Professional Documents
Culture Documents
Buku Termodinamika PDF
Buku Termodinamika PDF
TERMODINAMIKA
Penulis:
Ir. Bambang Susilo, M.Sc.agr
Dr. Ir. Bambang Dwi Argo, DEA
Koreksi Bahasa: Muh. Dahlan
Penyunting/Editor: Saiful Iqbal
Tata Letak & Desain Cover: eReSJe Studio
Penyelaras Akhir: Tim UB Press
Penerbit:
UB Press
Kantor Pusat Universitas Brawijaya lantai 3
Jl. Veteran, Malang 65145 Indonesia
Telp. +62341-551611 -Pswt 374,
fax 565420
e-mail: ubpress@gmail.com
http://www.ubpress.brawijaya.ac.id
Cetakan I, Februari 2010
xiv + 295; 23 x 16 cm
ISBN elektronik: 978-979-8074-14-1
PRAKATA
Buku Ajar Termodinamika ini disusun untuk membantu mahasiswa mempelajari ilmu termodinamika.
Buku ini akan diedarkan nasional, untuk memudahkan mahasiswa menganalisis dan menyelesaikan
berbagai masalah yang berkaitan dengan bidang keteknikan pertanian, khususnya sebagai dasar aplikasi
keteknikan pertanian seperti pengeringan, pendinginan, motor bakar, dan satuan operasi lain dalam
teknologi pengolahan hasil pertanian. Sebelum mengikuti kuliah termodinamika, mahasiswa disarankan
sudah mengikuti dan lulus mata kuliah Fisika Dasar dan Statika Dinamika. Kuliah dasar tersebut sangat
membantu dan mempermudah dalam memahami dan menganalisis permasalahan pada mata kuliah
termodinamika.
Sistematika buku kuliah ini diawali Bab I dan diakhiri dengan Bab VIII. Bab I membahas konsep
umum termodinamika. Bab ini menerangkan cakupan ilmu termodinamika, keseimbangan energi, besaran
dan satuan termodinamika serta beberapa contoh aplikasi analisis energi. Bab II membahas konsep dasar
Hukum Termodinamika I yang diturunkan dari hukum kekekalan energi. Pada bab ini dibicarakan lebih
jauh tentang aplikasi hukum ke I sebagai metode analisis energi pada fluida tanpa aliran maupun dengan
aliran. Bab III menerangkan pokok bahasan fluida kerja. Dalam bab ini diterangkan perubahan fase padat,
cair hingga gas yang berakibat pada perubahan sifat termodinamika lain seperti entalpi, energi dalam,
volume spesifik, dan entropi. Di samping fluida nyata dibahas pula persamaan gas ideal untuk pendekatan
teoretis tak reversibel untuk analisis gas pada kondisi superpanas yang tinggi.
Bab IV membahas proses-proses reversibel dan proses tak reversibel. Proses reversibel isovolumik,
isobarik, isotermal, adiabatik, dan politropik sebagai kesatuan proses pada gas nyata maupun gas ideal
diterangkan dalam bab ini. Penguasaan bab ini akan mempermudah mahasiswa dalam pengenalan bab
selanjutnya. Di samping proses reversibel yang merupakan konsep ideal dalam suatu proses, dalam bab
ini juga dibahas proses yang nyata terjadi di alam tanpa idealisasi, yaitu proses-proses yang berlangsung
tak reversibel.
Hukum termodinamika ke II di bahas pada Bab V. Dalam bab ini ditunjukkan bahwa Hukum I
termodinamika tidak peka akan arah proses, sedangkan Hukum Termodinamika ke II peka akan arah
proses. Hukum I tidak bisa menganalisis apakah suatu proses bisa berlangsung atau tidak. Pengenalan
besaran entropi pada Bab ini sebagai konsekuensi Hukum ke II mengantar mahasiswa untuk menganalisis
kemungkinan berlangsungnya proses berdasarkan perubahan entropi sistem.
Bab selanjutnya, yaitu Bab VI sampai Bab VIII merupakan aplikasi dari semua bab yang dibahas
sebelumnya. Bab VI berbicara tentang siklus-siklus dasar pada mesin kalor mulai dari siklus tekanan
konstan, siklus Carnot, siklus Stirling dan Ericson, siklus Otto, dan siklus Diesel. Pada pokok bahasan ini
diperkenalkan cara memprediksi efisiensi maksimum siklus dasar mesin kalor.
Bab VII membahas konsep Termodinamika Campuran
Tak Bereaksi. Dalam bab ini dibahas sifat-sifat termodinamika campuran meliputi energi dalam,
entalpi, entropi, tekanan parsial, tekanan total, dan suhu campuran. Hukum Gibbs-Dalton sebagai dasar
teori termodinamika campuran dibahas pada awal Bab VII. Perbedaan antara analisis volumetrik dan
analisis gravimetrik juga dibahas dalam bab ini. Penguasaan materi Bab VII akan membantu mahasiswa
dalam aplikasi teknologi penyimpanan produk pertanian, khususnya teknologi penyimpanan dengan
atmosfer terkendali.
Khusus untuk campuran udara dengan uap air dibahas tersendiri pada Bab VIII. Pokok bahasan ini
telah dibahas sedikit pada Bab VII, akan tetapi karena penerapannya dalam bidang keteknikan pertanian
sangat luas maka dibahas khusus dalam Bab VIII. Campuran antara udara dan uap air disebut sebagai
campuran Psikrometri. Pengetahuan yang mendalam tentang bab ini akan menolong mahasiswa untuk
menganalisis dengan baik masalahmasalah keteknikan yang berhubungan dengan desain menara pendingin
(cooling tower), pengkondisi udara (air conditioning), dan keteknikan lain yang berhubungan dengan
rekayasa udara di dalam ruangan.
Dengan selesainya diktat kuliah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas dukungan dana sehingga
buku ajar ini bisa diselesaikan. Kepada seluruh staf pengajar dan di lingkungan Jurusan Teknik pertanian
atas segala kritik dan sarannya penulis sampaikan penghargaan yang tidak terhingga. Kepada Retno
Damayanti, STp dan Rini Yulianingsih, STp, MT atas jerih payah pengumpulan kembali naskah yang
berserakan, editing serta pengetikan ulang serta segala kesabarannya kami mengucapkan banyak terima
kasih sekaligus penghargaan yang tidak terhingga. Kepada istri tercinta Heryuntari dan anak anak saya
Hanif, Sadya dan Akhsan atas segala pengertian, kesabaran dan keikhlasannya untuk tidak diperhatikan
selama penyelesaian buku ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kelebihan pada semuanya.
Akhir kata penulis mengucapkan Masya Allahu La quwatta ila billah, Allah mengizinkan, tidak ada
kekuatan kecuali dengan izin-Nya. Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya.
Malang, Januari 2010
Bambang Susilo
Bambang Dwi Argo
BAB I PENGERTIAN DASAR
Semua benda hidup bergantung pada energi untuk kelangsungan hidupnya, dan peradaban modern
dapat terus menerus berkembang dengan pesat hanya jika ada sumber energi yang dapat dikembangkan
untuk memenuhi keperluan hidupnya. Energi ada dalam banyak bentuk, mulai dari energi yang tersimpan di
dalam atom sampai kuat panas radiasi yang dipancarkan oleh matahari. Sumber-sumber energi yang
bermanfaat sifatnya terbatas, misalnya energi kimia yang ada dalam minyak dan energi potensial dari
masa air dalam jumlah besar yang diuapkan oleh matahari. Banyak sumber energi yang diketahui, namun
mungkin juga tidak diketahui. Bila ada suatu sumber energi, maka pertama yang harus dilakukan adalah
mengubah energi tersebut menjadi suatu bentuk energi yang berguna untuk kebutuhan manusia. Misalnya,
energi potensial dari massa air yang besar yang akan diubah menjadi energi listrik adalah dengan
menggunakan turbin air yang dipasang pada saluran air antara sumber air (gunung) dan pembuangan akhir
(laut). Energi pembakaran batu bara digunakan untuk menghasilkan uap dan dengan menggunakan turbin
uap akan dapat membangkitkan listrik. Energi pembakaran dari bahan bakar bensin digunakan untuk
memanaskan udara, kemudian udara tersebut mengembang dan mendorong piston di dalam suatu mesin
pembakaran dalam internal untuk menghasilkan kerja mekanik. Atom uranium ditembak dan melebur
sehingga energi nuklir dihasilkan dan dimanfaatkan sebagai kalor untuk menghasilkan uap. Uap tersebut
pada akhirnya digunakan untuk membangkitkan listrik pada mesin uap. Mesin-mesin yang digunakan untuk
mengubah energi telah dikembangkan pada 2 abad terakhir, umumnya dilakukan dengan praktik, tetapi
kadangkadang dilakukan dengan analisis teori dan penelitian.
Termodinamika terapan adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan kalor (heat), kerja (work),
dan sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu sistem. Termodinamika terapan diperlukan untuk menganalisis dan
mengubah energi panas dari sumber yang bermanfaat, seperti bahan bakar minyak atau nuklir menjadi
kerja mekanik.
Mesin kalor (Heat Engine) adalah nama yang diberikan kepada suatu sistem yang bekerja dalam
suatu siklus untuk menghasilkan kerja (work) dari suatu patokan (suplai) energi kalor yang diberikan.
Hipotesis hukum termodinamika awalnya didasarkan pada pengamatan kejadian di dunia, tempat kita
tinggal. Dari hukum termodinamika telah diamati bahwa kalor dan kerja adalah dua bentuk yang erat
hubungannya dan akan menggambarkan keberadaan energi. Hubungan ini adalah dasar dari Hukum
Pertama Termodinamika I. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa kalor tidak pernah mengalir dari suatu
benda pada suhu yang rendah ke suatu benda yang mempunyai suhu yang lebih tinggi. Pengamatan ini
adalah dasar dari Hukum Termodinamika II, yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa mesin kalor
tidak dapat mengubah semua kalor yang masuk menjadi kerja mekanik, tetapi harus selalu ada kalor yang
dibuang pada bentuk suhu yang lebih rendah daripada suhu pemasukan. Gagasan ini akan dibahas dan
dikembangkan pada Bab II, tetapi pertama-tama beberapa definisi dasar harus dibuat.
1.1 Kalor, Kerja, dan Sistem
Untuk pembahasan termodinamika terapan secara luas dan tepat, perlu terlebih dulu ditentukan
konsep-konsep pengertian yang akan digunakan.
Kalor (Heat) : adalah suatu bentuk energi yang dipindahkan dari suatu benda ke benda lain yang
memiliki suhu lebih rendah, sesuai dengan perbedaan suhu di antara 2 benda tersebut.
Sebagai contoh, bila suatu benda A pada suatu suhu tertentu, misalnya 20C, disinggungkan dengan
benda lain B pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 21C, maka akan ada perpindahan kalor dari B ke A
sampai suhu pada benda A dan B sama (Gambar 1.1). Bila suhu A sama dengan suhu B, tidak ada
perpindahan panas yang berlangsung di antara kedua benda tersebut, dan mereka dikatakan dalam keadaan
keseimbangan panas. Panas muncul hanya selama proses dan karena itu panas adalah energi yang
dialihkan. Selama energi panas mengalir dari B ke A, maka ada pengurangan energi dalam yang dimiliki
oleh benda B dan meningkatnya energi dalam yang dipunyai benda A. Energi dalam yang dimiliki oleh
suatu benda, paling sedikit merupakan fungsi dari suhu, seharusnya tidak dirancukan dengan kalor (heat).
Kalor (heat) tidak pernah dapat diisikan ke dalam suatu benda atau dimiliki oleh suatu benda.
Alat ukur yang ditunjukkan dalam Gambar 1.5a dan 1.5c mengukur tekanan (dalam satuan mm) dari
fluida yang diketahui bobot spesifiknya, dan dikenal dengan manometer.
Sebagai contoh, bila air adalah fluidanya, maka 1 mm air = 1/103 x 9806.5 N/m2 = 9.81 N/m2
dengan berat 1 m3 air adalah 9810 N
Air raksa atau merkuri paling sering digunakan dalam alat ukur tekanan. Dengan mengambil bobot
spesifik air raksa sama dengan 13.6, maka
1 mm air raksa = 1/103 x 13.6 9810 N/m2 = 133.4 N/m2
Volume spesifik adalah volume yang ditempati oleh satu satuan masa dari sistem. Simbol yang
digunakan adalah dan satuannya sebagai contoh adalah m3/kg. Simbol V akan digunakan untuk volume.
(catatan : volume spesifik berbanding terbalik dengan densitas).
Kerja (work) didefinisikan sebagai hasil perkalian dari suatu gaya dan perpindahan jarak yang
searah dengan gaya tersebut. Bila batas dari suatu sistem tertutup bergerak searah dengan gaya yang
bekerja pada batas tersebut, maka sistem bekerja pada sekelilingnya. Bila batas tersebut digerakkan ke
dalam, maka kerja diberikan dari sekeliling ke sistem tersebut. Sebagai contoh satuan kerja adalah N.m.
Jika kerja dikenakan pada satu satuan masa fluida, maka kerja yang dilakukan per kg fluida mempunyai
satuan N.m/kg.
Kerja dikenal sebagai energidalam proses peralihan. Kerja tidak pernah diisikan dalam benda atau
dimiliki oleh benda.
Kalor dan kerja keduanya merupakan energi transisi dan tidak harus dirancukan dengan energi dalam
yang dimiliki oleh suatu sistem. Sebagai contoh, bila suatu gas diisikan dalam suatu silinder yang
diisolasi dengan baik (Gambar 1.6a) dan ditekan dengan menggerakkan piston ke kiri, tekanan dan suhu
gas yang diamati meningkat, dan akibatnya energi dalam dari gas tersebut meningkat. Berhubung silinder
tersebut diisolasi dengan sempurna, maka tidak ada kalor yang dapat mengalir ke dalam atau keluar dari
gas tersebut. Kenaikan energi dalam gas tersebut karena disebabkan oleh kerja yang dilakukan oleh piston
terhadap gas tersebut.
Gambar 6. Kenaikan energi dalam meningkatkan suhu pada sistem akibat masukan energi dari kerja dan
kalor
Suatu contoh lain, suatu gas diisikan dalam suatu wadah yang kokoh dan dipanaskan (Gambar 1.6b).
Berhubung batasbatas pada sistem dijaga dengan tetap, maka tidak ada kerja yang dilakukan pada atau
oleh sistem. Tekanan dan suhu gas yang diamati meningkat sehingga energi dalam dari gas tersebut naik.
Kenaikan energi dalam disebabkan oleh kalor yang ditambahkan pada sistem.
Pada contoh Gambar 1.6a, kerja yang dilakukan pada sistem adalah energi yang muncul hanya selama
proses kompresi terjadi. Ada energi dalam awal dan akhir dari sistem, tetapi kerja yang dilakukan muncul
hanya dalam transisi dari kondisi awal dan akhir. Sama dalam contoh pada Gambar 1.6b, kalor yang
diberikan muncul hanya dalam transisi dari suatu keadaan gas ke keadaan yang lain.
Definisi yang lebih rinci dari kekontinyuan adalah sebagai berikut. Bila suatu fluida mengalami
proses reversible, fluida dan sekelilingnya, keduanya dapat selalu dikembalikan ke tingkat keadaan
awalnya. Kriteria kekontinyuan adalah sebagai berikut:
1. Proses harus tanpa gesekan. Fluida sendiri harus tidak mempunyai gesekan dalam dan harus
tidak ada gesekan mekanik (misalnya antara silinder dan piston).
2. Perbedaan tekanan antara fluida dan sekelilingnya selama proses harus hampir tidak ada.
Ini berarti bahwa proses harus berlangsung sangat cepat, karena gaya untuk mempercepat batas-batas
dari sistem adalah sangat kecil.
3. Perbedaan suhu antara fluida dan sekelilingnya selama proses harus sangat kecil. Ini berarti
bahwa panas yang diberikan atau dibuang ke atau dari sistem harus dipindahkan dengan sangat pelan.
Jelaslah dari kriteria di atas bahwa tidak ada proses dalam praktik yang benar-benar reversibel.
Meskipun demikian, banyak proses dalam praktik pendekatannya sangat mendekati reversibilitas dalam.
Dalam proses reversibel dalam, walaupun sekeliling tidak pernah dikembalikan ke tingkat keadaan
awalnya, fluida sendiri dalam keseimbangan pada setiap saat dan lintasan dari proses dapat secara tepat
digambar kembali ke tingkat keadaan awalnya. Pada umumnya, proses di dalam silinder dengan piston
yang dapat berpindah secara bolak-balik diasumsikan sebagai reversible dalam sebagai suatu
pendekatan yang masuk akal, tetapi proses dalam mesin rotari (turbin) digolongkan irreversible sangat
tinggi karena tingkat turbulensi dan gesekan atau gosokan yang tinggi dari fluida.
1.5 Kerja Reversibel
Suatu fluida ideal tanpa gesekan diisikan dalam suatu silinder yang bertorak (piston). Diasumsikan
bahwa tekanan dan suhu fluida adalah seragam dan tidak ada gesekan antara torak (silinder) dan dinding
silinder.
Bila proses penekanan berlangsung secara reversible kerja yang dilakukan pada fluida diberikan
dengan luasan yang diarsir (Gambar 1.15). Catatan bahwa integral pdv akan memberi jawaban negatif,
yang menunjukkan bahwa kerja sedang dilakukan pada dan tidak oleh fluida, kerja yang dilakukan pada
fluida = pdv= luasan yang diarsir.
Ada kesepakatan bahwa proses dari kiri ke kanan pada diagram p-v menyatakan fluida bekerja pada
sekelilingnya (W adalah positif). Sebaliknya, proses dari kanan kekiri menyatakan fluida dikenai kerja
oleh sekelilingnya ( W adalah negatif).
Bila fluida mengalami urutan proses dan akhirnya kembali ke tingkat keadaan awalnya, maka
dikatakan fluida telah mengalami siklus termodinamik. Suatu siklus yang hanya terdiri atas proses
reversible adalah siklus reversible. Siklus yang diplot pada diagram sifat membentuk gambar
tertutup, dan suatu siklus reversible diplot pada diagram p-v membentuk gambar tertutup, yaitu daerah
yang menunjukkan kerja bersih dari siklus tersebut. Sebagai contoh, siklus reversible yang terdiri atas
empat proses reversible : 1 ke 2, 2 ke3, 3 ke 4 dan 4 ke 1, ditunjukkan pada Gambar 1.16. Keluaran kerja
bersih adalah sama dengan luasan yang diarsir.
Jika siklus yang telah digambarkan dalam arah yang berlawanan ( 1 ke 4, 4 ke 3, 3 ke 2, 2 ke 1),
maka luasan yang diarsir akan menunjukan kerja bersih yang masuk ke dalam sistem. Peraturan bahwa
luasan yang tertutup dari suatu siklus reversible menunjukkan kerja yang keluar (kerja yang dilakukan
oleh sistem) bila sistem digambarkan dalam arah jarum jam, dan luasan yang tertutup menunjukkan kerja
masuk (kerja yang dikenakan pada sistem) bila siklus digambarkan berlawanan dengan arah jarum jam.
Kerja yang dilakukan dari 3 ke 1 adalah nol karena piston dikunci pada suatu posisi.
maka kerja bersih yang dilakukan oleh fluida = luasan tertutup 1231 = 50000-25000 = 25000 N m.
Telah dinyatakan bahwa kerja yang dilakukan diberikan oleh pdv hanya untuk proses reversible.
Dapat dilihat dengan mudah bahwa pdv tidak sama untuk kerja yang dilakukan jika prosesnya
irreversible. Sebagai contoh, mari kita perhatikan sebuah silinder yang dibagi dalam beberapa bagian
dengan menyelipkan sekatsekat (Gambar 1.18). Awalnya, bagian A diisi dengan masa fluida dengan
tekanan p1. Bila sekat terselip no 1 dicabut secara cepat, maka fluida mengembang dan mengisi bagian A
dan B. Pada saat sistem dalam tingkat keadaan keseimbangan yang baru, tekanan dan volume ditetapkan
dan keadaan dapat dicatat pada diagram p-V (Gambar1.19). Sekat no 2 sekarang dicabut dan fluida
mengembang memenuhi bagian A, B dan C. Lagi tingkat keadaan keseimbangan dapat ditandai pada
diagram. Prosedur yang sama dapat dipakai untuk sekat-sekat 3 dan 4 sampai akhirnya fluida pada p2 dan
menempati volume v2 bila mengisi bagian-bagian A,B,C,D dan E. Luasan di bawah kurva 1 - 2 pada
Gambar 1.19 diberikan dengan pdv , tetapi tidak ada kerja yang dilakukan. Tidak ada piston yang
dipindahkan, tidak ada roda turbin yang diputar; dengan lain kata, tidak ada gaya luar yang dipindahkan
melalui suatu jarak. Hal ini adalah kasus yang ektrim dari suatu proses irreversible yang mana pdv
mempunyai nilai dan kerja yang dilakukan adalah nol.
Bila suatu fluida berekspansi tanpa menghasilkan gaya yang diterima oleh sekeliling, sebagai contoh
di atas, proses tersebut dikenal sebagai ekpansi bebas. Ekpansi bebas adalah proses irreversible yang
tinggi dengan kriteria (b) pada Sub bab 1.4. Proses ekpansi dalam praktik merupakan sejumlah kerja yang
dilakukan oleh fluida yang lebih kecil dari pdv dan proses kompresi dalam praktik merupakan kerja
yang dilakukan pada fluida yang lebih besar dari pdv . Sebagai contoh, masukan kerja pada roda pedal
ditunjukkan pada Gambar 1.7 adalah irreversible. Kita harus menyajikan semua proses irreversible
dengan garis putus-putus pada diagram sifat.
SOAL LATIHAN
1 Fluida tertentu pada 10 bar diisikan pada silinder yang berdampingan dengan suatu piston, volume
awalnya 0.05 m3. Hitung kerja yang dilakukan oleh fluida bila fluida tersebut mengembang secara
reversibel,
a) Pada tekanan konstan sampai volume akhirnya 0.2 m3.
b) menurut persamaan linier sampai volole akhirnya 0.2 m3 dan tekanan akhirnya 2 bar.
c) menurut persamaan p.V = konstan sampai volume akhirnya 0.1 m3.
d) menurut persamaan pV3 = konstant sampai volume akhirnya 0.06 m3.
e) menurut persamaan sampai volume akhirnya 0.1 m3 dan tekanan akhirnya 1 bar. A dan B
adalah konstanta.
Gambarkan semua proses pada diagram p-V (150000, 90000, 34700 , 7640, 19200).
2 1 kg fluida ditekan secara reversibel menurut persamaan p.v = 0.25 dimana p dalam bar dan v adalah
m3/kg. Volume akhir adalah 1/4 dari volume awalnya. Hitung kerja yang dilakukan pada fluida dan
gambarkan proses tersebut pada diagram p-v.
( Jawaban : 34660 N m ).
3 0.005 m3 dari gas pada 6.9 bar mengembang secara reversible dalam silinder yang berpiston yang
mengikuti persamaan pv1.2 = konstan sampai volumenya 0.08 m3. Hitung kerja yang dilakukan oleh
gas dan gambarkan proses tersebut pada diagram p-v.
4 Satu kilogram fluida mengembang secara reversible yang mengikuti persamaan linier dari 4.2 bar ke
1.4 bar. Volume awal dan akhir masing-masing adalah 0.004 m3 dan 0.02 m3. Fluida kemudian
didinginkan secara revarsible dengan mengikuti pv = konstan kembali kekondisi awalnya pada 4.2 bar
dan 0.004 m3. Hitung kerja yang dilakukan pada setiap proses yang menyatakan apakah kerja pada
atau oleh fluida dan hitung kerja bersih dari siklus. Gambarkan pada diagram p-v.
( Jawaban : 4480; -1120;-1845;1515 N m ).
5 0.09 m3 dari fluida pada 0.7 bar ditekan secara reversible sampai tekanannya 3.5 bar yang mengikuti
persamaan pvn = konstan. Fluida kemudian dipanaskan secara reversible pada volume tetap sampai
tekanannya 4 bar; maka volume spesifiknya adalah 0.5 m3/kg. Ekpansi secara reversible yang
mengikuti persamaan pv2 = konstan mengembalikan ketingkat keadaan awalnya. Hitung masa fluida
yang ada, nilai n dari prosespertama, dan kerja bersih yang dilakukan pada atau oleh fluida dalam
siklus. Gambarkan siklus pada diagram p-v.
