Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

LAPORAN KASUS GERIATRI

GANGGUAN POLA TIDUR PADA LANSIA PENGIDAP ASMA


DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 1
CIPAYUNG

Disusun oleh:

INEZ TALITHA

NPM: 1102013134

Bidang Kepeminatan: Geriatri

Tutor: Prof. Hj. Qomariyah RS, dr.Ms, PKK, AIFM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


NOVEMBER 2016
GANGGUAN POLA TIDUR PADA LANSIA PENGIDAP ASMA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 1 CIPAYUNG

Abstract
Introduction: Asthma is a chronic inflammatory disease that related to airway obstruction and hyper-responsive
bronchus. People with asthma show episodic symptoms such as wheezing, coughing, and shortness of breath. Stimulus
of asthma may vary from allergic type to non-allergic type. Asthma in elderly known as late onset asthma that
frequently underdiagnosed and undertreated. This will make asthma becomes an uncontrollable disease in elderly.
People with uncontrolled asthma tend to have Obstructive Sleep Apnea (OSA) than those with controlled asthma.
Case Description: By interviewing a 91 years old female elderly at Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1
Cipayung were found a working diagnosis of asthma, characterized by got shortness of breath and woke up in the
middle of the night because the dyspnea got worsen. There is no information on the medical record whether she had
performed some tests or took a routine medicine to heal her disease.
Discussion: OSA is a result of uncontrolled asthma and can become one of the evaluation criterias whether the
uncontrolled asthma already become controllable.
Conclusions and Reccomendations: Necessary support and attention to disruption of sleeping pattern caused by an
uncontrolled asthma in elderly.
Key Words: Asthma; Obstructive Sleep Apnea (OSA); elderly

Abstrak
Pendahuluan: Asma adalah penyakit inflamasi kronis yang berkaitan dengan obstruksi jalan napas dan bronkus hiper-
responsif. Penderita asma menunjukkan gejala episodik berupa wheezing, batuk, dan sesak napas. Stimulus asma
dibagi menjadi tipe alergi dan tipe non-alergi. Asma pada lansia dikenal sebagai late onset asthma yang seringkali
tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Hal ini dapat menyebabkan asma pada lansia menjadi tidak terkontrol. Pasien
dengan asma tidak terkontrol dapat mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) lebih banyak dibandingkan dengan
pasien asma terkontrol.
Deskripsi Kasus: Dengan mewawancara seorang wanita lansia berusia 91 tahun di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 Cipayung ditemukan diagnosis kerja asma, yang ditandai dengan sesak napas dan terbangun saat tengah
malam karena sesak napas yang memburuk. Tidak ditemukan informasi pada rekam medis apakah pasien sudah
melakukan tes atau mendapat terapi rutin untuk menyembuhkan penyakitnya.
Diskusi: OSA merupakan akibat dari asma yang tidak terkontrol dan dapat menjadi salah satu kriteria evaluasi asma
tidak terkontrol menjadi asma terkontrol.
Kesimpulan dan Saran: Diperlukan dukungan dan perhatian mengenai gangguan pola tidur pada lansia pengidap
asma.
Kata Kunci: Asma; Obstructive Sleep Apnea (OSA); lansia

