Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

LAPORAN KASUS

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK


DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK HUKUM

Mustika Dwi Susilowati


1102009193
Tutor : dr. Rita Murnikusumawati ,Sp.M
Kelompok 4

BIDANG KEPEMINATAN KDRT


(BLOK ELEKTIF)

SEMESTER VII
TAHUN AKADEMIK 2012-2013
UNIVERSITAS YARSI

1
KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK HUKUM

Abstract
Background : Sexual violence against children is the involvement of children in sexual activity, which he
himself did not fully understand, or are not able to give consent. Sexual violence is characterized by sexual
activity between a child and an adult or another child. Activities are intended to provide satisfaction to the
person. Sexual violence includes sexual exploitation in prostitution or pornography, coercion of a child to view
sexual activity, exposing genitals to a child for the purpose of sexual gratification, sexual stimulation, touch,
forcing the child to hold the genitals of others, sexual intercourse, rape, sexual relations conducted by the who
have blood relatives (incest), and sodomy.
Design : Case Report
Method : This method in this research is descriptive analysis. The techniques of data collection is
documentation from LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) and literature studies.
Case Report : Mr A (B) reports Tn. D as perpetrators of sexual abuse of a minor who is the biological child of
the father named An. A 15-year-old.
Discussion and Conclusion : Sexual violence against children is the involvement of children in sexual
activity, in which he himself did not fully understand, or are not able to give consent. Setting the criminal
sexual abuse of a minor under the laws in force in Indonesia, namely the Code of Penal Code (Code) section
285, 286, and 287 as well as in Law No. 23 of 2002 on Child Protection in Article 81 paragraph (1) and (2).
The lack of Islamic law is the legal regulation of sexual abuse, especially in Al-Qur'an is general because it
explains that sexual harassment is unlawful and Shaytan including deeds, while the hadith organize globally is
not detailed, but the sentence given to the offender sexual harassment is a severe sanction.

Keyword : Sexual Violence, Child, Law

Latar Belakang
Kejahatan seksual merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakan seksual,
komentar yang tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan mengguankan paksaan,
ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang hybungan dengan korban, dalam
situasi apa saja, termasuk tapi tidak terbatas pada rumah dan pekerjaan (IASC, 2005).
Kejahatan seksual dapat dalam berbagai bentuk termasuk perkosaan, perbudakan seks dan
atau perdagangan seks, kehamilan paksa, kekerasan seks, ekploitasi seksual dan atau
penyalahgunaan seks dan aborsi.3

Kekerasan terhadap anak merupakan semua bentuk tindakan /perlakuan menyakitkan secara
fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, ekploitasi komersial atau
eksploitasi lainnya, yang mengakibatkan cidera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap

1
kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang
dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab.14

Kekerasan seksual terhadap anak adalah pelibatan anak dalam kegiatan seksual, di mana ia
sendiri tidak sepenuhnya memahami, atau tidak mampu memberi persetujuan. Kekerasan
seksual ditandai dengan adanya aktivitas seksual antara anak dengan orang dewasa atau
anak lain. Aktivitas tersebut ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi orang tersebut.
Kekerasan seksual meliputi eksploitasi seksual dalam prostitusi atau pornografi, pemaksaan
anak untuk melihat kegiatan seksual, memperlihatkan kemaluan kepada anak untuk tujuan
kepuasan seksual, stimulasi seksual, perabaan, memaksa anak untuk memegang kemaluan
orang lain, hubungan seksual, perkosaan, hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang
mempunyai hubungan darah (incest), dan sodomi.14

Berbagai penelitian di dunia menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan seksual terhadap


anak cukup tinggi antara 1 hingga 21 % perempuan pernah mengalami kekerasan seksual di
saat mereka berusia dibawah 15 tahun. (Moreno dkk., 2005). Sementara di Indonesia sendiri
diperkirakan antara 17 hingga 25 % anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual.
Hal ini sesuai dengan hasil survei SEHATI pada tahun 2002 tentang kekerasan dalam rumah
tangga yang menunjukkan bahwa 17 % perempuan yang diwawancarai mengaku pernah
mengalami kekerasan seksual pada usia dibawah 15 tahun (Hakimi dkk., 2002). Sedangkan
Survei yang dilakukan UNICEF Pada tahun 2002 di NTT menunjukkan bahwa 2/3 anak
laki-laki dan 1/3 anak perempuan pernah dipukul. Sementara lebih dari anak perempuan
yang disurvei mengatakan pernah diperkosa. (Tampubolon dkk. 2002). Sementara populasi
perempuan di Indonesia berjumlah sekitar 112,7 juta, 28% diantaranya adalah anak
perempuan berusia dibawah 15 tahun (Population Reference Bureau, 2004). Angka ini
berarti bahwa 5,4 juta hingga 7,8 juta anak perempuan di Indonesia terancam mengalami
kekerasan seksual.8

