan yang terjadi pada terumbu karang di sckeliling pulau, Pembangunan dermaga dan jembatan berkonstrnksi beton yang masif dengan material utama terumbu karang yang diambil melafui pengerukan rataan terumbu, akan mengakibatkan perubahan pola sirkulasi air laut dan gelombang laut, Bersamaan dengan rusaknya terumbu karang yang berfungsi sebagai break water, sirkulasi air laut yang tertahan oleh konstruksi jembatan dermaga dan dermaga, akan memperbesar gelombang laut yang menghantam pantai sehingga proses abrasi semakin besar dan cepat. Pada tahap pengelotaan dari pengembangan pulau sebagai obyek wisata bahari, dampak lingkungan yang terjadi khususnya terhadap ekosistem perairan laut, terutama bersumber dati 1. Perubahan fisik-biologis pada daratan pula, yaitu : a) Meningkatnya pemasukan aliran air permukaan, nutrien dan jenis-jenis polutan lain dari areal tanah yang telah dibuka seperti taman, plaza, lapangan olah raga, jaringan jalan, helipad, dan sebagainya, Limpahan air permukaan yang besar pada musim hujan akan memasukkan sejumlah besar sedimen, nutrien, dan pestisida. Pelepasan limbah binatang pada habitat terumbu karang akan menghasilkan eutrofikasi. Seminar Aktivitas Bawah Air BI-u b) Meningkatnya aliran air permukaan akibat penutupan tanah oleh bangunan- bangunan dan emplasemen. Pada aliran air permukaan (run-off), kontaminan utama terdiri atas : ait tawar, zat- zat padat terlarut (suspended solids) sekitar 100 "hi, nutrien (P (total) : 0,5 "hie dan N (total) : 2 "/iq), Biological Oxygen Demand (BOD) : 30 "ie herbisida dan pestisida, hidrokarbon, minyak dan lemak (Tomascik 1992 : 54). Tomascik (1992 : 42) mengatakan, konsentrasi posfat yang tinggi akan menghambat pertumbuhan kerangka di dalam pembangunan terumnbu oleh karang, dan menghasilkan limpahan phytoplankton (misal red tides) dan algae bentik yang dapat tumbuh mendominasi komunitas terumbu dengan mengorbankan karang, invertebrata serta algae pembangunan terumbu Selanjutnya Tomascik (1992) mengemukakan erosi tanh yang tinggi akan menghasilkan endapan dan peningkatan konsentrasi zat-zat padat terlarut (suspended solids) pada terumbu karang, Pemasukan sedimen yang besar ke perairan dekat pantai akan mengurangi kejernihan air dan selanjutnya mengganggu proses fotosintesis. Selain itu, sedimen yang terbawa oleh aliran air permukaan dari daratan pulau mengandung banyak zat organik, sehingga akan meningkatkan BOD perairan laut yang menerimanya serta mengurangi Konsentrasi DO (oksigen terlarut). Sedimen yang besar selain menyerap dan membawa bahan-bahan kimia beracun, juga akan menutup dan mengubur karang dan organisme bentik lain. 2. Produksi limbah dari aktivitas rekreasi dan pelayanannya, yang meliputi : a) Pemasukan minyak dan lemak dari aktivitas dapur, restoran dan kamar mandi (minyak gosok dan cairan pelembab kulit) ke perairan laut sekitar pantai. 'b) Pemasukan air buangan dan nutrien dari saluran pembuangan dan saluran drainase. Kontaminan utama pada limbah domestik dan air buangan terdiri atas : limbah biologis (BOD), mutrien (posfat dan nitrogen), surfactan dan dispersan, zat-zat padat terlarut (suspended solids), air tawar (hyposaline), khlorin, algasida, hidrokarbon dan logam berat (Tomascik 1992 : $3). Seminar Aktivitas Bawah Air BI-12 Tomascik (1992 : 52) menjelaskan, dekomposisi zat-zat organik yang melepaskan nutrien-nutrien utama bersamaan dengan nutrien-nutrien anorganik terlarut (misal posfat dari deterjen), dapat menyebabkan eutrofikasi. Eutrofikasi sebagai hasil