1
Pendahuluan

Lanjut usia atau lansia adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. WHO mengklasifikasikan lansia
berdasarkan usia yang meliputi usia pertengahan (middle age) dengan kelompok usia 45-59 tahun,
usia lanjut (elderly) dengan kelompok usia 60-70 tahun, usia lanjut tua (old) dengan kelompok
usia antara 71-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) dengan kelompok usia diatas 90 tahun.
(Sutikno, 2011)
Asma adalah penyakit inflamasi kronis yang berkaitan dengan obstruksi jalan napas dan
bronkus hiper-responsif. Penderita asma menunjukkan gejala episodik berupa wheezing, batuk,
dan sesak napas. Dapat pula ditemukan gejala batuk nokturnal dan dyspnea. Stimulus terjadinya
asma dapat dibagi menjadi tipe alergik (serbuk sari bunga, debu, dan serangga) atau non alergik
(udara dingin, infeksi, polusi udara, parfum, merokok dan iritan lainnya). (Buddiga, 2015)
National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2010 mengatakan bahwa,
prevalensi asma menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 7,7% pada dewasa, sedangkan menurut
jenis kelamin 7,0% pada laki-laki dan 9,2% pada perempuan. (Akinbami, et al., 2012)
Tidur adalah keadaan tidak sadar, yang setiap saat dapat dibangunkan dengan rangsang
sensorik. Tahapan tidur dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu Non-Rapid Eye
Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Tidur NREM terdiri dari empat tahapan.
Kualitas dari tahap satu sampai tahap empat adalah kualitas tidur yang semakin dalam. Sementara,
tidur REM merupakan fase terakhir siklus tidur dan terjadi pemulihan psikologis. Saat tidur,
seseorang akan melewati empat sampai enam siklus tidur yang lengkap, yang setiap satu siklus
terdiri dari empat tahap NREM dan satu tahapan REM. Siklus ini merupakan salah satu dari irama
sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini
juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologik dan psikologik
dapat terganggu. (Milah, Alfarisi, & Qomariyah, 2014)
Penyakit asma dan hipoventilasi dapat menyebabkan Obstructive Sleep Apnea. Insomnia
juga sering pada penderita asma, sekitar 60-70% lansia terbangun tengah malam karena serangan
asmanya. (Amir, 2007)

2
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menganalisis gangguan pola tidur
pada lansia pengidap asma yang tinggal di panti. Diharapkan hal ini dapat mendapatkan perhatian
lebih kedepannya dan sebagai bahan penelitian yang lebih lanjut.

Deskripsi Kasus

Identitas pasien:

1. Nama : Ny. M
2. Jenis kelamin : perempuan
3. Usia : 91 tahun
4. Alamat : Salemba
5. Agama : Islam
6. Suku bangsa : Betawi
7. Pendidikan terakhir : Tidak sekolah
8. Pekerjaan : Membuat kerajinan dompet
9. Status pernikahan : Janda
10. Tanggal kunjungan : 16 November 2016

Seorang wanita lansia bernama Ny. M berusia 91 tahun mengeluh ulu hatinya sering perih,
nyeri lutut, batuk berdahak dan sesak napas disertai dengan bunyi mengi saat menghembuskan
napas. Sesaknya makin memberat sejak 1 minggu yang lalu. Selain itu, Ny. M juga tengah
memakai popok karena urinnya sering keluar saat ia terbatuk. Ny. M mengaku sering terbangun
tengah malam karena sesaknya. Saat dikonfirmasi dengan teman sekamarnya, didapatkan bahwa
Ny. M sering tiba-tiba mengorok keras, tersedak dan batuk-batuk, serta napasnya tersengal-sengal
ditengah malam. Untuk meringankan rasa sesaknya saat terbangun tengah malam, Ny. M harus
bangun dari tempat tidur kemudian duduk di pinggir tempat tidur. Sesak baru di alami Ny. M sejak
6 tahun yang lalu.
Ny, M sudah memeriksakan kondisinya ke perawat panti dan didiagnosis oleh dokter
bahwa Ny. M mengalami asma. Meskipun demikian, dari catatan medis tidak ditemukan
serangkaian pemeriksaan yang menunjang penyakit Ny. M. Tidak ada keluarganya yang
mengalami hal yang serupa dengan Ny.M. Ny. M telah diberi obat oleh tim medis di panti untuk

