Professional Documents
Culture Documents
Khutbah Jumat 17-2-17
Khutbah Jumat 17-2-17
Khutbah Pertama:
.
:
:
. (102 : )
Ibadallah
Siapa tidak ingin menjadi ahli (orang yang dekat dengan) Alquran? Inilah kedudukan hamba yang
paling mulia dan tinggi di sisi Allah Azza wa Jalla. Cukuplah hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam berikut ini menunjukkan agungnya kedudukan ini:
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
:
:
Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi ahli Allah. Para Sahabat radhiyallahu
anhum bertanya, Wahai Rasulullah! Siapakah mereka? Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab,
Mereka adalah ahli Alquran, (merekalah) ahli (orang-orang yang dekat dan dicintai) Allah dan
diistimewakan di sisi-Nya. (HR. Ahmad dan selainnya).
Hadits ini menunjukkan tingginya kedudukan dan kemuliaan orang-orang yang menjadi ahli
Alquran, karena mereka disebut sebagai ahli Allah. Artinya merekalah para wali (kekasih) Allah Azza
wa Jalla yang sangat dekat dan istimewa di sisi-Nya, sebagaimana seorang manusia dekat dengan ahli
(keluarga)nya. Gelar ini merupakan bentuk pemuliaan dan pengagungan terhadap mereka.
Keutamaan dan kemuliaan besar ini tentu menjadikan setiap orang yang beriman kepada Allah Azza
wa Jalla dan hari akhir, berusaha untuk mengejar dan meraihnya. Apalagi Allah Azza wa Jalla telah
menjanjikan bahwa Alquran akan Allah Subhanahu wa Taala jadikan mudah sebagai petunjuk dan
peringatan bagi orang-orang yang beriman, termasuk dalam hal memahami kandungannya dan meraih
kemuliaan sebagai ahlinya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk peringatan atau pelajaran, maka adakah
orang yang (mau) mengambil pelajaran? (Al-Qamar/54:17)
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, Makna ayat ini: Sungguh Kami telah
menjadikan Alquran yang mulia itu mudah, lafazhnya mudah untuk dihafalkan dan disampaikan, juga
maknanya mudah untuk dipahami dan dimengerti. Karena Alquran adalah perkataan yang paling indah
lafazhnya, yang paling benar maknanya, dan paling jelas penafsirannya. Maka setiap orang yang
menghadapkan dirinya, Allah Azza wa Jalla akan memudahkan baginya dan meringankannya untuk
mencapai tujuan tersebut.
Peringatan atau pelajaran yang dimaksud dalam ayat ini meliputi semua bentuk peringatan atau
pelajaran bagi manusia, baik berupa penjelasan halal dan haram, hukum-hukum perintah dan larangan,
hukum-hukum balasan (ganjaran pahala atau siksaan di akhirat), nasehat-nasehat dan perenungan,
keyakinan-keyakinan yang bermanfaat serta berita-berita yang benar.
Oleh karena itu, ilmu tentang Alquran, menghafalnya atau memahami tafsirannya, adalah ilmu yang
paling mudah dan paling tinggi secara mutlak. Inilah ilmu yang bermanfaat. Jika seorang hamba
mempelajarinya maka dia akan ditolong. Salah seorang Ulama Salaf mengomentari ayat ini dengan
mengatakan, Apakah ada orang yang (mau bersungguh-sungguh) menuntut ilmu (mempelajari Alquran)
sehingga Allah Azza wa Jalla akan menolongnya?.
Oleh karena itu, Allah mengajak para hamba-Nya untuk menghadapkan diri dan (bersungguh-
sungguh) mempelajari Alquran, dalam firman-Nya:
Maka adakah orang yang (mau) mengambil pelajaran?
Ibadallah,
Cukuplah firman Allah Azza wa Jalla berikut ini untuk menunjukkan betapa tinggi kemuliaan dan
keutamaan orang-orang yang dianugerahi pemahaman Alquran yang benar:
Katakanlah, Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang
yang beriman) bergembira (berbangga), karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dari apa
(kesenangan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia) (Yunus/10:58)
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka merasa
bangga (gembira dan bahagia) dengan anugerah yang Allah Azza wa Jalla limpahkan kepada mereka.
