Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Media Peternakan, Desember 2004, hlm. 111-122 Vol. 27 N0.

3
ISSN 0126-0472

Tingkah Laku Makan Kambing Lokal Persilangan yang


Digembalakan di Lahan Gambut: Studi Kasus
di Kalampangan, Palangkaraya,
Kalimantan Tengah

R. Setianaha, S. Jayadib, & R. Hermana


a
Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakutas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
b
Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, Fakultas Peternakan, IPB Bogor 16680
(Diterima 13-08-2004; disetujui 03-11-2004)

ABSTRACT

Central Kalimantan is one of the province passed by equator line. The temperature is
relatively hot, during the day time is 32 oC and 23 oC during night time. The average rainfall
index is 1900-3100 mm per year. This province has remarkably wide peatland area with
strong acidity, high organic matter, and low fertility for plant cultivation. Various existing
vegetation can be used as feed. Goats are able to utilize many type of grasses, leaves and tree
bark. They have high ability to adapt various environments and eat many type of plants. Due
to their browsing ability, goats can utilize tall bushes. The objective of this experiment was to
study grazing behaviour of Crossed Local goats. The Pattern of grazing behaviour of goats
can be used as a basis for managing animals and range land on the peatland areas. The
experiment used 5 male goats aged 8-12 months and 5 females aged 10-24 months. Recording
methode used One Zero with 15 minutes intervals. Data were analysed using Comparison of
Two Samples or t-Test (t student) at level 5%. Result of research indicated that the goat
activity in day time (09.00-16.00) was dominated by grazing activity (male 66,28%, female
60,82%). The goats spent more time for eating in the morning and evening (09.00-10.00 and
13.00-16.00). Grazing rumination and resting activities during investigation between male and
female were not significantly different. Browsing is the most activity observed compared to
other activities. Crop types are diverse in peatland areas. The result show that sasendok
vegetation (Plantago mayor), Delingu (Dianella ensifolia sp.) and Kelakai (Stenochlaena
palustris) were the most preferred vegetation by the goats on the peatland areas.

Key words: grazing behaviour, Crossed Local goats, peatland

PENDAHULUAN sepanjang tahun. Udaranya relatif panas dan


pada siang hari mencapai 32 oC dan malam hari
Kalimantan Tengah adalah salah satu 23 oC. Rata-rata curah hujan per tahunnya
provinsi yang dilewati katulistiwa, sehingga relatif tinggi, yaitu mencapai 1900-3100 mm
mendapat penyinaran matahari lebih dari 50% (Limin, 2002). Wilayah ini memiliki lahan

Edisi Desember 2004 111


SETIANAH ET AL. Media Peternakan

gambut yang cukup luas. Gambut mengandung rupakan induk yang sudah beranak. Bobot hidup
bahan organik tinggi yang diakibatkan jantan rata-rata 15,4 kg dan betina 17,6 kg.
lingkungan anaerob (selalu tergenang air), Lahan gambut yang digunakan sebagai
sehingga memungkinkan terjadinya habitat penggembalaan seluas 3 ha, dibagi
penumpukan bahan organik yang sukar melapuk menjadi 12 pedok (unit areal penggembalaan)
(Rismunandar, 2001). masing-masing berukuran 50x50 m2. Ketebalan
Salah satu kemampuan yang tidak dimiliki lahan gambut yang digunakan berkisar antara
ternak lain (domba, sapi) bahwa kambing dapat 1,5 sampai 3 m.
mengkonsumsi daun-daunan, semak belukar, Vegetasi yang ada di lahan gambut
tanaman ramban dan rumput yang sudah tua (Yamada, 2002) terdiri atas ramin (Gonystylus
dan berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut bancanus), jongkong (Dactylocladus
dapat dimanfaatkan secara efisien, sehingga stenostachys), meranti lop (Shorea scabrida),
kambing dapat beradaptasi pada lingkungan meranti lilin (Shorea teysmannina), meranti
yang kurang pakan (Devendra, 1978). buaya (Shorea rugosa var. uliginosa), meranti
Kemampuan tersebut merupakan suatu potensi paya (Shorea platycarpa), kapur paya
penting untuk terus dikembangkan. Oleh karena (Dryobalanops rappa), sepetir paya
itu, kambing dicoba dipelihara dengan cara (Copaifera palustris), semayor (Shorea
digembalakan di lahan gambut. inaequilateralis), jelutong (Dyera lowii),
Pemeliharaan kambing di lahan gambut perupok (Lophopetalum multinervium), durian
memerlukan manajemen yang baik untuk burong (Durio carinatus), geronggang paya
mencapai peningkatan produktivitas. Pola dasar (Cratoxylon arborescens), geronggang
tingkah laku ternak sangat penting untuk padang (Cratoxylon glaucum), bintangor
diketahui dalam pengelolaannya. Memahami (Calophyllon spp.), terentang (Campnosper-
pola tingkah laku normalnya dapat ma cariacea). Paryadi (2002) menambahkan
mempermudah dalam peningkatan pengelolaan lagi sasendok (Plantago mayor), kelakai
ternak. (Stenochlaena palustris), pakis (Asplenium
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari nidus), karamunting (Malastoma candidum),
tingkah laku makan kambing Lokal Persilangan. akasia (Acacia sp.), delingu, lombok-lombokan.
Pola tingkah laku makan kambing tersebut Jenis vegetasi yang biasa dimakan kambing
dapat dijadikan sebagai dasar untuk memper- (Paryadi, 2002) adalah sasendok, kelakai,
baiki manajemen pemeliharaannya yang lombok-lombokan, pakis, delingu. Jenis vegetasi
digembalakan di lahan gambut. yang paling disukai kambing adalah sasendok,
kelakai, lombok-lombokan, delingu.
MATERI DAN METODE Variasi vegetasi di tiap pedok
penggembalaan relatif sama. Ternak diberikan
Penelitian ini dilaksanakan di lahan penambahan zat makanan berupa UMB (Urea
gambut Desa Kalampangan, Kecamatan Molases Block) yang mengandung Ca dan Mg.
Pahandut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Ternak kambing percobaan dipelihara
Pelaksanaannya berlangsung selama tiga bulan, dengan sistem penggembalaan rotasi dalam 12
dari pertengahan bulan Maret sampai dengan pedok. Masa penggembalaan di setiap pedok
pertengahan bulan Juni 2003. selama 10 hari dan batas pedok pada saat
Ternak yang digunakan adalah 10 ekor digembalakan menggunakan pagar listrik
kambing Lokal Persilangan terdiri atas lima ekor (bertegangan 9 sampai 12 volt).
jantan umur 8-12 bulan yang merupakan anak Kandang yang digunakan berupa
kambing dari tujuh ekor yang tersedia dan lima kandang panggung yang ditempatkan di dalam
ekor betina dewasa umur 18-24 bulan yang me pedok. Ukurannya, yaitu 200 x150 cm, tinggi