( Jawaban : 0.0753 kg ; 1.85 ; 676 N m )
6 Fluida dipanaskan secara reversible pada tekanan tetap 1.05 bar sampai fluida tersebut mempunyai
volume spesifik 0.1 m3/kg. Fluida kemudian ditekan secara reversible mengikuti persamaan pv =
konstan sampai tekanannya 4.2 bar, maka diikuti dengan mengembang secara reversible dengan
mengikuti persamaan pv1.3= konstan, dan akhirnya dipanaskan pada volume tetap kembali kekondisi
awalnya. Kerja yang dilakukan pada proses tekanan tetap adalah 515 N m dan masa fluida yang ada
adalah 0.2 kg. Hitung kerja bersih yang dilakukan pada atau oleh fluida dalam siklus dan gambarkan
siklus tersebut pada diagram pv.
(Jawaban : -422 N m ).
BAB II HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA
2.1 Konservasi Energi
Konsep-konsep energi dan hipotesa bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan telah
dikembangkan oleh para ilmuwan pada awal abad ke 19 yang telah dikenal sebagai Prinsip konservasi
Energi. Hukum pertama termodinamika hanya merupakan salah satu bagian dari pernyataan prinsip umum
tersebut di atas dengan acuan khusus pada energi panas*[1]) dan energi mekanis.
Telah ditunjukan dalam Sub bab 1.6, bila ada suatu sistem yang dibuat dengan siklus yang lengkap
maka kerja bersih dilakukan atau dikenakan oleh atau kepada sistem tersebut. Selama energi tidak dapat
diciptakan, energi mekanik ini harus didapatkan melalui transformasi dari beberapa sumber energi.
Sekarang sistem telah dikembalikan ke kedudukan awalnya, karena itu energi dalamnya tidak diubah dan
dengan demikian energi mekanik tidak dihasilkan oleh sistem sendiri. Hanya energi lain yang dilibatkan
dalam siklus berupa panas yang telah diberikan atau dibuang dalam proses yang berbeda-beda. Dengan
prinsip konservasi energi, kerja bersih yang dilakukan oleh sistem, sama dengan panas bersih yang
diberikan ke sistem. Oleh karena itu, Hukum pertama termodinamika dapat dinyatakan sebagai berikut:
Bila sistem mengalami siklus termodinamika maka panas bersih yang diberikan kepada sistem
sama dengan kerja bersih yang dilakukan oleh sistem kepada sekelilingnya.
Dituliskan dengan lambang :
Persamaan ini benar untuk suatu proses yang berurutan antara kedudukan 1 dan kedudukan 2 yang
dihasilkan, tidak ada aliran fluida kedalam atau keluar sistem. Dalam suatu proses fluida yang tidak
mengalir, panas dapat masuk atau keluar dari sistem, tetapi keduanya tidak dapat berlangsung bersamaan.
Sehingga, dengan memberikan tanda, panas yang diberikan ke sistem adalah positif dan kerja yang
dilakukan oleh sistem (kerja keluar) adalah positif, dan didapatkan persamaan:
U2 U1 = Q - W untuk proses yang tidak mengalir.
atau :
Q = (U2 U1) + W atau untuk 1 kg
Q = (u2 - u1) + W (2.2)
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan energi untuk fluida yang tidak mengalir. Persamaan 2.2
sering ditulis dalam bentuk diferensial. Untuk sejumlah kecil panas yang diberikan dQ, sejumlah kecil
kerja yang dilakukan oleh fluida dW, dan sejumlah kecil kenaikan energi dalam du, maka : dQ = du + dW
(2.3)
Contoh 2.2.
Dalam suatu langkah kompresi dari mesin pembakaran dalam, panas yang dibuang ke air pendingin
sebesar 45 kJ/kg dan kerja masukan adalah 90 kJ/kg. Hitung perubahan energi dalam dari fluida kerja dan
tunjukkan apakah perubahan menyatakan penambahan atau kehilangan. Q = - 45 kJ/kg
(tanda negatif sehingga panas dibuang )
W = -90 kJ/kg
(tanda negatif sehingga kerja adalah kerja yang diberikan ke sistem) dengan menggunakan persamaan
2.2
Q = (u2 - u1) + W
- 45 = (u2 - u1) -90
(u2 - u1) = 90 - 45 = 45 kJ/kg
jadi peningkatan nilai energi dalam.
Contoh 2.3.
Dalam silinder dari suatu motor udara, udara yang ditekan mempunyai energi dalam 420 kJ/kg pada
awal ekspansi dan energi dalam 200 kJ/kg setelah proses ekspansi. Hitung aliran panas ke atau dari
silinder bila kerja dilakukan oleh udara selama ekspansi adalah 100 kJ/kg. Dari persamaan 2.2
Q = (u2 - u1) + W maka Q = (200 - 420) + 100 = -220 + 100 = -120 kJ/kg sehingga panas yang
dibuang = 120 kJ/kg.
Penting untuk dicatat bahwa persamaan-persamaan 2.1, 2.2 dan 2.3 adalah benar, baik untuk proses
reversible maupun irreversible. Ini merupakan persamaan energi.
Untuk proses reversibel yang tidak mengalir digunakan persamaan 1.2,
W = pdv
atau untuk jumlah yang kecil, dW = pdv
Sehingga untuk suatu proses reversibel tanpa aliran, dengan memanipulasi persamaan 2.3 didapatkan
, dQ = du + p du (2.4)
atau dengan mengganti persamaan 2.2,
Q = (u pdv (2.5)
Persamaan 2.4 dan 2.5 hanya dapat digunakan untuk proses reversibel ideal yang tidak mengalir.
Komponen p1v1, dan panas yang diberikan Q, energi yang meninggalkan sistem terdiri dari energi fluida
yang mengalir pada bagian pengeluaran , elemen energi p2v2, dan kerja yang dilakukan oleh fluida
W. Aliran fluida mantap yang masuk dan keluar sistem, dan ada aliran mantap untuk perpindahan panas
dan kerja, maka energi yang masuk harus benar-benar sama dengan energi yang meninggalkan, sehingga.
Hampir semua masalah-masalah dalam termodinamika terapan, perubahan tinggi dapat diabaikan dan
energi potensial dapat dihilangkan dari persamaan tersebut. Elemen u dan pv ada pada kedua sisi
persamaan tersebut dan selalu akan bekerja dalam proses aliran sehingga fluida selalu mempunyai energi
dalam tertentu, dan elemen pv selalu ada pada pemasukan dan pengeluaran sebagaimana ditunjukan pada
pembuktian di atas. Jumlah energi dalam dan elemen pv diberikan dengan simbol h, dan disebut entalpi,
sehingga
Entalpi, h = u + pv. (2.7)
Entalpi fluida merupakan salah satu sifat fluida, karena entalpi terdiri dari jumlah sifat-sifat dan
perkalian dari dua sifat. Ketika entalpi adalah suatu sifat seperti halnya energi dalam, tekanan, volume
spesifik dan suhu, entalpi tersebut dapat diperhitungkan dalam suatu masalah, baik dalam proses mengalir
ataupun proses yang tidak mengalir. Entalpi suatu masa m dari fluida dapat ditulis sebagai H (sehingga mh
= H). Satuan dari h adalah sama seperti satuan untuk energi dalam.
Dengan mengganti persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.6,
Persamaan 2.8 dikenal sebagai persamaan energi untuk aliran mantap. Dalam aliran mantap debit
aliran massa fluida pada suatu penampang adalah sama dengan aliran massa pada penampang yang lain.
Dengan memperhatikan suatu penampang melintang dengan luasan A, dimana kecepatan fluida adalah C,
maka debit aliran volume melewati penampang tersebut adalah CA.. Aliran massa merupakan aliran
volume dibagi dengan volume spesifik.
Debit aliran masa ,
(dimana v = volume spesifik pada penampang tersebut).Persamaan ini dikenal sebagai persamaan
kontinyuitas massa.
Dengan referensi pada gambar 2.2
Contoh 2.4.
Dalam suatu turbin gas, gas mengalir melalui turbin pada 17 kg/s dan tenaga yang dihasilkan turbin
adalah 14 000 kW. Entalpi gas pada saat masuk dan keluar masing-masing adalah 1200 kJ/ kg dan 360
kJ/kg, dan kecepatan gas pada saat masuk dan keluar masing-masing adalah 60 m/s dan 150m/s. Hitung
debit panas yang dibuang dari turbin. Dapatkan juga luas penampang pipa pemasukan yang digunakan
dimana volume spesifik gas pada saat masuk adalah 0.5 m3/kg.
(catatan : bahwa perubahan energi kinetik adalah sangat kecil dibandingkan dengan komponen yang lain
sehingga dapat diabaikan).
Kerja masukan yang dibutuhkan = 260.9 kj/kg = 260.9 x 0.4 kJ/s = 104.4 kW. Dari persamaan 2.9,
sehingga A1 = (0.4 x 0.85)/6 m2 =0.057 m2 v sehingga luasan penampang melintang pipa
saluran masuk = 0.057 m2 dengan cara yang sama untuk pipa A2 = (0.4 x 0.16)/4.5 =0.014 m2 sehingga
luas penampang melintang pipa saluran ke luar = 0.014 m2.
Dalam contoh 2.5 telah digunakan persamaan energi pada aliran mantap, walaupun pada kenyataannya
kompresor terdiri: dan pemampatan udara, penekanan dalam silinder yang tertutup, dan pembebasan
udara. Persamaan aliran mantap dalam kasus ini dapat digunakan karena siklus proses berlangsung cepat,
karena itu pengaruh rata-rata adalah aliran mantap dari udara melalui mesin.
Soal-soal:
1. Dalam suatu kompresor udara, kompresi berlangsung dengan energi dalam konstan dan 50 kJ panas
dibuang ke air pendingin untuk setiap kilogram udara. Hitung kerja yang dibutuhkan oleh kompresor
tersebut per satu kilo gram udara.
( jawab 50 kJ/kg )
2. Dalam suatu langkah kompresi mesin gas kerja yang dilakukan pada gas oleh piston adalah 70 kJ/kg
dan panas dibuang ke air pendingin adalah 42 kJ/kg. hitung perubahan energi dalam, dengan
menyatakan apakah energi dalam tersebut bertambah atau kehilangan
(jawab : 28 kJ/kg, bertambah).
3. Suatu masa gas dengan energi dalam 1500 kJ diisikan dalam suatu silinder yang berinsulasi sempurna.
Gas dibiarkan untuk mengembang di belakang piston sampai energi dalamnya 1400 kJ. Hitung kerja
yang dilakukan oleh gas; Jika langkah ekspansi tersebut mengikuti hukum pv2 = konstan, dan tekanan
dan volume awal masing-masing adalah 28 bar dan 0.06 m3, hitung tekanan dan volume akhir.
(jawab : 100 kJ, 4.59 bar, 0.148 m3)
4. Gas dalam silinder dari mesin pembakaran dalam mempunyai energi dalam 800 kJ/kg dan volume
spesifik 0.06 m3/ kg pada saat awal ekspansi. Ekspansi dari gas diasumsikan berlangsung dengan
mengikuti hukum reversible pv1.5 = konstan, dari 55 bar ke 1.4 bar. Energi dalam setelah ekspansi
adalah 230 kJ/ kg. Hitung panas yang dibuang ke air pendingin silinder per kg dari gas tersebut selama
langkah ekspansi.
(jawab : 104 kJ/kg)
5. Suatu turbin uap menerima aliran uap 1.35 kg/s dan menghasilkan tenaga 500 kW. Kehilangan panas
dari badan turbin diabaikan :
a. Dapatkan perubahan entalpi yang melewati turbin bila kecepatan dan perbedaaan ketinggian pada
saat masuk dan keluar diabaikan.
b. Dapatkan perubahan entalpi uap yang melewati turbin bila kecepatan pada saat masuk 60 m/s,
kecepatan pada saat keluar adalah 360 m/, dan pipa pemasukan 3 m di atas pipa pengeluaran.
( jawab : 370 kJ/kg ; 433 kJ/kg )
6. Suatu aliran mantap dari uap memasuki kondensor dengan entalpi 2300 kJ/kg dan kecepatan 350 m/s.
Embun meninggalkan kondensor dengan entalpi 160 kJ/kg dan kecepatan 70 m/s. hitung panas yang
dipindahkan ke fluida pendingin per kg uap yang diembunkan.
( jawab : -2199 kJ/kg )
7. Suatu turbin yang beroperasi pada kondisi aliran mantap menerima uap pada kedudukan sebagai berikut
: tekanan 13.8 bar; volume spesifik 0.143 m3/kg; energi dalam 2590 kJ/kg; kecepatan 30 m/s.
Kedudukan dari uap pada saat meninggalkan turbin adalah ; tekanan 0.35 bar; volume spesifik 4.37
m3/kg; energi dalam 2360 kJ/kg; kecepatan 90 m/s. Panas hilang ke sekeliling dengan laju 0.25 kJ/s.
Jika laju dari aliran uap adalah 0.38 kg/s, Apakah kerja dihasilkan oleh turbin tersebut?.
( jawab : 102.8 kW )
8. Suatu nozzle dibuat untuk meningkatkan kecepatan aliran yang mantap dari fluida. Entalpi fluida pada
pemasukan nosel adalah 3025 kJ/kg dan kecepatan 60 m/s. Pada pengeluaran nozzle, entalpi adalah
2790 kJ.kg. Nozzle adalah horisontal dan ada panas hilang dapat diabaikan dari nozzle tersebut.
a. Dapatkan kecepatan pada pengeluaran nozzle.
b. Jika luasan pemasukan adalah 0.1 m2 dan volume spesifik pada pemasukan adalah 0.19 m3/kg,
dapatkan laju dari aliran fluida.
c. Jika volume spesifik pada pengeluaran nozzle adalah 0.5 m3/kg dapatkan luasan penampang pada
pipa pengeluaran.
(jawab : 688 m/s ; 31.6 kg/s ; 0.0229 m2).
BAB III FLUIDA KERJA
Pada sub bab 1.5 bahan yang ada di alam batas sistem didefinisikan sebagai fluida kerja, dan
dinyatakan bahwa bila dua sifat sembarang fluida diketahui maka tingkat keadaan termodinamika fluida
tersebut terdefinisi. Dalam sistem termodinamika fluida kerja dapat berupa cairan, uap, atau gas. Semua
bahan dapat berada dari salah satu phase ini, tetapi dalam pembahasan termodinamika diarahkan untuk
mengidentifikasi semua bahan pada phase mana mereka dalam keadaan keseimbangan pada tekanan dan
suhu atmosfer. Sebagai contoh, bahan seperti oksigen dan nitrogen merupakan zat yang dikenal sebagai
gas; H2O sebagai cairan atau uap; Mercuri dikenal sebagai cairan. Semua bahan-bahan ini dapat berada
dalam phase-phase yang berbeda-beda; oksigen dan nitrogen dapat dicairkan; H2O dapat menjadi gas
pada suhu yang sangat tinggi; mercuri dapat diuapkan dan akan berupa gas jika suhu dinaikkan cukup
tinggi.
3.1 Cairan, uap, dan gas
Sebagai pembahasan awal, kita perhatikan suatu diagram p-v untuk beberapa zat tertentu. Pada
umumnya fase padat tidak begitu penting dalam termodinamika teknik, di mana pada fase ini lebih cocok
untuk ahli bahan atau ahli fisika. Bila suatu fluida dipanaskan pada tekanan konstan, ada satu suhu tertentu
yang dicirikan oleh munculnya gelembung dari uap dalam cairan; phenomena ini dikenal sebagai proses
pendidihan. Pada tekanan yang lebih tinggi fluida akan mendidih pada suhu yang lebih tinggi. Juga
diketahui bahwa volume yang ditempati oleh 1 kg cairan yang mendidih pada tekanan yang lebih tinggi
jauh lebih besar daripada volume yang ditempati oleh 1 kg dari fluida yang sama bila fluida tersebut
mendidih pada tekanan lebih rendah. Rangkaian titik didih yang digambarkan pada diagram p-v akan
membentuk garis miring, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Titik-titik P, Q, dan R menunjukan titik-
titik pendidihan fluida pada tekanan masing-masing Pp, Pq , dan Pr..
Gambar 3.2. Hubungan antara p dan v dimana terjadi penguapan secara sempurna
Bila 2 kurva yang telah digambarkan dilanjutkan ke tekanan yang lebih tinggi maka terbentuk suatu
kurva yang kontinyu dan membentuk suatu loop seperti pada Gambar 3.3. Tekanan yang ada pada titik
balik disebut sebagai tekanan kritis dan titik balik itu sendiri disebut sebagai titik kritis (titik C pada
gambar 3.3).
Gambar 3.3. Kurva penambahan fase zat
Dapat dilihat bahwa pada titik kritis panas laten adalah nol. Fase zat pada tingkat keadaan didalam
loop terdiri dari campuran fase cairan dan uap kering dan dikenal sebagai uap basah. Tingkat keadaan
jenuh didefinisikan sebagai suatu tingkat dimana perubahan phase akan terjadi tanpa adanya perubahan
tekanan dan suhu, sehingga titik-titik P, Q dan R adalah tingkat keadaan jenuh, dan rangkaian dari setiap
titik-titik pendidihan yang dihubungkan disebut sebagai garis cair jenuh. Pada titik-titik P, Q dan R,
seluruh cairan secara sempurna berubah menjadi uap dan disebut titik jenuh, dan rangkaian dari setiap
titik-titik yang dihubungkan disebut sebagai garis uap jenuh.
Kata penjenuhan digunakan di sini mengacu pada energi penjenuhan. Sebagai contoh, sedikit
tambahan panas pada cairan yang sedang mendidih akan mengubah sebagian cairan tersebut menjadi uap,
dan tidak lagi pada fase cairan tetapi telah berubah menjadi uap basah. Sama halnya bila tingkat bahan
mendekati garis uap jenuh dan didinginkan perlahan, tetesan cairan akan mulai terbentuk, dan uap jenuh
menjadi uap basah. Uap jenuh biasanya disebut sebagai kering jenuh yang berarti tidak ada cairan dalam
uap pada keadaan ini.
Garis-garis pada suhu tetap, disebut isotermal, dapat digambarkan pada diagram p-v sebagaimana
ditunjukan pada Gambar 3.4. Garis-garis suhu menjadi horizontal antara garis cair jenuh dan uap jenuh
(artinya, antara P dan P, Q dan Q, R dan R). Jadi ada hubungan suhu penjenuhan untuk setiap tekanan
penjenuhan. Pada tekanan Pp, suhu penjenuhan adalah T1, pada tekanan Pq, suhu penjenuhannya adalah T2
dan pada tekanan Pr, suhu penjenuhannya adalah T3. Garis suhu kritis Tc hanya menyentuh loop pada
titik kritis C.
Bila uap kering jenuh dipanaskan pada tekanan konstan, suhunya meningkat dan uap tersebut menjadi
superpanas. Perbedaan antara suhu aktual pada uap superpanas dan suhu penjenuhan pada tekanan uap
disebut sebagai tingkat keadaan superpanas. Sebagai contoh, uap pada titik s (Gambar 3.4) adalah
superpanas pada Pq dan T3 dan tingkat superpanasnya adalah T3 - T2.
Dalam Sub bab 1.5, dinyatakan bahwa dua sifat sembarang sudahcukup untuk mendefinisikan tingkat
keadaan bahan. Sekarang antara P dan P, Q dan Q, R dan R, suhu dan tekanan adalah tidak
sembarangkarena mereka tetap konstan pada selang nilai dari v. Sebagai contoh, suatu bahan pada Pq dan
T2 (pada Gambar 3.4) dapat sebagai cair jenuh, uap basah, atau uap kering jenuh. Tingkat keadaannya
tidak dapat didefinisikan sampai salah satu sifatnya (seperti volume spesifik) diberikan. Kondisi atau
kualitas uap basah merupakan tingkat keadaan yang paling sering didefinisikan oleh fraksi kekeringannya,
dan bila hal ini diketahui, baik tekanan ataupun suhu maka tingkat keadaan dari uap basah tersebut secara
lengkap terdefinisikan.
Fraksi kekeringan x = massa uap kering dalam 1 kg campuranKadang-kadang fraksi
kebasahandidefinisikan sebagai masa dari cairan dalam 1 kg campuran, sehingga fraksi kebasahan = 1 - x.
(Catatan : bahwa untuk uap kering jenuh, x = 1; dan untuk cair jenuh, x = 0 ).
Perbedaan antara gas dan uap superpanas tidak nyata, tetapi pada tingkat yang sangat tinggi dari
super panas pada suatu garis isotermal pada diagram p-v mengarah menjadi sebuah hiperbola (pv =
konstan). Sebagai contoh, garis isotermal, T6 , pada Gambar 3.4 hampir menyerupai hiperbola. Bahan
yang sifatnya diidealkan disebut sebagai gas ideal, dengan asumsi bentuk persamaan pv/T = konstan.
Dapat dilihat bahwa bila suatu garis pada suhu konstan mengikuti bentuk atau hukum hiperbola maka
persamaan pv / T = konstan dipenuhi. Semua bahan menyerupai gas ideal pada derajat super panas yang
sangat tinggi. Bahan-bahan yang dibicarakan seperti gas oksigen, nitrogen, dan hydrogen memperlihatkan
tingkat superpanas yang tinggi pada kondisi atmosfer normal. Sebagai contoh, suhu kritis oksigen,
nitrogen, dan hidrogen masing-masing sekitar -119C, -147C, dan -240C. Bahan-bahan yang secara
normal ada sebagai uap harus dinaikan ke suhu tinggi sebelum mereka memulai berperan sebagai gas
ideal. Sebagai contoh, suhu kritis amonia, sulphur dioksida dan uap air berturutturut 130 C, 157 C, dan
374.15C.
Dalam masalah praktis teknik, fluida kerja seperti bahan lain yang mendekati gas ideal (seperti
udara), atau yang ada kebanyakan berupa cairan dan uap seperti uap dan uap bahan pendingin (seperti
amonia, freon, dan metil klorida). Untuk bahan yang mendekati hukum gas sifat-sifatnya dapat
diasumsikan. Bahanbahan dalam fase cairan dan uap, nilai sifat-sifatnya ditentukan secara empiris dan
ditabelkan dalam bentuk yang sesuai.
Gambar 3.6. Titik cair jenuh dan uap jenuh pada diagram p - v
Energi dalam, entalpi, dan entropi cair jenuh juga ditabelkan dan subskrip f digunakan untuk tingkat
ini. Sebagai contoh pada 4 bar dan suhu penjenuhan yang bersesuaian 143.6C, air jenuh mempunyai
energi dalam, uf, 605 kJ/kg, dan suatu entalpi, hf, 605 kJ/kg. Kedudukan ini bersesuaian dengan titik C
pada Gambar 3.6. Volume spesifik dari air jenuh, vf, ditabulasikan dalam tabel yang terpisah, tetapi tabel
ini biasanya sangat kecil dalam perbandingan dengan volume spesifik uap kering jenuh, dan variasinya
dengan suhu sangat kecil; garis cair jenuh pada diagram p-v berimpit dengan absis tekanan dibandingkan
dengan lebar dari loop daerah uap basah (lihat Gambar 3.6). Sebagaimana terlihat dari tabel, nilainilai
dari vf bervariasi kira-kira 0.001 m3/kg pada 0.01C sampai 0.011 m3/kg pada 160C; sementara tekanan
mendekati nilai kritis, kenaikan vf lebih terlihat, dan pada suhu kritis 374.5C, nilai v adalah 0.00317
m3/kg.
Perubahan entalpi dari hf ke hg diberi simbol hfg. Bila air jenuh diubah ke uap kering jenuh, dari
Pers. 2.2 akan didapatkan Q = (u2 - u1 ) +W = (ug - uf) + W
W dinyatakan dengan luasan di bawah garis horisontal pada diagram p - v, sehingga : W = (vg - vf) p
Jadi Q = (ug - uf) + p (Vg - vf)
= (ug + p.vg) - (uf + p vf)
Dari Pers. 2.7 h = u + pv
Jadi Q = hg - hf = hfg
Panas yang diperlukan untuk mengubah cair jenuh menjadi uap kering jenuh disebut sebagai panas
laten. Dengan demikian, panas laten diberikan di dalam tabel sebagai hfg.
Dalam tabel uap, energi dalam cair jenuh diambil nilai 0 pada titik triple (pada 0.01C dan
0.006112 bar). Dengan demikian maka dari Pers. 2.7, h = u + pv, kita mempunyai,
h pada 0.011C dan 0.006112 bar = 0.006112uu105 0.0010002
(dimana vf pada 0.01C adalah 0.0010002 m3/kg) sehingga h = 6.112 x 10-4 kJ/kg
Nilai ini sangat kecil dan dengan demikian nilainya 0 untuk entalpi pada suhu 0.01C.