Anugerah yang berupa pemahaman terhadap Alquran dan kesempurnaan iman. Dan Allah Azza wa Jalla
menyatakan bahwa anugerah dari-Nya itu lebih indah dan lebih mulia dari semua kesenangan dunia yang
diperebutkan oleh kebanyakan manusia. Karunia Allah dalam ayat ini ditafsirkan oleh para Ulama ahli
tafsir dengan keimanan, sedangkan Rahmat Allah ditafsirkan dengan Alquran. Keduanya (yaitu
keimanan dan al-Qur-an) adalah ilmu yang bermanfaat dan amalan shaleh, sekaligus keduanya
merupakan petunjuk dan agama yang benar (yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam).
Bahkan keduanya merupakan ilmu yang paling tinggi dan amal yang paling utama.
Dalam sebuah hadits yang shahih, dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya. (HR.
al-Bukhari).
Hadits yang agung ini menunjukkan tingginya keutamaan orang yang mempelajari Alquran,
mempelajari cara membacanya dengan tajwid yang benar, memahami kandungannya dan berusaha
menghafalnya dengan baik, kemudian mengajarkannya kepada orang lain, agar petunjuk dan kebaikan
yang terkandung di dalamnya tersebar dan di amalkan manusia. Bahkan sebagian dari Ulama mengatakan
bahwa barangsiapa mengikhlaskan niatnya dan selalu menyibukkan diri dengan mempelajari Alquran dan
mengajarkannya, maka termasuk ke dalam golongan para Nabi alaihissallam.
Imam asy-Syafii rahimahullah berkata, Barangsiapa mempelajari Alquran maka akan tinggi
kedudukannya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Mempelajari dan mengajarkan Alquran mencakup
mempelajari dan mengajarkan lafazhnya, juga mempelajari dan mengajarkan kandungan maknanya.
Dan masih banyak ayat Alquran dan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang
menjelaskan hal ini, cukuplah ayat dan hadits di atas sebagai contoh yang menggambarkan betapa agung
kedudukan orang yang memahami Alquran.
Ibadallah,
Agungnya kedudukan orang yang memahami Alquran, juga semakin terlihat jelas dengan
merenungkan besarnya fungsi diturunkannya Alquran itu sendiri, yaitu sebagai sumber petunjuk dalam
kebaikan dan obat penyakit hati manusia.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasehat atau pelajaran dari Rabbmu
(Alquran) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman (Yunus/10:57)
Dalam ayat ini, Allah Azza wa Jalla mengabarkan tentang anugerah besar yang diturunkan kepada
para hamba-Nya, yaitu Alquran yang mulia. Karena di dalam Alquran terdapat nasehat untuk menjauhi
perbuatan maksiat, penyembuh bagi penyakit hati, yaitu kelemahan iman, keragu-raguan dan kerancuan
dalam memahami agama, serta penyakit syahwat yang merusak hati. Juga terdapat petunjuk, yaitu
bimbingan bagi orang yang merenungkan, memahami, dan mengikuti Alquran ke jalan yang bisa
mengantarkannya ke surga, serta sebab-sebab untuk mendapatkan rahmat Allah Azza wa Jalla yang
terkandung di dalamnya.
Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla berfirman:
Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi
kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar (Al-Isra/17:9)
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, (Dalam ayat ini) Allah Azza wa Jalla
mengabarkan tentang kemuliaan dan keagungan Alquran, bahwa kitab ini memberikan petunjuk menuju
(jalan) yang paling lurus dan paling mulia dalam keyakinan, amal dan akhlak. Sehingga barangsiapa
mengikuti petunjuk yang diserukan dalam Alquran, maka dia akan menjadi orang yang paling sempurna,
paling lurus dan paling terbimbing dalam segala urusannya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan tingginya kedudukan dan sempurnanya petunjuk
Alquran dalam semua kebaikan dan keutamaan. Beliau rahimahullah mengatakan, Tidak ada satu
kitabpun di kolong langit yang mengandung bukti-bukti dan argumentasi tentang perkara-perkara mulia
yang dituntut (dalam Islam), yaitu tauhid, penetapan sifat-sifat Allah, hari kebangkitan dan kenabian, juga
sanggahan terhadap kelompok-kelompok yang menyimpang dan pemikiran-pemikiran yang rusak, tidak
ada satupun yang seperti Alquran. Sesungguhnya Alquran menjamin dan menanggung semua itu dalam
bentuk yang paling baik dan sempurna, paling masuk akal, serta paling jelas penjabarannya. Maka
Alquran merupakan obat penyembuh yang sejati bagi penyakit-penyakit syubhat (kerancuan dalam
memahami Islam) dan keragu-raguan.
