Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 30

JADILAH ORANG YANG DEKAT DENGAN AL QURAN

Khutbah Pertama:












.

:


:

.(102 : )
Ibadallah
Siapa tidak ingin menjadi ahli (orang yang dekat dengan) Alquran? Inilah kedudukan hamba yang
paling mulia dan tinggi di sisi Allah Azza wa Jalla. Cukuplah hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam berikut ini menunjukkan agungnya kedudukan ini:
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:



:

:







Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi ahli Allah. Para Sahabat radhiyallahu
anhum bertanya, Wahai Rasulullah! Siapakah mereka? Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab,
Mereka adalah ahli Alquran, (merekalah) ahli (orang-orang yang dekat dan dicintai) Allah dan
diistimewakan di sisi-Nya. (HR. Ahmad dan selainnya).
Hadits ini menunjukkan tingginya kedudukan dan kemuliaan orang-orang yang menjadi ahli
Alquran, karena mereka disebut sebagai ahli Allah. Artinya merekalah para wali (kekasih) Allah Azza
wa Jalla yang sangat dekat dan istimewa di sisi-Nya, sebagaimana seorang manusia dekat dengan ahli
(keluarga)nya. Gelar ini merupakan bentuk pemuliaan dan pengagungan terhadap mereka.
Keutamaan dan kemuliaan besar ini tentu menjadikan setiap orang yang beriman kepada Allah Azza
wa Jalla dan hari akhir, berusaha untuk mengejar dan meraihnya. Apalagi Allah Azza wa Jalla telah
menjanjikan bahwa Alquran akan Allah Subhanahu wa Taala jadikan mudah sebagai petunjuk dan
peringatan bagi orang-orang yang beriman, termasuk dalam hal memahami kandungannya dan meraih
kemuliaan sebagai ahlinya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:








Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk peringatan atau pelajaran, maka adakah
orang yang (mau) mengambil pelajaran? (Al-Qamar/54:17)
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, Makna ayat ini: Sungguh Kami telah
menjadikan Alquran yang mulia itu mudah, lafazhnya mudah untuk dihafalkan dan disampaikan, juga
maknanya mudah untuk dipahami dan dimengerti. Karena Alquran adalah perkataan yang paling indah
lafazhnya, yang paling benar maknanya, dan paling jelas penafsirannya. Maka setiap orang yang
menghadapkan dirinya, Allah Azza wa Jalla akan memudahkan baginya dan meringankannya untuk
mencapai tujuan tersebut.
Peringatan atau pelajaran yang dimaksud dalam ayat ini meliputi semua bentuk peringatan atau
pelajaran bagi manusia, baik berupa penjelasan halal dan haram, hukum-hukum perintah dan larangan,
hukum-hukum balasan (ganjaran pahala atau siksaan di akhirat), nasehat-nasehat dan perenungan,
keyakinan-keyakinan yang bermanfaat serta berita-berita yang benar.
Oleh karena itu, ilmu tentang Alquran, menghafalnya atau memahami tafsirannya, adalah ilmu yang
paling mudah dan paling tinggi secara mutlak. Inilah ilmu yang bermanfaat. Jika seorang hamba
mempelajarinya maka dia akan ditolong. Salah seorang Ulama Salaf mengomentari ayat ini dengan
mengatakan, Apakah ada orang yang (mau bersungguh-sungguh) menuntut ilmu (mempelajari Alquran)
sehingga Allah Azza wa Jalla akan menolongnya?.
Oleh karena itu, Allah mengajak para hamba-Nya untuk menghadapkan diri dan (bersungguh-
sungguh) mempelajari Alquran, dalam firman-Nya:





Maka adakah orang yang (mau) mengambil pelajaran?
Ibadallah,
Cukuplah firman Allah Azza wa Jalla berikut ini untuk menunjukkan betapa tinggi kemuliaan dan
keutamaan orang-orang yang dianugerahi pemahaman Alquran yang benar:














Katakanlah, Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang
yang beriman) bergembira (berbangga), karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dari apa
(kesenangan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia) (Yunus/10:58)
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka merasa
bangga (gembira dan bahagia) dengan anugerah yang Allah Azza wa Jalla limpahkan kepada mereka.
Anugerah yang berupa pemahaman terhadap Alquran dan kesempurnaan iman. Dan Allah Azza wa Jalla
menyatakan bahwa anugerah dari-Nya itu lebih indah dan lebih mulia dari semua kesenangan dunia yang
diperebutkan oleh kebanyakan manusia. Karunia Allah dalam ayat ini ditafsirkan oleh para Ulama ahli
tafsir dengan keimanan, sedangkan Rahmat Allah ditafsirkan dengan Alquran. Keduanya (yaitu
keimanan dan al-Qur-an) adalah ilmu yang bermanfaat dan amalan shaleh, sekaligus keduanya
merupakan petunjuk dan agama yang benar (yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam).
Bahkan keduanya merupakan ilmu yang paling tinggi dan amal yang paling utama.
Dalam sebuah hadits yang shahih, dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:





Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya. (HR.
al-Bukhari).
Hadits yang agung ini menunjukkan tingginya keutamaan orang yang mempelajari Alquran,
mempelajari cara membacanya dengan tajwid yang benar, memahami kandungannya dan berusaha
menghafalnya dengan baik, kemudian mengajarkannya kepada orang lain, agar petunjuk dan kebaikan
yang terkandung di dalamnya tersebar dan di amalkan manusia. Bahkan sebagian dari Ulama mengatakan
bahwa barangsiapa mengikhlaskan niatnya dan selalu menyibukkan diri dengan mempelajari Alquran dan
mengajarkannya, maka termasuk ke dalam golongan para Nabi alaihissallam.
Imam asy-Syafii rahimahullah berkata, Barangsiapa mempelajari Alquran maka akan tinggi
kedudukannya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Mempelajari dan mengajarkan Alquran mencakup
mempelajari dan mengajarkan lafazhnya, juga mempelajari dan mengajarkan kandungan maknanya.
Dan masih banyak ayat Alquran dan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang
menjelaskan hal ini, cukuplah ayat dan hadits di atas sebagai contoh yang menggambarkan betapa agung
kedudukan orang yang memahami Alquran.
Ibadallah,
Agungnya kedudukan orang yang memahami Alquran, juga semakin terlihat jelas dengan
merenungkan besarnya fungsi diturunkannya Alquran itu sendiri, yaitu sebagai sumber petunjuk dalam
kebaikan dan obat penyakit hati manusia.
Allah Azza wa Jalla berfirman:















Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat atau pelajaran dari Rabbmu
(Alquran) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman (Yunus/10:57)
Dalam ayat ini, Allah Azza wa Jalla mengabarkan tentang anugerah besar yang diturunkan kepada
para hamba-Nya, yaitu Alquran yang mulia. Karena di dalam Alquran terdapat nasehat untuk menjauhi
perbuatan maksiat, penyembuh bagi penyakit hati, yaitu kelemahan iman, keragu-raguan dan kerancuan
dalam memahami agama, serta penyakit syahwat yang merusak hati. Juga terdapat petunjuk, yaitu
bimbingan bagi orang yang merenungkan, memahami, dan mengikuti Alquran ke jalan yang bisa
mengantarkannya ke surga, serta sebab-sebab untuk mendapatkan rahmat Allah Azza wa Jalla yang
terkandung di dalamnya.
Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla berfirman:














Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi
kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar (Al-Isra/17:9)
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, (Dalam ayat ini) Allah Azza wa Jalla
mengabarkan tentang kemuliaan dan keagungan Alquran, bahwa kitab ini memberikan petunjuk menuju
(jalan) yang paling lurus dan paling mulia dalam keyakinan, amal dan akhlak. Sehingga barangsiapa
mengikuti petunjuk yang diserukan dalam Alquran, maka dia akan menjadi orang yang paling sempurna,
paling lurus dan paling terbimbing dalam segala urusannya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan tingginya kedudukan dan sempurnanya petunjuk
Alquran dalam semua kebaikan dan keutamaan. Beliau rahimahullah mengatakan, Tidak ada satu
kitabpun di kolong langit yang mengandung bukti-bukti dan argumentasi tentang perkara-perkara mulia
yang dituntut (dalam Islam), yaitu tauhid, penetapan sifat-sifat Allah, hari kebangkitan dan kenabian, juga
sanggahan terhadap kelompok-kelompok yang menyimpang dan pemikiran-pemikiran yang rusak, tidak
ada satupun yang seperti Alquran. Sesungguhnya Alquran menjamin dan menanggung semua itu dalam
bentuk yang paling baik dan sempurna, paling masuk akal, serta paling jelas penjabarannya. Maka
Alquran merupakan obat penyembuh yang sejati bagi penyakit-penyakit syubhat (kerancuan dalam
memahami Islam) dan keragu-raguan.
Namun, semua itu bergantung pada pemahaman dan penghayatan terhadap kandungan makna
Alquran. Barangsiapa dinugerahkan oleh Allah Azza wa Jalla hal itu, maka dia akan dapat membedakan
kebenaran dan kebatilan secara jelas dengan hatinya, sebagaimana dia bisa memandang (dan bisa
membedakan dengan jelas) siang dan malam hari.
Saudaraku kaum muslimin,
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Jika kamu ingin mendapatkan manfaat dari (petunjuk)
Alquran, maka pusatkanlah hatimu ketika membaca dan menyimaknya, fokuskanlah pendengaranmu,
serta hadirkanlah dirimu sebagaimana hamba Allah (Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam)
yang menerima Alquran ini menghadirkan dirinya (ketika diturunkan Alquran kepada Beliau shallallahu
alaihi wa sallam). Karena sesungguhnya Alquran ini (sejatinya) merupakan petunjuk bagimu dari Allah
melalui lisan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.
Petunjuk dan manfaat Alquran sebagai nasehat dan peringatan, hanya akan Allah Azza wa Jalla
anugerahkan kepada hamba-Nya yang memiliki hati yang hidup (sehat dan jauh dari kotoran penyakit
hati) dan terbuka untuk menerima petunjuk-Nya. Sebagaimana makna firman-Nya:









Sesungguhnya pada yang demikian itu (kisah-kisah dalam Alquran) benar-benar terdapat peringatan
(pelajaran) bagi orang-orang yang mempunyai hati (yang hidup/bersih) atau yang mengkonsentrasikan
pendengarannya, sedang dia menghadirkan (hati)nya (Qaf/50:37)
Juga firman-Nya:











Alquran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia
(Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah
(ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir (Yasin/36:69-70)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Yang dimaksud dengan hati (dalam ayat) ini
adalah hati yang hidup (bersih dari noda syahwat atau syubhat) yang bisa memahami (peringatan atau
petnjuk) dari Allah.
Oleh karena itu, upaya untuk memasukkan makna dan kandungan Alquran ke dalam hati, ini
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan manfaat dan nasehat dari petunjuk Alquran. Dengan inilah
Allah Subhanahu wa Taala memuji para hamba-Nya yang beriman dalam firman-Nya:







Sebenarnya, Alquran itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada (hati) orang-orang yang berilmu.
Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim (al-Ankabut/29: 49).
Upaya ini tidak lain adalah berusaha membaca Alquran dengan memahami maknanya,
merenungkan kandungnya dan menghayati petunjuknya, sebagaimana ucapan Imam Ibnul Qayyim yang
kami nukilkan di atas, namun semua (manfaat dan petunjuk Alquran) itu bergantung pada
pemahaman dan penghayatan terhadap kandungan makna Alquran.
Oleh karena itu, orang-orang yang hati mereka hidup dengan iman kepada Allah Azza wa Jalla ,
mereka inilah yang akan bertambah kuat dan sempurna keimanan dan kebaikan dalam diri mereka setiap
kali mereka mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran yang merupakan bentuk dzikir kepada Allah Azza
wa Jalla yang paling agung, sebagaimana firman-Nya:










Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan hanya kepada Allah mereka bertawakkal (al-Anfal/8:2)
Maka orang yang beriman dengan benar adalah orang yang ketika berdzikir kepada Allah Azza wa
Jalla, hatinya menjadi takut dan tunduk kepada-Nya. Ini akan menjadikannya selalu menjauhi perbuatan
maksiat kepada-Nya. Karena bukti terbesar rasa takut yang benar kepada Allah adalah menjadikan orang
tersebut menjauhi perbuatan dosa dan maksiat.
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman mereka. Karena
orang yang beriman ketika mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, dia benar-benar mendengarkannya
dengan seksama dan menghadirkan hatinya untuk merenungkan kandungannya. Ketika itulah imannya
bertambah dan semakin kuat. Karena dengan merenungkan kandungannya dia akan mendapatkan
penjelasan hal-hal yang tidak diketahuinya sebelumnya, mengingatkan akan kelalaiannya, menumbuhkan
motivasi kebaikan dalam dirinya, semangat untuk mengejar kemuliaan di sisi Allah Subhanahu wa Taala
dan rasa takut terhadap siksa-Nya. Semua perkara ini akan menumbuhkan dan menyempurnakan
keimanannya.
Ibadallah,
Alquran diturunkan untuk dibaca dan direnungkan maknanya, serta dihayati petunjuknya, agar bisa
menjadi sebab kebaikan bagi diri manusia, lahir dan batin. Allah Azza wa Jalla berfirman:






Ini adalah sebuah kitab (al-Qur-an) yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya
mereka merenungkan (makna) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran (Shad/38:29)
Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, Demi Allah! Bukanlah mentadabburi Alquran
dengan (hanya) dengan menghafal huruf-huruf (lafazh)nya tapi melalaikan hukum-hukum
(kandungan)nya. Sampai-sampai salah seorang dari mereka berkata, Aku telah membaca Alquran)
seluruhnya, tapi tidak terlihat pada dirinya (aplikasi terhadap Alquran) dalam akhlak dan perbuatannya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Memperhatikan (merenungkan) Alquran, artinya
adalah memfokuskan mata hati terhadap kandungan maknanya serta menfokuskan pikiran untuk
merenungkan dan memahaminya. Inilah maksud (tujuan) diturunkannya Alquran, bukan hanya sekedar
dibaca (lafazhnya) tanpa pemahaman dan penghayatan.
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, Inilah hikmah diturunkannya Alquran, agar
manusia merenungkan ayat-ayatnya, sehingga mereka bisa menyimpulkan ilmu-ilmunya, serta mengamati
rahasia dan hikmahnya. Maka dengan merenungkan, menghayati dan memikirkan (kandungan) Alquran
berulang kali, akan diraih keberkahan dan kebaikannya. Ini menunjukkan anjuran untuk merenungkan
(makna) Alquran, bahkan ini termasuk amal (shaleh) yang paling utama dan sesungguhnya membaca
Alquran yang disertai perenungan terhadap maknanya lebih utama dari pada membacanya dengan cepat
tanpa disertai perenungan.
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, Mentadabburi (merenungkan dan
menghayati) Alquran termasuk cara dan sarana terbesar untuk menumbuhkan dan menguatkan keimanan.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:






Ini adalah sebuah kitab (Alquran) yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya
mereka merenungkan (makna) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran (Shad/38:29)
Maka mengeluarkan keberkahan Alquran, yang terpenting di antaranya adalah menumbuhkan
keimanan, cara dan metodenya adalah dengan merenungkan dan menghayati ayat-ayatnya.
Inilah metode para Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para Tabiin (generasi
setelah para Sahabat radhiyallahu anhum) ketika mempelajari dan mendalami Alquran.
Imam Abu Abdirrahman Abdullah bin Habib as-Sulami al-Kufi rahimahullah berkata, Kami
mempelajari Alquran dari suatu kaum (para Sahabat radhiyallahu anhum); Utsman bin Affan
radhiyallahu anhu, Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu dan selain mereka berdua. Mereka
menyampaikan kepada kami bahwa dulunya ketika mereka mempelajari (Alquran) dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam sepuluh ayat, maka mereka tidak akan melewati ayat-ayat tersebut sampai
memahami kandungan isinya, dalam ilmu dan amal. Mereka berkata, kami (dulu) belajar Alquran,
memahami kandungannya dan pengamalannya secara keseluruhan.
Di dalam Alquran, Allah Azza wa Jalla menerangkan keburukan besar pada diri orang-orang
munafik, yaitu hati mereka yang tertutup untuk menerima kebenaran. Karena mereka berpaling dari
merenungkan dan menghayati kandungan Alquran. Allah Azza wa Jalla berfirman:






Apakah mereka tidak mentadabbur (merenungkan kandungan makna) Alquran ataukah hati mereka
terkunci (tertutup untuk menerima kebenaran)? (Muhammad/47:24).
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, Arti ayat ini, apakah orang yang berpaling itu
tidak mentadabbur Alquran dan tidak menghayatinya dengan benar? Padahal kalau mereka
mentadabburinya, maka Alquran akan membimbing mereka kepada semua kebaikan, memperingatkan
mereka dari semua keburukan, mengisi hati mereka dengan iman dan jiwa meraka dengan keyakinan
(yang benar). Sungguh Alquran akan membawa mereka meraih kedudukan yang tinggi dan karunia yang
sangat agung. Alquran akan menjelaskan kepada mereka jalan yang mengantarkan kapada Allah, kepada
surga disertai hal-hal yang menyempurnakan kenikmatannya atau hal-hal yang menghalangi untuk
meraihnya. Alquran juga menjelaskan jalan yang mengantarkan kapada azab dan hal-hal yang harus
dijauhi. Alquran akan mengenalkan mereka kepada Allah (dengan menjeaskan) nama-nama-Nya, sifat-
sifat-Nya dan kebaikan-Nya. Alquran akan membangkitkan kerinduan mereka untuk pahala yang besar
dan menjadikan mereka takut akan siksaan-Nya yang pedih.