langsung dari pemasukan nutrien dapat mengakibatkan kerusakan total dari keseimbangan komunitas terumbu karang yang memang sangat sensitif (mudah terganggu). Ekosistem terumbu karang dicirikan oleh air faut yang jernih dengan penetrasi cahaya matahari 30-40 meter. Kejernihan air ini merupakan faktor lingkungan terpenting dan bersifat sebagai pembatas, yang menentukan persebaran terumbu karang, pola zonasi karang dan distribusi hewan. Berkurangnya kejernihan air karena tingginya Konsentrasi sedimen yang masuk, akan mengganggu proses fotosintesis yang berakibat terganggunya pertumbuhan terumbu karang (Tomascik 1992), ©) Pemasukan bahan-bahan kimia pencemar seperti pestisida dan pupuk dari aktivitas pembinaan vegetasi. Herbisida, sekalipun dalam konsentrasi rendah, mengganggu rantai proses produksi makanan dasar dengan merusak zooxanthella dan produser utama lainnya pada karang, Pestisida merusak komunitas zooplankton dan tahap larva dari karang (Tomascik 1992 : 48). 4) Pemasukan bahan-bahan penjemih air yang mengandung khlor ke perairan dekat pantai, Bahan penjernih khlor mempunyai senyawa kimia beracun yang terbentuk bila terpapar pada sinar matahari (Tomascik 1992 : 49), ©) Masuknya limbah air panas dari mesin pembangkit listrik ke perairan laut terutama habitat terumbu karang. Banyak habitat terumbu karang di dunia, rusak oleh limbah air panas dari mesin pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak seperti mesin diesel (Tomascik 1992 : 70-73). Lebih lanjut Tomascik menjelaskan, jumlah karang yang dirusak merupakan fungsi dari volume air pendingin yang Seminar Aktivitas Bawah Air BI-13 digunakan dan beberapa parameter fisika dan kimia Ieinnya. Semakin besar pembangkit listrik yang dipakai semakin lues dampaknya, £) Peningkatan limbah padat Peningkatan limbah padat dapat mengganggu perairan laut. Penumpukan sampah di pinggir pantai, dapat tercecer ke perairan laut oleh angin, hewan peliharaan, atau tersapu gelombang laut, Selain gangguan terhadap kebersihan juga menutup terumbu karang serta meningkatnya zat-zat padat terlarut. 3. Perubahan sirkulasi air laut, gelombang laut dan pasang surut akibat pembangunan dermaga dan jembatan dengan konstruksi beton yang masif, pembuatan break ‘water, turap pantai, reklamasi pantai, konstruksi penahan gelombang sejajar mengelilingi Pantai (groins), dan pengangkatan terumbu karang untuk material bangunan, Arus laut memegang peranan penting dalam mensuplai oksigen untuk Pertumbuhan karang, Hasil percobaan Verwey pada tahun 1929 di Teluk Jakarta mendapatkan bahwa Acropora hebes membutubikan tidak kurang dari 20 ce oksigen Perkilogram berat per jam untuk pemafasannya (Seoekamno dkk. 1983 : 5). Selain itu, pola arus laut sangat penting bagi pengangkutan natrien, larva material-material sedimen. Arus laut berguna untuk membilas dan membersihkan limbah, Kecepatan arus dan pergolakan air punya pengaruh kuat terhadap morfologi dan komposisi taksonomi ekosistem terumbu karang. Sehingga pengubahan besar tethadap pola sirkulasi air, flaktuasi pasang surut dan gelombang laut akibat pekerjaan-pekerjaan engineering dapat mengurangi pengangkutan sedimen dan limbah, Keterpaparan yang lama terhadap udara akibat pengubahan geomorfologi dasar perairan sckitar Pantai, akan mengakibatkan sebagian besar organisme terumbu karang mengalami kekeringan dan bahkan mati (Tomascik 1992 : 45), 4, Aktivitas angkutan laut, berupa : @) Pelepasan polutan seperti gas dan minyak dari aktivitas suplai dan pengoperasian