Edisi Desember 2004 112


Vol. 27 No. 3 TINGKAH LAKU MAKAN

kaki kandang 50 cm. Kandang tersebut dapat Pencatatan tingkah laku makan dilakukan
dipindah-pindahkan, berfungsi sebagai tempat dengan metode One Zero interval 15 menit.
istirahat, dan berteduh dari keadaan cuaca yang Tahapan tingkah laku diberi nilai satu bila
kurang baik (hujan, kedinginan). Tempat minum dilakukan dan nol bila tidak dilakukan, dalam
diletakkan di dekat kandang yang diisi campuran selang waktu 15 menit. Pengamatan tersebut
air garam dapur dengan kapasitas lima liter. dilakukan dalam lima kali ulangan untuk setiap
Peralatan pendukung lainnya terdiri atas: individu berbeda. Tingkah laku yang diamati
1) stop watch untuk mengukur durasi/lamanya dibedakan dalam aktivitas makan, ruminasi dan
aktivitas tingkah laku makan, 2) termometer istirahat. Aktivitas makan terdiri atas: 1) aktivitas
dengan satuan celcius digunakan untuk mencium hijauan yaitu awal aktivitas mencium
mengukur suhu lingkungan, 3) timbangan 100 hingga kambing mulai melakukan aktivitas
kg digunakan untuk menimbang ternak, 4) lainnya, 2) aktivitas merenggut makanan yaitu
kamera digunakan untuk mendokumentasikan awal perenggutan hijauan hingga diangkat untuk
gambar selama penelitian, 5) daftar isian dan dikunyah , 3) aktivitas mengunyah makanan yaitu
alat tulis-menulis. aktivitas yang dimulai dari hasil perenggutan
hijuauan yang telah dikumpulkan di dalam mulut,
hingga melakukan aktivitas menelan , 4) aktivitas
Perlakuan
menelan makanan yaitu aktivitas yang dimulai
dari menelan hasil kunyahan hingga aktivitas
Masing-masing kambing diberi nomor dari
lainnya. Aktivitas ruminasi terdiri atas: 1)
satu sampai sepuluh. Nomor satu sampai lima
aktivitas mengeluarkan bolus yaitu aktivitas yang
untuk kambing jantan dan enam sampai sepuluh
dimulai dari dikeluarkan bolus dari rumen
untuk kambing betina. Dalam pengambilan data,
menuju ke mulut hingga kambing melakukan
antara kambing jantan dan betina tidak aktivitas mengunyah bolus, 2) aktivitas
dikelompokkan secara terpisah tetapi disatukan. mengunyah bolus, yaitu aktivitas yang dimulai
Kambing dibiarkan bebas merumput dalam dengan mengunyah bolus yang telah dikeluarkan
pedok, pintu kandang dibiarkan terbuka selama dari rumen ke mulut hingga aktivitas menelan
24 jam agar kambing dapat bebas keluar- beberapa bolus, 3) aktivitas menelan bolus yaitu
masuk. Air minum dicampur dengan garam aktivitas yang dimulai dari bolus yang langsung
dapur, diberikan ad libitum dan tidak diberi ditelan setelah dikeluarkan dari rumen ke mulut
pakan tambahan. atau menelan bolus yang melalui proses
Mengetahui pola tingkah laku makan pengunyahan hingga aktivitas mengeluarkan
dibutuhkan pengamatan tingkah laku pada bolus kembali.
frekuensi waktu makan siang hari dari pukul Hasil pencatatan tingkah laku, dihitung
09.00-16.00, berdasarkan hasil penelitian berdasarkan proporsi frekuensi yang terjadi
Paryadi (2002), yang menyatakan bahwa selama interval tertentu dengan membagi jumlah
aktivitas selama 12 jam (06.00-18.00) tingkah laku yang teramati dalam interval
menunjukkan antara pukul 09.00-16.00 aktivitas dengan jumlah tingkah laku keseluruhan atau
makan dominan dilakukan. Pengamatan dengan rumus:
tersebut dilakukan sebanyak tiga kali dalam
setiap pedok (10 hari penggembalaan) dengan Tingkah Laku = X x 100%
selang waktu satu sampai tiga hari. Setelah 10 Y
hari digembalakan pada pedok pertama, maka Keterangan:
kambing tersebut dipindahkan ke pedok X = frekuensi suatu tingkah laku tertentu
selanjutnya. Lamanya penggembalaan dalam tujuh jam per individu
didasarkan pada perkiraan kapasitas tampung Y = frekuensi keseluruhan tingkah laku yang
dalam menyediakan hijauan. diamati dalam tujuh jam per individu