.


Khutbah Kedua:












:

.

.




Ibadallah,
Allah Azza wa Jalla berfirman:












Orang-orang yang telah kami beri (turunkan) al-kitab (Alquran) kepada mereka, mereka mentilawah
(membaca)nya dengan tilawah yang sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang beriman kepadanya.
Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi (dunia dan akhirat)
(Al-Baqarah/2:121)
Ketika menjelaskan firman Allah Azza wa Jalla di atas, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
Tilawah Alquran meliputi tilawah (membaca) lafazhnya dan tilawah (memahami) makna
(kandungan)nya. Tilawah makna al-Qur-an lebih mulia (utama) daripada sekedar tilawah lafazhnya. Dan
orang-orang yang memahami kandungan al-Qur-an merekalah ahli al-Qur-an, yang dipuji di dunia dan
akhirat, karena merekalah yang ahli sejati dalam membaca dan mengikuti (petunjuk) Alquran.
Inilah makna hadits yang kami sebutkan di awal tulisan ini:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:



:

:







Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi ahli Allah. Para Sahabat g bertanya, Wahai
Rasulullah! Siapakah mereka? Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Mereka adalah ahli
Alquran, (merekalah) ahli (orang-orang yang dekat dan dicintai) Allah dan diistimewakan di sisi-Nya
Ahli Alquran adalah orang-orang beriman yang berusaha menghafalnya dan membacanya dengan
benar, serta memahami dan mengamalkan kandungannya, jadi bukan hanya sekedar membaca dan
menghafal lafazhnya.
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencela dan melaknat orang-orang
Khawarij, padahal banyak di antara mereka yang menghafal dan banyak membaca Alquran, tapi mereka
tidak memahaminya dan tidak mengambil manfaat dari petunjuknya.(24) Beliau shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:






Mereka (orang-orang Khawarij) pandai membaca (menghafal) Alquran tapi tidak melampaui
tenggorokan mereka. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Inilah makna ucapan dari salah seorang ulama Salaf yang berkata, Terkadang ada orang yang
(pandai) membaca Alquran, tapi Alquran (justru) melaknat dirinya.
Dalam hal ini, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Tujuan dari membaca Alquran adalah
untuk memahami, merenungkan, mendalami (kandungan maknanya) dan mengamalkannya. Adapun
membaca dan menghafalnya adalah sarana untuk (memahami) isinya, sebagaimana ucapan salah seorang
Ulama salaf: Alquran diturunkan untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaannya sebagai amalan. Oleh
karena itu, (yang disebut) ahli al-Qur-an adalah orang-orang yang memahami isinya dan mengamalkan
(petunjuk)nya, meskipun mereka tidak menghafalnya di luar kepala. Adapun orang yang menghafal
Alquran, tapi tidak memahami (kandungan)nya dan tidak mengamalkan petnjuknya, maka dia bukanlah
ahli al-Qur-an, meskipun dia mampu menegakkan huruf-hurufnya (lafazhnya) seperti tegaknya anak
panahJuga dikarenakan keimanan adalah amalan yang paling utama, sedangkan memahami dan
merenungkan Alquran inilah yang membuahkan iman. Adapun hanya sekedar membacanya tanpa
memahami dan merenungkannya, maka ini bisa dilakukan oleh orang yang shaleh maupun jahat, dan
orang yang beriman maupun munafik, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :










Perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran adalah seperti (tumbuhan) raihanah, baunya
harum tetapi rasanya pahit. (HR. al-Bukhari dan Muslim).





:

.[56 : ]









.



:


.




.






.




.


.

.






.



.


.

.



.
.




.
.

.
.





.




.

: ]




[23
[10 : ]
.[201 : ]



.[90 : ]




.

PERSATUAN ADALAH RAHMAT, PERSELISIHAN ADALAH AZAB


Khutbah Pertama:







.


)
(
Ayyuhal muslimun,

Sesungguhnya persatuan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting. Karena dengan persatuanlah nilai-
nilai Islam dapat terealisasi di masyarakat. Dengan persatuanlah terwujud jamaah yang satu dan solid
bagaikan satu jasad. Bagaikan bangunan yang saling mengokohkan antara unsur yang satu dengan unsur
yang lain. Kerja sama dan perasaan saling memiliki dapat terjaga. Hak-hak tidak dilanggar. Dengan inilah
peradaban dapat dibangun. Dunia dan akhirat dapat berjalan sesuai dengan yang dikehendaki.

Ayyuhal muslimun,

Persatuan adalah asas yang agung. Nash-nash wahyu Allah turunkan, memerintahkan agar umat Islam
bersatu dalam kebenaran. Bersatu dengan menepikan prilaku-prilaku yang mengedepankan emosi dan
hawa nafsu. Bukan sesuatu yang berasal dari wahyu.

Pertama: Siapa yang berharap rahmat dengan segala yang dikandungnya, yaitu kebaikan, keberkahan,
kelemah-lembutan dan kasih sayang, hendaknya ia bersama jamaah kaum muslimin. Rasulullah
bersabda,









Persatuan adalah rahmat dan berkelompok-kelompok adalah adzab. (HR. Ahmad dan dihasankan oleh
al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah, 2/176).

Kedua: Jika umat Islam menginginkan agar Allah teguhkan dan menangkan mereka, hendaknya ia
berpegang teguh dengan jamaah kaum muslimin. Rasulullah bersabda,

Tangan Allah menaungi jamaah. (al-Albani dalam al-Irwa No: 22452).

Ketiga: Siapa yang ingin meniti jalan menuju surge, hendaknya ia berpegang teguh dengan jamaah kaum
muslimin. Rasulullah bersabda,











Siapa yang menginginkan tempat yang mulia di surga, maka ikutilah al-jamaah. (HR. at-Turmudzi).

Keempat: Siapa yang menginginkan suci hatinya dari rasa dengki dan khianat, hatinya dipenuhi cinta
terhadap umat Islam. Memperlakukan umat Islam dengan cara pergaulan yang ia juga senang apabila
diperlakukan seperti itu. Mengajak kaum muslimin menjadi pribadi yang lebih baik. Kalau Anda
menginginkan hal ini, maka berpegang teguhlah bersama jamaah kaum muslimin. Rasulullah
bersabda,

















Ada tiga hal yang hati seorang muslim tidak menjadi dengki karenanya: ikhlas beramal hanya untuk
Allah, memberi nasehat kepada para penguasa, dan tetap bersama jamaah karena doa (mereka) meliputi
dari belakang mereka. (HR. AT-Turmudzi dan Ahmad).

Kelima: Siapa yang menginginkan Allah meridhainya, maka berpegang teguhlah dengan jamaah kaum
muslimin. waspadailah perpecahan. Rasulullah bersabda,
















Sesungguhnya Allah meridlai tiga hal bagi kalian dan murka apabila kalian melakukan tiga hal. Allah
ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan (Allah
ridla) jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling menasehati terhadap para
penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak
mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta. (HR. Muslim no.1715)

Keenam: Siapa yang ingin mendapatkan petunjuk pada hidayah, hendaknya ia berpegang teguh dengan
jamaah kaum muslimin. Karena Rasulullah bersabda,



.





Sesungguhnya Allah Taala telah melindungi ummatku dari berkumpul (bersepakat) di atas kesesatan.
(as-Silsilah ash-Shahihah 3/319).

Ketujuh: Siapa yang ingin selamat dari penyeru kesesatan dan fitnah, hendaknya ia berpegang teguh
dengan jamaah kaum muslimin. rasulullah bersabda,




















Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan
mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka

Hudzaifah Ibnul Yaman bertanyaM Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?
Beliau menjawab, Mereka dari kulit-kulit/golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita

Aku bertanya, Apa yang anda perintahkan kepadaku jika aku temui keadaan seperti ini

Beliau menjawab, Pegang erat-erat jamaah kaum muslimin dan imam mereka. (HR. Ahmad).

Ayyuhal muslimun,

Sesungguhnya al-jamaah atau persatuan merupakan tujuan dari syariat ini. Persatuan juga merupaka
prinsip Islam. Persatuan kaum muslimin dan berpegang teguhnya mereka terhadap jamaah tersebut adalah
kebahagian dunia mereka dan akibat yang baik di akhirat kelak. Al-Imam ath-Thahawi rahimahullah
menjelaskan akidah ahlussunnah wal jamaah dengan ucapan beliau, Al-Jamaah (persatuan) adalah
kebenaran. Sedangkan berkelompok-kelompok adalah penyimpangan dan adzab.

