Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 56

Skenario G Blok 24 Tahun 2016

Mrs. Retno, 30-year old woman P0A0 went to puskesmas Semuntul due to increasing
menstrual pain since 3 months ago. She has been complaining of menstrual pain during the
1st day, and that disturbed her daily activity. She hasnt been complaining about any
prolonged menstrual cycle or heavy menstrual bleeding.

In the examination findings :


Upon admission,
She has been married for 2 years, P0A0, she hasnt been using any contraception methode, her
LMP was 12.02.2016
Height : 153 cm ; weight : 58 kg;
BP : 120/80 mmHg, HR : 98 x/minute, RR : 20 x/m, VAS : 8
Head and neck examination within normal limit.
Pretibial edema (-)

Gynecology examination :
Outer examination :
Abdomen was flat, simetrically, uterine fundal within normal limit, mass (+) sized 5x6 cm,
cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border was simfisis,
right border was RMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal region, free fluid sign
(-).
Inspeculo :
Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), flour (-), erotion/laseration/polyp (-),
uterine sondage was AF 7 cm.
Vaginal toucher :
Portio was firm, closed external os, uterine corpus within normal limit, left adnexal and
parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas pouch
within normal limit.

USG result :
- Uterine was anteflexed, size and shap within normal limit
- There was hipoechoic mass with internal echo in left ovary sized 6x5.2 cm derived from
left endometriosis cyst
1
- Right ovary within normal limit
C/Left endometriosis cyst was suspected.

Laboratory :
Hb 11.9 g/dL, PLT : 265.000/mm3, WBC : 8.000/mm3, Ca 125 : 60.28 U/L.

I. Klarifikasi Istilah
No Istilah Klarifikasi Istilah
1. Cystic Suatu kantung yang berupa gelembung yang dilapisi selaput
tebal dan didalamnya terdapat cairan.
2. Kavum Douglas Ruangan antara dinding belakang rahim dan rektum.
3. Mass hipoechoic Adalah benjolan yang muncul relatif lebih gelap pada
pemeriksaan USG karena memantulkan lebih sedikit gelombang
ultrasound.
4. Ca 125 Singkata dari Cancer antigen atau carcinoma antigen atau
carbohidrat antigen adalah protein yang digunakan sebagai
tumor marker yang direkomendasikan sebagai diagnosis dan
tatalaksana kanker ovarium.

II. Identifikasi Masalah


1. Mrs. Retno, 30-year old woman P0A0 went to puskesmas semuntul due to increasing
menstrual pain 3 months ago. She has been complaining of menstrual pain during the
first day, and that disturbed her daily activity. She has not been complaining about any
polonged menstrual cycle or heavy menstrual bleeding. (Main Problem)
2. In the examination findings :
Upon admission,
She has been maried for 2 years, P 0A0, she hasnt been using any contraception
methode, her LMP was 12.02.2016
Height : 153 cm ; weight : 58 kg;
BP : 120/80 mmHg, HR : 98 x/minute, RR : 20 x/m, VAS : 8
Head and neck examination within normal limit.
Pretibial edema (-)
Laboratory :
Hb 11.9 g/dL, PLT : 265.000/mm3, WBC : 8.000/mm3, Ca 125 : 60.28 U/L.
3. Gynecology examination :

2
Outer examination :
Abdomen was flat, simetrically, uterine fundal within normal limit, mass (+) sized 5x6
cm, cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border was
simfisis, right border was RMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal region,
free fluid sign (-).
Inspeculo :
Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), flour (-), erotion/laseration/polyp
(-), uterine sondage was AF 7 cm.
Vaginal toucher :
Portio was firm, closed external os, uterine corpus within normal limit, , left adnexal
and parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas
pouch within normal limit.
4. USG result :
- Uterine was anteflexed, size and shap within normal limit
- There was hipoechoic mass with internal echo in left ovary sized 6x5.2 cm
derived from left endometriosis cyst
- Right ovary within normal limit
C/Left endometriosis cyst was suspected.

III. Analisis Masalah


1. Mrs. Retno, 30-year old woman P0A0 went to puskesmas semuntul due to increasing
menstrual pain 3 months ago. She has been complaining of menstrual pain during the
first day, and that disturbed her daily activity. She has not been complaining about any
polonged menstrual cycle or heavy menstrual bleeding.
1.1 Bagaimana hubungan usia terkait kasus?
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita oleh
perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma
endometrium yang letaknya diluar normal. Endometriosis merupakan penyakit
yang pertumbuhannya tergantung pada hormon estrogen (Luthan, et. al, 2011).
Ny. Retno berusia 30 tahun, yang merupakan usia reproduksi pada perempuan
sehingga kadar hormon estrogen dalam tubuh juga tinggi. Usia Ny. Retno
termasuk usia yang beresiko mengalami endometriosis.

1.2 Bagaimana hubungan riwayat obstetri dengan kasus?


3
Akibat dari 3 faktor (teori menstruasi retrograde, Teori system kekebalan, dan
Faktor genetic) peningkatan p 450 aromatase dan defisiensi 17 beta
hidrohidroksisteroid dehydrogenase terjadinya peningkatan estrogen yang
berperan dalam terbentuknya kistik ovarium endometriosis akan terjadi
pelepasan berupa darah saat menstruasi (terjadi di ovarium) bila hal ini
berlangsung terus menerus timbul jaringan parut dan perlekatan pada ovarium,
tuba fallopi, dan fimbriae terjadi gangguan pelepasan ovum ke tuba sedikit
kemungkinan untuk terjadi fertilitasi --. Terjadi infertilitas primer.
Bila dikaitkan dengan kasus, Mrs. Retno belum pernah memiliki anak
walaupun sudah 3 tahun menikah, ini menandakan bahwa karena adanya kistik
tersebut yang mengganggu fertilitas dirinya. Maka dapat dikatakan riwayat
nullipara menandakan bahwa Mrs.Retno mengalami kistik yang mempengaruhi
infertilitas dirinya.

1.3 Bagaimana siklus menstruasi yang normal?


Menstruasi normal berlangsung selama kurang lebih 21-35 hari dan terdiri dari
siklus ovarium dan siklus uterus.
Siklus Ovarium
Fase folikular
Hari ke- 1 8:
Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relatif tinggi dan memacu perkembangan
10-20 folikel dengan satu folikel dominan. Fase dominan tersebut tampak pada
fase mid-follicular, sisanya mengalami atresia. Relatif tingginya kadar FSH
dan LH menjadi trigger turunnya estrogen dan progesteron pada akhir siklus.
Hari ke- 9 14:
Pada saat ukuran folikel meningkat, lokalisasi akumulasi cairan tampak sekitar
sel granulosa dan menjadi konfluen, memberikan peningkatan pengisian cairan
di ruang sentral (antrum). Antrum merupakan transformasi folikel primer
menjadi sebuah Grafian folikel dimana oosit menempati posisi eksentrik,
dikelilingi oleh 2 sampai 3 lapis sel granulosa (kumulus ooforus).
Pematangan folikel berhubungan dengan kenaikan hormon estrogen yang
progresif (terutama estradiol) oleh sel granulosa dari folikel yang
berkembang.Mencapai puncak 18 jam sebeum ovulasi. Peningkatan estrogen
4
akan menekan pelepasan kedua gonadotropin (umpan balik negatif) untuk
mencegah hiperstimulasi dari ovarium dan pematangan banyak folikel.
Ovulasi
Hari ke- 14:
Ovulasi adalah pembesaran folikel secara cepat yang diikuti oleh protusi dari
permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan ekstrusinya oosit
yang ditempeli oleh kumulus ooforus. Saat ovulasi, beberapa perempuan dapat
merasakan nyeri di fossa iliaka. Estrogen meningkatkan sekresi LH sehingga
produksi androgen dan estrogen meningkat (umpan balik positif). Segera
sebelum ovulasi, terjadi penurunan kadar estradiol yang cepat dan peningkatan
produksi progesteron. Ovulasi terjadi dalam 8 jam dari mid-cycle surge LH.
Fase Luteal
Hari ke- 15 28:
Sisa folikel tertahan dalam ovarium dipenitrasi oleh kapiler dan fibroblas dari
teka. Sel granulosa mengalami luteinisasi menjadi korpus luteum yang
merupakan sumber utama hormon steroid seks, estrogen, dan progesteron dan
disekresi oleh ovarium pada fase pasca-ovulasi. Korpus luteum meningkatkan
produksi progesteron dan estradiol. Selama fase luteal, kadar gonadotropin
mencapai nadir dan tetap rendah sampai terjadi regresi korpus luteum pada
hari ke- 26 28. Jika terjadi konsepsi dan implantasi, korpus luteum tidak
mengalami regresi karena dipertahankan oleh gonadotropin yang dihasilkan
trofoblas. Bila tidak ada konsepsi dan implantasi, korpus luteum akan
mengalami regresi dan terjadilah haid. Setelah kadar hormon steroid turun,
kadar gonadotropin meningkat untuk inisiasi siklus berikutnya.
Siklus Uterus
Endometrium
Fase proliferasi
Selama fase folikular di ovarium, endometrium dibawah pengaruh estrogen.
Pada akhir haid proses regenerasi berjalan dengan cepat. Kelenjar tubular
tersusun rapi sejajar dengan sedikit sekresi.
Fase sekretoris
Setelah ovulasi, produksi progesteron menginduksi perubahan sekresi
endometrium. Tampak sekretori dari vakuola dalam epitel kelenjar dibawah
5
nukleus, sekresi maternal ke dalam lumen kelenjar dan menjadi berkelok-
kelok.
Fase haid
Fase luteal normal berlangsung selama 14 hari. Pada akhir fase ini terjadi
regresi korpus luteum yang akan menurunkan produksi estrogen dan
progesteron ovarium. Penurunan ini diikuti oleh kontraksi spasmodik yang
intens dari bagian arteri spiralis kemudian endometrium menjadi iskemik dan
nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan superfisial endometrium dan terjadilah
perdarahan. Vasospasmus terjadi akibat produksi lokal prostaglandin yang
akan meningkatkan kontraksi uterus bersamaan dengan aliran darah haid yang
tidak membeku akibat aktivitas fibrinolitik lokal dalam pembuluh darah
endometrium saat puncak haid.

1.4 Bagaimana etiologi dan mekanisme nyeri menstruasi?


Nyeri menstruasi (dismenore) pada kasus adalah dismenore sekunder yang
terjadi akibat proses patologis. Pada keadaan fisiologis, dismenore berhubungan
dengan ketidakseimbangan sekresi prostaglandin oleh endometrium selama
menstruasi. Penurunan jumlah progesteron pada fase sekresi akhir endometrium
menginduksi sintesis asam arakidonat dan jalur siklooksigenase. Kadar
prostaglandin pada fase sekresi akhir 3x lebih tinggi dibandingkan jumlah
prostaglandin pada fase proliferasi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang
menemukan kadar PGE2 dan PGF alfa 2 pada perempuan dengan dismenore
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami
dismenore saat menstruasi.
Faktor yang berperan dalam terjadinya nyeri haid adalah prostaglandin
F2(PGF2), dimana prostaglandin ini merupakan stimulan kontraksi miometrium
yang kuat serta efek vasokontriksi pembuluh darah. Peningkatan PGF2 dalam
endometrium diikuti dengan penurunan progesteron pada fase luteal membuat
membran lisosomal menjadi tidak stabil sehingga melepaskan enzim lisosomal.
Enzim ini menyebabkan pelepasan phospholipase A2 yang berperan
padakonversi fosfolipid menjadi asam arakidonat dan selanjutnya menjadi PGF2
dan prostaglandin E2 (PGE2) melalui siklus endoperoxidase dengan perantara
prostaglandin G2 (PGG2) dan prostaglandin H2 (PGH2). Peningkatan kadar

6
prostaglandin akan mengakibatkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi
uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri pada saat menstruasi.
Pada pasien endometriosis, konsentrasi prostaglandin jauh lebih tinggi
dibanding wanita normal. Hal ini bisa disebabkan karena reaksi peradangan yang
terjadi akibat perdarahan lokal endometriosis yang memacu sekresi sitokin.
Buletti, et.al menemukan bahwa pada perempuan dengan endometriosis,
frekuensi, amplitudo, dan tonus tekanan basal dari kontraksi uterus mengalami
peningkatan. Sehingga pada pasien endometriosis nyeri berasal dari kontraksi
uterus abnormal.
Selain itu, nyeri juga bisa ditimbulkan karena infiltrasi endometriosis ke
jaringan organ dan saraf. Nyeri juga mungkin disebabkan oleh iritasi peritoneum
akibat rupturnya kista coklat ovarium.
Pada kasus ini, nyeri pada hari pertama kemungkinan disebabkan karena
proses meluruhnya jaringan endometrium abnormal yang memicu inflamasi
sehingga kadar prostaglandin pada hari pertama haid sangat tinggi dibandingkan
hari setelahnya.

