Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

ANALOGI MUSIK-ARSITEKTUR MELALUI PROSES

TRANSFORMASI PADA SIMULASI PERLUASAN GEREJA


KATEDRAL BOGOR 1

Emmelia Tricia Herliana


Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta
e-mail: emmelia_th@yahoo.co.id

Abstract: The selection of appropriate approaches for specific design project is the most
creative step in a design process. In the recent research report (Herliana 2010), the approach
which is derived from auditorial sensation through a conceptual interpretation of the
characteristics of liturgical music in the Catholic Church explores the analogy of the musical
composition elements and the architectural elements of design. The aim of this study is to
implement the interpretation of the analogous of musical composition elements to the
simulation in designing the extension of Cathedral Church in Bogor. The synthetic process
explores a new configuration pattern of form and space - through the superimposition method
of site-pattern interpretation and sound-pattern interpretation - to create a new order. The
result is the re-arrangement of the form and space configuration through the process of
creating musical composition in site, such as maintaining the hierarchy of site and the
building structure, creating melodies, elaborating modulations, giving the ornaments, adding
accents, and making rhyme; by strengthening dominant patterns and weakening sub-dominant
patterns.
Keywords: conceptual interpretation, analogy in Architecture, musical elements,
superimposition method

Abstrak: Proses pencarian dan pemilihan pendekatan yang paling tepat untuk suatu kasus
proyek yang spesifik adalah tahap yang memerlukan kreatifitas dan paling menentukan di
dalam proses merancang. Pada artikel hasil penelitian penulis (Herliana 2010), telah
disebutkan mengenai pendekatan yang bersumber dari sensasi bunyi melalui interpretasi
konseptual karakteristik musik liturgi pada Gereja Katolik untuk merumuskan analog dari
unsur-unsur komposisi musikal terhadap unsur-unsur arsitektural pada perancangan
perluasan Gereja Katedral. Tulisan yang merupakan hasil penelitian mengenai proses desain
ini bertujuan untuk menerapkan analog-analog dari unsur komposisi musikal pada simulasi
perancangan perluasan bangunan Gereja Katedral di Bogor. Proses sintesis dilakukan dengan
mencari konfigurasi ruang dan bentuk yang baru melalui metoda superimposisi dari
interpretasi pola lahan dan interpretasi pola bunyi yang terjadi pada lahan untuk menciptakan
keteraturan. Hasilnya adalah penataan ulang terhadap konfigurasi ruang dan bentuk melalui
proses menciptakan komposisi musikal pada lahan, seperti dengan mempertahankan hirarki
ruang pada struktur bangunan dan site, pembentukan melodi, pengolahan modulasi,
pemberian ornamen, menambahkan aksen, dan membuat syair; dengan memperkuat pola yang
dominan.
Kata kunci: interpretasi konseptual, analogi dalam Arsitektur, unsur-unsur musikal, metoda
superimposisi

1
Tulisan ini merupakan bagian lanjutan dari hasil penelitian desain penulis (Herliana, E. T. 2010. Sensasi Bunyi sebagai
Stimulus Pendekatan Perancangan Arsitektur melalui Interpretasi Konseptual terhadap Karakteristik Musik Liturgi,
Jurnal Arsitektur Komposisi, 8 (1): 51-74).


Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012


Perancangan Arsitektur sebenarnya yang bersifat visual dan diarahkan kepada
merupakan kesepakatan yang terjadi antara visualisasi. Namun, apabila kita memahami
kreatifitas dan realitas. Proses merancang bahwa arsitektur adalah sesuatu yang
selalu merupakan hal yang unik, unik bagi dialami, maka kita akan menyadari bahwa
setiap desainer dan bagi setiap kasus desain. ada pengalaman-pengalaman sensori lain
Begitu banyak kemungkinan pendekatan yang bisa menjadi titik tolak pendekatan di
yang dapat dijadikan titik awal di dalam dalam merancang.
mendisain. Dari sekian banyak pendekatan, Bagian lanjutan dari hasil penelitian
kita harus menentukan pilihan yang tepat desain ini akan membahas proses penerapan
berdasarkan konteks penerapan dan tingkat dari pendekatan yang bertitik tolak dari salah
penginterpretasian konsep yang ingin satu pengalaman sensori, yaitu pengalaman
diterapkan. akan bunyi yang berawal dari sensasi bunyi,
Proses desain selain mempertimbang- yang telibat di dalam kegiatan pada bangunan
kan masalah teknis juga melibatkan peribadatan, yaitu Gereja Katedral Bogor.
imajinasi. Broadbent (1973) mengungkapkan Penerapannya adalah dengan penganalogian
bahwa arsitek biasanya menggunakan empat konsep-konsep di dalam bunyi musikal
cara dasar yang berbeda untuk menghasilkan terhadap konsep-konsep arstitektural yang
bentuk tiga dimensi, yaitu pragmatis, ikonik, sesuai dengan kasus studi di dalam proses
analogi, dan kanonik; dengan aturan aplikasi merancang. Proses ini dilakukan dengan
yang kronologis. Menurut Broadbent, mengeksplorasi segala kemungkinan
kronologi ini mengimplikasikan suatu penerapan analog-analog bunyi musikal yang
elaborasi yang semakin meningkat, dengan dapat terjadi serta memilih kemungkinan
desain pragmatik sebagai cara yang paling yang paling optimal, sesuai dengan
primitif di dalam mendesain dan kanonik kebutuhan fungsi, struktur, dan akustik ruang
sebagai cara yang paling intelek. Ini tidak dengan transformasi, metafora, maupun
berarti bahwa cara desain yang terakhir simbolisasi.
menghapuskan cara desain sebelumnya, atau
bahwa masing-masing digunakan secara ANALOGI DI DALAM PERANCANGAN
eksklusif pada waktu tertentu. Suatu survei
yang intensif membuktikan bahwa sepanjang Ada beberapa cara untuk memberikan
sejarah para arsitek telah menggunakan kepuasan akan pengalaman sensori, salah
kombinasi keempat cara tersebut, biasanya satunya adalah dengan analogi. Broadbent
dengan penekanan tertentu pada satu atau (1975) menyatakan bahwa masalah utama di
beberapa cara dari keempatnya. Shokes dalam mendesain adalah transisi dari analisis
(1989) mendukung pernyataan ini dengan menuju sintesis, sedangkan mekanisme
mengungkapkan bahwa proses desain utama di dalam mentranslasikan analisis
melibatkan interaksi antara manusia, menuju ke sintesis ini adalah dengan analogi.
peristiwa, permasalahan, gagasan, dan citra. Proses desain yang utuh akan banyak
Kebanyakan desain berawal dari hal mendorong kegiatan kreatif; arsitek yang
yang pragmatis (problem solution); teknis disebut kreatif memiliki sense of creativity
dan fungsional. Pendekatan ini sangatlah secara intuitif. Pada saat yang tepat selama
rasional dan dapat diterima secara umum. proses imajinasi, mereka membiarkan
Namun, apabila kita mau melangkah lebih imajinasinaya untuk bergerak bebas dan
jauh, kita akan menyadari bahwa ada sisi secara keseluruhan mereka cenderung
terdalam dari manusia yang hendak dipenuhi bekerja dengan analogi (Broadbent
kebutuhannya, yaitu pengalaman sensori 1975:340).
yang dirasakan. Penyediaan stimulus yang Wright, pada karyanya, The
dapat merangsang pengalaman sensori Administration Building for Johnson and
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ini. Son, mendesain rangkaian kolom-kolom
Arsitektur memang banyak dipandang beton yang berbentuk jamur (yang
sebagai obyek visual, karena itu pendekatan sebenarnya merupakan analogi dari bunga
yang diambil banyak yang berawal dari hal teratai), yang bersentuhan satu sama lain dan