Namun, semua itu bergantung pada pemahaman dan penghayatan terhadap kandungan makna
Alquran. Barangsiapa dinugerahkan oleh Allah Azza wa Jalla hal itu, maka dia akan dapat membedakan
kebenaran dan kebatilan secara jelas dengan hatinya, sebagaimana dia bisa memandang (dan bisa
membedakan dengan jelas) siang dan malam hari.
Saudaraku kaum muslimin,
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Jika kamu ingin mendapatkan manfaat dari (petunjuk)
Alquran, maka pusatkanlah hatimu ketika membaca dan menyimaknya, fokuskanlah pendengaranmu,
serta hadirkanlah dirimu sebagaimana hamba Allah (Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam)
yang menerima Alquran ini menghadirkan dirinya (ketika diturunkan Alquran kepada Beliau shallallahu
alaihi wa sallam). Karena sesungguhnya Alquran ini (sejatinya) merupakan petunjuk bagimu dari Allah
melalui lisan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.
Petunjuk dan manfaat Alquran sebagai nasehat dan peringatan, hanya akan Allah Azza wa Jalla
anugerahkan kepada hamba-Nya yang memiliki hati yang hidup (sehat dan jauh dari kotoran penyakit
hati) dan terbuka untuk menerima petunjuk-Nya. Sebagaimana makna firman-Nya:
Sesungguhnya pada yang demikian itu (kisah-kisah dalam Alquran) benar-benar terdapat peringatan
(pelajaran) bagi orang-orang yang mempunyai hati (yang hidup/bersih) atau yang mengkonsentrasikan
pendengarannya, sedang dia menghadirkan (hati)nya (Qaf/50:37)
Juga firman-Nya:
Alquran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia
(Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah
(ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir (Yasin/36:69-70)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Yang dimaksud dengan hati (dalam ayat) ini
adalah hati yang hidup (bersih dari noda syahwat atau syubhat) yang bisa memahami (peringatan atau
petnjuk) dari Allah.
Oleh karena itu, upaya untuk memasukkan makna dan kandungan Alquran ke dalam hati, ini
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan manfaat dan nasehat dari petunjuk Alquran. Dengan inilah
Allah Subhanahu wa Taala memuji para hamba-Nya yang beriman dalam firman-Nya:
Sebenarnya, Alquran itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada (hati) orang-orang yang berilmu.
Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim (al-Ankabut/29: 49).
Upaya ini tidak lain adalah berusaha membaca Alquran dengan memahami maknanya,
merenungkan kandungnya dan menghayati petunjuknya, sebagaimana ucapan Imam Ibnul Qayyim yang
kami nukilkan di atas, namun semua (manfaat dan petunjuk Alquran) itu bergantung pada
pemahaman dan penghayatan terhadap kandungan makna Alquran.
Oleh karena itu, orang-orang yang hati mereka hidup dengan iman kepada Allah Azza wa Jalla ,
mereka inilah yang akan bertambah kuat dan sempurna keimanan dan kebaikan dalam diri mereka setiap
kali mereka mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran yang merupakan bentuk dzikir kepada Allah Azza
wa Jalla yang paling agung, sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan hanya kepada Allah mereka bertawakkal (al-Anfal/8:2)
Maka orang yang beriman dengan benar adalah orang yang ketika berdzikir kepada Allah Azza wa
Jalla, hatinya menjadi takut dan tunduk kepada-Nya. Ini akan menjadikannya selalu menjauhi perbuatan
maksiat kepada-Nya. Karena bukti terbesar rasa takut yang benar kepada Allah adalah menjadikan orang
tersebut menjauhi perbuatan dosa dan maksiat.