1.5 Apa makna klinis nyeri menstruasi 3 bulan yang lalu terkait kasus?
Nyeri menstruasi yang terjadi 3 bulan yang lalu menandakan bahwa dimulai
dari 3 bulan tersebut kistik ovarium endometriosis sudah terbentuk sempurna,
diketahui pula bahwa kista ovarium merangsang sitokin, seperti IL-1, IL-6, IL-8,
IL-10 dan TNF alpha, dimana sitokin-sitokin tersebut berperan dalam timbulnya
rasa nyeri (terutama nyeri saat hari pertama menstruasi)
Ditambah lagi saat menstruasi endometriosis yang berada di ovarium akan
terlepas yang nantinya berupa pendarahan, ini juga merangsang untuk timbulnya
nyeri. Jadi dapat dikatakan, Nyeri menstruasi sejak 3 bulan pada kasus
menandakan bahwa Mrs. Retno menderita dismenorea. Dismenorea yang terjadi
pada kasus ini adalah jenis dismenorea sekunder karena disebabkan adanya
gangguan atau kelainan organ panggul yang pada kasus dicurigai akibat adanya
endometriosis.

1.6 Apa makna klinis dari tidak adanya riwayat siklus menstruasi yang memanjang
atau perdarahan menstruasi yang berat?

7
Makna klinis tidak ada keluhan siklus menstruasi yang memanjang dan tidak
ada perdarahan yang berlebihan adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding.
a. Siklus menstruasi yang memanjang (Oligomenorea) berhubungan erat dengan
gangguan ovulasi akibat meningkatnya hormon androgen. Stres fisik dan
emosional juga mempunyai hubungan dengan oligomenorea. Pada orang
oligomenorea disertai obesitas dan infertilitas perlu dipikirkan kemungkinan
sindroma metabolik.
b. Perdarahan yang berlebihan (Hypermenorrhea/menoragia) disebabkan oleh
gangguan keseimbangan (hemostasis) darah dan gangguan anatomi uterus.
Gangguan anatomi yang bisa terjadi misalnya mioma uteri, polip, dan
hiperplasia pembuluh darah.

2. In the examination findings :


Upon admission,
She has been married for 3 years, P0A0, she hasnt been using any contraception
methode, her LMP was 12.02.2016
Height : 153 cm ; weight : 58 kg;
BP : 120/80 mmHg, HR : 98 x/minute, RR : 20 x/m, VAS : 8
Head and neck examination within normal limit.
Pretibial edema (-)
Laboratory :
Hb 11.9 g/dL, PLT : 265.000/mm3, WBC : 8.000/mm3, Ca 125 : 60.28 U/L.
2.1 Bagaimana Interpretasi dan mekanisme abnormal pada kasus?
Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi
Fisik
Height : 153 cm ; BMI : 24.77 18-23 Obesitas (estrogen
weight : 58 kg yang lebih tinggi)
BP 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
HR 98 x/minute 60-100 x/menit Normal
RR 20 x/m 16-20 x/m Normal
VAS 8 0-4 : ringan Berat
4-7 : sedang
7-10 : berat
Head and neck Dalam batas Dalam batas normal Normal
examination normal
Pretibial edema - - Normal
8
Pemeriksaan
Lab
Hb 11.9 g/dL 12 16 g/dl Sedikit menurun
PLT 265.000/mm3 150.000-400.000/ Normal
mm3
3
WBC 8.000/mm 4000 10.000/mm3 Normal
Ca 125 60.28 U/L 0-35 U/L Meningkat

VAS : 8 (nyeri berat)


Nyeri haid berpangkal pada mulainya proses menstruasi itu sendiri yang
merangsang otot-otot rahim untuk berkontraksi. Kontraksi otot-otot rahim
tersebut membuat aliran darah ke otot-otot rahim menjadi berkurang yang
berakibat meningkatnya aktivitas rahim untuk memenuhi kebutuhannya akan
aliran darah yang lancar, juga otot-otot rahim yang kekurangan darah tadi akan
merangsang ujung-ujung syaraf sehingga terasa nyeri. Nyeri tersebut tidak hanya
terasa di rahim, namun juga terasa di bagian-bagian tubuh lain yang mendapatkan
persyarafan yang sama dengan rahim. Oleh karena itu, ada rasa tidak nyaman
juga dirasakan di bagian-bagian tubuh yang digunakan untuk buang air besar,
buang air kecil, maupun otot-otot dasar panggul dan daerah di sekitar tulang
belakang sebelah bawah. Hal ini disebut juga sebagai nyeri rujukan (referred
pain). Peningatan kadar prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab
terjadinya dismenore. PG alfa sangat tinggi dalam endometrium, miometrium dan
darah haid wanita yang menderita dismenore primer. PG menyebabkan
peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri.
Kombinasi antara pemngkatan kadar PG dan peningkatan kepekaan miometrium
menimbulkan tekanan infra uterus sampai 400 mm Hg dan menyebabkan
kontraksi miometrium yang hebat. Atas dasar itu disimpulkan bahwa PG yang
dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan hiperaktivitas miometrium.
Selanjutnya kontraksi miometrium yang disebabkan oleh PG akan mengurangi
aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan
timbulnya nyeri spasmodik. Jika PG dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke
dalam peredaran darah, maka selain dismenore timbul pula pengaruh umum
lainnya seperti diare, mual, muntah (Genie, 2009).

Ca 125 Meningkat
9
Ca-125 merupakan antigen permukaan sel yang diekspresikan oleh sel turunan
epitel coelomik (termasuk endometrium) yang ditetapkan sebagai penanda untuk
memantau kondisi para wanita penderita kanker ovarium. Kadar CA-125
seringkali meningkat pada para wanita penderita endometriosis tingkat lanjut.

2.2 Apa hubungan infertilitas dengan keluhan?


Dari literatur lain menyatakan hipotesis yang menerangkan bahwa endometriosis
menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas masih kontroversi dan
banyak diperdebatkan meskipun sudah banyak penelitian yang berusaha
menjawab pertanyaan tersebut. Beberapa mekanisme yang diduga berkaitan
dengan infertilitas pada wanita endometriosis adalah sebagai berikut
Distorsi struktur anatomi organ pelvis.
Terjadinya adesi pelvis berperan penting dalam infertilitas melalui mekanisme
gangguan pelepasan ovum, blokade transpor sperma ke cavum peritonei dan
menghambat tubal pickup oocyt, motilitas tuba dan patensi tuba.
Perubahan fungsi peritoneal
Banyak penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan endometriosis memiliki
peningkatan volume cairan peritoneal, serta peningkatan konsentrasi
prostaglandin, protease, dan sitokin termasuk sitokin inflamasi seperti IL-1,
IL-6, dan TNFa, dan sitokin angiogenik, seperti IL-8 dan VEGF diproduksi
oleh makrofag. Beberapa studi juga telah menunjukkan peningkatan
konsentrasi sitokin inflamasi dalam serum wanita dengan endometriosis,
menyiratkan bahwa endometriosis dapat menyebabkan peradangan sistemik.
Adanya inhibitor penangkap ovum yang mencegah interaksi cumulus fimbria
telah dilaporkan dalam cairan peritoneal hamster yang diinduksi
endometriosis. Perubahan ini mungkin memiliki efek buruk pada oosit,
sperma, embrio, atau fungsi tuba fallopi.
Perubahan fungsi hormonal dan cell-mediated
Antibodi IgG, IgA dan limfosit dapat meningkat pada endometrium wanita
dengan endometriosis. Kelainan ini dapat mengubah penerimaan endometrium
atas implantasi embrio. Autoantibodi terhadap antigen endometrium
dilaporkan meningkat pada beberapa wanita dengan endometriosis.
Kelainan endokrin dan ovulasi

10
Diduga terdapat perubahan hormonal dan fungsi ovarium pada wanita
endometriosis yang meliputi the luteinized unruptured follicle syndrome, luteal
phase dysfunction dan abnormal follicular growth. Namun dugaan ini tidak
didukung dengan bukti yang valid. Banyak kemungkinan yang dapat
dimunculkan, mulai dari pengaruh folikulogenesis, disfungsi ovulasi,
hiperprolaktinemia, defek fase luteal, accelereratad ovum transport,
spermphagocytosis, impaired fertilization sampai embriotoksisitas pada saat
awal perkembangan embrio.
Gangguan implantasi
Beberapa peneltian sudah dilakukan untuk mempelajari kaitan endometriosis
dengan implantasi. Berkurangnya ekspresi v integrin suatu molekul adesi
selama implantasi terjadi pada beberapa wanita endometriosis. Pada penelitian
lainnnya, pada wanita infertil dengan endometriosis terdapat penurunan kadar
enzim yang terlibat dalam endometrial ligand untuk L-section (suatu protein
yang melapisi trofoblas pada permukaan blastocyst). Pada penelitian lain
dikatakan bahwa reseptivitas endometrial pada pasien endometriosis tidak ada
gangguan, diduga menurunnya angka implantasi berhubungan dengan kualitas
oocyt dan embrio serta menurunkan kualitas zona pellucida sehingga sehingga
menghambat proses hatching.
Kualitas oosit dan embrio
Infertilitas pada wanita dengan endometriosis mungkin berhubungan dengan
perubahan dalam folikel, kualitas oosit yang rendah dan selanjutnya
embriogenesis, atau penurunan penerimaan endometrium saat implantasi.
Teori ini didukung oleh temuan perubahan konsentrasi progesteron dan sitokin
dalam cairan folikel dari wanita dengan endometriosis. Kelainan oosit dan
kualitas embrio telah digambarkan pada wanita dengan endometriosis. Embrio
yang berasal dari wanita dengan endometriosis berkembang lebih lambat
dibandingkan embrio yang berasal dari wanita dengan kelainan tuba. Juga,
dalam donasi siklus oosit, wanita dengan endometriosis sedang sampai berat
yang menerima oosit dari perempuan bebas penyakit tampaknya terlihat
penerimaan endometrium yang normal dan angka terjadinya kehamilan.
Sebaliknya, ketika oosit dari wanita dengan endometriosis ditransfer ke wanita
tanpa endometriosis, keberhasilan implantasi lebih rendah dan kualitas embrio

11
menurun. Lebih lanjut studi diperlukan untuk menentukan apakah tingkat
kehamilan lebih rendah pada penerima yang menerima oosit dari donor dengan
atau tanpa endometriosis.
Abnormal transportasi uterotubal
Telah dikemukakan bahwa wanita dengan endometriosis menunjukkan
penurunan kapasitas transportasi uterotubal fisiologis dibandingkan dengan
subyek kontrol. Pada wanita dengan tuba paten dan endometriosis,
penyelidikan lebih lanjut menggunakan hysterosalpingoscintigraphy (HSSG)
menemukan transportasi yang abnormal (kontralateral ke folikel dominan atau
transportasi yang gagal total) pada 64% pasien dibandingkan dengan 32% dari
pasien dalam kelompok kontrol dengan diagnosis infertilitas laki-laki. Temuan
ini harus dikonfirmasi oleh peneliti lain.