Edisi Desember 2004 113


SETIANAH ET AL. Media Peternakan

Data untuk menguji dua nilai tengah grafik. Penyajian secara deskriptif untuk
antara jantan dan betina dengan jumlah yang menguraikan tingkah laku umum dan makan.
sama, dianalisa dengan menggunakan
Comparison of two samples atau Uji t (t HASIL DAN PEMBAHASAN
student) pada taraf 5%. Persamaannya adalah
sebagai berikut (Steel & Torrie, 1984): Lokasi Penelitian
2

2
Desa Kalampangan, Kecamatan
Yj Yb
Pahandut terletak antara 2o19-2o21 LS dan
Y 2 j 2 b
+ Yb
j nj nb 114o00-114o03 BT. Desa ini menempati luas
S2 =
j b

2(n 1) lahan sekitar 5000 ha yang terdiri atas


pemukiman penduduk, ladang, semak belukar
2s 2 y j yb
Sy = t= dan hutan sekunder yang terbentuk akibat
j yb
n Sy terbakarnya hutan primer.
j yb

Desa Kalampangan di dominasi oleh


Y j
2
= data pengamatan kambing jantan penduduk hasil transmigrasi yang berasal dari
j Jawa. Mata pencahariannya adalah bercocok

Y
tanam sebagai petani, buruh dan pegawai negeri
b
2
= data pengamatan kambing betina
b
sipil (Widjaja & Firmansyah, 2002). Kondisi
2
tersebut oleh sebagian besar masyarakat
digunakan untuk bercocok tanam sayur-mayur,
j
nanas, buah-buahan, dan jagung. Beternak
j =Yj = rataan data pengamatan kambing jantan
nj merupakan pekerjaan sampingan. Ternak yang
2 dipelihara adalah kambing, sapi dan ayam.

Yb Kambing dikandangkan dan diberi makan
b =Yb = rataan data pengamatan kambing betina secara intensif tiap pagi dan sore. Pakan berupa
nb
tanaman semak yang dikenal masyarakat
n j = jumlah contoh kambing jantan dengan nama sasendok. Tanaman tersebut
disamping paling disukai juga mudah diperoleh.
nb = jumlah contoh kambing betina Keadaan iklim di lokasi penelitian
memperlihatkan kisaran suhu udara terendah
SY j Yb = Simpangan baku
mencapai 22-25oC (pukul 05.00-08.00) dan
S 2 = ragam kisaran suhu tertinggi mencapai 30-34 oC
= taraf pada 5% (11.00-14.00). Berdasarkan data Stasiun
Meteorologi Tjilik Riwut Palangkaraya selama
Koefisien Keragaman (KK) dihitung delapan tahun, curah hujan mencapai antara
berdasarkan rumus sebagai berikut : 1900-3100 mm/tahun.
Vegetasi di lokasi penelitian dapat dibagi
SD menjadi beberapa bagian yaitu perdu, pakis,
KK = x 100%
x rumput dan pohon. Tingkat palatabilitas pada
SD = simpangan baku kambing yang mengkonsumsi vegetasi tersebut
dikelompokkan menjadi:
x = rataan
1) Vegetasi yang paling disukai adalah:
Data yang diperoleh akan disajikan dan a) sasendok atau uyah-uyahan (Plantago
dianalisis secara deskriptif, persentase dan mayor), tergolong tanaman perdu,