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman mereka. Karena
orang yang beriman ketika mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, dia benar-benar mendengarkannya
dengan seksama dan menghadirkan hatinya untuk merenungkan kandungannya. Ketika itulah imannya
bertambah dan semakin kuat. Karena dengan merenungkan kandungannya dia akan mendapatkan
penjelasan hal-hal yang tidak diketahuinya sebelumnya, mengingatkan akan kelalaiannya, menumbuhkan
motivasi kebaikan dalam dirinya, semangat untuk mengejar kemuliaan di sisi Allah Subhanahu wa Taala
dan rasa takut terhadap siksa-Nya. Semua perkara ini akan menumbuhkan dan menyempurnakan
keimanannya.
Ibadallah,
Alquran diturunkan untuk dibaca dan direnungkan maknanya, serta dihayati petunjuknya, agar bisa
menjadi sebab kebaikan bagi diri manusia, lahir dan batin. Allah Azza wa Jalla berfirman:
Ini adalah sebuah kitab (al-Qur-an) yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya
mereka merenungkan (makna) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran (Shad/38:29)
Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, Demi Allah! Bukanlah mentadabburi Alquran
dengan (hanya) dengan menghafal huruf-huruf (lafazh)nya tapi melalaikan hukum-hukum
(kandungan)nya. Sampai-sampai salah seorang dari mereka berkata, Aku telah membaca Alquran)
seluruhnya, tapi tidak terlihat pada dirinya (aplikasi terhadap Alquran) dalam akhlak dan perbuatannya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Memperhatikan (merenungkan) Alquran, artinya
adalah memfokuskan mata hati terhadap kandungan maknanya serta menfokuskan pikiran untuk
merenungkan dan memahaminya. Inilah maksud (tujuan) diturunkannya Alquran, bukan hanya sekedar
dibaca (lafazhnya) tanpa pemahaman dan penghayatan.
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, Inilah hikmah diturunkannya Alquran, agar
manusia merenungkan ayat-ayatnya, sehingga mereka bisa menyimpulkan ilmu-ilmunya, serta mengamati
rahasia dan hikmahnya. Maka dengan merenungkan, menghayati dan memikirkan (kandungan) Alquran
berulang kali, akan diraih keberkahan dan kebaikannya. Ini menunjukkan anjuran untuk merenungkan
(makna) Alquran, bahkan ini termasuk amal (shaleh) yang paling utama dan sesungguhnya membaca
Alquran yang disertai perenungan terhadap maknanya lebih utama dari pada membacanya dengan cepat
tanpa disertai perenungan.
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, Mentadabburi (merenungkan dan
menghayati) Alquran termasuk cara dan sarana terbesar untuk menumbuhkan dan menguatkan keimanan.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Ini adalah sebuah kitab (Alquran) yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya
mereka merenungkan (makna) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran (Shad/38:29)
Maka mengeluarkan keberkahan Alquran, yang terpenting di antaranya adalah menumbuhkan
keimanan, cara dan metodenya adalah dengan merenungkan dan menghayati ayat-ayatnya.
Inilah metode para Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para Tabiin (generasi
setelah para Sahabat radhiyallahu anhum) ketika mempelajari dan mendalami Alquran.
Imam Abu Abdirrahman Abdullah bin Habib as-Sulami al-Kufi rahimahullah berkata, Kami
mempelajari Alquran dari suatu kaum (para Sahabat radhiyallahu anhum); Utsman bin Affan
radhiyallahu anhu, Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu dan selain mereka berdua. Mereka
menyampaikan kepada kami bahwa dulunya ketika mereka mempelajari (Alquran) dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam sepuluh ayat, maka mereka tidak akan melewati ayat-ayat tersebut sampai
memahami kandungan isinya, dalam ilmu dan amal. Mereka berkata, kami (dulu) belajar Alquran,
memahami kandungannya dan pengamalannya secara keseluruhan.
Di dalam Alquran, Allah Azza wa Jalla menerangkan keburukan besar pada diri orang-orang
munafik, yaitu hati mereka yang tertutup untuk menerima kebenaran. Karena mereka berpaling dari
merenungkan dan menghayati kandungan Alquran. Allah Azza wa Jalla berfirman:
Apakah mereka tidak mentadabbur (merenungkan kandungan makna) Alquran ataukah hati mereka
terkunci (tertutup untuk menerima kebenaran)? (Muhammad/47:24).
