KESEIMBANGAN AIR
Parlindungan Siregar
Divisi Ginjal-Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Jakarta.
Pendahuluan.
Enam puluh persen dari berat badan (BB) tubuh kita terdiri dari air’. Dalam keadaan normal,
36% BB, air berada di dalam intrasel dan 24% BB, air berada di ekstrasel, Air di ekstrasel
dibagi menjadi dua kompartemen yaitu 18% BB berada di interstisium dan 6% BB berada di
intravaskuler dalam bentuk plasma. 55% dari darah di intravaskuler adalah plasma. 7% dari
plasma mengandung protein, 2% dari plasma berupa solute lain dan 91% dari plasma adalah
air. 45% dari darah di intravaskuler adalah komponen sel sel darah. Air di intrasel dan air di
ekstrasel dibatasi oleh apa yang disebut sebagai membran-sel. Membran-sel ini bersifat
semipermeabel dimana air dapat dengan bebas melaluinya sedang solut yang berada di
intrasel maupun ekstrasel tidak bebas melaluinya. Solut ini berupa anion dan kation yang
dapat berpindah melalui saluran khusus maupun dengan bantuan pompa misalnya pompa
Na-K-ATPase. Kation utama di intrasel adalah Kalium sedang kation utama di ekstrasel
adalah Natrium. Anion utama di intrasel adalah Fosfor (ion-P) dan anion utama di ekstrasel
adalah ion-Cl, ion-HCO3 dan Albumin. Di dalam ekstrasel juga terdapat kation Kalium, akan
tetapi dalam kadar yang jauh lebih kecil dibandingkan Kalium di intrasel demikian juga
sebaliknya dengan Natrium. Kation lain yang berada di ekstrasel adalah ion-Ca dan ion-Mg.
Di bagian ekstrasel, antara interstisium dan intravaskuler dibatasi oleh membran sel yang
permeabel terhadap air dan kation maupun anion yang ada di dalamnya, akan tetapi tidak
permeabel terhadap albumin yang berada di intravaskuler sehingga albumin tidak dapat
keluar dari intravaskuler masuk ke interstisium (Gambar 1).
Pergerakan air akan selalu terjadi diantara dua kompartemen utama ini yaitu dari intrasel ke
ekstrasel maupun sebaliknya’. Demikian juga air akan bergerak dari interstisium ke
intravaskuler maupun sebaliknya. Pergerakan air ini dipengaruhi oleh perbedaan tonisitas di
intrasel dan ekstrasel maupun antara interstisium dan intravaskuler. Tonisitas ini dipengaruhi
oleh jenis solut dan volume air yang ada dalam kompartemen tersebut. Kompartemen yang
mudah berubah tonisitasnya adalah kompartemen ekstrasel yaitu komponen intravaskuler
antara lain plasma. Perubahan ini dipengaruhi oleh air yang keluar dari tubuh dan air yang
masuk ke dalam tubuh. Hasil akhir dari pergerakan air ini diharapkan akan menghasilkan
osmolalitas plasma yang normal sehingga tidak terjadi perubahan dalam sel baik volume
maupun isi sel yang bila berubah khususnya pada sel otak, akan menyebabkan gejala
neurologis yang dapat membawa kepada kematian. Dalam makalah ini akan dibahas hal hal
yang berperan dalam perubahan air dan solutnya di dalam maupun di luar sel yang pada
akhirnya akan menghasilkan suatu keadaan yang seimbang antara yang masuk dan yang
keluar (steady state) atau kembali kepada kadar air maupun solut dalam batas tertentu yang
dianggap cukup (set-point). Keadaan steady state dapat terjadi di bawah atau di atas set-
point.GCL
A)
IN
TOTAL
aiviv)
eeu Cus
K, Ca, Mg
rey I) ;
Petey ecu
Xa
Fo
Gambar 1, Lokasi air di dalam tubuh
Solut.
Solut adalah zat yang terlarut didalam air.