Catatan bahwa pada bagian akhir untuk kisaran tekanan yang ditabelkan pada tabel pertama, tekanan
221.2 bar adalah tekanan kritis, 374.5C adalah suhu kritis, dan panas laten, hfg, adalah nol.
Sifat-sifat dari uap basah.
Untuk suatu uap basah volume total campuran diberikan oleh volume cairan yang ada ditambah
dengan volume uap kering jenuh sehingga volume spesifik diberikan sebagai,
Sekarang untuk 1 kg uap basah, ada x kg uap kering dan (1 - x) kg cairan, dimana x adalah fraksi
kekeringan sebagaimana didefinisikan sebelumnya, dengan demikian,
v = vf (1 - x) + vg x
Volume cairan biasanya sangat kecil dibandingkan dengan volume uap jenuh, dengan demikian untuk
masalah-masalah praktis, v = x vg (3.1) Entalpi uap basah diberikan sebagai jumlah entalpi cairan
ditambah dengan entalpi uap kering,
h = (1 - x) hf + x hg h =hf + x (hg - hf)
h = hf + x hfg (3.2)
Dengan cara yang sama, energi dalam uap basah diberikan sebagai energi dalam cairan ditambah
dengan energi dalam uap kering,
u = (1 - x) uf + x ug (3.3)
u = uf + x (ug - uf) (3.4)
Pers. 3.4 dapat diekpresikan dalam bentuk yang sama dengan Pers. 3.2, tetapi Pers. 3.3 dan 3.4 lebih
sesuai, dengan demikian ug dan uf ditabelkan dan perbedaan ug- uf , tidak ditabelkan.
Contoh 3.1
Dapatkan volume spesifik, entalpi, dan energi dalam dari uap basah pada tekanan 18 bar, fraksi
kekeringan 0.9.
Penyelesaian :
Dari Pers. 3.1.
v = x vg
v = 0.9 x 0.1104 = 0.0994 m3/kg
dari Pers. 3.2
h = hf + x hfg
h = 885 + 0.9x1912 = 2605.8 kJ/kg
dari Pers. 3.3
u = (1 - x) uf + x ug
Jadi u = (1 - 0.9)883 + 0.9x2598 = 2426.5 kJ/kg.
Contoh 3.2
Dapatkan fraksi kekeringan, volume spesifik dan energi dalam uap pada tekanan 7 bar dan entalpi
2600 kJ/kg.
Penyelesaian :
Pada 7 bar, hg = 2764 kJ/kg, dengan demikian entalpi aktual diberikan 2600 kJ/kg, uap tersebut barus
dalam keadaan uap basap. Dari Pers. 3.2,
h = hf + x hfg 2600 = 697 + x 2067
x = 0.921
Maka dari Pers. 3.1
v = x
vg = 0.921 x 0.2728
= 0.2515 m3/kg
Dari Pers. 3.3
u = (1 - x) uf + x ug
Jadi u = (1 - 0.921)696 + 0.921 x 2573
= 2420 kJ/kg
Sifat-sifat uap super panas
Untuk uap dalam daerah superpanas, suhu dan tekanan merupakan sifat-sifat bebas (indepedent). Bila
suhu dan tekanan diberikan untuk suatu uap super panas maka kedudukannya dapat didefinisikan dan
semua sifat-sifat yang lain dapat diperoleh. Sebagai contoh, uap pada 2 bar dan 200C merupakan uap
super panas karena suhu penjenuhan pada 2 bar adalah 120.2C, yang lebih kecil dari suhu aktual. Uap
dalam kedudukan tersebut mempunyai derajat super panas 200- 120.2 = 79.8C. Tabel-tabel dari sifat-
sifat uap super panas berkisar dari tekanan 0.006112 bar ketekanan 221.2 bar, dan ada suatu tabel
tambahan tekanan lewat kritis di atas 1000 bar. Pada setiap tekanan ada suatu kisaran suhu ke derajat yang
tinggi dari super panas, dan nilai-nilai dari volume spesifik, energi dalam, entalpi dan entropi ditabelkan
pada setiap tekanan dan suhu sampai 70 bar; di atas tekanan ini energi dalam tidak ditabelkan. Sebagai
referensi, suhu penjenuhan disisipkan di antara tanda kurung untuk setiap tekanan dalam tabel super panas
dan nilai-nilai vg, ug, hg dan sg juga diberikan. Contoh baris dari nilai-nilai tersebut ditunjukan dalam
Gambar 3.7. Sebagai contoh, dari tabel uap super panas pada 20 bar dan 400C, volume spesifik adalah
0.1511 m3/kg dan entalpi adalah 3248 kJ/kg.
P (ts) t 250 300 350 400 450 500 600
0.1115 0.1255 0.1386 0.1511 0.1634 0.1756 0.1995
u 2681 2774 2861 2946 3030 3116 3291
20 h 2904 3025 3138 3248 3357 3467 3690
(212.4) s 6.547 6.768 6.957 7.126 7.283 7.431 7.701
Gambar 3.7. Contoh Tabel Sifat-sifat uap superpanas pada beberapa suhu pada suatu tekanan
Untuk tekanan di atas 70 bar energi dalam dapat diperoleh bila penggunaan Pers. 2.7 diperlukan.
Sebagai contoh, uap pada 80 bar, 400C mempunyai entalpi, h, 3139 kJ/kg dan volume spesifik, v, 3.428 x
10-2m3/kg, karena itu,
u = h
pv = 3139 -(80 x 105 x 0.03428)/103
= 2864.8 kJ/kg
Contoh 3.3
Uap pada 110 bar mempunyai volume spesifik 0.0196 m3/kg, dapatkan suhu, entalpi dan energi
dalamnya.
Penyelesaian :
Mula-mula perlu ditentukan apakah uap tersebut basah, kering jenuh atau superpanas. Pada 110 bar,
vg = 0.01598 m3/kg, yang mana lebuh kecil dari volume spesifik aktual 0.0196 m3/kg, dan dengan
demikian uap tersebut adalah super panas. Kedudukan uap tersebut ditunjukan pada Gambar 3.8 sebagai
titik A.
Dengan cara yang sama hg pada 9.8 bar = hg pada 9 bar + 0.8 x (hg pada 10 bar - hg pada 9 bar)
= 2774 + 0.8(2778 -2774) = 2777.2 kJ/kg.
Gambar 3.9. Interpolasi data di antara 2 nilai yang ada pada tabel
Juga ug pada 9.8 bar = 2581 + 0.8(2584 - 2581) = 2583.4 kJ/kg. Sebagai contoh yang lain, uap pada 5 bar
pada suhu 320C.
Uap tersebut adalah super panas karena suhu penjenuhan pada 5 bar adalah 151.8C, tetapi untuk
memperoleh volume spesifik dan entalpi suatu interpolasi diperlukan,
v = (v pada 5 bar dan 300 C) + 20/50 (v pada 5 bar dan
350C - v pada 5 bar dan 300C) maka v = 0.5226 + 0.4 (0.5701 - 0.5226) = 0.5416 m3/kg
hampir sama dengan
h = 3065 + 0.4(3168 -3065) = 3106.2 kJ/kg
Dalam beberapa hal interpolasi ganda diperlukan. Sebagai contoh, untuk mendapatkan entalpi uap
super panas pada 18.5 bar dan 432C suatu interpolasi antara 15 bar dan 20 bar diperlukan, dan suatu
interpolasi antara 400C dan 450C juga diperlukan. Penyajian secara tabel biasanya lebih baik seperti
hal pada Gambar 3.10 . Pertama mendapatkan entalpi pada 15 bar dan 432C.
p t 400 432 450
15 h 3256 ? 3364
18.5 h ?
20 h 3248 ? 3357
Gambar.3.10. Tabel Contoh Interpolasi Ganda sehingga
h = 3256 +32/50(3364-3256) = 3325.1 kJ/kg
Sekarang untuk memperoleh entalpi pada 20 bar, 432C,
h = 3248 + 0.64 (3357 - 3248) = 3317.8 kJ/kg
Selanjutnya interpolasi antara h pada 15 bar, 432C, dan h pada 20 bar,432C dalam rangka untuk
mendapatkan h pada 18.5 bar, 432 C.
h = 3325.1 -3.5/5(3325.1 - 3317.8) = 3320 kJ/kg
maka h pada 18.5 bar dan 432C adalah 3320 kJ/kg.
Contoh 3.5
Gambarkan diagram p-v untuk uap dan tandai tekanan, volume spesifik dan suhu pada setiap titik.
a. p = 20 bar, t = 250C
b. t = 212.4C v = 0.09957 m3/kg
c. p = 10 bar h = 2650 kJ/kg
d. p = 6 bar h = 3166 kJ/kg
Penyelesaian :
Titik A :
Pada 20 bar suhu penjenuhaanya adalah 212.4C, karena itu uap tersebut merupakan uap super panas.
Maka dari tabel, v = 0.115 m3/kg.
Titik B :
Pada 212.4C tekanan penjenuhannya adalah 20 bar dan vg = 0.09957 m3/kg. Karena itu uap tersebut
berada persis pada keadaan uap kering jenuh sehingga v = vg.
Titik C :
Pada tekanan 10 bar, hg = 2778 kJ/kg, karena itu uap tersebut merupakan uap basah karena h = 2650
kJ/kg. Karena uap tersebut adalah uap basah, maka suhunya adalah suhu penjenuhan ( t = 179.9 C).
Fraksi kekeringan dapat diperoleh dari Pers. 3.2, h = hf = x hfg
maka x = (2650 - 763)/2015 = 0.937
Maka dari Pers. 3.1.
v = x vg
v = 0.937 x 0.1944 = 0.182 m3/kg titik D :
Pada tekanan 6 bar, hg adalah 2757 kJ/kg, karena itu uap tersebut super panas, dengan demikian nilai
h = 3166 kJ/kg. sehingga dari tabel pada 6 bar dan h = 3166 kJ/kg suhunya adalah 350C, dan volume
spesifiknya adalah 0.473 m3/kg
Dalam praktik tidak ada gas yang mengikuti hukum ini secara tepat, tetapi banyak gas mengarah
kepersamaan tersebut. Gambaran gas ideal yang mematuhi hukum tersebut disebut suatu gas ideal, dan
persamaan, pv / T = R, disebut persamaan sifat tingkat keadaan gas ideal. Konstanta, R, disebut dengan
konstanta gas. Satuan dari R adalah N m/kg K atau kJ/kg K. Setiap gas sempurna mempunyai konstanta
yang berbeda.
Persamaan sifat biasanya ditulis
pv = RT (3.5)
atau untuk m kg, yang menempati V m3,
pv = mRT (3.6)
Bentuk lain dari persamaan karakteristik dapat diturunkan dengan menggunakan kilo-gram mole
sebagai satuan. Kilo-gram mole didefinisikan sebagai jumlah ekivalen gas untuk M kg gas, dimana M
adalah berat molekul gas (berat molekul Oksigen adalah 32 , maka 1 kg oksigen adalah ekivalen dengan
32 kg oksigen ). Dari definisi kilo-gram mole, untuk m kg gas didefinisikan, m = n M (3.7)
(dimana n adalah jumlah mol ).
Catatan : Karena standar masa adalah kg, kilogram mol akan ditulis secara sederhana sebagai mol.
Dengan mengganti m pada Pers. 3.7 dalam Pers. 3.6 menghasilkan pV = n M T atau MR = pV / nT
Hipotesa Avogadro menyatakan bahwa volume dari 1 mole suatu gas adalah sama dengan volume
dari 1 mole dari suatu gas yang lain, dimana gas-gas tersebut pada suhu dan tekanan yang sama. Karena itu
V/n adalah sama untuk semua gas pada nilai suhu dan tekanan yang sama. Dengan demikian jumlah pV/nT
adalah konstan untuk semua gas. Konstanta ini disebut konstanta gas universal, dan diberikan dengan
simbol Ro,
MR = Ro = pV / nT atau pV = n RoT (3.8) atau karena M R = Ro maka,
R = Ro / M (3.9)
Percobaan menunjukan bahwa volume dari 1 mole suatu gas ideal pada 1 bar dan 0C kira-kira
adalah 22.71 m3. Karena itu dari Pers. 3.8,Ro = pV / nT = (1 x 105 x 22.71)/1 x 273.15 = 8314.3 N m/mol
K.
Dari Pers. 3.9 konstanta gas untuk suatu gas dapat diperoleh bila berat molekul diketahui. Sebagai
contoh untuk oksigen berat molekulnya 32, konstanta gasnya adalah,
R = Ro / M = 8314/32 = 259.8 N m/kg K.
Contoh 3.7
Sebuah wadah dengan volume 0.2 m3 berisi nitrogen pada 1.013 bar dan suhu 15C. Jika 0.2 kg
nitrogen sekarang dipompa ke dalam wadah tersebut, hitung tekanan yang terjadi bila wadah tersebut telah
kembali ke suhu awalnya. Berat molekul nitrogen adalah 28, dan nitrogen diasumsikan sebagai gas
sempurna.
Dari Pers. 3.9
Konstanta gas,
R = Ro/M = 8314/28 = 296.9 N m/kg K
Dari Pers. 3.6, untuk kondisi awal,
Contoh 3.8
0.01 kg suatu gas sempurna menempati sebuah volume 0.003 m3 pada tekanan 7 bar dan suhu 131C.
Hitung berat molekul gas tersebut, bila gas dibiarkan mengembang sampai tekanan mencapai 1 bar volume
dan akhirnya 0.02 m3. Hitung suhu akhirnya. Penyelesaian :
Dari Pers. 3.6
Perubahan kecepatan dan kerja yang dilakukan pada atau oleh gas tersebut dapat diabaikan
Maka bisa digunakan persamaan
h1 + Q = h2 atau Q = (h2 h1)
Untuk suatu gas yang sempurna, dari Pers. 3.18, h =cp T
Q = cp (T2 T1) atau panas yang dibuang per kg = cp (T1 T2) = 1.548 (280 - 230) = 403 kJ/kg
Catatan bahwa tidak perlu untuk mengubah t1 = 280C dan t2 = 20C menjadi derajat Kelvin, karena
perbedaan suhu (t1 t2) dalam derajat Celcius, secara numerik adalah sama dengan perbedaan suhu (T1
T2) K.
SOAL LATIHAN
(Catatan : nilai-nilai dari R, cp, cv dan untuk udara diasumsikan sebagaimana diberikan pada
halaman dari tabel-tabel yang disebutkan (R = 0.287 kJ/kg K; cp = 1.005 kJ/kg K; cv = 0.718 kJ/kg K dan
= 1.4). Untuk gas ideal yang lain nilai-nilai R, cp, cv dan , jika diperlukan, harus dihitung dari
informasi yang diberikan dalam soal)
1. Lengkapilah tabel berikut dengan menggunakan tabel uap. Isilah dengan garis strip-strip untuk hal hal
yang tidak benar, dan menginterpolasi bila perlu.
2. Sebuah wadah bervolume 0.03 m3 berisi uap kering jenuh pada 17 bar. Hitung massa uap tersebut di
dalam wadah dan entalpi dari masa tersebut ( Jawaban 0.257 kg ; 718 kJ )
3. Uap pada 7 bar dan 250C memasuki pipa dan mengalir sepanjang pipa tersebut pada tekanan tetap.
Jika uap tersebut membuang panas secara mantap ke sekelilingnya, pada suhu berapa embun air akan
mulai membentuk uap? Dengan menggunakan persamaan energi yang mengalir secara mantap, dan
dengan mengabaikan perubahan kecepatan uap, hitung panas yang dibuang per kg dari uap yang
mengalir.
( Jawaban 165 C : 191 kJ/kg )
4. 0.05 kg uap pada 15 bar diisikan dalam sebuah wadah yang tidak berubah bentuk (rigid) bervolume
0.0076 m3. Berapa suhu dari uap tersebut?. Jika wadah tersebut didinginkan, pada suhu berapa uap
tersebut akan menjadi uap kering jenuh? Pendinginan diteruskan sampai tekanan dalam wadah adalah
11 bar, hitung fraksi kekeringan akhir dari uap tersebut, dan panas yang dibuang antara keadaan awal
dan akhir.
( Jawaban 250C ; 191.4C ; 0.857 ; 18.5 kJ ).
5. Berat molekul dari CO2 adalah 44. Suatu percobaan nilai dari CO2 telah didapatkan sebesar 1.3.
Dengan mengasumsikan bahwa CO2 adalah gas ideal, hitung konstanta gas, R, dan panas spesifik pada
tekanan dan volume konstan , cp dan cv .
(Jawaban 0.189 kJ/kg ; 0.63 kJ/kg K ; 0.819 kJ/kg K).
6. Hitung energi dalam dan entalpi dari 1 kg udara yang menempati 0.05 m3 pada 20 bar. Jika energi
dalam dinaikkan sebesar 120 kJ/kg sebagaimana udara tersebut ditekan mencapai 50 bar, hitung
volume baru yang ditempati oleh 1 kg udara tersebut.
(Jawaban 250.1 kJ/kg ; 350.1 kJ/kg ; 0.0296 m3)
7. Oksigen O2, pada 200 bar disimpan dalam wadah baja pada 20C. Kapasitas wadah tersebut adalah
0.04 m3. Dengan mengasumsikan bahwa O2 merupakan suatu gas ideal, hitung masa O2 tersebut yang
dapat disimpan dalam wadah tersebut. Wadah tersebut dilengkapi dengan alat pengontrol kelebihan
tekanan yakni dengan fusible flug yang akan meleleh jika suhu meningkat terlalu tinggi. Pada suhu
berapa alat pengontrol tersebut akan meleleh untuk membatasi tekanan di dalam wadah mencapai 240
bar? Berat molekal oksigen adalah 32.
( Jawaban 10.5 kg ; 78.6C )
4. Bila suatu gas ideal tertentu dipanaskan pada tekanan konstan dari 15C ke 95C, panas yang
dibutuhkan adalah 1136 kJ/ kg. Bila gas yang sama dipanaskan pada volume konstan di antara suhu
yang sama, panas yang dibutuhkan adalah 808 kJ/kg. Hitung cp, cv, , R dan berat molekul dari gas
tersebut.
(Jawaban 14.2 kJ/kg ; 10.1 kJ/kg K ; 1.405 ; 4.1 kJ/kg K ; 2.028)
5. Dalam kompresor udara, tekanan pada pemasukan dan pengeluaran masing-masing adalah 1 bar dan 5
bar. Suhu udara pada pemasukan adalah 15C dan volume pada awal kompresi adalah 3 kali dari pada
akhir penekanan. Hitung suhu udara pada pengeluaran dan peningkatan energi dalam per kg udara.
( Jawaban 207 C ; 138 kJ/kg )
6. Sejumlah gas ideal tertentu ditekan dari keadaan awal 0.085 m3, 1 bar ke kedudukan akhir 0.034 m3,
3.9 bar. Panas spesifik pada volume konstan adalah 0.724 kJ.kg K dan panas spesifik pada tekanan
konstan adalah 1.02 kJ/kg K. Kenaikan suhu yang diamati adalah 146 K. Hitung konstanta gas, R, masa
gas yang ada, dan peningkatan energi dalam dari gas tersebut.
( Jawaban 0.296 kJ/kg K ; 0.11 kg ; 11.63 kJ )
Penyelesaian masalah untuk soal latihan 1 pada halaman 54.
BAB IV PROSES REVERSIBLE DAN IRREVERSIBLE
Dalam 3 bab terdahulu persamaan energi untuk proses yang mengalir dan tidak mengalir telah
diturunkan, konsep-konsep reversibelitas dan ireversibelitas telah dikenalkan, dan sifatsifat uap dan gas
ideal telah didiskusikan. Pada bab ini akan membahas proses yang diperkirakan muncul dalam praktik,
dan menggabungkannya dengan konsep kerja yang telah di bahas pada 3 bab terdahulu.
4.1 Proses Reversible Tidak Mengalir
Proses pada volume konstan
Pada proses volume konstan fluida kerja diisikan dalam suatu wadah yang kokoh (rigid), dengan
demikian batas-batas sistem tidak bergerak dan tidak ada kerja yang dapat dilakukan atau dikenakan oleh
sistem, selain dari masukan kerja pada kincir. Berhubung proses berlangsung pada volume konstan maka
diasumsikan kerja yang dilakukan sama dengan nol, demikian pula sebaliknya.
Dari Pers. 2.2 energi untuk fluida tanpa aliran massa
Q = (u2 - u1) + W
Berhubung tidak ada kerja yang dilakukan, maka didapatkan
Q = u2- u1 (4.1)
65
atau untuk massa, m, dari fluida kerja
Q = U2 - U1 (4.2)
Semua panas yang diberikan dalam proses volume konstan untuk meningkatkan energi dalam.
Proses volume konstan untuk uap ditunjukkan pada diagram p-v pada Gambar 4.1a. Tingkat keadaan
awal dan akhir masing-masing telah dipilih dalam daerah basah dan daerah superpanas. Pada Gambar
4.1b proses volume konstan untuk gas ideal ditunjukkan pada diagram p-v. Untuk suatu gas ideal kita
mempunyai persamaan 3.13,
Q = m cv (T2 - T1)
Proses pada Tekanan Konstan
Pada Gambar 4.1a dan 4.1b dapat dilihat bahwa bila batas sistem tidak fleksible seperti pada proses
volume konstan, tekanan meningkat bila panas ditambahkan. Untuk proses tekanan konstan batas sistem
bergerak berlawanan arah masukan panas ; sebagai contoh fluida dalam selinder yang berpiston dapat
dibuat untuk proses tekanan konstan. Berhubung piston ditekan pada jarak tertentu oleh gaya yang
dihasilkan fluida, maka kerja dilakukan oleh fluida terhadap lingkungannya.
Dari persamaan 1.2
proses volume konstan pada uap proses volume konstan pada gas ideal
Maka, karena p konstan
(catatan bahwa persamaan ini telah diturunkan dan digunakan pada Sub bab 3.3)
Dari persamaan energi yang tidak mengalir, Pers. 2.2,
Q = (u2 - u1) + W
Sehingga untuk proses tekanan konstan yang reversible
Q = (u2 - u1) + p (v2 - v1) = (u2 + pv2) - (u1 + p v1)
Sekarang dari Pers. 2.7, entalpi, h = u + p v, maka,
Q = h2 - h1 (4.3) atau untuk massa, m, fluida,
Q = H2 - H1 (4.4)
Proses tekanan konstan untuk uap ditunjukkan pada diagram p-v pada Gambar 4.2.a. Tingkat keadaan
awal dan akhir telah ditentukan pada daerah basah dan superpanas. Pada Gambar 4.2.b proses tekanan
konstan untuk gas ideal ditunjukkan dengan diagram p-v. Untuk gas ideal digunakan Pers. 3.12,
Q = m cp (T2 T1)
Catatan : Gambar 4.2.a dan 4.2.b, daerah yang diarsir menunjukkan kerja yang dilakukan oleh fluida, p (v2
- v1).
Contoh 4.1
0.05 kg dari suatu fluida dipanaskan pada tekanan konstan 2 bar sampai volumenya mencapai 0.0658
3
m . Hitung panas yang diberikan dan kerja yang dilakukan,
a) Bila fluida adalah uap, tingkat keadaan awalnya kering jenuh.
b) Bila fluida tersebut udara, suhu awalnya 130C.
Penyelesaian :
a) Mula-mula uap berada pada tingkat keadaan kering jenuh pada 2 bar sehingga, h1 = hg pada 2 bar =
2707 kJ/kg
Akhirnya uap tersebut adalah pada 2 bar dan volume spesifik diberikan oleh v2 = 0.0658 m3/ 0.05 kg
= 1.316 m3/kg
Maka uap tersebut merupakan uap superpanas. Dari tabel superpanas pada 2 bar dan 1.316 m3/kg,
suhu uap tersebut adalah 300 C, dan entalpinya sebesar h2 = 3702 kJ/kg. Maka dari persamaan 4.4
Q = H2 - H1 = m(h2 - h1) = 0.05(3072 - 2707) panas yang diberikan = 0.05 x 365 = 18.25 kJ.