2.3 Apa saja klasifikasi infertilitas pada wanita?


WHO memberi batasan:
a. Infertilitas primer adalah belum pernah hamil pada wanita yang telah
berkeluarga meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa
perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan.
b. Infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan setelah berusaha dalam
waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan
hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi
sebelumnya pernah hamil.

3. Gynecology examination :
Outer examination :
Abdomen was flat, simetrically, uterine fundal within normal limit, mass (+) sized
5x6 cm, cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border
was simfisis, right border was RMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal
region, free fluid sign (-).
Inspeculo :
Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), flour (-), erotion/laseration/polyp
(-), uterine sondage was AF 7 cm.
Vaginal toucher :

12
Portio was firm, closed external os, uterine corpus within normal limit, left adnexal
and parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas
pouch within normal limit.
3.1 Bagaimana cara melakukan pemeriksaan inspekulo dan VT?
Tehnik pemasangan spekulum :
Penjelasan pada pasien terlebih dulu mengenai prosedur pemeriksaan
inspekulo dan manfaat dari pemeriksaan ini
Pasien diminta persetujuannya untuk pemeriksaan inspekulo
Pastikan bahwa pasien sudah mengosongkan vesika urinaria dan atau rectum
Pasien berada pada posisi lithotomi
Kenakan sarung tangan
Persiapkan spekulum bi-valve yang sesuai, atur katub dan tuas sehingga
spekulum siap digunakan.
Hangatkan spekulum bi-valve dengan ukuran yang sesuai dan bila perlu beri
lubrikasi
Pisahkan labia dengan ujung jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri dari sisi atas
Spekulum bi-valve dalam keadaan tertutup dimasukkan vagina dalam posisi
miring menjauhi dinding vagina sebelah depan dan meatus urtehrae eksternus

Gambar Memasukkan spekulum dalam introitus vaginae dalam keadaan miring


dan menyusuri dinding belakang vagina menjauhi meatus urethrae eksternus
Setelah berada didalam vagina, spekulum diputar 900 dan diarahkan pada
fornix posterior
Setelah mencapai fornix posterior, tuas spekulum ditekan sehingga
spekulum terbuka secara optimal (kedua bilah saling menjauh) dan portio
terpapar dengan baik.

13
Gambar Setelah ujung spekulum mencapai fornix posterior , spekulum diputar
sedemikian rupa sehingga sumbu tranversal spekulum berada pada sumbu
tranversal vagina
Lakukan pengamatan pada porsio dan fornix vaginae dengan baik. Lepaskan
tuas spekulum, tarik keluar spekulum perlahan-lahan sambil diputar secara
bertahap sejauh 900. Lakukan pengamatan pada keadaan permukaan vagina
saat menarik keluar spekulum

Gambar Setelah mencapai fornix posterior , spekulum diputar sehingga dapat


dilakukan pengamatan pada fornix dan Porsio

Pemeriksaan VT :
Mencuci tangan
Memakai sarung tangan steril. Sewaktu memasukkan sarung tangan jangan
sampai tangan menyentuh bagian luar sarung tangan.
Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri membuka labia sedang tangan kanan
mengambil kapas yang direndam dengan air DTT dan menghapus vulva dari
atas ke bawah. Dengan labia yang masih di buka jari tengah tangan kanan di
masukkan ke dalam vagina dengan menekankan ke arah komisura posterior
kemudian diikuti jari telunjuk
Setelah kedua jari tangan kanan masuk, tangan kiri dipindahkan ke atas
simpisis untuk menekan bagian bawah janin.
14
3.2 Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan luar?
Abdomen Datar dan simetris Normal

Fundus uteri Normal

Massa Kistik 5x6 cm, mobile, Kista endometriosis


batasi atas 2 jari diatas
simfisis, batas bawah
simfisis batas kanan RMC,
batas kiri LMC

Nyeri inguinal kiri Abnormal

Tanda cairan bebas Negatif Normal

Mekanisme abnormal :
Dalam kasus kista endometriosis, ada jaringan kecil endometrium yang
diperkirakan bermigrasi ke luar rahim melalui saluran telur. Di tempat barunya
itu, jaringan tersebut mengambang dengan bebas dan menempel (transplantasi) ke
jaringan lain. Jaringan yang tumbuh menempel itu, atau disebut endometrium
implan, bereaksi setiap bulan menanggapi hormon estrogen seolah-olah masih
berada dalam rahim, menebal dan mengelupas pula. Penampilan endometrium
implan pun mirip dengan yang aslinya, berupa jariingan kantung berwarna
cokelat (chocolate cysts)-disebut demikian karena mengandung cairan berwarna
cokelat dari darah yang teroksidasi yang menyebar pada selaput perut
(peritonium).

15
nyeri (+) di regio inguinal kiri
Selama haid, sejumlah darah haid ada yang berbalik masuk melalui Tuba
Falloppii atau saluran telur mengalir ke dalam rongga panggul dan selaput rongga
perut (peritoneum). Di dalam darah haid tersebut terbawa serta debris dan sel
endometrium masuk ke dalam rongga perut menempel di atas organ-organ
panggul dan selaput rongga perut. Akibat dari keadaan tersebut terjadi proses
inflamasi dengan peningkatan leukosit dan defek imunologi dengan peningkatan
aktivitas makrofag di dalam zalir peritoneum. Terjadi penyimpangan ekspresi dari
berbagai sitokin oleh aktivitas makrofag antara lain interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8). Tumor Necrosis Factors-a (TNF-a)
dalam zalir peritoneal kesemuanya itu merubah lingkungan zalir peritoneal yang
memungkinkan sel endometrium berimplantasi dan bertumbuh menjadi
endometriosis. Proses darah haid yang berbalik itu akan terjadi terus-menerus
setiap bulan dan sepanjang tahun akhirnya akan menimbulkan nyeri yang
berhubungan dengan haid.
free fluid sign (-) : Tidak ada perdarahan atau sekret cairan ketika dilakukan
pemeriksaan pada bagian eksterna genitalia.

3.3 Bagaimana Interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan inspekulo dan
VT?
Inspekulo
Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormal
Portio tak livid, ostium Normal, tidak terjadi -
uteri eksterna tertutup, kehamilan, tidak terjadi
fluxus (-), fluor (-), infeksi, tidak terdapat
erosi/laserasi/polip (-) lesi
Sondase uteri: AF 7 cm Normal (7-9 cm) -
16
Vaginal touch
Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormal
Portio keras, ostium Normal, tidak terjadi -
uteri tertutup, corpus kehamilan
uteri normal, douglas
pouch normal
Adnexa dan parametrial Abnormal, adanya massa Terjadi endometriosis
kiri tegang, kanan pada ovarium kiri yang yang tumbuh di ovarium
normal menyebabkan adnexa kiri
serta parametrium
menjadi tegang pada
perabaan

4. USG result :
- Uterine was anteflexed, size and shap within normal limit
- There was hipoechoic mass with internal echo in left ovary sized 6x5.2 cm derived
from left endometriosis cyst
- Right ovary within normal limit
C/Left endometriosis cyst was suspected.
4.1 Bagaimana Interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan USG?
Hasil Pemeriksaan Interpretasi Keterangan

Uterine was anteflexed, size Normal


and sharp within normal
limit

There was hipoechoic mass Abnormal Massa pada ovarium kiri merupakan
with internal echo in left kista coklat endometriosis
ovary sized 6x5.2 cm (endometrioma).
derived from left
endometriosis cyst. C/Left
endometriosis cyst was
suspected.

Right ovary within normal Normal


limit

17
Implantasi abnormal jaringan endometrium pada ovarium dikenal sebagai
endometriosis. Peluruhan jaringan endometrium abnormal pada saat haid
mengakibatkan darah tidak mampu keluar dari tubuh seperti pada jaringan
endometrium normal, akibatnya darah terperangkap. Darah yang terperangkap
lama-kelamaan menimbulkan involusi korteks ovarium yang membentuk
pseudokista. Teori ini dikemukakan oleh Hughesdon pada tahun 1957.
Teori lain dikemukakan oleh Donnez, et.al (1996), yang menyatakan bahwa
kista terbentuk karena metaplasia epitel selomik yang invaginasi ke epitel
ovarium. Satu lagi teori dikemukakan oleh Nezhal, et.al (1992). Teori tersebut
mengatakan bahwa kista coklat merupakan hasil dari transformasi endometriosis
dari kista fungsional yang sudah ada.

4.2 Bagaimana gambaran USG untuk massa hipoechoic?

Gambar 1. Gambaran USG ovarium normal

18
Gambar 2. Endometrioma dengan lesi hypoechoic

Gambar 3. Endometrioma dengan lesi hypoechoic

5. Analisis aspek klinis


5.1 Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus?
Anamnesis
Diagnosis dimulai dari anamneses, dimana keluhan atau gejala yang sering
ditemukan adalah :

19
a. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenorea)
b. Dispareuni, dapat meluas menjadi nyeri punggung
c. Nyeri saat defekasi, terutama saat haid
d. Nyeri Kronik dan terdapat eksaserbasi akut
e. Poli dan hipermenorea
f. Infertilitas

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah dideteksi
saat menstrusi. Ligament uterosakral dan kul-de-sac yang bernodul dapat
ditemukan. Uterus terfiksasi secara retroversi akibat dari perlengketan. Nodul
kebiruan dapat ditemukan pada vaginan akibat infiltrasi dari dinding posterior
vaginal.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak member tanda yang khas,
hanya apabila ada darah pada tinja atau urin pada waktu haid menunjukkan
tentang adanya endometriosis pada rekstosigmoid atau kandung kemih.

Pemeriksaan Radiologi
Pembuatan foto roentgen dengan memasukkan barium dalam kolon dapat
memberikan gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid dengan batas
yang jelas dan mukosa yang utuh. Transvaginal sonografi adalah metode yang
berguna untuk mengidentifikasi kista coklat klasik dari ovarium. Tampilan
tipikal adalah kista yang berisis echo homogeny internal drajat rendah yang
konsisten dengan darah lama. Gambaran sonografi dari endometrioma bervariasi
dari kisa sederhana hingga kista kompleks dengan echo internal hingga massa
solid, tanpa vakular. MRI berguna untuk melihat keterlibatan rectum dan
menunjukkan secara akurat endometriosis rektovaginal dan kul-de-sac.

Pemeriksaan Laparoskopi dan Biopsi


Laparoskopi dengan biopsy adalah satu satunya cara defenitif untuk
endometriosis. Merupakan prosedur invasive dengan sensitivitas 97% dan
20
spesifisitas 77%. Temuannya adalah lesi biru-hitam dan classic powder burn.
Gambaran mikroskopik pada ovarium tampak kista biru kecil sampai besar
berisi darah tua menyerupai coklat. Kista ini dapat keluar dan menyebabkan
perlekatan dan bahkan penyakit abdomen akut. Pada permukaan rectum dan
sigmoid sering dijumpai bejolan kebiruan tersebut. Pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan ciri ciri khas endometrium. Disekitarnya tampak sel
radang dan jaringan ikat.