Solut dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu
1. Solut permeabel (inefektif)
Solut permeabel adalah solut yang bebas melintas seluruh membran sel. Contoh solut
permeabel adalah urea. Urea bebas berpindah dari intrasel ke ekstrasel maupun
sebaliknya sehingga selalu terdapat keseimbangan kadar urea intrasel dan ekstrasel.
Akibatnya urea tidak efektif mempengaruhi tekanan osmotik, sehingga tidak
menyebabkan pergerakan air. Urea disebut juga sebagai solut yang tidak efektif.
2. Solut impermeabel (efektif)
Solut impermeabel adalah solut yang tidak bebas melintas seluruh membran sel atau
tidak bebas berpindah dari intrasel ke ekstrasel atau sebaliknya. Solut impermeabel,
efektif mempengaruhi tekanan osmotik dan dapat menyebabkan pergerakan air.
Contoh: natrium, glukosa, mannitol, sorbitol.
Osmolalitas dan Osmolaritas.
Osmolalitas dan Osmolaritas adalah perbandingan/rasio antara jumlah solute dan air. dik
jumlah solut meningkat sedang volume air tetap maka akan terjadi peningkata
‘osmolalitas/osmolaritas demikian sebaliknya.
Osmolalitas adalah jumlah solut dalam 1 Kgair
Osmolaritas adalah jumlah solut dalam 1 liter larutan,
Solut yang efektif maupun yang inefektif, keduanya mempengaruhi osmolalitas dalam caira
tubuh.Tonisitas.
Tonisitas atau disebut juga osmolalitas efektif adalah konsentrasi solut yang efektif. Makin
tinggi tonisitas, makin tinggi tekanan osmotik. Air akan bergerak dari kompartemen dengan
tonisitas rendah ke kompartemen dengan tonisitas yang lebih tinggi.
Tonisitas atau osmolalitas efektif dapat dihitung dengan rumus :
Posm efektif (mOsm/kg H20) = 2{(Na)mEq/L} + (glucose mg/dL)/18 +
(Xmg/dL)/(BM/10)
X= Manitol, Gliserol dan Sorbitol
Regulasi Osmotik dan Regulasi Volume.
Pengaturan keseimbangan air di dalam tubuh dipengaruhi oleh dua sistem regulasi yaitu
regulasi osmotik dan regulasi volume. Dikatakan regulasi osmotik oleh karena sistem ini
aktifitasnya dipicu oleh tinggi rendahnya osmolalitas plasma, sedang regulasi volume
aktifitasnya dipengaruhi oleh volume arteri efektif atau tekanan arteri. Sensor dari regulasi
osmotik terletak di hipotalamus (Supra Optik Neuron atau SON, Nukleus Paraventrikuler,
dan organum vasculosum laminae terminalis atau OVLT) serta pusat rasa haus di
hipotalamus. Sensor untuk regulasi volume terletak di sel otot atrium dan ventrikel, sinus
karotis, arteri aferen glomerulus.
Sensor di hipotalamus terpicu aktifitasnya akibat pengerutan sel di SON dan OVLT oleh
osmolalitas plasma yang meningkat dengan mengeluarkan vasopressin atau ADH (anti
diuretic hormone)"*. ADH melalui reseptornya di duktus koligentes (reseptor V2) akan
menggeser saluran air AQP2 (aquaporin-2) dari sitoplasma ke arah membran daerah lumen
sel duktus koligentes yang memungkinkan air dari lumen masuk ke dalam sel akibat
perbedaan tekanan osmotik dan akhirnya air masuk kedalam sirkulasi darah. Besaran
osmolalitas plasma juga akan mempengaruhi pusat rasa haus di hipotalamus. Bila
osmolalitas plasma meningkat maka pusat rasa haus akan terpicu sehingga asupan air akan
ditingkatkan oleh individu yang bersangkutan.