Untuk gas ideal yang mengalami proses tekanan konstan, digunakan Pers. 3.12,
Q = m cp (T2 - T1)
Panas yang diberikan = 0.05 x 1.005 (917 - 403) = 25.83 kJ
(dimana T1 = 130 + 273 = 403 K)
Proses yang berlangsung ditunjukkan dalam diagram p-v pada Gambar 4.4. Kerja yang dilakukan
ditunjukkan dengan luasan yang diarsir, W = p (v2 - v1) N m/kg. Dari Pers. 3.5, pv = RT
Maka kerja yang dilakukan = R (T2 - T1) = 0.287 (917 - 403) kJ/kg
Kerja yang dilakukan oleh massa fluida yang ada = 0.05 x 0.287 x 514 = 7.38 kJ
Konstanta c dapat ditulis sebagai p1v1 atau p2v2, karena p1v1 = p2v2 = konstan, c
Jelaslah bahwa ada sejumlah besar persamaan yang bisa diturunkan untuk kerja yang dilakukan, dan
perlu untuk diingat, semua dapat diturunkan dengan sangat mudah dari prinsip yang pertama.
Untuk gas ideal dari hukum Joule, yaitu Pers. 3.16, didapatkan,
U2 -U1 = m cv (T2 - T1)
Berhubung pada proses isotermal untuk gas ideal, T2 = T1, maka U2 - U1 =0
Hal ini berarti, energi dalam tetap konstan pada proses isotermal untuk gas ideal.
Dari persamaan energi yang tidak mengalir, Pers. 2.2,
Q = (u2 - u1) + W oleh karena u1 = u2, maka
Q = W (4.12)
merupakan kalor untuk proses isotermal untuk gas ideal.
Catatan bahwa aliran kalor ekuivalen dengan kerja yang dilakukan pada proses isotermal. Hal ini
hanya berlaku untuk gas ideal. Dari contoh 4.2 untuk uap, dapat dilihat walaupun prosesnya isotermal,
perubahan energi dalam sebesar 217.5 kJ/ kg, dan kalor yang diberikan tidak ekuivalen dengan kerja yang
dilakukan.
Contoh 4.3
1 kg nitrogen (berat molekul 28) ditekan secara reversible isotermal dari 1.01 bar, 20C sampai 4.2
bar. Hitung kerja yang dilakukan dan kalor yang mengalir selama proses. Asumsikan nitrogen merupakan
gas ideal.
Dari Pers. 3.9, untuk nitrogen,
R = Ro / M = 8.314/28 = 0.297 kJ/kg K
Proses tersebut ditunjukkan melalui diagram p-v pada Gambar 4.8. Pada Sub bab 1.6 telah dijelaskan
bahwa bila proses berlangsung dari kanan ke kiri pada diagram p-v, maka kerja yang dilakukan oleh
fluida adalah negatif. Hal ini berarti kerja dikenakan terhadap fluida.
Dari persamaan 4.10
W = RT ln p1 / p2 = - 0.297 x 293 x ln(4.2/1.01) = -124 kJ/kg maka kerja yang masuk = 124 kJ/kg
Apabila dibagi dengan T, akan menghasilkan suatu bentuk persamaan yang dapat diintegralkan,
Dari hal tersebut di atas, didapatkan hubungan yang sederhana antara p dan v untuk gas ideal yang
mengalami proses reversible adiabatik, setiap gas ideal mempunyai nilai sendiri-sendiri.
Dengan menggunakan Pers. 3.5, pv = RT, hubungan antara T dan v, serta T dan p, akan diturunkan
sebagai berikut pv = RT maka p = RT / T
Dengan mensubstitusi p dalam Pers. 4.14,
Proses reversibel adiabatik untuk gas ideal antara kedudukan 1 dan 2 dapat dituliskan:
Dari Pers. 4.14
Dari persamaan 4.13 kerja yang dilakukan dalam proses adiabatik per kg gas, W = (u - u ). Kenaikan
energi dalam untuk gas ideal diberikan oleh Pers. 3.16,
Proses reversible adiabatik untuk gas ideal ditunjukkan dalam diagram p-v pada Gambar 4.9. Kerja
yang dilakukan ditunjukkan oleh daerah yang diarsir, dan daerah ini dapat dievaluasi dengan integral
Konstanta dalam persamaan ini dapat ditulis sebagai vp11J atau vp22 J , maka
Ini adalah ekspresi yang sama yang didapatkan sebelumnya seperti Pers. 4.21.
Contoh 4.4
1 kg uap pada 100 bar dan 375C diekspansi secara reversible dalam ruang piston yang diinsulasi secara
sempurna sampai tekanannya menjadi 38 bar sehingga uap dalam keadaan kering jenuh. Hitung kerja yang
dilakukan oleh uap tersebut.
Penyelesaian :
Dari tabel uap super panas, pada 100 bar dan 375C, h1 = 3017 kJ/kg dan v1 = 0.02453 m3/kg
Dengan menggunakan persamaan 2.7
u = h - pv
Maka u1 = 3017 - (1000x105 x0.02453)/103 = 2771.7 kJ/kg juga u2 = ug pada 38 bar = 2602 kJ/kg
Berhubung silinder diinsulasi secara sempurna maka tidak ada panas yang mengalir ke atau dari uap
selama ekspansi berlangsung, sehingga proses berlangsung secara adiabatik.
Dengan menggunakan Pers. 4.13,
W = u1 - u2 = 2771.7 - 2602 = 169.7 kJ/kg
Proses tersebut ditunjukkan pada diagram p-v dalam Gambar 4.10 , luasan yang diarsir menunjukkan
kerja yang dilakukan.
(dimana T1 = 22 + 273 = 295 K; untuk udara = 1.4) Suhu akhir = 507.5 - 273 = 234.5C
Dari persamaan 4.17
Total kerja yang dilakukan = 0.0181 x 152.8 = 2.76 kJ. Proses tersebut ditunjukkan pada diagram p-v
dalam Gambar 4.11, luasan yang diarsir menunjukkan kerja yang dilakukan per kg udara.
4.3 Proses Politropik
Dalam praktik banyak ditemui proses yang mendekati hukum reversibel yang berbentuk pvn =
konstan, dimana n adalah suatu konstanta. Uap dan gas ideal keduanya mengikuti bentuk hukum ini
sepenuhnya terutama pada proses yang tidak mengalir. Proses tersebut merupakan proses reversibel.
Dari Pers. 1.2 untuk proses yang reversibel,
W = pdv
Untuk proses yang mengikuti pvn = konstan, kita mendapatkan p =c / vn, dimana c adalah konstanta.
Persamaan 4.22 adalah benar untuk suatu bahan kerja yang mengalami suatu proses politropik yang
reversibel. Selanjutnya juga bahwa untuk suatu proses politropik kita dapat menulis
Contoh 4.6
Pada mesin uap, awal proses ekspansi adalah 7 bar, fraksi kekeringan 0.95, dan ekspansi tersebut
mengikuti hukum pv1.1 = konstan, menurun ke tekanan 0.34 bar. Hitung kerja yang dilakukan per kg uap
tersebut selama proses ekspansi, dan panas yang mengalir per kg uap ke atau dari dinding silinder selama
ekspansi tersebut.
Penyelesaian :
Pada 7 bar, vg = 0.2728 m3/kg
Dengan menggunakan persamaan 3.1, v1 = x vg = 0.95 x 0.2728 = 0.259 m3/kg
Maka dari Pers. 4.23
Berdasarkan persamaan tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa persamaan ini mirip dengan Pers.
4.15 dan 4.16 untuk proses adiabatik reversibel gas ideal. Dalam kenyataan proses adiabatik yang
reversibel gas ideal merupakan keadaan khusus proses politropik dengan indeks, n, sebanding dengan .
Persamaan-persamaan 4.24 dan 4.25 dapat ditulis sebagai
Catatan bahwa Pers. 4.24, 4.25, 4.26, dan 4.27 tidak bisa diterapkan pada uap yang mengalami
proses politropik, persamaan karakteristik dari keadaan, pv = RT, yang telah digunakan dalam penurunan
persamaan, hanya menggunakan gas ideal.
Untuk gas ideal yang berekspansi secara politropik biasanya lebih sesuai untuk mengekpresikan kerja
yang dilakukan dalam bentuk suhu pada keadaan akhir. Dari Pers. 4.22, W = (p1v1 - p2v2) / (n-1), maka
dari Pers. 3.5, p v = RT dan p v = RT . Maka,
1 1 1 2 2 2
Dengan menggunakan persamaan energi yang tidak mengalir, 2.2 , panas yang mengalir selama proses
dapat diperoleh,
Pers. 4.30 merupakan persamaan yang sesuai untuk mengekspresikan hubungan kalor yang diberikan
dengan kerja yang dilakukan dalam proses politropik. Dalam proses ekspansi, kerja dilakukan oleh gas,
maka faktor W adalah positif. Dari Pers. 4.30 kita dapat melihat bahwa bila dalam proses ekspansi
indeks politropik n adalah lebih kecil daripada , maka sisi kanan dari persamaan adalah positif (yaitu
kalor diberikan selama proses). Sebaliknya, bila n adalah lebih besar daripada , maka panas dibuang
oleh gas. Demikian juga, jika kerja yang dilakukan dalam suatu proses kompresi adalah negatif, maka n
lebih kecil daripada , dalam proses kompresi kalor dibuang. Bila n lebih besar daripada , dalam
kompresi kalor harus diberikan kepada gas selama proses. Hal ini telah dibicarakan dalam Sub bab 3.3
bahwa untuk semua gas ideal mempunyai nilai lebih besar dari pada 1.
Contoh 4.7
1 kg gas ideal dikompresikan dari 1.1 bar, 27C yang mengikuti persamaan p v1.3 = k, mencapai
tekanan 6.6 bar. Hitung panas yang mengalir ke atau dari dinding silinder,
a) Bila gas tersebut adalah etana (berat molekul 30), cp = 1.75 kJ/ kg K
b) Bila gas tersebut adalah argon (berat molekul 40), cp = 0.515 kJ/kg K
Penyelesaian :
Dari persamaan 4.27, untuk etana dan argon keduanya,
Maka kalor yang dibuang sebesar 59.4 kJ/kg Pada proses politropik, indeks n tergantung hanya pada
besarnya kalor dan kerja selama proses. Berbagai macam proses yang dipelajari dalam Sub bab 4.1 dan
4.2 merupakan contoh kasus khusus proses politropik untuk gas ideal. Sebagai contoh, Bila n = 0 pv0 =
konstan, p = konstan
Bila n = pv = konstan
Atau p1/v = konstan, v = konstan
Bila n =1 pv = konstan, T = konstan
(karena pv / T =konstan untuk gas ideal)
Bila n = pv = konstan, reversibel adiabatik
Hal ini diilustrasikan melalui diagram p-v pada Gambar 4.13.
Maka,
keadaan 1 ke A adalah pendinginan pada tekanan konstan (n= 0)
keadaan 1 ke B adalah kompresi isothermal (n = 1)
keadaan 1 ke C adalah kompresi adiabatik reversibel (n = )
keadaan 1 ke D adalah pemanasan pada volume konstan (n = )
Demikian pula halnya, 1 ke A' adalah pemanasan dengan tekanan konstan, 1 ke B' adalah ekspansi
isothermal, 1 ke C' adalah ekpansi adiabatik secara reversibel, 1 ke D' adalah pendinginan dengan volume
konstan. Catatan : karena adalah selalu lebih besar daripada satu, maka proses 1 ke C harus
menghubungkan antara proses-proses 1 ke B dan 1 ke D;demikian juga, proses 1 ke C' harus
menghubungkan proses-proses 1 ke B' dan 1 ke D'. Proses generalisasi untuk uap seperti di atas adalah
tidak mungkin dilakukan.
Salah satu proses yang penting untuk uap dijelaskan di sini. Uap akan mengalami proses yang
mengikuti persamaan pv = konstan. Berhubung persamaan karakteristik dari keadaan, pv = konstan, tidak
sesuai untuk uap, maka proses tidak berlangsung isotermal. Tabel-tabel harus digunakan untuk
memperoleh sifatsifat pada tingkat keadaan akhir, menggunakan p1v1 = p2v2.
Gambar 4.13. Proses politropik beberapa indeks n
Contoh 4.8
Pada silinder mesin uap, uap diekspansi dari 5.5 bar ke 0.75 bar menurut Persamaan hyperbola pv =
konstan. Jika pada awalnya uap tersebut adalah kering jenuh, hitung kerja yang dilakukan tiap kg uap dan
hitung pula panas yang mengalir ke atau dari dalam sistem.
Penyelesaian : Pada tekanan 5,5 bar
Pada 0,75 bar, vg = 2,217 m3/kg, uap merupakan uap superpanas pada tingkat keadaan 2. Hasil
interpolasi dari tabel superpanas pada 0,75 bar didapatkan : u2 = 2567,7 kJ/kg.
Di dalam proses ini tidak ada kerja yang dilakukan terhadap atau oleh fluida, berhubung batas sistem
tidak bergerak. Tidak ada panas yang mengalir dari atau ke dalam fluida karena sistem berinsulasi
sempurna. Sehingga proses yang terjadi adiabatik, akan tetapi irreversibel. u2 u1 = 0 atau u2 = u1
Oleh karena itu, pada proses ekspansi bebas energi dalam mulamula akan selalu sama dengan energi
dalam akhir. Untuk gas ideal berdasarkan Pers. 3.14 berlaku u = cv.T
Sehingga untuk ekspansi bebas dari gas ideal berlaku cvT1 = cvT2 dan T1 = T2
Hal ini berarti, pada proses ekspansi bebas dari gas ideal, suhu awal akan sama dengan suhu akhir.
Contoh 4.9
Udara pada tekanan 20 bar awalnya menempati wadah A seperti pada Gambar 4.15. dengan volume
3
1 m . Selanjutnya klep X dibuka dan udara berekspansi sampai memenuhi wadah A dan B. Asumsikan
wadah memiliki volume sama, hitung tekanan akhir dari udara.
Penyelesaian :
Untuk gas ideal pada ekspansi bebas, T1 = T2. Dari Pers. 3.6, pv = mRT sehingga p1v1 = p2v2. V2
merupakan kombinasi volume wadah A dan wadah B.
Apabila kecepatan C1 dan C2 kecil, atau jika C1 mendekati nilai C2, maka energi kinetik dapat
diabaikan. (Catatan bahwa bagian 1 dan 2 bisa dipilih pada bagian awal dan akhir aliran yang mengalami
gangguan, sehingga asumsi terakhir benar)
Maka, h1 = h2
Oleh karena itu, pada proses throttling, entalpi awal akan sama dengan entalpi akhir.
Proses yang terjadi adalah adiabatik akan tetapi berlangsung sangat irreversibel karena terjadi
pusaran pada fluida sekitar orifice X. Antara 1 dan X entalpi menurun drastis dan energi kinetik
meningkat ketika aliran fluida dipercepat melalui orifice. Antara bagian X dan 2 entalpi meningkat ketika
energi kinetik dirusak oleh pusaran arus fluida.
Untuk gas ideal dari Pers. 3.18, h = cp T2 sehingga
cp T1 = cp T2 atau T1 = T2
dengan demikian throttling dari gas ideal, suhu awal akan selalu sama dengan suhu akhir.
Contoh 4.10
Uap pada tekanan 19 bar di-throttling hingga tekanannya menjadi 1 bar dan suhu setelah throttling
o
150 C. Hitung fraksi kekeringan awal uap.
Penyelesaian :
Dari tabel uap superpanas, pada 1 bar dan 150 P bar oC didapatkan h2 = 2777 kJ/kg. Kemudian untuk
throttling, h1 = h2 = 2777 kJ/kg. Dengan menggunakan Pers. 3.2.,
h1 = h19f + 1 x1 h
2777 = 897 + x1 (1901)
x1 = (1880/1901) = 0,989
maka fraksi kekeringan awal = 0,9892
Untuk persamaan gas ideal, dengan menggunakan Pers. 3.18, h=cp T menghasilkan
proses pencampuran merupakan proses yang sangat irreversibel karena adanya peran besar dari pusaran
arus dan pengocokan fluida.
Catatan : perubahan energi kinetik sangat kecil dibandingkan dengan perubahan entalpi. Kasus ini sering
terjadi pada permasalahan proses dengan aliran di mana perubahan energi kinetik sering diabaikan.
4.6 Proses Aliran Tidak Mantap
Terdapat banyak kasus di dalam praktik, bahwa laju aliran massa melewati batas sistem pada inlet
tidak sama dengan laju aliran pada outlet. Begitu juga pada laju yang kerjanya dilakukan oleh atau
terhadap fluida, dan laju yang aliran panas ditransfer dari atau ke dalam sistem bervariasi terhadap waktu.
Sebagai contoh, apabila energi total suatu sistem dalam batas sistem tidak konstan lagi, seperti halnya
pada kasus proses aliran mantap akan tetapi bervariasi terhadap waktu.
Kita anggap total energi di dalam batas sistem mula-mula adalah E. Selama interval waktu yang
sangat pendek massa yang memasuki sistem adalah m1 dan massa yang meninggalkan sistem m2 , panas
yang mengalir dan kerja yang dilakukan masing-masing adalah Q dan W. Pertimbangkan suatu sistem
yang hampir sama satu sama lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Seperti ditunjukkan pada Sub
bab 2.3, kerja dilakukan pada inlet dan outlet dalam memasukkan dan mengeluarkan massa melewati batas
sistem, yaitu pada inlet : energi yang dibutuhkan = m1p1m1 pada outlet : energi yang dibutuhkan =
m2p2m2
Dan seperti sebelumnya, energi tiap unit massa dari fluida yang
selama waktu yang terbatas total panas yang ditransfer diberikan dengan Q = Q dan total kerja yang
dilakukan w = W.
Bila massa awal di dalam batas sistem m, energi dalam awal u , massa akhir di dalam batas sistem
pada akhir interval waktu m, dan energi dalam akhir u, maka E = mu mu sehingga
didapatkan persamaan :
Gambar 4.20. Contoh kasus persamaan aliran tidak mantap berupa pengisian botol atau reservoar dari
sumber yang besar dibandingkan dengan botol atau reservoarnya
Satu hal yang sering terjadi yang melibatkan persamaan aliran tidak mantap adalah pengisian botol
atau reservoar dari sumber yang besar dibandingkan dengan botol atau reservoarnya. Gambar 4.20
menunjukkan contoh kasus tersebut. Diasumsikan bahwa kondisi fluida di dalam pipa tidak berubah
selama proses pengisian. Dalam kasus ini tidak ada kerja yang dilakukan terhadap batas sistem, juga tidak
ada massa yang meninggalkan sistem selama proses, sehingga m2 = 0.
Dengan menerapkan Pers. 4.34, asumsi tambahan bahwa perubahan energi potensial adalah nol, dan
energi kinetik C12/2 sangat kecil dibandingkan entalpi, h1, didapatkan :
Q + m1h1 = mu mu
Atau berhubung h1 konstan selama proses :
Q + h1m1 = mu mu Dalam kasus ini Pers. 4.35 menjadi :
m1 = m - m
Kemudian disubstitusikan menjadi :
Q +h1(m m) = mu mu
Hal ini sering diasumsikan bahwa proses berlangsung adiabatik, dan dalam kasus ini didapatkan :
h1 (m m) = m u mu atau dengan kata lain : entalpi massa yang memasuki botol sama dengan
kenaikan energi dalam sistem.
Contoh 4.12
Suatu wadah pejal dengan volume 10 m3 berisi uap pada tekanan 2,1 bar dan fraksi kekeringan 0,9,
dihubungkan dengan rangkaian pipa dan uap dibiarkan untuk mengalir dari pipa ke dalam wadah sampai
tekanannya 6 bar dan suhunya 200oC. Tekanan dan suhu uap selama proses adalah 10 bar dan 2500C.
Hitung panas yang ditransfer ke atau dari ruang selama proses.
Penyelesaian :
Dengan menggunakan persamaan sebelumnya didapatkan : u = uf(1 - 0,9) + (ug x 0,9) = 511 x 0,1 +
2531 x 0,9
= 2329 kJ/kg juga m = V / v = 10/0,9 vg = 10/0,9 x 0,8461 = 13,13 kg.
Uap merupakan uap superpanas pada tekanan 6 bar dan suhu 200 oC, sehingga u = 2640 kJ/kg v =
0,3522 m3/kg
m = V / v = 10/0,3522 = 28,4 kg
Uap di dalam pipa merupakan uap superpanas pada 10 bar dan suhu 250 oC, sehingga : h1 = 2944
kJ/kg
selanjutnya dengan menggunakan Pers. 4.36 :
Q + 2944 (28,4 - 13,13) = (28,4 x 2640) (13,13 x 2329)
Sehingga Q = 74 980 30 590 44 940
= - 550 kJ
artinya bahwa panas yang dilepas sebesar 550 kJ
Hal lain yang biasa terjadi dan merupakan contoh dari proses aliran tidak mantap adalah kasus
wadah terbuka di ruangan yang besar dan fluida dibiarkan menguap (Gambar 4.21). Dalam kasus ini tidak
ada kerja yang dilakukan sistem dan m1 = 0 karena tidak ada massa yang memasuki sistem. Dengan
mengabaikan energi potensial dan menerapkan Pers. 4.34
Q = m2(h2+C22/2)+(mu - mu)
Gambar 4.21. Contoh kasus proses aliran tidak mantap. Wadah terbuka di ruangan yang besar dan fluida
dibiarkan menguap
Kesulitan yang muncul pada analisis ini yaitu pada tingkat keadaan 2, massa yang meninggalkan ruang
berubah secara kontinyu, sehingga tidak memungkinkan untuk mengevaluasi persamaan m2(h2+C22/2).
Pendekatan dapat dibuat untuk mendapatkan massa fluida yang meninggalkan wadah sebagai indikator
penurunan tekanan pada nilai yang diketahui. Sehingga dapat diasumsikan, fluida di dalam wadah
berekspansi secara reversible adiabatis. Hal ini merupakan pendekatan yang sangat baik jika wadah
diinsulasi sempurna, atau jika proses berlangsung sangat singkat. Dengan menggunakan asumsi ini, tingkat
keadaan akhir fluida di dalam sistem bisa didapatkan, dan massa yang tertinggal di dalam wadah juga
bisa dihitung.
Contoh 4.13
Kantong udara dengan volume 6 m3 mula-mula berisi udara dengan tekanan 15 bar dan suhu 40.5oC.
Sebuah klep penghubung di buka dan udara dibiarkan mengalir ke atmosfer. Tekanan udara di dalam
batang menurun dengan drastis hingga tekanannya menjadi 12 bar pada saat klep di tutup. Hitung massa
udara yang meninggalkan kantung. Penyelesaian :
Mula-mula:
Asumsikan bahwa massa di dalam kantung berlangsung proses reversible adiabatik, sehingga dengan
menggunakan Pers. 4.19
Pada kasus uap yang berekspansi reversible adiabatic, tidak ada suatu persamaan yang bisa
digunakan langsung seperti halnya Pers. 4.19 di atas. Oleh karena itu, diperlukan sifat entropy, s, dimana
untuk proses reversible adiabatik entropinya adalah tetap yaitu s = s. Selanjutnya dengan menggunakan
tabel, nilai v dan m bisa didapatkan.
Contoh 4.14
Pada awal langkah induksi dari motor bakar dengan nisbah kompresi 8/1, volume pada titik mati atas
ditempati gas residu pada suhu 840oC dan tekanan 1.034 bar. Volume campuran di induksikan pada saat
langkah piston, terukur pada tekanan atmosfer 1.013 bar, 15oC yaitu 0.75 dari volume langkah piton.
Tekanan dan suhu rata-rata manifold induksi selama induksi sebesar 0.828 bar. Hitung suhu campuran
pada akhir langkah induksi dengan asumsi proses berlangsung adiabatik. Hitung juga tekanan akhir
silinder. Untuk campuran induksi dan akhir digunakan cv = 0.718 kJ/kg K dan R = 0.2871 kJ/kg K. Untuk
gas residu cv = 0.84 kJ/kg K dan R = 0.296 kJ/kg K
Penyelesaian
Bila dinotasikan Vs adalah volume langkah dan Vc adalah volume pada titik mati atas, maka
Sehingga, Vs = 7 Vc
Pada awalnya gas sisa menempati volume Vc = Vs / 7
Perubahan energi kinetik dan energi potensial dapat diabaikan, dan proses adiabatic adalah Q = 0
sehingga dengan menerapkan
Pers. 4.34 didapatkan m1h1 = W + mu mu
Suhu campuran pada induksi yang berulang adalah konstan selama langkah piston berlangsung, yaitu
h1 = cvT1 = konstan
M1cp T1 = W + m cvT m cvT
Kerja yang dilakukan dihitung dengan rumus
W = tekanan rata-rata di dalam silinder selama induksi x volume langkah
= 0.828 x 105 x Vs = 82800 Vs N.m = 82.8 Vs kJ sehingga
Vs x 1.0051 x 300 = 82.8 Vs + 0.9638 Vs x 0.718 x T 0.0448 Vs x 0.84 x 1113
(untuk campuran terinduksi cp = cv + R = 0.718 + 0.2871 = 1.0051 kJ/kg K)
T = 236.1 / 0.692 = 341 K = 68 oC maka suhu akhir = 68 oC, dan
Dari sini dapat dilihat bahwa hukum kedua menunjukan, efisiensi termal dari suatu mesin kalor harus
selalu lebih kecil dari 100 %.