Sekalipun prevalensi kekerasan seksual terhadap anak perempuan cukup tinggi, namun
masih sedikit sekali yang terungkap dipermukaan. Pada tahun 2005 data Komisi Nasional
Perlindungan Anak tahun 2005 mencatat adanya 731 kasus kekerasan terhadap anak,
meliputi kekerasan fisik, psikis maupun seksual, dengan kecenderungan kenaikan kasus
hampir 100% dari tahun sebelumnya disertai peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap
anak-anak. Sementara Data kasus kekerasan terhadap perempuan yang masuk ke Rifka
Annisa tahun 2000 s/d 2005 menunjukkan adanya 157 kasus kekerasan terhadap anak

1
perempuan, 139 (88,5%) kasus diantaranya adalah kasus kekerasan seksual, 54% atau 1 dari
2 kasus perkosaan yang terjadi sejak tahun 2000 hingga 2005 adalah perkosaan terhadap
anak. (Rifka Annisa, 2005).8

Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang paling mengerikan karena jenis kekerasan
seksual ini biasanya diiringi oleh beberapa bentuk dan jenis kekerasan yang lain, seperti
kekerasan fisik, sosiologis maupun psikologis. Ironisnya lagi para pelaku kekerasan seksual
terhadap anak seringkali adalah orang dekat atau orang-orang yang telah dikenal baik oleh
korban. Seperti tetangga, saudara, guru, bahkan juga orang tua korban, baik itu ayah
kandung, ayah tiri, ayah angkat maupun kakek korban. Data kasus yang masuk ke Rifka
Annisa sejak tahun 2000 hingga 2005 menunjukkan bahwa 1 dari 6 kasus perkosaan adalah
kasus Incest, yaitu kekerasan seksual atau perkosaan yang dilakukan oleh keluarga sedarah
ataupun keluarga yang tinggal dalam satu rumah tangga, seperti ayah kandung, saudara
kandung, paman, kakek, ayah tiri, keponakan, dan lain-lain.8

Bagi korban kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur undang-undang telah mengatur
akan hak-hak perlindungan anak dan kesejahteraan anak (vide, pasal 81 Undang-undang
nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang No.4 tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak). Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur,
dimana yang menjadi korban adalah anak laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali,
pengasuh atau anak yang bersangkutan (vide, pasal 27). Adapun mengenai sanksi pidana
dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur dalam BAB XII
mulai dari pasal 77 s/d 90. Khusus untuk kekerasan terhadap anak di bidang seksual, berlaku
pidana minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah). (vide pasal 81 dan 82 UU N0 23 tahun 2002).12

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka tujuan penulisan case report ini adalah untuk
menjelaskan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur ditinjau dari aspek hukum
dengan ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No 23 tahun 2002 yang dengan
mudah di mengerti.

1
Deskripsi Kasus
Seorang Bapak (B) berusia 38 tahun yang berdomisili di daerah Depok Jawa Barat,
beragama Islam dan berkewarganegaraan Indonesia. Mengirimkan Surat Permohonan Saksi
dan korban ke Unit LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) Jakarta Pusat Jl.
Proklamasi Jakarta Pusat pada tanggal 11 Oktober 2010. Si Bapak melaporkan Tn. D yang
berdomisili di daerah Depok Jawa Barat, beragama islam, pekerjaan sebagai Preman,
berkewarganegaraan Indonesia sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap seorang anak
dibawah umur yang merupakan anak kandung dari Bapak tersebut yang bernama An. A
berusia 15 tahun yang berdomisili di daerah Depok Jawa Barat, beragama islam, pendidikan
SMK, berkewarganegaraan Indonesia.

Perkara di mulai pada bulan Nopember 2009 jam 21:30 WIB, di perjalanan sepulangnya Nn.
A dari rumah Nn I (teman An. A), Tn Al menarik tangan Nn. A ke atas motor, dimana Tn.D
(tersangka) sudah berada diatas motor tersebut lalu Tn Al (kakak dari Tn. D) membekap
mulut An A dengan menggunakan jaketnya lalu dibawa dan dibonceng bertiga menuju
kolong jembatan penyebrangan dan dibawah kolong jembatan tersebut Nn. A dipaksa
minum akan tetapi An. A tidak mau kemudian Tn. D mendorong An. A ke tanah hingga An.
A jatuh terlentang lalu Tn. D memploroti celana pendek selanjutnya memperkosa An. A
dengan penuh nafsu dan melakukan tindak kekerasan seperti memukul, mencambuk setiap
An. A melakukan penolakan. Sedangkan Tn Al menjaga tempat tersebut. Sedangkan pada
BAP Tn. Al mengatakan pada kejadian tersebut pergi menunggu dijemput temannya.
Tempat kejadian merupakan daerah yang penyeberangan yang jarang dilalui oleh umum dan
kurang lebih 100 meter dari tempat tinggal korban.

