Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 13

Kedudukan Dua Kalimat Syahadat Dalam Syariat Islam

.
:

Ibadallah,
Syahadatain (dua kalimat syahadat) adalah kesaksian bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang
berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Azza wa Jalla, dan bahwasanya Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam adalah hamba serta Rasul-Nya. Kedua kesaksian ini merupakan
keyakinan mantap yang diekspresikan dengan lisan. Dengan kemantapannya itu, seakan-akan
orang yang mengikrarkannya dapat menyaksikan keberadaan Allah Azza wa Jalla.
Syahadah (kesaksian) merupakan satu rukun padahal yang dipersaksikan itu ada dua hal. Hal itu,
karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah penyampai risalah dari Allah Azza wa
Jalla . Jadi, kesaksian bahwasanya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah hamba dan
Rasul (utusan) Allah Azza wa Jalla merupakan kesempurnaan kesaksian .
Kaum muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Syahadatain (dua kesaksian) merupakan prinsip dasar yang menjadikan penentu keabsahan dan
diterima atau tidaknya amalan para hamba. Suatu amalan akan sah dan diterima apabila
dilakukan dengan keikhlasan hanya karena Allah Azza wa Jalla dan mutabaah (mengikuti)
Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam . Ikhlas karena Allah Azza wa Jalla merupakan
realisasi dari syahadat (persaksian) LA ILAHA ILLALLAH, tidak ada ilah (sesembahan) yang
berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Azza wa Jalla . Sedangkan mutabaah atau
mengikuti Sunnah dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan realisasi dari
syahadat (kesaksian) bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah hamba dan
Rasul-Nya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata, Yang dimaksud dengan syahadat
di sini adalah membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
sehingga mencakup semua yang disebutkan tentang keyakinan (rukun iman yang enam dan yang
selainnya).
Kaum muslimin,
Telah diketahui secara pasti bahwa persaksian tauhid merupakan kunci agama Islam, pokoknya
agama, dan tiang bangunannya. Tidak ada Islam bagi orang yang belum meyakini, mengucapkan,
dan mengamalkannya.
Tidak diragukan lagi bahwa keadaan seperti ini tidak akan terwujud kecuali setelah mengetahui
maknanya, karena urutan ini (ilmu, keyakinan, ucapan, dan amalPen.) bagaikan urutan
bangunan dan pondasinya, serta cabang dan pokoknya. Karenanya, siapa saja yang tidak
mengetahui maknanya dan tidak dapat menggambarkannya maka ia seperti orang yang mengigau
disaat tidur, tidak mengetahui apa yang ia ucapkan.
Yang demikian itu, karena setiap yang mengerti akan adanya Allah Azza wa Jalla, dia
mengetahui secara pasti bahwa yang dimaksud dari dua kalimat syahadat adalah hakikat dan
maknanya serta yang mencakup ilmu dan amal. Adapun sekedar pengucapan saja tanpa
mengetahui maknanya dan tanpa meyakini hakikatnya, maka ini tidak akan memberikan manfaat
dan juga tidak akan membebaskan seorang hamba dari kesyirikan dan cabang-cabangnya.
Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah (wafat th. 310 H) ketika menafsirkan firman Allah Azza wa
Jalla :

Kecuali orang-orang yang menyaksikan dengan benar dan mereka mengetahui. (Az-
Zukhruf/43: 86)
Beliau rahimahullah berkata, Persaksian dia terhadap kebenaran dan ikrar dia terhadap tauhid
maksudnya: kecuali yang beriman kepada Allah dan mereka mengetahui hakikat Tauhid.
Jadi, sesuatu yang harus diperhatikan oleh setiap Muslim adalah memahami kalimat yang agung
ini (yaitu kalimat , LA ILAHA ILLALLAH) dan mengetahui kandungannya dengan
benar sebagaimana yang akan dijelaskan nanti. Lantas, ilmu apa yang bermanfaat bagi dirinya
kalau tidak mengetahui makna kalimat yang bisa mengantarnya pada kesuksesan?!
Pentingnya mengetahui makna LA ILAHA ILLALLAH semakin ditekankan ketika banyak orang
yang menyimpang dari pemahaman yang benar, dan semakin jarang orang yang serius
menjelaskan dan menjabarkan makna kalimat ini. Betapa banyak penafsiran-penafsiran kalimat
ini yang keliru menghiasi buku-buku dan lisan-lisan ahli bidah, serta berakibat pada
penyimpangan dalam agama seseorang. Allaahul Mustaaan!
Allah Subhanahu wa Taala berfirman :


Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami berlepas
diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah , kami ingkari (kekafiran)mu dan
telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu
beriman kepada Allah saja (Al-Mumtahanah/60:4)
Dan Allah Subhanahu wa Taala berfirman :


Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, Sesungguhnya aku tidak
bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah Rabb) Yang
menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku. Dan (Ibrahim)
menjadikan kalimat Tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali
kepada kalimat Tauhid itu. (Az-Zukhruf/43:26-28)
Maksudnya, Ibrahim alaihissallam menjadikan loyalitas karena Allah Subhanahu wa Taala dan
berlepas diri dari setiap sembahan selain-Nya sebagai kalimat yang kekal pada keturunannya,
yang terus diwariskan oleh para Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan pengikut-nya, dari
sebagian mereka kepada sebagian yang lain. Yang dimaksud ialah kalimat LA ILAHA
ILLALLAH (tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah ). Inilah yang
diwariskan oleh imam orang-orang yang hanif kepada para pengikut beliau sampai datangnya
hari Kiamat.
Dengan kalimat Tauhid inilah, bumi dan langit dapat tegak. Allah Azza wa Jalla menjadikan
fitrah seluruh makhluk di atas kalimat ini. Di atasnya agama dan kiblat itu dibangun, serta
pedang-pedang jihad dihunuskan. Ia murni hak Allah Subhanahu wa Taala atas seluruh hamba-
Nya, sekaligus merupakan kalimat yang melindungi darah, harta, dan keturunan di kehidupan
dunia, kemudian menyelamatkan manusia dari siksa kubur dan Neraka. Ia adalah lembaran
terbuka yang seseorang itu tidak akan masuk Surga, melainkan dengannya.
Ia adalah tali yang jika seseorang tidak berpegang dengannya, niscaya dia tidak akan sampai
kepada Allah Subhanahu wa Taala. Ia adalah kalimat Islam dan kunci pembuka Surga yang
penuh keselamatan. Dengannya, manusia terbagi menjadi orang sengsara, bahagia, diterima,
ataupun ditolak. Dengannya juga, negeri kekufuran terpisah dengan negeri keimanan, serta
terbedakan antara negeri kenikmatan dengan negeri kesengsaraan dan kehinaan. Ia adalah tiang
yang mengandung perkara yang wajib sekaligus yang sunnah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
.
Barangsiapa akhir ucapannya adalah LA ILAHA ILLALLAH pasti masuk surga. (HR. Ahmad
dll).
Ruh dan rahasia kalimat ini adalah pengesaan Allah Subhanahu wa Taala dalam kecintaan,
pemuliaan, pengagungan, takut dan berharap (hanya kepada Allah Subhanahu wa Taala), dan
perkara-perkara lain yang mengiringinya; berupa tawakkal, taubat, keinginan, dan ketakutan.
Seorang hamba tidak mencintai selain-Nya. Kalaupun mencintai selain Allah Azza wa Jalla itu
karena kecintaan itu merupakan bagian dari cinta kepada Allah Azza wa Jalla dan merupakan
sarana untuk menambah rasa cinta kepada Allah Azza wa Jalla . Seorang hamba juga tidak takut
kepada selain Allah Azza wa Jalla , tidak berharap kepada selain-Nya, tidak bertawakkal selain
kepada-Nya, ia hanya mengharap kepada Allah, tidak takut selain kepada-Nya, hanya ber-
sumpah dengan nama-Nya, tidak bernadzar selain kepada-Nya, hanya bertaubat kepada-Nya,
tidak mentaati selain perintah-Nya, hanya mengharapkan ganjaran dari-Nya, tidak memohon
pertolongan ketika terjadinya kesulitan selain kepada-Nya, hanya bersandar kepada-Nya, tidak
sujud selain kepada-Nya, serta hanya menyembelih untuk-Nya dan dengan nama-Nya. Seluruh
perkara ini terkumpul pada satu kalimat, yaitu, Tidaklah disembah dengan semua macam
ibadah, melainkan hanya Allah semata. Inilah realisasi dari kalimat syahadat .
Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Taala mengharamkan api neraka bagi orang yang
mengucapkan dan merealisasikan kalimat syahadat dengan benar. Mustahil orang yang
merealisasikan dan menerapkan syahadat ini masuk Neraka. Pernyataan ini sesuai dengan firman
Allah Subhanahu wa Taala :

Dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya. (Al-Maarij/70:33)
Hamba tersebut telah melaksanakan syahadat tersebut secara lahir dan batin, baik melalui hati
maupun anggota badannya.
Sebagian manusia ada yang syahadatnya mati, sebagian lagi syahadatnya tertidur sehingga harus
dibangunkan supaya terjaga, sebagian lagi ada yang syahadatnya berbaring, dan sebagian lagi
ada yang syahadatnya miring hampir berdiri. Kedudukan syahadat dalam hati seperti kedudukan
roh terhadap badan. Ada roh yang mati, roh yang sakit dan lebih dekat kepada kematian, roh
yang lebih dekat dengan kehidupan, serta ada roh yang sehat dan melaksanakan kemaslahatan
badan.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
.
Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat yang tidaklah seorang hamba mengucapkannya
ketika dia meninggal dunia, melainkan rohnya akan mendapatkan roh baginya.
Dengan demikian, kehidupan roh bergantung pada kalimat tersebut, seperti halnya kehidupan
badan tergantung dari keberadaan roh; Juga sebagaimana orang yang meninggal di atas kalimat
ini sehingga berhak berada di Surga dan bergerak bebas di dalamnya. Oleh karena itu,
barangsiapa merealisasikan dan melaksanakan inti kalimat ini niscaya rohnya akan bergerak
bebas dalam Surga, bahkan tempat tinggal dan hidupnya menjadi kehidupan yang terbaik. Allah
Azza wa Jalla berfirman:

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (An-
Naziat/79:40-41)
.
Khutbah Kedua:

.
:
Ibadallah,
Surga adalah tempat tinggal bagi mereka pada hari Pertemuan dengan-Nya kelak.
Surga pengetahuan, kecintaan, kedekatan dengan Allah , kerinduan terhadap pertemuan dengan-
Nya, senang dengan Allah, dan ridha terhadap-Nya merupakan tempat tinggal rohnya di dunia.
Barangsiapa surga tersebut adalah tempat tinggalnya di dunia maka Surga yang abadi akan
menjadi tempat tinggalnya di akhirat. Sebaliknya, orang yang terhalang dari Surga dunia maka
dia akan lebih terhalang dari Surga yang abadi. Orang-orang yang melakukan kebajikan berada
di dalam Surga kenikmatan meskipun mereka mengalami kesulitan dan kesempitan hidup di
dunia; sedangkan orang-orang yang durhaka berada dalam Neraka kepedihan meskipun
kehidupan dunia mereka serba cukup. Allah Subhanahu wa Taala berfirman :

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl/16: 97)
: berfirman Subhanahu wa Taala Allah dunia. Surga adalah baik yang Kehidupan