Tidak mungkin membangun suatu mesin yang beroperasi dalam suatu siklus dimana tanpa
menghasilkan efek lain selain dari transfer panas dari reservoar dingin ke reservoar panas.
Pernyataan ini sangat mudah untuk diverifikasi dengan percobaan pada proses yang terjadi di alam.
Contohnya adalah: panas tidak pernah mengalir dari materi yang lebih dingin ke materi yang lebih panas.
Referigerator membutuhkan input energi untuk mengambil panas dari reservoar dingin untuk dilepaskan ke
ruang yang temperaturnya lebih tinggi.
Bilamana ke dua pernyataan tentang hukum ke dua tersebut di atas diperhatikan, kenyataan yang
menarik bisa muncul. Dengan menggunakan referensi Gambar 5.5a dan pernyataan hukum ke dua, jelas
bahwa Q2 tidak boleh sama dengan nol. Dengan kata lain adalah tidak mungkin untuk mengubah terus
menerus suplai panas menjadi kerja mekanik secara sempurna. Dengan menggunakan acuan pada Gambar
5.5b, dapat dilihat bahwa pada kasus ini, Q2 dapat menjadi nol, tanpa melanggar hukum kedua. Oleh
karena itu adalah mungkin untuk mengubah kerja mekanik menjadi panas secara sempurna. Dalam
kenyataan di alam hal ini mudah didemonstrasikan. Sebagai contoh ketika rem mobil diinjak, mobil jadi
berhenti dan energi kinetik mobil secara sempurna berubah menjadi panas pada roda. Sebaliknya proses
perubahan panas menjadi energi kinetik pada rem mobil tidak pernah terjadi. Tidak ada contoh yang bisa
ditemukan dimana panas yang diubah secara terus menerus dan sempurna menjadi kerja mekanik.
5.2. Entropy
Pada sub Bab 2.2. sifat termodinamika penting yaitu energi dalam, muncul sebagai konsekwensi dari
Hukum pertama termodinamika. Sifat termodinamika lain yang penting adalah entropy yang merupakan
konsekuensi dari hukum ke dua.
Kita perhatikan suatu proses reversibel adiabatik pada diagram p-v pada sembarang sistem. Proses ini
direpresentasikan dengan Gambar 5.6. Misalkan sistem tersebut memungkinkan untuk terjadinya proses
yang berlangsung reversibel isotermal pada temperatur T1 dari B ke C dan kemudian kembali ke keadaan
semula dengan proses adiabatik ke dua dari C ke A. Dengan definisi bahwa proses adiabatik adalah
proses tanpa adanya aliran panas dari atau ke dalam sistem, maka panas hanya di transfer dari B ke C
selama proses isotermal. Kerja yang dilakukan sistem ditunjukkan dengan luasan area tertutup (lihat sub
bab 1.6). Oleh karena itu, terlihat proses berlangsung dalam siklus dengan menghasilkan kerja bersih pada
temperatur yang konstan. Hal ini tidaklah mungkin terjadi karena berlawanan dengan Hukum
Termodinamika ke dua. Oleh karena itu maka anggapan tingkat keadaan awal dari proses tersebut adalah
salah, dan hal ini tidaklah mungkin suatu proses berlangsung dengan dua kondisi adiabatis yang melalui
tingkat keadaan A yang sama.
dari manipulasi matematika dan hubungan antara cp , cv dan R, maka tidak perlu lagi langkah
pembuktian lanjutan. Maksudnya adalah bahwa dengan membaginya dengan temperatur T merupakan suatu
langkah yang berimplikasi pada pembatasan hukum ke dua, dan fakta yang penting adalah bahwa
perubahan entropi sama dengan nol. Dapat dikatakan bahwa, dQ/dt = 0 untuk proses reversibel adiabatis.
Untuk proses yang berlangsung selain reversibel adiabatis maka dQ/dT 0.
Hasilnya dapat ditunjukkan dengan menerapkannya pada seluruh substansi Kerja, yaitu
Terdapat 1 kg fluida, dengan satuan entropi diberikan dalam kJ/kg dan dibagi dengan K. Nilai ini
merupakan nilai entropi spesifik, s, yaitu kJ/kg.K. Simbol S digunakan untuk entropi massa, m, dari fluida,
yaitu :
S = ms
Penulisan kembali persamaan 5.6 dQ = Tds, atau untuk sembarang proses reversibel,
Oleh karena itu, seperti halnya luas area yang mewakili kerja yang dilakukan pada diagram p-v, maka
berlaku juga untuk diagram T-S bahwa luas area yang berada di bawah kurva mewakili panas yang
mengalir selama proses reversibel. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 5.8.a dan Gambar 58b. Untuk proses
reversibel 1-2 pada
Gambar 5.8a , luas yang diarsir merupakan pdv dan mewakili kerja yang dilakukan, sedangkan
untuk proses 1-2 pada Gambar 5.8b merupakan Tds yang mewakili panas yang mengalir selama proses
berlangsung. Oleh karena itu, satu penggunaan yang sangat bermanfaat dari persamaan entropi adalah bisa
menggambarkan suatu diagram di mana luas yang diarsir mewakili panas yang mengalir selama proses
reversibel. Pada bagian berikutnya akan dibicarakan diagram T-s untuk uap dan gas ideal.
Pada tabel uap entropi pada tingkat keadaan cair jenuh dan uap jenuh ditunjukkan berurut-urut dengan
sf dan sg. Perbedaan antara sf dan sg adalah sfg juga ditunjukkan pada Tabel Uap. Entropi uap basah
dihitung dengan penambahan entropi air dalam campuran ditambah entropi uap kering di dalam campuran.
Untuk uap basah dengan fraksi kekeringan x digunakan rumus
dapat dilihat dari persamaan 5.11 bahwa fraksi kekeringan proporsional terhadap jaraknya dari tingkat
keadaan pada cair jenuh di dalam diagram T- s. Sebagai contoh pada tingkat keadaan 1 pada Gambar 5.10
fraksi kekeringannya adalah :
pada tingkat keadaan 2, p2 = 50 bar dan v2 = 0,02994 m3/kg, oleh karena itu, uap merupakan uap basah
dengan fraksi kekeringan :
Gambar 5.13 menunjukkan proses yang digambarkan dalam diagram T-s dan luasan yang diarsir
menunjukkan panas yang dilepas selama proses.
(b) untuk Gas Ideal
Pengeplotan garis-garis yang mewakili proses pada tekanan konstan dan volume konstan dalam
diagram T-s bermanfaat dalam penelaahan gas ideal. Karena perubahan entropy lebih bermanfaat langsung
dalam aplikasi daripada nilai absolutnya, maka nilai entropy nol bisa diambil pada sembarang temperatur
dan tekanan referensi. Dalam Gambar 5.14 garis tekanan p1 dan garis volume v1 telah digambarkan
menembus tingkat keadaan di titik 1. Catatan bahwa gradien garis tekanan konstan lebih landai daripada
garis pada volume konstan. Hal ini dapat dibuktikan dengan mudah dengan menggunakan referensi
Gambar 5.14. Titik A berada pada garis V1 dan suhu T2 dan titik B berada pada temperatur T2 dan garis
isobaric p1 .
dengan cara yang sama pada tekanan konstan untuk 1 kg gas, dQ = cp dT. Sehingga perubahan entropy
pada tekanan tetap berlaku persamaan berikut.
oleh karena cp selalu lebih besar dari cv untuk semua gas ideal, maka sB s1 lebih besar dari sA s1.
Oleh karena itu, maka titik A harus berada di sebelah kiri titik B, artinya gradien dari kurva tekanan
konstan lebih landai daripada garis kurva tekanan konstan.
Konstan pada diagram T s konstan pada diagram T - s Gambar 5.15a menunjukkan rangkaian garis-garis
tekanan konstan pada diagram T-s dan Gambar 5.15b menunjukkan garisgaris volume konstan pada
diagram T-s. Catatan bahwa pada Gambar 5.15a, p6> p5> p4> p3 dan seterusnya, demikian juga pada
Gambar 5.15b, v1 > v2> v3 dan seterusnya. Bilamana tekanan naik maka temperatur naik dan volume
menurun. Sebaliknya bila temperatur dan tekanan turun maka volume meningkat.
Contoh 5.3.
Udara pada temperatur 15 oC dan tekanan 1,05 bar menempati 0,02 m3. Udara dipanaskan pada
volume konstan sampai tekanannya 4,2 bar kemudian didinginkan pada tekanan konstan kembali ke
temperatur awalnya. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan entropy bersih. Gambar sketsa
proses dalam diagram T-s.
Solusi :
Kelangsungan proses ditunjukkan dalam sketsa Gambar 5.16.
sehingga
W = Q (u2 u1)
= 904 (2811,8 2545)
= 637,2 kJ/kg
dengan demikian maka kerja yang dilakukan uap sebesar 637,2 kJ/kg.
Suatu proses isotermal reversible untuk gas ideal ditunjukkan dalam diagram T-s pada Gambar 5.19.
Luasan yang diarsir menunjukkan panas yang mengalir selama proses, yaitu
Q = T(s2 s1)
Untuk proses gas ideal, dimungkinkan untuk mengevaluasi nilai s2 s1. Dari persamaan energi tanpa
aliran (persamaan 2.4) diketahui untuk proses reversible,
dQ = du + pdv
juga untuk gas ideal dari hukum Joule diketahui du = cv dT dan pv = RT , sehingga
dQ = cv.dT + (RT/v)dv
untuk proses isotermal dT = 0 sehingga berlaku
oleh karena itu, untuk panas yang mengalir bisa digunakan persamaan berikut,
sebagai catatan bahwa hasil penurunan ini sama dengan persamaan pada Sub Bab 4.1. yaitu
Contoh 5.6.
0,03 m3 Nitrogen (Berat Molekul 28) diisikan di dalam ruang piston dengan tekanan mula-mula 1,05
bar dan temperatur 15 oC. Selanjutnya gas ditekan secara isotermal reversible hingga tekanannya menjadi
4,2 bar. Hitung perubahan entropy, panas yang mengalir, dan buat sketsa proses dalam diagram p-v dan T-
s. Asumsikan Nitrogen bertingkah laku sebagai gas ideal.
Solusi :
Proses ditunjukkan dalam diagram p-v dan T-s masing-masing pada Gambar 5.20a dan 5.20b. Luasan
yang diarsir pada Gambar 5.20a mewakili Kerja yang dikenakan terhadap sistem, sedangkan luasan yang
diarsir pada Gambar 5.20b menunjukkan panas yang mengalir (yang dilepas) selama proses berlangsung.
Gambar 5.21. Proses isentropis untuk uap super panas menuju daerah uap basah
Contoh 5.7.
Uap pada tekanan 100 bar, 375 oC berekspansi secara isentropic di dalam ruang piston sehingga
tekanannya menjadi 10 bar. Hitung kerja yang dilakukan per kg uap.
Solusi :
Dari Tabel uap super panas pada tekanan 100 bar dan temperatur 375 oC, didapatkan nilai entropy s1
= s = 6,091 kJ/kg.K
2
Pada tekanan 10 bar dan s2 = 6,091 kJ/kg.K uap tersebut merupakan uap basah karena s2 lebih kecil
dari sg2.. Kemudian dari persamaan 5.11 berlaku
Pada tekanan 0,34 bar dan v2 = 4,06 m3/kg uap merupakan uap basah, karena vg=4,649 m3/kg. Dari
persamaan 3.1
Hal ini dapat diliustrasikan dalam diagram T-s seperti pada gambar 5.24. Oleh karena proses pada
gambar 5.24. T2 < T1
Juga ekspresi kedua untuk s2 s1 dalam persamaan 5.14 merupakan perubahan entropy pada proses
volume konstan dari T1 ke T2 , yaitu dengan menggunakan referensi persamaan 5.24.
Oleh karena itu dapat dilihat bahwa dalam kalkulasi perubahan entropy di dalam proses politropik
dari tingkat keadaan 1 ke tingkat keadaan 2 bisa digunakan dengan memindahkan dua proses yang lebih
sederhana, dari 1 ke A dan kemudian dari A ke 2. Hal ini jelas sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar
5.24 yaitu
s2 s1 = (sA s1) (sA s2)
Dua proses sembarang dipilih untuk menggantikan proses politropik dalam rangka untuk mendapatkan
perubahan entropy. Sebagai contoh proses dari 1 ke B dan kemudian dari B ke 2 sebagaimana pada
Gambar 5.24 didapatkan
s2 s1 = (sB s1)-(sA-s2)
pada temperatur antara p1 dan p2 dengan menggunakan persamaan 5.12 berlaku
dan pada tekanan konstan antara T1 dan T2 berlaku
Persamaan 5.15 juga bisa diturunkan dengan mudah dari persamaan 5.13. Ada sejumlah besar
kemungkinan-kemungkanan persamaan untuk perubahan entropy di dalam proses politropik, dan perlu
ditekankan bahwa persamaan ini tidak perlu dihafalkan. Setiap masalah bisa diselesaikan dengan
membuat sketsa diagram T-s dan menggantikannya dengan dua proses reversible yang lebih sederhana,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.24.
Contoh 5.9.
Hitung perubahan entropy dari 1 kg udara yang berekspansi politropik di dalam ruang piston dari 6,3
bar menjadi 1,05 bar.
Indeks ekspansi adalah 1,3.
Gambar 5.34. Dua Reversoar berbeda temperatur dalam suatu isolasi termal
Sebagai ilustrasi, perhatikan suatu reservoar panas dengan temperatur T1 dan reservoar dingin dengan
temperatur T2 , dan asumsikan bahwa kedua reservoar terisolasi termal dari lingkungannya seperti pada
Gambar 5.34. Biarkan panas mengalir dari reservoar panas ke reservoar dingin sebesar Q. Ada suatu
gradien temperatur yang kontinyu dari T1 ke T2 antara A dan B, dan hal ini bisa diasumsikan bahwa panas
ditransfer secara reversible dari reservoar panas ke titik A, dan dari titik B ke reservoar dingin. Bisa
diasumsikan bahwa reservoar sedemikian rupa sehingga temperatur keseluruhan ada pada kondisi
konstan.
Kemudian didapatkan kondisi sebagai berikut :
karena T1> T2 dapat dilihat bahwa s adalah positip, dan entropy dari sistem harus bertambah. Pada
kondisi perbedaan temperatur sangat kecil, maka s=0. Hal ini menjadi penegasan yang mendasar bahwa
entropy dari suatu sistem yang terisolasi harus bertambah atau konstan. Pada sub bab 1.5, criteria untuk
reversibelitas dinyatakan sebagai berikut : Perbedaan temperatur antara sistem dan lingkungannya
harus sangat kecil apabila proses berlangsung reversible.
Gambar 5.35. Diagram T s untuk dua reservoar yang berbeda suhu dalam suatu isolasi
Pada contoh di atas, bilamana T1>T2 maka panas yang mengalir antara kedua reservoar adalah
irreversible dengan kriteria di atas. Oleh karena itu, entropy sistem bertambah bilamana proses aliran
panas adalah irreversible tetapi dipertahankan konstan bilamana prosesnya reversible. Peningkatan
entropy merupakan ukuran irreversibilitas. Proses yang terjadi dalam contoh di atas dapat digambarkan
dalam diagram T-s seperti pada Gambar 5.35. Ke dua proses telah digambarkan berlapis dalam diagram
yang sama. Proses P-R mewakili transfer panas Q satuan dari reservoar panas, dan luasan di bawah P-R
sama dengan Q. Proses X-Y mewakili mewakili transfer panas Q satuan menuju reservoar dingin dan
luasan di bawah X-Y sama dengan Q. Luasan di bawah P-R sama dengan luasan di bawah X-Y, dan dari
sisni dapat dilihat dari diagram bahwa entropy dari reservoar dingin harus selalu meningkat lebih besar
dibandingkan penurunan entropy pada reservoar panas. Oleh karena itu, maka entropy dari sistem
keseluruhan harus meningkat. Sebagai catatan bahwa proses P-R dan X-Y keduanya adalah reversible
sehingga irreversibilitas terjadi antara A dan B pada gambar 5.34. Irreversibilitas disebabkan oleh
proses transfer panas antara A dan B. Bagaimanapun panas ditransfer melalui perbedaan temperatur yang
terbatas, prosesnya adalah irreversible dan ada peningkatan entropy sistem dan lingkungannya.
Pada suatu proses tertentu irreversibilitas bisa terjadi pada lingkungannya, sehingga proses secara
internal adalah reversible, dan luasan pada diagram p-v dan diagram T-s mendekati kerja yang dilakukan
dan panas yang mengalir. Reversibilitas internal telah dibahas sebelumnya yaitu pada Sub Bab 1.5. Pada
kebanyakan permasalahan, apabila proses diasumsikan reversible implikasinya adalah reversibilitas
internal. Sebaliknya kebanyakan proses di dalam praktik di mana dikatakan sebagai proses irreversible
merupakan irreversible internal karena adanya arus Eddy dan pengadukan fluida kerja seperti pada contoh
5.13.
Dengan menggunakan referensi Gambar 5.34, bila motor bakar ditempatkan antara reservoar panas
dan reservoar dingin, beberapa kerja bisa dikembangkan. Hukum ke dua menyatakan bahwa panas tidak
akan pernah mengalir secara spontan dari reservoar dingin ke reservoar panas, sehingga dalam rangka
untuk mengembangkan kerja dari kuantitas energi Q setelah ditransfer ke reservoar dingin, maka
diperlukan suatu reservoar ke tiga yang lebih dingin dari reservoar dingin. Hal ini jelas bahwa bilamana
kuantitas panas ditransfer melalui perbedaan temperatur yang terbatas, pendayagunaannya menjadi
berkurang, dan pada suatu batas di mana panas ditransfer ke reservoar dengan temperatur terendah maka
tidak ada kerja yang bisa dikembangkan. Oleh karena itu, maka irreversibilitas memiliki efek terhadap
degradasi energi yang tersedia, dan entropy dapat dianggap sebagai ukuran, tidak hanya ukuran
irreversibilitas tetapi juga degradasi energi. Sebagai catatan bahwa dengan prinsip hukum konservasi
energi, tidak ada energi yang dihancurkan. Dengan hukum termodinamika ke dua, maka pemanfaatan
energi menjadi berkurang dan tidak mungkin pemanfaatannya meningkat. Suatu sistem secara alami
cenderung untuk mengarah pada tingkat keadaan yang rendah. Suatu sistem yang bergerak menuju tingkat
keadaan energi yang lebih tinggi tanpa input energi eksternal adalah berlawanan dengan hukum kedua
thermodinamika. Hukum kedua dapat dilihat untuk mengimplikasikan arah atau gradien dari kegunaan
energi. Kerja lebih bermanfaat dibandingkan dengan panas, semakin tinggi suhu suatu reservoar maka
semakin besar jumlah energi yang bermanfaat. Dengan menerapkan hukum ini maka bisa ditarik
kesimpulan bahwa untuk suatu reservoar yang dingin (missal suhu kamar) maka semakin tinggi temperatur
reservoar panas, semakin tinggi pula efisiensi termal dari suatu mesin kalor. Hal ini akan dibicarakan
lebih mendalam pada bab berikutnya.
Contoh 5.15.
Udara pada temperatur 15 oC dipanaskan menjadi 40 oC dengan pencampuran pada aliran konstan
dengan kuantitas udara pada 90 oC. Asumsikan bahwa proses pencampuran adalah adiabatik dan
perubahan energi kinetik serta energi potensial diabaikan. Hitung rasio aliran massa udara yang mula-
mula temperaturnya 90 oC terhadap udara dengan keadaan mula 40 oC. Hitung juga efektivitas proses
pemanasan, jika temperatur atmosfer 15 oC.
Solusi :
Misal rasio aliran massa yang dibutuhkan adalah y, aliran udara pada 15 oC adalah aliran 1, dan
udara pada temperatur 90 oC adalah aliran 2, dan campuran udara pada 40 oC adalah aliran 3.
cp T1 + ycp T2 = (1+y)cp T3
Atau y cp (T2-T3) = cp (T3-T1)
y(90 40) = 40 15
y = 0,5
Misalkan sistem dianggap sebagai aliran udara per unit massa, dipanaskan dari 15 oC menjadi 40 oC.
Efektivitas yang rendah menunjukkan proses pencampuran alami dengan tingkat irreversibilitas yang
tinggi.
Contoh 5.16.
Cairan dengan panas spesifik 6,3 kJ/kg.K dipanaskan mendekati tekanan konstan dari 15 oC hingga 70
o
C melalui suatu saluran yang menembus dapur api. Temperatur tanur adalah konstan pada 1400 oC.
Hitung efektivitas dari proses pemanasan bilamana temperatur atmosfer 10 oC.
Solusi :
Peningkatan ketersediaan cairan = b2-b1 = (h2-h1) To(s2-s1)
Panas yang dilepas oleh tanur sama dengan panas yang disuplai ke cairan sebesar (h2-h1). Jika kuantitas
panas ini disuplai ke suatu operasi di dalam siklus Carnot maka efisiensi termalnya adalah
(untuk persamaan efisiensi carnot lihat bab 6).
Oleh karena itu, maka kerja yang didapatkan dari suatu mesin kalor diberikan dengan perkalian
efisiensi termal dengan panas yang disuplai, yaitu
Nilai efektivitas yang sangat rendah merefleksikan irreversibilitas dari transfer panas yang menembus
perbedaan temperatur yang tinggi. Bilamana temperatur tanur jauh lebih rendah maka proses akan lebih
efektif, walaupun panas ditransfer ke dalam cairan dipertahankan sama.
SOAL LATIHAN
1 1 kg uap pada tekanan 20 bar, fraksi kekeringan 0,9, dipanaskan reversibel pada tekanan konstan
sehingga temperaturnya 300 oC. Hitung panas yang disuplai dan perubahan entropi dan tunjukkan
proses tersebut dalam diagram T-s dan tunjukkan pula luasan yang mewakili panas yang mengalir.
(415 kJ/kg; 0,8173 kJ/kg).
2 Uap pada 0,05 bar, 100 oC dikondensasikan secara sempurna melalui proses reversibel tekanan konstan.
Hitung panas yang dikeluarkan tiap kg uap dan perubahan entropinya. Buat sketsa proses dalam
diagram T-s dan arsir luasan yang mewakili aliran panas. (2550 kJ/kg; 8,292 kJ/kg).
3 0,05 kg uap pada tekanan 10 bar, fraksi kekeringan 0,84 dipanaskan reversibel di dalam wadah pejal
sehingga tekanannya menjadi 20 bar. Hitung perubahan entropi dan panas yang mengalir. Tunjukkan
luasan yang mewakili panas yang mengalir tersebut dalam diagram T-s. (0,0704 kJ/kg.K; 36 ,85 kJ ).
4 Suatu silinder pejal berisi 0,006 m3 Nitrogen (Berat Molekul 28) pada tekanan 1,04 bar, temperatur 15
o
C dipanaskan reversible sampai temperaturnya 90 oC. Hitung perubahan entropy dan panas yang
mengalir. Buat sketsa proses dalam diagram T-s. Gunakan indeks isentropic untuk Nitrogen sebesar
1,4 dan asumsikan Nitrogen sebagai gas ideal. (0 ,00125 kJ/K; 0,407 kJ ).
5 Sebuah silinder pejal dipanaskan reversible pada tekanan konstan dari temperatur 15 oC menjadi 300
o
C, dan kemudian didinginkan reversible pada volume konstan menjadi temperatur asalnya.
Temperatur awal 1,03 bar. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan entropy keseluruhan
dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (101,5 kJ; 0,246 kJ/kg ).
6 Uap dengan massa 1 kg mengalami proses isotermal dari tekanan 20 bar menjadi 30 bar pada
temperatur 250 oC. Hitung panas yang mengalir, analisa apakah panas dilepas ataukah masuk ke
dalam sistem. Sketsa proses dalam diagram T-s. (- 135 kJ/kg).