58
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

membentuk atap dengan bahan kaca yang bentuk tersebut mencapai tahap yang paling
mengisi ruang di antaranya untuk optimal (bentuk mencapai titik
memberikan kesan suasana di bawah air. kesempurnaan) di dalam menanggapi
Pada karyanya yang lain, The First dinamika eksternal dan internal yang sangat
Unitarian Church di Madison, Wisconsin, kompleks. Antoniades mengungkapkannya
Wright menggunakan bentuk segitiga sebagai sebagai aspek imajinasi dan kreatifitas di
analogi langsung dari tangannya sendiri yang dalam proses mendesain. Ia memperkenalkan
mengatup saat berdoa. Le Corbusier juga intangible channels dan tangible channels
banyak menghabiskan waktunya untuk yang dapat dipergunakan seseorang untuk
membangun kumpulan-kumpulan analogi. mencapai kreatifitas di dalam merancang.
Definisi transformasi (transformation)
Analogi Musik-Arsitektur menurut Merriam-Webster Dictionary
(www.merriam-webster.com) adalah:
Pendekatan melalui analogi musik dan 1 : an act, process, or instance of transforming
arsitektur melihat kesamaan konsep di dalam or being transformed 2 : a (1):the operation of
changing (as by rotation or mapping) one
memberikan persepsi akan keindahan karya configuration or expression into another in
arsitektur dan karya musik, yang dapat dilihat accordance with a mathematical rule;
dari adanya penekanan atau warna tertentu, especially: a change of variables or
perulangan satu atau beberapa unsur dengan coordinates in which a function of new
variables or coordinates is substituted for each
aturan tertentu, proporsi, dan irama. original variable or coordinate (2): the formula
Rasmussen (1975) menjelaskan that effects a transformation, b:FUNCTION, c: an
kualitas-kualitas arsitektural di dalam operation that converts (as by insertion,
pemahaman musikal dan menunjukkan deletion, or permutation) one grammatical
kesamaan konsep di dalam komposisi string (as a sentence) into another;also: a
formal statement of such an operation.
musikal dan komposisi arsitektural yang
Oxford Dictionary (oxforddictionaries.com)
melibatkan adanya proses transformasi di
mencatat bahwa transformasi adalah
dalam mempersepsikan suatu obyek.
perubahan yang berarti dari bentuk, sifat,
Rasmussen juga mengungkap kualitas
atau tampilan, sedangkan Oxford Dictionary
arsitektural dari pemahaman akustik ruang
(1991) menyatakan bahwa mentransformasi
dan kecenderungan adanya transformasi. Ia
(to transform 2 ) adalah mengubah tampilan
menjelaskan bagaimana arsitektur itu dapat
atau karakter dari suatu wujud atau benda
didengar dan melibatkan pertimbangan teknis
secara total. Pengertian transformation
dan ekspresi dari bentuk ruang (luas
menurut Merriam-Webster Dictionary adalah
permukaan) dan bahan-bahan (koefisien
suatu tindakan, proses, contoh, atau fakta
absorbsi bahan) yang digunakan sebagai
yang terjadi sebagai hasil dari proses
konsekuensi dari adanya perbedaan waktu
mengubah atau diubah dengan suatu aturan
dengung yang dihasilkan, misalnya akustik di
tertentu, sedangkan Oxford Dictionary
dalam suatu ruang yang keras, sehingga
mengemukakan bahwa yang bisa diubah
suara, terutama untuk frekuensi tinggi, ber-
bukan hanya yang bersifat fisik (tampilan),
reverberasi di dalamnya. Kita menangkapnya
tetapi juga karakter.
bukan hanya sebagai suara yang bernada
Antoniades (1992) juga menyebutkan
tinggi, tetapi juga impresi akan kekerasan
bahwa transformasi menjadi salah satu
bahan. Herliana (2010:56) telah
saluran kreativitas arsitektural sebagai
mengungkapkan bahwa hubungan kesamaan
produk dari era Postmodernisme.
konsep di dalam memandang musik dan
Transformasi menjadi metoda yang paling
arsitektur telah banyak dieksplorasi dan
penting dalam memanipulasi bentuk classical
diterapkan.
style menjadi bentuk yang digunakan saat itu.
Bentuk tersebut dapat mengalami perubahan
Transformasi
makna, ataupun memiliki makna yang tetap
dengan sebelumnya.
Transformasi, sebagai salah satu cara
dari the channels yang diperkenalkan oleh
Antoniades (1992:66), didefinisikan sebagai 2
to transform: to change completely the appearance or
proses perubahan dari suatu bentuk dimana character of something (Oxford Dictionary, 1991:441).

