Professional Documents
Culture Documents
Skrip Siii I Iiiiii
Skrip Siii I Iiiiii
Basri Aramico
ABSTRACT: Background: High prevalence of stunted children indicates that nutrition problem
in Indonesia is a chronic problem associated with poverty, low education and lack of service and
environmental health. The high and low birth weight infant malnutrition in children under five
will have an impact on growth disorders in children new school entry age. Objective: To identify
association between social economic aspect of the family, rearing pattern, eating pattern and
stunting in elementary school children. Method: The study were analytic observational. It used
cross sectional design and qualitative method. Data were obtained through observation and
interview using questionnaire. Analysis used chi square at confidence interval 95%. number of
samples 378 of children. Result: There were association between maternal education and
nutritional status (p <0.001) OR 4.06; father education and nutritional status (p <0.001) OR 3.37;
number of underfives and nutrition status with nutritional status (p = 0.007) OR 2.71; income of
parent and nutritional status (p <0.001) OR 7.8; rearing pattern and nutritional status (p <0.001))
OR 8.07; eating pattern and nutritional status (p <0.001) OR 6.01. There were dominant
association between rearing pattern and nutritional status with OR of 8, between eating patern,
income of parent and nutritional status with OR of 6.01 There were no association between acces
and utilization of health service and nutritional status (p=0,78) OR=0,93. Conclusion: There
were significant association between social economi, rearing pattern, eating pattern and nutrition
status.
INTISARI: Latar Belakang: Masih tingginya prevalensi anak pendek yang menunjukkan
masalah gizi di Indonesia merupakan masalah kronis yang berkaitan dengan kemiskinan,
rendahnya pendidikan dan kurang memadainya pelayanan dan kesehatan lingkungan. Masalah
gizi oleh banyak faktor yang saling terikat secara langsung dapat dipengaruhi oleh penyakit
infeksi dan kurangnya asupan gizi secara kualitas maupun kuantitas, sedangkan secara tidak
langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang
kurang memadai sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara aspek sosial ekonomi keluarga, pola asuh, pola
makan dan stunting pada anak sekolah dasar. Metode: Penelitian observasional analitik
menggunakan rancangan cross sectional dan metode kuantitatif, jumlah sampel 378 anak, yaitu
siswa sekolah dasar kelas I-III pada 11 sekolah dasar. Sampel diambil berdasarkan proportional
random sampling, pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner,
pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer yaitu analisis univariate, bivariate
dan multivariate. Hasil: Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi (p=0,39) OR
1,22, tidak ada hubungan antara umur dengan status gizi (p=0,25) OR 0,73, tidak ada hubungan
antara akses pelayanan kesehatan dengan status gizi (p=0,78) OR 0,93. Ada hubungan antara
pendidikan ibu dengan status gizi (p<0,001) OR 4,06, ada hubungan antara pendidikan ayah
dengan status gizi (p<0,001) OR 3,37, ada hubungan antara jumlah balita dalam keluatga dengan
status gizi (p=0,007) OR 2,71. Ada hubungan antara pendapatan orang tua dan status gizi (p
<0,001) OR 7,8. Ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi (p<0,001) ) OR 8,07, ada
hubungan antara pola makan dengan status gizi (p<0,001) OR 6,01.
Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh, penghasilan orang tua dan
Kata kunci pola makan dengan status gizi. Tidak hubugan antara jenis kelamin, umur dan
akses pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan status gizi.
Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat/GK UGM
No Inventaris 0543-H-2011
Deskripsi xiii, 62 p., bibl., ills., 29 cm.
Bahasa Indonesia
Jenis Tesis
Penerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2011
Lokasi Perpustakaan Pusat UGM
File Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi
Anda dapat mengecek ketersediaan versi cetak dari penelitian ini melalui petugas kami dengan mencatat nomor inventaris di atas
(apabila ada)
Ketentuan Layanan:
1. Pemustaka diperkenankan mengkopi cover, abstrak, daftar isi, bab pendahuluan, bab penutup/ kesimpulan, daftar pusatak
2. Tidak diperbolehkan mengkopi Bab Tinjauan Pustaka, Bab Pembahasan dan Lampiran (data perusahaan/ lembaga tempat
penelitian)
3. Mengisi surat pernyataan, menyertakakan FC kartu identitas yang berlaku
<< kembali
SKRIPSI HUBUNGAN POLA MAKAN TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI
MTBS
SKRIPSI
OLEH :
XXXXXXX
NIM : XXXXXXXXXX
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan
saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan
penanggulangan harus melibatkan sektor yang terkait (Supriasa,2002).