5.2 Apa DD pada kasus?


Gejala dan Kista coklat Kistadenoma Adenomiosis Mioma uteri
temuan pada endometriosis ovarium
kasus

Usia reproduksi + + + +

Dismenore + +/- + +

Subfertil + +/- + +/-

Teraba massa di +/- +/- - -


inguinal kiri

Massa hipoekoik + - - -
ovarium pada
USG

Marker Ca-125 + - - -

5.3 Apa WD dan definisi pada kasus?


WD : Infertilitas Primer dan dismenorae et causa kista endometriosis ovarium
Suatu epitel kelenjar endometrium yang tumbuh di luar endometrium (ovarium)
yang menyebabkan gangguan pada proses folliculogenesis ovum dan tuba
fallopi sehingga bisa mengakibatkan terjadinya infertilitas primer.

5.4 Apa etiologi pada kasus?


a. Menstruasi retrograde
Adanya transport dari sel endometrium dari menstruasi retrograde. Sel
endometrium mengalir ke dalam ke tuba fallopi dan terjadi deposit di orgn-
organ pelvis dimana sel tertanam dan bertumbuh
21
b. Disfungsi imunologi
Adanya gangguan dari respon imun terhadap jaringan endometrium pada
tempat yang salah. Wanita dengan gangguan ini tampak terjadi peningkatan
respon imun humoral dan aktivasi makrofag dan terjadi penurunan cell-
mediated immunity dengan penurunan sel T dan respon sel natural killer.
Pada endometriosis, adanya ekspresi faktor SF-1 mengaktivasi ekspresi dari
enzim aromatase, yang mengkonversi C19 steroid menjadi estrogen.
Estrogen menginkatkan sintesis dari prostaglandin E2, yang menghasilkan
efek feedback positif, yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas
aromatase.
c. Metaplasia
Endometrium dan peritoneum merupakan derivate dari epitel dari dinding
coelomic. Transformasi epitel coelomic menjadi kelenjar endometrial akibat
respon dari stimuli yang belum diketahui dapat menjelaskan terjadinya
endometriosis. Metaplasia coelomic juga menjelaskan terjadinya
endometriosis pada wanita yang telah melakukan total hysterectomy dan
tidak mendapatkan estrogen. Mesotelium peritoneal memiliki kemampuan
embriologik untuk berubah menjadi jaringan reproduksi. Transformasi ini
dapat terjadi secara spontan, atau bisa difasilitiasi oleh paparan dari iritasi
kronik oleh menstruasi retrograde. Endometriosis juga dapat terjadi pada
laki-laki dengan terapi estrogen dosis tinggi.
d. Sisa sel Mullerian
Sisa-sisa sel Mullerian mungkin berada di jaringan pelvis saat perkembangan
dari sistem Mullerian. Di bawah stimulasi estrogen, hal ini dapat diinduksi
untuk berdiferensiasi sebagai kelenjar endometrium dan stroma yang
fungsional.
e. Genetic
Beberapa wanita mungkin memiliki predisposisi genetic terhadap
endometriosis. Penelitian menunjukkan wanita dengan relative derajat
pertama dapat mengalami endometriosis.
f. Penyebaran anatomis, diseminasi, dan deposisi
Diseminasi transtubal merupakan rute yang paling sering, walaupun rute lain
seperti limfatik dan vascular juga dapat berperan. Hal ini dapat menjelaskan
bagaimana jaringan endometrial ditemukan pada lokasi yang jauh dari sistem
reproduksi.
Deposisi iatrogenic jaringan endometrium dapat ditemukan pada beberapa
kasus dengan prosedur ginekologik dan seksio caesarea.
22
Ovarium merupakan tempat paling sering terjdainya endometriosis.
Penyebaran ke ovarium kemungkinan secara limfatik, walaupun mungkin
terjdi karena menstruasi terograde, karena ovarium terdapat pada bagian
pelvis yang dependen. Lesi dapat bervariasi dalam ukuran. Lesi klasik
biasanya kista cokelat di ovarium yang berisi darah yang sudah lama yang
telah mengalami hemolysis. Saat tekanan intrakistik meningkat, kista dapat
peforasi, dan menumpahkan cairannya ke kavitas peritoneal. Hal ini dapat
menyebabkan nyeri abdomen yang berat yang berhubugnan dengan
eksaserbsi endometriosis. Respon inflamasi dapat menyebabkan adhesi dan
dapat meningkatkan morbiditas penyakit ini.

5.5 Bagaimana epidemiologi pada kasus?


Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan
angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5 15% dapat
ditemukan di antara semua operasi pelvic. Yang menarik adalah bahwa
endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak menikah pada
umur muda, dan tidak mempunyai banyak anak.
Di Amerika Serikat, endometriosis timbul pada 7 10% populasi, biasanya
berefek pada wanita usia produktif. Prevalensi endometriosis pada wanita
infertileadalah sebesar 20 50% dan 80% pada wanita dengan nyeri pelvis.
Terdapat keterkaitan keluarga, dimana resiko meningkat 10 kali lipat pada
wanita dengan keluarga derajat pertama yang mengidap penyakit ini.

5.6 Apa faktor resiko pada kasus?


Resiko tinggi terjadinya endometriosis ditemukan pada :
a. Wanita yang ibu atau saudara perempuannya menderita endometriosis.
b. Wanita usia produktif ( 15 44 tahun).
c. Wanita dengan siklus menstruasi 27 hari atau kurang
d. Usia menars yang lebih awal dari normal
e. Lama waktu menstruasi
f. Adanya orgasme ketika menstruasi
g. Terpapar toksin dari lingkungan
Faktor risiko termasuk usia, peningkatan jumlah lemak tubuh perifer, dan
gangguan haid , kebiasaan merokok, kebiasaan hidup, dan genetik. Faktor
23
genetik berperan 6 9 kali lebih banyak dengan riwayat keluarga terdekat
menderita.

24
5.7 Bagaimana patofisiologi pada kasus?

3 Teori: Teorimenstruasi
retrograde, Teori system
kekebalan , Teori
Faktor genetik

Peningkatan Defisiensi 17 beta


P450 aromatase hidrohidroksisteroidd
ehidrogenase

Terdapat massa Terjadi peningkatan


hipoechoic estrogen
(USG)
Merangsang pembentukan Kista Ovarium
Endometriosis
Adnexa dan Merangsang sitokin (IL-
Terbentuk Kista ovarium
parametrium 1, IL-6, IL-8, IL-10, dan
endometriosis
kiri tegang TNF alpha)

Saa tmenstruasi, terjadi pelepasan


endometriosis tersebut

Bila terjadi terus menerus, Terjadi pendarahan dari


timbul jaringan parut dan pelapasan
perlengkatan pada ovarium, endometrium tersebut
tuba fallopi, dan fimbriae

Terganggu Nyeri pada haid


pelepasan pertama
ovarium ke tuba
fallopi
Merangsang
Kemungkinan kecil untuk terjadi
terjadi nyeri
fertilitas

Terjadi infertilitas
primer Ada nyeri di region
inguinalis kiri

VAS
8

5.8 Apa manifestasi klinis pada kasus?


25
Manifestasi klinis, antara lain :
Nuliparitas
Siklus menstruasi biasa dengan perdarahan selama 8 hari atau lebih.
Nyeri premenstruasi
Muncul massa pada bagian pertumbuhan kista
Nyeri pelvis
Nyeri perut atau punggung bawah
Dispareunia
Diskezia (nyeri ketika BAB)
Mual dan muntah
Nyeri inguinal
Nyeri miksi
Nyeri ketika berolahraga

5.9 Bagaimana penatalaksanaan pada kasus? (pencegahan)


a. Tatalaksana
Medikamentosa
1. Pil KB yang diberikan continue. Bertujuan untuk menekan laju
endometriosis dengan proses desidualisasi sel dan inaktifasi kelenjar
endometriosis. Angka kehamilan setelah terapi ini dihentikan bisa
mencapai 40-50%. Pemberian pil KB hanya merupakan terapi supresif
namun tidak kuratif.
2. Danazol merupakan derivat isozazole dari etinil testosterone. Terapi
dengan danazol menciptakan lingkungan tinggi androgen rendah
estrogen yang akan mencetuskan keadaan amenorea. Oleh karena itu 80%
pasien pengguna danazol dapat mengalami efek samping berupa
pengecilan ukuran payudara, bertambahnya jerawat, hirsustisme,
perubahan suara, vaginitis atrofik dan hot flushes. Danazol diberikan
dengan dosis 2x 400 mg atau 4 x 200 mg . Bila diberikan dengan dosis
lebih rendah, efektifitas terapi ini tidak tercapai. Angka kekambuhan
setelah 1 tahun pemakaian danazol mencapai 30%.
Pembedahan
1. Pembedahan konservatif dilakukan pada pasien dengan intentilitas dan
sudah tua, yaitu dengan merusak seluruh endometriosis dan memperbaiki
keadaan pelvis dengan cara neuroktomi presakral.
2. Pembedahan definitif dilakukan pada pasien yang tidak ingin hamil atau
beberapa gejala. Jenis pembedahannya yaitu histerektomi total, salpingi,
ooforektomi bilateral, dan eksisi tempat endometriosis.

26
b. Pencegahan dan edukasi
Pencegahan
- olahraga aerobik dapat membantu menurunkan risiko terjadi endometriosis.
- Penggunaan pil kontrasepsi sebagai pencegahan masih controversial
- Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah tidak
memperlambat kehamilan, melakukan pemeriksaan dengan baik dan benar
serta tidak menjalani kuret saat sedang haid
Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling
baik untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang
atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium
dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan
jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan
supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu
lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik
terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjaidnya infertilitas
sesudah endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah
endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar
atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat menyebabkan
mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.

Edukasi
Pengawasan dapat dilakukan dengan observasi dan pemberian
analgetika. Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita-wanita
dengan gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah
berumur, pengawasan itu bisa dilanjutkan sampai menopause, karena sesudah
itu gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Sikap yang sama dapat diambil
pada wanita yang lebih muda, yang tidak mempunyai persoalan tentang
infertilitas, akan tetapi pada wanita yang ingin mempunyai anak, jika setelah
ditunggu 1 tahun tidak terjadi kehamilan, perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap infertilitas dan diambil sikap yang lebih aktif.
Pada observasi seperti diterangkan di atas, harus dilakukan
pemeriksaan secara periodik dan teratur untuk meneliti perkembangan
penyakitnya dan jika perlu mengubah sikap ekspektatif. Dalam masa
observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa pemberian analgetika
untuk mengurangi rasa nyeri.
27
5.10 Apa tindakan follow up sebagai dokter umum?
Follow up tergantung pada kebutuhan individual dan berdasarkan dari
keluhan utama. Pasien dengan keluhn nyeri sebaiknya dilakukan pendekatan
secara team dan mungkin membutuhkan lebih banyak atau lebih sedikit follow
up tergantung dari respons. Pengecualian kepada pasien dengan massa ovarium.
Apabila pasien diduga memiliki endoemtrioma dan asimptomatik, imaging
dapat diulang dengan interval 3-6 bulan. Apabila pasien menjadi simptomatik
atau kista diduga berprogresi menjadi ganas, mungkin dapat diindikasikan untuk
melakukan operasi.
Manajemen nyeri dapat menggunakan NSAID atau analgesic narkotik.
Buruknya respon (dalam 1-2 siklus) terhadap terapi medikamentosa sebaiknya
dipikirkan penyebab lain gejala pasien ini. Dapat dilakukan diagnostic
laparoskopi apabila belum dilakukan sebelumnya.
Endometriosis dapat menjadi progresif dan dapat menyebabkan nyeri
kronik dan infertilitas. Beri saran untuk melakukan follow up ginekologi.