59
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

Krier (1988: 46-55) menggunakan melalui proses superimposisi berdasarkan


terminologi transformasi untuk menjelaskan interpretasi pola-pola yang terlibat baik
berbagai kemungkinan bentuk yang terjadi pola lahan dan bangunan existing maupun
sebagai akibat dari proses mengubah unsur- pola bunyi yang terlibat di dalam liturgi
unsur arsitektur, yaitu titik, garis, bidang, maupun kompleks Gereja Katedral Bogor
benda pejal, ruang interior, dan ruang secara keseluruhan.
eksterior. Kekayaan bentuk terjadi sebagai
akibat dari berbagai proses mengubah unsur- GEREJA KATEDRAL BOGOR
unsur arsitektur tersebut. Proses mengubah SEBAGAI ARTEFAK DAN PLACE
ini, antara lain berupa menekuk atau melipat,
memutuskan atau memotong, membagi Analisis Konfigurasi Bentuk dan Ruang
menjadi beberapa bagian, menambahkan atau Bangunan Gereja Katedral Bogor
mengakumulasikan, menyusupkan atau memiliki kesan simetris dominan yang
menumpuk (superimposition), mendistorsi- dibentuk oleh tampak bangunan. Komposisi
kan secara perspektif, mendistorsikan makna bangunan ditandai dengan adanya garis
atau mengubah makna awal, memberikan sumbu imajiner utama, yang terlihat secara
kualitas puitis, dan metoda yang terakhir dan vertikal melalui bagian tengah pintu masuk
paling tinggi kualitasnya adalah dengan utama dan secara horisontal melalui bagian
complex superimposition dan interpenetra- tengah badan gereja (nave). Secara vertikal,
tion unsur-unsur arsitektur dikaitkan dengan sumbu imajiner utama ditandai oleh garis
sumber-sumber dari alam. pusat dari kesan simetri yang dibentuk oleh
Ada tiga strategi transformasi yang tampak bangunan, sedangkan secara
dikemukakan oleh Antoniades (1992:66), horisontal sumbu imajiner utama ini ditandai
yaitu strategi tradisional; strategi yang oleh sirkulasi utama di dalam badan gereja
mengambil pendekatan dari bidang ilmu lain; (nave). Sumbu imajiner sekunder secara
serta strategi mengkonstruksi ulang (de- horisontal berpotongan tegak lurus pada garis
construction atau de-composition). Pada sumbu imajiner utama.
penelitian desain ini, metoda transformasi Bentuk bangunan Gereja Katedral
telah digunakan di dalam menganalisis Bogor terdiri dari konfigurasi bentuk
analogi visualisasi bentuk gelombang geometris sederhana (lihat Gambar 2).
(Herliana 2010:64-71) yang dihasilkan dari Preziosi (1979:62) menyatakan bahwa
rekaman musik liturgi, yaitu melalui konfigurasi geometris menandai asosiasi
segmentasi bunyi organ, bunyi organ+paduan terhadap ritual dan religiusitas secara
suara+umat dan bunyi pendukung yang langsung. Ia menjelaskan bahwa makna yang
terlibat di dalam perayaan liturgi, yaitu tersirat dari konfigurasi geometris adalah
melalui segmentasi bunyi lonceng gereja, agregat yang utuh dari faktor formal dan
bunyi bel konsekrasi, dan bunyi gong materi, yaitu formasi geometris dan realisasi
sebagai metoda pencarian pola-pola bentuk penggunaan bahan yang spesifik dan
yang akan menjadi pengikat keterkaitan konvensional, penggunaan warna, dan
bangunan lama, yaitu Gereja Katedral Bogor, ukuran.
dan bangunan baru-sebagai-perluasan Formasi geometris dilengkapi dengan
bangunan lama serta keterkaitan pola lahan terciptanya keseimbangan dinamis dari
existing dengan pola lahan yang akan komposisi menara dan kapel pada tampak
terbentuk. Pola bentuk hasil transformasi bagian depan bangunan. Kesan simetri pada
perseptual akan diterapkan dalam membuat tampak depan bangunan dibuat tidak begitu
komposisi site dan bangunan yang baru. dominan dengan keberadaan menara. Secara
Selanjutnya, proses mengkomposisi vertikal, menara menunjukkan dominansinya
akan berlanjut dengan penerapan ketiga dengan ketinggian yang lebih tinggi daripada
strategi transformasi, yaitu melalui strategi ketinggian kapel (Gambar 1), bahkan dari
tradisional, strategi yang mengambil ketinggian bangunan di sekitarnya. Kapel
pendekatan dari sensasi bunyi, terutama menjadi bentuk yang sub dominan.
bunyi musikal (karakteristik musik liturgi
pada Gereja Katolik), dan strategi
mengkonstruksi atau mengkomposisi ulang

60
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

yang telah terbentuk, tetapi bersifat sebagai


Menara pendukung hirarki ruang yang telah ada. Hal
ini sesuai dengan konsepsi penggunaan
musik liturgi di dalam upacara Liturgi
Ekaristi yang dilaksanakan di Gereja
Katedral Bogor. Perayaan liturgi hari besar,
seperti Perayaan Paskah dan Natal tetap
menggunakan lagu Gregorian pada bagian
lagu-lagu ordinarium, sementara lagu yang
diaransir relatif kemudian digunakan pada
bagian pendukung liturgi dengan tetap
mengacu pada struktur perayaan liturgi.
Gambar 1. Dominasi kesan simetris dari tampak
bangunan Analisis Gaya dan Karakter
Sumber: Herliana, 2000:54 Istilah gaya (style) dan karakter
memiliki pengertian yang berbeda. Gaya
suatu bangunan mungkin saja ikut
membentuk karakter bangunan. Gaya
Altar bangunan ditandai dengan adanya unsur-
unsur tertentu yang menjadi ciri visual,
sedangkan karakter lebih mengarah pada
gagasan yang ingin diwujudkan dari status
atau fungsi khusus.
Gaya bangunan sebenarnya adalah
bagaimana cara seorang arsitek sebagai
individu memilih untuk dirinya bagaimana
berekspresi melalui bangunan tersebut,
sedangkan karakter sebagian besar
tergantung pada kode-kode arsitektural
khusus yang dapat diamati atau dipersepsi
Gambar 2. Konfigurasi bentuk ruang oleh orang lain (pengamat). 3 Subyek persepsi
Sumber: Herliana, 2000:55 memiliki pengetahun a priori tentang benda-
benda atau sesuatu, tentang ruang, dimensi,
Gambar 2 menunjukkan bahwa letak dan arah, yang mendahului persepsi. Ada a
altar menjadi titik pusat dari bentuk prejudicative logos yang tersembunyi, tak
konsentris apse. Altar memiliki ketinggian dapat diungkap, dan bersifat implisit di
yang lebih tinggi daripada bagian lainnya, dalam persepsi. Merleau-Ponty (1987)
sehingga daerah ini memiliki hirarki tertinggi menyebut tingkatan ini sebagai the invisible.
pada bangunan. Altar menjadi simbol Yang tidak terlihat ini sangat jelas terlihat
kehadiran Yang Mahatinggi. Bentuk sakristi bahwa ketidaksadaran adalah untuk menjadi
yang melingkar dan melingkupi sekeliling sadar, bahwa ada kualitas tertentu yang
daerah altar sesuai dengan fungsinya, yaitu membentuk karakter suatu bangunan.
sebagai ruang pendukung bagi daerah altar. Gambar 3 memperlihatkan karakter
Bantuk nave yang linier (empat persegi bangunan yang memberi kesan kokoh, kuat,
panjang) menandai perjalanan menuju ke anggun, dan formal.
pusat altar. Ruang pengakuan dosa Gambar 4 dan 5 menunjukkan unsur-
(ambulatory) yang berada di sisi aisle unsur arsitektural yang utama pada Gereja
menandai titik-titik perhentian di dalam Katedral, yaitu adanya buttress, vaulting
perjalanan menuju altar untuk menyucikan (yang dibentuk oleh transverse rib, yang
diri. berbentuk pointed arch, dan diagonal rib,
Implikasi dari pembahasan konfigurasi yang dihubungkan oleh boss di bagian
ruang dan bentuk ini ialah bahwa bentuk pusatnya), dan pointed arch yang terdapat
perluasan bangunan yang akan dirancang
sebaiknya tidak menghilangkan hirarki ruang
3
Edwards (1952:16).