Pasca perkosaan, karena takut dan demi melindungi keluarga dari ancaman si pelaku korban
tidak langsung melaporkan peristiwa ke keluarganya. Hingga pada sekitar bulan Maret 2010
An. A tersebut merasakan perubahan pada dirinya. Karena rasa takut dari perubahan dirinya,
akhirnya anak kami menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada teman dekatnya.
Kemudian atas saran temannya, maka mereka melakukan tes kehamilan dengan alat testpeck
dan hasilnya positif hamil sampai saat itupun kami selaku orangtua belum mengetahui hal
tersebut.

Sampai pada suatu hari tanggal 15 Juli 2010 kami orang tua mengetahui atas keterangan dari
temannya tersebut. Pada hari itu pula, kami laporkan kepada petugas BABINKAMTIBNAS

1
Kel. Depok, selanjutnya kami bersama-sama melapor ke POLRES Depok kemudian kami di
rujuk untuk melakukan visum di RS POLRI Kramat Jati

Pada hari Jumat tanggal 17 Juli 2010, malamnya anak kami melahirkan di RS Bersalin.
Pada waktu yang bersamaan saya ditelepon dari rumah yang menyatakan ada dua orang
penyidik dari POLRES yaitu pria dan wanita, yang meminta pada saat itu juga saya harus
datang ke POLRES dengan membawa korban, dan saya katakan itu tidak mungkin karena
korban masih dalam perawatan dokter. Beberapa kali saya mendapat telepon dari orang
yang sama, dan minta secepatnya saya datang ke POLRES. Setiba di POLRES kakaknya
tersangka yang memang kami kenal, bersama dengan beberapa orang keluarganya ada di
situ. Saya langsung menemui beberapa polisi berpakaian preman yang ada diruangan itu,
tapi ternyata tidak ada seorangpun dari polisi yang menelepon saya. Ternyata telepon itu
berasal dari salah satu dari keluarga tersangka yang ada disitu dengan ciri-ciri sesuai dengan
yang datang ke rumah kami. Dan disitulah saya baru melihat wajah pelaku yang satunya
yang memang kami tidak kenal sebelumnya.

Pada hari senin tanggal 19 Juli 2010, saya mendapat info bahwa kakak tersangka, malam itu
juga bebas dan langsung kami tanyakan kepada BABINKAMTIBNAS, dan diinfokan oleh
penyidik bahwa tidak cukup bukti dan saksi. Tanggal 21 Juli 2010 saya mendapat sms dari
penyidik untuk datang ke POLRES dengan membawa barang bukti yaitu pakaian anak
kami. Pada saat itu pula kami baru mengetahui bahwa penyidik yang menangani kasus
sudah diganti dengan penyidik yang baru. Tanggal 22 Juli istri saya datang kembali ke
POLRES untuk menandatangani surat tanda penerimaan barang bukti dan surat
pemberitahuan hasil penyidik. Pada sekitar awal agustus tepatnya tidak kami catat, kembali
kami mendapat sms dari penyidik agar datang ke POLRES untuk menandatangani surat
tuntutan. Pada tanggal 28 September 2010 kembali kami ditelepon oleh penyidik agar
datang ke POLRES untuk dilakukan KONFRONTIR antara korban, pelaku dan saksi yang
dipertemukan secara langsung. Menurut penyidik atas perintah jaksa, karena jaksanya baru.
Dan disitulah kami merasa tidak nyaman dengan sikap dan ucapan diruang penyidik,
memang kami tidak bisa membuktikan sikap dan ucapan yang kami dengar, tetapi secara
psikologis sangat mempengaruhi hidup kami, terutama anak kami mulai dari pasca kejadian
sampai saat ini anak kami mengalami trauma psikis pasca kejahatan dan juga akibat
kehamilan yang tidak diinginkan.

1
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka kami dari pihak korban pada tanggal 11 Oktober
2010 mengajukan permohonan perlindungan saksi dan korban agar kami bisa nyaman dan
hidup normal dalam menjalani proses selanjutnya dalaam kasus ini. Karena tidak ada bagi
kami tempat untuk bercerita tentang masalah yang sedang kami hadapi. Pada tanggal 2
november 2010 LPSK mengeluarkan surat pernyataan persediaan pemberian dukungan hak
prosedural kepada keluarga kami. Pada tanggal 29 Desember 2010 mendampingi keluarga
kami ke persidangan.

