KO Aspirin

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kepustakaan
B.S Furniss, et al.1978. Vogels Texbook of
Pratical Organic Chemistry 4th ed, longman
Group, Limited, London, 831-832
Hart, Harold, Lealie E. Craine, David J.
Hard. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. 333
Fessenden RJ & Fessenden JS. 1994. Organic Chemistry 5th edition.
Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove, California.

1.2 Prosedur
B.S. FURNISS
Conversion to acetylsalicylic acid (aspirin). Place 10 gram (0,725 mol) of dry
salicylic acid and 15 gram (114 ml. 0,147 mol) of acetic anhydride in a small
conical flask, add 5 drops of concentrated sulphuric acid and rotate the flask in
order to secure thorough mixing. Warm on a water bath to about 50-60C,stirring
with a thermometer, for about 15 minutes. Allow the mixture to cool and stir
occasionally. Add 150 ml of water, stir well and filter at the pump. Dissolve the
warm water: if a solid separates at this point, warm the mixture until solution is
complete and then allow the clear solution to cool slowly. Beautiful needle-like
crystals will separate. The yield is 11 gram (85). The air-dried crude product may
also be recrystallised from ether-light petroleum (b.p. 40-60C).
Acetylsalicylic acid decomposes when heated and does not possess a true
clearly defined m.p. Decomposition points varying from 128 to 135C have been
recorded: a value of 129-133C is obtained on an electric hot plate (Fig.1,162).
Some decomposition may occur if the compound is recrystallised from a solvent
of high boiling point or if the boiling period during recrystallisation is unduly
prolonged.

1.3 Dasar Teori


Formula : C9H804

BM : 180,2

Titik didih : 140C

Titik lebur : 138C - 140C

Berat jenis : 1,40 g/cm3

Sinonim : 2-acetyloxybenzoic acid ; 2-(acetyloxy)


benzoid acid acetylsaliculate ; acetylsalicylic acid ;
o-acetylsalicylic acid

Asetosal mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5 % C 9H804
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun atau
serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara
kering, di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi
asam salisilat dan asam asetat.

Kelarutan : Larut dalam air ; mudah larut dalam etanol ; larut dalam kloroform
dan dalam eter ; agak sukar larut dalam eter mutlak.

Sejarah Aspirin

Salah satu obat pertama yang menjadi pemakaian umum , aspirin masih salah
satu obat yang paling diteliti di dunia, dengan perkiraan 700 sampai 1.000 uji klinis
yang dilakukan setiap tahun.
Pada tahun 3000 SM - 1500 SM, anti inflamasi pertama yaitu Willow
digunakan sebagai obat oleh peradaban kuno seperti Sumeria dan Mesir . The Ebers
Papyrus , teks medis Mesir kuno , mengacu willow sebagai pereda anti - inflamasi
atau sakit untuk sakit dan nyeri non - spesifik .
Pada tahun 400 SM, Di Yunani , Hippocrates mengelola daun teh willow yang
mengandung senyawa alami aspirin, digunakan pada wanita untuk meringankan rasa
sakit saat melahirkan.
Para ahli kimia abad 19 tahu bahwa asam salisil (saliyclic acid) bisa digunakan
untuk mengurangi rasa sakit, tetapi asam itu kasar, membakar tenggorokan, dan
menyebabkan sakit perut. Pada tahun 1853, Charles F Gerhart, seorang ahli kimia
Perancis, mampu menyatukan asam asetilsalisil (acetylsalicylic acid). Ketika mencari
obat bius selama pertengahan abad 19, asam itu dianggap sebagai alternatif yang bisa
dipakai.
Tetapi, penemuan aspirin yang sesungguhnya sebagai obat dilakukan dianggap
sebagai hasil karya Felix Hoffmann, yang pada tahun 1897 mengembangkan sebuah
metode menyatukan obat bius. Hoffman mengembangkan proses itu ketika bekerja
untuk Friedrich Bayer and Company. Hak paten pertama dikeluarkan kepada
perusahaan itu, Elberfeld, Jerman, pada bulan Maret 1899 untuk asam asetilsalisis
sintetis. Bayer mulai memasarkan asam asetilsalisil pada tahun 1899 dengan nama
Aspirin. Hermann Dreser merekomendasikan penggunaannya dalam kedokteran, dan
aspirin segera menjadi obat paling laku dan paling banyak menguntungkan dari
kebanyakan "obat-obat paten" yang ada di pasaran.
Pada akhir Perang Dunia I, sebagai bagian dari perjanjian pampasan perang
oleh Jerman dengan Sekutu, nama dagang itu digunakan secara umum, dan di Inggris
maupun di Amerika Serikat, nama aspirin menjadi nama umum untuk obat itu. Tetapi,
Bayer menjaga nama dagang itu di banyak negara. Seorang dokter gigi di Wisconsin
menemukan sebuah varian dari produk itu Anacin, pada tahun 1918.