Dia niscaya petunjuk, kepadanya memberikan akan menghendaki Allah yang Barangsiapa
Allah dikehendaki yang barangsiapa Dan Islam. )agama (memeluk untuk dadanya melapangkan
)(Al-Anam/6:125 sempit lagi sesak dadanya menjadikan Allah niscaya kesesatannya,
manakah adzab Dan, ? dada kelapangan dibandingkan baik lebih yang manakah Kenikmatan
: berfirman Azza wa Jalla Allah ?dada sempitnya daripada pedih lebih yang


tidak dan mereka terhadap kekhawatiran ada tidak itu, Allah wali-wali sesungguhnya Ingatlah,
Bagi bertaqwa. selalu mereka dan beriman yang orang-orang )(Yaitu hati. bersedih mereka )(pula
ada Tidak akhirat. di )kehidupan (dalam dan dunia di kehidupan dalam di gembira berita mereka
yang kemenangan adalah itu demikian Yang . Allah )(janji-janji kalimat-kalimat bagi perubahan
)(Yunus/10:62-64 besar.
paling hidupnya, baik paling yang manusia merupakan Allah kepada ikhlas yang Mukmin
yang Surga Inilah hatinya. bahagia paling dan dadanya, lapang paling pikirannya, tenteram
abadi. yang Surga sebelum disegerakan

.
:




: ))
][:

. ((


.
,
.
























. .
. .

. .
*
)
( ] [91-90:
.

Hidayah dan Istiqamah di Atasnya


admin
2016 17, February
Pondasi Agama
Khutbah Pertama:


.
:
:
.
Ibadallah,
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,


Hidayah yaitu mengetahui kebenaran disertai dengan niat untuk mengetahuinya dan
mengutamakannya dari pada yang lainnya. Jadi orang yang diberi hidayah yaitu yang melakukan
kebenaran dan menginginkannya.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Seorang Muslim dalam kehidupannya sangat membutuhkan hidayah. Ia tidak bisa lepas dari
hidayah Allah Azza wa Jalla. Apalagi di zaman yang digambarkan oleh Nabi shallallahu alaihi
wa sallam dimana fitnah itu seperti potongan malam yang kelam, paginya seorang beriman
namun sore harinya ia menjadi kafir. Sorenya beriman namun di pagi harinya ia menjadi kafir, ia
menjual agamanya demi sedikit dari harta dunia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda :


.
Bersegeralah mengerjakan amal-amal shalih karena fitnah-fitnah itu seperti potongan malam
yang gelap; di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan di sore hari menjadi kafir, atau di
sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan
keuntungan duniawi yang sedikit. (HR. Muslim dan lainnya).
Manusia membutuhkan hidayah lebih dari kebutuhan mereka terhadap makan dan minum.
Bahkan Allah Subahnahu wa Taala memerintahkan kaum Muslimin dalam shalatnya untuk
senantiasa memohon hidayah kepada Allah Azza wa Jalla sebanyak tujuh belas kali setiap
harinya. Ini menunjukkan betapa pentingnya hidayah itu dalam hidup dan kehidupan manusia.
Betapa pentingnya masalah hidayah, banyak manusia yang memohon dan mengharapkan
hidayah menyapa dirinya. Tapi sayang, mereka tidak mau berusaha untuk menjalankan sebab-
sebabnya. Hidayah tidak akan datang secara tiba-tiba dan gratis. Hidayah memerlukan
perjuangan untuk mendapatkannya. Tidak mungkin Allah Subahnahu wa Taala mengutus
malaikat-Nya untuk menuntun tangan seorang hamba agar bergerak menuju masjid untuk
menunaikan shalat berjamaah, kalau hamba tersebut bermalas-malasan ketika mendengar adzan
dan tidak mau mengambil air wudhu. Tidak mungkin juga Allah Azza wa Jalla mengutus
malaikat-Nya untuk menarik tangan seorang hamba dari kemaksiatan dan kemungkaran, kalau
hamba tersebut tidak berusaha menjauhinya.
Benarlah ibarat yang sering kita dengar, hidayah itu mahal. Ya, hidayah memang mahal. Ia
tidak diberikan kepada orang-orang yang hanya bisa mengharap tanpa mau berusaha. Ia
diberikan hanya kepada mereka yang mau bersungguh-sungguh mencarinya dan berusaha
mendapatkannya. Allah Subahnahu wa Taala berfirman :