5.11 Apa komplikasi pada kasus?


Komplikasi dari endometriosis sering berhubungan dengan adanya
fibrosis dan jaringan parut yang tidak hanya berefek pada organ yang terkena,
namun juga dapat menyebabkan obstruksi kolon dan ureter (Lobo, 2007).
Ruptur dari endemetrioma dan juga dihasilkannya zat berwarna coklat yang
sangat iritan juga dapat menyebabkan peritonitis. Meskipun jarang, lesi
endometrium dapat berubah menjadi malignan dan paling sering terjadi pada
kasus endometriosis yang berlokasi di ovarium. Komplikasi juga bisa berupa :
1. Infertilitas
2. Jaringan adhesi sehingga organ satu dengan yang lain bisa saling menempel
3. Kista ovarium jika jaringan endometrium tumbuh dekat ovarium
4. Kanker ovarium

5.12 Bagaimana prognosis pada kasus?


Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

28
5.13 Apa SKDI pada kasus?
Endometriosis: 2
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyaki ttersebut
dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya.Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Infertilitas: 3A
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasienselanjutnya.Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.

29
IV. Kerangka Konsep
Mrs. Retno, 30 tahun,
P0A0

3 Teori: Teorimenstruasi
retrograde, Teori system
kekebalan , Teori
Faktor genetik

Peningkatan Defisiensi 17 beta


P450 aromatase hidrohidroksisteroidd
ehidrogenase

Terdapat massa Terjadi peningkatan


hipoechoic estrogen
(USG)
Merangsang pembentukan Kista Ovarium
Endometriosis
Adnexa dan Merangsang sitokin (IL-
Terbentuk Kista ovarium
parametrium 1, IL-6, IL-8, IL-10, dan
endometriosis
kiri tegang TNF alpha)

Saat menstruasi, terjadi pelepasan


endometriosis tersebut

Bila terjadi terus menerus, Terjadi pendarahan dari


timbul jaringan parut dan pelepasan
perlengkatan pada ovarium, endometrium tersebut
tuba fallopi, dan fimbriae

Terganggu Nyeri pada haid


pelepasan pertama
ovarium ke tuba
fallopi
Merangsang
Kemungkinan kecil untuk terjadi
terjadi nyeri
fertilitas

Terjadi infertilitas
primer Ada nyeri di region
inguinalis kiri

VAS
8
V. Learning Issues
30
A. Anatomi dan histologi ovarium dan endometrium
Anatomi
1. Uterus
Uterus berbentuk seperti buah advokad ata buah pir yang sedikit gepeng ke arah
depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya
terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjangnya 7-7,5cm, lebar di atas 5,25cm, tebal
2,5cm, dan tebal dinding 1,25cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteroversiofleksio .
Uterus terdiri atas :
a. Fundus uteri
b. Korpus uteri
c. Serviks uteri
Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal, di situ kedua tba fallopii masuk ke
uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar.

Uterus berbentuk seperti buah pir yang agak gepeng ke arah depan belakang,
berongga, sebesar telur ayam, dan terdiri dari otot polos pada dindingnya. Panjangnya
adalah 7-7,5 cm, lebar > 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Uterus terdiri
dari fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian proximal
31
dari uteri, dimana kedua tuba fallopi masuk ke uterus. Tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri. Korpus uteri adalah bagian uterus yang
paling besar yang fungsinya sebagai tempat janin berkembang. Rongga pada uterus
disebut cavum uteri.
Serviks uteri terdiri atas 1.) pars vaginalis serviks uteri yang dinamakan porsio ; 2.)
pars supravaginalis servis uteri yaitu bagian serviks yang berada diatas vagina. Serviks
memiliki saluran yang disebut dengan canalis servikalis yang dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar serviks, bentuk sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis.
Secara histologic dari dalam keluar, uterus terdiri atas 1.) endometrium di corpus uteri
dan endoserviks di serviks uteri; 2.) otot-otot polos ; dan 3.) lapisan serosa. Endometrium
terdiri atas epitel kubus, kelenjar, dan banyak mengandung pembuluh darah yang
berkelok. Dalam masa haid endometrium sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian
tumbuh lagi dalam masa proliferase selanjutnya diikuti dengan fase sekretorik. Diantara
lapisan otot polos terdapat lapisan otot oblik yang berbentuk anyaman yang akan
berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh- pembuluh darah yang terbuka ditempat itu
sehingga perdarahan berhenti.
Uterus sebenarnya terapung dalam rongga pelvis, namun terdapat jaringan ikat dan
ligamentum yang menyokongnya. Sebagai berikut :
1. Ligamentum Cardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan : Ligamentum terpenting yang
mencegah agar uterus tidak turun. Banyak pembuluh darah yaitu vena dan erteri
uterine
2. Ligamentum Sacro-Utetina kiri dan kanan : Ligamentum yang menahan uterus supaya
tidak banyak bergerak.
3. Ligamentum Rotundum kiri dan kanan : Ligamentum yang menahan uterus dalam
antefleksi.
4. Ligamentum Latum kiri dan kanan : Ligamentum yang meliputi tuba.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan : Ligamentum yang menahan tuba
fallopi.
6. Ligamentum ovarii propium kiri kan kanan : Ligamentum yang menahan ovarium,
secara embriologis berasal dari gubernaculum. Jadi sebenarnya Ligamentum
Rotundum yang juga secara embriologis berasal dari gubernaculum.
Ismus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, diliputi peritoneum
visceral. Ditempat inilah dinding uterus dibuka jika melakukan seksio sesaria
transperitonealis profunda. Dinding belakang uterus seluruhnya diliputi oleh peritoneum
32
visceral tyang dibagian bawah membentuk suatu kantong yang disebut cavum douglasi.
Cavum ini akan menonjol jika terdapat cairan (darah atau asites) atau tumor disitu.
Vaskularisasi uterus oleh arteri Uterina kanan dan kiri yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteri Illiaka Interna
(Arteri Hipogastrika). Pembuluh darah lain yang mensupply pula darah ke uterus adalah
arteri Ovarika kiri dan kanan.
Inervasi uterus terutama terdiri atas system saraf simpatetik dan untuk sebagian besar
terdiri atas system parasimpatetik dan serebrospinal.Kedua system simpatetik dan
parasimpatetik mengandung unsur motoric dan sensorik. Kedua system bekerja
antagonistic. Saraf simpatetik menmbulkan kontraksi dan vasokontriksi, sedangkan yang
parasimpatetik mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.

2. Ovarium (Indung Telur)


Wanita memiliki 2 indung telur kanan dan kiri. Ovarium digantung oleh mesovarium
di bagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan. Ukuran ovarium kurang lebih
sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm.
Hillus atau pinggir atas berhubungan dengan mesovarium tempat ditemukannya
pembuluh-pembuluh darah dan serabut- serabut saraf untuk ovarium. Pinggir bawahnya
bebas.
Struktur ovarium terdiri atas 1. korteks, bagian luar yang diliputi oleh epitelium
germinativum bentuk kubik dan didalamnya terdiri atas stroma dan folikel primordial;
dan 2.) medulla, bagian disebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan
pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit otot polos. Diperkirakan
pada wanita terdapat kira-kira 100.000 folikel primer yang dapat berkembang menjadi
folikel de graaf yang mengandung estrogen dan siap untuk berevolusi. Folikel de graaf
yang matang terdiri atas 1.ovum, sel besar dengan diameter 0,1 mm yang memiliki
nucleus dengan anyaman kromatin yang jelas dan satu nucleolus; 2.) stratum granulosum,
yang terdiri atas sel-sel granulosa; 3.) teka interna, lapisan yang melingkari stratum
granulosum; 4.) teka eksterna, diluar teka interna yang terbentuk oleh stroma ovarium
yang mendesak.
Pada ovulasi folikel yang matang yang mendekati permukaan ovarium pecah dan
melepaskan ovum ke rongga perut. Sel-sel granulosa yang melekat pada ovum dan yang
membentuk korona radiate bersama-sama ovum ikut dilepas. Sebelum dilepas, ovum
mulai mengalami pematangan dalam 2 tahap sebagai persiapan untuk dapat dibuahi.
33
Setelah ovulasi, sel-sel stratum garnulosum mulai berproliferasi dan masuk ke
ruangan bekas tempat ovum dan likuor follikuli. Demikian pula jaringan jaringan ikat,
dan pembuluh-pembuluh darah kecil yang ada disitu. Biasanya timbul perdarahan
sedikit, yang meenyebabkan bekas folikel berwarna merah dan diberi nama korpus
rubrum. Umur korpus rubrum ini hanya sebentar. Di dalam sel-selnya timbul pigmen
kuning dan korpus rubrum menjadi korpus luteum. Sel-selnya membesar dan
mengandung lutein dengan banyak kapilar dan jaringan ikat diantaramya. Ditengah-
tengah masih terdapat bekas perdarahan. Jika tidak ada pembuahan ovum, sel-sel yang
besar serta mengandung lutein mengecil dan menjadi atrofik, sedangkan jaringan ikatnya
bertambah. Korpus luteum lambat laun menjadi korpus albicans. Jika pembuahan terjadi,
korpus luteum tetap ada, malahan menjadi lebih besar, sehingga mempunyai diameter 2,5
cm pada kehamilan 4 bulan.

34
Histologi

35
1. Uterus
a. Fase proliferative (folikular)

Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan: endometrium di sebelah dalam, lapisan tengah
otot polos myometrium dan perimetrium membrane serosa di sebelah luar. Endometrium
dibagi lagi menjadi 2 zona atau lapisan: stratum basale yang sempit dan dalam, dekat
myometrium dan stratum functionale, lapisan superficial yang lebih besar di atas stratum
basale yang meluas ke lumen uterus.
Pada fase proliferative daur haid dan di bawah pengaruh estrogen ovarium, stratum
functionale semakin tebal dan kelenjar uterus memanjang dan berjalan lurus di
permukaan. Arteri spiralis (bergelung) terutama terlihat di endometrium bagian dalam.
Lamina propria di bagian atas endometrium mengandung banyak sel dan menyerupai
jaringan mesenkim. Jaringan ikat di stratum basale lebih padat dan tampak lebih gelap.
Endometrium terus berkembang selama fase proliferative akibat meningkatnya kadar
estrogen yang disekresi oleh folikel ovarium yang sedang berkembang.

b. Fase sekretori (luteal)

36
Fase luteal daur haid dimulai setelah ovulasi folikel matur. Perubahan di endometrium
disebabkan oleh pngaruh estrogen dan progesterone yang disekresi korpus luteum
fungsional. Akibatnya stratum functionale dan stratum basal endometrii menjadi lebih
tebal karena bertambahnya sekresi kelenjar dan edema di lamina propria.
Epitel kelenjar uterus mengalami hipertrofi akibat bertambhanya akumulasi produk
sekretorik. Kelenjar uterus semakin berkelok-kelok, dan lumennya melebar oleh bahan
sekretork yang kaya kabrohidrat. Arteri spirali terus bejralan ke bagian atas endometrium
(stratum functionale) dan tampak jelas karena dindingnya lebih tebal.

37
c. Fase menstruasi

Jika fertilisasi ovum dan implantasi embrio tidak terjadi, uterus masuk ke fase
menstruasi dan sebagian besar persiapan yang dilakukan untuk implantasi di endometrium
gagal. Selama fase menstruasi, endometrium di stratum functionale mengalami degenerasi
dan terlepas. Endometrium yang terlepas mengandung kepingan-kepingan stroma yang
hancur, bekuan darah, dan kelenjar uterus. Beberapa kelenjar uterus yang utuh terisi oleh
darah. Di lapisan endometrium yang lebih dalam, stratum basale, dasar kelenjar uterus
tetap utuh selama pelepasan stratum functionale dan pengeluaran darah haid.
Stroma endometrium pada sebagian besar stratum functionale mengandung kumpulan
eritrosit yang keluar dari pembuluh darah yang robek dan mengalami disintegrasi. Selain
itu, stroma endometrium memperlihatakan infiltrasi limfosit dan neutrophil.
Stratum basale endometrii tetap tidak terpengaruh selama fase ini. Bagian distal
(superfsial) arteri spiralis mengalami nekrosis, sdangkan bagia arteri yang lebih dalam
tetap utuh.

