Professional Documents
Culture Documents
Kista Endometriosis
Kista Endometriosis
Mrs. Retno, 30-year old woman P0A0 went to puskesmas Semuntul due to increasing
menstrual pain since 3 months ago. She has been complaining of menstrual pain during the
1st day, and that disturbed her daily activity. She hasnt been complaining about any
prolonged menstrual cycle or heavy menstrual bleeding.
Gynecology examination :
Outer examination :
Abdomen was flat, simetrically, uterine fundal within normal limit, mass (+) sized 5x6 cm,
cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border was simfisis,
right border was RMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal region, free fluid sign
(-).
Inspeculo :
Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), flour (-), erotion/laseration/polyp (-),
uterine sondage was AF 7 cm.
Vaginal toucher :
Portio was firm, closed external os, uterine corpus within normal limit, left adnexal and
parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas pouch
within normal limit.
USG result :
- Uterine was anteflexed, size and shap within normal limit
- There was hipoechoic mass with internal echo in left ovary sized 6x5.2 cm derived from
left endometriosis cyst
1
- Right ovary within normal limit
C/Left endometriosis cyst was suspected.
Laboratory :
Hb 11.9 g/dL, PLT : 265.000/mm3, WBC : 8.000/mm3, Ca 125 : 60.28 U/L.
I. Klarifikasi Istilah
No Istilah Klarifikasi Istilah
1. Cystic Suatu kantung yang berupa gelembung yang dilapisi selaput
tebal dan didalamnya terdapat cairan.
2. Kavum Douglas Ruangan antara dinding belakang rahim dan rektum.
3. Mass hipoechoic Adalah benjolan yang muncul relatif lebih gelap pada
pemeriksaan USG karena memantulkan lebih sedikit gelombang
ultrasound.
4. Ca 125 Singkata dari Cancer antigen atau carcinoma antigen atau
carbohidrat antigen adalah protein yang digunakan sebagai
tumor marker yang direkomendasikan sebagai diagnosis dan
tatalaksana kanker ovarium.
2
Outer examination :
Abdomen was flat, simetrically, uterine fundal within normal limit, mass (+) sized 5x6
cm, cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border was
simfisis, right border was RMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal region,
free fluid sign (-).
Inspeculo :
Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), flour (-), erotion/laseration/polyp
(-), uterine sondage was AF 7 cm.
Vaginal toucher :
Portio was firm, closed external os, uterine corpus within normal limit, , left adnexal
and parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas
pouch within normal limit.
4. USG result :
- Uterine was anteflexed, size and shap within normal limit
- There was hipoechoic mass with internal echo in left ovary sized 6x5.2 cm
derived from left endometriosis cyst
- Right ovary within normal limit
C/Left endometriosis cyst was suspected.
6
prostaglandin akan mengakibatkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi
uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri pada saat menstruasi.
Pada pasien endometriosis, konsentrasi prostaglandin jauh lebih tinggi
dibanding wanita normal. Hal ini bisa disebabkan karena reaksi peradangan yang
terjadi akibat perdarahan lokal endometriosis yang memacu sekresi sitokin.
Buletti, et.al menemukan bahwa pada perempuan dengan endometriosis,
frekuensi, amplitudo, dan tonus tekanan basal dari kontraksi uterus mengalami
peningkatan. Sehingga pada pasien endometriosis nyeri berasal dari kontraksi
uterus abnormal.
Selain itu, nyeri juga bisa ditimbulkan karena infiltrasi endometriosis ke
jaringan organ dan saraf. Nyeri juga mungkin disebabkan oleh iritasi peritoneum
akibat rupturnya kista coklat ovarium.
Pada kasus ini, nyeri pada hari pertama kemungkinan disebabkan karena
proses meluruhnya jaringan endometrium abnormal yang memicu inflamasi
sehingga kadar prostaglandin pada hari pertama haid sangat tinggi dibandingkan
hari setelahnya.
1.5 Apa makna klinis nyeri menstruasi 3 bulan yang lalu terkait kasus?
Nyeri menstruasi yang terjadi 3 bulan yang lalu menandakan bahwa dimulai
dari 3 bulan tersebut kistik ovarium endometriosis sudah terbentuk sempurna,
diketahui pula bahwa kista ovarium merangsang sitokin, seperti IL-1, IL-6, IL-8,
IL-10 dan TNF alpha, dimana sitokin-sitokin tersebut berperan dalam timbulnya
rasa nyeri (terutama nyeri saat hari pertama menstruasi)
Ditambah lagi saat menstruasi endometriosis yang berada di ovarium akan
terlepas yang nantinya berupa pendarahan, ini juga merangsang untuk timbulnya
nyeri. Jadi dapat dikatakan, Nyeri menstruasi sejak 3 bulan pada kasus
menandakan bahwa Mrs. Retno menderita dismenorea. Dismenorea yang terjadi
pada kasus ini adalah jenis dismenorea sekunder karena disebabkan adanya
gangguan atau kelainan organ panggul yang pada kasus dicurigai akibat adanya
endometriosis.
1.6 Apa makna klinis dari tidak adanya riwayat siklus menstruasi yang memanjang
atau perdarahan menstruasi yang berat?
7
Makna klinis tidak ada keluhan siklus menstruasi yang memanjang dan tidak
ada perdarahan yang berlebihan adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding.
a. Siklus menstruasi yang memanjang (Oligomenorea) berhubungan erat dengan
gangguan ovulasi akibat meningkatnya hormon androgen. Stres fisik dan
emosional juga mempunyai hubungan dengan oligomenorea. Pada orang
oligomenorea disertai obesitas dan infertilitas perlu dipikirkan kemungkinan
sindroma metabolik.
b. Perdarahan yang berlebihan (Hypermenorrhea/menoragia) disebabkan oleh
gangguan keseimbangan (hemostasis) darah dan gangguan anatomi uterus.
Gangguan anatomi yang bisa terjadi misalnya mioma uteri, polip, dan
hiperplasia pembuluh darah.
Ca 125 Meningkat
9
Ca-125 merupakan antigen permukaan sel yang diekspresikan oleh sel turunan
epitel coelomik (termasuk endometrium) yang ditetapkan sebagai penanda untuk
memantau kondisi para wanita penderita kanker ovarium. Kadar CA-125
seringkali meningkat pada para wanita penderita endometriosis tingkat lanjut.
10
Diduga terdapat perubahan hormonal dan fungsi ovarium pada wanita
endometriosis yang meliputi the luteinized unruptured follicle syndrome, luteal
phase dysfunction dan abnormal follicular growth. Namun dugaan ini tidak
didukung dengan bukti yang valid. Banyak kemungkinan yang dapat
dimunculkan, mulai dari pengaruh folikulogenesis, disfungsi ovulasi,
hiperprolaktinemia, defek fase luteal, accelereratad ovum transport,
spermphagocytosis, impaired fertilization sampai embriotoksisitas pada saat
awal perkembangan embrio.
