Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Farmasains Vol. 2. No.

6, Oktober 2015

DRUG RELATED PROBLEMS ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID AKUT


DI RS JIWA X JAKARTA

DRUG RELATED PROBLEMS ANTIPSYCHOTIC ON ACUTE PARANOID SCHIZOPHRENIC


PATIENT AT X PSYCHIATRIC HOSPITAL JAKARTA

Numlil Khaira Rusdi1, Agung Nugroho2, Andhi saputra1


1
Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, 2Rumah Sakit Jiwa X Jakarta
numlil_khaira@yahoo.com

ABSTRACT
Irrational use of drugs such as improper indication, dose, and medication of
patients is often encountered in daily practice, both at primary health centers,
hospitals, and private practices. Inaccuracy indication, drug selection, patient
and the dose can cause the failure of therapeutic treatment of patient
schizophrenia. The aim of this study was to evaluate the use of antipsychotic
drugs used on hospitalized acute paranoid schizophrenic patient at X
psychiatric hospital Jakarta period August to December 2014, the drug use
evaluation was measured by the accuracy of indication, drug, dosage and drug
interaction. This research was design with a descriptive and retrospective data
collection. The results showed the amount of sample is 181 patients, with the
male is 77.90% and 22.10% female. Antipsychotic medication usage shows a
typical class of 2.21%, 21.55% atypical group, and the combination of atypical
typical group 76.24%. Drug use evaluation results obtained appropriate
indication as much as 86.82%, 82.14% on the appropriate medication, the
appropriate dosage as much as 94.77%. Based on the drug interactions
evaluation, the number of patients potentially identified drug interactions is
64.60%, with significance level D 5,44%; and X 2,72%.
Keywords: acute paranoid schizophrenia, antipsychotics, DRP

ABSTRAK
Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, tidak tepat
dosis, tidak tepat obat dan tidak tepat pasien sering kali dijumpai dalam praktek
sehari-hari, baik di pusat kesehatan primer (puskesmas), rumah sakit, maupun
praktek swasta. Ketidaktepatan indikasi, pemilihan obat, pasien dan dosis
menjadi penyebab kegagalan terapi pengobatan skizofrenia. Tujuan penelitian
ini untuk mengevaluasi penggunaan obat antipsikotik yang digunakan pasien
skizofrenia paranoid akut rawat inap Rumah Sakit Jiwa X Jakarta periode
Agustus-Desember 2014 dilihat dari ketepatan indikasi, tepat obat, tepat dosis
dan interaksi obat. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pengambilan data secara retrospektif. Hasil penelitian menunjukkan jumlah
sampel penelitian adalah 181 pasien, dengan jenis kelamin laki laki sebanyak
77,90% dan perempuan 22,10%. Gambaran pengobatan antipsikotik
menunjukkan golongan tipikal 2,21%, golongan atipikal 21,55%, dan kombinasi
golongan tipikal-atipikal 76,24%. Hasil evaluasi penggunaan obat didapat
kategori tepat indikasi sebanyak 86,82%, tepat obat sebanyak 82,14%, tepat
dosis sebanyak 94,77%. Berdasarkan evaluasi terhadap interaksi obat
diketahui jumlah pasien yang teridentifikasi interaksi obat adalah 64,60 %,
dengan level signifikansi yang bermakna secara klinis yaitu D 5,44%, dan X
2,72%.
Kata Kunci: skizofrenia paranoid akut, antipsikotik, DRP

PENDAHULUAN perubahan dalam berpikir, suasana hati, atau


Gangguan jiwa adalah suatu kondisi perilaku yang berkaitan dengan stress (Mc
kesehatan yang ditandai dengan adanya Kenzie, 2007). Kasus skizofrenia di negara
Alamat korespondensi : industri adalah 10-70 kasus baru per 100000
tuliskan email dan no. HP corresponding author (tidak penduduk per tahun, dan risiko seumur hidup
harus penulis pertama). Huruf Arial ukuran 10 adalah 0,5-1% (Murray, 2002). Data Riset