38
2. Ovarium

Ovarium dilapisioleh satu lapisan sel kuboid rendah atau gepeng yaitu epitel germinal,
yang bersambungan denga mesotelium peritoneum viscerale. Di bawah epitel germinal
adalah lapisan jaringan ikat padat yang disebut tunika albuginea.
Ovarium memiliki korteks di tepid an medulla di tengah, tempat ditemukannya
banyak pembuluh darha, saraf, dan pembuluh limfe. Selain folikel, korteks mengandung
fibrosit dengan serta kolagen dan reticular. Medulla dalah jaringan ikat padat tidak teratur
yag bersmbungan dengan ligamentum mesovarium yang menggantungkan ovarium.
Pembuluh darah besar di medulla membentuk pembuluh darah yang lebih kecil yang
menyebar di seluruh korteks ovarium. Mesovarium dilapisi oleh epitel germinal dan
mesotelium peritoneum.
Di stroma korteks terlihat banyak folikel ovarium, terutama jenis yang lebih kecil
dalam berbagai tahap perkembangan. Folikel yang paling banyak adalah folikel primordial,
yang terletak di tepi korteks dan di bawah tunica albuginea. Folikel primordial adalah
struktur yang paling kecil dan paling sederhana. Folikel ini dikelilingi oleh satu lapisan sel
folikular gepeng. Folikel primordial emngandung oosit primer yang kcil dan imatur, yang
membesar secara bertahap seiring perkembangan folikel menjadi folikel primer dan
sekunder dan matur. Sebelum ovulasi folikel matur, semua folikel yang sedang berkembang
mengandung oosit primer.

39
Folikel yang lebih kecil dengan sel kuboid, silindris, atau berlapis kuboid yang
mengellilingi oosit primer disebut folikel primer. Seiring dengan bertambahnya ukuran
folikel, cairan, yang disebut likuor folikuli (liquor follicularis), mulai menumpuk di antara
sel folikular yang sekarang disebut sel granulosa. Daerah yang mengandung cairan akhirnya
menyatu untuk membentuk suatu ronga berisi cairan yaitu antrum. Folikel denga rongga
antrum disebut folikel sekunder (antrum). Folikel inilebih esar dan terletak lebih dalam di
korteks. Semua folikel yang lebih beasr termasuk folikel primer,folikel sekunder, dan folikel
matur memperlihatkan lapisan sel granulosa, teka interna, dan lapisan jaringan ikat sebelah
luar, teka eksterna.
Folikel ovarim yang paling besar adalah folikel matur. Folikel ini memperlihatkan
struktur sebagai berikut: antrum yang besar yang berisi likuor folikuli; cumulus oofurus,
suatu bukti kecil tempat oosit primer berada; korona radiata, lapisan sle yang langsung
melekat pada oosit primer; sel granulosa yang mengelilingi antrum; lapisan dalam teka
interna; dan lapisan luar teka eksterna.
Setelah ovulasi, folikel besar kolaps dan berubah menajdi organ endokrin sementara
korpus luteum. Sel granulosa folikel berubah menjadi sel lutein granulosa yang berwarna
lebih muda dan sel teka interna menjadi sel teka lutein yang berwarna lebih gelap. Jika tidak
terjadi pembuahand an implantasi, korpus luteum mengalami regresi, degenerasi, dan
akhirnya berubah menjadi jaringan parut yang disebut korpus albikans.
Kebanyakan folikel ovarium tidak mencapai maturitas. Folikel ini mengalami
degenerasi (atresia) pada semua tahap perkembangan dan menjadi folikel atretik yang
akhirnya diganti oleh jaringan ikat.

B. Endometriosis
1. Definisi
Endometriosis adalah terdapatnya kelenjar seperti endometrium dan stroma diluar
uterus dan merupakan kondisi ginekologikal jinak yang sering ditemukan, sulit
dimengerti, dan sangat elemahkan kondisi tubuh.
Hal ini dapat timbul pada tempat yang bervariasi di pelvis seperti ovarium, tuba
falopi, vagina, serviks, atau ligament uterosakral atau di septum rektovaginal. Bahkan
dapat juga muncul pada daerah yang jauh seperti luka laparotomi, pleura, paru, diafragma,
ginjal, dll. Menurut urutan yang tersering endometriosis ditemukan adalah di ovarium.

2. Epidemiologi
40
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian
yang meningkat. Angka kejadian antara 5 15% dapat ditemukan di antara semua operasi
pelvic. Yang menarik adalah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita
yang tidak menikah pada umur muda, dan tidak mempunyai banyak anak.
Di Amerika Serikat, endometriosis timbul pada 7 10% populasi, biasanya berefek pada
wanita usis produktif. Prevalensi endometriosis pada wanita infertile adalah sebesar 20
50% dan 80% pada wanita dengan nyeri pelvis. Terdapat keterkaitan keluarga, dimana
resiko meningkat 10 kali lipat pada wanita dengan keluarga derajat pertama yang
mengidap penyakit ini.

3. Etiologi
Terdapat beberapa teori yang dianggap menjadi etiologi endometriosis, yaitu :
a. Metaplasia coelom. Dibawah stimulus yang tidak diketahui sel mesotelial berubah
secara metaplastik menjadi sel endometrium.
b. Transplantasi sel endometrium yang terlepas. Melalui rute limfatik, hematogenik, atau
iatrogenic dapat timbul endometriosis. Rute yang tersering adalah secara transtubal.
c. Menstruasi retrograde (teori Sampson). Adanya aliran retrograde jaringan
endometrium dari tuba falopi menuju rongga peritoneal. Mungkin timbul akibat dari
sambungan uterotubal hipotonik pada wanita dengan endometriosis sehingga terjadi
peningkatan regurgitasi menstrual.
d. Defek Immunogenetik. Antibody humoral terhadap jaringan endometrium telah
ditemukan pada wanita dengan endometriosis.

4. Patofisiologi
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak penganutnya adalah teori
Sampson. Menururt teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid terdapat
sel sel endometrium yang masih hidup. Sel sel ini kemudian dapat mengadakan
implantasi di pelvis.
Teori lain mengenai histogenesis endometriosis dilontarkan oleh Meyer. Pada teori ini
dikemukakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel sel epitel berasal
dari coelom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini
menyebabkan metaplasia dari sel sek epitel itu, sehingga terbentuk jaringan
endometrium. Endometrium dan peritoneum adalah derivate dari dinding epitel coelom
41
yang sama. Mesotel peritoneum telah dikatakan menyisakan kemampuan embriogeniknya
untuk berubah menjadi sel reproduksi. Perubahan ini dapat timbul secara spontan atau
karena difasilitasi oleh paparan iritasi kronik oleh cairan menstrual yang retrograde.
Penelitian terbaru mengatakan adanya keterlibatan system imun pada pathogenesis
endometriosis. Wanita dengan endometriosis memperlihatkan peningkatan respon imun
humoral dan kativasi makrofag dan memperlihatkan hilangnya system imun yang
diperantarai sel dengan berkurangnya sel T dan respon sel natural killer
Gejala dismenorea disebabkan peningkatan tekanan dalam rongga endometrial yang
bergantung pada kekuatan kontraksi dan tekana intrauterin. Dimana menstruasi melibatkan
cetusan dari prostaglandin yang menimbulkan vasospasme dan kontraksi uterus untuk
meningkatkan tekanan intrauterine dan mengeluarkan isi uterus. Gejala dispareuni dan
nyeri pelvis disebabkan oleh oleh implantasi yang cukup dalam yaitu >5mm, dimana
endometriosis tersebut dilapisi oleh material fibrotik kasar yang berisi jaringan glandular
endometriosis yang aktif cukup rapuh pada sentuhan.

5. Diagnosis
Anamneses
Diagnosis dimulai dari anamneses, dimana keluhan atau gejala yang sering ditemukan
adalah :
g. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid
(dismenorea)
h. Dispareuni, dapat meluas menjadi nyeri punggung
i. Nyeri saat defekasi, terutama saat haid
j. Nyeri Kronik dan terdapat eksaserbasi akut
k. Poli dan hipermenorea
l. Infertilitas

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah dideteksi
saat menstrusi. Ligament uterosakral dan kul-de-sac yang bernodul dapat ditemukan.
Uterus terfiksasi secara retroversi akibat dari perlengketan. Nodul kebiruan dapat
ditemukan pada vaginan akibat infiltrasi dari dinding posterior vaginal.

Pemeriksaan Laboratorium
42
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak member tanda yang khas, hanya
apabila ada darah pada tinja atau urin pada waktu haid menunjukkan tentang adanya
endometriosis pada rekstosigmoid atau kandung kemih.

Pemeriksaan Radiologi
Pembuatan foto roentgen dengan memasukkan barium dalam kolon dapat memberikan
gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid dengan batas yang jelas dan mukosa
yang utuh. Transvaginal sonografi adalah metode yang berguna untuk mengidentifikasi
kista coklat klasik dari ovarium. Tampilan tipikal adalah kista yang berisis echo homogeny
internal drajat rendah yang konsisten dengan darah lama. Gambaran sonografi dari
endometrioma bervariasi dari kisa sederhana hingga kista kompleks dengan echo internal
hingga massa solid, tanpa vakular. MRI berguna untuk melihat keterlibatan rectum dan
menunjukkan secara akurat endometriosis rektovaginal dan kul-de-sac.

Pemeriksaan Laparoskopi dan Biopsi


Laparoskopi dengan biopsy adalah satu satunya cara defenitif untuk endometriosis.
Merupakan prosedur invasive dengan sensitivitas 97% dan spesifisitas 77%. Temuannya
adalah lesi biru-hitam dan classic powder burn. Gambaran mikroskopik pada ovarium
tampak kista biru kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Kista ini dapat
keluar dan menyebabkan perlekatan dan bahkan penyakit abdomen akut. Pada permukaan
rectum dan sigmoid sering dijumpai bejolan kebiruan tersebut. Pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan ciri ciri khas endometrium. Disekitarnya tampak sel radang dan
jaringan ikat.

Kista coklat ovarium

43
Powder burn lesion

Endometriosis sedang-berat

6. Diagnosa Differensial
Diagnose banding endometriosis adalah pelvic inflammatory disease, apendisitis, kista
ovarii, torsi ovarii, kehamilan ektopik, infeksi saluran kemih, dan penyakit divertikular.

7. Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis terdiri dari terapi hormonal, pembedahan.
a. Terapi hormonal
Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan fungsi
jaringan endometrios dikontrol oleh hormone steroid. Jaringan endometriosis umumnya
mengandung reseptor estrogen, progesterone, dan androgen. Progesterone sistetik
umumnya mempunyai efek androgenic yang menghambat pertumbuhan endometriosis.
44
Prinsip pertama pengobatan hormonal adalah menciptakan lingkungan hormone rendah
estrogen dan asiklik. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid yang berarti tidak
terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal sehingga dapat dihindari timbul
sarang endometriosis yang baru karena transport retrograde serta mencegah pelepasan dan
perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan
peritoneum.
1. Androgen
Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan dosis 5-10 mg/hari.
Biasanya diberikan 10 mg/hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg/hari selama
2-3 bulan berikutnya. Keberatan pemakaian androgen adalah timbulnya efek samping
maskulinisasi, dan bila terjadi kehamilan dapat menyebabkan cacat bawaan.
Keuntungannya adalah untuk terapi nyeri, dispareuni, dan untk membantu menegakkan
diagnosis. Jika nyeri akibat endometriosis biasanya akan berkurang dengan pengobatan
androgen satu bulan.
2. Estrogen-progestogen
Kontrasepsi yang dipilih sebaiknya mengandung estrogen rendah dan progestogen yang
kuat atau yang mempunyai efek androgenic yang kuat. Terapi standard yang dianjurkan
adalah 0,03 mg etinil estradiol dan 0,3 mg norgestrel per hari. Bila terjadi perdarahan,
dosis ditingkatkan menjadi 0,05 mg estradiol dan 0,5 mg norgestrel per hari atau maksimal
0,08 mg estradiol dan 0,8 mg norgestrel per hari. Pemberian tersebut setipa hari selama 6-
9 bulan, bahkan 2-3 tahun.