Edisi Desember 2004 114


Vol. 27 No. 3 TINGKAH LAKU MAKAN

tingginya bervariasi antara 30-200 cm, d) asem-aseman (Ploiarium alternifo-


bentuk batang bulat silinder, permukaan lium), tergolong perdu, batang berkayu
batang agak licin dengan arah tumbuh dengan arah tumbuh tegak ke atas.
batang tegak lurus ke atas, batang Daun memanjang dengan ujung
tergolong batang rumput yang tidak meruncing. Warna daun hijau
keras dan bergetah putih. Sasendok kekuningan dengan permukaan hijau
mempunyai daun berukuran kecil, tepi mengkilat.
daun rata, warnanya hijau dan terdapat 3) Vegetasi yang kurang disukai adalah:
bintik-bintik putih dengan permukaan a) pakis (Asplenium nidus), terdiri atas
yang licin dan mengkilap. Warna beberapa jenis, tinggi dapat mencapai
buahnya yang hijau muda dan setelah dua meter, permukaan batang agak
tua menjadi merah; berbulu dengan arah tumbuh tegak
b) delingu (Dianella ensifolia sp.), lurus. Daun berwarna hijau dengan
tergolong rumput. Tanaman ini permukaan ditumbuhi bulu halus; dan
mempunyai tinggi tidak sampai 50 cm, b) bajakah, tergolong tanaman perdu, arah
daunnya berpelepah dan panjang tumbuh batang membelit atau menjalar.
seperti daun jagung; dan
Daun berwarna hijau dengan
c) kelakai (Stenochlaena palustris)
permukaan licin mengkilap.
adalah jenis pakis, tinggi hampir satu
meter, percabangan dengan stolon.
Kondisi Ternak
Daunnya berbentuk panjang, ujung
daun runcing dengan tepi bergerigi.
Kambing diperoleh dari penduduk sekitar
Daun berwarna merah saat muda
dengan batang mudah patah dan dapat lokasi penelitian dan dipelihara secara intensif
digunakan sebagai sayur-sayuran yang dikandang, sehingga sudah terbiasa dengan
dapat dikonsumsi oleh penduduk. pakan yang disukai dan selalu disediakan.
2) Vegetasi yang hanya dikuliti batangnya Ternak tersebut terdiri atas delapan ekor betina
adalah: dan satu ekor pejantan dengan umur seragam
a) geronggang (Cratoxylon sp.), yaitu satu tahun pada bulan Desember tahun
termasuk pohon, ketinggiannya 2001, sehingga pada pertengahan tahun 2003
mencapai tiga meter, batangnya berumur sekitar 2,5 tahun (3 pasang gigi seri
bergetah, daun berukuran kecil dengan dewasa). Tahun 2003, kambing tersebut
ujung runcing dan tepi daun rata; berjumlah 15 ekor, terdiri atas tujuh ekor induk,
b) lombok-lombokan (Clerodindrum), satu ekor pejantan, dua ekor anak betina dan
tergolong perdu, mempunyai kambiun, lima ekor anak jantan.
tumbuh tegak, tinggi mencapai dua
meter. Daun berukuran lebar, tepinya Tingkah Laku Makan
rata, permukaan agak berbulu dan
berkerut seperti daun bayam; Pengamatan tingkah laku makan pada
c) karamunting (Malastoma candidum), kambing meliputi aktivitas makan dan ruminasi.
tergolong perdu, tinggi dapat mencapai Hasil penelitian Paryadi (2002) pada kambing
1,5 m, batang berkayu dengan di lahan gambut selama 12 jam (06.00-18.00)
permukaannya ditumbuhi bulu halus, menunjukkan, frekuensi tingkah laku makan
tumbuh tegak dengan tangkai yang yang dominan adalah di siang hari. Gambar 1
banyak. Daun berukuran kecil, tepinya menunjukkan adanya berbagai tingkah laku
rata dengan permukaan berbulu halus. makan pada pukul 09.00-16.00. Pengamatan
Bunganya berwarna merah muda; dan mikro dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

Edisi Desember 2004 115


SETIANAH ET AL. Media Peternakan

tingkah laku makan selama tujuh jam cepat adalah mengurangi konsumsi pakan dan
pengamatan (09.00-16.00) jantan adalah energi metabolis yang tersedia. Gangguan lain
66,28% dan betina 60,82%. terhadap keseimbangan energi berasal dari
Frekuensi aktivitas makan (Gambar 1) perubahan fisiologi, endokrin dan pencernaan
paling tinggi terjadi pada pukul 09.00-10.00, yang selanjutnya menurunkan energi yang
kemudian dilanjutkan lagi pada pukul 13.00- tersedia. Hal ini sesuai dengan pernyataan
16.00. Aktivitas makan paling rendah terdapat Wodzicka-Tomaszewska et al. (1991) bahwa
pada pukul 11.00-12.00 yang diikuti aktivitas pada siang hari dengan suhu yang tinggi,
ruminasi yang rendah. Hal ini menunjukkan kambing akan merumput lebih sedikit, waktu
bahwa aktivitas makan yang paling tinggi yang digunakan untuk ruminasi lebih singkat
terdapat pada pagi dan sore hari, karena dengan istirahat yang relatif lama.
keadaan tersebut sesuai dengan suhu Pola makan kambing jika dibedakan
lingkungan saat itu. Rata-rata suhu siang hari berdasarkan jenis kelamin terdapat pada
mencapai 27-34oC dan kambing lebih banyak Gambar 2. Perbedaan frekuensi yang jauh
melakukan istirahat, meskipun ada yang antara jantan dan betina terjadi pada pukul
melakukan aktivitas makan dengan frekuensi 12.00-13.00 (jantan 10,24%; betina 15,87%) dan
yang rendah (pukul 11.00-12.00). Hal ini diduga 15.00-16.00 (jantan 14,64%; betina 11,09%).
karena apabila dihadapkan pada cekaman Hal ini berarti betina lebih tahan melakukan
panas, prioritas tingkah laku kambing akan aktivitas makan di siang hari (pukul 12.00-13.00)
berubah dari kegiatan merumput atau daripada jantan. Jantan lebih aktif melakukan
mengkonsumsi pakan untuk menghindari kondisi makan di pagi dan sore hari, meskipun waktu
yang tidak menyenangkan. Konsekuensi yang itu aktivitas makan betina juga meningkat.