Gangguan implantasi
Beberapa peneltian sudah dilakukan untuk mempelajari kaitan endometriosis
dengan implantasi. Berkurangnya ekspresi v integrin suatu molekul adesi
selama implantasi terjadi pada beberapa wanita endometriosis. Pada penelitian
lainnnya, pada wanita infertil dengan endometriosis terdapat penurunan kadar
enzim yang terlibat dalam endometrial ligand untuk L-section (suatu protein
yang melapisi trofoblas pada permukaan blastocyst). Pada penelitian lain
dikatakan bahwa reseptivitas endometrial pada pasien endometriosis tidak ada
gangguan, diduga menurunnya angka implantasi berhubungan dengan kualitas
oocyt dan embrio serta menurunkan kualitas zona pellucida sehingga sehingga
menghambat proses hatching.
Kualitas oosit dan embrio
Infertilitas pada wanita dengan endometriosis mungkin berhubungan dengan
perubahan dalam folikel, kualitas oosit yang rendah dan selanjutnya
embriogenesis, atau penurunan penerimaan endometrium saat implantasi.
Teori ini didukung oleh temuan perubahan konsentrasi progesteron dan sitokin
dalam cairan folikel dari wanita dengan endometriosis. Kelainan oosit dan
kualitas embrio telah digambarkan pada wanita dengan endometriosis. Embrio
yang berasal dari wanita dengan endometriosis berkembang lebih lambat
dibandingkan embrio yang berasal dari wanita dengan kelainan tuba. Juga,
dalam donasi siklus oosit, wanita dengan endometriosis sedang sampai berat
yang menerima oosit dari perempuan bebas penyakit tampaknya terlihat
penerimaan endometrium yang normal dan angka terjadinya kehamilan.
Sebaliknya, ketika oosit dari wanita dengan endometriosis ditransfer ke wanita
tanpa endometriosis, keberhasilan implantasi lebih rendah dan kualitas embrio
11
menurun. Lebih lanjut studi diperlukan untuk menentukan apakah tingkat
kehamilan lebih rendah pada penerima yang menerima oosit dari donor dengan
atau tanpa endometriosis.
Abnormal transportasi uterotubal
Telah dikemukakan bahwa wanita dengan endometriosis menunjukkan
penurunan kapasitas transportasi uterotubal fisiologis dibandingkan dengan
subyek kontrol. Pada wanita dengan tuba paten dan endometriosis,
penyelidikan lebih lanjut menggunakan hysterosalpingoscintigraphy (HSSG)
menemukan transportasi yang abnormal (kontralateral ke folikel dominan atau
transportasi yang gagal total) pada 64% pasien dibandingkan dengan 32% dari
pasien dalam kelompok kontrol dengan diagnosis infertilitas laki-laki. Temuan
ini harus dikonfirmasi oleh peneliti lain.
3. Gynecology examination :
Outer examination :
Abdomen was flat, simetrically, uterine fundal within normal limit, mass (+) sized
5x6 cm, cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border
was simfisis, right border was RMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal
region, free fluid sign (-).
Inspeculo :
Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), flour (-), erotion/laseration/polyp
(-), uterine sondage was AF 7 cm.
Vaginal toucher :
12
Portio was firm, closed external os, uterine corpus within normal limit, left adnexal
and parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas
pouch within normal limit.
3.1 Bagaimana cara melakukan pemeriksaan inspekulo dan VT?
Tehnik pemasangan spekulum :
Penjelasan pada pasien terlebih dulu mengenai prosedur pemeriksaan
inspekulo dan manfaat dari pemeriksaan ini
Pasien diminta persetujuannya untuk pemeriksaan inspekulo
Pastikan bahwa pasien sudah mengosongkan vesika urinaria dan atau rectum
Pasien berada pada posisi lithotomi
Kenakan sarung tangan
Persiapkan spekulum bi-valve yang sesuai, atur katub dan tuas sehingga
spekulum siap digunakan.
Hangatkan spekulum bi-valve dengan ukuran yang sesuai dan bila perlu beri
lubrikasi
Pisahkan labia dengan ujung jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri dari sisi atas
Spekulum bi-valve dalam keadaan tertutup dimasukkan vagina dalam posisi
miring menjauhi dinding vagina sebelah depan dan meatus urtehrae eksternus
13
Gambar Setelah ujung spekulum mencapai fornix posterior , spekulum diputar
sedemikian rupa sehingga sumbu tranversal spekulum berada pada sumbu
tranversal vagina
Lakukan pengamatan pada porsio dan fornix vaginae dengan baik. Lepaskan
tuas spekulum, tarik keluar spekulum perlahan-lahan sambil diputar secara
bertahap sejauh 900. Lakukan pengamatan pada keadaan permukaan vagina
saat menarik keluar spekulum
Pemeriksaan VT :
Mencuci tangan
Memakai sarung tangan steril. Sewaktu memasukkan sarung tangan jangan
sampai tangan menyentuh bagian luar sarung tangan.
Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri membuka labia sedang tangan kanan
mengambil kapas yang direndam dengan air DTT dan menghapus vulva dari
atas ke bawah. Dengan labia yang masih di buka jari tengah tangan kanan di
masukkan ke dalam vagina dengan menekankan ke arah komisura posterior
kemudian diikuti jari telunjuk
Setelah kedua jari tangan kanan masuk, tangan kiri dipindahkan ke atas
simpisis untuk menekan bagian bawah janin.
14
3.2 Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan luar?
Abdomen Datar dan simetris Normal
Mekanisme abnormal :
Dalam kasus kista endometriosis, ada jaringan kecil endometrium yang
diperkirakan bermigrasi ke luar rahim melalui saluran telur. Di tempat barunya
itu, jaringan tersebut mengambang dengan bebas dan menempel (transplantasi) ke
jaringan lain. Jaringan yang tumbuh menempel itu, atau disebut endometrium
implan, bereaksi setiap bulan menanggapi hormon estrogen seolah-olah masih
berada dalam rahim, menebal dan mengelupas pula. Penampilan endometrium
implan pun mirip dengan yang aslinya, berupa jariingan kantung berwarna
cokelat (chocolate cysts)-disebut demikian karena mengandung cairan berwarna
cokelat dari darah yang teroksidasi yang menyebar pada selaput perut
(peritonium).
15
nyeri (+) di regio inguinal kiri
Selama haid, sejumlah darah haid ada yang berbalik masuk melalui Tuba
Falloppii atau saluran telur mengalir ke dalam rongga panggul dan selaput rongga
perut (peritoneum). Di dalam darah haid tersebut terbawa serta debris dan sel
endometrium masuk ke dalam rongga perut menempel di atas organ-organ
panggul dan selaput rongga perut. Akibat dari keadaan tersebut terjadi proses
inflamasi dengan peningkatan leukosit dan defek imunologi dengan peningkatan
aktivitas makrofag di dalam zalir peritoneum. Terjadi penyimpangan ekspresi dari
berbagai sitokin oleh aktivitas makrofag antara lain interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8). Tumor Necrosis Factors-a (TNF-a)
dalam zalir peritoneal kesemuanya itu merubah lingkungan zalir peritoneal yang
memungkinkan sel endometrium berimplantasi dan bertumbuh menjadi
endometriosis. Proses darah haid yang berbalik itu akan terjadi terus-menerus
setiap bulan dan sepanjang tahun akhirnya akan menimbulkan nyeri yang
berhubungan dengan haid.
free fluid sign (-) : Tidak ada perdarahan atau sekret cairan ketika dilakukan
pemeriksaan pada bagian eksterna genitalia.