Ayyuhal muslimun,

Persatuan tidaklah terjadi tanpa adanya kepemimpinan. Dan kepemimpinan tidak akan bisa berjalan tanpa
adanya ketaatan. Umar bin al-Khattab radhiallahu anhu mengatakan,
















Sesungguhnya tidak ada Islam (Islam tidak tegak pen.), kecuali dengan persatuan. Persatuan tidak akan
terwujud kecuali dengan adanya pemimpin. Dan kepemimpinan tidak akan berjalan tanpa adanya ketaatan
(dari rakyat).

Ketaatan pada pemimpin hanya dalam hal kebajikan, walaupun pemimpin tersebut sendiri adalah seorang
yang fasik dan fajir. Banyak sekali nash-nash syariat yang menjelaskan tentang hal ini. Keluar dari
jamaah kepemimpinan ini, menghasilkan kerusakan yang lebih besar. Dan ini adalah realita yang sudah
disaksikan oleh manusia. Kekacauan dan kerusuhan hanyalah terjadi gara-gara rakyat tidak menaati
pemimpin mereka. Kerusakan yang ditimbulkan karena tidak menaati pemerintah, lebih besar dan
berbahaya lagi.

Terhadap pemimpin yang zalim dan fajir, syariat memerintahkan kita agar bersabar, tetap mendengar, dan
tetap taat dalam hal yang maruf. Syariat mengajarkan kita agar memberi nasihat kepada pemimpin dan
mendoakan mereka dengan doa kebaikan. Bersungguh-sungguh meminimalisir keburukan dan
memperbanyak kebaikan. Abdullah bin Masud radhiallahu anhu mengatakan,



Wahai masyarakat, kalian berkewajiban tetap taat dan bersama jamaah. Karena keduanya merupakan
jalan menuju tali Allah yang Dia perintahkan kita agar menempuhnya. Sungguh apa yang kalian benci
dari jamaah (taat pada pemimpin) itu lebih baik, daripada apa yang kalian sukai di dalam kelompok
(pembangkangan). (Diriwayatkan oleh al-Lika-i).

.
Khutbah Kedua:



.

Ayyuhal muslimun,
Sesungguhnya persatuan kaum muslimin dan pemimpin adalah menara yang tinggi dan benteng
yang melindungi masyarakat. Siapa yang berada di dalamnya, ia akan merasa aman. Ia menghimpun
mereka yang tinggal di dalamnya. Tersedia kehidupan dan materinya.

Karena itulah, siapa yang berada dalam suatu jamaah, wajib menjaganya. Dan penjagaan tersebut
adalah dengan mengikuti bimbingan nash-nash wahyu untuk berpegang teguh dengan persatuan.
Mendengar dan taat pada pemimpin. Dan mengingatkan masyarakat untuk menanggalkan ketaatan
mereka.

Waspadailah orang-orang yang menyeru pada fitnah. Menyeru pada revolusi dan perpecahan.
Karena hati mereka adalah hati srigala yang bersemayam di jasad manusia. Jamaah dan persatuan itu
adalah rahmat, sedangkan perpecahan adalah adzab.






:
: ] [:
(( . ))



.








.

,











.






.







. .
JUJUR LISAN DAN PERBUATAN

Khutbah Pertama:







.














.





Ibadallah,
Bertakwalah kepada Allah. Karena takwa adalah wasiat Allah untuk seluruh makhluk, baik jin
maupun manusia. Baik yang pertama hingga yang paling akhir.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Sebagaimana hati dituntut untuk jujur, lisan dan anggota badan yang lainnya juga dituntut demikian.
Oleh karena itu sebagaimana hati bisa disebut dengan hati yang jujur, begitu lisan dan anggota badan
yang lainpun bisa di disebut dengan lisan yang jujur dan lain sebagainya.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa lisan bisa disebut lisan yang jujur yaitu apa yang terdapat
dalam doa yang sangat agung dalam hadits Syaddad bin Aus radhiyallahu anhu. Beliau radhiyallahu
anhu berkata, Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam berkata kepadaku, Wahai Syaddad bin Aus,
apabila kamu melihat orang mengumpulkan emas dan perak, maka kamu kumpulkanlah kalimat-kalimat
ini (doa-doa):




,





,

,



,



Wahai Allah! Aku meminta kepadamu keteguhan dalam segala perkara, kesungguhan dalam
petunjuk. Aku memohon kepada-Mu segala yang bisa mendatangkan rahmat-Mu, segala yang bisa
mengundang ampunan-Mu! Aku memohon kepadamu rasa syukur atas nikmat-Mu dan ibadah yang
bagus. Aku juga memohon hati yang selamat dan lisan yang jujur. Aku juga memohon kepada-Mu
kebaikan yang Engkau ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang engkau ketahui. Aku
meminta ampunan kepada-Mu atas dosa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau adalah maha
mengetahui perkara-perkara ghaib. (HR. ath-Thabrani).
Dalam hadits di atas, Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, Lisan yang
jujur. Lisan yang jujur lisan lisan yang selaras dengan hati, antara apa yang ada dalam hatinya dan apa
yang diperlihatkan sama. Lisannya tidak mengucapkan sesuatu yang tidak ia imani dan tidak ia yakini
dalam hatinya.
Berkait dengan doa yang agung ini, sesungguhnya dalam doa tersebut terdapat kiat atau jalan
selamat bagi seorang hamba, terlebih tatkala hati condong dan tergoda dengan keindahan dunia. Dalam
doa ini, Nabi shalllallahu alaihi wa sallam menegaskan dalam sabda Beliau shalllallahu alaihi wa
sallam :


Apabila kamu melihat orang mengumpulkan emas dan perak, maka kumpulkanlah kalimat-kalimat
(doa-doa) ini.
Maksudnya, apabila hati-hati manusia telah condong dan tergoda dengan dunia, saat dunia menjadi
puncak keinginan dan fokus semua kesibukannya, maka hendaklah kamu kumpulkanlah doa-doa ini.
Dan ini sungguh tepat. Jika kita perhatikan kandungan dan cakupan doa ini yang berisi
permohonan-permohonan dan makna-makna yang tinggi, kita pasti dapati didalamnya ada kiat-kiat
selamat agar selamat dari fitnah dunia.
Ibadallah,
Dalam hadits di atas disebutkan lisan yang jujur. Adapun penyebutan anggota badan yang lain dan
disifati dengan sifat jujur atau dusta, maka ini bisa didapatkan dalam hadits yang shahih. Yaitu tatkala
Nabi shalllallahu alaihi wa sallam bersabda:

:














Telah dituliskan bagi anak Adam bagiannya dari zina. Bani Adam pasti akan mendapatkannya.
Kedua mata bentuk zinanya adalah dengan melihat. Bentuk zina dua telinga adalah dengan mendengar,
lisan dengan ucapan, kedua tangan zinanya dengan menyentuh, dua kaki zinanya dengan melangkah, hati
dengan berharap serta berkeinginan, lalu kemaluan yang membenarkan dan mendustakannya. (HR. al-
Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits ini, Rasulullah mensiafati anggota badan dengan sifat jujur dan dusta, yaitu dengan
sabda Beliau shalllallahu alaihi wa sallam, lalu kemaluan yang membenarkan dan mengingkari. Oleh
karena itu amalan yang dilakukan oleh para hamba terbagi menjadi dua yaitu amalan yang jujur dan
amalan yang dusta.
Dikatakan bahwa kejujuran itu jalan keselamatan. Maksudnya, keselamatan seseorang terletak pada
hatinya yang jujur dalam keyakinannya, lisannya yang jujur dalam ucapannya, dan anggota badan yang
jujur dalam perbuatan.
Perhatikanlah makna ini dalam sebuah ayat yang disebut oleh para Ulama dengan ayatul bir (ayat
tentang kebaikan). Yaitu firman Allah:




























Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang jujur (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa. (Al-Baqarah/2:177).
( Mereka itulah orang-
Firman Allah Azza wa Jalla diakhir ayat ini yang berbunyi
orang yang jujur (imannya) ) kembali kepada dua hal:
Pertama: Keyakinan mereka yang benar, yaitu dengan yakinnya hati pada perkara-perkara pokok
keimanan:







akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi (Al-Baqarah/2:177).
Ini adalah pokok-pokok landasan keimanan. Pokok-pokok ini bagi agama ibarat akar bagi
pepohonan, atau ibarat pondasi bagi bangunan. Allah Azza wa Jalla berfirman:











Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Ibrahim/14:24).
Maka sebagaimana pohon yang tidak tegak berdiri kecuali dengan akar yang kuat, begitu pula
keimanan. Ia tidak akan kuat berdiri tegak kecuali dengan pokok-pokok keimanan yang kokoh.
Pokok-pokok keimanan ini terletak di dalam hati, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah
ayat ke-177 di atas. Semua yang disebutkan dalam ayat tersebut tempatnya di hati.
Kedua: Bagusnya amalan, yaitu dengan menyempurnakan ketundukan dan kepatuhan kepada Allah
Azza wa Jalla dengan melakukan apa yang telah Allah syariatkan, dan menjauhi segala yang telah
dilarang.
Ini semua merupakan bentuk kejujuran dan ketulusan seorang hamba kepada Robnya.
Berdasarkan ini, berarti mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan melaksanakan semua jenis
kewajiban dalam Islam yang telah Allah perintahkan, merupakan tanda dan ciri dari kejujuran seseorang
kepada kepada Allah Azza wa Jalla. Kejujuran dalam ibadah itu bukan kejujuran yang bersifat selektif,
yang mana dia hanya melakukan ibadah dan kewajiban yang selaras dengan nafsunya saja, adapun yang
tidak sesuai dia tidak lakukan. Ini bukan pertanda atau ciri orang-orang jujur kepada Allah Subhanahu wa
Taala.
Dari sini diketahui, bahwa kejujuran kepada Allah Azza wa Jalla mencakup ilmu dan amal, juga
keyakinan dan syariat. Bukanlah dinamakan sebuah kejujuran kepada Allah Azza wa Jalla, keyakinan
yang ada dalam hati seseorang namun keyakinan itu tidak direalisasikan dalam amalan nyata. Kejujuran
kepada Allah Azza wa Jalla mencakup baiknya hati dan baiknya perbuatan, baik ketika sendiri atau pun
dikeramaian. Nabi Muhammad shalllallahu alaihi wa sallam menjelaskan dalam sabdanya shallallahu
alaihi wa sallam :


















Sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Apabila dia bagus maka semua aggota
tubuh akan menjadi bagus, dan apabila dia rusak maka semua anggota tubuh akan rusak. Segumpal
daging tersebut adalah hati. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Didalam hadist ini terdapat penjelasan bahwa Kejujuran hati seseorang kepada Allah akan terpancar
pada lisannya yang jujur, seluruh anggota tubuhnya yang jujur dalam melakukan semua ketaatan kepada
Allah Azza wa Jalla.
Dari ayat di atas juga bisa difahami bahwa semua amalan anggota badan dan semua syariat Islam
yang nampak merupakan manifestasi dari kejujuran hati kepada Allah Azza wa Jalla . Ini jika muncul dari
dalam hati seseorang, dan bukan amalan yang dibuat-buat. Sebagai contoh, perhatikanlah hadits yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru radhiyallahu anhuma, dari Nabi shalllallahu alaihi wa sallam.
Pada suatu hari, Beliau shalllallahu alaihi wa sallam berbicar tentang shalat. Beliau shalllallahu alaihi
wa sallam bersabda:


















Barangsiapa menjaga shalat maka dia akan diberikan cahaya, burhan (bukti) dan keselamatan pada
hari kiamat. Dan barangsiapa tidak menjaga shalat dia tidak akan diberikan cahaya, burhan (bukti) dan
keselamatan dan dia pada hari kiamat akan bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. (HR.
Ahmad, ad-Darimi, dan ath-Thabrani).
Mereka berempat yang disebutkan dalam hadist di atas merupakan para tokoh orang-orang kafir.
Ubay bin Khalaf merupakan satu-satuya orang kafir yang Rasulullah bunuh dengan tangan Beliau yang
mulia.
Perhatikan sabda Nabi shalllallahu alaihi wa sallam di atas, yang artinya, Barangsiapa menjaga
shalat maka dia akan diberikan cahaya, burhan (bukti) dan keselamatan pada hari kiamat. Burhan (bukti)
maksudnya adalah bukti dari kejujurannya imannya. Semisal dengan ini juga sabda Rasulullah
shalllallahu alaihi wa sallam, yang artinya, Sedekah itu adalah bukti atau petunjuk.
Shalat merupakan salah satu kewajiban dalam Islam juga salah satu rukun Islam yang agung.
Dinamakan shalat, karena dia merupakan penghubung antara hamba dengan Allah Azza wa Jalla.
Barangsiapa meninggalkan shalat berarti dia telah memutuskan hubungan dengan Allah Azza wa Jalla
dan orang-orang yang berani menyia-nyia shalat, maka pasti dia akan lebih berani lagi untuk menyia-
nyikan rukun Islam yang lain.











Khutbah Kedua






:

Ibadallah,
Kalau kita perhatikan tentang proses turunnya berbagai kewajiban dalam Islam kepada Nabi
Muhammad shalllallahu alaihi wa sallam, kita akan temukan bahwa yang pertama kali diwajibkan
adalah tauhid (mengesakan Allah Azza wa Jalla ) Perhatikanlah ayat-ayat pertama yang diturunkan
kepada Nabi shalllallahu alaihi wa sallam sekaligus sebagai penobatannya shallallahu alaihi wa sallam
sebagai seorang Nabi dan Rasul. Allah Azza wa Jalla berfirman:






Hai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabbmu
agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah! Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (Al-Mudatsir/74:1-5).
Allah Azza wa Jalla memerintahkan Beliau shalllallahu alaihi wa sallam agar tauhid, keikhlasan,
dan berlepas diri dari ksyirikan. Dan Beliau shalllallahu alaihi wa sallam mendakwahkan tauhid selama
sepuluh tahun. Dan selama itu tidak turun kepada Beliau kewajiban apapun selain tauhid. Setelah
sempurna sepuluh tahun, Beliau shalllallahu alaihi wa sallam diangkat keatas langit ketujuh, disanalah
diwajibkan kepada Beliau lima puluh shalat yang kemudian diringankan menjadi lima waktu shalat dalam
sehari dan semalam. Shalat fardhu itu memang lima kali dalam realitanya, akan tetapi pahalanya lima
puluh. Setelah itu tidak ada lagi kewajiban yang turun kepada Beliau sampai Beliau shalllallahu alaihi
wa sallam hijrah ke Madinah. Setelah Beliau shalllallahu alaihi wa sallam menetap selama dua tahun di
Madinah, baru diwajibkan puasa dan zakat pada tahun ke-2, kemudian lima tahun berikutnya diwajibkan
ibadah haji, tepatnya pada tahun ke-9 Hijriyah.
Walaupun demikian, terkadang kita melihat sebagian orang yang sudah melaksanakan ibadah haji,
namun dia tidak melakukan shalat. Apakah orang-orang seperti ini bisa dikatakan mereka memahami
hakikat Islam??
Yang lebih parah lagi, terkadang ada orang yang sudah berhaji, namun dia masih juga melakukan
perkara yang bisa membatalkan tauhidnya, bahkan bisa menghancurkan agamanya. Yaitu dengan berdoa
kepada selain Allah Azza wa Jalla. Bahkan terkadang dia sedang melakukan ibadah haji, namun dia tetap
meminta kepada pertolongan kepada selain Allah, dia bersandar dengan beristighatsah kepada selain
Allah, meminta kesembuhan,dan kemudahan urusan kepada selain Allah. Apakah orang seperti ini telah
mendirikan agamanya sebagai mana yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla ? Apakah orang seperti
telah membuktikan kejujuran hatinya dalam penghambaannya kepada Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas
dan mengikuti Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam?
Dengan demikian, kejujuran kepada Allah Azza wa Jalla merupakan kebaikan bagi seorang hamba
dalam hatinya dengan bertauhid, beriman, ikhlas, tunduk, patuh dan cinta kepada Allah Azza wa Jalla.
Apabila seorang hamba jujur hatinya dalam beriman kepada Allah Azza wa Jalla, maka otomatis
anggota badannya akan istiqamah (lurus atau benar) sebagaimana hati yang lurus. Karena anggota badan
tidak akan menyelisihi keinginan hati. Kerusakan yang terjadi pada lisan atau anggota tubuh yang lain ini
berawal atau berpangkal pada kerusakan hati dan ketidak jujurannya kepada Allah Azza wa Jalla.
Ini semua menunjukkan pentingnya dan wajibnya jujur kepada Allah Azza wa Jalla. Hendaknya dia
tidak terpengaruh oleh fitnah-fitnah dunia, hal-hal yang melalaikan dan berbagai kesibukan dunia yang
bisa mamalingkan manusia dari jalan kejujuran kepada Allah, kepada jalan-jalan yang sesat. Jalan yang
bisa mengantarkan pelakunya kepada kebinasaan, jalan yang dikira bagus dan bisa mendatangkan
kebaikan, akan tetapi tatkala dilalui ternyata dia hanya fatamorgana yang disangka air. Ketika dihampiri,
ternyata tidak airsama sekali.
Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang jujur hatinya kepada
Allah Azza wa Jalla dalam keimanannya dan diikuti dengan semua anggota badannya dengan perbuatan
yang jujur







.
.