275
Drug Related Problems Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia (Numlil Khaira Rusdi, dkk)

Kesehatan Dasar (RISKESDA) tahun 2013 terjadinya interaksi obat dan perburukan
jumlah penderita gangguan jiwa berat/ kepatuhan berobat (Alvina, 2014).
skizofrenia di Indonesia 12 orang dari 1000 Rumah Sakit Jiwa X Jakarta merupakan
warga dan DKI Jakarta 1 orang dari 1000 warga Rumah Sakit Khusus gangguan jiwa yang
(Riskesda, 2013). terdapat di Jakarta sekaligus merupakan Rumah
Skizofrenia diobati dengan antipsikotik, Sakit Jiwa rujukan nasional. Penelitian evaluasi
obat ini juga dinamakan neuroleptika, anti penggunaan obat antipsikotik berupa tepat
skizofrenia, atau transquilizer (Nugroho, 2011). indikasi, tepat obat, tepat dosis dan interaksi
Terapi skizofrenia dengan mengunakan obat obat dari resep pasien skizofrenia paranoid akut
antipsikotik dibagi dalam 3 episode, yaitu terapi rawat inap di Rumah Sakit Jiwa X Jakarta belum
awal selama 7 hari pertama, terapi stabilisasi pernah dilakukan. Oleh karena itu, untuk
selama 6-8 minggu, dan terapi penjagaan menjamin terapi yang optimal dalam
selama 12 bulan setelah membaiknya episode penggunaan obat yang rasional perlu dilakukan
pertama psikotik, sedangkan untuk pasien suatu evaluasi penggunaan obat antipsikotik.
dengan episode akut yang multipel sebaiknya
terapi penjagaan dilakukan minimal selama 5 METODOLOGI
tahun (Dipiro, et. al. 2014). Penggunaan Jenis penelitian yang digunakan dalam
antipsikotik perlu dilakukan pengkajian resep penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
apakah obat yang diresepkan telah tepat dengan pengambilan data secara retrospektif
indikasi, tepat dosis, adanya duplikasi dan efek dan hasil penelitian disajikan secara deskriptif.
samping obat pada pasien. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
Penggunaan obat yang tidak rasional adalah total sampling.
seperti tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, Sampel dalam penelitian ini adalah pasien
tidak tepat obat dan tidak tepat pasien sering skizofrenia paranoid akut yang pertama kali
kali dijumpai dalam praktek sehari-hari, baik di mendapatkan terapi antipsikotik di ruang rawat
pusat kesehatan primer (puskesmas), rumah inap Rumah Sakit Jiwa X Jakarta periode
sakit, maupun praktek swasta. Ketidaktepatan Agustus-Desember 2014, tidak hamil dan tidak
indikasi, pemilihan obat, pasien dan dosis mengalami perubahan diagnose selama di
menjadi penyebab kegagalan terapi pengobatan rawat
skizofrenia. Penelitian yang dilakukan Fitriani Analisa data bertujuan untuk memperoleh
(2011) tentang ketepatan penggunaan gambaran deskriptif tentang penggunaan obat
antipsikotik klozapin pada pasien skizofrenia antipsikotik pada pasien skizofrenia paranoid
dewasa rawat inap di Rumah Sakit Khusus akut rawat inap yang mendapatkan terapi
Daerah Duren Sawit Jakarta Timur periode antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa X Jakarta.
Januari sampai Juni 2010, tidak tepat indikasi Evaluasi penggunaan obat antipsikotik
96,27%, dan polifarmasi 85,05%. Hasil menggunakan literatur Practice Guideline for
penelitian Natari (2012) tentang penggunaan The Treatment of Patients with Schizophrenia,
antipsikotik pada pasien skizofrenia episode PharmacotherapyPathophysiologic Approach,
pertama di Rumah Sakit Jiwa Daerah provinsi dan Lexicom Drug Interaction Program.
Jambi menunjukkan 34,29% regimen terapi
berada di atas rentang dosis rekomendasi. HASIL DAN PEMBAHASAN
Fahrul (2014) melaporkan hasil rasionalitas Karakteristik Pasien
pengobatan yang didapatkan : tepat indikasi
Karakteristik pasien yang didapat dari
100%, tepat obat 90,4%, tepat pasien 87,8%,
penelitian meliputi jenis kelamin dan usia dari
tepat dosis 81,6%, dan tepat frekuensi
pasien skizofrenia paranoid akut rawat inap di
pemberian antipsikotik 90,4% di instalasi rawat
Rumah Sakit Jiwa X Jakarta.
inap jiwa Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi
Sulawesi Tengah Periode JanuariApril 2014. 1. Jenis kelamin
Prevalensi polifarmasi antipsikotik Dari hasil pengumpulan data (tabel 1)
mencapai 7% - 50%. Hal ini masih terjadi, didapatkan jenis kelamin laki laki sebanyak
berdasarkan evidence based medicine 141 orang (77,90%) dan perempuan 40 orang
direkomendasikan menggunaan kombinasi (22,10%). Data ini sesuai teori yang
antipsikotopik setelah pemberian antipsikotik menyatakan prognosis atau perjalanan penyakit
monoterapi gagal, termasuk klozapin. pada laki-laki lebih buruk dibandingkan pada
Penggunaan obat kombinasi kemungkinan akan penderita perempuan. Penyebabnya karena
meningkatkan efek samping obat. Penggunaan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh dari
kombinasi antipsikotik juga meningkatkan risiko dalam diri sendiri. Jumlah penderita skizofrenia
berjenis kelamin wanita lebih sedikit daripada