61
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

pada bagian atas jajaran jendela kaca patri. 4 Gambar 6 memperlihatkan ruang-
Unsur-unsur tersebut merupakan wujud ruang pada Gereja Katedral Bogor yang
penting dari Katedral Gotik. 5 mewadahi kegiatan di dalam bangunan
Gereja Katedral Bogor. Ruang sebagai wadah
penyelenggaraan ibadat dan sakramen adalah
altar (sanctuary), yaitu ruang tempat imam
mempersembahkan misa; daerah sekitar altar;
ruang bagi para petugas liturgi (misdinar,
prodiakon); apse, yang menjadi ruang
tabernakel; sakristi, yaitu ruang persiapan
bagi imam dan petugas liturgi; ruang koor
dan organ; nave dan aisle, yaitu daerah umat,
kapel kecil (ambulatory), yaitu ruang
Gambar 3. Sifat bahan, warna, dan komposisi pengakuan dosa; ruang devosi; ruang prosesi,
yang simetris memperkuat karakter yang ingin yang juga berfungsi sebagai ruang sirkulasi.
ditampilkan.
Sumber: Herliana, 2000:56 Sakristi

Altar
R.organ R.devosi
dankoor

A N A
i a i
Ambulatory s v s Ambulatory
l e l
e e
Gambar 4. Sistem vaulting pada langit-langit d
bangunan
Sumber: Herliana, 2000:101

Menara Ambulatory

Gambar 6. Pembagian ruang pada Gereja


Katedral Bogor
Gambar 5. Bentuk flying buttress sebagai aksen di
antara deretan jendela kaca patri berbentuk pointed Sumber: Analisis Penulis, 2000
arch
Sumber: Herliana, 2000:56 Analisis Kondisi Akustik Ruang
Analisis Ruang dan Kegiatan Di dalam bangunan katedral, bunyi
pembicaraan juga merupakan bagian penting
4
Apabila kita mempelajari sejarah perkembangan di dalam liturgi selain bunyi musikal. Bunyi
Arsitektur (Cowan 1966, Koch 1980, The World Atlas pembicaraan dan musik membentuk sekuens
of Architecture 1984, Smith 1987), kita akan
memahami bahwa unsur-unsur tersebut adalah wujud
suara-suara individual yang bervariasi di
fisik yang penting dari Katedral Gotik, meskipun tidak dalam frekuensi, kekerasan, dan bentuk.
tampil seperti aslinya (Neo-Gothic). Namun, penelitian Apabila suara dihasilkan di dalam ruang,
desain ini tidak menekankan pada style, tetapi tentang yang dicapai pada suatu titik pendengaran
bagaimana unsur-unsur arsitektural dan struktural tertentu adalah suara asli yang murni berikut
tersebut membentuk karakter fisik bangunan Gereja
Katedral Bogor. Sejarah perkembangan Katedral Gotik dengan pantulan yang dapat memperkuat dan
tetap menjadi pendukung, tetapi tidak menjadi bahasan memperkaya bunyi asli, atau pun mendistorsi
utama di dalam penelitian ini. dan mengaburkan suara asli tanpa disadari.
5
Koch (1967:21-31).

62
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

Meskipun persyaratan akustik bunyi tampilan batu sebagai bahan bangunan utama
pembicaraan tidak menginginkan terjadinya dinding gereja.
waktu dengung yang panjang, tetapi di dalam
suatu katedral tetap diperlukan adanya
reverberasi. Reverberasi ini berperan dalam
menciptakan suasana musik yang juga
menjadi bagian penting dalam ibadat.
Penggunaan sistem pengeras suara (Herliana
2000:60) pada Gereja Katedral Bogor
membantu untuk memperpendek waktu
dengung yang sangat berguna bagi bunyi
pembicaraan. Sementara itu, langit-langit
yang berupa vault berperan di dalam
menciptakan reverberasi yang diinginkan.
Secara umum, kondisi mendengar di dalam Gambar 7. Kualitas formal Gereja Katedral Bogor
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2012
Gereja Katedral Bogor cukup baik, artinya
pada setiap posisi umat di dalam bangunan
ini selama mengikuti kegiatan beribadat, baik Sejalan dengan perkembangan
suara pembicaraan maupun bunyi musikal, penggunaan musik liturgi yang dinamis,
dapat ditangkap dengan baik oleh umat. maka konsep dasar komposisi yang
diterapkan adalah perpaduan dinamis musik
liturgi yang kontemplatif dengan mengambil
KONSEPTUALISASI
dasar pada karakter musik gregorian sebagai
Seperti yang telah dijelaskan dalam musik liturgi utama yang digunakan di
Herliana (2000: 59-61), konseptualisasi tema Gereja Katedral Bogor. Konggregasi Suci
bunyi pada perluasan Gereja Katedral Bogor untuk ibadat pada tahun 1967 memberikan
ini berkaitan dengan ekspresi yang penjelasan dalam instruksi mengenai musik
merupakan kualitas yang tersirat dalam liturgi bahwa musica sacra mencakup
tampilan perseptual suatu obyek atau nyanyian gregorian, berbagai musik gereja,
peristiwa, yaitu bangunan peribadatan. Suatu baik yang lama maupun yang baru, musik
tempat atau bangunan memberikan getaran- gereja dan untuk alat musik lain yang
getaran hubungan intuitif kedekatan secara diijinkan, nyanyian gereja atau nyanyian
visual antara obyek dan karakternya liturgi umat dan nyanyian rohani umat. 6
(Arnheim, 1977). Interpretasi konseptual dari musik
Gereja Katedral Bogor memiliki liturgi yang memiliki karakter dinamis dan
karakter khusus sebagai tempat beribadat terus berkembang menjadi relevan untuk
umat Katolik di Bogor, selain sebagai pusat dapat diolah penerapannya di dalam
dari keuskupan Bogor artinya sebagai perluasan bangunan gereja ini. Bagian inti
pusat religiusitas Katolik di Bogor wujud dari bangunan gereja yang mengacu pada
fisik dan suasana yang ditampilkan bangunan langgam Arsitektur Gotik analog dengan
gereja ini memberikan kesan religius yang karakter musik gregorian yang digunakan
kental. Gaya bangunan yang mengacu pada saat awal bangunan gereja ini didirikan.
Arsitektur Gotik juga turut membangun Perpaduan yang dinamis ini diwujudkan
karakter bangunan gereja. dengan metoda superimposisi pola-pola yang
Pada Herliana (2010:59) telah telah ada sebelumnya dengan pola-pola hasil
diuraikan bahwa kesan formal bangunan ini interpretasi.
terbentuk dari pemilihan bentuk geometri Konsep dasar komposisi ini
dasar yang sederhana dan teratur, diwujudkan dengan penganalogian konsep
kesimetrisan, monumental, proporsi yang dalam bunyi musikal dan konsep arsitektural.
sempurna, dan warna bangunan yang putih di Konsep bunyi musikal yang akan diterapkan
atas dasar berwarna gelap. Kesan kokoh dan mengacu pada penganalogian tiga
kuat dapat ditangkap dari dimensi dan dari karakteristik umum komponen bunyi
bahan bangunan yang dipergunakan, yaitu
6
Martasudjita, E., pr & Prier, K. E, SJ. (1998:10)