Sensor regulasi volume yang berada di atrium dan ventrikel akan terpicu oleh peningkatan
volume arteri efektif dengan mengeluarkan peptida natriuretik seperti ANP (atrial natriuretic
peptide) atau BNP (B-type natriuretic peptide). Peptida natriuretik peptida ini akan
menghambat reabsorpsi Na di duktus koligentes, menghambat pengeluaran renin,
menghambat sekresi aldosteron dari kortek adrenal, meningkatkan Laju Filtrasi Glomerulus.
Peningkatan peptida natruretik ini mengakibatkan peningkatan ekskresi Na melalui urin.
Dalam keadaan hipovolemia, sensor regulasi volume di sinus karotikus dan arteri afferen
glomerulus, aktifitasnya meningkat yaitu terjadi peninggian renin dan peningkatan aktifitas
simpatis. Peningkatan aktifitas renin dan simpatis ini akan meningkatkan reabsorpsi Na di
duktus koligentes. Pada keadaan hipovolemia, ADH juga meningkat sekresinya dari
hipotalamus yang disebut sebagai regulasi non-osmotik dari regulasi volume.
Hasil akhir dari regulasi osmotik adalah terjadinya atau tidak terjadinya reabsorpsi air (free
electrolyte water) di duktus koligentes. Hasil akhir dari regulasi volume adalah terjadinya
ekskresi atau retensi Na di duktus koligentes (Gambar 2),rasa Y er ea UL
Gren eskes ous alee
|
Ree
OSMOLALITAS PLASMA|‘ — {
i SR cooud
rc)
A eas Reena)
Peiensssaens
HIPOTALAMUS. peer
ivy
eee gnictd
Cee cei)
ro
i
VA
Perc) fe
Perera ener Ream cocina
Gambar 2: Keseimbangan air dan natrium,
Ekskresi Air.
Ekskresi air yang dimaksudkan adalah ekskresi air tanpa elektrolit melalui urin, hal ini dapat
dihitung bila osmoalitas urin lebih rendah dari osmolalitas plasma. Komponen air yang
terdapat dalam urin dapat dibagi dalam dua komponen yaitu air tanpa elektrolit dan larutan
air dan solut yang isoosmotik dengan plasma. Dalam rumus dapat dituliskan sebagai berikut”
V= Cosm + CH20
Bersihan dari solut dalam larutan ini disebut juga sebagai Klirens Osmolal (Cosm); CH2O
adalah klirens air tanpa elektrolit.
Dalam rumus lain dapat dituliskan lagi sebagai berikut :
Cosm = (Uosm x): Posm.
Vadalah volume urin; Posm adalah osmolalitas plasma; Oosm adalah osmolalitas urin.
Maka : CH20 = V - Cosm
V - (Uosm x V) /Posm
V x (1 [Uosm : Posm])
Bila V 10 liter/24 jam
Posm = 280mosm/Kg
Uosm =80 mosm/Kg
CH20 = 10x (1 80/280)
= 7.2 liter/24 jam
Volume air tanpa elektrolit adalah 7.2 liter dan Volume larutan solut dan air 2.8 liter.Absorpsi Air.
Absorpsi air yang dimaksud adalah absorpsi air tanpa elektrolit di duktus koligentes. Dengan
komponen urin yang sama seperti di atas maka :
V= Cosm - TcH20
TeH20 = Cosm V
TeH2O = V ([Uosm: Posm] 1)
Posm 290 mosmol/kg
Uosm 580 mosmol/kg
Vv = 1Lday
Air tanpa elektrolit yang direabsorpsi adalah :
TcH20, 1 x ([580
= 1Lper24jam
290] - 1)
Ekskresi air tanpa elektrolit juga dapat dihitung sebagai berikut:
CH20 = 1x (1 - [580 + 290)
1Lper24jam.
Melihat perhitungan ekskresi air dan reabsorpsi air tanpa elektrolit di atas maka dapat
dikatakan sebagai berikut :
1. Bila osmolalitas urin lebih kecil dari osmolalitas plasma, maka terdapat air tanpa
elektrolit di dalam urin.