7 Udara dengan massa 1 kg dibiarkan berekspansi reversible di dalam ruang piston sedemikian rupa
hingga berlangsung pada temperatur konstan 260 oC hingga volumenya menjadi dua kali lipat.
Selanjutnya piston didorong masuk dan panas dilepas oleh udara reversible pada tekanan konstan
sampai volumenya kembali ke volume awal. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan
entropy keseluruhan. Buat sketsa dalam diagram T-s. (-161,9 kJ/kg; -0,497 kJ/ kg.K).
8 Uap pada tekanan 5 bar, 250 oC berekspansi isentropic sampai tekanannya 0,7 bar. Hitung kondisi akhir
dari uap. (0,967).
9 Uap berekspansi di dalam ruang piston dari tekanan 6 bar kering jenuh, hingga tekanannya 0,65 bar.
Asumsikan bahwa silinder diinsulasi sempurna, hitung kerja yang dilakukan selama ekspansi tiap kg
uap. Buat sketsa proses dalam diagram T-s. (323,8 kJ/kg).
10 Fluida dengan massa 1 kg pada tekanan 30 bar, 300 oC, berekspansi reversible isotermal hingga
tekanannya menjadi 0,75 bar. Hitung panas yang mengalir dan kerja yang dilakukan bilamana : a.
fluida adalah udara. b. fluida adalah uap. Buat sketsa masing-masing proses dalam diagram T-s (607
kJ/kg; 607 kJ/kg; 1035 kJ/kg; 975 kJ/kg).
11 Fluida dengan massa 1 kg pada tekanan 30 bar, 300 oC berekspansi menuruti hukum pv = konstan
hiungga temperaturnya 0,75 bar. Hitung panas yang mengalir dan kerja yang dilakukan bilamana : a.
fluida adalah udara. b. fluida adalah uap. Buat sketsa masing-masing proses dalam diagram T-s (607
kJ/kg; 607 kJ/kg; 891,2 kJ/kg; 899 kJ/kg).
12 Udara massa 1 kg pada tekanan 1,013 bar, 17 oC ditekan menuruti persamaan pv1,3= konstan hingga
tekanannya menjadi 5 bar. Hitung perubahan entropy dan buat sketsa proses dalam diagram T-s,
tunjukkan luasan yang mewakili panas yang mengalir. (-0,0885 kJ/kg.K).
13 0,06 m3 etana (berat mol 30), pada tekanan 6,9 bar dan temperatur 260 oC, dibiarkan berekspansi
isentropis di dalam ruang piston sehingga tekanannya menjadi 1,05 bar dan suhu 107 oC. Hitung , R,
cp , dan c v dari etana dan hitung pula kerja yang dilakukan selama ekspansi. Asumsikan etana sebagai
gas ideal. Bilamana massa yang sama dari etana pada tekanan 1,05 bar, temperatur 107 oC, ditekan
hingga tekanannya menjadi 6,9 bar menuruti persamaan pv1,4 = konstan. Hitung temperatur akhir dari
etana dan aliran panas yang melalui dinding silinder selama proses kompresi. Hitung juga perubahan
entropy selama kompresi, dan buat sketsa dalam diagram p-v dan T-s ke dua proses tersebut. (1,219;
0,277 kJ/kg.K; 1,542 kJ/kg.K; 1,265 kJ/kg.K; 54,2 kJ; 378 oK; 43,4 kJ; 0,0867 kJ/K).
14 Mesin uap menerima uap pada tekanan 4 bar, fraksi kekeringan 0,8 dan berekspansi menuruti
persamaan pv1,05=konstan menuju suatu kondensor dengan tekanan 1 bar. Hitung perubahan entropy
tiap kg uapselama ekspansi, dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (0,381 kJ/kg.K).
15 Suatu gas ideal tertentu yang memiliki = 1,26 dan berat molekul 26, berekspansi reversible dari
temperatur 727 oC, 0,003 m3menjadi 2oC, 0,6 m3 menuruti persamaan linier pada diagram T-s. Hitung
kerja yang dilakukan tiap kg gas dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (959,3 kJ/kg).
16 Udara dengan massa 1 kg, tekanan 1,02 bar, temperatur 20 oC berlangsung suatu proses hingga
tekanannya meningkat menjadi 6,12 bar, dan volume menjadi 0,25 m3. Hitung perubahan entropy dan
beri tanda tingkat keadaan awal dan akhir dari proses dalam diagram T-s. (0,087 kJ/kg.K).
17 Uap pada tekanan 15 bar dithrotle hingga tekanannya menjadi 1 bar dan temperaturnya 150 oC. Hitung
fraksi kekeringan awal dan perubahan entropy. Buat sketsa proses dalam diagram T-s dan nyatakan
asumsi yang dibuat dalam proses throttling. ( 0,992; 1,202 kJ/kg.K).
18 Ada dua wadah, volume yang satu dua kali volume lainnya, dihubungkan dengan saluran yang memiliki
klep dan dicelupkan ke dalam air pada temperatur konstan. Wadah kecil berisi hydrogen ( berat
molekul 2) dan wadah yang lain dikosongkan. Hitung perubahan entropy per kg gas bilamana gas
dibuka dan kondisi dibiarkan seimbang. Buat sketsa dalam diagram T-s. Asumsikan hydrogen sebagai
gas ideal. (4,57 kJ/kg.K).
19 Pada suatu turbin disuplai uap pada tekanan 40 bar, temperatur 400 oC, di mana berekspansi menembus
turbin dalam aliran mantap menuju tekanan pada keluaran sebesar 0,2 bar, dan fraksi kekeringan
0,93. Kecepatan inlet diabaikan, akan tetapi uap meninggalkan sistem dengan kecepatan tinggi
menembus saluran dengan luas penampang 0,14 m2. Jika aliran massa adalah 3 kg/dt dan efisiensi
mekanik 90 %, hitung tenaga output dari turbin. Tunjukkan bahwa proses adalah irreversible dan
hitung perubahan entropy. Panas hilang dari turbin diabaikan (2048 kW; 0,643 kJ/kg.K).
20 Pada suatu kompresor sentrifugal udara ditekan dengan rasio kompresi 4 : 1, dan temperatur udara
meningkat dengan faktor 1,65. Tunjukkan bahwa proses berlangsung irreversible dan hitung
perubahan entropy tiap kg udara. Asumsikan proses berlangsung adiabatik. Gambarkan sketsa proses
dalam diagram T-s. (0,105 kJ/kg.K).
21 Dalam suatu turbin gas, gas memasuki turbin pada temperatur 550 oC dan tekanan 5 bar dan
meninggalkan sistem pada tekanan 1 bar. Proses berlangsung mendekati adiabatik, akan tetapi
perubahan entropy terjadi sebesar 0,174 kJ/kg.K. Hitung temperatur keluar dari gas. Asumsikan gas
bertingkah laku sebagai gas ideal, dan gunakan = 1,333 dan cp = 1,11 kJ/kg.K. Buat sketsa dalam
diagram T-s. (370 oC).
22 Suatu wadah pejal dan terinsulasi sempurna dengan kapasitas 0,3 m3 berisi 0,762 kg uap pada tekanan
6 bar. Klep selanjutnya dibuka dan temperatur turun hingga tekanannya menjadi 1,4 bar sebelum klep
ditutup kembali. Hitung kondisi uap yang tertinggal di dalam wadah dan hitung juga massa uap yang
hilang. (0,99; 0,571 kg).
23 Suatu wadah pejal berisi 0,5 kg gas ideal dengan panas spesifik pada volume konstan 1,1 kJ/kg.K.
Suatu pedal pengaduk dimasukkan ke dalam wadah dan 11 kJ kerja dilakukan pada pengaduk dengan
menggunakan motor. Asumsikan bahwa wadah berinsulasi sempurna dan gas awalnya pada kondisi
temperatur lingkungan sebesar 17 oC. Hitung efektivitas dari proses. (3%).
24 Wadah yang identik dengan soal no. 5.23. dipanaskan pada beda temperatur konstan dengan cara
mencelupkannya ke dalam tanur dengan suhu 100 oC. Hitung efektivitas proses. (113,5 %).
25 Uap memasuki turbin pada tekanan 70 bar, 500 oC dan meninggalkannya pada tekanan 2 bar dalam
tingkat keadaan kering jenuh. Hitung efisiensi isentropis dan efektivitas proses. Abaikan perubahan
energi kinetik dan energi potensial dan asumsikan bahwa proses berlangsung adiabatik. Temperatur
atmosfer 17 oC. ( 84,4 %; 88 %).
26 Di dalam suatu heater pemasukan, uap masuk pada tekanan 15 bar, temperatur 200 oC. Air feeder
masuk dengan temperatur 130 oC dan air feeder meninggalkan pemanas pada temperatur jenuh sesuai
tekanan heater pada 15 bar. Hitung massa uap tiap unit massa air feeder yang memasuki pemanas.
Hitung juga kehilangan ketersediaan uap tiap unit massa dan efektivitas air. Asumsikan bahwa tidak
ada panas yang hilang dari heater dan temperatur atmosfer 20 oC. Asumsi lain dibuat sendiri. (0,1533
kg; 738 kJ/kg; 87,9 %).
BAB VI SIKLUS-SIKLUS MESIN KALOR
Pada bab ini, siklus mesin kalor didiskusikan lebih lengkap dan dibicarakan juga tentang siklus
tenaga gas. Di bab ini akan ditampilkan suatu siklus ideal teoritis yang merupakan proses yang paling
efisien yaitu Siklus Carnot. Efisiensi termal tertinggi yang dicapai untuk mesin kalor kira-kira hanya
setengah dari teori siklus Carnot di antara batas suhu proses yang sama. Hal ini sehubungan dengan
irreversibilitas pada siklus aktual dan penyimpangan dari siklus ideal, yang dibuat untuk berbagai alasan
praktis. Pemilihan pembangkit tenaga listrik di dalam praktik merupakan bentuk kompromi antara efisiensi
termal dan berbagai faktor seperti ukuran pembangkit yang disesuaikan dengan kebutuhan tenaga listrik
yang diinginkan, kompleksitas mekanik, biaya operasi, dan biaya investasi.
Di dalam siklus Carnot, dengan mengacu pada Gambar 6.1. dapat dilihat bahwa panas yang disuplai, Q1
ditunjukkan dengan luasan 41BA4
Q1 = Luas 41BA4 = T1 (SB SA)
Dengan cara yang sama, panas yang dilepas, Q2 ditunjukkan dengan luasan 23AB2 atau
Q2 = luasan 23AB2 = T2 (SB SA)
Sehingga didapatkan efisiensi siklus Carnot sebagai berikut :
Jika tersedia reservoir untuk panas yang dilepaskan pada suhu konstan T2 (misalnya suplai yang besar
dari pendingin air), kemudian nisbah T2/T1 akan menurun seiring dengan peningkatan suhu T1. Dari Pers.
6.1 dapat dilihat bahwa jika T2/T1 menurun, maka efisiensi termal meningkat. Oleh karena itu, untuk suhu
konstan yang lebih rendah pada panas yang terbuang, suhu pada panas yang disuplai harus dibuat setinggi
mungkin. Efisiensi termal maksimum yang memungkinkan antara dua suhu tersebut merupakan Siklus
Carnot. Output kerja dari siklus Carnot secara sederhana dapat diperoleh dari diagram T-s. Berdasarkan
hukum pertama,
Q = W maka output kerja dalam siklus Carnot adalah
W = Q1 Q2
Dengan mengacu pada Gambar 6.1, didapatkan
WCarnot = luas daerah 12341 = (T1 T2) (sB sA)
Contoh 6 .1
Berapa efisiensi teoritis terbesar dari suatu mesin kalor yang beroperasi dengan resevoir panas pada
suhu 2000oC, jika air pendingin yang tersedia pada suhu 10oC ?
Penyelesaian :
Sebagai catatan, sistem dalam praktiknya beroperasi di antara suhu yang hampir sama (misalnya
pembangkit generator uap) memiliki efisiensi termal kira-kira 30%. Ketidakcocokan yang terjadi
disebabkan adanya kehilangan akibat irreversibilitas pada pembangkit aktual dan adanya penyimpangan
pada siklus Carnot ideal yang dibuat untuk berbagai alasan praktis.
Pada kenyataannya, sulit untuk merealisasikan suatu sistem yang menerima dan melepaskan panas
pada suhu konstan. Uap basah sebagai substansi kerja hanya dapat bekerja dengan baik sekali, jika panas
yang dilepas dan disuplai pada tekanan dan suhu konstan sebagai panas laten. Sikus Carnot untuk uap
basah ditunjukkan pada Gambar 6.2.
Efisiensi mesin yang beroperasi pada siklus Carnot hanya tergantung pada suhu reservoir panas dan
reservoir dingin.
Penunjukkan suhu pada sembarang skala suhu yang berubahubah di dapatkan
= (X1, X2) (6.3)
dimana adalah fungsi dan x1 dan x2 adalah suhu dari reservoir panas dan dingin.
Dengan mengkombinasikan Per. 6.2 dan 6.3 didapatkan
Ada sejumlah besar skala suhu yang semuanya bebas terhadap kerja materi. Berbagai skala kerja dapat
dipilih dengan mennyeleksi dengan tepat nilai fungsi F. Fungsi dipilih sehingga
Dengan membandingkan Pers. 6.4 dan 6.5, dapat dilihat bahwa suhu X equivalen dengan suhu T, sehingga
dengan pemilihan yang tepat dari fungsi F, skala ideal suhu dibuat equivalen dengan skala yang mengacu
pada suhu gas ideal.
Untuk mencari output kerja dan nisbah kerja, perlu dicari perubahan entropy, (s1 - s4) terlebih dahulu
Untuk proses isotermal dari 4 ke A, digunakan Pers. 5.12
Siklus ini dahulu pernah digunakan sebagai basis ideal untuk sebuah mesin pertukaran udara panas,
yang dikenal sebagai Siklus Joule atau Siklus Brayton. Sekarang ini, siklus tersebut ideal untuk siklus
tertutup unit turbin gas. Diagram garis sederhana suatu pembangkit ditunjukkan pada Gambar 6.7, dimana
nomornomornya berhubungan dengan Gambar 6.6a dan Gambar 6.6b. Substansi yang bekerja adalah udara
yang mengalir di dalam siklus perputaran aliran mantap, sehingga perubahan kecepatan dapat diabaikan,
dan dengan menerapkan persamaan energi aliran mantap untuk setiap siklus, akan didapatkan
Input kerja ke kompresor = (h2 h1) = cp (T2 T1)
Output kerja dari turbin = (h3 h4) = cp (T3 T4)
Ketersediaan panas dalam pemanas, Q1= (h3 h2) = cp (T3 T2)
Panas yang dilepas dalam pendingin, Q2 = (h4 h1) = cp (T4 T1)
Kemudian dari Persamaan 5.3, didapatkan
Pada siklus tekanan konstan, efisiensi termal hanya tergantung pada nisbah tekanan. Pada kasus ideal,
nilai udara konstan dan sama dengan 1,4. Dalam praktiknya, untuk mendapatkan pusaran udara sebagai
aliran yang melalui kompresor dan turbin sebagai mesin yang berputar, efisiensi termal aktual dapat
dikurangi dibandingkan dengan data yang diperoleh melalui Pers. 6.6.
Nisbah kerja siklus tekanan konstan dapat ditentukan sebagai berikut :rasio kerja =
Berdasarkan Pers. 6.7 dapat dilihat bahwa nisbah kerja tidak hanya tergantung pada nisbah tekanan
tetapi tergantung juga pada nisbah suhu minimum dan maksimum. Pemberian suhu masukan, T1, suhu
maksimum T3 harus dibuat setinggi mungkin untuk mendapatkan nisbah kerja tinggi.
Untuk siklus terbuka unit turbin gas, siklus aktualnya bukan pendekatan yang bagus untuk siklus ideal
tekanan konstan, karena bahan bakar terbakar dengan udara, dan pengisiannya kontinyu ke dalam
kompresor. Namun demikian, siklus ideal merupakan dasar yang bagus sebagai bahan perbandingan dan
dalam perhitungan untuk siklus ideal terbuka gas turbin, pengaruh massa bahan bakar dan perubahan kerja
aliran diabaikan.
Contoh 6.3
Pada unit gas turbin, udara digambarkan pada tekanan 1.02 bar dan 15C dan dikompresi sampai
6.12 bar. Hitung efisiensi termal dan nisbah kerja siklus tekanan ideal tekanan konstan, jika siklus suhu
maksimum dibatasi sampai 800C.
Penyelesaian :
Siklus ideal ditunjukkan melalui diagram T - s pada Gambar 6.8.
Dari Persamaan 6.6
T1 harus dibuat setinggi mungkin. Hal ini diaplikasikan pada semua mesin kalor. Dengan memasukkan
bahan bakar ke dalam silinder pada mesin pembakaran dalam, maka suhu tinggi dari fluida kerja dapat
dicapai. Suhu maksimum untuk semua siklus dibatasi oleh batasan metalurgi bahan yang digunakan
(misalnya, batas suhu dari turbin gas adalah 800C). Fluida di dalam mesin pembakaran dalam dapat
mencapai 2750oC. Hal ini memungkinkan bila dibuat sistem pendinginan eksternal dari silinder dengan
menggunakan air atau udara pendingin, bisa juga dengan menggunakan siklus alami yang sesaat
(intermittent), fluida kerja mencapai suhu maksimumnya hanya sesaat selama siklus berlangsung.
Contoh dari siklus mesin pembakaran dalam adalah siklus terbuka dari unit turbin gas, motor bensin,
motor diesel, dan motor gas. Unit siklus terbuka turbin gas, meskipun termasuk siklus mesin pembakaran
dalam, tetapi memiliki katagori yang berbeda dengan mesin pembakaran dalam lainnya. Siklus tersebut
dijelaskan pada Sub bab 5.1 dan secara diagramatis diperlihatkan pada Gambar 5.4. Dari proses tersebut
dapat dilihat siklus merupakan siklus aliran yang mantap dimana fluida kerja mengalir dari satu komponen
ke seluruh siklus. Dapat diasumsikan bahwa unit turbin gas, apakah beroperasi pada siklus terbuka
ataupun siklus tertutup, dapat diperbandingkan dengan siklus tekanan konstan seperti telah dibahas pada
Sub bab 6.4.
Pada motor bensin campuran antara udara dan bensin terjadi di dalam silinder, dikompresikan oleh
piston, kemudian dibakar dengan loncatan bunga api listrik. Gas panas berekspansi, mendorong piston ke
belakang, kemudian dikeluarkan melalui pembuangan gas (exhaust), dan siklus berlangsung kembali dari
awal dengan pemasukan kembali udara dan bensin. Pada motor diesel atau disebut juga motor minyak,
bahan bakar disemprotkan dengan tekanan tinggi ke dalam udara tertekan pada akhir langkah kompresi,
dan pembakaran terjadi secara spontan akibat suhu udara tinggi setelah proses kompresi. Pada motor gas,
campuran udara dan gas diinduksikan ke dalam silinder, dikompresi, kemudian dinyalakan seperti pada
motor bensin dengan menggunakan loncatan bunga api listrik. Siklus udara standar digunaan untuk
memberikan dasar perbandingan motor pembakaran dalam.
Pada siklus udara standar substansi kerja diasumsikan sebagai udara, seluruh proses diasumsikan
reversible, suplai sumber panas dan reservoir untuk panas yang dilepas diasumsikan diluar sistem udara.
Siklus tersebut dapat digambarkan pada diagram sifat termodinamika, biasanya dalam diagram p-v,
sehingga memungkinkan untuk membuat perbandingan langsung dengan siklus motor aktual dari diagram
indikator. Perlu ditekankan di sini, siklus udara standar dalam diagram p-v adalah siklus termodinamik
sebenarnya, dan diagram indikator diambil dari uji motor yang merupakan hubungan antara variasi
tekanan dengan lintasan gerak piston. Diagram indikator dan cara penggunaannya serta signifikansinya
akan dibahas pada bab tersendiri.
Rasio kompresi ,
Efisiensi termal dari siklus Otto didapatkan dengan menggunakan Pers. 5.3,
Panas yang masuk Q1, pada volume konstan antara T2 dan T3 dihitung dengan Pers. 3.13 per kg udara
Q1=cv (T3 - T2)
Dengan cara yang sama, panas yang dilepas, Q2 pada volume konstan antara T4 dan T1 dihitung
dengan persamaan yang sama yaitu
Q2=cv (T4-T1)
Proses dari 1 ke 2 dan dari 3 ke 4 adalah proses isentropik, sehingga tidak ada panas masuk maupun
keluar dari sistem selama proses berlangsung
Berhubung dari 1 ke 2 dan dari 3 ke 4 adalah proses isentropik, maka dengan menggunakan Pers.
4.19 didapatkan
Dari Pers. 6.9 dapat dilihat bahwa efisiensi termal dari siklus Otto hanya tergantung pada nisbah
kompresi rv.
Contoh 6.4.
Hitung efisiensi termal standar udara ideal dengan menggunakan siklus Otto untuk motor bensin bila
diameter dalam silinder 50 mm dan langkah 75 mm. Volume pembersihan (clearance) 21.3 cm3.
Penyelesaian :
Volume langkah = /4 x 502 x 75 = 147 200 mm2 = 147,2 cm3
Volume silinder total = 157,2 + 21,3 = 168,5 cm3
Persamaan 6.10 menunjukkan efisiensi termal tergantung pada nisbah kompresi dan suplai panas
antara 2 dan 3, yang ditentukan melalui nisbah v3/v2. Pers. 6.10 diturunkan dari suhu T1 dan r atau .
Penurunan tidak dilakukan karena metoda terbaik untuk mencari efisiensi termal adalah dengan menghitung
setiap suhu
pada seluruh siklus dan menerapkan Persamaan 5.3,
Catatan : k=1 (yaitu p3 = p2), selanjutnya Pers. 6.11 mengurangi efisiensi termal dari siklus motor
diesel yang diberikan oleh Pers. 6.10. Efisiensi termal dari siklus pembakaran ganda tidak hanya
tergantung pada nisbah kompresi tetapi juga tergantung pada jumlah relatif panas yang disuplai pada
tekanan konstan dan volume konstan. Pers. 6.11 tidak praktis digunakan, metoda yang paling baik untuk
perhitungan efisiensi termal, dengan mengevaluasi setiap suhu seluruh siklus dan menggunakan persamaan
5.3, K 1 . Panas yang disuplai, Q1, didapatkan dengan menggunakan Pers. 3.13 dan 3.12 untuk panas yang
ditambahkan berturut-turut pada tekanan konstan dan volume konstan, yaitu :
Q1 = cv(T3 - T2) + cp (T4 - T3)
Sedangkan untuk panas yang dilepas, Q2 digunakan persamaan berikut
Q2 = cv (T5 - T1)
Contoh 6.6
Suatu motor minyak membawa udara pada tekanan 1,01 bar, 20oC dan tekanan maksimum siklus
adalah 69 bar. Nisbah kompresi 18: 1. Hitung efisiensi termal siklus udara standar berdasarkan siklus
pembakaran ganda. Asumsikan bahwa panas yang ditambahkan pada volume konstan sama dengan panas
yang ditambahkan pada tekanan konstan.
Penyelesaian :
Siklus ditunjukkan dengan diagram p - pada Gambar 6.13.
Dengan menggunakan Pers. 4.18 didapatkan :
Panas yang ditambahkan pada volume konstan sama dengan panas yang disuplai pada tekanan konstan ,
sehingga didapatkan c (T3 - T2) = cp (T4 - T3)
Untuk mendapatkan T5 diperlukan nilai nisbah volume v5 / v4. Pada tekanan konstan dari 3 ke 4,
Perlu dijelaskan di sini bahwa motor minyak modern dengan putaran tinggi beroperasi pada suatu
siklus, dengan siklus Otto digunakan sebagai dasar perbandingan. Alasan lainnya adalah perhitungan
efisiensi termal siklus Otto lebih sederhana dari persamaan siklus pembakaran ganda.
Siklus Stirling ditunjukkan dalam diagram p - v pada Gambar 6.15a dan secara diagramatis
diperlihatkan pada Gambar 6.15b. Perlu ditekankan di sini bahwa gambar tersebut di atas bukanlah
deskripsi fisik dari motor Stirling melainkan suatu cara untuk membantu memberikan pengertian jalannya
proses, sehingga siklus saling berhubungan.