boat (angkutan laut), serta pemasukan sediman dari aktivitas di perairan laut, b) Resuspensi sedimen oleh lalu lintas angkutan laut Seminar Aktivitas Bawah Air BI-14 5. Aktivitas rekreasi di kawasan perarian laut, berupa : a) Pengumpulan karang untuk cinder mata, dijual atau-sekedar kesenangan sebagai kegiatan rekreasi. ») Pengrusakan fisik secara langsung olch aktivitas rekreasi seperti berjalan di atas karang (reef walking), jangkar boat (boat anchoring), olah raga selam dan gangguan oleh boat kecil (mendarat pada saat air laut surut secara langsung merusakkan fisik dasar karang yang mengakibatkan matinya karang). Aktivitas tersebut menghasilkan puing-puing dan sedimen halus, dan karena tersuspensi akan mengganggu kejernihan air, rekolonisasi dan kesehatan karang. Selain itu, akan menyebabkan beberapa jenis organisma bentik terpapar langsung terhadap sinar matahari yang dapat mengakibatken jaringan rusak atau bahkan mati (Tomascik 1992 : 50), Dari uraian di atas terlihat bahwa, dampak dari pengembangan pulau kecil sebagai obyck wisata terhadap kawasan perairan laut, terutama adalah menurunnya kualitas air laut sebagai medium kehidupan karang, sehingga _selanjutnya mengakibatkan rusaknya terumbu karang beserta organisma yang hidup pada habitat terumbu karang tersebut. Aktivitas yang berakibat langsung pada rusaknya terumbu karang, terutama bersumber dari aktivitas rekreasi di perairan laut serta aktivitas angkutan Jaut. Sebaliknya kerusakan terumbu karang sangat berpengaruh terhadap stabilitas fisik pulau akibat proses abrasi pantai dan daratan pulau. Pengubahan lingkungan pada daratan pulau, juga membawa dampak terhadap lingkungan diratan pulau itu sendiri, yaitu : Pembukaan sebagian hutan untuk tapak bangunan, prasarana dan emplasemen akan mempersempit areal resapan air hujan dengan akibat menurunnya cadangan air tanah, Ketidakseimbangan antara eksploitasi air tanah dan peresapan air hujan, akan mengakibatkan habisnya air tawar, dengan dampak terjadinya intrusi air asin dan matinya jenis vegetasi yang tidak toleran terhadap air asin. Kawasan pantai merupakan areal paling menarik untuk rekreasi schingga merupakan tempat terkonsentrasinya wisatawan. Pada lingkungan pulau, spesies tentu ‘Sominar Aktivitas Bawah Air BI-15 bertengger, beristirahat, kawin, dan bertelur di kawasan pantai atau daratan pulau, tetapi mencari makan di laut. Pemanfaatan seluruh kawasan pantai untuk rekreasi serta pendirian bangunan pada pinggir pantai sepanjang keliling pulau, akan mengekibatkan spesies tersebut berkurang atau bahkan hilang sama sekali dari Jingkungan pulau (Tomascik 1992). " Selain itu, pemanfaatan seluruh kawasan pantai sebagai areal rekreasi dan aktivitas yang berlainan, akan diikuti dengan penebangan vegetasi jenis bakau dan semak belukar untuk menampilkan pantai pasir putih yang bersih sehingga estetika pantai terekspos maksimal. Padahal, jenis-jenis vegetasi tersebut sangat berperan sebagai perangkap soil yang tererosi, nutrien dan polutan yang terbawa oleh aliran air permukaan, serta melindungi dari proses abrasi dan erosi oleh air maupun angin (Tomascik 1992). » Pengubahan seluruh hutan alamiah menjadi areal taman rekreasi (pepohonan dipertahankan tetapi permukaan tanah diubah atau dibuka) akan berdampak pada hilangnya spesies terestrial. a Produksi sampah dari aktivitas rekreasi dan pelayanan manajemen. Sampah menimbulkan polusi udara (bau), berkembang biaknya lalat dan nyamuk, mencemari tanah dan air tanah melalui rembesan cairan