Diskusi
Definisi Anak di Indonesia dan di Negara lain bermacam-macam berikut adalah definisi
anak sesuai yang dilihat berdasarkan batas usia anak dari berbagai sumber :

1. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat (1) :


anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.12
2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 287 ayat (1) KUHP : usia yang
dikategorikan sebagai anak adalah seorang yang belum mencapai usia lima belas
tahun.6
3. Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan : Batas usia anak belum
mencapai 18 tahun, batas usia belum dewasa 16 tahun, batas usia sudah dewasa 19
tahun.
4. Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat (2) :
anak adalah seorang yang belum mencapai batas usia anak dibawah 21 tahun dan
belum pernah kawin
5. Yurisprudensi Mahkamah Agung : Tahun 1955 : Batas Usia dibawah 15 tahun.
Tahun 1976 : Batas Usia dibawah 20 tahun
6. Suryana Hamid (2004:21) : Amerika : batas umur anak 8 18 tahun. Inggris : batas
umur anak 12 tahun dan maksimal 16 tahun. Belanda : disebut anak adalah apabila
berumur antara 12 sampai 18 tahun
7. Resolusi PBB Nomor 40/33 tentang Stnadar Minimum Rule for the Administration of
juvenile Justice : Batas umur anak sampai 18 tahun.

Berdasarkan definisi anak berdasarkan batasan usia diatas, maka pada deskripsi kasus diatas
termasuk dalam kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah pelibatan anak dalam kegiatan seksual, di mana ia
sendiri tidak sepenuhnya memahami, atau tidak mampu memberi persetujuan. Kekerasan

1
seksual ditandai dengan adanya aktivitas seksual antara anak dengan orang dewasa atau
anak lain. Aktivitas tersebut ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi orang tersebut.
Kekerasan seksual meliputi eksploitasi seksual dalam prostitusi atau pornografi, pemaksaan
anak untuk melihat kegiatan seksual, memperlihatkan kemaluan kepada anak untuk tujuan
kepuasan seksual, stimulasi seksual, perabaan, memaksa anak untuk memegang kemaluan
orang lain, hubungan seksual, perkosaan, hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang
mempunyai hubungan darah (incest), dan sodomi.14
Tabel 1 Data Kekerasan Terhadap Anak Periode Tahun 2008
Jumlah
Jenis
No Perempua Tidak Jumlah %
kekerasan Laki-laki
n Kenal
1 Fisik 158 278 4382 4818 76,54%
2 Seksual 522 177 - 699 11,10%
3 Psikis 439 339 - 778 12,36%
Jumlah 1119 794 4382
Jumlah Total 6295 100%
Sumber Data : Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia7

Tabel 2 Data Kekerasan Terhadap Anak Periode Tahun 2009


Jumlah
Jenis
No Perempua Tidak Jumlah %
kekerasan Laki-laki
n Kenal
1 Fisik 257 248 72 577 28,88%
2 Seksual 656 135 - 792 39,59%
3 Psikis 457 173 - 630 31,53%
Jumlah 1370 556 72
Jumlah Total 1998 100%
Sumber Data : Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia7

Tabel 3 Data kekerasan Seksual Terhadap Anak Periode 2008 dan 2009
Jenis Tahun 2008 Tahun 2009
No Kekerasan
Jumlah % Jumlah %
Seksual
1 Cabul 137 19,66% 220 27,81%
2 Sodomi 176 25,25% 135 17,07%
3 Perkosaan 368 52,80% 402 50,82%
4 Incest 16 2,30% 34 4,30
Jumlah 697 100% 791 100%

1
Sumber Data : Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia7

Tabel 4 Data Hubungan Pelaku dengan Korban (Anak) Periode Tahun 2008 dan 2009)

Jenis Tahun 2008 Tahun 2009


No Hubunga
Fisik Seksual Psikis Fisik Seksual Psikis
n
1 ayah 24 16 25 73 27 31
2 Ibu 37 1 3 81 - 10
3 Ayah Tiri 5 18 16 2 27 25
Ibu
4 3 - 2 2 0 -
Tiri/Asuh
5 Paman 2 5 4 1 16 12
6 Tante 3 - 1 1 1 2
Saudara
7 3 2 1 2 2 2
Kandung
8 Kakek - - - 3 6 7
9 Nenek - - - 1 - 1
10 Tetangga 1 79 72 27 79 64
Bapak
11 28 25 58 28 24 42
Guru
12 Ibu Guru 7 - 7 15 - 14
13 Anak 97 76 89 105 118 113
Sumber Data : Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia7