Panas disuplai pada fluida kerja, biasanya hidrogen dan helium, dari sumber daya eksternal, proses 2
- 3, pada saat gas berekspansi isotermal (T2 = T3) dan panas dilepas ke reservoir eksternal, yaitu proses 4
- 1, pada saat gas ditekan isotermal (T1 = T4). Kedua proses isotermal dihubungkan oleh proses reversibel
volume konstan 1 - 2 dan 3 - 4 dengan perubahan suhu sebesar (T2 - T1). Panas yang dilepas selama
proses 3 - 4, Q = c (T - T ), digunakan untuk memanaskan gas selama proses 1 - 2 yaitu Q = c (T -
3-4 v 2 1 12 v 2
T ) = Q , proses diasumsikan terjadi secara ideal dan reversibel di dalam regenerator. Regenerator
1 34
membutuhkan susunan bahan yang memisahkan gas dingin dan gas panas tetapi memungkinkan suhu gas
berubah secara progresif dalam sesaat selama proses. Proses regeneratif ini berlangsung pada volume
konstan dan terjadi secara internal di dalam siklus.
Siklus Ericson mirip dengan Siklus Stirling, hanya saja ke dua proses isotermal dihubungkan oleh
proses tekanan konstan, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.16 berikut.
Gambar 6.16. Diagram p - Q siklus Ericson
Efisiensi siklus Stirling didapatkan dengan memperhitungkan pindah panas antara sistem dan dinding
luarnya, yaitu suplai panas dari reservoir bersuhu tinggi ke reservoir bersuhu rendah, di mana panas
dilepaskan.
Panas disuplai dari sumber panas, dengan menggunakan Pers. 4.11 dan 4.12, didapatkan
(Hasil ini dapat disimpulkan tanpa pembuktian formal, suplai panas dan panas yang dilepas terjadi pada
suhu konstan).
SOAL LATIHAN
1. Berapa efisiensi termal tertinggi yang mungkin untuk suatu mesin kalor yang beroperasi antara suhu
800C dan 15C.
( Jawaban : 73,2% )
2. Dua mesin kalor yang beroperasi reversibel dalam rangkaian antara sumber panas 527C dan
pendingin 17C. Jika mesinmesin memiliki efisiensi yang sama dan mesin pertama melepas panas 400
kJ ke mesin ke dua, hitung :
a) Suhu di mana panas disuplai pada mesin ke dua.
b) Panas yang diambil dari sumber.
c) Kerja yang dilakukan oleh masing-masing mesin.
d) Asumsikan bahwa setiap mesin beroperasi pada siklus Carnot.
(Jawaban : 209C; 664C; 264 kJ; 159,2 kJ)
3. Mesin Carnot beroperasi antara suhu 307C dan 17C dan tekanan maksimum dan minimum adalah
62,4 bar dan 1,04 bar. Hitung efisiensi termal dan nisbah kerja. Asumsikan udara sebagai fluida kerja.
( Jawaban : 50%; 0,287)
4. Unit turbin gas siklus tertutup bekerja pada suhu maksimum dan minimum berturut-turut 760C dan
15C dan memiliki nisbah kerja 7 : 1. Hitung efisiensi termal ideal dan nisbah kerja.
( Jawaban : 42,7% ; 0,503)
5. Pada suatu siklus udara standar Otto suhu maksimum dan minimum adalah 1400C dan 15C. Panas
yang disuplai per kg udara adalah 800 kJ. Hitung nisbah kompresi dan efisiensi termal. Hitung juga
nisbah tekanan maksimum dan minimum dari siklus.
( Jawaban : 5,26/1 ; 48,6 %; 30,5/ 1)
6. Motor bensin empat silinder memiliki volume langkah 2000 cm3, volume clearance pada setiap silinder
60 cm3. Hitung efisiensi termal udara standar. Jika kondisi induksi adalah 1 bar dan 24C, dan suhu
siklus maksimum adalah 1400C, hitung tekanan efektif rata-rata berdasarkan siklus udara standar.
( Jawaban : 59%; 5,27 bar )
7. Hitung efisiensi termal dan tekanan efektif rata-rata dari siklus mesin diesel standar dengan nisbah
kompresi 15/1 dan suhu maksimum dan minimum dari siklus berturut-turut 1650C dan 15C. Tekanan
maksimum siklus 45 bar.
( Jawaban : 59,1 % ; 8,39 bar )
8. Di dalam suatu siklus pembakaran ganda suhu maksimum tercapai 2000C dan tekanan maksimum 70
bar. Hitung efisiensi termal dan tekanan efektif rata-rata bilamana tekanan dan suhu pada awal
kompresi 1 bar dan 17C. Nisbah kompresi adalah 18 : 1.
( Jawaban : 63,6% ; 10,5 bar )
9. Suatu siklus pembakaran ganda udara standar mempunyai tekanan efektif rata-rata 10 bar. Tekanan dan
suhu minimum masing-masing 1 bar dan 17C dan nisbah kompresi adalah 16:1. Hitung suhu siklus
maksimum bilamana efisiensi termal adalah 60 %. Tekanan siklus maksimum 60 bar. (Jawaban :
1959C)
BAB VII TERMODINAMIKA CAMPURAN TAK BEREAKSI
Substansi murni didefinisikan sebagai substansi yang memiliki komposisi kimia tetap dan seragam,
dan definisi ini dapat dikembangkan termasuk di antaranya campuran gas homogen tetapi tidak terjadi
reaksi kimia. Sifat-sifat termodinamika campuran gas dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti gas
tunggal. Sebagai contoh yang lazim adalah udara kering. Udara merupakan campuran dari oksigen,
nitrogen, sebagian kecil argon, dan beberapa gas lain. Sifat-sifat udara telah ditetapkan dan dianggap
sebagai substansi tunggal.
Dalam bab ini pembahasan tentang campuran yang komposisinya terdiri dari gas ideal, atau gabungan
uap dan gas ideal. Sifat-sifat uap semacam itu sangatlah penting dalam perhitungan sistem pembakaran.
Campuran udara dan uap air dalam bab ini akan dibahas tersendiri sebagai referensi dalam perhitungan
kondensor permukaan. Untuk kondisi udara lembab akan dibicarakan tersendiri dalam bab lain yaitu
psikrometri.
Hal yang terkait dengan bab ini adalah pengetahuan tentang berat atom dan molekul. Pengetahuan
tentang berat molekul ini akan dibahas sedikit pada awal pembahasan sehingga memudahkan untuk
pembahasan selanjutnya. Pada bab ini nilai berat molekul ditunjukkan di dalam kurung, misal nitrogen
(28) artinya bahwa nitrogen memiliki berat molekul 28.
Hal ini dijelaskan secara diagramatis pada Gambar 7.1. Gas A dan gas B pada awalnya menempati
volume V pada suhu T kemudian dicampur pada ruang ke tiga dengan volume dan suhu yang sama.
Dengan hukum konservasi massa,
m = mA + mB (7.1)
Dengan menggunakan hukum Dalton,
p = pA + pB (7.2)
Hukum Dalton diturunkan berdasarkan eksperimen dan berlaku sangat akurat untuk campuran pada
tekanan rendah. Seperti ditunjukkan pada Gambar 7.1 setiap komponen gas menempati seluruh ruangan.
Contoh tersebut disajikan pada Gambar 7.1 dan hubungan pada tingkat keadaan menggunakan Pers. 7.1
dan Pers. 7.2. Dengan mengacu pada campuran dua macam gas, hukum tersebut dapat dikembangkan untuk
persamaan campuran berbagai macam gas, yaitu dengan persamaan :
m = mA + mB + mC + ... atau m = mi .... (7.3)
(mi adalah massa masing-masing komponen gas)
Dengan cara yang sama, tekanan total didapatkan sbb :
p = pA + pB + pC +... atau p = pi (7.4)
(pi adalah tekanan masing-masing komponen gas)
Udara merupakan campuran yang lazim dianalisis dengan pendekatan termodinamika campuran gas
tak bereaksi, dengan sifat-sifat termodinamika sebagai berikut :
Tabel 7.1. Komposisi dan sifat termodinamika udara
Berat molekul rata-rata dari udara adalah 28,96 dan tetapan gas R adalah 0,2871 kJ/kg.oK. Untuk
kalkulasi pendekatan, udara biasanya dianggap sebagai komposisi dua komponen yaitu oksigen dan
nitrogen atmosfer.
Tabel 7.2. Komposisi oksigen dan nitrogen dalam udara
Komponen Analisis Analisis
(Berat volumetrik gravimetrik (
molekul Wt) (% v) % w )
Oksigen 21 23 , 3
(31,999)
Nitrogen 79 76 , 67
(28,013)
Nitrogen : 3,76 : 1 3 ,29 : 1
Oksigen
(catatan : analisis volumetrik adalah analisis berdasarkan volume dan analisis gravimetrik
merupakan analisis berdasarkan berat atau massa).
Contoh 7.1
Suatu bejana dengan volume 0,4 m3 berisi 0,45 kg karbon monoksida (28) dan 1 kg udara pada 15oC.
Hitung tekanan parsial masing-masing komponen gas dan tekanan total di dalam wadah. Analisis
gravimetri menunjukkan komposisi udara terdiri dari 23,3 % oksigen (32), dan 76,7 % Nitrogen (28).
Penyelesaian :
Volume V sebesar 0,4 m3 dan suhu T adalah (15 + 273) = 288 K, sehingga didapatkan tekanan partial
masing-masing komponen gas sebagai berikut : Untuk Oksigen :
Volume dari campuran gas sama dengan jumlah volumevolume dari komponen gas individu jika
berada pada tekanan dan volume campuran.
Hal ini merupakan pernyataan dari hukum empiris tentang hukum volume parsial. Kadang-kadang
hukum ini disebut sebagai Hukum Amagat atau Hukum Leduc.
Analisis campuran gas disederhanakan dalam satuan molekul sangat sering dilakukan. Molekul
didefinisikan dalam Bab 3.3 dan m diberikan dengan Pers. 3.7 sebagai n . Dengan hukum Avogadro
jumlah molekul gas adalah proporsional dengan volume pada tekanan dan suhu tertentu. Dengan mengacu
pada Gambar 7.2a. volume V terdiri dari n mol campuran pada P dan T. Pada Gambar 7.2b gas A
menempati volume VA pada tekanan p dan suhu T, dan volumenya berisi sejumlah molekul nA. Pada
keadaan yang sama gas B dengan jumlah molekul nB menempati volume VB, demikian pula gas C dengan
jumlah molekul nC menempati volume VC. Selanjutnya dengan menggunakan Pers. 7.9 maka Vi =V atau
V + V + V = V. Oleh karena itu, jumlah total molekul di dalam bejana harus sama dengan jumlah
A B C
molekul komponen-komponen yang menyusunnya, yaitu
nA + nB + nC = n atau n = ni (7.10)
Jika analisis pendekatan untuk udara digunakan yaitu dengan komposisi 23,3 % O2 dan 76,7 % N2,
dengan metoda yang sama didapatkan M = 28,84 dan R = 0,2882 kJ/kg.0K.
Dari Pers. 7.11, piV=niRoT dan kombinasi persamaan ini dengan Pers. 3.8 diterapkan untuk
campuran, maka didapatkan :
Hal ini merupakan hasil yang penting, bahwa berdasarkan analisis molaritas menghasilkan hasil yang
sama dengan analisis volumetric, yaitu keduanya merupakan nisbah tekanan parsial terhadap tekanan total.
Metoda lain untuk menghitung berat molekul campuran digunakan prosedur yang dibicarakan berikut.
Penerapan karakterisitik Pers. 3.6. untuk setiap konstituen dan campuran diperoleh persamaan
Contoh 7.3
Dari analisis gravimetric udara didapatkan kandungan oksigen 23,14 %, Nitrogen 75,53 %, Argon
1,28 % dan Karbon dioksida 0,05 %. Hitung komposisi berdasarkan volume, tekanan partial setiap
komponen gas bila tekanan total 1 bar. Penyelesaian :
Dari Pers. 7.14. analisa komposisi berdasarkan volume adalah ni m i sama dengan fraksi molekul .
Dari Pers. 3.7. ni = , dengan nmenganggap campuran sebagai massa 1 kg dapat ditabulasikan sebagai
berikut :
Jadi volume spesifik campuran pada tekanan 1 bar dan suhu 15C sebesar 0,7435 m3/kg.
Contoh 7.5
Suatu campuran H2 (2) dan O2 (32) dibuat sedemikian rupa sehingga nisbah H2 terhadap O2 adalah 2 :
1 berdasarkan basis volume. Hitung massa O2 yang dibutuhkan dan volume wadah per kg H2 jika suhu dan
tekanan masing-masing 15 oC dan 1 bar.
Penyelesaian :
Misalkan massa O2 per kg H2 adalah x kg. Dari Pers. 3.7,
artinya bahwa oksigen per kg Hidrogen sebanyak 8 kg. Jumlah total molekul di dalam bejana per kg
H2 adalah :
n = n H2 + nO2 =0,5 + (x/32) = 0,5 + (8/32)
= 0,5 + 0,25
= 0,75
selanjutnya dari Persamaan 3.8. didapatkan PV = n R0T
Contoh 7.6.
Suatu bejana berisi campuran gas dengan komposisi berdasarkan volume 80 % H2 (2), dan 20 % CO
(28). Tujuan yang diinginkan adalah campuran dengan komposisi 50 % H2 dan 50 % CO dengan cara
mengeluarkan sebagian campuran kemudian menambahkan CO. Hitung massa campuran yang harus
dikeluarkan dan massa CO yang harus ditambahkan. Tekanan dan suhu dipertahankan konstan selama
prosedur diterapkan.
Penyelesaian :
Oleh karena tekanan dan suhu dipertahankan konstan, maka artinya adalah jumlah molekul di dalam bejana
dipertahankan konstan dan berlaku :
Jumlah mol campuran yang dikeluarkan = jumlah mol CO yang ditambahkan.
Misalkan ada x kg campuran yang dikeluarkan dan y kg CO yang ditambahkan, untuk campuran dari
Pers. 7.16 didapatkan berat mol campuran
BM = 0,8 x 2 + 0,2 x 28 = 7,2
Kemudian dengan menggunakan Pers. 3.7. n didapatkan persamaan :
Jumlah mol yang dikeluarkan = (x/7,2) = jumlah CO yang
V n i ditambahkan = (y/28). Dari Pers. 7.14 = , sehingga :
i
Dengan cara yang sama dari Pers. 7.6 mh = =mi hi dan dari Pers. 3.18,
h = cp .T sehingga
mcp T = mi cpi T
mcp = mi c
untuk campuran tetap berlaku cp cv = R dan Pers. 3.20, 3.21, dan 3.22 dapat diterapkan untuk campuran
gas.
Contoh 7.7
Suatu gas di dalam silinder motor bakar mempunyai hasil analisis volumetrik 12 % CO2, 11,5 % O2,
dan 76,5 % N2. Suhu pada awal ekspansi adalah 1000 0C dan campuran gas berekspansi reversibel
dengan nisbah volume 7 : 1, menurut pada hukum pv1,25 = konstan. Hitung kerja yang dilakukan dan panas
yang dilepas per kg gas. Nilai cp untuk masing-masing komponen adalah :
cp untuk CO2 = 1,235 kJ/kg.oK
O2 = 1,088 kJ/kg.oK
N2 = 1,172 kJ/kg.oK
Penyelesaian :
Kemudian menggunakan Pers. 7.19.
Dari Pers. 3.7, m/M = n, dan dari Pers. 7.20., Cv = M.cv sehingga
U = n CvT (7.22)
Dengan cara yang sama
H = n cp T (7.23)
Dengan menggunakan persamaan Gibs Dalton :
U = Ui dan H = Hi
nCv T = ni cvi T dan nCp T = niCpiT
Contoh 7.9
Suatu gas mempunyai analisis volumetrik sebagai berikut : 29 % CO (28), 12 % H2 (2), 3% CH4
(16), 4% CO2 (44), 52% N2 (28). Hitung Cp , Cv, cp , dan cv campuran. Nilai Cp untuk masing-masing
komponen : 29,27 kJ/mol.K untuk CO, 28,89 kJ/mol.K untuk H2, 35,8 kJ/mol.K untuk CH4, 37,22
kJ/mol.K untuk CO2 dan 29,14 kJ/mol.K untuk N2.
Penyelesaian :
Dari Pers. 7.25 :
Cp = 0,29 x 29,27 + 0,12 x 28,89 + 0,03 x 35,8 + 0,04 x 37,22+ 0,52 x 29, 14= 29,676 kJ/mol.K
Cp Cv = R o
Cv = 29,676 8,314 = 21,362 kJ/mol.K
Berat molekul campuran dihitung dengan Pers. 7.17,
M = 0,29 x 28 + 0,12 x 2 + 0,03 x 16 + 0,04 x 44 + 0,52 x 28
= 25, 2 selanjutnya dari Pers. 7.20.
cp = Cp /M = 29,676 / 25,2 = 1,178 kJ/kg.K
v = Cv /M = 21,362 / 25,2 = 0,8476 kJ/kg.K.
Data eksperimental untuk nilai , cp , cv, Cp , Cv, M dan R untuk beberapa jenis gas diperlihatkan pada
Tabel 7.3.
Tabel 7.3. Sifat-sifat termodinamika beberapa jenis gas
7.5 Campuran Adiabatis Gas Ideal
Misalkan ada dua macam gas A dan B yang terpisah oleh membram tipis dalam suatu ruangan seperti
pada Gambar 7.4. Jika membram tersebut dilepas maka kedua gas tersebut bercampur dan masing-masing
menempati seluruh volume, seolah-olah tidak ada gas lain yang berada dalam ruangan tersebut. Proses ini
mirip dengan proses ekspansi bebas untuk masing-masing gas, dan prosesnya berjalan irreversibel.
Proses ini dapat disederhanakan dengan asumsi bahwa proses tersebut berlangsung adiabatis, maksudnya
adalah bahwa ada ruang dalam insulasi sempurna dan terjadi penambahan entropi di dalam sistem. Pada
Sub bab 5.5 ditunjukkan bahwa selalu ada peningkatan entropi pada proses yang berlangsung isotermal
irreversibel.
Contoh 7.10
Suatu bejana dengan volume 1,5 m3 berisi oksigen pada tekanan 7 bar suhu 40C. Bejana tersebut
dihubungkan dengan bejana lain dengan volume 3 m3 berisi karbon dioksida pada tekanan 1 bar 15C.
Klep penghubung selanjutnya dibuka dan gas dibiarkan bercampur secara adiabatis. Hitung :
a. Suhu dan tekanan akhir campuran
b. Perubahan entropi sistem.
Penyelesaian :
Dari tabel didapatkan panas molar (Cv) Oksigen 21,07 kJ/mol.K dan Karbondioksida 20,86 kJ/kg.K.
a. Dari Persamaan. 3.8 pV
sebelum pencampuran besarnya energi dalam :
U1 = 0,4035 x 21,07 x 313 + 0,1253 x 20,86 x 288 = 3413,8 kJ
Setelah pencampuran terjadi :
U2 = T(0,4035 x 21,07 + 0,1253 x 20,86)
= 11,118 T untuk pencampuran adiabatik, U1 = U2 sehingga
3413,8 = 11,118 T
T = 307 K = 307 273 = 34oC
Dari Persamaan 3.8
Dengan menggunakan Gambar 7.6, perubahan entropi karbon monoksida bisa didapatkan dengan jalan
yang sama sebagai berikut :
Gambar 7.6. Perubahan entropi karbon monoksida
Selanjutnya perubahan entropi keseluruhan sistem didapatkan dengan persamaan :
(S2 S1)sistem = (S2 S1)O2 + (S2 S1)CO = 3,518 + 0,590 = 4,108 kJ/K.
Sehingga perubahan entropi sistem sebesar 4,108 kJ/K.
Bentuk lain dari pencampuran adalah pada kasus dua aliran fluida bertemu membentuk satu aliran
mantap. Secara diagramatis proses ini ditunjukkan pada Gambar 7.7.
Gambar 7.7. Campuran dua aliran fluida membentuk satu aliran mantap
Persamaan aliran energi bisa diterapkan untuk bagian campuran, dan perubahan energi kinetik dan
energi potensial diabaikan, yaitu
untuk proses adiabatis aliran panas Q = 0 dan juga kerja W = 0, sehingga dalam kasus ini persamaan
disederhanakan menjadi
Persamaan 7.27 atau Persamaan 7.28 mewakili satu kondisi yang harus memenuhi proses
pencampuran adiabatik dalam kondisi aliran mantap. Dalam kasus khusus beberapa informasi lain harus
diketahui (misal tekanan akhir dan volume spesifik) sebelum penyelesaian lengkap terpenuhi. Untuk
mendapatkan perubahan entropi pada proses semacam ini, digunakan prosedur di atas dengan
pencampuran adiabatik mengikuti persamaan ekspansi bebas. Perubahan entropi untuk setiap gas akan
didapatkan dan hasil keseluruhan dapat dijumlahkan.
Total tekanan di dalam ruang = 4,35 + 0,8439 = 5,194 bar. Dari persamaan energi tanpa aliran, Q = (U2
U1) + W, di mana pada kasus ini W = 0 sehingga Q = (U2 U1)
Di mana
U1 = mw1 + ma ua1 + ms1 us1
U1 = ma ua2 + ms2 u s2
Untuk gas ideal dari Pers. 3.15, U = mcvT, sehingga
Q = ms2 us2 - ms1 us1 - mw1 uw1 + ma cv (T2 - T1)
Dengan menggunakan us dan uw dari tabel dan mensubstitusikanannya, didapatkan
Contoh 7.12
Produk pembakaran batu bara dianalisis berdasarkan basis volume terdiri dari 8 % CO2, 15% H2O,
5,5 % O2, dan 71,5 % N2. Jika tekanan total adalah 1 bar, hitung suhu di mana gas harus didinginkan agar
seluruh H2O terkondensasi.
Penyelesaian :
Dari Persamaan. 7.14, tekanan parsial H2O adalah :
Suhu jenuh pada tekanan 0,21 bar adaklah 61,15 oC, artinya gas harus didinginkan hingga 61,15 oC
untuk mengkondensasikan H2O.
Tekanan ini sangat kecil dibandingkan tekanan total dan bisa diabaikan.
Ekstraksi kondensat : tekanan jenuh pada 36oC adalah 0,0594 bar dan vg = 23,97 m3/kg. Tekanan total
di dalam kondensor adalah 0 ,06624 bar sehingga :
0,06624 = 0,0594 + pa , maka pa = 0,00684 bar. Massa udara yang dikeluarkan tiap jam
adalah :
= = 32,45 kg / jam
Ekstraksi terpisah : tekanan jenuh pada 27oC adalah 0,03564 bar dan vg = 38,81 m3/kg. Tekanan udara
parsial = 0,06624 0,03564 = 0,0306 bar.
Sehingga volume udara yang dikeluarkan sebesar
Penghematan kondensat dengan menggunakan metoda ekstraksi terpisah sebesar 32.45 4,35 = 28,11
kg/jam. Penghematan panas yang disuplai ke dalam boiler sebesar 28,1 x 4,186 (36 - 7) = 3411 kJ/jam.
Contoh 7.14
Untuk data contoh 7.13. hitung prosentase reduksi dalam kapasitas pompa udara dengan menggunakan
metoda separasi terpisah. Jika peningkatan suhu pendinginan 5,5 K, hitung aliran massa air dingin yang
dibutuhkan. Diketahui kapasitas pompa tanpa pendingin udara 778 m3/jam sedangkan kapasitas pompa
dengan pendingin udara 168,9 m3/jam.
Penyelesaian :
Prosentase reduksi pada kapasitas
Sistem yang dianalisis ditunjukkan pada Gambar 7.11. Dengan menggunakan simbol subscrift s, a dan
c sebagai uap, udara, dan kondensat,serta menerapkannya pada persamaan energi aliran mantap dengan
mengabaikan perubahan energi kinetik, didapatkan
SOAL LATIHAN
1. Campuran karbondioksida dan oksigen disiapkan dalam proporsi 7 kg dan 4 kg di dalam bejana dengan
kapasitas 0,3 m3. Jika suhu campuran 15oC, hitung tekanan pada bejana. Jika suhu dinaikkan hingga
40oC, hitung tekanan pada bejana.
( Jawaban : 29,9 bar; 32,5 bar ).
2. Untuk campuran pada soal 7.1 hitung analisis volumetrik, equivalensi berat molekul, dan tetapan gas
campuran. Hitung juga jumlah total molekul di dalam campuran.