276
Farmasains Vol. 2. No. 6, Oktober 2015

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Jenis kelamin Tabel 2. Jenis Antipsikotik yang Digunakan
dan Usia Pasien Skizofrenia pada Pasien Skizofrenia Paranoid
Paranoid Akut Rawat Inap Rumah Akut Periode Agustus-Desember
Sakit Jiwa X Periode Agustus 2014
Desember 2014 Kategori Jumlah
No Persentase
Frekuensi Persentase Pengobatan Pasien
Jenis Kelamin 1 Tipikal 4 2,21 %
1 Laki-Laki 141 77,90% 2 Atipikal 39 21,55 %
2 Perempuan 40 22,10% 3 Tipikal-Atipikal 138 76,24 %
Jumlah 181 100% Jumlah 181 100 %
paranoid akut rawat inap di Rumah Sakit Jiwa X
Usia Jakarta Periode Agustus-Desember 2014
1 12-20 4 2,21% adalah risperidon. Risperidon merupakan
2 21-40 129 71,27% golongan atipikal dari benzisoksazol yang
3 41-65 47 25,97% diindikasikan untuk terapi skizofrenia baik gejala
4 >65 1 0,55% negatif maupun positif. Efek samping
Jumlah 181 100% ekstrapiramidal lebih ringan daripada golongan
tipikal (Elvira, 2013).