25
Frekuensi tingkah laku makan (%)

20

15
00 00 00 00 00 00 00 0000000
00 00 00 00 00 0000000 00 00 00 00 00 00 00
00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00
10 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00
00 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0000000 00 0 0 0 0 0 0
00 000 000 000 000 000 000 00 00 00 00 00 00 00 00 000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 000
0000000 0000000 00 00 00 00 00 00 00
00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 000 000 000 000 000 000
00000000000000
5 00000000000000
00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0 00 00 00 00 00 00 00 0 0 0 0 0 0 0
00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 0 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00
00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 00 00 00000 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00
09.00- 10.00- 11.00- 12.00- 13.00- 14.00- 15.00-
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00

Waktu pengamatan
00000
: Aktivitas makan, 0 0 0 0 0 : Aktivitas ruminasi, : Total a ktivitas

Gambar 1. Histogram tingkah laku makan dalam alokasi waktu

Edisi Desember 2004 116


Vol. 27 No. 3 TINGKAH LAKU MAKAN

25

Frekuensi tingkah laku makan berdasarkan


20

15
jenis kelamin (%)

10

0
09.00- 10.00- 11.00- 12.00- 13.00- 14.00- 15.00-
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Waktu pengamatan

Gambar 2. Histogram tingkah laku makan berdasarkan jenis kelamin pada jantan ( ) dan betina
( ) selama waktu pengamatan

Betina lebih banyak melakukan aktivitas kambing dalam melakukan aktivitas merenggut,
makan di siang hari (pukul 12.00-13.00), hal ini sehingga frekuensi pengunyahan lebih banyak.
diduga karena faktor umur. Betina dewasa lebih Menurut Wodzicka-Tomaszewaka et al.
aktif melakukan aktivitas makan di siang hari (1993), pengunyahan selama makan dan
dibanding jantan remaja, karena jantan remaja ruminasi dapat mengurangi ukuran partikel dan
lebih aktif melakukan makan di pagi hari, mengubah bentuk pakan. Tingkat pengurangan
sehingga di siang hari lebih banyak melakukan ukuran partikel pakan dicerna atau bahan yang
istirahat dan memberikan kesempatan pada diruminasi akan ditentukan oleh waktu yang
jantan dewasa untuk mencari makan. diperlukan untuk makan, ruminasi dan jumlah
kunyahan per satuan waktu dalam setiap
Pola Tingkah Laku Makan kegiatan dan oleh tingkat keefektifan
pengunyahan.
Gambar 3 menunjukkan persentase Perbedaan aktivitas dalam mengeluarkan
frekuensi tertinggi terjadi pada aktivitas bolus (11,24%), mengunyah bolus (13,21%) dan
merenggut (24,41%) dan terendah pada menelannya (14,44%) tidak berbeda nyata.
aktivitas menelan (6,32%). Hal ini menunjukkan Frekuensi aktivitas menelan bolus yang lebih
bahwa hasil renggutan dikumpulkan di mulut tinggi dari aktivitas ruminasi lainnya, diduga
dalam jumlah yang banyak, kemudian karena penelanan bolus yang sedikit demi
dilanjutkan dengan aktivitas mengunyah sedikit yang mengakibatkan jumlah bolus yang
(20,14%) yang tinggi jika dibandingkan dengan ditelan cukup banyak.
aktivitas menelan (6,32%). Keadaan ini diduga Rangkaian tingkah laku makan pada
karena sifat fisik pakan atau banyaknya kambing diawali dengan mencium makanan.
Jika makanan cocok untuknya maka akan