.






.


KELENGAHAN HATI

Khutbah Pertama:








.



.





.
Ibadallah,
Perbaikilah hati Anda melalui perbuatan yang dapat memperbaikinya. Waspadalah terhadap faktor-faktor
yang dapat merusak hati. Sebab hati merupakan raja bagi seluruh organ tubuh, sebagaimana yang
digambarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam :














Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh seseorang itu ada segumpal daging, jika baik maka baik pula
seluruh jasad, dan jika rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Ingatlah segumpal daging itu adalah hati.
HR. bukhari dan Muslim dari hadis Numan bin Basyir -radhiyallahu anhu-.
Tahukah Anda penyakit hati yang paling besar dimana siapapun yang terjangkitinya akan terhalang dari
segala kebaikan dan tertutup baginya pintu-pintu kebaikan ? Ingatlah termasuk penyakit hati yang paling
besar ialah kelengahan hati itu sendiri.
Kelengahan hati yang telah mengakar itulah yang mencelakakan orang-orang kafir dan munafik, itulah
pula yang menyebabkan mereka kekal di neraka. Firman Allah :














106 / ]


[ 108
Barang siapa kafir kepada Allah sesudah beriman (Allah akan memurkainya), kecuali orang yang
dipaksa kafir padahal hatinya tetap dalam keimanan (tidaklah berdosa), akan tetapi orang yang
melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang
besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari
akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-
orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-
orang yang lengah hati. QS An-nahl : 106 108
Bisa juga seorang muslim terkena kelengahan hati yang membuatnya tidak melakukan sebagian amal
kebajikan dan tidak menempuh jalur penyelamatan diri serta menghindar dari keburukan sehingga dirinya
kehilangan pahala kebajikan terukur dengan kelengahan hatinya, berikut menghadapi kesulitan dan
penderitaan terukur dengan kelengahan hatinya pula dalam meninggalkan prosedur penyelamatan diri.
Firman Allah:

/ ]



[19
Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah
mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. QS Al-
Ahqaaf : 19.
Firman Allah pula :











[41-39/]
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya Dan
bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan
kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. QS. An-najm : 39-41
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda menceritakan firman Allah :






Masuklah kalian kedalam surga dengan rahmat-Ku dan berbagilah sesuai amal kebajikan kalian.
Dan sabda beliau pula :









Suatu kaum senantiasa terlambat hingga Allah memperlambatkan mereka walaupun akhirnya mereka
masuk surga.
Firman Allah dalam konteks menghukum kaum atas kelengahan hati mereka dalam mengikuti prosedur
penyelamatan diri :


















[165 / ]


Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada perang uhud), padahal kalian telah menimpakan
kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian (pada perang Badar) kalian berkata: Dari mana
datangnya (kekalahan) ini? Katakanlah: Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Qs Ali Imran : 165
Firman Allah pula :


[30 / ]








Dan musibah apa saja yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian. As-Syura : 30
Pemaafan di sini hanyalah untuk orang Islam bukan orang kafir, sebab orang kafir tidak akan dapat
pemaafan dosa kecuali melalui pertobatan dari kekafiran.
Kelengahan hati identik dengan tidak adanya kepekaan dan kecintaan terhadap amal kebaikan serta
kehampaan hati dari ilmu yang bermanfaat dan amal salih. Itulah puncak kelengahan hati yang
membinasakan seseorang dan itulah kelengahan hati orang kafir dan munafik yang mana untuk selamat
dari padanya diperlukan pertobatan kepada Allah Subhanahu wa Taala-.
Seseorang yang telah didominasi kelengahan hati hanya akan mengikuti persangkaan-persangkaan dan
keinginan-keinginan yang dibisikkan oleh hawa nafsunya dan dihiasi oleh setan.
Dengan kelengahan hati seperti itulah Allah menghukum orang-orang kafir dan munafik di dunia dan
akhirat. Firman Allah :














[179 / ]
Dan sungguh Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak mempergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata (tetapi)
tidak mempergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
mempergunakannya untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lengah hati. (Al-Araaf : 179).
Firman Allah :










135 / ]


[136
Maka setelah kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya,
tiba-tiba mereka mengingkarinya. Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan
mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang
lengah terhadap ayat-ayat Kami itu. Qs Al-Araaf : 135- 136.
Firman Allah :

[ 92 / ]


Dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah hati dari tanda-tanda kekuasaan Kami. Qs. Yunus : 92
Firman Allah tentang orang-orang munafik :
[ 18 / ]




Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Qs Al-baqarah:
18
Firman Allah:

/ ]







[ 39
Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala urusan telah diputus. Dan
mereka dalam kelengahan, sedangkan mereka tidak pula beriman.Qs. Maryam :39
Said al-Khudri radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:




























Apabila penduduk surga telah masuk ke dalam surga dan penduduk neraka telah masuk ke dalam neraka,
maka didatangkanlah kematian dalam bentuk kambing berwarna putih kehitam-hitaman, kemudian
berserulah penyeru : Wahai penghuni surga, mereka pun mengangkat leher dan memandang. Sang
penyeru bertanya: apakah kalian mengetahui sosok ini?. Mereka menjawab : Ya, ini adalah kematian,
karena mereka semua pernah melihatnya. Sang penyeru pun kembali menyeru : wahai penghuni neraka,
mereka pun mengangkat leher dan memandang. Penyeru berkata : apakah kalian mengetahui sosok ini?
Mereka pun menjawab : Ya, ini adalah kematian, karena mereka semua pernah melihatnya. Maka
kematian itu disembelih lalu sang penyeru berkata : Wahai penduduk surga, kalian akan kekal tidak ada
lagi kematian. Wahai penduduk neraka kalian pun akan kekal tidak ada lagi kematian. Kemudian
Rasulullah membaca ayat ini (Qs Maryam : 39). HR. Bukhari dan muslim.
Dalam riwayat lain terdapat tambahan :











Seandainya Allah tidak mentakdirkan kehidupan abadi untuk penduduk surga maka sungguh mereka
akan mati karena bahagia, dan seandainya Allah tidak mentakdirkan kehidupan abadi bagi penduduk
neraka maka sungguh mereka akan mati karena sedih dan menyesal. Yang dimaksud firman Allah :

. .
. . .
. dan mereka berada dalam kelengahan
Adalah kelengahan hati di dunia, karena di akhirat kelak sudah tidak ada lagi seseorang yang hatinya
lengah.
Jelaslah bahwa kelengahan hati orang-orang kafir dan orang-orang munafik merupakan kelengahan yang
mengakar kuat sehingga membuat penyandangnya kekal di neraka; suatu kelengahan yang identik dengan
ketidak punyaan selera dan gairah untuk melakukan kebaikan serta kehampaan hati mereka dari ilmu
yang bermanfaat dan amal kebajikan. Maka mereka menuruti hawa nafsu. Firman Allah:

/ ]




[28
Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya, sedangkan urusannya melewati batas. (al-kahfi : 28).
Para pakar tafsir berkata : artinya janganlah Anda ikuti orang yang kami lengahkan hatinya dari
mengingat Aku sehingga urusannya kacau dan salah fatal.
Adapun kelengahan hati orang Islam, maka itu merupakan kelengahan yang membuatnya meninggalkan
sebagian amal kebajikan yang seandainya amal itu ditinggalkan tidaklah sampai menghilangkan
keislamannya, atau kelengahan yang membuatnya terjerumus dalam kemaksiatan yang tidak sampai
menjadikan dirinya kafir, termasuk kelengahan yang membuatnya tidak menyadari terhadap hukuman
kemaksiatannya itu.
Kelengahan hati seorang muslim merupakan kerugian besar dan resiko tinggi yang dapat
menjerumuskannya ke jurang kehancuran dan menutup pintu-pintu kebaikan di hadapannya.
Kelengahan hati resikonya sangat besar dan keburukannya menyebar. Firman Allah :

]







[19 /
Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa
kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Qs Al-hasyr : 19.
Firman Allah pula :
[67/ ]







Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik
itulah orang-orang yang fasik. Qs. At-Taubah : 67.
Firman Allah :











[205 / ]
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan hati dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah. Qs
Al-Araaf : 205.
Lengah hati dalam mengenali kesempurnaan tauhid, mengakibatkan seorang muslim terjatuh dalam
perbuatan yang mengurangi kesempurnaan tauhid itu.Firman Allah:

[106 / ]




Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah. Qs Yusuf : 106
Sebagaimana hadis riwayat Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa
sallam melihat seorang lelaki sedang shalat yang mempersingkat shalatnya lalu pergi sambil memberi
salam kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam-. Maka Nabi berkata kepadanya : Kembalilah dan
ulangilah shalatmu karena kamu belum shalat. Lelaki itu pun shalat hingga tiga kali. Maka Nabi
shallallahu alaihi wa sallam mengajarinya cara tumaninah dalam melaksanakan shalat. HR Bukhari
dan Muslim.
Lengah hati akan besarnya pahala shalat berjamaah membuat seseorang meremehkan shalat berjamaah itu
sendiri. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
















Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isyak dan shalat subuh. Andaikata
mereka mengetahui pahala yang ada pada kedua shalat itu pastilah mereka melaksanakannya meskipun
dengan merangkak. HR Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
Lengah hati akan pahala berzakat dan lengah hati akan hukuman bagi pembangkangnya membuahkan
sikap acuh untuk menunaikan zakat. Disebutkan dalam sebuah hadis:











:


Tiada seorang yang memiliki harta kekayaan, namun tidak menunaikan zakatnya melainkan harta itu
pada hari kiamat akan dirubah menjadi ular botak yang akan menggigit kedua rahangnya seraya berkata,
akulah kekayaanmu, akulah hartamu. HR Bukhari dan Muslim dari hadis Abi Hurairah.
Begitulah harta itu akan menjadi seekor ular yang mengisap dua rahang pemilik harta tersebut untuk
menyebarkan racun bisa kedalam badannya.
Lengah hati akan hukuman durhaka terhadap kedua orang tua mendorong seorang anak untuk berbuat
durhaka sehingga ia terkena sanksi hukuman sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi shallallahu alaihi
wa sallam-:






:




Ada tiga manusia yang tidak bisa masuk surga; anak yang durhaka kepada ibu bapaknya, Dayuts
(lelaki yang tidak punya rasa cemburu), dan perempuan yang berperilaku menyerupai lelaki. HR An-
Nasai dan Alhakim dari Ibnu Umar.
Dayuts adalah lelaki yang menyetujui istrinya berzina. Begitu pun perempuan yang berperilaku
menyerupai lelaki.
Lengah hati akan hukuman pemutusan tali kekerabatan bisa terkena sanksi hukuman yang diancamkan
kepada orang yang memutuskannya. Disebutkan dalam hadis Jabir Bin Muthim dari Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda :




Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali kekerabatan. HR Bukhari.
Akibat lengah hati akan hukuman perbuatan zalim, meluaslah kezaliman di muka bumi ini, sehingga
terjadi penumpahan darah, perampasan harta orang lain, pelanggaran terhadap kehormatan, akibatnya
pembangunan terbengkelai, negeri menjadi hancur, tanaman dan keturunan rusak dan rasa takut menyebar
kemana-mana. Sesudah itu turunlah hukuman kepada pelaku kezaliman itu sebagaimana sabda Nabi
shallallahu alaihi wa sallam :



}







{


Sesungguhnya Allah menangguhkan hukuman pelaku kezaliman, sehingga apabila telah tiba saatnya
menghukum, Allah tidak melepaskannya. Lalu beliau melantunkan ayat :
Demikian itulah hukuman Tuhanmu ketika Dia menghukum (penduduk) negeri yang berbuat zalim.
Sungguh hukuman Tuhanmu amatlah keras. HR Bukhari dan Muslim dari hadis Abi Musa.
Kelengahan hati adalah biang kejahatan yang membuat seorang muslim terhalang dari berbagai pahala
kebaikan. Segala yang negatif tidaklah datang kepada seorang muslim kecuali melalui pintu kelengahan
hati. Maka terselamatkan dari kelengahan hati berarti suatu keberuntungan. Terhindar dari kelengahan
hati berarti peningkatan derajat ibadah. Kehati-hatian dari padanya merupakan benteng dari berbagai
sanksi hukuman di dunia dan pencapaian kenikmatan sesudah mati.
Untuk bisa terlindung dan terselamatkan dari kelengahan hati hanyalah dengan menjauhi faktor-faktor
pencetusnya dan tidak condong kepada harta dunia yang dapat memalingkan seseorang dari urusan
akhiratnya.
Di antara yang dapat membantu seorang muslim untuk menghindari kelengahan hati adalah menjaga
shalat berjamaah dengan khusyu sepenuh hati. Sebab shalat merupakan penjamin bagi kehidupan hati,
termasuk nilai-nilai luhur yang tersimpan di dalam hati. Firman Allah :


[ 14 / ]

Dan tegakkanlah shalat untuk mengingat Aku. Qs. Thaha : 14
Termasuk penyelamat seseorang dari kelengahan hati ialah berzikir kepada Allah dalam kondisi
apapun. Sebab zikir dapat menghidupkan hati, mengusir setan, menjernihkan jiwa, menguatkan badan
untuk beribadah dan membangunkan hati seseorang dari tidur terlena. Selalu berzikir dapat menjaga
seseorang dari perbuatan maksiat sebagaimana hadis riwayat Abi Musa radhiyallahu anhu dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda :










Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dan orang yang tidak berzikir kepadaNya, bagaikan
orang hidup dan orang mati. HR Bukhari dan Muslim.
Di antara yang dapat menjaga seseorang dari kelengahan hati ialah membaca Al-Quran. Di dalam Al-
Quran terdapat keajaiban dan pemikat hati pembacanya. Di dalamnya terdapat obat penawar hati, ada
anjuran berbuat kebajikan dan ada larangan berbuat segala keburukan. Firman Allah :
[82 / ]










Kami turunkan dari Al-Quran ini sesuatu yang menyembuhkan dan sebagai rahmat bagi orang-orang
yang beriman.Qs. Al-Isra : 82
Di antara yang dapat menjaga seseorang dari kelengahan hati ialah berkencan dengan para ulama dan
orang-orang shalih. Sebab mereka selalu berzikir kepada Allah. Firman Allah :












[28 / ]


Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang berdoa kepada Tuhan mereka di waktu pagi dan
petang untuk mengharapkan wajah-Nya semata. Janganlah engkau palingkan pandanganmu dari mereka
semata-mata engkau menginginkan perhiasan kehidupan dunia.Qs Alkahfi : 28
Di antara yang dapat menyelamatkan seseorang dari kelengahan hati ialah menghindari hiburan tempat
canda-tawa dan perbuatan dosa serta berteman dengan orang jahat. Firman Allah :









[ 140 / ]


Sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian dalam Kitab (Al-Quran) suatu ketentuan bahwa jika
kalian mendengarkan ayat-ayat Allah akan diingkari dan dilecehkan. Maka janganlah kalian duduk
bersama mereka sehingga mereka memperbincangkan suatu pembicaraan yang lain. Sungguh kalian kalau
demikian menjadi seperti mereka. Qs. An-Nisa : 140
Dalam suatu hadis disebutkan :





Gambaran teman kencan jahat adalah seperti peniup ubupan api tukang besi.
Di antara penyelamat seseorang dari kelengahan hati ialah paham akan kerendahan nilai dunia dan
kesirnaannya serta tidak terpedaya oleh kilauan dunia sehingga lupa akhirat. Benar, kilauan dunialah yang
menutup mata kebanyakan manusia dari kehidupan akhirat dan petunjuk kebenaran.
Di antara penyelamat seseorang dari kelengahan hati ialah menjauhi dosa dan maksiat. Sebab setiap
maksiat yang dilakukan seseorang terjadi karena hatinya lengah. Firman Allah :








[202 -201 / ]



Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa jika terhampiri oleh hasutan setan, maka mereka ingat
dengan waspada. Sedangkan kawan-kawan mereka (orang-orang kafir) membantu setan-setan itu dalam
kesesatan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).Qs Al-Araf : 201 202







.
Khutbah Kedua:







.
:
Bertakwalah kepada Allah dengan sesungguhnya. Berpegang-teguhlah kepada tali Islam seerat-eratnya.
Wahai hamba Allah, Sesungguhnya penyelamat terbesar bagi seorang muslim dari kelengahan hati
dengan segala dampak negatifnya ialah ingat akan kematian dan kehidupan sesudahnya. Kematian
merupakan pemberi peringatan yang efektif, saksi yang didengar; cita rasanya meyakinkan,
perjumpaannya amat dekat, urusannya suatu keniscayaan.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:




Perbanyaklah mengingat peristiwa yang melumat segala kelezatan, yaitu kematian. HR Tirmizi.
Dikatakannya hadis hasan.
Barangsiapa banyak mengingat kematian, akan menjadi baik hatinya, bersih amal perbuatannya dan aman
hatinya dari kelengahan. Maka sewaktu-waktu kematian telah datang, orang mukmin akan senang, orang
yang jahat pasti menyesal dan mengharapkan kembali ke dunia, namun mana mungkin harapannya itu
bisa terpenuhi. Firman Allah:








[100 / ]



Sehingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia pun berkata: Ya Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal saleh sebagai pengganti yang telah aku tinggalkan.
Sekali-kali tidak, sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja, dan di hadapan mereka ada
dinding sampal hari mereka dibangkitkan.Qs Almuminun : 100
Umur seseorang hakikatnya adalah nilai ibadah yang telah ia lakukan. Sedang kemaksiatan yang
pernah dijalani adalah kerugian bagi umurnya.
Wahai hamba Allah, Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat kepada Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman sampaikanlah halawat dan salam dengan sesunguhnya kepadanya.