limbah, serta mengganggu estetika lingkungan. Limbah cair potensial mencemari air tanah sehubungan dengan sifat tanah pulau yang mudah diresapi air. Sempitnya areal daratan pulau serta rendahnya permukaan tanah, merupakan kendala bagi pengolahan sampah di pulau. Apalagi sebagian besar bersifat anorganik (bahan plastik, kaleng, kaca, aluminium) sehingga sulit terurai atau mengalami pelapukan, a . Pemanfaatan pulau sebagai tempat rekreasi lebih mengandalkan lingkungannya sebagai ruang terbuka hijau bersifat alamiah dengan orientasi ke kawasan pantai dan perairan laut, Kehadiran bangunan-bangunan fasilitas yang merupakan unsur buatan, akan mengurangi karakter alamiah lingkungan pulau. Karena itu, besaran bangunan, ‘Seminar Aktivitas Bawah Air BIL-16 kerapatan bangunan, ketinggian bangunan, tata letak bangunan, disain arsitektur, bahan dan malah warna bangunan, sangat berpengaruh terhadap keserasian dan estetika lingkungan alamiah pulau. Kehadiran unsur buatan yang dominan, kontras dan menyolok, akan mengakibatkan karakter alamiah lingkungan pulau menurun, schingga estetika lingkungan menjadi rusak. 6. Selain dampak terhadap estetika lingkungan, kuantitas keseluruhan bangunan akan menentukan besamya dampak keseluruhan. Sebab semakin besar kuantitas keseluruhan bangunan, jumlah pariwisata yang dapat ditampung, jumlah karyawan yang diperlukan , dan volume limbah semakin besar, serta aktivitas rekreasi, energi listrik dan eksploitasi sumber daya alam semakin besar pula. Pengembangan aktivitas rekreasi di kawasan perairan laut (boat, diving, snorkelling, pesiar, ski air, sclancar, vespa air, dan sebagainya) juga akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sosial, yaitu gangguan atau menyempitnya areal penangkapan ikan bagi para nelayan, yang dapat menimbulkan konflik dan kecemburuan sosial, Menurunnya hasil tangkapan nelayan dapat mendorong nelayan melakukan penangkapan ikan dengan cara-cara yang dapat merusak lingkungan, seperti penggunaan bahan kimia (potassium) dan bahan peledak. IV. KERANGKA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Berbicara mengenai pengelolaan dampak wisata bahari terhadap terumbu karang, tidak lepas dari pengelolaan terumbu karang secara umum yang meliputi tiga aspek, yaitu : © Pertama, prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan, ‘+ Kedua, sistem pengelolaan dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten sampai tingkat masyarakat paling lemab; © Ketiga, penulis anggap paling strategis ialah bagaimana membangkitkan masyarakat setempat yang schari-hari berinteraksi dengan terumbu karang mau berperan serta dalam pengelolaan. Seminar Aktivitas Bawah Air BI-17 Ketiga aspek tersebut dibahas secara rinci dalam bab berikut. IV.1. Prinsip-prinsip . a) Terumbu karang merupakan ekosistem yang tidak berdiri sendiri, dipengaruhi oleh aktivitas manusia di sekitarnya (baik di darat maupun di laut), Maka pengelolaan terumbu karang harus termasuk dalam kerangka Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (PWTP) dengan titik berat pada peran serta dan manfaat bagi masyarakat luas. b) Aktivitas manusia merupakan sumber utama penyebab kerusakan terumbu karang, oleh karenanya dalam pengelolaan’ terumbu karang berarti berkaitan dengan pengelolaan manusia dan aktivitasnya. Individu-individu yang Keputusan dan tindakannya mempengaruhi terumbu karang perlu dibangkitkan dan ditingkatkan kepeduliannya (awareness) sehingga berbuat (committed) untuk pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan sumber terumbu karang. °) Pengembangan kemampuan nasional (national capacity) untuk melestarikan dan memanfaatkan terumbu karang dan ekosistem yang terkait memerlukan komitmen jangka panjang (decadal committment). Peningkatan pengelolaan terumbu karang membutubkan komitmen terus menerus (melewati kuran waktu dari proyek) dan mempergunakan pendekatan yang bersifat adaptif (adaptive approach) karena terumbu karang merupakan sistem ekologi yang bersifat dinamik. qd) Program penelitian strategis dan pemantauan seyogyanya merupakan bagian integral pengelolaan terumbu karang dan ekosistem terkait, karena pengelolaan harus didasari oleh informasiilmiah yang relevan. ) Pengembangan kawasan konservasi laut hendaknya merupakan usaha yang komplementer dengan pengelolaan terumbu karang schingga terbentuk jaringan Seminar Aktivitas Bawah Air BY-18 Kawasan Konversi laut Indonesia (terutama terumbu karang) yang diharapkan erupakan sumber larva untuk rehabilitasi terumbu karang yang rusak. Upaya pelestarian sumberdaya terumbu karang perlu melibatkan masyarakat intemasional sebab pemanfaatan sumberdaya laut (terumbu karang) tidak hanya terbatas tidak hanya dipengaruhi oleh permintaan pasar di dalam negeri melainkan juga dipengaruhi oleh permintaan pasar yang bersifat global. TV.2. Sistem Manajemen Manajemen terumbu karang perlu dilaksanakan secara nasional dalam tingkat usat, tingkat propinsi dan tingkat masyarakat (Gambar 2). Pada tingkat nasional LIPL dan DI BANGDA akan mengkoordinasikan implementasi proyek ini, LIPI dalam Kitanaya dengan Kegiatan COREMAP akan melakukan inventarisasi, penelitian, Pemantauran dan pengembangan jaringan informasi. DJ BANGDA, DI Perikanan, DJ PHPA, Litbang Perikanan, DJ Pariwisata dan Kantor Meneg LH dan instansi terkait Jainnya akan bertanggung jawab terhadap pengelolaan terumbu karang, kepedulian masyarakat, keikutsertaan masyarakat setempat dan pengentasan kemiskinan. Pada tingkat propinsi proyek ini akan dikoordinasikan oleh Bappeda Tingkat I, dan aktivitas koordinasi akan dilakukan melalui organisasi-organisasi yang ada, seperti misalnya Badan Koordinasi Kelautan (BKK) atau organisasi lainnya yang bermiripan Pada propinsi-propinsi terplih. Bappeda Tingkat I akan bertanggung jawab terhadap Perencanaan terpadu dan koordinasi kegiatan pada tingkat distrik/wilayah dengan Penekanan pada implementasi bersama dengan institusi yang ada seperti Dinas Pariwisata, Dinas Perikanan, Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA), Kantor Pembangunan Desa (Bangdes) dan lembaga swadaya masyarakat Sominar Aktivitas Bawah Air BU-19 TINGKAT NASIONAL TINGKAT PROPINSI DAN DISTRIK TINGKAT MASYARAKAT "ON SITE MANAGEMENT" Gambar 2, Sistem Manajemen Pada tingkat masyarakat, masyarakat setempat dan nelayan yang secara intensif berinteraksi dengan ekosistem terumbu kerang merupakan kelompok target, Organisasi-organisasi lokal dan tradisional akan dimanfaatkan sebagai organisasi dasar. Proyek ini akan bekerjasama dengan mereka dan akan membantw untuk meningkatkan kemampuan manajemen mereka. IV.3. On Site Management Kegiatan komponen ON SITE MANAGEMENT ditekankan kepada Pembinaan manusia sebagai salah satu penyebab utama kerusakan terumbu karang (anthropogenic) disamping penataan dan pengendalian kawasan guna mendukung berlangsungnya keselarasan proses interaksi berbagai unsur di dalam ekosistem terumbu karang dan sistem pendukungnya. IV.3.1. Definisi Kata kunci yang telah disepakati harus ada dalam Komponen kegiatan ON SITE