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pengertian perkosaan tertuang pada
pasal 285 yang berbunyi : Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Dalam pasal
tersebut dapat ditarik kesimpulan :

a. Korban harus seorang wanita tanpa klasifikasi umur yang signifikan. Seharusnya
wanita dapat dibedakan sebagai berikut :
Wanita belum dewasa yang masih perawan
Wanita dewasa yang masih perawan
Wanita yang sudah tidak perawan lagi
Wanita yang sedang bersuami
b.
Korban mengalami pemaksaan bersetubuh berupa kekerasan atau ancaman
kekerasan. Ini berarti tidak ada persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan
tindakan perlakuan pelaku.6

1
Pelaku kekrasan seksual terhadap anak-anak dibawah umur yang dapat juga disebut dengan
child molester, dapat digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu :

a. Immature : para pelaku melakukan perkosaan disebabkan oleh ketidakmampuan


mengidentifikasikan diri mereka dengan peran seksual sebagai orang dewasa
b. Frustated : para pelaku melakuakn kejahatannya (perkosaan) sebagai reaksi melawan
frustasi seksual yang sifatnya emosional terhadap orang dewasa. Sering terjadi mereka
beralih kepada anak-anak mereka sendiri (incest) ketika merasa tidak seimbang dengan
istrinya.
c. Sociopathic : para pelaku perkosaan yang melakukan perbuatannya dengan orang yang
sama sekali asing baginya, suatu tindakan yang keluar dari kecenderungan agresif ynag
terkadang muncul
d. Pathological ; para pelaku perkosaan yang tidak mampu mengontrol dorongan seksual
sebagai hasil psikosis, lemah mental, kelemahan organ tubuh atau kemerosotan
sebelum waktunya (premature senile deterioration)
e. Misscellaneous : yang tidak termasuk semua kategori tersebut diatas.11

Setelah terjadi pelaporan oleh ayah dari anak tersebut, lelaki (Tn.D) tersebut langsung
dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian dengan alasan, untuk kepentingan penyidikan,
dan berdasarkan hasil pemeriksaan dengan bukti yang cukup tersangka (Tn.D) di duga keras
melakukan tindak pidana yang dapat di kenakan penahanan, dan tersangka dikhawatirkan
melarikan diri dan merusak serta menghilangkan barang bukti dan akan mengulangi tindak
pidana maka perlu di keluarkan surat perintah penahanan. Dasar pengeluaran surat perintah
penahanan itu dapat dilihat pada pasal 7 ayat 1 huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal 21, pasal
22, pasal 24 ayat 1 KUHAP(Terlampir).5 Dari situ tersangka di tempatkan di rumah tahanan
POLRES DEPOK selama 38 hari.

Ketika dalam proses penyidikan tersebut, data yang di butuhkan untuk penyidikan belum
cukup dan masa penahanan akan selesai, maka pihak penyidik dapat mengajukan
perpanjangan penahanan kepada Kejaksaan Negri dengan rujukan pasal 29 KUHAP.5

Penahanan sebagaimana ketentuan pasal 1 butir (21) KUHAP adalah penempatan


tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim
dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-undang
ini.5 Pada prinsipnya penahanan adalah pembatasan kebebasan bergerak seseorang yang
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang harusnya dihormati dan
dilindungi oleh negara.

1
Namun, penahanan yang dilakukan terhadap tersangka/terdakwa oleh pejabat yang
berwenang dibatasi oleh hak-hak tersangka/terdakwa dan peraturan-peraturan yang harus
dilaksanakan secara limitatif sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam KUHAP.

Penegakan hukum dalam suatu kasus perkosaan yang dilakukan oleh pelakunya orang
dewasa terhadap korban yang masih dibawah umur kurang efisien diterapkan dalam
kenyataanya, hal tersebut disebabkan terdapat faktor-faktor yang mungkin dapat
mempengaruhi penegakan hukum tersebut yang antara lain sebagai berikut :
1. Faktor Hukum, pada pasal 285 KUHP mengenai kekerasan seksual yang kurang efisien
dalam memberikan arti kata sehingga menimbulkan keraguan terutama pada kasus
kekerasaan seksual terhadap anak dibawah umur apakah dapat disesuaikan dengan
pasal tersebut dikarenakan tidak ada pendefinisian secara signifikan mengenai wanita
dalam kategori dewasa atau anak-anak
2. Faktor Penegak Hukum, para penegak hukum belum secara efisien menerapkan
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
3. Faktor Sarana dan Fasilitas, dalam kasus kekerasaan yang korbannya ialah anak
dibawah umur korban sangat menginginkan dalam pengaduannya diperhatikan oleh
para penegak hukum, akan tetapi dalam kenyataannya yang sekarang dipersulit dalam
prosesnya yang membuktikan sarana atau fasilitas dalam pelayanan pengaduan korban
belum direspon secara baik.
4. Faktor Masyarakat dan Kebudayaan, masyarakat di daerah yang mempunyai pengaruh
adat belum mempercayai secara penuh tentang adanya hukum yang berlaku di negara
ini, dikarenakan mereka masih percaya dengan hukum adatnya sendiri yaitu dengan
cara menikahkan pelaku dengan korban yang pada dasarnya bertujuan agar pelaku
mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada korban.10