63
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

musikal, yaitu pola nada, kekuatan bunyi, 2010) telah dijelaskan bahwa pendekatan
dan kualitas atau warna suara. Penerapan perancangan pada simulasi perluasan Gereja
komponen-komponen tersebut dianalogikan Katedral Bogor diambil dengan melakukan
di dalam unsur perancangan arsitektural dialog antara pola yang telah terbentuk
(Herliana 2010:74-75). sebelumnya dengan pola yang merupakan
hasil interpretasi, sehingga terbentuk
METODA SUPERIMPOSISI DI DALAM komposisi baru yang merupakan hasil
PROSES SINTESIS RUANG DAN perpaduan atau superimposisi antara pola
BENTUK lama dan pola hasil interpretasi.
Proses superimposisi sebagai hasil
Bunyi, atau lebih khususnya musik, di interpretasi pemahaman pola site dan pola
dalam liturgi Gereja Katolik yang ada saat ini bunyi yang terpancar dari site merupakan
telah mengalami proses kristalisasi dan terjemahan dari prinsip superposisi 8 dalam
merupakan bagian yang tidak terpisahkan teori gelombang. Hasil superposisi dapat
dari perkembangan sejarah yang telah terjadi. saling memperkuat, dengan menghasilkan
Perkembangan yang paling menonjol di abad suara yang kuat, atau saling memperlemah,
ke-20 adalah setelah diadakannya Konsili dengan menghasilkan suara lemah atau
Vatikan II yang membuka kesempatan bahkan saling meniadakan. Sejalan dengan
terjadinya proses inkulturasi, termasuk prinsip superposisi, hasil proses
inkulturasi musik liturgi. Alat musik superimposisi dipilih unsur-unsur titik, garis,
tradisional dan irama daerah diperbolehkan dan bidang singgung yang memberikan
untuk ambil bagian di dalam liturgi. 7 Dengan perkuatan energi yang terpancar dari
adanya inkulturasi, umat diharapkan dapat komposisi pola yang baru. Kesemuanya
lebih menghayati imannya. diaplikasikan dengan menganalogikannya
Penggunaan bunyi musikal dalam dalam pemahaman istilah bunyi musikal.
liturgi sebenarnya merupakan suatu Pola yang dihasilkan adalah pola baru
perkembangan yang sifatnya dinamis. Liturgi yang berbeda dengan pola sebelumnya, tetapi
Gereja Katolik kaya akan bunyi musikal. masih dalam kerangka yang telah ditetapkan
Selain bunyi musikal yang terwujud dalam untuk menghasilkan penyesuaian dinamis,
musik liturgi juga ada teks yang dilagukan, sejalan dengan penerapan musik liturgi yang
misalnya pasio, litani, dan bunyi-bunyian lain digunakan.
yang mendukung dalam menciptakan suasana
di dalam liturgi, seperti bunyi lonceng gereja Interpretasi pola lahan existing (site-
(campana), bel (companula), dan gong. pattern interpretation)
Bunyi gong dan bel bisa dianalogikan
sebagai pulsa kehidupan atau denyut nadi Pola grid dan diagonal (grid and diagonal
yang menandakan bahwa masih ada karunia pattern)
kehidupan di dunia ini. Bunyi-bunyian, Pola grid merupakan interpretasi dari
seperti lonceng, bel, dan gong, seperti halnya penerusan pola yang telah terbentuk dari
musik liturgi, dimaksudkan untuk membantu modul peletakan kolom pada aisle. Pola grid
dan menghantarkan suasana hati umat sampai ini meneruskan pergerakannya ke samping
kepada keadaan kontemplatif untuk dapat dari arah sumbu utama ke arah samping kiri
berdialog dengan Sang Pencipta. dan kanan bangunan existing. Pola diagonal
Proses perancangan ini dilakukan mengambil dari pola yang terbentuk oleh
dengan melihat kesamaan konsep yang ada pola langit-langit (vaulting system) yang
pada terminologi musikal dan arsitektural. terdapat di setiap modul aisle.
Pada hasil penelitian terdahulu (Herliana

7
Di dalam Martasudjita, E., pr & Prier, K. E. (1998:64)
dinyatakan bahwa melalui Konstitusi Liturgi
(Sacrosanctum Concilium), Gereja memandang positif
kebudayaan dan adat kebiasaan para bangsa. Sejauh
kebudayaan itu selaras dengan hakekat liturgi,
8
kebudayaan itu dapat masuk dan ditampung di dalam Superposisi adalah penjumlahan simpangan dari hasil
liturgi (SC 37). interferensi dua gelombang atau lebih (Mittal, 1994).

64
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

Gambar 8. Pola grid dan diagonal


Sumber: Herliana, 2000:86 Gambar 11. Hasil interpretasi pola lahan existing
Pola lahan (site pattern) Sumber: Herliana, 2000:86
Pola lahan adalah interpretasi dari
bentukan lahan yang akan diolah dengan Interpretasi terhadap radiasi pola bunyi
menginterpolasi bentukan lengkung yang yang terjadi (sound-pattern interpretation)
mengisi ruang antara bangunan dan batas Interpretasi pola bunyi dilakukan
lahan. sebagai upaya untuk mencari chord yang
akan berperan.
Pola bunyi utama (main sound pattern)
Pola bunyi utama merupakan
interpretasi dari pancaran energi transmisi
bunyi yang terpusat pada titik tengah
bangunan, memancarkan aliran energi dari
bangunan ke daerah sekelilingnya.