MANAGEMENT meliputi : ‘masyarakat ~ setempat - merencanakan - mengatur - mengendalikan - mengawasi ~ memanfaatkan - optimal - berkelanjutan - hukum positif - kesepakatan Seminar Aktivitas Bawah Air BI-20 Selanjutnya bagaimana umumnya pengertian kata MANAJEMEN yang memiliki empat kegiatan utama, maka dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Merencanakan adeleh suatu kegiatan yang dilakukan (oleh pemerintah/kesepakatan masyarakat) untuk menetapkan jenis kegiatan, pengaturan, pengendalian dan perangkat pengawasan yang akan dikembangkan berdasarkan potensi sumber daya alam, sosio-ekonomii dan budaya setempat, 2. Mengatur adalah suatu tahapan kegiatan yang dilakukan (oleh pemerintah/kesepakatan ‘masyarakat) yang bertujuan agar tidak terjadi adanya tumpang tindih pemanfeatan (eg. zoning : inti, penyangga, pemanfaatan, cara pemanfaatan, jenis alat tangkap, waktu/musim penangkapan, dll). 3. Mengendatikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan (oleh pemerintal/kesepakatan masyarakat) yang, bertyjuan agar pemanfaatan sumberdaya dilakukan sesuai dengan daya dukung yang tersedia )e.g. perijinan/kesepakatan jumlah alat tangkap dan upaya (effort) yang akan dilakukan, dil), 4, Mengawasi adalah suatu kegietan yang dilakukan (oleh pemerintal/kesepakatan masyarakat) utnuk menjamin agar hukum/kesepakatan masyarakat di dalam cara dan tingkat pemanfaatan sumber dipatuhi. Dengan demikian yang dimaksud dengan ON SITE MANAGEMENT dalam COREMAP adalah : Suatu _upaya yang dilakukan cleh_masyarakat Setempat dalam_merencanakan, mengatur, dan mengendalikan pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan ekosistem _terumbu rang dan _ sistem. ukungm dan _m wwasi herdasarkan hukum yang berlaku dan berdasarkan kesepakatan masyarakat. ‘Sominar Aktivitas Bawah Air BI-21 IV.3.2. Pengembangan ON SITE MANAGEMENT Penetapan bentuk kegiatan ON SITE MANAGEMENT di masing-masing lokasi dan site ditentukan berdasarkan kondisi aktual setempat, baik menyangkut kondisi biofisik (a. terumbu karang, kualitas air, jenis dan populasi ikan karang) serta kondisi sosio demografi, ekonomi dan budaya. Kondisi terumbu karang di Indonesia sangat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya. Penyebab penurunan peran dan fungsi ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan dan kondisi masyarakat di sekitar lokasi. Oleh karena itu keterkaitan kegiatan ON SITE MANAGEMENT dengan tiga komponen kegiatan lainnya adalah sangat erat dan saling melengkapi. Peserta diskusi sepakat bahwa untuk menuju berfungsinya On Site Management membutuhkan tahapan sebagai berikut : 1. Spesifikasi Lokasi Dalam tahap ini perlu diperoleh mengenai informasi umum mengenai kondisi okasi saat ini yang meliputi : kondisi geobiofisik tentang terumbu karangnya, kondisi sosio demografi, sosio ekonomi dan sosio budaya. 2. Identifikasi Masalah Pada tahap ini perlu diidentifikasi masalah-masalah yang menjadi penyebab kerusakan terumbu karang, Sebagai contoh : pemboman, tangkap lebih, pencemaran sedimentasi atau kemiskinan. 3. Stake Holder Stake holder dan kepentingannya perlu diidentifikasi. Kepentingan-kepentingan stake holder yang menimbulkan masalah juga perlu diidentifikasi. 4, Peran Serta Take Holder Dalam tahap ini perlu melibatkan stake holder untuk menetapkan peran serta mereka dalam on site manajemen, Sebagai contoh memanfaatkan COREMAP dalam kegiatan mereka, memanfaatkan aset intelektual mereka dalam implementasi program COREMAP. 