3
meringankan rasa sesaknya. Namun, obat tersebut tidak diketahui isinya karena hanya berupa
tablet obat tanpa pembungkus yang ditaruh di dalam sebuah wadah serta tidak tertulis di dalam
catatan medis. Dari hasil crosscheck dengan pengurus panti, Ny. M memiliki kebiasaan merokok
semenjak ia masih muda. Meski sudah dilarang dan dicegah oleh para pengurus panti, Ny. M tetap
merokok karena ia mengaku tidak dapat terlepas dari rokok. Awalnya, Ny. M merokok sebanyak
4-5 batang perhari, namun sekarang menjadi 1 batang perhari setelah di latih untuk berhenti
merokok oleh para pengurus panti.
Ny. M sudah berada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung sejak 6 tahun
yang lalu. Beliau sudah pernah menikah namun tidak dikaruniai anak sampai suaminya meninggal.
Sehingga, Ny. M hidup sendiri dan dengan bantuan para warga, ia akhirnya diantar ke panti untuk
menghabiskan hidupnya di sana.

4
Diskusi

Menurut Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma Di Indonesia, asma adalah gangguan
inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang.

Faktor Resiko Asma


Didalam Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma Di Indonesia disebutkan bahwa risiko
berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor
lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin
dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan
gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi
dan besarnya keluarga.

Gambar 1. Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma


Sumber: Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma Di Indonesia dalam
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf

5
Patofisiologi Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama
sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada
penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun
asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling.
Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks
ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan
inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur yang terjadi dapat
berupa hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas, hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mucus,
penebalan membran reticular basal, pembuluh darah meningkat, matriks ekstraselular fungsinya
meningkat, perubahan struktur parenkim, dan peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan
fibrosis.

Gambar 2. Inflamasi dan remodelling pada asma


Sumber: Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma Di Indonesia dalam
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf

6
Manifestasi Asma
Gejala yang dialami para penderita asma meliputi batuk berdahak yang sering, wheezing,
rasa dada yang tertekan, sesak, dan penurunan aktivitas. Penyempitan saluran pernapasan yang
bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus
otot polos bronkhioler merupakan gejala serangan asma akut dan dan berperan terhadap
peningkatan resistensi aliran, hiperinflasi pulmoner dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
Apabila tidak dilakukan koreksi terhadap obstruksi saluran pernapasan ini, akan terjadi gagal napas
yang merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja pernapasan, inefesiensi pertukaran gas dan
kelelahan otot pernapasan. (Riyanto & Hisyam, 2009)

Asma Pada Lansia


Asma pada lansia dikenal dengan late onset asthma. Gejala klasik asma pada lansia
serupa dengan asma pada seseorang yang lebih muda. Pasien mengeluhkan adanya mengi, sesak
napas, dan rasa berat di dada. Gejala ini sering memburuk pada malam hari. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa asma pada lansia seringkali tidak terdiagnosis dan salah diagnosis. Alasannya
adalah sebagian besar asma pertama kali ditemukan saat ia masih anak-anak dan masa remaja,
selain itu banyak tenaga medis salah mengira bahwa asma adalah penyakit anak-anak. Alasan
penting lainnya adalah gejala pada asma sering disalah artikan sebagai gejala dari penyakit lain
pada lansia. Sehingga, asma pada lansia seringkali tidak terkontrol. Tidak seperti dewasa muda
dengan asma yang membutuhkan terapi b-agonist untuk meringankan gejalanya, lansia dengan
asma memerlukan program terapi secara terus menerus untuk mengontrol penyakit mereka.
(Hanania, et al., 2011)
Diagnosis Asma Pada Lansia
Diagnosis asma pada lansia dapat ditegakkan melalui anamnesis yang dalam untuk
mengetahui faktor resiko, pemeriksaan fisik yang tepat, radiografi thorax, dan spirometri.
Pemeriksaan Peak Expiratory Flow (PEF) dapat dilakukan sebagai monitoring yang dilaksanakan
selama kurun waktu 2 minggu setidaknya setiap pagi dan malam hari. Perbedaan 20% dari PEF
pagi dan malam hari merupakan suatu pertanda dari asma. Selain itu, PEF juga dapat dilakukan
sebagai kontrol terapi apakah terdapat penurunan dari PEF. Semakin tinggi obstruksi saluran
napas, semakin tinggi pula derajat PEF. Lansia dengan asma sering mengalami obstruksi saluran