Syaikh Abdurrahman as-Sadi rahimahullah berkata, Arti ayat ini, apakah orang yang berpaling itu
tidak mentadabbur Alquran dan tidak menghayatinya dengan benar? Padahal kalau mereka
mentadabburinya, maka Alquran akan membimbing mereka kepada semua kebaikan, memperingatkan
mereka dari semua keburukan, mengisi hati mereka dengan iman dan jiwa meraka dengan keyakinan
(yang benar). Sungguh Alquran akan membawa mereka meraih kedudukan yang tinggi dan karunia yang
sangat agung. Alquran akan menjelaskan kepada mereka jalan yang mengantarkan kapada Allah, kepada
surga disertai hal-hal yang menyempurnakan kenikmatannya atau hal-hal yang menghalangi untuk
meraihnya. Alquran juga menjelaskan jalan yang mengantarkan kapada azab dan hal-hal yang harus
dijauhi. Alquran akan mengenalkan mereka kepada Allah (dengan menjeaskan) nama-nama-Nya, sifat-
sifat-Nya dan kebaikan-Nya. Alquran akan membangkitkan kerinduan mereka untuk pahala yang besar
dan menjadikan mereka takut akan siksaan-Nya yang pedih.
.
Khutbah Kedua:
:
.
.
Ibadallah,
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Orang-orang yang telah kami beri (turunkan) al-kitab (Alquran) kepada mereka, mereka mentilawah
(membaca)nya dengan tilawah yang sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang beriman kepadanya.
Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi (dunia dan akhirat)
(Al-Baqarah/2:121)
Ketika menjelaskan firman Allah Azza wa Jalla di atas, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
Tilawah Alquran meliputi tilawah (membaca) lafazhnya dan tilawah (memahami) makna
(kandungan)nya. Tilawah makna al-Qur-an lebih mulia (utama) daripada sekedar tilawah lafazhnya. Dan
orang-orang yang memahami kandungan al-Qur-an merekalah ahli al-Qur-an, yang dipuji di dunia dan
akhirat, karena merekalah yang ahli sejati dalam membaca dan mengikuti (petunjuk) Alquran.
Inilah makna hadits yang kami sebutkan di awal tulisan ini:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
:
:
Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi ahli Allah. Para Sahabat g bertanya, Wahai
Rasulullah! Siapakah mereka? Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Mereka adalah ahli
Alquran, (merekalah) ahli (orang-orang yang dekat dan dicintai) Allah dan diistimewakan di sisi-Nya
Ahli Alquran adalah orang-orang beriman yang berusaha menghafalnya dan membacanya dengan
benar, serta memahami dan mengamalkan kandungannya, jadi bukan hanya sekedar membaca dan
menghafal lafazhnya.
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencela dan melaknat orang-orang
Khawarij, padahal banyak di antara mereka yang menghafal dan banyak membaca Alquran, tapi mereka
tidak memahaminya dan tidak mengambil manfaat dari petunjuknya.(24) Beliau shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:
Mereka (orang-orang Khawarij) pandai membaca (menghafal) Alquran tapi tidak melampaui
tenggorokan mereka. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Inilah makna ucapan dari salah seorang ulama Salaf yang berkata, Terkadang ada orang yang
(pandai) membaca Alquran, tapi Alquran (justru) melaknat dirinya.
Dalam hal ini, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Tujuan dari membaca Alquran adalah
untuk memahami, merenungkan, mendalami (kandungan maknanya) dan mengamalkannya. Adapun
membaca dan menghafalnya adalah sarana untuk (memahami) isinya, sebagaimana ucapan salah seorang
Ulama salaf: Alquran diturunkan untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaannya sebagai amalan. Oleh
karena itu, (yang disebut) ahli al-Qur-an adalah orang-orang yang memahami isinya dan mengamalkan
(petunjuk)nya, meskipun mereka tidak menghafalnya di luar kepala. Adapun orang yang menghafal
Alquran, tapi tidak memahami (kandungan)nya dan tidak mengamalkan petnjuknya, maka dia bukanlah
ahli al-Qur-an, meskipun dia mampu menegakkan huruf-hurufnya (lafazhnya) seperti tegaknya anak
panahJuga dikarenakan keimanan adalah amalan yang paling utama, sedangkan memahami dan
merenungkan Alquran inilah yang membuahkan iman. Adapun hanya sekedar membacanya tanpa
memahami dan merenungkannya, maka ini bisa dilakukan oleh orang yang shaleh maupun jahat, dan
orang yang beriman maupun munafik, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
Perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran adalah seperti (tumbuhan) raihanah, baunya
harum tetapi rasanya pahit. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
:
. [56 : ]
.