Edisi Desember 2004 117


SETIANAH ET AL. Media Peternakan

30

Frekuensi pola tingkah laku makan (%) 25

20

15

10

us

s
ah

s
an
ut
um

lu
lu
ol

lu
gg

ny

el

bo

bo

Bo
b
ci

en
en

gu

n
en

ah
ka

an
M
er

ka
en
M

ar

ny

el
M

ar
M

gu

en
l
lu

ge

M
en
ge

en
M
en
M

Gambar 3. Histogram pola tingkah laku makan

dimakan. Pada umumnya kambing menyukai sudah kering. Kambing merenggut dengan cara
berbagai jenis hijauan, karenanya dapat menarik dan mendorong mulut ke depan-atas
membedakan antara rasa pahit, manis, asam atau belakang-bawah. Jika daun-daunan
dan asin (Kilgour & Dalton, 1984). terdapat pada tanaman yang tinggi, kambing
Tabel 1 menunjukkan bahwa aktivitas mempunyai kemampuan untuk meramban.
mencium yang paling rendah pada jantan terjadi Hewan ini meramban dengan cara mengangkat
pada pukul 12.00-14.00, dan betina pada pukul kedua kaki depan pada batang tumbuhan dan
09.00-10.00. Hal ini diduga jantan lebih selektif bertumpu pada kedua kaki belakang. Kepala
dalam memilih pakan di pagi hari, terutama dijulurkan ke daun tumbuhan yang dipilihnya.
pakan yang disukainya. Betina saat memulai Menurut Devendra & Burns (1994),
aktivitas makan pukul 09.00-10.00, jarang sekali kambing mempunyai kebiasaan makan yang
melakukan aktivitas mencium makanan. Diduga berbeda dengan ruminansia lainnya. Bila tidak
bahwa di pagi hari keadaan hijauan masih cukup dikendalikan, kebiasaan makan dapat
tersedia, sehingga betina langsung memakan mengakibatkan kerusakan. Bibirnya yang tipis
pakan yang ada. mudah digerakkan dengan lincah untuk
Rangkaian tingkah laku selanjutnya mengambil pakan. Kambing mampu makan
adalah merenggut pakan. Terhadap pakan yang rumput yang pendek, dan merenggut dedaunan.
disukainya, kambing langsung merenggut pakan Disamping itu, kambing merupakan pemakan
tersebut. Pakan yang direnggut dapat berupa yang lahap dari pakan yang berupa berbagai
rumput, daun dan semak belukar. Selain itu macam tanaman dan kulit pohon.
kambing dapat memakan akar kering, ranting, Tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi
kulit tumbuh-tumbuhan dan daun-daun yang renggutan yang tinggi pada jantan terjadi pada

Edisi Desember 2004 118


Vol. 27 No. 3 TINGKAH LAKU MAKAN

Tabel 1. Pola tingkah laku makan jantan dan betina berdasarkan alokasi waktu

Jenis 09.00- 10.00- 11.00- 12.00- 13.00- 14.00- 15.00-


Aktivitas Makan
Kelamin 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00

Jantan Mencium 11,27 4,32 15,27 3,33 3,12 13,12 12,21


Merenggut 22,38 12,18 43,11 19,11 10,87 45,27 38,15
Mengunyah 30,47 6,23 25,65 15,55 7,31 32,84 29,01
Menelan 4,32 2,56 6,05 3,14 1,39 5,45 4,81
Mengeluarkan bolus 10,21 23,30 3,32 24,52 23,56 1,02 5,37
Mengunyah bolus 11,11 28,17 3,31 23,51 27,23 1,13 5,31
Menelan Bolus 10,24 23,24 3,29 10,84 26,52 1,17 5,14
Betina Mencium 2,53 16,21 6,62 17,43 17,05 2,25 16,84
Merenggut 5,08 15,27 11,47 24,62 42,44 8,12 47,54
Mengunyah 4,01 16,34 13,13 25,18 28,41 3,54 27,49
Menelan 1,54 4,12 2,22 5,13 7,56 1,44 4,71
Mengeluarkan bolus 25,12 13,27 17,39 8,12 2,01 26,11 1,11
Mengunyah bolus 28,41 15,55 22,12 8,27 1,26 27,32 1,07
Menelan Bolus 33,31 19,24 27,05 11,25 1,27 31,22 1,24
Total 19,27 15,77 8,64 14,87 12,34 15,74 13,37

pukul 11.00-12.00 dan 14.00-16.00, sedangkan digunakan dalam penelitian. Hal ini diduga
betina pada pukul 13.00-14.00 dan 15.00-16.00. karena faktor umur berpengaruh besar dalam
Hal ini berarti pada waktu tersebut, makanan aktivitas makan. Umumnya jantan remaja lebih
yang disukainya masih tersedia. Selain itu, setiap aktif dalam mengambil hijauan, meskipun harus
frekuensi kambing dalam merenggut hijauan lebih selektif dalam mengambil hijauan tapi
dapat langsung dikunyah atau dengan frekuensi jantan remaja lebih mudah dalam mengambil
merenggut berkali-kali kemudian dikunyah. hijauan yang disukainya. Betina dewasa tidak
Setelah merenggut makanan ke dalam perlu lagi selektif dalam memilih pakan, karena
mulutnya, kambing akan memulai aktivitas betina dewasa lebih pengalaman dalam
berikutnya yaitu mengunyah. Fungsi mengenal hijauan yang disukainya dibanding
pengunyahan selama makan yaitu untuk jantan remaja.
merusak bagian permukaan pakan sehingga Jika aktivitas makan telah selesai, maka
ukuran partikel menjadi lebih kecil yang dilanjutkan dengan aktivitas ruminasi. Aktivitas
memudahkan pakan untuk dicerna. Frekuensi ruminasi diawali dengan mengeluarkan bolus
paling banyak dilakukan oleh jantan pada pukul yang disimpan sementara dalam rumen untuk
14.00-15.00 (32,84%) dan betina pada pukul dikunyah dan ditelan kembali. Frekuensi
13.00-14.00 (28,41%). aktivitas menelan bolus lebih banyak dilakukan
Pukul 09.00-10.00 menunjukkan bahwa dibanding aktivitas menelan makanan sebelum
aktivitas mengunyah makanan pada betina ruminasi, hal ini diduga karena pakan yang telah
(4,01%) lebih sedikit dibanding jantan (30,47%). dikunyah kemudian di telan dan disimpan lama
Pada penelitian ini kambing yang digunakan di dalam rumen. Menurut Wodzicka-
yaitu kambing jantan remaja (8-12 bulan) yang Tomaszewska et al. (1993), proses
merupakan anak dari betina dewasa yang pengunyahan pada saat makan dan ruminasi