7
napas parsial yang reversibel, kemungkinan merupakan suatu tanda kerusakan saluran napas akibat
dari asma yang tidak terdiagnosis secara dini. (Sinclair, Morley, & Vellas, 2012)
Tatalaksana Asma Pada Lansia
Tujuan utama Global Initiative for Asthma dalam pengobatan asma yaitu mencapai dan
mempertahankan kontrol klinis asma. Asma dikatakan terkontrol jika memenuhi 5 kriteria, yaitu
tidak ada gejala harian, tidak ada keterbatasan melakukan aktivitas, tidak ada gejala malam,
penggunaan obat pelega pernapasan minimal dan nilai fungsi paru yang normal. Batuk, mengi dan
sesak napas pada malam hari merupakan pertanda adanya perburukan kontrol asma pada penderita
asma dengan asma yang terkontrol baik, mengalami gangguan tidur lebih ringan dan jarang
dibandingkan dengan asma yang tidak terkontrol. Penelitian di Asia Pasifik mendapatkan data
yang menunjukkan bahwa asma yang tidak terkontrol sebanyak 59% dan 33% responden
mengungkapkan bahwa gejala asma membangunkan mereka pada malam hari atau lebih awal dari
biasanya pada pagi hari, hal ini dirasakan sekali seminggu atau lebih. (Kahtan, Salam, & Yulianti,
2013)
Pengobatan asma pada lansia harus dilakukan secara rutin dibandingkan dengan saat
dibutuhkan saja. -agonis merupakan pengobatan yang dipilih. Antimuskarinik (contohnya:
ipatropium bromide) dapat lebih berefek pada lansia. -agonis kerja pendek dapat dipilih pada
pasien yang tidak bisa menggunakan sediaan inhaler. Glukokortikoid inhalasi merupakan terapi
pemeliharaan asma yang paling efektif karena dengan dosis yang tepat, efek samping sistemik
dapat ditemukan minimal. Jika obat-obatan ini dapat memberikan kontrol yang baik pada asma
lansia, maka kortikosteroid oral dapat diminimalisir mengingat kortikosteroid oral dosis tinggi
merupakan salah satu faktor resiko asma pada lansia. Kontrol asma yang lebih tinggi dapat dicapai
dengan penggunaan LABA (salmeterol atau formoterol) dibandingkan dengan meninggikan dosis
inhalasi glukokortikoid. LABA tidak boleh diberikan sebagai monoterapi pada asma karena tidak
berpengaruh pada inflamasi jalan napas. Teofilin juga dapat ditambahkan jika kontrol asma masih
tidak adekuat. (Sinclair, Morley, & Vellas, 2012)

8
Gangguan Pola Tidur Pada Lansia
Secara luas, gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi menjadi: kesulitan masuk tidur
(sleep onset problems), kesulitan mempertahankan tidur nyenyak, (deep maintenance problem),
dan bangun tidur terlalu pagi (early morning awakening/EMA). Gejala dan tanda yang muncul
sering pada ketiganya, munculnya ada yang sementara atau kronik. Orang lanjut usia juga lebih
sering terbangun di tengah malam akibat perubahan fisis karena usia dan penyakit yang
dideritanya, sehingga kualitas tidur secara nyata menurun. Penyebab gangguan tidur pada lansia
antara lain karena perubahan irama sirkadian, penyakit fisik, penyakit jiwa, obat-obatan, demensia,
kebiasaan higiene tidur yang tidak baik dan gangguan tidur primer yang terdiri dari gangguan
pernapasan, sindrom kaki kurang tenang dan gangguan gerakan tungkai periodik, dan gangguan
perilaku REM. (Rahayu, 2009)