3.3 Bagaimana Interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan inspekulo dan
VT?
Inspekulo
Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormal
Portio tak livid, ostium Normal, tidak terjadi -
uteri eksterna tertutup, kehamilan, tidak terjadi
fluxus (-), fluor (-), infeksi, tidak terdapat
erosi/laserasi/polip (-) lesi
Sondase uteri: AF 7 cm Normal (7-9 cm) -
16
Vaginal touch
Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormal
Portio keras, ostium Normal, tidak terjadi -
uteri tertutup, corpus kehamilan
uteri normal, douglas
pouch normal
Adnexa dan parametrial Abnormal, adanya massa Terjadi endometriosis
kiri tegang, kanan pada ovarium kiri yang yang tumbuh di ovarium
normal menyebabkan adnexa kiri
serta parametrium
menjadi tegang pada
perabaan
4. USG result :
- Uterine was anteflexed, size and shap within normal limit
- There was hipoechoic mass with internal echo in left ovary sized 6x5.2 cm derived
from left endometriosis cyst
- Right ovary within normal limit
C/Left endometriosis cyst was suspected.
4.1 Bagaimana Interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan USG?
Hasil Pemeriksaan Interpretasi Keterangan
There was hipoechoic mass Abnormal Massa pada ovarium kiri merupakan
with internal echo in left kista coklat endometriosis
ovary sized 6x5.2 cm (endometrioma).
derived from left
endometriosis cyst. C/Left
endometriosis cyst was
suspected.
17
Implantasi abnormal jaringan endometrium pada ovarium dikenal sebagai
endometriosis. Peluruhan jaringan endometrium abnormal pada saat haid
mengakibatkan darah tidak mampu keluar dari tubuh seperti pada jaringan
endometrium normal, akibatnya darah terperangkap. Darah yang terperangkap
lama-kelamaan menimbulkan involusi korteks ovarium yang membentuk
pseudokista. Teori ini dikemukakan oleh Hughesdon pada tahun 1957.
Teori lain dikemukakan oleh Donnez, et.al (1996), yang menyatakan bahwa
kista terbentuk karena metaplasia epitel selomik yang invaginasi ke epitel
ovarium. Satu lagi teori dikemukakan oleh Nezhal, et.al (1992). Teori tersebut
mengatakan bahwa kista coklat merupakan hasil dari transformasi endometriosis
dari kista fungsional yang sudah ada.
18
Gambar 2. Endometrioma dengan lesi hypoechoic
19
a. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenorea)
b. Dispareuni, dapat meluas menjadi nyeri punggung
c. Nyeri saat defekasi, terutama saat haid
d. Nyeri Kronik dan terdapat eksaserbasi akut
e. Poli dan hipermenorea
f. Infertilitas
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah dideteksi
saat menstrusi. Ligament uterosakral dan kul-de-sac yang bernodul dapat
ditemukan. Uterus terfiksasi secara retroversi akibat dari perlengketan. Nodul
kebiruan dapat ditemukan pada vaginan akibat infiltrasi dari dinding posterior
vaginal.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak member tanda yang khas,
hanya apabila ada darah pada tinja atau urin pada waktu haid menunjukkan
tentang adanya endometriosis pada rekstosigmoid atau kandung kemih.
Pemeriksaan Radiologi
Pembuatan foto roentgen dengan memasukkan barium dalam kolon dapat
memberikan gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid dengan batas
yang jelas dan mukosa yang utuh. Transvaginal sonografi adalah metode yang
berguna untuk mengidentifikasi kista coklat klasik dari ovarium. Tampilan
tipikal adalah kista yang berisis echo homogeny internal drajat rendah yang
konsisten dengan darah lama. Gambaran sonografi dari endometrioma bervariasi
dari kisa sederhana hingga kista kompleks dengan echo internal hingga massa
solid, tanpa vakular. MRI berguna untuk melihat keterlibatan rectum dan
menunjukkan secara akurat endometriosis rektovaginal dan kul-de-sac.
Usia reproduksi + + + +
Dismenore + +/- + +
Massa hipoekoik + - - -
ovarium pada
USG
Marker Ca-125 + - - -
24
5.7 Bagaimana patofisiologi pada kasus?
3 Teori: Teorimenstruasi
retrograde, Teori system
kekebalan , Teori
Faktor genetik
Terjadi infertilitas
primer Ada nyeri di region
inguinalis kiri
VAS
8
26
b. Pencegahan dan edukasi
Pencegahan
- olahraga aerobik dapat membantu menurunkan risiko terjadi endometriosis.
- Penggunaan pil kontrasepsi sebagai pencegahan masih controversial
- Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah tidak
memperlambat kehamilan, melakukan pemeriksaan dengan baik dan benar
serta tidak menjalani kuret saat sedang haid
Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling
baik untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang
atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium
dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan
jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan
supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu
lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik
terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjaidnya infertilitas
sesudah endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah
endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar
atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat menyebabkan
mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.
Edukasi
Pengawasan dapat dilakukan dengan observasi dan pemberian
analgetika. Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita-wanita
dengan gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah
berumur, pengawasan itu bisa dilanjutkan sampai menopause, karena sesudah
itu gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Sikap yang sama dapat diambil
pada wanita yang lebih muda, yang tidak mempunyai persoalan tentang
infertilitas, akan tetapi pada wanita yang ingin mempunyai anak, jika setelah
ditunggu 1 tahun tidak terjadi kehamilan, perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap infertilitas dan diambil sikap yang lebih aktif.
Pada observasi seperti diterangkan di atas, harus dilakukan
pemeriksaan secara periodik dan teratur untuk meneliti perkembangan
penyakitnya dan jika perlu mengubah sikap ekspektatif. Dalam masa
observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa pemberian analgetika
untuk mengurangi rasa nyeri.
27
5.10 Apa tindakan follow up sebagai dokter umum?
Follow up tergantung pada kebutuhan individual dan berdasarkan dari
keluhan utama. Pasien dengan keluhn nyeri sebaiknya dilakukan pendekatan
secara team dan mungkin membutuhkan lebih banyak atau lebih sedikit follow
up tergantung dari respons. Pengecualian kepada pasien dengan massa ovarium.
Apabila pasien diduga memiliki endoemtrioma dan asimptomatik, imaging
dapat diulang dengan interval 3-6 bulan. Apabila pasien menjadi simptomatik
atau kista diduga berprogresi menjadi ganas, mungkin dapat diindikasikan untuk
melakukan operasi.
Manajemen nyeri dapat menggunakan NSAID atau analgesic narkotik.