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.
(Al-Ankabut/29:69)
Ingatlah kisah Salman al-Farisi radhiyallahu anhu! Bagaimana beliau radhiyallahu anhu
berusaha dan berjuang untuk mendapatkan hidayah, beliau meninggalkan Persia untuk
mendapatkan hidayah sampai masuk agama Nashrani. Kemudian beliau radhiyallahu anhu
pergi ke Madinah sampai bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau
masuk Islam.
Dalam masalah hidayah ini, Ibnu Rajab rahimahullah telah membagi manusia menjadi tiga
bagian :
Pertama, ( rasyid) yaitu orang yang mengetahui kebenaran dan mengikutinya.
Kedua, ( ghawi) yaitu orang yang mengetahui kebenaran tapi tidak mau mengikutinya.
Dan ketiga, ( dhal) yaitu orang yang tidak mengetahui hidayah secara menyeluruh.
Setiap rasyid, dia mendapat petunjuk, dan setiap orang yang mendapat petunjuk secara sempurna
maka ia dikatakan rasyid. Karena hidayah menjadi sempurna apabila seseorang mengetahui
kebenaran dan mengamalkannya.
Ibadallah,
Istiqamah adalah meniti jalan yang lurus dan tidak melenceng ke kiri dan ke kanan. Istiqamah
mencakup mengerjakan seluruh ketaatan yang lahir maupun yang batin dan meninggalkan
larangan yang lahir maupun batin.
Seorang hamba dalam meniti jalan yang lurus ini membutuhkan hidayah. Ia tidak bisa berjalan
tanpa melenceng ke kiri dan ke kanan kecuali dengan hidayah dari Allah. Allah Subahnahu wa
Taala berfirman :

Tunjukilah kami jalan yang lurus (Al-Fatihah/1:6)
Dalam ayat di atas Allah Subahnahu wa Taala memerintahkan kita untuk memohon hidayah
dalam meniti jalan yang lurus. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sadi rahimahullah berkata,
Maksudnya, tuntun kami dan tunjuki kami serta berikan kami taufik kepada jalan yang lurus.
Yaitu jalan yang jelas yang mengantarkan kita kepada Allah Subahnahu wa Taala dan surga-
Nya. Jalan tersebut adalah mengenal kebenaran dan mengamalkannya. Maka, tunjuki kami
kepada jalan yang lurus dan tunjuki kami di dalam jalan yang lurus tersebut. Maksudnya, tunjuki
kami ke jalan yang lurus adalah berpegang teguh pada agama islam dan meninggalkan agama
selain islam. Dan makna tunjuki kami di dalam jalan yang lurus adalah mencakup hidayah
kepada semua perincian agama secara ilmu dan amal. Doa ini merupakan doa yang paling
menyeluruh dan bermanfaat bagi hamba. Karenanya, wajib bagi seorang hamba untuk berdoa
kepada Allah dengan doa ini di setiap rakaat shalatnya.
Seorang Muslim tidak mengetahui apa yang akan terjadi nanti. Ia tidak mengetahui apakah besok
dia masih tetap setia berada di jalan yang lurus atau tidak. Karenanya seorang Muslim dituntut
untuk selalu memohon hidayah agar ditetapkan dalam agama ini dan diberikan akhir kehidupan
yang baik. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kita bahwa hati seorang
hamba terletak di antara jari jemari Allah, jika Allah Subahnahu wa Taala menghendaki sesat,
maka ia akan sesat, dan jika Allah Subahnahu wa Taala menghendaki ia lurus, maka ia pun akan
lurus. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
! .
Wahai Ummu Salamah! Tidaklah ada seorang anak adam melainkan hatinya terletak di antara
dua jemari Allah, kalau Allah berkehendak, Dia akan luruskan, dan jika Dia berkehendak, Dia
akan sesatkan.(HR. at-Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
sering mengucapkan :