2. Bila osmolalitas urin lebih besar dari osmolalitas plasma, maka tidak terdapat air tanpa
elektrolit di dalam urin (seluruhnya sudah di reabsorpsi). Komponen yang ada dalam urin
hanya larutan solut dalam air.
Keseimbangan Air
Keseimbangan air di dalam tubuh kita adalah berimbangnya antara volume air yang masuk
ke dalam tubuh dengan volume air yang keluar dari tubuh®. Keseimbangan ini sangat
dibutuhkan agar regulasi osmotik maupun regulasi volume yang keduanya mengatur
keseimbangan air dan elektrolit di tingkat intrasel maupun ekstrasel tetap berada dalam
keadaan steady state’. Hasil akhir yang diinginkan dari pengaturan ini adalah osmolalitas
cairan tubuh yang normal atau direfleksikan oleh osmolalitas plasma yang normal.
Air yang masuk dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu air yang wajib masuk (Obligatory)
dan air yang masuk secara elektif (bukan merupakan kebutuhan). Air masuk yang wajib
adalah air minum dari mulut, air yang berada dalam makanan dan air yang dihasilkan oleh
oksidasi zat makanan (hidrat arang, protein dan lemak). Air yang wajib masuk dipengaruhi
oleh besarnya air yang keluar dari tubuh. Air yang keluar dari tubuh juga dibagi atas air yang
wajib keluar seperti dalam bentuk urin, air keluar melalui kulit, air keluar melalui saluran
nafas, dan air keluar bersama dengan feses serta air yang keluar elektif. Sebagai contohmisalnya air yang wajib keluar adalah sebesar 1600 ml (urin 500 ml, air dari kulit 500 ml, air
dari saluran nafas 400 ml dan air bersama feses 200 ml), maka air yang wajib masuk juga
harus sebesar 1600 ml. Bila air hasil oksidasi zat makanan 350 ml, dan air bersama dengan
makanan 850 ml, maka air yang masuk melalui minuman adalah sebesar 400 ml. Misalnya
air yang masuk elektif sebesar 1000 ml, maka air yang keluar elektif juga akan sebesar 1000
ml. Dengan demikian tercapailah keseimbangan antara air yang masuk dengan yang keluar
dan osmolalitas plasma tetap dalam keadaan stabil normal (Set Point).
Kesimpulan :
1. Keseimbangan air adalah volume air yang sama besarnya antara yang keluar dan yang
masuk ke dalam tubuh (Steady State).
2. Dalam keadaan normal, hasil akhir yang diharapkan dari keseimbangan air tersebut
adalah tercapainya osmolalitas plasma yang tetap (Set Point).
3, Osmolalitas plasma yang diinginkan dicapai berkat pengaturan yang dilakukan oleh
regulasi osmotik dan regulasi volume yang berlangsung secara simultan.
Dattar Pustaka :
1. Halperin ML, Goldstein MB, Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Physiology. A Problem-
Based Approach. 3“ ed. WB Saunders Co; 1999
2. Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit. Darwis D, Moenadjat Y, Siregar P
Aniwidyaningsih W, Tambunan V, Hegar B. (editor), Gangguan Keseimbangan Air
Elektrolit dan Asam Basa. Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana. UPK-PKB
FKUI, 2007, halaman 27 56.
. Sharif-Naeini R, Ciural S, Zhang Z, Bourque CW. Contribution of TRPV
channels to osmosensory transduction, thirst, and vasopressin release. Kidney Int.
2008; 73,811 15.
Rose BD, Post TW. Volume regulation versus osmoregulation. UpToDate Version 15.3:
CD-ROM; 2007.
5. Rose BD, Post TW. Renal water excretion and reabsorption. UpToDate Version 15.3: CD-
ROM; 2007.
Rose BD, Post TW. Water balance and regulation of plasma osmolality. UpToDate Version
15.3:CD-ROM; 2007
Rose BD. The steady state. UpToDate Version 15.3: CD-ROM; 2007.
@
.
a
x