Buruknya respon (dalam 1-2 siklus) terhadap terapi medikamentosa sebaiknya
dipikirkan penyebab lain gejala pasien ini. Dapat dilakukan diagnostic
laparoskopi apabila belum dilakukan sebelumnya.
Endometriosis dapat menjadi progresif dan dapat menyebabkan nyeri
kronik dan infertilitas. Beri saran untuk melakukan follow up ginekologi.
28
5.13 Apa SKDI pada kasus?
Endometriosis: 2
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyaki ttersebut
dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya.Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Infertilitas: 3A
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasienselanjutnya.Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.
29
IV. Kerangka Konsep
Mrs. Retno, 30 tahun,
P0A0
3 Teori: Teorimenstruasi
retrograde, Teori system
kekebalan , Teori
Faktor genetik
Terjadi infertilitas
primer Ada nyeri di region
inguinalis kiri
VAS
8
V. Learning Issues
30
A. Anatomi dan histologi ovarium dan endometrium
Anatomi
1. Uterus
Uterus berbentuk seperti buah advokad ata buah pir yang sedikit gepeng ke arah
depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya
terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjangnya 7-7,5cm, lebar di atas 5,25cm, tebal
2,5cm, dan tebal dinding 1,25cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteroversiofleksio .
Uterus terdiri atas :
a. Fundus uteri
b. Korpus uteri
c. Serviks uteri
Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal, di situ kedua tba fallopii masuk ke
uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar.
Uterus berbentuk seperti buah pir yang agak gepeng ke arah depan belakang,
berongga, sebesar telur ayam, dan terdiri dari otot polos pada dindingnya. Panjangnya
adalah 7-7,5 cm, lebar > 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Uterus terdiri
dari fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian proximal
31
dari uteri, dimana kedua tuba fallopi masuk ke uterus. Tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri. Korpus uteri adalah bagian uterus yang
paling besar yang fungsinya sebagai tempat janin berkembang. Rongga pada uterus
disebut cavum uteri.
Serviks uteri terdiri atas 1.) pars vaginalis serviks uteri yang dinamakan porsio ; 2.)
pars supravaginalis servis uteri yaitu bagian serviks yang berada diatas vagina. Serviks
memiliki saluran yang disebut dengan canalis servikalis yang dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar serviks, bentuk sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis.
Secara histologic dari dalam keluar, uterus terdiri atas 1.) endometrium di corpus uteri
dan endoserviks di serviks uteri; 2.) otot-otot polos ; dan 3.) lapisan serosa. Endometrium
terdiri atas epitel kubus, kelenjar, dan banyak mengandung pembuluh darah yang
berkelok. Dalam masa haid endometrium sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian
tumbuh lagi dalam masa proliferase selanjutnya diikuti dengan fase sekretorik. Diantara
lapisan otot polos terdapat lapisan otot oblik yang berbentuk anyaman yang akan
berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh- pembuluh darah yang terbuka ditempat itu
sehingga perdarahan berhenti.
Uterus sebenarnya terapung dalam rongga pelvis, namun terdapat jaringan ikat dan
ligamentum yang menyokongnya. Sebagai berikut :
1. Ligamentum Cardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan : Ligamentum terpenting yang
mencegah agar uterus tidak turun. Banyak pembuluh darah yaitu vena dan erteri
uterine
2. Ligamentum Sacro-Utetina kiri dan kanan : Ligamentum yang menahan uterus supaya
tidak banyak bergerak.
3. Ligamentum Rotundum kiri dan kanan : Ligamentum yang menahan uterus dalam
antefleksi.
4. Ligamentum Latum kiri dan kanan : Ligamentum yang meliputi tuba.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan : Ligamentum yang menahan tuba
fallopi.
6. Ligamentum ovarii propium kiri kan kanan : Ligamentum yang menahan ovarium,
secara embriologis berasal dari gubernaculum. Jadi sebenarnya Ligamentum
Rotundum yang juga secara embriologis berasal dari gubernaculum.
Ismus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, diliputi peritoneum
visceral. Ditempat inilah dinding uterus dibuka jika melakukan seksio sesaria
transperitonealis profunda. Dinding belakang uterus seluruhnya diliputi oleh peritoneum
32
visceral tyang dibagian bawah membentuk suatu kantong yang disebut cavum douglasi.
Cavum ini akan menonjol jika terdapat cairan (darah atau asites) atau tumor disitu.
Vaskularisasi uterus oleh arteri Uterina kanan dan kiri yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteri Illiaka Interna
(Arteri Hipogastrika). Pembuluh darah lain yang mensupply pula darah ke uterus adalah
arteri Ovarika kiri dan kanan.
Inervasi uterus terutama terdiri atas system saraf simpatetik dan untuk sebagian besar
terdiri atas system parasimpatetik dan serebrospinal.Kedua system simpatetik dan
parasimpatetik mengandung unsur motoric dan sensorik. Kedua system bekerja
antagonistic. Saraf simpatetik menmbulkan kontraksi dan vasokontriksi, sedangkan yang
parasimpatetik mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
34
Histologi
35
1. Uterus
a. Fase proliferative (folikular)
Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan: endometrium di sebelah dalam, lapisan tengah
otot polos myometrium dan perimetrium membrane serosa di sebelah luar. Endometrium
dibagi lagi menjadi 2 zona atau lapisan: stratum basale yang sempit dan dalam, dekat
myometrium dan stratum functionale, lapisan superficial yang lebih besar di atas stratum
basale yang meluas ke lumen uterus.
Pada fase proliferative daur haid dan di bawah pengaruh estrogen ovarium, stratum
functionale semakin tebal dan kelenjar uterus memanjang dan berjalan lurus di
permukaan. Arteri spiralis (bergelung) terutama terlihat di endometrium bagian dalam.
Lamina propria di bagian atas endometrium mengandung banyak sel dan menyerupai
jaringan mesenkim. Jaringan ikat di stratum basale lebih padat dan tampak lebih gelap.
Endometrium terus berkembang selama fase proliferative akibat meningkatnya kadar
estrogen yang disekresi oleh folikel ovarium yang sedang berkembang.
36
Fase luteal daur haid dimulai setelah ovulasi folikel matur. Perubahan di endometrium
disebabkan oleh pngaruh estrogen dan progesterone yang disekresi korpus luteum
fungsional. Akibatnya stratum functionale dan stratum basal endometrii menjadi lebih
tebal karena bertambahnya sekresi kelenjar dan edema di lamina propria.
Epitel kelenjar uterus mengalami hipertrofi akibat bertambhanya akumulasi produk
sekretorik. Kelenjar uterus semakin berkelok-kelok, dan lumennya melebar oleh bahan
sekretork yang kaya kabrohidrat. Arteri spirali terus bejralan ke bagian atas endometrium
(stratum functionale) dan tampak jelas karena dindingnya lebih tebal.