Ya Allah, Yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu
Anas radhiyallahu anhu melanjutkan, Wahai Rasulullah! Kami telah beriman kepadamu dan
kepada apa (ajaran) yang engkau bawa. Masihkah ada yang membuatmu khawatir atas kami?
Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab:
.
Benar (ada yang aku khawatirkan kepada kalian), sesungguhnya hati-hati itu berada di antara dua
jari dari jari-jemari Allah, dimana Dia membolak-balikkan hati itu sekehendak-Nya.( HR. at-
Tirmidzi).
Seorang insan tidak bisa istiqamah melainkan dengan hidayah dari Allah Subahnahu wa Taala.
Dua perkara ini sangat berkaitan erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itu
seorang Muslim jika ia ingin tetap berada di atas hidayah sampai wafatnya, maka ia wajib
berpegang teguh dengan al-Quran dan as-Sunnah menurut pemahaman assalafus shalih. Ia wajib
melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah Subahnahu wa Taala, menjauhkan larangan-
larangan-Nya. Ia juga wajib melaksanakan tauhid dan menjauhkan syirik, melaksanakan sunnah
dan menjauhkan bidah, serta senantiasa berdoa kepada Allah Subahnahu wa Taala agar
ditetapkan di atas hidayah dan Sunnah dan diwafatkan di atas sunnah. Bila seseorang istiqamah
dalam melaksanakan sunnah sesuai dengan petunjuk syariat, maka Allah Subahnahu wa Taala
akan menambah petunjuk kepadanya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan
menganugerahi ketakwaan mereka. (Muhammad/47:17)
Kaum muslimin rahimakumullah,
Hidayah memiliki empat macam:
Pertama: Hidayah yang umum yang mencakup seluruh makhluk yang Allah jelaskan dalam
firman-Nya:

Dia (Musa) menjawab, Rabb kami ialah (Rabb) yang telah memberikan bentuk kejadian kepada
segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk. (Thaha/20:50)
Maknanya, bahwa Allah Azza wa Jalla telah memberikan segala sesuatu bentuknya yang tidak
akan serupa dengan lainnya. Allah memberikan setiap anggota badan bentuk dan gerakannya,
memberikan setiap orang rupa yang khusus, kemudian memberikan mereka hidayah kepada
pekerjaan-pekerjaan yang diciptakan sesuai dengan penciptaan mereka. Seperti Allah Azza wa
Jalla memberikan hidayah kepada hewan untuk bergerak dengan kemauannya demi mendapat
apa-apa yang bermanfaat baginya dan menolak bahaya yang mengancamnya. Benda mati
diberikan hidayah sesuai dengan penciptaannya. Semuanya itu diberikan hidayah yang layak
dengan penciptaan mereka. Sebagaimana setiap macam hewan memiliki hidayah yang sesuai
dengannya meskipun berbeda macam dan rupanya, begitu juga anggota badan memiliki hidayah
yang layak dengannya. Allah Subahnahu wa Taala memberi hidayah kepada kaki untuk
berjalan, tangan untuk menggenggam dan bekerja, lisan untuk berbicara, telinga untuk
mendengar, dan mata untuk melihat pemandangan. Begitulah Allah Subahnahu wa Taala
berikan hidayah sesuai dengan penciptaannya. Allah juga memberikan hidayah kepada pasangan
setiap hewan untuk melakukan perkembang-biakan dan mendidik anak, dan memberikan
hidayah kepada seorang anak untuk menghisap puting susu ibunya.
Dan urutan hidayah ini hanya Allah yang dapat menghitungnya. Allah juga telah memberi
hidayah kepada lebah untuk membuat sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di
bangunan-bangunan. Kemudian setelah itu ia diperintah untuk menempuh jalan Rabb-nya yang
telah dimudahkan baginya dan kembali ke rumahnya. Ia juga diberikan hidayah untuk mentaati
induk lebah, mengikutinya, dan bermakmum padanya kemana pun ia pergi. Ia juga diberikan
hidayah untuk membangun rumah yang indah dan kokoh.
Siapa pun yang memperhatikan sebagian dari hidayah Allah yang tersebar di alam semesta ini,
maka ia akan menyaksikan bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar
kecuali hanya Allah, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan nyata, Maha Perkasa Maha
Bijaksana.
Alihkanlah perhatian Anda dari pengetahuan terhadap hidayah ini kepada penetapan kenabian
dengan pandangan yang mudah, benar, ringkas, dan paling jauh dari syubhat. Karena, bagaimana
mungkin Rabb yang tidak membiarkan hewan-hewan sia-sia dan memberikan mereka hidayah
yang susah dicerna oleh para pemikir, membiarkan manusia yang dimuliakan dan diberikan
karunia atas seluruh makhluk begitu saja, tidak memberinya petunjuk kepada kesempurnaannya,
malah dibiarkan begitu saja tanpa diperintah, dilarang, tidak diganjar, dan dihukum ?Sungguh,
ini merupakan ketidaksesuaian terhadap hikmah Allah dan menisbatkan sesuatu yang tidak layak
kepada Allah Subahnahu wa Taala.
Karenanya, Allah Subahnahu wa Taala mengingkari orang-orang yang berpendapat seperti yang
disebutkan di atas dan menjelaskan bahwa itu mustahil. Allah Subahnahu wa Taala berfirman :

Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan
bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?Maka maha tinggi Allah, raja yang
sebenarnya, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Rabb (yang memiliki) Arsy
yang mulia. (Al-Mukminun/23: 115-116)
Allah Azza wa Jalla mensucikan diri-Nya dari perkiraan ini. Maka jelaslah bahwa perkara ini
(anggapan bahwa manusia diciptakan sia-sia) telah terbukti kebatilannya dalam fitrah manusia
yang suci dan akal yang lurus. Ayat ini juga merupakan salah satu dalil yang menetapkan hari
akhirat dengan akal. Dan hal tersebut telah jelas dengan dalil akal dan syara, sebagaimana ia
juga merupakan salah satu jalan yang kuat dalam hal ini. Siapa yang faham tentang ini maka ia
akan memahami rahasia firman Allah Subahnahu wa Taala:


Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada
sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Rabb mereka dikumpulkan.
(Al-Anam/6:38)
Dengan firman-Nya :

Dan mereka (orang musyrik) berkata, mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu
mukjizat dari Rabbnya? katakanlah, sesungguhnya Allah berkuasa menurunkan suatu mukjizat,
tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-Anam/6:37)
Kalau Allah Subahnahu wa Taala memberikan hidayah kepada binatang, maka apalagi kepada
manusia !Allah tidak mungkin membiarkan mereka. Oleh karena itu, Allah mengutus para Nabi
dan para Rasul untuk menunjuki mereka kepada kemaslahatan mereka, di dunia dan akhirat.
Kedua: Hidayah bayan (keterangan) dan dilalah (petunjuk), serta pengenalan terhadap dua jalan;
jalan kebaikan dan keburukan, keselamatan dan kebinasaan.
Hidayah ini tidak mengharuskan adanya petunjuk yang sempurna, karena hidayah macam ini
hanya sebagai sebab dan syarat bukan sebagai penjamin. Karenanya perlu disandingkan petunjuk
dengan hidayah ini, seperti firman Allah Subahnahu wa Taala:

Dan adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai
kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu (Fushshilat/41:17)
Maksudnya, Kami jelaskan kepada mereka, Kami tunjuki mereka, dan Kami tuntun mereka, tapi
mereka tidak mau mengikuti hidayah itu. Diantaranya juga firman Allah :

Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing manusia kepada jalan yang lurus. (Asy-
Syura/42:52)
Ketiga: Hidayah taufik dan ilham. Hidayah ini mengharuskan adanya petunjuk dan tidak pernah
absen dalam mengikutinya. Hidayah ini yang disebut oleh Allah dalam firman-Nya :