Gangguan Pola Tidur Pada Lansia Pengidap Asma


Pada gangguan tidur primer karena gangguan pernapasan dapat ditemui Obstructive Sleep
Apnea (OSA) yang diakibatkan karena oklusi sebagian atau total saluran napas. Gambaran dari
gangguan ini adalah pada saat tidur terdapat mengorok sangat keras, tersedak dan batuk-batuk,
henti napas beberapa detik, dan gerakan-gerakan seperti orang kehabisan napas. Gambaran
tersebut biasanya dilaporkan oleh teman tidurrnya. Yang dirasakan oleh pasien adalah sering
terbangun tanpa sebab, nokturia, dan merasa tidak tidur semalaman. (Rahayu, 2009)
Prevalensi OSA meningkat pada lansia dan menjadi hal yang harus diperhatikan. Pada
pasien dengan asma tidak terkontrol, gejala yang menunjukkan OSA harus diinvestigasi lebih
lanjut (mengantuk pada siang hari, mengorok, napas yang tersengal, kesulitan napas, dan sering
terbangun tengah malam). (Bousquet, Cruz, & Robalo-Cordeiro, 2016)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Umashankar et al, diketahui bahwa kejadian OSA
meningkat pada usia lanjut, obesitas, penyakit menahun, eksaserbasi, inhalasi steroid dosis tinggi,
rhinitis, FEV1%, dan asma yang tidak terkontrol. OSA dapat dijadikan bahan evaluasi pada pasien
asma tidak terkontrol agar dapat di obati sehingga asma pada pasien tersebut dapat terkontrol.
(Umashkar, et al., 2016)
Kontrol asma berhubungan dengan keberadaan gangguan tidur dimana pasien dengan
kontrol asma yang baik melaporkan gangguan tidur lebih ringan dan jarang dibandingkan subjek
yang tidak terkontrol. Penelitian Wardhani (2010) menyimpulkan pasien asma yang tidak

9
terkontrol memiliki risiko untuk mengalami kualitas tidur buruk tujuh kali lebih besar daripada
asma terkontrol, dan nilai tersebut secara statistik bermakna dan menunjukkan hubungan yang
kuat. Penelitian klinis menunjukkan bahwa kontrol asma merupakan target yang dapat dicapai.
Namun, pengamatan di lapangan menunjukkan adanya jumlah pasien yang signifikan
mengeluhkan gejala dan keterbatasan aktivitas yang menyebabkan penurunan pada kualitas hidup.
Kegagalan dalam kontrol asma dapat dianggap sebagai hasil dari interaksi yang kompleks antara
variabel-variabel yang berbeda. Variabel ini meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakit asma seperti adanya penyakit penyerta yang mempersulit terkontrolnya asma.
Variabel lain yang dianggap penting yaitu faktor yang berhubungan dengan dokter dan
pasien. Faktor yang berhubungan dengan dokter misalnya berhubungan dengan pemberian jenis
obat dengan dosis yang tepat serta pemberian edukasi (misalnya penjelasan mengenai penggunaan
inhaler yang benar). Faktor yang berhubungan dengan pasien antara lain, kepatuhan pasien
terhadap terapi dan perilaku merokok pada pasien. Dengan demikian, kontrol asma dapat dicapai
melalui rencana pengobatan yang sudah disesuaikan dengan mempertimbangkan serta mengatasi
kompleksitas faktor-faktor yang berkontribusi. (Kahtan, Salam, & Yulianti, 2013)
Pasien telah mengalami asma sejak 6 tahun yang lalu. Namun, dari catatan medis tidak
ditemukan adanya pemeriksaan untuk memantau asmanya. Selain itu, tidak ditemukan adanya
catatan bahwa pasien diberi obat secara rutin. Pasien hanya sesekali diberi obat ketika sesaknya
muncul. Hal ini tidak sesuai dalam literatur. Pasien asma seharusnya diperiksakan serangkaian
pemeriksaan dan melakukan pengobatan yang rutin agar asmanya terkontrol. Selain itu, sampai
saat ini pasien masih merokok. Hal ini justru dapat memperparah keadaan pasien.