Edisi Desember 2004 119


SETIANAH ET AL. Media Peternakan

25

Frekuensi tingkah laku istirahat (%) 20

15

10

0
09.00- 10.00- 11.00- 12.00- 13.00- 14.00- 15.00-
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
Waktu

Gambar 4. Histogram frekuensi tingkah laku istirahat pada kambing berdasarkan alokasi waktu

merupakan aktivitas pelengkap di dalam menyenangkan. Konsekuensi yang cepat adalah


pengurangan ukuran partikel. Partikel yang lebih mengurangi konsumsi pakan dan energi
kecil mungkin mempunyai waktu retensi yang metabolis yang tersedia. Gangguan lain terhadap
relatif lebih pendek di dalam rumen, sehingga keseimbangan energi berasal dari perubahan
tingkat kecernaan tidak hanya ditentukan oleh fisiologi, endokrin dan pencernaan yang
tingkat kecernaan ingesta, tetapi juga oleh selanjutnya menurunkan energi yang tersedia.
waktu tersimpan di dalam rumen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wodzicka-
Setelah kambing melakukan ruminasi, Tomaszewska et al. (1991) bahwa pada siang
biasanya dilanjutkan dengan tingkah laku hari dengan suhu yang tinggi, kambing akan
istirahat. Tingkah laku ini adalah tingkah laku merumput lebih sedikit, waktu yang digunakan
kambing pada saat tidak melakukan apa-apa. untuk ruminasi lebih singkat dengan istirahat
Posisi yang dilakukannya saat istirahat ada tiga yang relatif lama.
macam yaitu bersimpuh, berdiri dan berbaring Faktor iklim yang terpenting adalah suhu
dengan meletakkan kepala ke atas tanah dan kelembaban, tetapi angin dan sinar matahari
dengan mata terpejam atau terbuka. Tingkah mempengaruhi kombinasi suhu dan
laku istirahat (Gambar 4) yang optimal dilakukan kelembaban yang dibutuhkan untuk produksi
pada pukul 11.00-13.00 dan 15.00-16.00. Hal yang optimum (Wodzicka-Tomaszewska et
ini didukung suhu yang tinggi pada siang hari al.,1993). Kambing yang dipelihara dengan cara
(27-34 o C), kambing akan lebih banyak digembalakan dan biasanya terkena sinar
melakukan istirahat. Kambing apabila matahari langsung, dan tampaknya menderita
dihadapkan pada cekaman panas, prioritas karena cekaman panas. Kambing mempunyai
tingkah laku kambing akan berubah dari bulu yang dapat memberikan perlindungan yang
kegiatan merumput atau mengkonsumsi pakan memadai terhadap pengaruh langsung sinar
untuk menghindari kondisi yang tidak matahari, dan dapat memberikan manfaat untuk

Edisi Desember 2004 120


Vol. 27 No. 3 TINGKAH LAKU MAKAN

70

Frekuensi tingkah laku makan (%) 60

50

40

30

20

10

0
Makan Istirahat Ruminasi

pengaturan panas oleh ternak yang terjemur tanaman muda, maka kambing akan
sinar matahari. Sebagian energi dipantulkan memakannya. Hal ini karena tanaman muda
sebagai pancaran gelombang pendek. yang sedang tumbuh mempunyai kandungan
Pemindahan panas secara paksa segera protein yang relatif tinggi. Jantan lebih tinggi
menyejukkan permukaan. Pengeluaran keringat frekuensi makannya di banding betina, hal ini
ke permukaan tubuh oleh ternak yang menerima diduga karena faktor umur berpengaruh besar
panas lingkungan dalam jumlah yang besar dalam aktivitas makan. Umumnya jantan
adalah cara yang tidak efisien untuk mengurangi remaja lebih aktif dalam mengambil hijauan,
beban panas tubuh, karena kambing sedikit meskipun harus lebih selektif dalam mengambil
berkeringat. Bulu memberikan perlindungan hijauan tapi jantan remaja lebih mudah dalam
fisik dari pancaran sinar matahari langsung dan mengambil hijauan yang disukainya.
tak langsung serta pengaruh suhu udara efektif Aktivitas yang paling rendah selama
yang tinggi. waktu pengamatan adalah aktivitas ruminasi.
Gambar 5 menunjukkan bahwa aktivitas Hal ini diduga karena aktivitas ruminasi
selama waktu pengamatan (09.00-16.00) antara umumnya dilakukan pada malam hari, namun
kambing jantan dan betina tidak berbeda nyata. aktivitas tersebut dipengaruhi juga oleh pola
Aktivitas makan pada jantan yaitu 66,28% dan merumput (Morand-Fehr, 1981). Aktivitas
betina 60,82%. Dari semua aktivitas, aktivitas istirahat antara jantan (24,91%) dan betina
makan adalah paling tinggi. Hal ini disebabkan (27,35%) tidak berbeda nyata. Hal ini diduga
karena kambing termasuk hewan diurnal, yaitu aktivitas istirahat selalu bersamaan antara jantan
aktivitas makan di siang hari dan malam hari dan betina. Setiap ada satu jantan yang berjalan
digunakan untuk istirahat. Selain itu, hijauan yang menuju kandang, maka kambing lainnya
tersedia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. mengikuti ke arah yang sama, meskipun ada
Meskipun hijauan yang kurang disukainya kambing yang masih melakukan aktivitas
banyak tersedia di pedok, tetapi jika tumbuh makan. Hal ini menunjukkan bahwa pada