:
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
: ]
[23
[10 : ]
. [201 : ]
. [90 : ]
.
.
)
(
Ayyuhal muslimun,
Sesungguhnya persatuan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting. Karena dengan persatuanlah nilai-
nilai Islam dapat terealisasi di masyarakat. Dengan persatuanlah terwujud jamaah yang satu dan solid
bagaikan satu jasad. Bagaikan bangunan yang saling mengokohkan antara unsur yang satu dengan unsur
yang lain. Kerja sama dan perasaan saling memiliki dapat terjaga. Hak-hak tidak dilanggar. Dengan inilah
peradaban dapat dibangun. Dunia dan akhirat dapat berjalan sesuai dengan yang dikehendaki.
Ayyuhal muslimun,
Persatuan adalah asas yang agung. Nash-nash wahyu Allah turunkan, memerintahkan agar umat Islam
bersatu dalam kebenaran. Bersatu dengan menepikan prilaku-prilaku yang mengedepankan emosi dan
hawa nafsu. Bukan sesuatu yang berasal dari wahyu.
Pertama: Siapa yang berharap rahmat dengan segala yang dikandungnya, yaitu kebaikan, keberkahan,
kelemah-lembutan dan kasih sayang, hendaknya ia bersama jamaah kaum muslimin. Rasulullah
bersabda,
Persatuan adalah rahmat dan berkelompok-kelompok adalah adzab. (HR. Ahmad dan dihasankan oleh
al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah, 2/176).
Kedua: Jika umat Islam menginginkan agar Allah teguhkan dan menangkan mereka, hendaknya ia
berpegang teguh dengan jamaah kaum muslimin. Rasulullah bersabda,
Tangan Allah menaungi jamaah. (al-Albani dalam al-Irwa No: 22452).
Ketiga: Siapa yang ingin meniti jalan menuju surge, hendaknya ia berpegang teguh dengan jamaah kaum
muslimin. Rasulullah bersabda,
Siapa yang menginginkan tempat yang mulia di surga, maka ikutilah al-jamaah. (HR. at-Turmudzi).
Keempat: Siapa yang menginginkan suci hatinya dari rasa dengki dan khianat, hatinya dipenuhi cinta
terhadap umat Islam. Memperlakukan umat Islam dengan cara pergaulan yang ia juga senang apabila
diperlakukan seperti itu. Mengajak kaum muslimin menjadi pribadi yang lebih baik. Kalau Anda
menginginkan hal ini, maka berpegang teguhlah bersama jamaah kaum muslimin. Rasulullah
bersabda,
Ada tiga hal yang hati seorang muslim tidak menjadi dengki karenanya: ikhlas beramal hanya untuk
Allah, memberi nasehat kepada para penguasa, dan tetap bersama jamaah karena doa (mereka) meliputi
dari belakang mereka. (HR. AT-Turmudzi dan Ahmad).
Kelima: Siapa yang menginginkan Allah meridhainya, maka berpegang teguhlah dengan jamaah kaum
muslimin. waspadailah perpecahan. Rasulullah bersabda,
Sesungguhnya Allah meridlai tiga hal bagi kalian dan murka apabila kalian melakukan tiga hal. Allah
ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan (Allah
ridla) jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling menasehati terhadap para
penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak
mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta. (HR. Muslim no.1715)
Keenam: Siapa yang ingin mendapatkan petunjuk pada hidayah, hendaknya ia berpegang teguh dengan
jamaah kaum muslimin. Karena Rasulullah bersabda,
.
Sesungguhnya Allah Taala telah melindungi ummatku dari berkumpul (bersepakat) di atas kesesatan.
(as-Silsilah ash-Shahihah 3/319).