10
Aspek Agama Islam

Merokok Dalam Agama Islam


Rokok merupakan benda hisap dari tanaman Nicotina Tabacum yang dapat membuat
penghisapnya ketagihan. Dalam agama Islam, pandangan hukum merokok dapat terlihat dari
Firman Allah SWT berikut ini:

Artinya:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang
lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berfikir, (Q.S. Al-Baqarah (2):1)

Dari ayat diatas, merokok termasuk dengan NAZA karena merupakan zat yang
memabukkan, malah lebih cepat membahayakan dari khamar dan manfaatnya lebih sedikit. Selain
itu juga disebutkan dalam Hadis Nabi yang artinya:

Setiap bahan atau minuman yang dapat memabukkan dan melemahkan (akal, jiwa)
adalah haram dan setiap khamar haram. (H. R. Abdullah bin Umar).

Tegasnya hukum merokok adalah haram, atau paling tidak makruh tahrim. Maksud makruh
tahrim itu pada hakekatnya haram, istilah itu sendiri karena sangat dekat dengan haram dan jauh
dari halal. Dan hukum makruh tahrim adalah pelakunya diancam siksa namun tak sebesar
perbuatan haram. (Siregar, n.d.)

11
Berbakti Kepada Orang Tua dalam Agama Islam
Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul
walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting
dalam Islam. Di dalam Al-Quran, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah Azza
wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.
Seperti tersurat dalam surat al-Israa ayat 23-24, Allah Taala berfirman:

Artinya:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Israa
(17): 23-24)

Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya
dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:

1. Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat

2. Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.

3. Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.

12
Berbakti kepada orangtua bukanlah sebuah hubungan sebab akibat. Bukan karena ibu dan ayah
tidak memperhatikan kita sehingga kita tidak mau mendoakannya. Namun, berbakti kepada
orangtua adalah sebuah kewajiban sebagai seorang muslim. (Jawas, n.d.)

Simpulan
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang berkaitan dengan obstruksi jalan napas
dan bronkus hiper-responsif. Penderita asma menunjukkan gejala episodik berupa wheezing,
batuk, dan sesak napas. Asma pada lansia seringkali tidak terkontrol karena diagnosis yang
terlambat. Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan salah satu indikator terjadinya asma tidak
terkontrol. Gambaran dari gangguan ini adalah pada saat tidur terdapat mengorok sangat keras,
tersedak dan batuk-batuk, henti napas beberapa detik, dan gerakan-gerakan seperti orang
kehabisan napas. Faktor resiko terjadinya asma pada lansia cukup banyak, salah satunya adalah
merokok. Kontrol asma dapat dicapai melalui rencana pengobatan yang sudah disesuaikan serta
kepatuhan dari pasien untuk menghindari faktor resiko asma. Dalam pandangan Islam, merokok
hukumnya makruh. Kita sebagai seorang muslim wajib hukumnya untuk berbakti kepada orang
tua karena itu merupakan suatu jalan untuk meraih ridha Allah SWT.

Saran
Diagnosis asma pada lansia diharapkan dapat terlaksana dengan cepat dan tepat serta
diberikan terapi yang sesuai dan rutin agar asma pada lansia dapat terdiagnosis secara dini demi
tercapainya asma yang terkontrol. Penulisan rekam medis sebaiknya dilakukan dengan lengkap
dan up to date sebagai salah satu sarana dalam memantau perkembangan penyakit pada pasien.