laki-laki karena pengaruh antidopaminergik Ketepatan Penggunaan Antipsikotik


estrogen yang dimiliki oleh wanita (Holan, 1. Ketepatan indikasi
2014). Estrogen memiliki efek pada aktivitas Menurut literatur yang digunakan, hasil
dopamin di nukleus akumben dengan cara pengamatan rekam medis dari 181 pasien
menghambat pelepasan dopamin. Peningkatan skizofrenia paranoid akut rawat inap di Rumah
jumlah reseptor dopamin di nukleus kaudatus, Sakit Jiwa X Jakarta periode Agustus
akumben, dan putamen merupakan etiologi Desember 2014 menunjukkan pemberian
penyebab terjadinya skizofrenia (Elvira, 2013). antipsikotik kepada pasien menurut kategori
2. Usia tepat indikasi sebanyak 86,82 % (tabel 3). Obat
Dari hasil pengumpulan data (tabel 1) dikatakan tepat indikasi jika diberikan sesuai
didapatkan klasifikasi usia pasien skizofrenia indikasi dan diagnosa dengan pilihan obat yang
paranoid akut terbanyak yaitu kelompok usia mempertimbangkan efek klinis yang diharapkan.
dewasa muda 21-40 tahun sebanyak 129 orang Klozapin tidak diindikasikan untuk pengobatan
(71,27%). Hal ini dikarenakan pada usia lini pertama skizofrenia akut (Lehman, 2004).
tersebut merupakan usia produktif, untuk Klozapin diindikasikan pada pasien yang tidak
mendapatkan penghasilan dan juga rentang merespon atau intoleran dengan obat
umur yang mempunyai resiko tanggung jawab antipsikotik konvensional (BPOM, 2008).
yang tinggi dalam sebuah keluarga . Selain itu Asosiasi Obat dan Makanan Amerika Serikat
penyebab skizofrenia bersifat multikompleks, menyetujui indikasi penggunaan klozapin untuk
seperti ketidak seimbangan neurotransmitter di mengobati pasien skizofrenia yang mengalami
otak, faktor edukasi dan perkembangan mental kegagalan dalam pengobatan menggunakan
sejak masa anak anak, stressor psikososial antipsikotik lainnya, untuk mengurangi resiko
berat yang menumpuk, dengan sifat perjalanan bunuh diri, dan gangguan skizoafektif (Mueser
penyakit yang progresif, cenderung menahun, dan Jeste, 2008) serta klozapin merupakan
kronik, eksaserbasi (Pilpala, 2013), sehingga pilihan untuk pengobatan skizofrenia refraktori
menyebabkan kualitas dan produktivitas akan dimana resistensi pengobatan terjadi (Taylor,
terganggu berdampak buruk pada diri maupun 2009).
lingkungan sekitar. Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan
Gambaran Penggunaan Antipsikotik Persentase Ketepatan Penggunaan
Antipsikotik Berdasarkan
Hasil penelitian ini menunjukkan
Ketepatan Indikasi Periode
penggunaan antipsikotik atipikal tunggal
Agustus-Desember 2014
21,55%, antipsikotik tipikal 2,21% dan
Frekuensi
kombinasi antipsikotik atipikal-tipikal sebanyak No Keterangan Persentase
(Antipsikotik)
76,24% (tabel 2). Antipsikotik golongan tipikal
yang diresepkan diantaranya adalah haloperidol 1 Tepat 382 86,82%
sedangkan antipsikotik atipikal yang paling 2 Tidak Tepat 58 13,18%
banyak digunakan pada pasien skizofrenia Jumlah 440 100%
277
Drug Related Problems Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia (Numlil Khaira Rusdi, dkk)

Tabel 4. Distribusi Ketepatan Penggunaan Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan


Antipsikotik Berdasarkan Persentase Ketepatan
Ketepatan Obat Antispikotik Penggunaan Antipsikotik
Periode Agustus-Desember 2014 Berdasarkan Ketepatan Dosis
Frekuensi Periode Agustus-Desember 2014
No Keterangan Persentase
(antispikotik) Frekuensi
No Keterangan Persentase
1 Tepat 357 82,14% (antispikotik)
2 Tidak Tepat 83 17,86% 1 Tepat 417 94,77 %
Jumlah 440 100% 2 Tidak Tepat 23 5,23 %
Jumlah 440 100%
Obat yang tidak tepat indikasi adalah
penggunakan klozapin. Asosiasi Obat dan tepat dosis sebanyak 94,77 % dan tidak tepat
makanan Amerika Serikat mengindikasikan dosis sebanyak 5,23% (tabel 5).
Klozapin yaitu pada pasien yang tidak respon Pemberian kombinasi antipsikotik
atau intoleran terhadap antipsikotik, mengalami trifloperazin 5 mg dan klorpromazin 100 tidak
kegagalan dalam pengobatan menggunakan tepat, sebaiknya dilakukan pengurangan dosis
antipsikotik lain dan mengurangi resiko bunuh atau salah satu ditiadakan karena pemberian
diri. Pada penelitian ini tidak ada data yang kombinasi antipsikotik dalam satu golongan
menunjukkan kegagalan terapi, resiko bunuh fenotiazin biasanya memiliki efek yang sama
diri, dan resisten terhadap pengobatan dan berisiko memiliki efek samping
antipsikotik konvensional. Salah satu faktor ekstrapiramidal yang sama (Dipiro, et. al. 2014).
yang menyebabkan klozapin juga tidak dapat Hasil penelitian ini diperoleh aripiprazol
diberikan pada pasien skizofrenia episode diberikan dengan dosis yang tidak tepat pada
pertama adalah efek samping yang timbul yaitu pasien usia lanjut. Aripiprazol memiliki waktu
agranulositosis (Freedman, 2003). paruh yang lebih panjang yaitu sekitar 75 jam.
2. Ketepatan obat Antipsikotik aman digunakan untuk pasien
Pemilihan antipsikotik mempertimbangkan usia lanjut jika digunakan dosis yang lebih
tanda-tanda klinis dari pasien, profil khasiat, rendah daripada dosis yang digunakan pada
dan efek samping dari obat-obat yang pasien usia dewasa muda (Lehman, 2004).
digunakan. Hasil pengamatan rekam medis dari Pasien usia lanjut membutuhkan dosis
181 pasien skizofrenia paranoid akut rawat inap antipsikotik lebih rendah karena beberapa
yang mendapatkan terapi antipsikotik di Rumah alasan antara lain penurunan klirens ginjal,
Sakit Jiwa X Jakarta menunjukkan pemberian penurunan cardiac output, penurunan fungsi
antipsikotik kepada pasien menurut kategori liver, penurunan P450 dan lebih sensitif untuk
tepat jenis obat sebanyak 82,14% dan tidak gejala ekstrapiramidal (Elvira, 2013).
tepat obat sebanyak 17,86% (tabel 4). 4. Gambaran interaksi obat
Hasil penelitian ini menunjukkan yang Berdasarkan hasil pengamatan melalui
tidak termasuk dalam ketidaktepatan program interaksi obat Lexicom, didapatkan
penggunaan jenis obat adalah penggunaan adanya kejadian interaksi obat sebanyak 772
klozapin dan pemberian obat antipsikotik dalam kasus (64,60%) dan kejadian obat yang tidak
satu golongan yang sama yaitu kombinasi berinteraksi sebanyak 423 kasus (35,40%).
haloperidol dan klorpromazin serta trifloperazin
dan klorpromazin. Pemilihan klozapin tidak tepat a. Kejadian interaksi obat pada pasien
obat karena klozapin digunakan untuk skhizofrenia
pengobatan skizofrenia yang telah resisten Berdasarkan kejadian interaksi obat, dari
(Lehman, 2004). Adanya pemberian obat 181 total pasien terdapat kejadian interaksi obat
antipsikotik dalam satu golongan yang sama sebanyak 772 kasus (64,60%) (tabel 6).
selain tidak memberi keuntungan justru
meningkatkan risiko efek samping yang dapat Tabel 6. Distribusi Pasien Berdasarkan
membahayakan pasien (Fakhrul, 2014). Kejadian Interaksi Obat
3. Tepat dosis No Kategori Jumlah Persentase
Hasil pengamatan rekam medis dari 181 1. Ada Interaksi 772 64,60 %
pasien skizofrenia paranoid akut rawat inap Obat
yang mendapatkan terapi antipsikotik di Rumah 2. Tidak Ada 423 35,40 %
Sakit Jiwa X Jakarta menunjukkan pemberian Interaksi Obat
antipsikotik kepada pasien menurut kategori Total 1.195 100 %