37
c. Fase menstruasi
Jika fertilisasi ovum dan implantasi embrio tidak terjadi, uterus masuk ke fase
menstruasi dan sebagian besar persiapan yang dilakukan untuk implantasi di endometrium
gagal. Selama fase menstruasi, endometrium di stratum functionale mengalami degenerasi
dan terlepas. Endometrium yang terlepas mengandung kepingan-kepingan stroma yang
hancur, bekuan darah, dan kelenjar uterus. Beberapa kelenjar uterus yang utuh terisi oleh
darah. Di lapisan endometrium yang lebih dalam, stratum basale, dasar kelenjar uterus
tetap utuh selama pelepasan stratum functionale dan pengeluaran darah haid.
Stroma endometrium pada sebagian besar stratum functionale mengandung kumpulan
eritrosit yang keluar dari pembuluh darah yang robek dan mengalami disintegrasi. Selain
itu, stroma endometrium memperlihatakan infiltrasi limfosit dan neutrophil.
Stratum basale endometrii tetap tidak terpengaruh selama fase ini. Bagian distal
(superfsial) arteri spiralis mengalami nekrosis, sdangkan bagia arteri yang lebih dalam
tetap utuh.
38
2. Ovarium
Ovarium dilapisioleh satu lapisan sel kuboid rendah atau gepeng yaitu epitel germinal,
yang bersambungan denga mesotelium peritoneum viscerale. Di bawah epitel germinal
adalah lapisan jaringan ikat padat yang disebut tunika albuginea.
Ovarium memiliki korteks di tepid an medulla di tengah, tempat ditemukannya
banyak pembuluh darha, saraf, dan pembuluh limfe. Selain folikel, korteks mengandung
fibrosit dengan serta kolagen dan reticular. Medulla dalah jaringan ikat padat tidak teratur
yag bersmbungan dengan ligamentum mesovarium yang menggantungkan ovarium.
Pembuluh darah besar di medulla membentuk pembuluh darah yang lebih kecil yang
menyebar di seluruh korteks ovarium. Mesovarium dilapisi oleh epitel germinal dan
mesotelium peritoneum.
Di stroma korteks terlihat banyak folikel ovarium, terutama jenis yang lebih kecil
dalam berbagai tahap perkembangan. Folikel yang paling banyak adalah folikel primordial,
yang terletak di tepi korteks dan di bawah tunica albuginea. Folikel primordial adalah
struktur yang paling kecil dan paling sederhana. Folikel ini dikelilingi oleh satu lapisan sel
folikular gepeng. Folikel primordial emngandung oosit primer yang kcil dan imatur, yang
membesar secara bertahap seiring perkembangan folikel menjadi folikel primer dan
sekunder dan matur. Sebelum ovulasi folikel matur, semua folikel yang sedang berkembang
mengandung oosit primer.
39
Folikel yang lebih kecil dengan sel kuboid, silindris, atau berlapis kuboid yang
mengellilingi oosit primer disebut folikel primer. Seiring dengan bertambahnya ukuran
folikel, cairan, yang disebut likuor folikuli (liquor follicularis), mulai menumpuk di antara
sel folikular yang sekarang disebut sel granulosa. Daerah yang mengandung cairan akhirnya
menyatu untuk membentuk suatu ronga berisi cairan yaitu antrum. Folikel denga rongga
antrum disebut folikel sekunder (antrum). Folikel inilebih esar dan terletak lebih dalam di
korteks. Semua folikel yang lebih beasr termasuk folikel primer,folikel sekunder, dan folikel
matur memperlihatkan lapisan sel granulosa, teka interna, dan lapisan jaringan ikat sebelah
luar, teka eksterna.
Folikel ovarim yang paling besar adalah folikel matur. Folikel ini memperlihatkan
struktur sebagai berikut: antrum yang besar yang berisi likuor folikuli; cumulus oofurus,
suatu bukti kecil tempat oosit primer berada; korona radiata, lapisan sle yang langsung
melekat pada oosit primer; sel granulosa yang mengelilingi antrum; lapisan dalam teka
interna; dan lapisan luar teka eksterna.
Setelah ovulasi, folikel besar kolaps dan berubah menajdi organ endokrin sementara
korpus luteum. Sel granulosa folikel berubah menjadi sel lutein granulosa yang berwarna
lebih muda dan sel teka interna menjadi sel teka lutein yang berwarna lebih gelap. Jika tidak
terjadi pembuahand an implantasi, korpus luteum mengalami regresi, degenerasi, dan
akhirnya berubah menjadi jaringan parut yang disebut korpus albikans.
Kebanyakan folikel ovarium tidak mencapai maturitas. Folikel ini mengalami
degenerasi (atresia) pada semua tahap perkembangan dan menjadi folikel atretik yang
akhirnya diganti oleh jaringan ikat.
B. Endometriosis
1. Definisi
Endometriosis adalah terdapatnya kelenjar seperti endometrium dan stroma diluar
uterus dan merupakan kondisi ginekologikal jinak yang sering ditemukan, sulit
dimengerti, dan sangat elemahkan kondisi tubuh.
Hal ini dapat timbul pada tempat yang bervariasi di pelvis seperti ovarium, tuba
falopi, vagina, serviks, atau ligament uterosakral atau di septum rektovaginal. Bahkan
dapat juga muncul pada daerah yang jauh seperti luka laparotomi, pleura, paru, diafragma,
ginjal, dll. Menurut urutan yang tersering endometriosis ditemukan adalah di ovarium.
2. Epidemiologi
40
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian
yang meningkat. Angka kejadian antara 5 15% dapat ditemukan di antara semua operasi
pelvic. Yang menarik adalah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita
yang tidak menikah pada umur muda, dan tidak mempunyai banyak anak.
Di Amerika Serikat, endometriosis timbul pada 7 10% populasi, biasanya berefek pada
wanita usis produktif. Prevalensi endometriosis pada wanita infertile adalah sebesar 20
50% dan 80% pada wanita dengan nyeri pelvis. Terdapat keterkaitan keluarga, dimana
resiko meningkat 10 kali lipat pada wanita dengan keluarga derajat pertama yang
mengidap penyakit ini.
3. Etiologi
Terdapat beberapa teori yang dianggap menjadi etiologi endometriosis, yaitu :
a. Metaplasia coelom. Dibawah stimulus yang tidak diketahui sel mesotelial berubah
secara metaplastik menjadi sel endometrium.
b. Transplantasi sel endometrium yang terlepas. Melalui rute limfatik, hematogenik, atau
iatrogenic dapat timbul endometriosis. Rute yang tersering adalah secara transtubal.
c. Menstruasi retrograde (teori Sampson). Adanya aliran retrograde jaringan
endometrium dari tuba falopi menuju rongga peritoneal. Mungkin timbul akibat dari
sambungan uterotubal hipotonik pada wanita dengan endometriosis sehingga terjadi
peningkatan regurgitasi menstrual.
d. Defek Immunogenetik. Antibody humoral terhadap jaringan endometrium telah
ditemukan pada wanita dengan endometriosis.
4. Patofisiologi
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak penganutnya adalah teori
Sampson. Menururt teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid terdapat
sel sel endometrium yang masih hidup. Sel sel ini kemudian dapat mengadakan
implantasi di pelvis.