Kesehatan dan gizi merupakan faktor yang penting, karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Diperlukan upaya peningkatan status gizi
masyarakat melalui perbaikan gizi, baik dalam lingkungan keluarga maupun gizi individu.
Pelayanan bermutu yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan
(Aritonang, 2009:1).
Status gizi anak umur dibawah lima tahun (Balita) merupakan salah satu indikator yang
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu Negara. Kekurangan gizi pada balita
disebabkan oleh aspek-aspek yang multifaktor. Status gizi pada balita adalah salah satu
indikator yang digunakan untuk mengetahui kesehatan masyarakat. Pada 30 tahun terakhir
berjuta-juta anak meninggal karena malnutrisi. Hampir 16 juta anak meninggal karena lapar.
Menurut penelitian, 3.765 balita di Afrika Selatan, mengungkapkan lebih tinggi prevalensi
malnutrisi kriteria Stunting di Estern Cape dan Nothren Province yang konsentrasi
kemiskinannya lebih tinggi. Sebaran anak pendek (stunting) dan anak rendah (underweight)
tidak merata. Stunting ada hubungan dengan sosio ekonomi dan kemiskinan, sementara
gambaran anak kurus (wasting) tidak berhubungan dengan sosio ekonomi (WHO, 2011).
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai
usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA
mempersentasekan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur
5 tahun. Milenium Development Gols (MDGs) menetapkan nilai normative AKABA, yaitu sangat
tinggi dengan nilai >140, tinggi dengan nilai 71-140, sedang dengan nilai 20-70 dan rendah
dengan nilai < 20. Secara nasional hasil SDKI 2007 terjadi penurunan AKABA di Indonesia.
Pada tahun 1991 AKABA nasional adalah 97 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun
2007 AKABA adalah 44 per 1.000 kelahiran hidup. AKABA di Provinsi Jambi pada tahun 1991
tercatat angka 102 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2007 terjadi penurunan
yaitu 47 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini masih di atas angka nasional (Profil kesehatan
Provinsi Jambi, 2011:30).
Program perbaikan gizi masyarakat secara umum ditunjukan untuk meningkatkan
kemampuan, kesadaran dan keinginan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal
khususnya pada bidang gizi, terutama bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah baik
desa maupun kota. Kegiatan pokok kementrian kesehatan dalam mengimplementasikan
perbaikan gizi masyarakat meliputi; peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan kurang
energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin
A, dan kekurangan zat gizi. Adapun sasaran pokok program perbaikan gizi masyarakat yakni
menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita, terlaksananya penanggulangan kurang energi
protein (KEP) anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium GAKY, kurang vitamin (Profil
Kesehatan Provinsi Jambi, 2010 : 94).
Selain masalah gizi kurang pada balita, masalah gizi lebih atau obesitas dari segi
kesehatan merupakan salah satu penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang
jauh melebihi kebutuhannya. Dari berbagai tulisan mengenai obesitas pada anak/balita,
ternyata banyak masalah yang dihadapi anak obesitas ini. Lebih-lebih kalau obesitas pada
masa anak-anak berlanjut sampai dewasa. Angka kejadian obesitas pada anak dinegara-
negara maju terus bertambah. Menurut Weil BW (1991), angka kejadian di Amerika meningkat
40% (dari 15% menjadi 21%). Sedangkan angka kejadian di Indonesia masih belum ada data-
datanya. Tetapi dari pengamatan sehari-hari mulai banyak ditemukan kasus obesitas pada
anak/balita (Soetjiningsih, 2002 : 183).
Dalam penilaian gizi, yang diperlukan berbagai jenis parameter. Parameter tersebut
antara lain adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, dan jaringan lunak. Penggunaan dan pemilihan parameter tersebut sangat tergantung
dari tujuan pengukuran status gizi, apakah mengukur status gizi sekarang atau mengukur status
gizi yang dihubungkan dengan masa lampau (Supriasa, 2002 : 84).
Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhan makan. Pola makan yang baik perlu dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan gizi. Pola makan yang tidak sesuai akan menyebabkan asupan gizi berlebih atau
sebaliknya kekurangan. Asupan berlebih menyebabkan kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan
makanan yang kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan
rentan terhadap penyakit. Pola makan yang baik juga perlu dikembangkan untuk menghindari
interaksi negatif dari zat gizi yang masuk dalam tubuh (Sulistyoningsih, 2003 : 67).
Gambaran status gizi balita dengan indikator Berat Badan/umur (BB/U) berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2010 menunjukan bahwa propinsi dengan prevelensi balita gizi buruk tertinggi
adalah Gorontalo sebesar 11,2%. Permasalahan gizi yang bersifat akut yang dapat diketahui
melalui indikator Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB) menunjukan gambaran bahwa prevelensi
balita sangat kurus tertinggi terdapat di Provinsi Jambi sebesar 11,3% Bengkulu 9,7% Riau
9,2% sedangkan prevelensi balita sangat pendek terendah adalah Bangka
Belitung 1,7% kepulauan Riau 2,% dan Sulawesi Utara sebesar 2,6% (Kementrian Kesehatan
RI, 2011 : 40).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, di Kota Jambi Tahun 2009
terdapat 82 balita yang mengalami gizi buruk, Tahun 2010 jumlah balita yang mengalami gizi
buruk mengalami peningkatan yaitu sebanyak 125 orang balita, sedangkan gizi kurang adalah
650 balita. Pada tahun 2011 juga terjadi peningkatan jumlah balita yang mengalami gizi kurang
yaitu 968 balita, 84 balita mengalami gizi lebih, dan 17 balita yang mengalami gizi buruk (Profil
Kesehatan Provinsi Jambi).
Berdasarkan dari data Dinas kesehatan Kota Jambi, Puskesmas Payo Selincah yang
merupakan puskesmas dengan jumlah balita yang cukup banyak terdapat kasus gizi kurang
yaitu 274 balita, 12 balita mengalami gizi lebih, 503 balita mengalami gizi baik, dan 6 orang
balita mengalami gizi sangat kurang (Dinas Kesehatan Kota jambi, 2012).
Berdasarkan data dari poli MTBs Puskesmas Payo Selincah, jumlah kunjungan Balita di
MTBs selama bulan Maret, April dan Mei 2013 berjumlah 499 balita. Menurut survey awal yang
dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Payo Selincah pada tanggal 21 April 2013, observasi
pada balita diperoleh hasil, yaitu ada 5 balita yang ditimbang, 2 balita yang mengalami
peningkatan BB dan TB sesuai umur, 1 balita mengalami kanaikan BB, 1 balita mengalami
Penurunan BB, dan 1 balita tidak mengalami perubahan BB dan TB. Dan melakukan
wawancara dengan menggunakan angket sederhana pada ibu balita untuk mengetahui pola
makan dan diperoleh hasil 2 ibu mengatakan memberikan makanan yang sama dalam satu
hari, 1 ibu mengatakan memberikan makanan yang anak sukai saja, 1 ibu mengatakan
memberikan makanan yang berbeda setiap makan, dan 1 ibu mengatakan memberikan
makanan teratur dan jenis makanan yang sehat (tidak siap saji).
Berdasarkan uraian diatas peneliti akan melakukan penelitian tentang Hubungan Pola
Makan terhadap Status Gizi Balita di Poli MTBs Puskesmas Payo Selincah Kota Jambi Tahun
2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Bagaimana Hubungan Pola Makan Terhadap Status Gizi Pada Balita di Poli MTBs Puskesmas
Payo Selincah Kota Jambi Tahun 2013.
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Hubungan Pola makan terhadap Status gizi pada Balita di Poli MTBs
Puskesmas Payo Selincah Kota Jambi Tahun 2013
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan masukan dalam pengembangan
kebijakan dibidang kesehatan, terutama tentang status gizi balita.
2. Bagi Puskesmas Payo Selincah
Bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan informasi masukan bagi tenaga
kesehatan dalam upaya perbaikan gizi balita
3. Bagi profesi Keperawatan
Sebagai masukan dan informasi untuk menentukan intervensi dalam mengatasi masalah
gizi pada balita.