278
Farmasains Vol. 2. No. 6, Oktober 2015

b. Mekanisme interaksi obat & level C, D dan X. Level signifikansi A yaitu data
signifikansi belum menunjukan interaksi baik interaksi
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi farmakokinetik/ farmakodinamik. Level
antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, signifikansi B (Tidak dibutuhkan aksi) yaitu data
tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama menunjukan bahwa dua obat yang ditentukan
sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau dapat berinteraksi satu sama lain, tapi sedikit
antagonistik tanpa ada perubahan kadar plasma atau tidak ada bukti klinis yang disebabkan dari
ataupun profile farmakokinetik lainnya. Berbeda penggunaan bersama. Level signifikansi C yaitu
dengan mekanisme interaksi farmakokinetik data menunjukan bahwa dua obat yang
yang terjadi jika salah satu obat mempengaruhi ditentukan dapat berinteraksi satu sama lain
absorpsi, distribusi, metabolisme, atau eksresi secara klinis. Manfaat penggunaan seiring dua
obat kedua, sehingga kadar plasma obat kedua obat ini biasanya lebih besar daripada risiko.
meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi Sebuah pemantauan yang tepat harus
peningkatan toksisitas atau penurunan dilaksanakan untuk mengidentifikasi dampak
efektivitas obat tersebut (Lexicom, 2015). negatif potensial. Penyesuaian dosis mungkin
Hasil penelitian (tabel 7) menunjukkan diperlukan pada sebagian kecil pasien. Level
mekanisme interaksi obat secara signifikansi D data menunjukkan bahwa dua
farmakodinamik yaitu 88,47%, interaksi obat dapat berinteraksi satu sama lain secara
berdasarkan farmakokinetik yaitu 11,53%. klinis. Penilaian pasien harus dilakukan untuk
Contoh interaksi obat secara farmakodinamik menentukan apakah manfaat dari terapi
pada pasien skizofrenia rawat inap didominasi bersamaan lebih besar daripada resiko.
oleh kombinasi pemberian triheksipenidil dan Tindakan tertentu harus diambil dalam rangka
risperidone yaitu sebesar 142 kasus (20,79%) mewujudkan manfaat/meminimalkan toksisitas
dari total sampel interaksi farmakodinamik yang yang disebabkan dari penggunaan bersamaan.
terjadi. Triheksipenidil bekerja dengan Tindakan ini mungkin termasuk pemantauan
mengurangi aktifitas kolinergik yang berlebihan, agresif, perubahan dosis empirik, memilih agen
efektif untuk pengobatan yang menimbulkan alternatif. Level signifikansi X data menunjukan
gangguan ekstrapiramidal sehingga dapat bahwa dua obat yang ditentukan dapat
mengontrol efek samping dari pengobatan berinteraksi satu sama lain secara klinis. Efek
antipsikotik. Meskipun antipsikotik dengan yang ditimbulkan terkait dengan penggunaan
antimuskarinik telah digunakan bersama sama obat bersamaan ini umumnya dianggap kontra
secara klinis karena menguntungkan tetapi indikasi (Lexicom, 2015).
interaksi yang terjadi antara kedua nya Pada hasil penelitian ini (tabel 8) tingkat
tergolong dalam terapi monitoring. Contoh signifikansi yang banyak terjadi adalah tingkat
interaksi obat dengan mekanisme secara signifikansi C sebanyak 91,19%. Manfaat
farmakokinetika yaitu penggunaan clozapine penggunaan kombinasi dua obat ini biasanya
dengan ciprofloxacine menyebabkan lebih besar dari resiko. Tingkat signifikansi D
konsentrasi serum clozapine meningkat sebanyak 5,44% didominasi oleh penggunaan
sebanyak dua kali lipat dengan adanya clozapine bersama dengan lorazepam (23
ciprofloxacine. Mekanisme diduga melibatkan kasus) dipertimbangan agar mengurangin
enzim CYP1A2, dimana ciprofloxacine dosis/mungkin menghentikan benzodiazepine
menghambat metabolisme clozapine sebelum memulai clozapine, karena dapat
menyebabkan peningkatan kadar clozapine di mengakibatkan depresi pernafasan dan
darah. hipotensi (Lexicom, 2015). Jika terpaksa harus
diberikan maka monitor secara ketat tekanan
c. Level signifikansi
Level signifikansi menurut Lexicom
Tabel 8. Distribusi Pasien Berdasarkan
(2015), dibagi atas 5 yaitu level signifikansi A, B,
Tingkat Signifikansi Interaksi
Tabel 7. Distribusi Pasien Berdasarkan Obat
Mekanisme Interaksi Obat Tingkat Jumlah
Presentase
Mekanisme Jumlah Signifikansi Kasus
No. Persentase
Interaksi Kasus A 1 0,14 %
1 Interaksi 683 88,47% B 4 0,51 %
Farmakodinamik C 704 91,19 %
2 Interaksi 89 11,53% D 42 5,44 %
Farmakokinetik
X 21 2,72 %
Total 772 100% Jumlah 772 100 %