5, Identifikasi Bentuk On Site Management Berdasarkan kajian dari butir 1,2,3 dan 4, diharapkan dapat diidentifikasikan bentuk On Site Management yang paling cocok untuk lokasi yang bersangkutan. Seminar Aktivitas Bawah Air Bi-22 6. On Site Management yang Spesifik Lokasi Mengingat bahwa tiap lokasi program COREMAP adalah spesifik, maka bentuk On Site Management tiap lokasi juga akan sangat spesifik. Sebagai contoh, sasi di Maluku, awig-awig di Lombok dan Jumat bersih di Gili Indah. 7. On Site Management Berfungsi , Setclah diidentifikasi bentuk On’ Site Management yang cocok maka mekanisme bentuk tersebut perlu dilaksanakan untuk mendorong kepada berfungsinya On Site Management. 8. Monitoring dan Evaluasi Dalam monitoring dan evaluasi dilaksanakan pemantauan tethadap sistem On Site Management yang diberlakukan di lokasi tersebut dengan tujuan utnuk meningkatkan sistem tersebut secara terus menerus. Tahap-tahap dalam On Site Management seperti dibahas di atas diperlihatkan dalam Gambar 3. Seminar Aktivitas Bawah Air BI-23 [LOKASE Informasi umum mengenai ko * Kondisi sosio dem SPESIFIKASI ndisi rill saat ini yang meliputi : Kondisi biofisik ekonomi dan budaya IDENTIFIKASI MASALAH ‘* Pemanfaatan sumberdaya dan peruntukan Pencemaran Kemiskinan STAKE HOLDER Identifikasi jenis © Identifikasi interest yang sedang berlangsung ‘© Identifikasi interest masing-masing stake holder yang menimbulkan konflik PERAN SERTA STAKE HOLDER DALAM ON-SITE MANAGEMENT Melibatkan Stake Holder untuk menetapkan peran serta dalam on-site management, contoh : * Memanfaatkan program COREMAP ¢_Memanfaatkan aset intelektual mereka I ASSESMENT DARI I, Il, II DANIV UNTUK MENGIDENTIFIKAS! “BENTUK” ON-SITE MANAGEMENT YANG PALING “FEASIBLE” BENTUK ON-SITE MANAGEMENT YANG SPESIFIK LOKASI Misal : Di Gili Indah ada “Jumat Bersih” ON-SITE MANAGEMENT JALAN (Menjalankan mekanisme “bentuk” untuk membangkitkan On Site Management MONITORING DAN EVALUASI ‘Seminar Aktivitas Bawah Air BI-24 Beller, W. 1990. How to Sustain a Small Island, In : Sustainable Development and Environmental Management of Small Island (W. Beller, O.d. Ayala and 8, Hein eds j : 15-22 man and The Biosphere Series. Volumen 5. The Portheuon Publishing Group, Paris : 419 pp, Jarwan, JM, 1976. Laut sebagai Medium Rekreasi, Prosiding Seminar Pencemaran Laut, Jakarta : 26-28 Juli 1976. Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia, Jakarta : 221-226. Kantor Menteri Negara KLH 1989. Kependudukan dan Lingkungan Hidup : Suatu Tinjauan. Kerjasama Kantor Menteri Negara KLH (Asisten Menteri IV) dengan Environmental Management and Development in Indonesia (EMDI), Jakarta : 20-27. Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI 1976, Pedoman Umum Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Pesisir. Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta ‘Tia, R. 1992. Dampak Pembangunan Taman Nasional Laut Bunaken terhadap Mata Pencaharian Hidup Masyarakat Nelayan Setempat, Program Pasca Sarjana UI, Jakarta : 217 pp. Tomascick, T. 1992. Environmental Management Development in Indonesia, Marine and Coastal Ecosystem Management, Project of the Ministry of State for Population and Environment, Republic of Indonesia and Dalhouse University, Canada. Final Report, Jakarta: 85 pp. White, A.T. 1987. Coral Reefs : Valuable Resources of Southeast Asia. Intemational Centre for Living Aquatic Resources Management on behalf of the ASEAN - US Coastal Resources Management Project. Manila, Philippines : 36 pp. Seminar Aktivitas Bawah Air

You might also like