Ucapan Terima Kasih


Puji Syukur kepada Allah SWT karena-Nya, laporan kasus ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Saya ucapkan terima kasih kepada prof. Hj. Qomariyah RS, dr.Ms, PKK, AIFM selaku
tutor kelompok 1 bidang kepeminatan geriatri yang telah membimbing kelompok saya dalam
pengerjaan laporan kasus ini dan kepada dr. Faizal Drissa Hasibuan, Sp.PD selaku dosen
pengampu yang telah memberikan banyak arahan. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada

13
para pengurus Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung yang telah memberikan
kesempatan untuk berkunjung dan mendapatkan data dan tentunya kepada Ny. M yang bersedia
di wawancarai. Kemudian untuk kelompok 1 bidang kepeminatan geriatri atas segala
kerjasamanya dalam kunjungan ke panti.

14
Daftar Pustaka

Akinbami, L. J., Moorman, J. E., Bailey, C., Zahran, H. S., King, M., Johnson, C. A., & Liu, X.
(2012). Trends in Asthma Prevalence, Health Care Use, and Mortality in the United States, 2001
2010. NCHS Data Brief.

Amir, N. (2007). Gangguan Tidur Pada Lanjut Usia: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta:
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Cipto Mangunkusumo.
Angraeni, D. S. (2014). Hubungan Antara Kinerja Kader Posyandu Lansia Terhadap Kepuasan
Lansia Di Kelurahan Rempoa Wilayah Binaan Kerja Puskesmas Ciputat Timur. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah.
Bousquet, J., Cruz, A. A., & Robalo-Cordeiro. (2016, January - February). Obstructive Sleep
Apnoea Syndrome is an Under-recognized Cause of Uncontrolled Asthma across the life
cycle. pp. 1 - 3.
Buddiga, P. (2015, October 28). Retrieved from emedicine.medscape.com:
http://emedicine.medscape.com/article/2001721-overview
Hanania, N. A., King, M. J., Braman, S. S., Saltoun, C., wise, R. A., & Enright, P. (2011). Asthma
in the elderly: Current understanding and future research needs-a report of a National
Institute on Aging (NIA) workshop. Journal of Allergy and Clinical Immunology.
Jawas, A.-U. Y. (n.d.). Menggapai Ridha Allah Dengan Berbakti Kepada Orang Tua. Retrieved
from https://almanhaj.or.id/989-menggapai-ridha-allah-dengan-berbakti-kepada-orang-
tua.html
Kahtan, M. I., Salam, A., & Yulianti, S. (2013). Hubungan Antara Tingkat Kontrol Asma Dan
Kualitas Tidur Pada Asma di Klinik Paru Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak.
Pontianak.
Milah, M. S., Alfarisi, A. T., & Qomariyah. (2014). Fisiologi Tidur. Jakarta: Ikalipsi.
Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma Di Indonesia. (n.d.). Retrieved from
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf
Rahayu, R. A. (2009). Gangguan Tidur Pada Usia Lanjut. In P. D. Indonesia, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi V (pp. 802-811). Jakarta: Interna Publishing.
Riyanto, B. S., & Hisyam, B. (2009). Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. In P. D. Indonesia, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V (pp. 2216-2229). Jakarta: Interna Publishing.
Sinclair, A. J., Morley, J. E., & Vellas, B. (2012). Pathy's Principles and Practice of Geriatric
Medicine. Chichester: Wiley Blackwell.

15
Siregar, R. S. (n.d.). Hukum Naza dan Rokok Dalam Islam. Retrieved from
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000096-hematology-and-immunology-
system/his127_slide_hukum_naza_rokok_dalam_islam.pdf
Sutikno, E. (2011). Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Umashkar, N., Agarwal, K. C., Purohit, G., Deepak, Garg, I., & Agarwal, S. (2016). Association
of asthma with OSA: Alternate Overlap Syndrome. Chest 2016 Annual Meeting Abstracts,
1276A.

16

You might also like