Sifat Kimia
Aspirin adalah turunan dari asam salisilat yang mana zat yang berwarna,
berbentuk kristal, dan merupakan asam lemah, yang mana mempunyai titik lebur
1350C. Asam asetilsalisilat larut dengan cepat dalam larutan amonium asetat atau
dalam asetat, karbonat, sitrat atau logam alkali hidroksid. Asam asetilsalisilat stabil
dalam udara kering, tapi akhirnya terhidrolisis ketika kontak dengan udara lembab
menjadi asam dan asam salisilat. Dalam larutan alkali, hidrolisis berlangsung cepat
dan larutan jernih terbentuk yang mungkin seluruhnya mengandung asetat dan
salisilat.

Komponen Penyusun Aspirin

Aspirin merupakan hasil reaksi antara asam salisilat dengan anhidrida asetat.

Asam salisilat

Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam bifungsional yang


mengandung dua gugus OH dan COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat
mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Nama
asam salisilat berasal dari spesies dedalu (bahasa Latin: salix), yang memiliki
kandungan asam tersebut secara alamiah, dan dari situlah manusia
mengisolasinya. Penggunaan dedalu dalam pengobatan tradisional telah
dilakukan oleh bangsa Sumeria, Asyur dan sejumlah suku Indian seperti
Cherokee.Salisilat umumnya bekerja melalui kandungan asamnya. Hal
tersebut dikembangkan secara menetap ke dalam salisilat baru.

Anhidrida asetat

Anhidrida asetat, (Nama IUPAC: etanoil etanoat) dan disingkat sebagai


Ac2O, adalah salah satu anhidrida asam paling sederhana. Rumus kimianya
adalah (CH3CO)2O. Senyawa ini merupakan reagen penting dalam sintesis
organik. Senyawa ini tidak berwarna, dan berbau cuka karena reaksinya
dengan kelembapan di udara membentuk asam asetat. Anhidrida asetat
dihasilkan melalui reaksi kondensasi asam asetat, sesuai persamaan:

Selain itu, anhidrida asetat juga dihasilkan melalui reaksi asetil klorida dengan
natrium asetat.

Polimorfisa

Polimorfisa, atau kemampuan zat untuk membentuk lebih dari satu bentuk
kristal, penting pada pengembangan bahan obat. Selama ini, hanya satu struktur
kristal aspirin yang diketahui, meskipun telah ada petunjuk bahwa aspirin mungkin
punya dua bentuk kristal sejak tahun 1960. Kristal polimorf yang pertama kali
ditemukan oleh Vishweshwar dan teman sekerjanya pada tahun 2005. Sebuah tipe
kristal baru ditemukan setelah melakukan percobaan kristalisasi aspirin dan
levetiracetam dari asetonotril panas. Bentuk II hanya stabil pada suhu 100 oK. dan
kembali pada bentuk I pada suhu lingkungan. Pada bentuk I (tidak jelas), dua molekul
salisilat dari cetrosymmetric dimmers melalui gugus asetil dengan metil proton (asam)
menjadi ikatan hidrogen karbonil, dan bentuk II, tiap molekul membentuk ikatan
hidrogen yang yang sama dengan dua molekul tetangga melainkan satu. Ikatan
hidrogen yang dibentuk oleh gugus asam karboksil kedua bentuk polimorfisa mirip
struktur dimer. Selain itu kemurnian aspirin juga dapat ditentukan dengan uji titik
leleh, dimana seharusnya titik leleh aspirin murni adalah 136oC Sedangkan untuk
kandungan analisis aspirin dapat digunakan titrasi asam basa menggunakan NaOH
setelah kristal aspirin dilarutkan dalam etanol (pelarut organik).

Rekristalisasi

Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dengan cara mengkristalkan kembali


dari cairan pelarut atau campuran pelarut, dimana dalam keadaan panas larut tetapi
dalam keadaan dingin / pada suhu kamar, akan terbentuk kristal yang murni.

Proses rekristalisasi terdiri dari :

Melarutkan zat yang belum murni ke dalam pelarut yang cocok pada atau
dekat titik didihnya.
Menyaring larutan panas dari partikel-partikel / kotoran-kotoran / bahan yang
tidak larut
Pendiaman larutan panas menjadi dingin, sehingga terbentuk kristal
Pemisahan kristal dari larutan induk
Pengeringan
Metode rekristalisasi

Rekristalisasi langsung dari pelarut (tunggal atau campuran)


Rekristalisasi dengan cara penguapan
Rekristalisasi dengan cara presipitasi
Rekristalisasi atas dasar reaksi asam basa
Tujuan rekristalisasi