Teori lain mengenai histogenesis endometriosis dilontarkan oleh Meyer. Pada teori ini
dikemukakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel sel epitel berasal
dari coelom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini
menyebabkan metaplasia dari sel sek epitel itu, sehingga terbentuk jaringan
endometrium. Endometrium dan peritoneum adalah derivate dari dinding epitel coelom
41
yang sama. Mesotel peritoneum telah dikatakan menyisakan kemampuan embriogeniknya
untuk berubah menjadi sel reproduksi. Perubahan ini dapat timbul secara spontan atau
karena difasilitasi oleh paparan iritasi kronik oleh cairan menstrual yang retrograde.
Penelitian terbaru mengatakan adanya keterlibatan system imun pada pathogenesis
endometriosis. Wanita dengan endometriosis memperlihatkan peningkatan respon imun
humoral dan kativasi makrofag dan memperlihatkan hilangnya system imun yang
diperantarai sel dengan berkurangnya sel T dan respon sel natural killer
Gejala dismenorea disebabkan peningkatan tekanan dalam rongga endometrial yang
bergantung pada kekuatan kontraksi dan tekana intrauterin. Dimana menstruasi melibatkan
cetusan dari prostaglandin yang menimbulkan vasospasme dan kontraksi uterus untuk
meningkatkan tekanan intrauterine dan mengeluarkan isi uterus. Gejala dispareuni dan
nyeri pelvis disebabkan oleh oleh implantasi yang cukup dalam yaitu >5mm, dimana
endometriosis tersebut dilapisi oleh material fibrotik kasar yang berisi jaringan glandular
endometriosis yang aktif cukup rapuh pada sentuhan.
5. Diagnosis
Anamneses
Diagnosis dimulai dari anamneses, dimana keluhan atau gejala yang sering ditemukan
adalah :
g. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid
(dismenorea)
h. Dispareuni, dapat meluas menjadi nyeri punggung
i. Nyeri saat defekasi, terutama saat haid
j. Nyeri Kronik dan terdapat eksaserbasi akut
k. Poli dan hipermenorea
l. Infertilitas
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah dideteksi
saat menstrusi. Ligament uterosakral dan kul-de-sac yang bernodul dapat ditemukan.
Uterus terfiksasi secara retroversi akibat dari perlengketan. Nodul kebiruan dapat
ditemukan pada vaginan akibat infiltrasi dari dinding posterior vaginal.
Pemeriksaan Laboratorium
42
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak member tanda yang khas, hanya
apabila ada darah pada tinja atau urin pada waktu haid menunjukkan tentang adanya
endometriosis pada rekstosigmoid atau kandung kemih.
Pemeriksaan Radiologi
Pembuatan foto roentgen dengan memasukkan barium dalam kolon dapat memberikan
gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid dengan batas yang jelas dan mukosa
yang utuh. Transvaginal sonografi adalah metode yang berguna untuk mengidentifikasi
kista coklat klasik dari ovarium. Tampilan tipikal adalah kista yang berisis echo homogeny
internal drajat rendah yang konsisten dengan darah lama. Gambaran sonografi dari
endometrioma bervariasi dari kisa sederhana hingga kista kompleks dengan echo internal
hingga massa solid, tanpa vakular. MRI berguna untuk melihat keterlibatan rectum dan
menunjukkan secara akurat endometriosis rektovaginal dan kul-de-sac.
43
Powder burn lesion
Endometriosis sedang-berat
6. Diagnosa Differensial
Diagnose banding endometriosis adalah pelvic inflammatory disease, apendisitis, kista
ovarii, torsi ovarii, kehamilan ektopik, infeksi saluran kemih, dan penyakit divertikular.
7. Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis terdiri dari terapi hormonal, pembedahan.
a. Terapi hormonal
Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan fungsi
jaringan endometrios dikontrol oleh hormone steroid. Jaringan endometriosis umumnya
mengandung reseptor estrogen, progesterone, dan androgen. Progesterone sistetik
umumnya mempunyai efek androgenic yang menghambat pertumbuhan endometriosis.
44
Prinsip pertama pengobatan hormonal adalah menciptakan lingkungan hormone rendah
estrogen dan asiklik. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid yang berarti tidak
terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal sehingga dapat dihindari timbul
sarang endometriosis yang baru karena transport retrograde serta mencegah pelepasan dan
perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan
peritoneum.
1. Androgen
Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan dosis 5-10 mg/hari.
Biasanya diberikan 10 mg/hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg/hari selama
2-3 bulan berikutnya. Keberatan pemakaian androgen adalah timbulnya efek samping
maskulinisasi, dan bila terjadi kehamilan dapat menyebabkan cacat bawaan.
Keuntungannya adalah untuk terapi nyeri, dispareuni, dan untk membantu menegakkan
diagnosis. Jika nyeri akibat endometriosis biasanya akan berkurang dengan pengobatan
androgen satu bulan.
2. Estrogen-progestogen
Kontrasepsi yang dipilih sebaiknya mengandung estrogen rendah dan progestogen yang
kuat atau yang mempunyai efek androgenic yang kuat. Terapi standard yang dianjurkan
adalah 0,03 mg etinil estradiol dan 0,3 mg norgestrel per hari. Bila terjadi perdarahan,
dosis ditingkatkan menjadi 0,05 mg estradiol dan 0,5 mg norgestrel per hari atau maksimal
0,08 mg estradiol dan 0,8 mg norgestrel per hari. Pemberian tersebut setipa hari selama 6-
9 bulan, bahkan 2-3 tahun.
3. Progestogen
Dosis yang diberikan adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 mg per hari atau
noretisteron asetat 30 mg per hari. Pemberian parenteral dapat menggunakan
medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan. Lama
pengobatan yakni 6-9 bulan.
4. Danazol
Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestosteron. Danazol menimbulkan
keadaan asiklik, androgen tinggi, dan estrogen rendah. Kadar androgen meningkat
disebabkan oleh sifatnya yang androgenic dan danazol mendesak testosterone sehingga
terlepas dan kadar testosterone bebas meningkat. Kadar estrogen rendah disebabkan
karena danazol menekan sekresi GnRH, LH, dan FSH dan menghambat enzim
steroidogenesis di folikel ovarium sehingga estrogen turun.
45
Dosisnya 400-800 mg per hari dengan lama pemberian minimal 6 bulan. Efek sampingnya
berupa akne, hirsutisme, kulit berminyak, perubahan suara, pertambahan berat badan, dan
edema. Kontraindikasi absolute yaitu kehamilan dan menyusui, sedangkan kontraindikasi
relative yaitu disfungsi hepar, hipertensi berat, gagal jantung ongestif, atau gagal ginjal.
8. Prognosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang
tidak ditatalaksana secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) efektif untuk
mengurangi nyeri pelvis tapi tidak efektif untuk pengobatan endometriosis yang berkaitan
dengan infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi. Kombinasi estrogen
progestin meredakan nyeri hingga 80-85% dari pasien dengan endometriosis yang
berkaitan dengan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan
endoimetriosis sedang mengalami penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy
and bilateral salpingo-oophorectomy dilaporkan efektif hingga 90% dalam meredakan
nyeri. Kehamilan masih mungkin bergantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala
secara umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.