Edisi Desember 2004 121


SETIANAH ET AL. Media Peternakan

kambing yang ada di lokasi penelitian memiliki Devendra, C. & M. Burns. 1994. Produksi Kambing
sifat berkelompok. Sifat tersebut didukung di Daerah Tropis. Penerbit Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
adanya tipe adaptasi fisiologi yaitu kebiasaan, Fajri, S. 2000. Perilaku harian Rusa Totol (Axis-axis)
artinya adaptasi yang melibatkan pengurangan yang digembalakan di padang rumput
respon terhadap rangsangan berulang dan halaman Istana Negara Bogor. Skripsi.
biasanya terkait dengan penurunan persepsi Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
setelah rangsangan yang berulang. Perubahan Bogor, Bogor.
Kilgour, R. & C. Dalton. 1984. Livestock Behaviour.
tingkah laku terjadi pada tingkat sensoris.
Granada, London.
Limin, S.H. 2002. Biophysical Characteristics of
KESIMPULAN Area between Sebangau and Katingan Rivers
Central Kalimantan. Centre for International
Co-operation in Management of Tropical
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Peatland (CIMTROP). Palangkaraya
kambing Lokal Persilangan di lahan gambut, University, Palangkaraya.
pada siang hari (09.00-16.00) lebih banyak Morand-Fehr, P. 1981. Nutrition and feeding of goat:
Application to Temperate Climatic
melakukan aktivitas makan (jantan 66,28%, Conditions. In: Gall, C (ed). Goat Production.
betina 60,82%). Dalam alokasi waktu, kambing Academic Press, New York.
makan lebih aktif di pagi dan sore hari (09.00- Paryadi, A. 2002. Tingkah laku makan kambing lokal
10.00 dan 13.00-16.00). Aktivitas makan, dewasa yang digembalakan di lahan gambut
hutan sekunder Palangkaraya, Kalimantan
ruminasi dan istirahat selama waktu
Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
pengamatan antara jantan dan betina tidak Pertanian Bogor, Bogor.
berbeda nyata. Aktivitas merenggut tanaman Perersen, J. 1995. Nutrition in the goat. http://www.
adalah yang paling banyak dilakukan dibanding ivabs. massey.ac.nz/MUVSA/ ass/nut/
dengan kegiatan lainnya. goats.html. [ 11 Agustus 2003].
Rismunandar, T. 2001. Pemanfaatan lahan gambut
Jenis tanaman di lahan gambut beraneka untuk menciptakan pembangunan
ragam. Dari hasil pengamatan memperlihatkan berwawasan lingkungan. Makalah Falsafah
bahwa vegetasi tanaman sasendok (Plantago Sains. Program Pasca Sarjana. Institut
mayor), delingu (Dianella ensifolia sp.) dan Pertanian Bogor, Bogor.
Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1984. Principles and
kelakai (Stenochlaena palustris) yang paling Procedure of Statistics, A Biometrical
disukai. Approach. Mc Graw hill International Book
Company. 2nd Ed. Singapore.
UCAPAN TERIMA KASIH Wodzicka-Tomaszewska, M., I.K. Sutama, I. G. Putu
& T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah
Laku dan Produksi Ternak di Indonesia.
Penelitian ini dibiayai oleh Centre for Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,
International Co-operation in Management Jakarta.
of Tropical Peatland (CIMTROP). Wodzicka-Tomaszewska, M., I.M. Mastika, A.
Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah Djajanegara, S. Gardiner & T. R.Wiradarya.
yang bekerjasama dengan Universitas 1993. Produksi Kambing dan Domba di
Indonesia. Sebelas Maret University Press,
Hokkaido, Jepang.
Surakarta.
Yamada, I. 2002. Peat swamp forests in Borneo and
DAFTAR PUSTAKA Sumatra Original state development and
disaster during for future eco-resource
Devendra, C. 1978. The digestive efficiency of goat. management. In: Land Management and
World Review of Animal Production. Malay- Biodiversity in Southest Asia. Proceedings
sia Agricultural Research and Development of the International Symposium. Bali,
Institute Serdang, Selangor. 14(1): 9-22. Indonesia.

Edisi Desember 2004 122

You might also like