Menghilangkan kotoran yang dihasilkan selama reaksi baik mekanis maupun


fisis
Mendapatkan kristal yang bagus

Esterifikasi

Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam alkanoat dan alkanol yang
membentuk ester dan air. Reaksi ini dapat dilakukan dengan mereaksikan asam dan
alkohol dengan adanya asam mineral sebagai katalis. Reaksi esterifikasi dapat
direaksikan sebagai berikut :

- Ester dapat terbentuk salah satunya dengan mereaksikan dua buah senyawa

- Senyawa yang direaksikan adlaah alkohol dengan anhidrida asam


- Asam salisilat dalam hal ini berperan sebagai alkohol karena memiliki gugus -OH

- Sedangkan asam asetat glasial sebagai anhidrida asam

- Ester yang terbentuk merupakan asam asetil salisilat atau aspirin

- Gugus asetil (CH3CO-) berasal dari asam asetat

- Gugus R- berasal dari asam salisilat

- Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat

- Selanjutnya adalah penambahan asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai zat
penghidrasi

1.4 Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan reaksi asetilasi.
Mampu melakukan identifikasi sederhana dan memastikan aspirin telah
terbentuk.
Terampil dalam melakukan pemurnian aspirin dengan cara rekristalisasi
menggunakan 2 pelarut campuran.

BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan

Macam dan Jumlah bahan kimia yang dipakai :


1. Asam salisilat 5 gram
2. Anhidrida asetat 7 ml
3. H2SO4 pekat 3 tetes
4. Air dingin 75 ml
5. Etanol 15 ml
6. Air panas 37,5 ml

Alat-alat yang digunakan :

o Timbangan gram + anak o Tangas air + Bunsen


o Kaca arloji
timbangan
o Kertas saring
o Corong Buchner
o Kertas perkamen
o Labu hisap + pompa hisap
o Pinset
o Sumbat gabus
o Gelas ukur
o Hot plate
o Pipet tetes
o Erlenmeyer o Magnetic bar
o Pengaduk
o Beaker glass
o Pipa kapiler
o Corong kaca
o Termometer
o
o 2.2 Skema Kerja
o
Asam salisilat 5 gram + anhidrida asetat 7 ml ke dalam Erlenmeyer kering
o
Goyang ad homogen

Lalu ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat

Dipanaskan di water bath (suhu 50C - 60C) sambil diaduk 15 menit ad jernih

Didinginkan terbentuk kristal kasar

Tes dengan FeCl3 : jika + berwarna ungu, panaskan lagi. Tes dengan FeCl3 : jika berwarna ungu

Ditambahkan 75 ml air dingin


o
o Disaring dengan corong Buchner dan labu hisap
o
o
Lakukan rekristalisasi
o
o
Kristal kasar aspirin ke dalam 15 ml etanol yang telah
o dipanaskan di hot plate lalu tambahkan 37,5 ml air panas ke
dalam larutan tadi
o
o
o
Disaring panas bila ada kotoran
o

o Didinginkan, saring dengan corong Buchner

o
o Dikeringkan dalam oven / vacum eksikator

o
Kristal ditimbang
o 2.3 Gambar Penggunaan dan Pemasangan Alat
o
Jika berwana ungu

Jika tidak
berwarna

o 3.1 Reaksi Umum dan Mekanisme Reaksi


A. Mekanisme Reaksi
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
B. Reaksi Kimia
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o 3.2 Hasil Percobaan
o
Jumlah dalam gram : 5,9 gram
Rendemen / presentase hasil : 5,9 gram/5,5 gram x 100 % = 107,3 %

o 3.3 Ketetapan Alam


o Hasil teoritis : 5,5 gram

o Titik leleh : 129-1330C

o 3.4 Pembahasan

o Pada pembuatan aspirin, bahan dasar yang digunakan adalah asam salisilat
dengan anhidrida asetat. Langkah pembuatan pertama yang dilakukan adalah mencampur ketiga
bahan yaitu, asam salisilat, anhidrida asetat, dan beberapa tetes katalis H 2SO4 yang berfungsi
sebagai zat penghidrasi. H2SO4 pekat ini akan menghidrasi hasil samping berupa asam asetat
yang dalam hal ini dapat membentuk anhidrida asetat kembali. Anhidrida asetat ini akan bereaksi
lagi dengan asam salisilat. Lalu akan menghasilkan hasil samping asam asetat lagi. Maka, reaksi
ini akan berlangsung terus-menerus hingga asam salisilat habis karena adanya hidrasi oleh asam
sulfat pekat.

o Sebelum mereaksikan bahan, alat-alat yang akan digunakan seperti Erlenmeyer


dan pipet harus dipastikan kering terlebih dahulu. Karena keadaan alat yang basah/lembab, dapat
menyebabkan aspirin dapat terhidrolisis menjadi asam asetat, atau bahkan dapat berubah kembali
menjadi pereaksi awal yaitu asam salisilat (reaksi reversible) dan tidak dapat dipakai kembali.
Maka pembuatan aspirin gagal yang ditunjukkan dengan campuran yang berwarna hitam.