Gambar 9. Pola lahan


Sumber: Herliana, 2000:86
Pola bangunan existing
Pola ini merupakan interpretasi dari
pola yang terbentuk oleh bentuk dan
peletakan bagian-bagian pada bangunan
existing. Gambar 12. Pola bunyi utama
Sumber: Herliana, 2000:87
Pola bunyi yang ditimbulkan lonceng gereja
Pola bunyi lonceng merupakan
interpretasi dari energi transmisi bunyi
lonceng gereja yang terpancar dari titik pusat
menara.

Gambar 10. Pola bangunan existing


Sumber: Herliana, 2000:86

Hasil dari interpretasi pola lahan existing


(site-pattern interpretation) adalah:
Gambar 13. Pola bunyi lonceng gereja
Sumber: Herliana, 2000:87

65
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

Pola bunyi yang ditimbulkan gong


Pola bunyi gong merupakan
interpretasi dari energi transmisi bunyi yang
terpancar dari titik pusat apse, yaitu altar,
sebagai simbolisasi tempat terjadinya
transmutasi, peralihan bentuk antara dua
bentuk kehidupan yang sama sekali berbeda,
yaitu kehidupan surgawi dan duniawi.

Gambar 16. Superimposisi interpretasi pola lahan


existing dan pola bunyi
Sumber: Herliana, 2000:88

PROSES PENATAAN KEMBALI:


KONFIGURASI RUANG DAN BENTUK

Proses Penataan Kembali (Re-


Gambar 14. Pola bunyi yang ditimbulkan gong Arrangement) komposisi arsitektural dalam
Sumber: Herliana, 2000:87 site dilakukan dengan mengacu pada
terminologi komposisi musik. Di dalam
Hasil interpretasi pola bunyi yang terjadi: komposisi musik, irama terbentuk dari
permainan melodi. Melodi seringkali disebut
sebagai kalimat musik. Melodi dapat terdiri
dari beberapa motif. Melodi menentukan
struktur dan irama suatu nyanyian atau lagu
atau komposisi musikal. Proses yang terjadi
adalah pembentukan melodi, pengolahan
modulasi (penyesuaian), pemberian ornamen,
menampilkan aksen, dan yang terakhir adalah
pembuatan syair.
Pembuatan syair dilakukan seiring
dengan proses mengkomposisi. Tema syair
Gambar 15. Hasil interpretasi terhadap radiasi yang dipilih adalah Perpaduan yang
pola bunyi yang terjadi
Dinamis (Dynamical Blending) dengan
Sumber: Herliana, 2000:87
memadukan antara pola komposisi yang
sudah ada dan pola unsur hasil interpretasi.
Superimposisi interpretasi pola lahan
Tema ini diwujudkan dengan panduan
existing dan interpretasi pola bunyi yang
interpretasi pola yang terjadi dari interpretasi
terjadi (sound-site pattern interpretation)
grafis dari data hasil rekaman. Proses
tersebut melalui pengolahan konfigurasi
Interpretasi pola lahan existing dan
ruang dan bentuk yang didasarkan pada
pola bunyi di-plot-kan secara bersamaan di
aspek kondisi lingkungan sekitar, fungsi dan
dalam site untuk menjadi suatu referensi. Ini
kegiatan, serta gaya dan karakter.
merupakan suatu kerangka umum bagaimana
melodi akan bergerak.

66
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

Gambar 17. Konfigurasi Ruang dan Bentuk sebagai Dasar Komposisi


Sumber: Herliana, 2000:90

Pengolahan Konfigurasi Ruang dan Bentuk Berdasarkan Kondisi Lingkungan Sekitar

Gambar 18. Konfigurasi ruang dan bentuk berdasarkan kondisi lingkungan sekitar
Sumber: Herliana, 2000:91

67
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

Pengolahan Konfigurasi Ruang dan Bentuk Berdasarkan Fungsi dan Kegiatan

Gambar 19. Konfigurasi ruang dan bentuk berdasarkan fungsi dan kegiatan
Sumber: Herliana, 2000:92

68
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

Pengolahan Konfigurasi Ruang dan Bentuk Berdasarkan Gaya dan Karakter

Gambar 20. Konfigurasi ruang dan bentukberdasarkan gaya dan karakter


Sumber: Herliana, 2000:93

Hasil Pengolahan Konfigurasi Ruang dan Bentuk

Gambar 21. Hasil konfigurasi ruang dan bentuk


Sumber: Herliana, 2000:94

69
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

PEMBAHASAN: SIMULASI
KONSEPTUAL DALAM UNSUR-
UNSUR KOMPOSISI

Ada dua pergerakan di dalam site


berdasarkan sumbu imajiner yang diambil,
yaitu dari sisi sebelah barat-barat laut ke arah
timur-tenggara dan dari garis sumbu yang
melalui badan gereja ke arah utara-timur laut
dan ke arah selatan-barat daya.

Gambar 23. Daerah penerima


Sumber: Herliana, 2000:96

Gambar 24 menunjukkan anak tangga


di bagian tengah, yang membawa umat pada
level lantai yang lebih tinggi, menjadi jalur
utama memasuki Gereja Katedral. Susunan
anak tangga ini menjadi daerah peralihan
Gambar 22. Ground Plan dan arah pergerakan antara ruang profan di bagian luar bangunan
Sumber: Herliana, 2000:95 dan ruang sakral di bagian dalam bangunan.
Melalui jalur masuk Gereja dari sisi
Pergerakan di dalam Komposisi selatan-barat daya (Gambar 25), umat diajak
untuk mengalami ruang dari sudut pandang
Pergerakan komposisi dimulai dengan yang berbeda-beda. Alternatif ditawarkan
pergerakan dari sisi sebelah barat laut ke arah melalui pengalaman menaiki anak tangga
timur tenggara. Pergerakan ini diawali yang kesemuanya mengarah pada ruang di
dengan daerah pembuka yang merupakan depan pintu masuk pada bagian sayap gereja
daerah penerima. Gambar 23 menunjukkan (aisle). Demikian pula dengan jalur masuk
bentuk setengah lingkaran yang mengapit yang berada di antara kolam dan dinding
kedua sisi tangga utama menuju ke ruang turap dari batu yang berbentuk melengkung
inti. Sisi cekung dari lingkaran yang pada sisi sebelah utara-barat laut (Gambar
membuka ke arah datangnya umat menjadi 27), mengarah pada jalur yang berupa ramp.
bagian penerima yang mengumpulkan energi, Ramp ini membawa umat menuju ruang di
yang kemudian memancarkan ke daerah depan pintu masuk pada bagian sayap gereja
sekelilingnya. (aisle), yaitu pada sisi utara-timurlaut
(Gambar 28).