Ketujuh: Siapa yang ingin selamat dari penyeru kesesatan dan fitnah, hendaknya ia berpegang teguh
dengan jamaah kaum muslimin. rasulullah bersabda,
Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan
mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka
Hudzaifah Ibnul Yaman bertanyaM Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?
Beliau menjawab, Mereka dari kulit-kulit/golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita
Aku bertanya, Apa yang anda perintahkan kepadaku jika aku temui keadaan seperti ini
Beliau menjawab, Pegang erat-erat jamaah kaum muslimin dan imam mereka. (HR. Ahmad).
Ayyuhal muslimun,
Sesungguhnya al-jamaah atau persatuan merupakan tujuan dari syariat ini. Persatuan juga merupaka
prinsip Islam. Persatuan kaum muslimin dan berpegang teguhnya mereka terhadap jamaah tersebut adalah
kebahagian dunia mereka dan akibat yang baik di akhirat kelak. Al-Imam ath-Thahawi rahimahullah
menjelaskan akidah ahlussunnah wal jamaah dengan ucapan beliau, Al-Jamaah (persatuan) adalah
kebenaran. Sedangkan berkelompok-kelompok adalah penyimpangan dan adzab.
Ayyuhal muslimun,
Persatuan tidaklah terjadi tanpa adanya kepemimpinan. Dan kepemimpinan tidak akan bisa berjalan tanpa
adanya ketaatan. Umar bin al-Khattab radhiallahu anhu mengatakan,
Sesungguhnya tidak ada Islam (Islam tidak tegak pen.), kecuali dengan persatuan. Persatuan tidak akan
terwujud kecuali dengan adanya pemimpin. Dan kepemimpinan tidak akan berjalan tanpa adanya ketaatan
(dari rakyat).
Ketaatan pada pemimpin hanya dalam hal kebajikan, walaupun pemimpin tersebut sendiri adalah seorang
yang fasik dan fajir. Banyak sekali nash-nash syariat yang menjelaskan tentang hal ini. Keluar dari
jamaah kepemimpinan ini, menghasilkan kerusakan yang lebih besar. Dan ini adalah realita yang sudah
disaksikan oleh manusia. Kekacauan dan kerusuhan hanyalah terjadi gara-gara rakyat tidak menaati
pemimpin mereka. Kerusakan yang ditimbulkan karena tidak menaati pemerintah, lebih besar dan
berbahaya lagi.
Terhadap pemimpin yang zalim dan fajir, syariat memerintahkan kita agar bersabar, tetap mendengar, dan
tetap taat dalam hal yang maruf. Syariat mengajarkan kita agar memberi nasihat kepada pemimpin dan
mendoakan mereka dengan doa kebaikan. Bersungguh-sungguh meminimalisir keburukan dan
memperbanyak kebaikan. Abdullah bin Masud radhiallahu anhu mengatakan,
Wahai masyarakat, kalian berkewajiban tetap taat dan bersama jamaah. Karena keduanya merupakan
jalan menuju tali Allah yang Dia perintahkan kita agar menempuhnya. Sungguh apa yang kalian benci
dari jamaah (taat pada pemimpin) itu lebih baik, daripada apa yang kalian sukai di dalam kelompok
(pembangkangan). (Diriwayatkan oleh al-Lika-i).
.
Khutbah Kedua:
.
Ayyuhal muslimun,
Sesungguhnya persatuan kaum muslimin dan pemimpin adalah menara yang tinggi dan benteng
yang melindungi masyarakat. Siapa yang berada di dalamnya, ia akan merasa aman. Ia menghimpun
mereka yang tinggal di dalamnya. Tersedia kehidupan dan materinya.
Karena itulah, siapa yang berada dalam suatu jamaah, wajib menjaganya. Dan penjagaan tersebut
adalah dengan mengikuti bimbingan nash-nash wahyu untuk berpegang teguh dengan persatuan.
Mendengar dan taat pada pemimpin. Dan mengingatkan masyarakat untuk menanggalkan ketaatan
mereka.
Waspadailah orang-orang yang menyeru pada fitnah. Menyeru pada revolusi dan perpecahan.
Karena hati mereka adalah hati srigala yang bersemayam di jasad manusia. Jamaah dan persatuan itu
adalah rahmat, sedangkan perpecahan adalah adzab.
:
: ] [:
(( . ))
.
.
,
.
.