9. Komplikasi
46
Beberapa komplikasi dari endometriosis adalah sebagai berikut :
a. Infertilitas
b. Nyeri pelvis kronik
c. Adhesi
d. Ruptur kista
2. Klasifikasi Infertilitas
Menurut pembagiannya, infertilitas dapat diklasifikasikan sebagai infertilitas primer
dan infertilitas sekunder.
a. Infertilitas primer adalah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b. Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau
metode kontrasepsi dalam bentuk apapun.
3. Epidemiologi Infertilitas
Prevalensi pasangan infertil di dunia diperkirakan satu dari tujuh pasangan
bermasalah dalam hal kehamilan. Survei kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun 2000,
47
diperkirakan ada kurang lebih 3,5 juta pasangan (7 juta orang) infertil. Pasangan infertil
telah meningkat mencapai 15-20% dari sekitar 50 juta. Infertilitas sebanyak 40%
disebabkan oleh wanita, 20% oleh pria dan 40% lainnya di sebabkan oleh faktor pria dan
wanita. Prevalensi kejadian infertilitas perempuan di Indonesia sebanyak infertil primer
15% pada usia 30-34 tahun, meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-
44 tahun.
4. Etiologi Infertilitas
a. Etiologi Infertilitas Pada wanita
Penyebab infertilitas pada wanita sebagai berikut :
1. Hormonal Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium yang
menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium uterus untuk
berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix yang tidak menguntungkan bagi
sperma, kegagalan gerakan (motilitas) tuba falopii yang menghalangi spermatozoa
mencapai uterus.
2. Obstruksi Tuba falopii yang tersumbat bertanggung jawab sepertiga dari penyebab
infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, penyakit
radang pelvis yang umum, contohnya apendisitis dan peritonitis, dan infeksi tractus
genitalis, contohnya gonore.
3. Faktor lokal Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertil pada wanita adalah
fibroid uterus yang menghambat implantasi ovum, erosi cervix yang
mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma, kelainan kongenital vagina,
cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan sperma dan ovum, mioma uteri
oleh karena menyebabkan tekanan pada tuba, distrorsi, atau elongasi kavum uteri,
iritasi miometrium, atau torsi oleh mioma yang bertangkai.
b. Etiologi Infertilitas Pada Pria
Penyebab infertilitas pada pria adalah sebagai berikut :
1. Gangguan Spermatogenesis
Analisis sperma dapat mengungkapkan jumlah spermatozoa normal atau tidak.
Pengambilan spesimen segar dengan cara masturbasi di laboratorium.
2. Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan merupakan salah satu penyebab infertil pada pria.
Obstruksi dapat terjadi pada duktus atau tubulus yang di sebabkan karena
konginetal dan penyakit peradangan (inflamasi) akut atau kronis yang mengenai
48
membran basalais atau dinding otot tubulus seminiferus misalnya orkitis, infeksi
prostat, infeksi gonokokus. Obstruksi juga dapat terjadi pada vas deferens
3. Ketidakmampuan koitus atau ejakulasi
Faktor-faktor fisik yang menyebabkan ketidak mampuan koitus dan ejakulasi,
misalnya hipospadia, epispadia, deviasi penis seperti priapismus atau penyakit
peyronie. Faktor-faktor psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi dan kebiasaan pria alkoholisme kronik.
4. Faktor Sederhana
Faktor sederhana seperti memakai celana jeans ketat, mandi dengan air terlalu
panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat menyebabkan keadaan luar
panas yang tidak menguntungkan untuk produksi sperma sehat.
6. Diagnosis Infertil
Pada Wanita Diagnosis infertil dilakukan dengan cara :
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien dengan menanyakan identitas pasangan
suami istri meliputi umur, pekerjaan, lama menikah dan evaluasi dari pasien wanita
51
mengenai ketidakteraturan siklus haid, dismenorea, infeksi organ reproduksi yang
pernah dialami, riwayat adanya bedah pelvis, riwayat sanggama, frekuensi
sanggama, dispareunia, riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan
ektopik, kehamilan terakhir, konstrasepsi yang pernah digunakan, pemeriksaan
infertilitas dan pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit sistematik (tuberkulosis,
diabetes melitus, tiroid), pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendiagnosis infertil adalah :
1. Vital Sign
Pemeriksaan vital sign yang terdiri dari tekanan darah, nadi, respiratory rate,
suhu badan.
2. Penghitungan BMI
Penghitungan indeks massa tubuh (body mass index (BMI)) dihitung dari
tinggi dan berat badan (kg/m2 ), kisaran normal BMI adalah 20-25 kg/m2.
Wanita dengan tampilan overweight atau obesitas mengalami kelainan berupa
resistensi insulin atau bahkan sindroma metabolik. Wanita dengan siklus
menstruasi yang tidak teratur dan tampilan fisik obesitas mungkin saja
berhubungan dengan diagnosis sindrom ovarium polikistik.
3. Pemeriksaan gangguan endokrin
Penampilan/rupa pasien secara keseluruhan dapat memberikan petunjuk
mengenai penyakit sistemik ataupun masalah endokrin. Keberadaan ciri-ciri
seksual sekunder normal sebaiknya diamati. Pemeriksaan fisik yang dilakukan
untuk mencari penyebab dari gangguan endokrin seperti jerawat, hirsutisme,
kebotakan, acanthosis nigrican, virilisasi, gangguan lapang pandang, gondok,
dan adanya ciri penyakit tiroid.
4. Pemeriksaan pelvis
Pemeriksaan pelvis sebaiknya dilakukan untuk mencari dugaan endometriosis
yang ditandai dengan adanya nodul pada vagina, penebalan forniks posterior,
nyeri tekan, nyeri pada organ-organ pelvis. Jika saat pemeriksaan muncul rasa
nyeri, sebaiknya diwaspadai adanya kemungkinan patologi pelvis.
c. Pemeriksaan Penunjang Infertilitas
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mendiagnosis infertilitas pada wanita,
yaitu biopsi endometrium pada hari pertama menstruasi, histerosalfingorafi,
histeroskopi, laparaskopi atau laparatomi. Tujuan pemeriksaan penunjang
52
infertilitas adalah mengetahui keadaan ovarium yaitu folikel graaf atau korpus
luteum, mengetahui faktor peritonium, melepaskan perlekatan, dan tuboplasti-
melepaskan fimosis fimbrie tuba.
7. Penatalaksanaan Infertilitas
Endometriosis
Bila dijumpai endometriosis derajat minimal dan ringan pada laparoskopi diagnostik,
tindakan dilanjutkan dengan laparoskopi operatif. Endometriosis derajat sedang-berat
merupakan indikasi fertilisasi in vitro.
Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Infertil Pada Wanita
1. Usia
Usia wanita semakin bertambah maka semakin kecil kemungkinan untuk hamil.
Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia. Kemampuan
reproduksi wanita menurun drastis setelah usia 35 tahun. Infertilitas dikatakan stabil
bilamana sampai usia 36 tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang
semakin sedikit. Selain itu wanita yang sudah berumur juga cenderung memiliki
gangguan fungsi kesehatan sehingga menurunkan fungsi reproduksinya dan
kejadian abortus meningkat ketika kehamilan terjadi pada wanita yang sudah
berumur
2. Siklus Haid
Fase reproduksi dimulai setelah fase pubertas sampai fase sebelum menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase disaat wanita mulai dapat bereproduksi yang
ditandai dengan haid untuk pertama kalinya. Pada fase reproduksi wanita memiliki
400 sel telur, semenjak mengalami menarche sampai menepause wanita mengalami
haid secara periodik. Siklus haid wanita normal adalah 25-35 hari. Siklus haid yang
tidak normal menandakan pelepasan sel telur atau ovulasi yang tidak baik. Ovulasi
terganggu jika ada gangguan hormonal salah satunya adalah sindrom ovarium
polikistik. Gangguan ini sebagai salah satu penyebab utama kegagalan proses
ovulasi yang normal. Sindroma ovarium polikistik atau kegagalan ovulasi ini
merupakan penyebab nomer satu infertilitas yang disebabkan gangguan ovulasi dari
ovarium.
3. Infeksi Organ Reproduksi
Organ reproduksi wanita yang paling sering terkena infeksi adalah vagina.
Manifestasi klinis dari infeksi vagina mudah terdeteksi. Salah satunya adalah
53
keputihan. Keputihan bisa terjadi karena jamur atau bakteri, merupakan gangguan
kesehatan yang paling banyak dialami wanita. Di antara waktu haid, sel-sel pada
leher rahim dan vagina mengeluarkan lendir yang lengket dan agak halus, jika tidak
berbau maka keputihan normal dan tidak perlu diobati, sedangkan apabila keputihan
menyebabkan gatal-gatal dan nyeri pada vagina sampai bagian luar kelamin vulva,
penyebab bisa jadi karena adanya jamur atau bakteri pada organ reproduksi. Bila
terjadi infeksi pada vagina, biasannya kadar keasaman dalam vagina akan
meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan sperma mati sebelum sempat membuahi
sel telur. Kadar keasaman vagina juga dapat menyebabkan vagina mengerut
sehingga perjalanan sperma di dalam vagina terhambat. Sehingga, infeksi organ
reproduksi dapat merupakan faktor risiko terhadap kejadian infertil pada wanita.
VI. Kesimpulan
Mrs. Retno, 30 tahun, P0A0, mengalami nyeri menstruasi dan infertilitas primer et
causa kista endometriosis di ovarium.
54
DAFTAR PUSTAKA
Luthan, et.al. 2011. Ilmu Kandungan Sarwono Edisi Ketiga: Endometriosis. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid kedua.
Media Aesculapius : Jakarta
P. Eroschenko, Victor. 2010. Atlas Histolofi diFiore, Edisi 11. Jakarta: EGC
Veldhuis, et.al. 2011. Ovarian Cyst: Common Lesions dalam
http://www.radiologyassistant.nl/en/p4cdf9b5de7d3b/ovarian-cysts-common-
lesions.html diakses pada 9 Maret 2016
Best Practice, BMJ. 2016. Endometriosis.
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/355/follow-up.html, diunduh
pada 7 Maret 2016
Kapoor, Dharmesh. 2015. Endometriosis Treatment and Management.
http://emedicine.medscape.com/article/271899-treatment#d14, diunduh 7 Maret 2016
Saol, Turandot. Endometriosis. 2010. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/795771-print
Dr. dr. Hj. A. Mardiah Tahir, Sp.OG, dr. Hj. Retno Budiati Farid, SpOG.K. 2015. Diambil
dari : http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2015/03/BUKU-
PANDUAN-KETERAMPILAN-PEMERIKSAAN-GINEKOLOGI.pdf. Akses 9 Maret
2016
Harada, Tasuku. 2013. Dysmenorrhea and Endometriosis in Young Women. Yonago Acta
Medica. 56 (4): 81 84
Carnahan, et.al. 2013. Ovarian Endometrioma: Guidlines for Selection of Cases for
Surgical Treatmen or Expectant Management. Expert Review of Obstetrics and
Gynecology. 8 (1): 29 55
"Endometriosis as a neurovascular condition: estrous variations in innervation
vascularization, and growth factor content of ectopic endometrial cysts in the rat".
Program in Neuroscience, Florida State University; Guohua Zhang, Natalia
Dmitrieva, Yan Liu, Kristina A. McGinty, and Karen J. Berkley. Diaksestanggal2011-
09-04.
"Future possibilities in the prevention of breast cancer: Luteinizing hormone- releasing
hormone agonists". USC/Norris Comprehensive Cancer Center and University of
Southern California/Keck School of Medicine; Darcy V Spicer dan Malcolm C Pike.
Diaksestanggal2011-09-04.
55
"Therapy of ovarian cancers with targeted cytotoxic analogs of bombesin, somatostatin, and
luteinizing hormone-releasing hormone and their combinations". Veterans Affairs
Medical Center and Department of Medicine, Tulane University School of Medicine,
Veterans Affairs Medical Center and South Florida Veterans Affairs Foundation for
Research and Education, Klinik und PoliklinikfrFrauenheilkunde und Geburtshilfe,
Universitt Regensburg, Universittsklinikfr Haut- und Geschlechtskranheiten,
UniversittsfrauenklinikWrzburg; Stefan Buchholz, Gunhild Keller, Andrew V.
Schally, Gabor Halmos, Florian Hohla, Elmar Heinrich, Frank Koester, Benjamin
Baker, danJrg B. Engel. Diaksestanggal2011-09-04.
"Manganese stimulates luteinizing hormone releasing hormone secretion in prepubertal
female rats: hypothalamic site and mechanism of action". Department of Veterinary
Integrative Biosciences, College of Veterinary Medicine, Texas A & M University,
College Station; Boyeon Lee, Jill K Hiney, Michelle D Pine, Vinod K Srivastava, dan
W Les Dees. Diaksestanggal2011-09-04.
"Inhibition of stimulated ascorbic acid and luteinizing hormone-releasing hormone release by
nitric oxide synthase or guanylcyclase inhibitors.". Pennington Biomedical Research
Center, Louisiana State University; Karanth S, Yu WH, Mastronardi CA, McCann SM.
Diaksestanggal2011-09-04.
Sohani Verma, 2012, Evidence linked treatment for endometriosis associated
infertility,Apollo medicine September 2012 volume 9, Number 3, pp 184-192.
Linda C. Giudice,M.D.,Ph.D., 2010, Endometriosis, The New England Journal of Medicine,
pp 2389-2398.
ASRM page, 2012, Endometriosis and Infertility : a Committe Opinion, Fertility and Sterility
Volume 98, No 3 September 2012, American Society for Reproductive Medicine,
Birmingham,Alabama.
Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham, 2010, Williams
Gynecology,Chapter 10 : Endometriosis , pp 225-243.
56