Akibat dari perkosaan dalam bentuk kekerasan dan ancaman kekerasan untuk bersetubuh
dengan anak dibawah umur yang dilakukan oleh lelaki dewasa yang mengakibatkan anak
hamil dan masuk rumah sakit, yang merupakan tindakan pidana kekerasan seksual terhadap
anak dan atau pemaksaan anak melakukan persetubuhan dengannya, maka lelaki tersebut
patut disangkakan telah melakukan kekerasan seksual terhadap sebagaimana dimaksud
dalam pasal 81 ayat (1) dan (2) UU RI No. 23. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
berbunyi :

1
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang
yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.12

Seorang anak yang menjadi korban kejahatan dari suatu tindak pidana yang khususnya
kekerasan seksual mempunyai berbagai Hak dan Kewajiban yang harus dilakukan sesuai
dengan kemampuan yang berhubungan dengan usianya. Hak dan kewajiban tersebut yang
dikemukakan oleh Arif Gosita yang antara lain adalah sebagai berikut :

A. Hak-hak anak yang menjadi korban :


Mendapat bantuan fisik (pertolongan pertama kesehatan, pakaian, naungan dan
sebagainya)
Mendapat bantuan penyelesaian permasalahan (melapor, nasihat hukum, dan
pembelaan)
Mendapat kembali hak miliknya
Mendapat pembinaan dan rehabilitasi
Menolak menjadi saksi, jika membahayakan dirinya
Memperoleh perlindungan dari ancaman pihak pembuat korban bila melapor atau
menjadi saksi
Memperoleh ganti kerugian (restitusi, kompensasi) dari pihak pelaku (sesuai
kemampuan) atau pihak lain yang bersangkutan demi keadilan dan kesejahteraan
yang bersangkutan.
Menolak ganti kerugian demi kepentingan bersama
Menggunakan upaya hukum (rechtsmiddelen)
B. Kewajiban anak yang menjadi korban :
Tindak sendiri pelaku dengan mengadakan pembalasan (main hakim sendiri)
Berpartisipasi dengan masyarakat mencegah pelaku lebih banyak lagi
Mencegah kehancuran si pelaku baik oleh diri sendiri maupun orang lain
Ikut serta membina pelaku
Bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi
Tidak menuntut ganti kerugian yang tidak sesuai dengan kemampuan pelaku

1
Memberi kesempatan pada pelaku untuk memberi ganti kerugian pada pihak
korban sesuai dengan kemampuannya (mencicil bertahap/imbalan jasa)
Menjadi saksi jika tidak membhayakan diri sendiri dan ada jaminan keamanan
untuk dirinya.2

Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Dalam Hal Perbuatan Kesusilaan Terhadap


Anak
Agar anak tidak menjadi korban dari Anak yang telah menjadi korban tindak
suatu tindak pidana pidana
Usaha perlindungan yang diberikan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
meliputi pasal 283 KUHP, pasal 287
KUHP, pasal 290 KUHP, 294 KUHP, pasal Usaha perlindungan yang diberikan Undang-
297 KUHP Undang No 23 Tahun 2002 tentang
Usaha perlindungan yang diberikan Perlindungan Anak pasal 20, pasal 21
Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang sampai pasal 25, pasal 64 ayat (2),
Perlindungan Anak meliputi pasal 81 ayat
(1) dan (2), pasal 82, pasal 88

Berdasarkan kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur diatas, ayah mengajukan
permohonan dalam bentuk pemenuhan hak proseduran, perlindungan saksi dan korban
berupa pendampingan dan layanan psikologi kepada LPSK. Atas dasar itu LPSK
memberikan dukungan hak prosedural tersebut yang diatur dalam pasal 5 ayat (1) yaitu :
Huruf (c) Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan
Huruf (e) Hak untuk bebas dari pernyataan yang menjerat, dan
Huruf (f) Hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.13

Dalam Islam, batas usia seorang anak adalah setelah dia mendapat tanda-tanda baligh
(mumayyiz). Jika tanda-tanda ini mendatangi seorang anak, maka dia sudah beralih ke masa
dewasa, yang kepadanya sudah dibebankan tanggungjawab (dunia dan akhirat).4