70
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

Pergerakan dari arah barat-barat laut


terus bergerak melalui badan gereja. Badan
Gereja (nave), menjadi ruang inti, bagian isi
yang membawakan arti. Nave merupakan
daerah umat (Gambar 29).

Turap
Kolam
Ramp
Gambar 27. Jalur masuk bangunan dari sisi utara-
barat laut
Sumber: Herliana, 2000:100

Gambar 24. Anak-anak tangga di bagian tengah


sebagai jalur menuju pintu masuk utama
Sumber: Herliana, 2000

Gambar 28. Side entrance pada sisi utara-timur


laut
Sumber: Herliana, 2000:100

Gambar 25. Jalur masuk bangunan dari sisi


selatan-barat daya
Sumber: Herliana, 2000:99

Gambar 29. Daerah umat passsage (nave)


Sumber: Herliana, 2000:101
Side
Entrance

Gambar 26. Pintu masuk pada bagian sayap


bangunan gereja (aisle)
Sumber: Herliana, 2000:111


Gambar 30. Skala yang monumental dari
bangunan katedral tetap terjaga, meskipun dengan
penambahan balkon
Sumber: Herliana, 2000:102

71
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

Pergerakan ke arah timur-tenggara


menuju ke daerah altar yang berada di tempat
yang mengalami kenaikan level lantai dan
menjadi bagian klimaks dari keseluruhan
komposisi dengan puncaknya pada daerah
tabernakel (Gambar 31).

Gambar 31. Daerah altar klimaks (apse)


Sumber: Herliana, 2000
Gambar 33. Daerah perluasan (aisle)
Pergerakan berlanjut ke bagian Sumber: Herliana, 2000:105
antiklimaks melalui penurunan ketinggian
level lantai. Di bagian yang datar, Pada siang hari bagian yang
kekosongan diciptakan dengan adanya merupakan perluasan cukup mendapatkan
pergerakan elemen pembatas visual dari sisi- cahaya matahari, tetapi pada malam hari
sisinya. Pembatas visual pada daerah ini bagian tersebut dibuat lebih redup daripada
menjadi tanda peralihan klimaks-anti klimaks bagian aisle dan nave, sehingga terjadi
(Gambar 32). gradasi pencahayaan dari bagian baru yang
Di bagian dalam bangunan, pergerakan merupakan perluasan ke arah bagian badan
dari garis sumbu imajiner melalui bagian gereja yang utama, yaitu nave semakin
badan gereja (nave) ke arah utara-timur laut dekat ke arah nave semakin terang dan luas.
ditandai dengan perubahan ketinggian langit-
langit. Semakin menjauh dari garis sumbu, Pergerakan dari garis sumbu ke arah
langit-langit semakin rendah (Gambar 33). utara-timur laut dibatasi oleh deretan air dari
tujuh titik air, yang merupakan analog dari
tujuh nada di dalam 1 oktaf dengan nada
awal sebagai nada dasar bersumber dari
kolam. Dilihat dari arah luar bangunan,
deretan pancaran air menjadi peralihan antara
daerah luar dengan daerah kompleks gereja.
Deretan ketujuh titik air- analog dengan
rangkaian nada-nada di dalam 1 oktaf
menjadi simbol peralihan.

Gambar 32. Unsur-unsur pembatas visual


Sumber: Herliana, 2000:108

72
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

dengan garis pembatas yang menandai


peralihan dari klimaks ke anti klimaks.

Gambar 35. Pembatas visual


Sumber: Herliana, 2000:108-109

Gambar 36 menunjukkan deretan titik


air yang beriringan dengan suatu jalur
panjang yang berasal dari satu titik, di bagian
utara-timur laut, yaitu di sebelah kiri susunan
anak tangga yang menuju ke bagian timur
gereja, menelusuri sepanjang sisi utara
bangunan, menghantar sampai di depan pintu
sakristi, tempat imam dan para petugas liturgi
mempersiapkan diri untuk mempersem-
bahkan dan melayani misa. Getaran dari
Gambar 34. Air sebagai peralihan dan simbol kolam, yaitu genangan dari kumpulan tetas-
pembaptisan tetes air yang menjadi sumber tercurahnya
Sumber: Herliana 2000:106-107 tujuh titik nada di atas, sedemikian kuat
sehingga menyebabkan resonansi di
Air adalah lambang pembaptisan, sekitarnya dengan timbulnya cercahan-
simbol pembersihan jiwa. Air adalah the fons cercahan air di daerah sekitarnya.
et origo, sumber dari segala kemampuan hal
yang ada dan mengada, air mendahului Gambar 37 menunjukkan keberadaan
segala bentuk dan membuat segala ciptaan pohon pada bagian tengah kolam yang
mampu bertahan. Pembaptisan ekuivalen memberi makna tersendiri, yaitu adanya
dengan penghancuran atau kematian bentuk, suatu kehidupan yang muncul dari
yaitu kematian dosa. Oleh karena itu, sumbernya, melengkapi daerah pembuka,
simbolisme air mencakup juga kematian, introduction.
seperti juga kelahiran kembali (re-birth).
Titik air terakhir bersinggungan langsung Selanjutnya, pergerakan dari garis
sumbu yang melalui badan gereja ke arah

73
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

selatan-barat daya (lihat gambar 22). Jika Unsur-unsur di dalam Komposisi


pergerakan ke arah utara-timur laut sifatnya
Unsur-unsur di dalam komposisi,
lebih terbuka dan ramai, maka pergerakan ke
meliputi unsur struktur, tempo, dinamika,
arah selatan-barat daya lebih tertutup dan
aksen, dan tanda berhenti (Herliana, 2010:
tenang. Pergerakan ke arah tersebut berakhir
71-73). Unsur pertama adalah unsur struktur
pada satu titik yang hening. Tidak ada
yang meliputi bagian pendahuluan, isi,
apapun di titik ini, yang ada hanya
klimaks, dan anti klimaks. Bagian
kekosongan. Titik ini dapat disebut sebagai
pendahuluan (introduction) berupa kolam,
titik perhentian, tetapi juga titik awal
susunan anak tangga, dan pelataran. Bagian
dimulainya pergerakan yang baru. Ini terlihat
isi berupa nave, aisle, dan ruang pengakuan
dari pergerakan undakan yang terdapat pada
(confession room) sebagai titik perhentian.
daerah pembatas di sisi selatan. Undakan ini
Pada bagian yang memiliki hirarki tertinggi,
berupa softscape yang juga menjadi
yaitu klimaks, terdapat altar dan tabernakel,
penyeimbang hardscape pelataran di sisi
sedangkan taman di sisi timur-tenggara
selatan-barat daya.
menjadi bagian penutup (anti klimaks).