3. Progestogen
Dosis yang diberikan adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 mg per hari atau
noretisteron asetat 30 mg per hari. Pemberian parenteral dapat menggunakan
medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan. Lama
pengobatan yakni 6-9 bulan.
4. Danazol
Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestosteron. Danazol menimbulkan
keadaan asiklik, androgen tinggi, dan estrogen rendah. Kadar androgen meningkat
disebabkan oleh sifatnya yang androgenic dan danazol mendesak testosterone sehingga
terlepas dan kadar testosterone bebas meningkat. Kadar estrogen rendah disebabkan
karena danazol menekan sekresi GnRH, LH, dan FSH dan menghambat enzim
steroidogenesis di folikel ovarium sehingga estrogen turun.
45
Dosisnya 400-800 mg per hari dengan lama pemberian minimal 6 bulan. Efek sampingnya
berupa akne, hirsutisme, kulit berminyak, perubahan suara, pertambahan berat badan, dan
edema. Kontraindikasi absolute yaitu kehamilan dan menyusui, sedangkan kontraindikasi
relative yaitu disfungsi hepar, hipertensi berat, gagal jantung ongestif, atau gagal ginjal.

b. Pengobatan dengan pembedahan


Pembedahan konservatif dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu laparotomi dan
laparoskopi operatif.
Laparoskopi opertaif mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan laparotomi,
yaitu lama tinggal di RS lebih singkat, kembali aktivitas kerja lebih cepat, biaya lebih
murah. Namun luas dan derajat perlekatan setelah laparoskopi operatif lebih sedikit.
Pembedahan radikal dilakukan pada wanita dengan endometriosis yang umurnya hamper
40 tahun atau lebih, dan yang menderita penyakit yang luas diserta dengan banyak
keluhan. Operasi yang paling radikal ialah histerektomi total, salpingo-ooforektomi
bilateral, dan pengangkatan semua sarang sarang endometriosis yang ditemukan. Akan
tetapi pada wanita kurang dari 40 tahun dapat dipertimbangkan untuk meninggalkan
sebagian jaringan ovarium yang sehat. Hal ini mencegah jangan sampai terlalu cepat
timbul gejala premenopause dan menopause dan juga mengurangi kecepatan timbulnya
osteoporosis.

8. Prognosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang
tidak ditatalaksana secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) efektif untuk
mengurangi nyeri pelvis tapi tidak efektif untuk pengobatan endometriosis yang berkaitan
dengan infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi. Kombinasi estrogen
progestin meredakan nyeri hingga 80-85% dari pasien dengan endometriosis yang
berkaitan dengan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan
endoimetriosis sedang mengalami penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy
and bilateral salpingo-oophorectomy dilaporkan efektif hingga 90% dalam meredakan
nyeri. Kehamilan masih mungkin bergantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala
secara umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.

9. Komplikasi
46
Beberapa komplikasi dari endometriosis adalah sebagai berikut :
a. Infertilitas
b. Nyeri pelvis kronik
c. Adhesi
d. Ruptur kista

C. Infertilitas pada wanita


1. Definisi Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan
dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x /
minggu, tanpa memakai metode pencegahan selama 12 bulan. Pasangan suami-istri
dianggap fertil untuk bisa memiliki anak apabila suami memiliki sistem dan fungsi
reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria
(spermatozoa) ke dalam organ reproduksi istri dan istri memiliki sistem dan fungsi
reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau
ovum) yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi
tempat perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan. Dua
faktor yang telah disebutkan tersebut apabila tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri,
pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak atau infertil.

2. Klasifikasi Infertilitas
Menurut pembagiannya, infertilitas dapat diklasifikasikan sebagai infertilitas primer
dan infertilitas sekunder.
a. Infertilitas primer adalah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b. Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau
metode kontrasepsi dalam bentuk apapun.

3. Epidemiologi Infertilitas
Prevalensi pasangan infertil di dunia diperkirakan satu dari tujuh pasangan
bermasalah dalam hal kehamilan. Survei kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun 2000,
47
diperkirakan ada kurang lebih 3,5 juta pasangan (7 juta orang) infertil. Pasangan infertil
telah meningkat mencapai 15-20% dari sekitar 50 juta. Infertilitas sebanyak 40%
disebabkan oleh wanita, 20% oleh pria dan 40% lainnya di sebabkan oleh faktor pria dan
wanita. Prevalensi kejadian infertilitas perempuan di Indonesia sebanyak infertil primer
15% pada usia 30-34 tahun, meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-
44 tahun.

4. Etiologi Infertilitas
a. Etiologi Infertilitas Pada wanita
Penyebab infertilitas pada wanita sebagai berikut :
1. Hormonal Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium yang
menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium uterus untuk
berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix yang tidak menguntungkan bagi
sperma, kegagalan gerakan (motilitas) tuba falopii yang menghalangi spermatozoa
mencapai uterus.
2. Obstruksi Tuba falopii yang tersumbat bertanggung jawab sepertiga dari penyebab
infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, penyakit
radang pelvis yang umum, contohnya apendisitis dan peritonitis, dan infeksi tractus
genitalis, contohnya gonore.
3. Faktor lokal Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertil pada wanita adalah
fibroid uterus yang menghambat implantasi ovum, erosi cervix yang
mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma, kelainan kongenital vagina,
cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan sperma dan ovum, mioma uteri
oleh karena menyebabkan tekanan pada tuba, distrorsi, atau elongasi kavum uteri,
iritasi miometrium, atau torsi oleh mioma yang bertangkai.
b. Etiologi Infertilitas Pada Pria
Penyebab infertilitas pada pria adalah sebagai berikut :
1. Gangguan Spermatogenesis
Analisis sperma dapat mengungkapkan jumlah spermatozoa normal atau tidak.
Pengambilan spesimen segar dengan cara masturbasi di laboratorium.
2. Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan merupakan salah satu penyebab infertil pada pria.
Obstruksi dapat terjadi pada duktus atau tubulus yang di sebabkan karena
konginetal dan penyakit peradangan (inflamasi) akut atau kronis yang mengenai
48
membran basalais atau dinding otot tubulus seminiferus misalnya orkitis, infeksi
prostat, infeksi gonokokus. Obstruksi juga dapat terjadi pada vas deferens
3. Ketidakmampuan koitus atau ejakulasi
Faktor-faktor fisik yang menyebabkan ketidak mampuan koitus dan ejakulasi,
misalnya hipospadia, epispadia, deviasi penis seperti priapismus atau penyakit
peyronie. Faktor-faktor psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi dan kebiasaan pria alkoholisme kronik.
4. Faktor Sederhana
Faktor sederhana seperti memakai celana jeans ketat, mandi dengan air terlalu
panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat menyebabkan keadaan luar
panas yang tidak menguntungkan untuk produksi sperma sehat.

5. Faktor Risiko Infertil


a. Faktor Risiko Infertilitas Pada Wanita
1. Gangguan ovulasi
Gangguan yang paling sering dialami perempuan infertil adalah gangguan
ovulasi. Bila ovulasi tidak terjadi maka tidak akan ada sel telur yang bisa
dibuahi. Salah satu tanda wanita yang mengalami gangguan ovulasi adalah haid
yang tidak teratur dan haid yang tidak ada sama sekali.
2. Sindrom Ovarium Polikistik
Sindroma ovarium polikistik merupakan suatu kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh gangguan sistem endokrin. Kelainan ini banyak ditemukan
pada wanita usia reproduksi. Gejala tersering yang ditimbulkannya antara lain
infertilitas karena siklus yang anovulatoar, oligo sampai amenore, obesitas dan
hirsutisme. Sindrom ovarium polikistik ini menimbulkan perubahan hormonal-
biokimia seperti peningkatan luteinising hormone (LH) serum, rasio LH/FSH
(follicle stimulating hormone) yang meningkat, adanya resistensi insulin dan
peningkatan androgen plasma. Sindrom ovarium polikistik menyebabkan 5-
10% wanita usia reproduksi menjadi infertil.
3. Masalah Tuba
Peranan faktor tuba paling sering ditemukan dalam infertilitas pada wanita
yaitu sekitar 25-50%. Oleh karena itu, penilaian potensi tuba dianggap sebagai
salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolaan infertilitas.
4. Masalah Uterus
49
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba falopii sekitar 5 menit setelah
inseminasi. Gerakan spermatozoa untuk masuk ke dalam uterus tidak hanya di
lakukan sendiri. Kontraksi vagina dan uterus mempengaruhi dalam transportasi
spermatozoa. Kontraksi yang terjadi karena pengaruh prostaglandin dalam air
mani dapat membuat uterus berkontraksi secara ritmik. Prostaglandin
berpengaruh dalam transport spermatozoa ke dalam uterus dan melewati
penyempitan batas uterus dengan tuba. Uterus sangat sensitif terhadap
prostaglandin pada akhir fase proliferasi dan permulaan fase sekresi, sehingga
apabila prostaglandin kurang dalam mani dapat menyebabkan masalah
infertilitas. Kelainan pada uterus bisa disebabkan oleh malformasi uterus yang
menggangu pertumbuhan fetus (janin). Mioma uteri dan adhesi uterus
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus
sehingga akhirnya terjadi abortus berulang.
5. Peningkatan Usia
Prevalensi infertilitas meningkat bila terjadi peningkatan usia. Kejadian
infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia pada wanita. Wanita
dengan rentan usia 19-26 tahun memiliki kesempatan untuk hamil dua kali
lebih besar daripada wanita dengan rentan usia 35-39 tahun. Bertambahnya
usia maka kadar FSH meningkat, fase folikuler semakin pendek, kadar LH dan
durasi fase luteal tidak berubah, siklus menstruasi mengalami penurunan.
Jumlah sisa folikel ovarium terus menurun dengan bertambahnya usia, semakin
cepat setelah usia 38 tahun dan folikel menjadi kurang peka terhadap stimulasi
gonadotropin sehingga terjadi penurunan kesuburan wanita dengan
meningkatnya usia.
6. Berat Badan
Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi infertilitas, salah satunya adalah
badan yang terlalu kurus atau badan yang terlalu gemuk.
7. Stress
Stress pada wanita dapat mempengaruhi komunikasi antara otak, hipofisis, dan
ovarium. Stress dapat memicu pengeluaran hormon kortisol yang
mempengaruhi pengaturan hormon reproduksi. Stress mempengaruhi
maturisasi pematangan sel telur pada ovarium. Saat stress terjadi perubahan
suatu neurokimia di dalam tubuh yang dapat mengubah maturasi dan
pengelepasan sel telur. Contohnya, di saat wanita dalam keadaan stress, spasme
50
dapat terjadi pada tuba falopi dan uterus, dimana hal itu dapat mempengaruhi
pergerakan dan implantasi pada sel telur yang sudah matang.
8. Infeksi Organ Reproduksi
Rongga perut pada wanita diperantarai organ reproduksi wanita yang langsung
berhubungan dengan dunia luar. Infeksi rongga perut jarang terjadi disebabkan
karena sifat baktericide dari vagina yang mempunyai pH rendah dan lendir
yang kental pada canalis cervikalis yang menghalangi masuknya kuman.
Infeksi organ reproduksi sering terjadi di negara tropis karena hygine kurang,
perawatan persalinan dan abortus belum sempurna. Infeksi organ reproduksi
dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan kehidupan sex.
Infeksi apabila terjadi pada vagina akan menyebabkan kadar keasamaan dalam
vagina meningkat, sehingga menyebabkan sperma mati sebelum sempat
membuahi sel telur. Infeksi organ reproduksi wanita dibagi menjadi dua
pembagian yaitu infeksi rendah dari vulva, vagina sampai servik dan infeksi
tinggi dari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritonium, bisa disebut pelvic
inflammatory disease (PID). Infeksi rendah dan tinggi sangat besar
pengaruhnya pada kesehatan karena dapat menimbulkan infertilitas.
9. Penyakit menular seksual
Penyakit menular seksual mempengaruhi fertilitas pada wanita. Penyakit
menular seksual yang paling sering dialami wanita adalah herpes kelamin,
gonorrhoea, sifilis, klamidia, kutil alat kelamin, dan HIV/AIDS. Penyakit
menular seksual mudah dicegah dengan pasangan suami istri tersebut hanya
punya satu pasangan seksual.
b. Faktor Risiko Infertilitas Pada Pria
Faktor risiko infertil pada pria yaitu gangguan pada spermatogenesis,
mengakibatkan sel sperma dihasilkan sedikit atau tidak sama sekali, gangguan
pada sel sperma untuk mencapai sel telur dan membuahinya, umur, peminum
alkohol,penguna narkoba, merokok dan paparan radiasi.