(Jawaban : 33,3 % O2; 66,7% CO ; 29,3 ; 0,283 kJ/kg.K ; 0,375)
3. Gas buang dianalisis dengan komposisi berdasarkan basis volume sebagai berikut : 78% N2; 12% CO2
; dan 10 % O2. Konversikan komposisi tersebut dalam basis besat. Hitung massa campuran per mol
dan densitas campuran jika suhu 550oC dan total tekanan 1 bar.
(Jawaban : 72,2% N2 ; 17,3% CO2 ; 10,6 % O2 ; 30,28 kg/ mol; 0,442 kg/m3)
4. Suatu bejana kapasitas 3 m3 berisi campuran Nitrogen dan Karbon Dioksida, berdasarkan analisis
basius volumetrik memiliki kuantitas yang sama. Suhu ruang 15oC dan tekanan total 3,5 bar. Hitung
massa masing-masing komponen.
(Jawaban: 6,14 kg N2 ; 9,65 kg CO2)
5. Komposisi campuran pada soal 7.4 diubah sehingga berisi 70 % CO2 dan 30 % N2 basis volume.
Hitung CO2 yang harus ditambahkan dan massa campuran yang harus dikeluarkan sehingga tekanan dan
suhunya sesuai dengan keadaan semula.
(Jawaban : 6,32 kg; 7,72 kg CO2)
6. Di dalam campuran metana dan udara didapatkan tiga molekul oksigen pada setiap satu mol metana.
Hitung nilai cp , cv, Cp , Cv, R dan untuk campuran. Asumsikan udara hanya berisi oksigen dan
nitrogen. Untuk kondisi awal 1 bar dan 95oC, gas ditekan reversibel adiabatik sehingga nisbah volume
5 : 1. Hitung suhu dan tekanan akhir dan kerja yang dilakukan tiap kilogram campuran. Hitung juga
perubahan entropi dan energi dalam per kilogram campuran.
(Jawaban : 1,051; 0,754 kJ/kg.K; 29,52; 21,18 kJ/mol.K; 0,2954 kJ/kg.K; 1,39; 9,4 bar; 415 oC; 241,2
kJ/kg; 0; 241,2 kJ/kg).
7. Suatu campuran dibuat dengan komposisi 25 % N2; 35 % O2; 20 % CO2; dan 20 % CO berdasarkan
basis volume. Hitung
a. Berat molekul campuran
b. Cp dan Cv campuran
c. campuran
d. tekanan parsial setiap komponen bila tekanan total 1,5 bar.
e. Densitas campuran pada tekanan 1,5 bar dan suhu 15 oC.
(Jawaban : 32,6 ; 30,9 ; 22,53 kJ/mol.K; 1,37 ; 0,375 ; 0,525 ; 0,3 ; 0,3 bar ; 2,04 kg/m3)
8. Dua bejana dihubungkan dengan pipa yang dilengkapi dengan klep pada kondisi tertutup. Satu bejana
dengan volume 0,3 m3 berisi udara bertekanan 7 bar dan 32C, dan yang lain 0,03 m3 berisi oksigen
dengan tekanan 21 bar suhu 15C. Selanjutnya klep dibuka dan ke dua gas dibiarkan bercampur.
Asumsikan bahwa sistem terisolasi dengan baik. Hitung :
a. Suhu akhir campuran.
b. Tekanan akhir campuran
c. Tekanan parsial masing-masing gas
d. Analisis volumetrik campuran
e. Nilai-nilai cp, cv, R, M, dan campuran
f. Kenaikan entropi tiap kg campuran
g. Perubahan energi dalam dan perubahan entalpi per kg campuran bilamana bejana didinginkan
hingga suhunya 10 oC.
Asumsikan bahwa udara hanya terdiri dari oksigen dan nitrogen.
(Jawaban : 27,7 oC ; 8,26 bar ; 3,30 ; 4,96 bar ; 60 % N2 ; 40 % O2 ; 0,982 ; 0,703 kJ/kg.K ; 29,6; 1,4 ;
0,182 kJ/kg.K ; 12,4 ; 17,4 kJ/kg).
9. Udara dan karbon monooksida dicampur dengan proporsi 3 : 1 basis massa. CO disuplai pada 4 bar
dan 15oC, dan udara disuplai pada 7 bar dan 32oC. Kedua komponen campuran tersebut melalui suatu
klep dengan aliran mantap dan bercampur adiabatik pada tekanan 1 bar. Hitung :
a. Suhu akhir campuran
b. Tekanan parsial masing-masing gas pada campuran.
c. Peningkatan entropi tiap kg campuran.
d. Aliran volume campuran untuk masukkan CO sebesar 1 kg/menit.
e. Kecepatan aliran campuran bilamana luas penampang pipa pencampur 0,1 m2.
(Jawaban : 27,6 oC ; 0,255 ; 0,156 ; 0,589 bar ; 0,687 kJ/kg.K ; 3,48 m3/menit ; 0,581 m/dt)
10. Amoniak di dalam udara akan menjadi toksik bilamana kandungannya lebih besar sama dengan 0,55
% basis volume. Hitung massa amoniak yang diizinkan dalam kompresor bila besar ruang 1000 m3.
Tekanan 1 bar dan suhu 15 0C. Berat mol amoniak (NH3) adalah 17, dan bertingkah laku sebagai gas
ideal.
( Jawaban : 3,88 kg )
11. Suatu ruang dengan kapasitas 0,3 m3 berisi campuran udara dan uap dengan fraksi kekeringan 0,75.
Jika suhu 116,9 dan tekanan 7 bar, hitung massa : air, uap kering jenuh, dan udara.
( Jawaban : 0,102 kg ; 0,307 kg ; 1,39 kg )
12. Bilamana ruang pada 7.11. didinginkan hingga 100 0C, hitung:
a. massa uap yang dikondensasikan.
b. Tekanan akhir ruang
c. Panas yang dilepas
( Jawaban : 0,13 kg ; 5,99 bar ; 297 bar )
13. Suatu ruang dengan volume 3 m3 berisi udara jenuh dengan uap air pada suhu 38C dan tekanan vakum
660 mm Hg. Selanjutnya terjadi penurunan tekanan hingga 560 mm Hg dan suhu 26,7C. Hitung massa
udara akhir dan kuantitas uap yang terkondensasi. Tekanan barometrik tercatat 760 mm Hg.
( Jawaban : 0,58 kg ; 0,063 kg )
14. Udara di dalam silinder terkurung dengan piston dijenuhkan dengan uap. Volume 0,3 m3, tekanan 3,5
bar dan suhu 60,1C. Campuran ditekan hingga 5,5 bar dan suhu dipertahankan konstan. Hitung :
a. Massa udara dan uap awal.
b. Massa uap yang terkondensasi saat terjadi kompresi.
( Jawaban : 1,035 kg; 0,092 kg ; 0,0148 kg )
15. Suhu suatu bejana 36C berisi udara dan uap kering jenuh dengan komposisi 0,1 kg/kg. Hitung tekanan
dalam ruang dalam satuan bar dan mm Hg. Tekanan barometrik menunjukkan 760 mm Hg.
( Jawaban : 0,0631 bar ; 712,5 mm Hg )
16. Suatu kondensor permukaan terdiri dari outlet udara dan kondensat. Porsi dari permukaan pendingin
disaring dari uap masuk dan udara melewati pipa penyaring ini menuju ekstrasi udara dan menjadi
dingin di bawah suhu kondensat. Kondensor menerima 20 000 kg/jam uap kering jenuh pada 36,2C.
Pada outlet kondensat tercatat suhunya 34,6C, pada ekstraksi udara tercatat 29C. Volume udara plus
uap yang meninggalkan kondensor adalah 3,8 m3/menit. Asumsikan tekanan konstan pada seluruh
kondensor, hitung :
a. Massa udara yang dikeluarkan tiap 10 000 kg uap.
b. Massa uap yang dikondensasikan di dalam air pendingin per menit.
c. Panas yang dikeluarkan per menit pada air pendingin. Abaikan tekanan parsial udara pada inlet ke
kondensor.
( Jawaban : 2,63 kg ; 0,492 kg ; 807 050 kJ )
BAB VIII PSIKROMETRI
Campuran udara dengan uap air telah dibahas pada Bab 7. Dalam bab ini akan dibahas khusus
tentang udara atmosfer sebagai campuran, yang merupakan campuran udara kering dengan uap air.
Kondisi ini sering diperlukan untuk memperhitungkan keadaan atmosfer terkontrol di dalam suatu
bangunan di tempat proses industri berlangsung, atau pemasangan AC di dalam bangunan privat dan
publik. Sifat-sifat udara atmosfer harus dipertimbangkan dalam masalah ini. Hubungan antara kandungan
air di dalam udara dengan sifat-sifat termodinamika udara merupakan subjek yang banyak memerlukan
perhatian dan banyak pula aplikasinya. Topik lain yang akan dibicarakan dalam Bab ini adalah sistem
pendingin menara (cooling tower) yaitu suatu sistem dengan sejumlah besar air didinginkan di dalam
sistem tersirkulasi. Topik tersebut dibahas dalam judul Psikrometri atau kadang-kadang disebut sebagai
higrometri.
Gambar 8.1. Hubungan volume spesifik dan suhu pada tekanan 0.01001 bar
Suhu jenuh air pada tekanan 0,01001 bar yaitu 7C, oleh karena itu uap di dalam udara atmosfer
memiliki tingkat super panas sebesar 15 7 = 8K. Tingkat keadaan ini ditunjukkan dengan titik 1 dalam
bentuk diagram T-s pada Gambar 8.1. Misalkan suatu gelas logam berisi air ditempatkan pada atmosfer
tersebut dan air secara progresif didinginkan dengan menambahkan es, pada suhu air tertentu maka akan
terjadi kondensasi pada permukaan luar gelas. Uap yang kontak dengan permukaan gelas mendingin pada
tekanan konstan hingga suhu mencapai 7C, seperti ditunjukkan pada titik 2 Gambar 8.1. Keadaan ini
merupakan kondisi jenuh dan pendinginan lanjut menyebabkan kondensasi dari uap air. Suhu ini disebut
titik embun dari campuran. Suhu ini merupakan suhu suatu campuran tidak jenuh yang didinginkan hingga
suhu tersebut mencapai titik jenuhnya. Titik embun disimbolkan dengan td.
Bilamana suatu ruang kondisinya hangat dan atmosfer luar dingin, dan jendela luar lebih dingin dari
dinding ruang maka dapat menghasilkan embun pada permukaan dalamnya. Seseorang yang memakai
kacamata memasuki ruang yang lebih panas setelah menghabiskan waktunya berada di udara luar yang
dingin maka didapatkan embun pada lensa kaca matanya sebagai uap yang telah melewati titik embunnya
pada saat dia masuk ruangan. Kondensasi dapat dilihat juga pada pipa air dingin yang permukaan luarnya
dibiarkan bersentuhan dengan udara atmosfer yang lebih tinggi suhunya dan cukup lembab.
8.2 Kelembaban Spesifik dan Kelembaban Relatif
Kelembaban spesifik atau disebut juga kelembaban absolut atau nisbah kelembaban adalah nisbah
massa uap air terhadap massa udara kering dari volume campuran, disimbolkan dengan .
dimana subskrip s menunjukkan uap air (superheated vapour) dan subskrip a menunjukkan udara
kering (air). Oleh karena kedua massa menempati volume V maka :
dimana a dan s adalah volume spesifik dari udara kering dan uap. Oleh karena uap dan udara kering
dianggap sebagai gas ideal maka :
dengan substitusi Pers. 8.3 dan 8.4 ke persamaan tersebut di atas maka didapatkan persamaan sebagai
berikut :
Dalam praktik untuk AC perbedaan prosentase antara dan RH ada pada kisaran pendekatan 0,5%
sampai 2 %.
Contoh 8.1
Udara dialirkan ke dalam ruang bangunan pada musim dingin pada suhu 17C dan memiliki
kelembaban relatif (Relative Humidity) 60 %. Jika tekanan barometrik 1,01325 bar, hitung kelembaban
spesifiknya. Hitung titik embun pada kondisi tersebut.
Solusi :
Pada suhu 17C pg = 0,01936 bar, dan menggunakan Persamaan 8.5 didapatkan :
Jadi atmosfer berisi 0,007213 kg uap per kg udara kering. Jika udara didinginkan pada tekanan
konstan, uap akan mulai berkondensasi pada suhu jenuh pada tekanan 0,011616 bar. Dengan interpolasi
dari tabel, titik embun didapatkan:
Contoh 8.2
Jika udara pada contoh 8.2 dilewatkan pada koil pendingin dengan laju 0,5 m3/dt dan suhu 6C,
hitung jumlah uap yang bisa dikondensasikan. Asumsikan bahwa barometer sama seperti contoh 8.1 dan
udara menjadi.jenuh setelah melewati coil.
persamaan:
Setelah menembus koil pendingin, RH = 1, di mana udara sudah mulai jenuh. Dari Pers. 8.5, ps = pg
untuk kondisi tersebut, dan pada suhu 6C, pg = 0,009346 bar, oleh karena itu dari Pers. 8.3 didapatkan :
ms2 u 0,00579 ma dengan demikian maka, laju aliran massa kondensat sebesar :
(di mana t = suhu bola kering dalam C, dan tw = suhu bola basah dalam C). Tiga tingkat kelembaban
digunakan dalam literatur proses pengeringan biji-bijian untuk menggambarkan jumlah uap air yang
ditahan dalam udara pengering : tekanan uap, kelembaban relatif, rasio kelembaban. Temperatur dari
udara lembab mereferensikan temperatur pada bola kering, titik embun, dan atau bola basah. Dua variabel
tingkat keadaan dari udara lembab yang sering digunakan dalam perhitungan pengeringan adalah entalpi
dan volume spesifik. Sifat-sifat termodinamika lain yang perlu dipahami berkaitan dengan diagram
psikrometrik adalah.
(1) Tekanan uap
(2) Kelembaban relatif
(3) Nisbah kelembaban
(4) Suhu bola kering
(5) Suhu titik embun
(6) Suhu bola basah
(7) Entalpi
(8) Volume spesifik
Kondisi campuran dari kedua aliran massa tersebut dengan demikian berada pada titik temu dua garis
lurus (h1,W1) dan (h2,W2) pada diagram psikrometrik h-W. Titik (h3,W3) bisa didapatkan secara aljabar
atau dengan menerapkan hukum hukum segitiga pada diagram psikrometrik. Proses pencampuran
dilustrasikan pada Gambar 8.7.
Pada kondisi khusus di mana udara dengan suhu tinggi, kelembaban udara tinggi bercampur dengan
udara dengan suhu rendah dan kelembaban rendah, akan terjadi proses kondensasi. Fenomena ini kadang-
kadang diobservasi pada udara pada pengering dengan sistem resirkulasi selama kondisi lingkungannya
bersuhu rendah.
Persamaan ditulis dalam kasus ini dimana aliran massa m adalah konstan, demikian juga massa uap
a
,sehingga :
Telah dinyatakan bahwa di bawah kondisi tersebut ditentukan melalui diagram psikrometri dan uap
dapat dianggap sebagai gas ideal dan biasanya digunakan cp untuk uap superpanas sebesar 1,86 kJ/kg K.
Tenaga kipas dipilih untuk memenuhi debit yang dibutuhkan, dan Persamaan 8.9 dapat digunakan
untuk menghitung kondisi udara pada saat meninggalkan pemanas.
Contoh 8.3.
Udara yang dibutuhkan untuk dialirkan ke dalam ruang pada suhu bola kering 17C dengan
kelembaban relatif 60%. Skema proses seperti diperlihatkan pada Gambar 8.11. Perhitungan didasarkan
pada aliran udara 0,5 m3/dt ke dalam ruang, dengan asumsi input kipas 1,125 kW. Hitung kondisi di mana
udara harus meninggalkan pemanas. Asumsikan bahwa tekanan didalam proses konstan 1,013 bar.
Solusi:
Laju aliran massa udara dan uap air, m dan ms3 berurut-urut dihitung dengan :
a
(di mana Rs = Ro/M = 8,3143/18 = 0,4618 kJ/kg.K) substitusi ke dalam Pers. 8.9 di dapatkan :
1,125 = (0,0602 x 1,005 + 1,86 x 0,00433)(17 t3) t3 = 15,17C.
Diasumsikan bahwa tekanan sebelum ke kipas sama dengan setelah dari kipas, dan massa uap
sebelum dan sesudah dari kipas adalah sama, sehingga tekanan parsial ps3 sama dengan tekanan parsialps5,
artinya kelembaban relatif (RH) pada saat meninggalkan pemanas sebesar 67,45 %.
Contoh 8.4
Lanjutan dari data soal 8.3. hitung temperatur yang dibutuhkan pada pendingin dan input panas pada
pemanas.
Solusi :
Dengan melihat Gambar 8.8 dan 8.11 uap meninggalkan pendingin pada tingkat keadaan 2 dan
dipanaskan pada tekanan konstan hingga keadaan 3. Diasumsikan bahwa udara dijenuhkan pada tingkat
keadaan 2. Temperatur pada pendingin akan berada di bawah titik embun berdasarkan pada tekanan
parsial uap. Untuk ps =0,011616 bar maka td2 = 9,18C.
Untuk menghitung persamaan energi aliran mantap Q2-3 dengan mengabaikan perubahan energi kinetik,
ditetapkan batasan sistem pada pipa antara bidang 2 dan bidang 3, yaitu:
oleh karena m dan msdipertahankan konstan antara 2 dan 3 maka akan didapatkan :
a
Gambar 8.12. Aliran massa udara dan uap pada contoh 8.5
Perhitungan tekanan campuran setelah pencampuran bisa dilakukan dengan mengetahui nilai
kelembaban spesifiknya, dengan menggunakan Persamaan 8.3.
Selanjutnya menggunakan nilai entalpi dari 0C, dan substitusi pada persamaan (a),
{2,331 x 1,005 (25 - 0) + 0,023 (2526,4 + 1,86 (25 - 13,86)} + 1,15 x 1,005 (29 - 0) + 0,01148
{2526,6 + 1,86 (29 - 14)} = 3,481 x 0,005 {2526,5 + 1,86 (t - 13,92)}
(uap pada setiap aliran udara selalu merupakan uap super panas dan entalpi pada setiap kasus
dihitung dengan menambahkan kenaikan entalpi pada tingkat super panas sampai mencapai kondisi uap
kering jenuh pada tekanan parsial tertentu).
Dari sini didapatkan suhu t = 25,81C.
Oleh karena itu udara yang menembus pendingin pada suhu 25,81C dengan kelembaban spesifik
0,00991. Tekanan uap telah dihitung sebesar 0,01589 bar.
Dari contoh 8.3, m = 0,602 kg/dt dan m = 0,00433 kg/dt. ms1 = 0,602 x 0,00991 kg/dt = 0,005967 kg/dt.
a s2
0,005967 = 0,00433 + m dan m = 0,001637 kg/dt. Dengan referensi Persamaan 8.8 dan menerapkannya
w4 w4
pada persamaan energi aliran mantap didapatkan persamaan :
di mana
Q12 = 0,602 x 1,005 (25,81 - 9,18) + 0,00433 {2526,3 + 1,86 (25,81 - 13,92) - 2517, 7} +
0,001637 {2526,5 + 1,86 (25,81 - 13,92) 38,6} (di mana hw = hf4 pada 9,18C = 38,6 kJ/kg dan hs2 = hg
pada 9,18C = 2517,7 kJ/kg)
Q12 = 10,06 + 0,13 + 4,11 = 14,3 kW.
Contoh pada kasus ini akan lebih cepat diselesaikan bila menggunakan diagram psikrometri.
Contoh 8.6
Proses pendinginan dan pemanasan pada contoh 8.3 sampai 8.5 hitung Q1- 2 dan Q2 - 3 dengan
menggunakan diagram psikrometri.
Solusi :
Kondisi pada tingkat keadaan 1 adalah suhu 25,81C dan RH3 = 47,7% dan keadaan 3 adalah
15,17C dan RH3 = 67,5%. Kedua titik tersebut di dalam diagram ditunjukkan pada Gambar 8.13 nilai
entalpi campuran (kJ/kg), udara kering kelembaban absolut ( g air per kg udara kering) bisa terbaca pada
sumbu yang relevan. Hal ini bisa diasumsikan bahwa RH .
Q1-2 = 0,602 (51,3 27,4) 0,00163 x 38,6 = 14,3 kW Untuk pembahasan kerja pada pengkondisi udara
dan ventilasi yang lebih mendalam bisa digunakan referensi 8.3 dan 8.4.
8.6 . Menara Pendingin
Beberapa proses industri memerlukan sejumlah besar air dingin. Posisi pembangkit terletak dimana
sumber air yang besar (misal laut atau sungai) tidak tersedia dan diperlukan resirkulasi air. Bagian yang
penting dari sistem ini adalah pendingin yang menurunkan kembali air pendingin. Media pendingin yang
tepat dalam proses ini sangat diperlukan dan dalam hal ini atmosfer tidak dapat dihindarkan. Sistem yang
mungkin untuk dikembangkan adalah suatu mesin pendingin dengan konstruksi teknis mirip dengan Mesin
Penukar Panas (Heat Exchanger), di mana air dingin menembusnya dan udara melewatinya. Metoda yang
lebih memuaskan adalah suatu sistem pendingin di mana air bisa terevaporasi. Hal ini bisa dilakukan
dengan cara menyemprotkan air ke udara melintas diatas kolam, atau melewatkan udara menembus menara
pendingin. Aliran udara ditingkatkan dengan sistem konveksi paksa menembus menara pendingin, dan
bersamaan dengan itu air panas dilewatkan dan disemprotkan ke udara. Efek pendinginan akan semakin
besar bila aliran udara bertambah besar.
Gambar 8.15. Skema proses menara pendingin
Pada saat air jatuh, sebagian air terevaporasi dan untuk menjaga kondisi ini menara dibuat dengan
komponen packing yang memecah aliran. Air hangat akan didinginkan dan suhu udara didinginkan sampai
keadaan jenuh oleh uap air. Air pendingin secara teoritis dapat didinginkan hingga sama dengan suhu bola
basah udara yang masuk, akan tetapi dalam kenyataannya hanya mencapai suhu sebanyak pendinginan yang
didapatkan dan ukuran menara yang digunakan, dan gambaran tersebut digunakan untuk desain pendinginan
air yang meninggalkan menara sebesar 8 K diatas suhu bola basah, dimana bisa terjadi dengan konveksi
alami maupun konveksi paksa. Proses aliran pada menara pendingin ditunjukkan pada Gambar 8.15 dan
Gambar 8.16. Packing dari menara biasanya dibuat dari kayu. Desain modern dari menara pendingin
dilengkapi dengan plastik dari selulosa penyerap yang berfungsi untuk absorpsi air dan memiliki umur
teknis yang lama. Untuk ukuran menara yang telah ditentukan, digunakan packing jenis tersebut kurang
lebih seperlima dari kebutuhan packing kayu dengan konstruksi yang jauh lebih ringan. Desain yang kecil
(compact) dimaksudkan agar memungkinkan untuk dipasang pada puncak bangunan tanpa konstruksi
khusus. Desain ini digunakan dengan sistem konveksi paksa, dengan mengirimkan air hangat melewati
packing dalam suatu sistem yang tersirkulasi.
Semua menara pendingin membebaskan air dingin ke atmosfer pada proses evaporasi, sehingga
dibutuhkan tambahan air pada proses sirkulasinya
Gambar 8.17. Skema proses pada menara pendingin untuk contoh soal 8.7.
Dari Persamaan 13.2.
Pada bagian outlet dengan suhu 26C dari tabel didapatkan : pg = 0,03360 dan RH = 100 % sehingga
ps2 = 0,0336 bar. Dengan menggunakan Pers. 8.3. didapatkan
Sehingga kebutuhan air yang harus ditambahkan = 0,23 0,0829 = 0,1471 kg/dt.
Juga mw1 5,5 x 1 = 5,5 kg/dt.
Dan mw2mw1 - (air yang ditambahkan) = 5,5 0,1471 = 5,353 kg/dt.
Dengan menerapkan persamaan energi aliran mantap dan dengan mengabaikan perubahan energi
kinetik dan energi potensial,
Lampiran 2. Diagram psikrometrik ASHRAE Satuan Internasional pada tekanan 1 atm. Digunakan
untuk acuan Bab 7 dan Bab 8
Lampiran 4 (lanjutan)
Lampiran 5 (lanjutan)
Lampiran 5 (lanjutan)