o Bahan yang telah dicampur kemudian dikocok sampai homogen. Setelah itu,
dilakukan pemanasan pada temperatur 50-600C selama 15 menit. Proses pemanasan
reaksi dilakukan pada temperatur ini karena merupakan temperatur optimal pembentukan
aspirin. Jika temperatur yang digunakan di atas 50-600C, maka ester yang terbentuk bisa
terurai. Sedangkan jika temperatur di bawah 50-600C, maka reaksi akan berjalan lambat.

o Setelah pemanasan, bahan tersebut didinginkan agar terjadi pengkristalan. Jika


kristal sudah terbentuk, dapat dilakukan uji untuk mengetahui adanya asam salisilat yang
masih tersisa dengan FeCl3. Jika bahan yang telah ditetesi FeCl3 berwarna ungu, maka
menunjukkan adanya asam salisilat karena mengandung gugus fenol. Dalam molekul
asam salisilat, atom O (nukleofil) dalam gugus OH akan menyerang atom Fe dengan
melepaskan atomH nya untuk membentuk ikatan O-FeCl2. Oleh karena itu, bahan harus
dipanaskan lagi agar asam salisilat yang masih tersisa bereaksi membentuk kristal aspirin.
Dan bila saat ditambahkan FeCl3 bahan tidak berubah warna menjadi ungu, menandakan
bahwa semua asam salisilat telah berubah menjadi kristal aspirin.

o
Setelah
melakukan
test dengan
FeCl3,
maka segera dilakukan penambahan air sebanyak 75 ml. Hal ini dikarenakan agar anhidrida
asetat segera bereaksi dan mengendap dengan bentuk kristal berupa asam asetat. Dan perlu
diingat bahwa penambahan air tidak boleh berlebihan (lebih dari jumlah yang tertera pada
prosedur) karena kelarutan asprin hanya sedikit larut dalam air. Dan segera disaring dengan
corong Buchner, labu hisap, dan pompa hisap agar tidak terjadi reaksi reversible pada aspirin.
Hasil dari penyaringan tersebut (kristal aspirin) dapat dipindahkan ke labu erlenmeyer yang baru,
bersih dan kering.

oUntuk mendapatkan kristal yang lebih bagus dan banyak, maka dilakukan proses
rekristalisasi dengan dua macam pelarut, yaitu etanol dan air. Etanol akan melarutkan aspirin,
sedangkan air dalam jumlah kecil kurang melarutkan aspirin. yang pertama kali dipanaskan yaitu
air karena titik didihnya lebih tinggi. Lalu etanol juga dipanaskan dengan Erlenmeyer-nya
ditutup dengan corong yang ditutup dengan kapas. Hal ini untuk mengurangi penguapan karena
sifat etanol yang mudah menguap. Setelah keduanya cukup panas, etanol segera dituang ke
dalam Erlenmeyer berisi kristal aspirin hingga larut. Pelarutan dilakukan dengan magnetic stirrer
agar campuran cepat homogen (larutan jernih). Setelah larut, dimasukkan air panas ke dalam
Erlenmeyer tersebut dan menggunakan magnetic stirrer itu. Campuran didinginkan setelah
homogen lalu disaring kembali menggunakan corong Buchner untuk memperoleh kristal yang
bebas dari pengotor. Kemudian kristal dikeringkan dalam oven untuk mempercepat pengeringan.

oFaktor-faktor yang mempengaruhi hasil yaitu:

Waktu rekristalisasi = penambahan pelarut untuk rekristalisasi jangan terlalu


banyak, sehingga zat yang telah mengkristal dapat terlarut kembali
Alat-alat yang digunakan tidak berada dalam keadaan kering

Pada saat penyaringan masih banyak yang tertinggal sehingga tidak semuanya ter-
rekristalisasi
Ketidaktelitian dalam pengambilan bahan
o

o
o BAB IV

o KESIMPULAN

1. Komponen pembuatan aspirin dapat menggunakan asam salisilat dengan anhidrida asetat
dengan bantuan H2SO4 pekat
2. Prinsip pembuatan aspirin yaitu reaksi esterifikasi
3. Rekristalisasi pada percobaan ini dapat terjadi dengan menggunakan pelarut campuran,
yaitu etanol dan air.
4. Reaksi pembuatan aspirin ini bersifat reversibel.
5. Rendemen hasil: 107,3%
o

o
o
o TANDA TANGAN PESERTA PRAKTIKUM
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o (Norma Yunita/110115355) (Oscar/110115379)
o

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

You might also like