6. Diagnosis Infertil
Pada Wanita Diagnosis infertil dilakukan dengan cara :
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien dengan menanyakan identitas pasangan
suami istri meliputi umur, pekerjaan, lama menikah dan evaluasi dari pasien wanita
51
mengenai ketidakteraturan siklus haid, dismenorea, infeksi organ reproduksi yang
pernah dialami, riwayat adanya bedah pelvis, riwayat sanggama, frekuensi
sanggama, dispareunia, riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan
ektopik, kehamilan terakhir, konstrasepsi yang pernah digunakan, pemeriksaan
infertilitas dan pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit sistematik (tuberkulosis,
diabetes melitus, tiroid), pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendiagnosis infertil adalah :
1. Vital Sign
Pemeriksaan vital sign yang terdiri dari tekanan darah, nadi, respiratory rate,
suhu badan.
2. Penghitungan BMI
Penghitungan indeks massa tubuh (body mass index (BMI)) dihitung dari
tinggi dan berat badan (kg/m2 ), kisaran normal BMI adalah 20-25 kg/m2.
Wanita dengan tampilan overweight atau obesitas mengalami kelainan berupa
resistensi insulin atau bahkan sindroma metabolik. Wanita dengan siklus
menstruasi yang tidak teratur dan tampilan fisik obesitas mungkin saja
berhubungan dengan diagnosis sindrom ovarium polikistik.
3. Pemeriksaan gangguan endokrin
Penampilan/rupa pasien secara keseluruhan dapat memberikan petunjuk
mengenai penyakit sistemik ataupun masalah endokrin. Keberadaan ciri-ciri
seksual sekunder normal sebaiknya diamati. Pemeriksaan fisik yang dilakukan
untuk mencari penyebab dari gangguan endokrin seperti jerawat, hirsutisme,
kebotakan, acanthosis nigrican, virilisasi, gangguan lapang pandang, gondok,
dan adanya ciri penyakit tiroid.
4. Pemeriksaan pelvis
Pemeriksaan pelvis sebaiknya dilakukan untuk mencari dugaan endometriosis
yang ditandai dengan adanya nodul pada vagina, penebalan forniks posterior,
nyeri tekan, nyeri pada organ-organ pelvis. Jika saat pemeriksaan muncul rasa
nyeri, sebaiknya diwaspadai adanya kemungkinan patologi pelvis.
c. Pemeriksaan Penunjang Infertilitas
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mendiagnosis infertilitas pada wanita,
yaitu biopsi endometrium pada hari pertama menstruasi, histerosalfingorafi,
histeroskopi, laparaskopi atau laparatomi. Tujuan pemeriksaan penunjang
52
infertilitas adalah mengetahui keadaan ovarium yaitu folikel graaf atau korpus
luteum, mengetahui faktor peritonium, melepaskan perlekatan, dan tuboplasti-
melepaskan fimosis fimbrie tuba.

7. Penatalaksanaan Infertilitas
Endometriosis
Bila dijumpai endometriosis derajat minimal dan ringan pada laparoskopi diagnostik,
tindakan dilanjutkan dengan laparoskopi operatif. Endometriosis derajat sedang-berat
merupakan indikasi fertilisasi in vitro.
Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Infertil Pada Wanita
1. Usia
Usia wanita semakin bertambah maka semakin kecil kemungkinan untuk hamil.
Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia. Kemampuan
reproduksi wanita menurun drastis setelah usia 35 tahun. Infertilitas dikatakan stabil
bilamana sampai usia 36 tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang
semakin sedikit. Selain itu wanita yang sudah berumur juga cenderung memiliki
gangguan fungsi kesehatan sehingga menurunkan fungsi reproduksinya dan
kejadian abortus meningkat ketika kehamilan terjadi pada wanita yang sudah
berumur
2. Siklus Haid
Fase reproduksi dimulai setelah fase pubertas sampai fase sebelum menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase disaat wanita mulai dapat bereproduksi yang
ditandai dengan haid untuk pertama kalinya. Pada fase reproduksi wanita memiliki
400 sel telur, semenjak mengalami menarche sampai menepause wanita mengalami
haid secara periodik. Siklus haid wanita normal adalah 25-35 hari. Siklus haid yang
tidak normal menandakan pelepasan sel telur atau ovulasi yang tidak baik. Ovulasi
terganggu jika ada gangguan hormonal salah satunya adalah sindrom ovarium
polikistik. Gangguan ini sebagai salah satu penyebab utama kegagalan proses
ovulasi yang normal. Sindroma ovarium polikistik atau kegagalan ovulasi ini
merupakan penyebab nomer satu infertilitas yang disebabkan gangguan ovulasi dari
ovarium.
3. Infeksi Organ Reproduksi
Organ reproduksi wanita yang paling sering terkena infeksi adalah vagina.
Manifestasi klinis dari infeksi vagina mudah terdeteksi. Salah satunya adalah
53
keputihan. Keputihan bisa terjadi karena jamur atau bakteri, merupakan gangguan
kesehatan yang paling banyak dialami wanita. Di antara waktu haid, sel-sel pada
leher rahim dan vagina mengeluarkan lendir yang lengket dan agak halus, jika tidak
berbau maka keputihan normal dan tidak perlu diobati, sedangkan apabila keputihan
menyebabkan gatal-gatal dan nyeri pada vagina sampai bagian luar kelamin vulva,
penyebab bisa jadi karena adanya jamur atau bakteri pada organ reproduksi. Bila
terjadi infeksi pada vagina, biasannya kadar keasaman dalam vagina akan
meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan sperma mati sebelum sempat membuahi
sel telur. Kadar keasaman vagina juga dapat menyebabkan vagina mengerut
sehingga perjalanan sperma di dalam vagina terhambat. Sehingga, infeksi organ
reproduksi dapat merupakan faktor risiko terhadap kejadian infertil pada wanita.

VI. Kesimpulan
Mrs. Retno, 30 tahun, P0A0, mengalami nyeri menstruasi dan infertilitas primer et
causa kista endometriosis di ovarium.

54
DAFTAR PUSTAKA

Luthan, et.al. 2011. Ilmu Kandungan Sarwono Edisi Ketiga: Endometriosis. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid kedua.
Media Aesculapius : Jakarta
P. Eroschenko, Victor. 2010. Atlas Histolofi diFiore, Edisi 11. Jakarta: EGC
Veldhuis, et.al. 2011. Ovarian Cyst: Common Lesions dalam
http://www.radiologyassistant.nl/en/p4cdf9b5de7d3b/ovarian-cysts-common-
lesions.html diakses pada 9 Maret 2016
Best Practice, BMJ. 2016. Endometriosis.
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/355/follow-up.html, diunduh
pada 7 Maret 2016
Kapoor, Dharmesh. 2015. Endometriosis Treatment and Management.
http://emedicine.medscape.com/article/271899-treatment#d14, diunduh 7 Maret 2016
Saol, Turandot. Endometriosis. 2010. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/795771-print
Dr. dr. Hj. A. Mardiah Tahir, Sp.OG, dr. Hj. Retno Budiati Farid, SpOG.K. 2015. Diambil
dari : http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2015/03/BUKU-
PANDUAN-KETERAMPILAN-PEMERIKSAAN-GINEKOLOGI.pdf. Akses 9 Maret
2016
Harada, Tasuku. 2013. Dysmenorrhea and Endometriosis in Young Women. Yonago Acta
Medica. 56 (4): 81 84
Carnahan, et.al. 2013. Ovarian Endometrioma: Guidlines for Selection of Cases for
Surgical Treatmen or Expectant Management. Expert Review of Obstetrics and
Gynecology. 8 (1): 29 55
"Endometriosis as a neurovascular condition: estrous variations in innervation
vascularization, and growth factor content of ectopic endometrial cysts in the rat".
Program in Neuroscience, Florida State University; Guohua Zhang, Natalia
Dmitrieva, Yan Liu, Kristina A. McGinty, and Karen J. Berkley. Diaksestanggal2011-
09-04.
"Future possibilities in the prevention of breast cancer: Luteinizing hormone- releasing
hormone agonists". USC/Norris Comprehensive Cancer Center and University of
Southern California/Keck School of Medicine; Darcy V Spicer dan Malcolm C Pike.
Diaksestanggal2011-09-04.
55
"Therapy of ovarian cancers with targeted cytotoxic analogs of bombesin, somatostatin, and
luteinizing hormone-releasing hormone and their combinations". Veterans Affairs
Medical Center and Department of Medicine, Tulane University School of Medicine,
Veterans Affairs Medical Center and South Florida Veterans Affairs Foundation for
Research and Education, Klinik und PoliklinikfrFrauenheilkunde und Geburtshilfe,
Universitt Regensburg, Universittsklinikfr Haut- und Geschlechtskranheiten,
UniversittsfrauenklinikWrzburg; Stefan Buchholz, Gunhild Keller, Andrew V.
Schally, Gabor Halmos, Florian Hohla, Elmar Heinrich, Frank Koester, Benjamin
Baker, danJrg B. Engel. Diaksestanggal2011-09-04.
"Manganese stimulates luteinizing hormone releasing hormone secretion in prepubertal
female rats: hypothalamic site and mechanism of action". Department of Veterinary
Integrative Biosciences, College of Veterinary Medicine, Texas A & M University,
College Station; Boyeon Lee, Jill K Hiney, Michelle D Pine, Vinod K Srivastava, dan
W Les Dees. Diaksestanggal2011-09-04.
"Inhibition of stimulated ascorbic acid and luteinizing hormone-releasing hormone release by
nitric oxide synthase or guanylcyclase inhibitors.". Pennington Biomedical Research
Center, Louisiana State University; Karanth S, Yu WH, Mastronardi CA, McCann SM.
Diaksestanggal2011-09-04.
Sohani Verma, 2012, Evidence linked treatment for endometriosis associated
infertility,Apollo medicine September 2012 volume 9, Number 3, pp 184-192.
Linda C. Giudice,M.D.,Ph.D., 2010, Endometriosis, The New England Journal of Medicine,
pp 2389-2398.
ASRM page, 2012, Endometriosis and Infertility : a Committe Opinion, Fertility and Sterility
Volume 98, No 3 September 2012, American Society for Reproductive Medicine,
Birmingham,Alabama.
Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham, 2010, Williams
Gynecology,Chapter 10 : Endometriosis , pp 225-243.

56

You might also like