1
Dalam suatu tindak pidana unsur terpenting adalah adanya pelaku tindak pidana. Dalam
Hukum Islam ada beberapa unsur atau rukun umum dari jinayah tersebut adalah :

1. Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai ancaman


hukuman atas perbuatan-perbuatan diatas
2. Adanya unsur perbuatan yang berbentuk jinayah, baik melakukan perbuatan yang
dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan
3. Pelakunya adalah orang yang dapat menerima khitab atau dapay memahami taklif,
artinya pelaku kejahatan adalah mukalaf, sehingga mereka dapat dituntut atas
kejahatan yang mereka lakukan.1

Adapun kekurangan dari hukum Islam ialah pengaturan hukum tentang pelecehan seksual,
khususnya dalam Al-Quran bersifat umum karena hanya menjelaskan bahwa pelecehan
seksual adalah haram dan termasuk amal perbuatan syaithan, sedangkan pada hadits
mengatur secara global tidak terinci, namun hukuman yang diberikan kepada pelaku
pelecehan seksual adalah sanksi yang berat. Adapun selebihnya dari hukuman itu masih
menjadi perdebatan, apakah termasuk hal yang baku yaitu had (perbuatan pidana yang
mempunyai bentuk & batasan hukumannya di dalam Al-Quran dan Sunah Rasul), ada pula
yang mengganggapnya sebagai hukuman tazir (hukuman yang bersifat mendidik).1

Dalam Islam, penanaman nilai-nilai moralitas pada anak adalah hal yang sangat sentral.
Moral/akhlak, adalah ukuran baik buruknya atau sehat menyimpangnya perilaku seseorang.
Moral/akhlak menentukan seseorang bergaul dengan lingkungannya. Penanaman nilai-nilai
yang positif pada anak ini tidak langsung begitu saja tetapi melalui waktu yang panjang, dari
mulai seorang anak lahir bahkan sebelum lahir. Orang tua atau pengasuh memegang peranan
penting untuk perkembangan perilaku/akhlak/moral anak. Pada usia anak adalah usia imitasi
yang paling dominan.4

Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 9 :








Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)

1
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.

Menurut perspektif Islam, pendidikan anakanak ialah proses mendidik, mengasuh dan
melatih rohani dan jasmani mereka berteraskan nilai-nilai baik yang bersumberkan Al-
Quran, Hadis dan pendapat serta pengalaman para ulama. Ia bertujuan melahirkan hamba
Allah SWT yang beriman, bertakwa dan beramal soleh.4

Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup untuk mengantarkan
si anak menjadi manusia yang berkepribadian islam. Anak juga membutuhkan sosialisasi
dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di sekolah, sekitar rumah, maupun
masyarakat secara luas. Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting
dalam pendidikan anak.9

Nabi saw pernah bersabda Orang-orang yang mengasihi maka dia akan di-Kasihi oleh
Allah swt Dzat Maha Pengasih. Anak-anak termasuk juga hamba Allah, mereka memiliki
hak untuk dikasihi dan dicintai. Kyai Fuad menerangkan, pernah terjadi, pada saat Nabi saw
mendirikan shalat dan sedang sujud datanglah Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husein ra.
Keduanya naik ke atas punggung beliau laksana mengendarai tunggangan. Nabi saw lalu
memperlama sujudnya. Seusai shalat Nabi saw bersabda, Sesungguhnya cucu-cucuku tadi
jadikanku sebagai tunggangan. Dan aku tidak hendak bangkit dari sujud sampai mereka
selesai melampiaskan keinginannya. Aduhai, betapa lembut dan kasihnya Nabi saw kepada
anak-anak kecil. Hadist Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah ra di
atas terdapat dalil bahwa manusia mesti menggunakan kasih sayang dalam menggauli anak-
anaknya. Hadis maupun Qur'an menunjukkan bahwa kekerasan bisa diatasi melalui peran

keluarga, terutama pasangan suami dan istri.9

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai permasalahan yang dikemukakan tentang Kekerasan


Seksual Terhadap Anak Dibawah Umur Ditinjau Dari Aspek Hukum, dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :

1. Kekerasan seksual terhadap anak adalah pelibatan anak dalam kegiatan seksual, di
mana ia sendiri tidak sepenuhnya memahami, atau tidak mampu memberi persetujuan

1
2. Pelaku kekerasaan seksual terhadap anak dibawah umur dapat digolongkan dalam lima
kategori, yaitu immature, frustated, sociopathic, pathological, dan Misscellaneous.