Unsur kedua, yaitu tempo, diwujudkan


dengan perbedaan kerapatan, yaitu jarak
antara unsur yang makin lama makin dekat
atau makin lama makin jauh dan pergerakan
unsur lengkung di sisi selatan-barat daya.
Unsur ketiga, yaitu dinamika, dianalogikan
dengan bentuk peralihan yang halus,
peralihan yang makin lama makin
mengecil/membesar, peralihan yang makin
lama makin menyempit/melebar, dan
keseimbangan antara hardscape dan
softscape.

Cercahan air Unsur keempat, yaitu aksen,


diterapkan pada bagian dominan dan sub-
dominan, misalnya modul dinding (sub-
dominan) dan bentuk pergantian modul
dinding (dominan) serta modul balkon (sub-
KOLAM
Gambar 36. Makna simbolis air - resonansi dominan) dan bentuk pergantian modul
Sumber: Herliana, 2000:109 balkon (dominan). Unsur yang terakhir, yaitu
tanda berhenti, dimanifestasikan bagi
pergerakan pada unsur bangunan dari
pusatnya, yaitu nave, ke arah sayap bangunan
(aisle). Kolom pergola menjadi analog tanda
berhenti.

Gambar 37. Makna simbolis air sebagai sumber


kehidupan
Sumber: Herliana, 2000:110

74
Herliana, E. T. Analogi Musik-Arsitekturmelalui Proses Transformasi pada Simulasi Perluasan Gereja Katedral Bogor

Undakan ini berawal dari daerah pembuka di sisi sebelah barat-barat laut.

Gambar 38. Pergerakan undakan sebagai implementasi analogi tempo dan dinamika komposisi
Sumber: Analisis Penulis, 2000

KESIMPULAN segalanya akan terbuka dan karya tersebut


Rasmunssen (1975) mengatakan mengungkapkan esensi utamanya.
bahwa sangatlah tidak dimungkinkan untuk Apresiasi terhadap arsitektur sangat
menetapkan peraturan yang baku dan kriteria tergantung dari bagaimana sikap seseorang
untuk mengevaluasi karya arsitektur sebab dalam menanggapi stimulus yang diberikan.
setiap bangunan yang layak seperti halnya Seperti halnya untuk mengapresiasi musik;
karya seni, memiliki standar tersendiri. tidak dapat dikatakan mengapa pada saat
Jika pengamat terbuka untuk menangkap tertentu suatu jenis musik dianggap lebih
kesan yang timbul dan dengan sempurna atau lebih baik daripada jenis
kecenderungan yang simpatik, maka musik lain. Setiap jenis musik dapat mengisi

75
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

jiwa seseorang, tergantung waktu, tempat, Koch, W. 1980. A Handbook of European


dan situasi, baik di dalam mengenali dan Architectural Style. London: W.
merasakan atributnya yang spesifik, tetapi Foulsham and Co. Ltd.
seseorang juga dapat memilih untuk tidak Krier, R. 1988. Architectural Composition.
menyukainya sama sekali. Dengan cara yang New York: Rizzoli.
sama, arsitektur dialami. Penilaian terhadap Martasudjita, E., pr & Prier, K. E, SJ. 1998.
hasil perancangan arsitektur akan sangat Musik Gereja Zaman Sekarang.
interpretatif karena tergantung dari Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
bagaimana sudut pandang yang diambil. Merleau-Ponty, M. 1987. The Visible and the
Karena sifatnya yang konseptual dan Invisible, terjemahan oleh Alphonsp
subyektif, maka perancangan dengan Lingis. Evanston: Northwestern
pendekatan sensasi bunyi sebagai stimulus University Press.
dengan penginterpretasian secara konseptual Mittal, P. K., Dr. 1994. A Textbook of Sound.
melalui metoda analogi lebih bersifat New Delhi: Har-Anand Publications.
kualitatif dan memerlukan studi lebih lanjut Preziosi, D. 1979. The Semiotics of the Built
mengenai akustik ruang agar dapat dicapai Environment: An Introduction to
hasil yang optimal. Architectonic Analysis. Bloomington
& London: Indiana University Press.
DAFTAR RUJUKAN Rasmussen, S. E. 1975. Experiencing
Architecture. Cambridge, Massa-
Antoniades, A. C. 1992. Poetics of Archi- chussets: The MIT Press.
tecture: Theory of Design. New York: Simpson, J. & Weiner, E. 1991. The Oxford
Van Nostrand Reinhold. English Dictionary. United Kingdom:
Arnheim, R. 1977. The Dynamics of Oxford University Press
Architectural Form. California, Ber- Shokes, E. 1989. The Design Process. New
keley and Los Angeles: University of York: Whitney Library of Design.
California Press. Smith, R. T. 1987. An Illustrated: History of
Broadbent, G. 1973. Design in Architecture: Architectural Styles. London: Omega
Architecture and the Human Sciences. Books, Ltd.
London: John Wiley and Sons. The World Atlas of Architecture. 1984. The
Cowan, H. J. 1966. An Historical Outline of Middle Ages: Gothic Architecture.
Architecutral Science. Amsterdam: London: Mitchell Beazley Publishers.
Elsevier Publishing Company. Tzonis, A. & Lefaivre, L. 1986. Classical
Edwards, T. 1952. Style and Composition in Architecture: The Poetics of Order.
Architecture: An Exposition of the Cambridge, Massachussetts: The MIT
Canon of Number Punctuation and Press.
Inflection. London: Alec Tiranti Ltd. Pusat Musik Liturgi. 1999. Warta Musik
Herliana, E. T. 2000. Sensasi Bunyi sebagai (Majalah Informasi dan Pendidikan
Stimulus pada Proses Perancangan Musik): Nilai-nilai Inkulturasi, No.
Arsitektur. Tesis Magister tidak 1/XXIV/1999. Yogyakarta: Pusat
diterbitkan. Bandung: Program Studi Musik Liturgi.
Arsitektur, Program Pasca Sarjana 100 Tahun Gereja Katedral Bogor: Berbakti,
Institut Teknologi Bandung. Mengabdi, Melayani. 1996. Bogor:
Herliana, E. T. 2010. Sensasi Bunyi sebagai SMK Grafika Mardi Yuana.
Stimulus Pendekatan Perancangan 50 Tahun Keuskupan Bogor dalam Lintasan
Arsitektur melalui Interpretasi Sejarah. 1998. Bogor: Grafika Mardi
Konseptual terhadap Karakteristik Yuana.
Musik Liturgi, Jurnal Arsitektur Internet:
Komposisi, 8 (1): 51-74. oxforddictionaries.com [Diunduh Pebruari
Hesselgren, S. 1975. Mans Perception of 2012].
Man-made Environment. Stroudsburg, www.merriam-webster.com [Diunduh
Pennsylvania: Dowden, Hutchinson Pebruari 2012]
and Ross, Inc.

76

You might also like