] [56 : :-

.
.




.
:


.


. -



.

.

.
.


.

.




.

.-



.
.





.

.
.







.
.
].[201 :


:





].[90 :

.
PENTINGNYA MENYAMBUNG SILATURAHIM

Khutbah Pertama:














.


:



:

Ibadallah,
Marilah kita bertakwa kepada Allah Taala. Takwa yang juga dapat mengantarkan kita pada
kebaikan hubungan dengan sesama manusia. Lebih khusus lagi, yaitu sambunglah tali silaturahmi dengan
keluarga yang masih ada hubungan nasab. Yang dimaksud, yaitu keluarga itu sendiri, seperti ibu, bapak,
anak lelaki, anak perempuan ataupun orang-orang yang mempunyai hubungan darah dari orang-orang
sebelum bapaknya atau ibunya. Inilah yang disebut arham atau ansab. Adapun kerabat dari suami atau
istri, mereka adalah para ipar, tidak memiliki hubungan rahim ataupun nasab.

Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara saling berziarah
(berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain. Sambunglah silaturahmi itu
dengan berlemah lembut, berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal yang sudah
dikenal manusia dalam membangun silaturahmi. Dengan silaturahmi, pahala yang besar akan diproleh
dari Allah Azza wa Jalla. Silaturahim menyebabkan seseorang bisa masuk ke dalam surga. Silaturahim
juga menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan Allah di dunia dan akhirat.

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Ayyub al-Anshari:




:


:

:










:
Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam : Wahai
Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan
menjauhkanku dari neraka, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sungguh dia telah diberi
taufik, atau Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan? Lalu orang itupun
mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Engkau beribadah
kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan
engkau menyambung silaturahmi. Setelah orang itu pergi, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga.
Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur panjang dan banyak rezeki.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :










Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia
menyambung tali silaturahmi. (Muttafaqun alaihi).
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:













Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan
menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya.
(Muttafaqun alaihi).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa menyambung silaturahmi lebih
besar pahalanya daripada memerdekakan seorang budak. Dalam Shahih al-Bukhari, dari Maimunah
Ummul-Mukminin, dia berkata:












Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku memerdekakan budakku? Nabi bertanya, Apakah
engkau telah melaksanakannya? Ia menjawab, Ya. Nabi bersabda, Seandainya engkau berikan budak
itu kepada paman-pamanmu, maka itu akan lebih besar pahalanya.
Yang amat disayangkan, ternyata ada sebagian orang yang tidak mau menyambung silaturahmi
dengan kerabatnya, kecuali apabila kerabat itu mau menyambungnya. Jika demikian, maka sebenarnya
yang dilakukan orang ini bukanlah silaturahmi, tetapi hanya sebagai balasan. Karena setiap orang yang
berakal tentu berkeinginan untuk membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepadanya, meskipun
dari orang jauh.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:











Orang yang menyambung silaturahmi itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah
terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali hubungan
kekerabatan yang sudah terputus. (Muttafaqun alaihi).
Oleh karena itu, sambunglah hubungan silaturahmi dengan kerabat-kerabat kita, meskipun mereka
memutuskannya. Sungguh kita akan mendapatkan balasan yang baik atas mereka.

Diriwayatkan, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan
berkata:


















Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan
tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka berbuat buruk
terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi mereka kasar terhadapku, maka Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Apabila engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi
mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu selama engkau berbuat
demikan. (Muttafaq alaihi).
Begitu pula firman Allah Taala:



















Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa
yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah
yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (ar-Rad/13:25).
Dari Jubair bin Mutim bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda:





Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus, ( memutus tali silaturahmi). (Mutafaqun
alaihi).
Memutus tali silaturahmi yang paling besar, yaitu memutus hubungan dengan orang tua, kemudian
dengan kerabat terdekat, dan kerabat terdekat selanjutnya. Oleh karena itu Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:









Maukah kalian aku beritahu tentang dosa terbesar di antara dosa-dosa besar? Beliau mengulangi
pertanyaannya sebanyak tiga kali. Maka para sahabat menjawab: Mau, ya Rasulullah, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda: Berbuat syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.
Demikianlah, betapa besar dosa seseorang yang durhaka kepada orang tua. Dosa itu disebutkan
setelah dosa syirik kepada Allah Taala. Termasuk perbuatan durhaka kepada kedua orang tua, yaitu tidak
mau berbuat baik kepada keduanya. Lebih parah lagi jika disertai dengan menyakiti dan memusuhi
keduanya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam shahihain, dari Abdullah bin Amr, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah
bersabda:



















Termasuk perbuatan dosa besar, yaitu seseorang yang menghina orang tuanya, maka para sahabat
bertanya: Wahai Rasulullah, adakah orang yang menghina kedua orang tuanya sendiri? Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Ya, seseorang menghina bapak orang lain, lalu orang lain ini
membalas menghina bapaknya. Dan seseorang menghina ibu orang lain, lalu orang lain ini membalas
dengan menghina ibunya.
Wahai orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Bertakwalah kepada Allah
Azza wa Jalla. Dan marilah kita melihat diri kita masing-masing, sanak keluarga kita! Sudahkah kita
menunaikan kewajiban atas mereka dengan menyambung tali silaturahmi? Sudahkah kita berlemah
lembut terhadap mereka? Sudahkah kita tersenyum tatkala bertemu dengan mereka? Sudahkah kita
mengunjungi mereka? Sudahkah kita mencintai, memuliakan, menghormati, saling menunjungi saat
sehat, saling menjenguk ketika sakit? Sudahkah kita membantu memenuhi atau sekedar meringankan
yang mereka butuhkan?

Ada sebagian orang tidak suka melihat kedua orang tuanya yang dulu pernah merawatnya kecuali
dengan pandangan yang menghinakan. Dia memuliakan istrinya, tetapi melecehkan ibunya. Dia berusaha
mendekati teman-temannya, akan tetapi menjahui bapaknya. Apabila duduk dengan kedua orang tuanya,
maka seolah-olah ia sedang duduk di atas bara api. Dia berat apabila harus bersama kedua orang tuanya.
Meski hanya sesaat bersama orang tua, tetapi ia merasa begitu lama. Dia bertutur kata dengan keduanya,
kecuali dengan rasa berat dan malas. Sungguh jika perbuatannya demikian, berarti ia telah mengharamkan
bagi dirinya kenikmatan berbakti kepada kedua orang tua dan balasannya yang terpuji.

Ada pula manusia yang tidak mau memandang dan menganggap sanak kerabatanya sebagai
keluarga. Dia tidak mau bergaul dengan karib kerabat dengan sikap yang sepantasnya diberikan sebagai
keluarga. Dia tidak mau bertegur sapa dan melakukan perbuatan yang bisa menjalin hubungan
silaturahmi. Begitu pula, ia tidak mau menggunakan hartanya untuk hal itu. Sehingga ia dalam keadaan
serba kecukupan, sedangkan sanak keluarganya dalam keadaan kekurangan. Dia tidak mau menyambung
hubungan dengan mereka. Padahal, terkadang sanak keluarga itu termasuk orang-orang yang wajib ia
nafkahi karena ketidakmampuannya dalam berusaha, sedangkan ia mampu untuk menafkahinya. Akan
tetapi, tetap saja ia tidak mau menafkahinya.















.




Khutbah Kedua:









.



:

:
Para ulama telah menjelaskan, setiap orang yang mempunyai hubungan waris dengan orang lain,
maka ia wajib untuk memberi nafkah kepada mereka apabila orang lain itu membutuhkan atau lemah
dalam mencari penghasilan, sedangkan ia dalam keadaan mampu. Yaitu sebagaimana yang dilakukan
seorang ayah untuk memberikan nafkah. Maka barang siapa yang bakhil maka ia berdosa dan akan
dihisab pada hari Kiamat.
Oleh karena itu, tetap sambungkanlah tali silaturahmi. Berhati-hatilah dari memutuskannya.
Masing-masing kita akan datang menghadap Allah dengan membawa pahala bagi orang yang
menyambung tali silaturahmi. Atau ia menghadap dengan membawa dosa bagi orang yang memutus tali
silaturahmi. Marilah kita memohon ampun kepada Allah Taala, karena sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.







.



:

)) : ] [:
(( .



.



,

.











.

.


.

.

.
.

)

*

(











] [91-90:
.

You might also like