3. Pengaturan mengenai tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur
menurut hukum yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) pasal 285, 286, dan 287 serta didalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dalam pasal 81 ayat (1) dan (2)

4. Adapun kekurangan dari hukum Islam ialah pengaturan hukum tentang pelecehan
seksual, khususnya dalam Al-Quran bersifat umum karena hanya menjelaskan bahwa
pelecehan seksual adalah haram dan termasuk amal perbuatan syaithan, sedangkan
pada hadits mengatur secara global tidak terinci, namun hukuman yang diberikan
kepada pelaku pelecehan seksual adalah sanksi yang berat. Adapun selebihnya dari
hukuman itu masih menjadi perdebatan, apakah termasuk hal yang baku yaitu had, ada
pula yang mengganggapnya sebagai hukuman tazir.

SARAN

Saran yang diberikan dalam hal tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dibawah
umur ialah sebagai berikut :

1. Meningkatkan mentalitas, moralitas, serta keimanan dan ketaqwaan pada diri sendiri
yang bertujuan untuk pengendalian diri yang kuat sehingga tidak mudah tergoda
untuk melakukan sesuatu yang tidak baik.
2. Pemerintah sekiranya dapat memberantas film-film atau bacaan serta situs-situs web
yang mengandung unsur pornografi untuk mencegah ataupun mengurangi
peningkatan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur
3. Para penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam menindak
para pelaku agar lebih terarah dan tajam sesuai dengan apa yang telah pelaku
lakukan terhadap korbannya, serta mengedepankan hak-hak anak sebagai korban
kekerasan seksual.
4. Menanamkan nilai-nilai moralitas pada anak, mengasuh dan melatih rohani dan
jasmani anak berteraskan nilai-nilai baik yang bersumberkan Al-Quran, Hadis dan
pendapat serta pengalaman para ulama lebih ditingkatkan

1
UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada semua pihak dari LPSK Jakarta Pusat yang telah membantu
mengarahkan mengenai kasus-kasus dan untuk di lakukan observasi sehingga
mempermudah dalam menyelesaikan tugas ini. Terima kasih kepada dr. Rita
Murnikusumawatie Sp. M yang telah memberikan bimbingan dan waktunya untuk
menyelesaikan laporan kasus ini. Terima kasih kepada dr Hj RW Susilowati Mkes dan DR.
Drh Hj Titiek Djannatun sebagai koordinator blok elekteif ini, serta kepada dr Ferryal
Basbeth SpF sebagai dosen pengampu. Kepada semua anggota kelompok Domestic
Violence IV, terima kasih atas dukungan dan kerja samanya.

1
DAFTAR PUSTAKA

1. A. Djazuli. Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam). (Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 1997), hlm 3


2. Arif, Gosita, Masalah Korban Kejahatan. (Jakarta : Universitas, 2009), hal 312
3. IASC (The Inter-Agency Standing Committee). 2005. Panduan Pencegahan Kekerasan

Berbasis Gender Masa Keadaan Kedaruratan kemanusiaan: Berfokus pada

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Geneva: IASC.


4. Kekerasan Pada Anak Menurut Islam Dalam Persiapan Generasi Muslim

http://www.psychologymania.com/2011/07/kekerasan-pada-anak-menurut-undang.html

diakses tanggal 24 November 2012


5. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHAP)
http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undang-undang%20Hukum%20Acara

%20Pidana_KUHAP.pdf diakses pada tanggal 23 November 2012


6. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
www.jsmp.minihub.org/English/webpage/reso/KUHP%20indo..pdf diakses pada

tanggal 23 November 2012


7. Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia. Data Kekerasan Terhadap Anak

Periode Tahun 2008 dan 2009.


8. Mewaspadai Kekerasan Seksual Pada Anak Perempuan. Januari 1, 2009.

http://saeroni.wordpress.com/2009/01/01/mewaspadai-kekerasan-seksual-pada-anak-

perempuan/ diakses pada tanggal 25 November 2012.


9. Munanndi M, Kekerasan Pada Anak Dan Usaha Preventif Dalam Islam

http://muhammadmunadi.blogspot.com/2010/06/kekerasan-pada-anak-usaha-

1
preventif.html
10. Soerjono, Soekanto. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet 5,

(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal 17


11. Topo, Santoso. Seksualitas Dan Hukum Pidana, Jakarta : IND-HLL-CO,1997, hal 67
12. Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2009/07/UU-

PERLINDUNGAN-ANAK.pdf diakses pada tanggal 21 November 2012


13. Undang-Undang RI No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Jakarta

: CV Medya Duta Jakarta, 2006), hlm 6


14. UNICEF. Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Anak Bagi Petugas Kesehatan

http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/01/PEDOMAN-

RUJUKAN-KASUS-KtA-BAGI-PETUGAS-KESEHATAN.pdf diakses pada 21

November 12

You might also like