279
Drug Related Problems Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia (Numlil Khaira Rusdi, dkk)

darah dan fungsi sistem pernafasan. Fakhrul. 2014. Rasionalitas Penggunaan


Tingkat signifikansi X sebanyak 2,72% Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia di
dimana risiko terkait penggunaan kombinasi ini Instalasi Rawat Inap Jiwa Rumah Sakit
biasanya lebih besar dari pada manfaatnya. Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah
Kombinasi ini umumnya dianggap Periode Januari-April 2014. Online Jurnal
kontraindikasi. Pemakaian clozapine dengan of Natural Science.Vol.3(2): 18-29
ciprofloxacine menyebabkan konsentrasi serum Agustus 2014. Diakses 16 Februari 2015.
clozapine meningkat sebanyak dua kali lipat Fitriani, R. 2011. Pola Penggunaan Antipsikotik
dengan adanya ciprofloxacine. Mekanisme Klozapin Pada Pasien Skizofrenia Rawat
diduga melibatkan enzim CYP1A2, Inap Di Rumah Sakit Khusus Daerah
ciprofloxacine adalah CYP1A2 inhibitor kuat dan Duren Sawit Jakarta Timur Periode
clozapine adalah substrat CYP1A2 utama. Januari Juni 2010.Skripsi. Fakultas
Direkomendasikan pengurangan dosis Farmasi Uhamka, Jakarta.
clozapine sepertiga dari dosis asli saat Freedman. 2003.Schizophrenia. Dalam The
menambahkan CYP1A2 inhibitor yang kuat New England Journal of Medicine.
seperti ciprofloxacine. Dianjurkan University of Colorado, Denver. Halm.349
mengembalikan dosis clozapine ketika Lehman. 2004. Practice Guideline for The
pemakaian ciprofloxacine dihentikan (Lexicom, Treatment of Patients with Schizophrenia.
2015). (2nd ed). American Psychiatric
Association. Arlington.
KESIMPULAN Lexicom Drug Interaction Program. 2015.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan www.update.com
evaluasi ketepatan penggunaan antipsikotik Mc Kenzie, James F. (2007). Kesehatan
menurut kategori tepat indikasi sebanyak Masyarakat Suatu Pengantar, edisi 4.
86,82%, tepat obat sebanyak 82,14%, tepat EGC. Jakarta. Hlm 360-365
dosis sebanyak 94,77% dan interaksi obat yang Mueser, K.T. and Jeste D.V. 2008. Clinical
bermakna secara klinis adalah interaksi obat Handbook of Schizophrenia. The Guilford
kategori D 5,44 % dan X 2,72%. Press. Newyork. Halm 179
Murray. 2002. An Atlas of Schizophrenia. The
SARAN Parthenon Publishing Group, Newyork.
Perlu dilakukan penelitian dengan metode Halm. 8
prospektif untuk mengevaluasi obat yang Natari, B.R. 2012. Evaluasi Penggunaan Obat
diberikan dan mencegah kemungkinan Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia
terjadinya interaksi obat yang bermakna secara Episode Pertama. www.Digilib.itb.ac.id.
klinis. Diakses 12 Maret 2015
Nugroho. 2011. Farmakologi: Obat obat
DAFTAR PUSTAKA Penting dalam Pembelajaran Ilmu
Alvina. 2014. Gambaran Pola Peresepan dan Farmasi dan Dunia Kesehatan. Pustaka
Alasan Perubahan Terapi Pada Pasien Pelajar, Yogyakarta. Halm.6769
Skizofrenia di Poli Jiwa Dewasa RSCM. Pilpala, T. 2013. Terapi Supportif dan
Tesis. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Psikoedukasi Untuk Meningkatkan
Hal. 22 Pemahaman Diri pada Penderita
BPOM RI. 2008. IONI : Informatorium Obat Skizofrenia Paranoid. Dalam: Procedia
Nasional Indonesia. Badan Pengawas Studi Kasus dan Intervensi Psikologi.
Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta. Vol 1.Halm 46-51
Dipiro, et. al. 2014. Pharmacotherapy A Riskesda, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Pathophysiologic Approach, Ninth Edition. Dasar 2013 oleh Badan Penelitian dan
The McGraw-HillCompanies, United Pengembangan Kesehatan.
States of America. www.labdata.litbang. depkes.go.id
Elvira, D.S. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Taylor. 2009. The Maudsley Prescribing
Kedokteran Universitas Indonesia, Guidelines Ten Edition. Informa
Jakarta. Hal. 177-195 Healthcare, London. Halm. 54

280

You might also like