Jika Allah Azza wa Jalla berkehendak Dia bisa menjadikan kalian umat yang satu, akan tetapi
Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia
kehendaki (An-Nahl/16:93)
Juga firman-Nya :

Jika engkau (Muhammad) sangat mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk, maka
sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya (An-
Nahl/16:37)
Juga dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
.
Siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan siapa yang
Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. (HR. Abu Dawud dan at-
Tirmidzi dan lainnya).
Allah Azza wa Jalla berfirman :

Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. (Al-Qashash/28:56)
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menafikan hidayah taufik dan ilham dari diri Nabi
Muhammad n dan menetapkan hidayah dakwah dan penjelasan dalam firman-Nya :

Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing manusia kepada jalan yang lurus. (Asy-
Syura/42: 52)
Keempat: Tujuan dari semua hidayah, yaitu hidayah di akhirat, menuju ke Surga atau ke Neraka
ketika para penghuninya digiring ke dalamnya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk
oleh Rabb karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di
bawahnya sungai-sungai. (Yunus/10:9)
Dan perkataan penghuni surga ketika berada di dalamnya :

Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami ke surga ini (Al-Araf/7:43)
Dan firman Allah Azza wa Jalla tentang penghuni neraka :

(Diperintahkan kepada malaikat), Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman
sejawat mereka dan apa yang dahulu mereka sembah, selain Allah, lalu tunjukkanlah kepada
mereka jalan ke neraka. (Ash-Shaffat/37:22-23)
Apabila Anda telah mengetahui ini, maka hidayah yang selalu diminta dalam firman-Nya tentang
jalan yang lurus adalah hidayah dari macam yang kedua dan ketiga saja, yaitu memohon
penjelasan, petunjuk, taufik dan ilham.
.
Khutbah Kedua:

.
: .
Ibadallah,
ia bahwa dan hidayah dari lepas pernah tidak insan seorang bahwa mengetahui kita Setelah
berikut maka minum, dan makan terhadap kebutuhannya melebihi hidayah membutuhkan sangat
oleh hidayah dikaruniai kita agar as-sunnah dan Alquran dari doa beberapa bawakan kami ini
Allah.

Engkau setelah kesesatan kepada kami hati condongkan Engkau janganlah kami, Rabb Ya
sisi-Mu, dari rahmat kami kepada karuniakanlah dan kami, kepada petunjuk berikan
)Imran/3:8 (Ali pemberi. maha Engkau sesungguhnya

at- (HR. agama-Mu. pada hatiku teguhkanlah hati, membolak-balikkan yang Rabb Wahai
Tirmidzi).

(oleh-Mu). petunjuk diberi dan petunjuk pemberi diriku jadikanlah diriku, teguhkanlah Allah, Ya
al-Bukhari). (HR.

petunjuk memohon aku Allah, Ya diriku. luruskanlah dan kepadaku petunjuk berilah Allah, Ya
Muslim). (HR. kepada-Mu. kelurusan dan

hal-hal dari (dijauhkan kesucian ketakwaan, petunjuk, memohon aku sesungguhnya Allah, Ya
Muslim). (HR. kecukupan. dan halal/baik), tidak yang


Yang Rabb Wahai bumi. dan langit Pencipta Wahai Israfl. dan Mika-l, Jibrl, Rabb Allah, Ya
hamba-hamba-Mu antara di hukum memutuskan Engkau nyata. dan ghaib yang mengetahui
tetapkan (yaitu, kebenaran pada aku Tunjukkanlah perselisihkan. mereka yang apa-apa tentang
Engkau Sesungguhnya seizin-Mu. dengan dipertentangkan yang apa dari )kebenaran atas di aku
Abu Muslim, (HR. kehendaki. Engkau yang orang bagi lurus yang jalan pada menunjukkan
Majah). Ibnu dan Dawud,
:


: )) ] [:
. ((

.

.







.

.
.
.
. .

.

. .
.

. .
{ . : }

You might also like