Home Makalah/Karya Ilmiah Umum SKRIPSI HUBUNGAN POLA MAKAN TERHADAP STATUS GIZI
BALITA DI MTBS ( BAB II )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi
1. Definisi Gizi
Istilah gizi atau ilmu gizi dikenal di Indonesia pada tahun 1950-an, sebagai terjemahan dari
kata inggris nutrition. Kata gizi sendiri berasal dari kata ghidza dalam bahasa Arab yang
berarti manan. Kata ghidza dalam dialek mesir dibaca gizi, sementara itu ada juga yang
menerjemahkan kata nutrition menjadi nutrisi (Muchtadi, 2009:1).
Ilmu gizi disebut juga sebagai ilmu pangan, zat-zat dan senyawa
lain yang terkandung dalam bahan pangan. Reaksi interaksi serta keseimbanganyayang
dihubungkan dengan kesehatan dan penyakit. Selain itu meliputi juga proses pencernaan
pangan, penyerapan, pengangkutan, pemanfaatan dan ekskresi zat-zat oleh organisme
(Muchtadi, 2009 : 1).
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digestasi, absorsipsi, transformasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, tumbuhan
dan fungsi normal dari organ, serta mengahasilkan energi (Supriasa,2002 : 17-18).
Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh. Sekarang kata gizi
mempunyai pengertian yang lebih luas. Disamping untuk kesehatan gizi dikaitkan dengan
potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemamapuan
belajar dan produktivitas kerja. Negara indonesia sekarang sedang membangun, faktor gizi
disamping faktor-faktor lain di anggap lebih penting untuk memacu pembangunan, khususnya
yanh berkaitan dengan perkembangan sumber daya manusia berkualitas (Almatsier, 2001 : 3-
4).
Secara garis besar zat-zat makanan tersebut dalam tubuh manusia berfungsi sebagai
berikut:
a. Air, berfungsi sebagai pelarut dan menjaga stabilitas temperatur tubuh. Tiroid, anak ginjal, dan
kelenjer keringat.
b. Protein, berfungsi membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti
enzim dan hormone, membentuk zat anti energi.
c. Lemak, befungsi penghasilan kalori terbesar dalam hal ini tiap gram lemak menghasilkan 9,3
kalori sebagai pelarut Vitamin tertentu seperti, A, D, E, dan K, sebagai pelindung alat-alat tubuh
dan sebagai pelindung tubuh dari temperature rendah.
d. Karbohidrat, terdiri dari unsur C, H dan O berdasarkan gugus penyusunan gulanya dapat
dibedakan enjadi, monosakarida, disakarida dan polisakarida.
e. Vitamin, dapat dikelompokan menjadi Vitamin yang larut dalam air, meliputi B dan C, dan
vitamin yang larut dalam lemak meliputi A, D, E, dan K (Kartasapoetra, 2008 : 4-5).
d. Golongan sayuran
Sayuran merupakan sumber vitamin terutama karoten, vitamin C, dan mineral (zat kapur,
zat besi, dan zat fosfor). Zat besi berguna untuk pembentukan sel darah merah.
1) Sayuran kelompok A
Sayuran dala kelompok A mengandung sedikit kali protein dan karbohidrat. Sayuran dalam
kelompok A dalam setiap 100 gram bahan mengandung Vitamin A sebanyak 1.000-5.000 UI
(Unit International), yaitu: baligo, daun bawang, daun kacang, daun koro, daun laun labu siam,
daun waluh, daun lobak, jamur segar, oyong (gambaas), kangkung, mentimun, tomat, kecipir
muda, kol, kembang kol, labu air, lobak panjang, papaya muda, pecay, rebung, sawi, saledri,
selada, toge, tebu, terong dan cabai hijau besar.
2) Sayuran kelompok B
Sayuran dalam kelompok B dalam satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 3 gram
protein, dan 10 gram karbohidrat. Satu satuan penukar = 100 gram sayuran mentah. Setiap 100
gram bahan mengandung 500-1.000 UI vitamin A, yaitu: bayam, biet, buncis, daun beluntas,
daun ketela rambat, daun kecipir, daun leunca, daun lompong, daun mangkokan, daun
melinjau, daun pakis, daun singkong, daun papaya, jagung muda, jantung pisang, genjer,
kacang panjang, kacang kapri, katuk, kucai, labu siam, labu waluh, nangka muda, paria,
takokak dan wortel.
e. Golongan Buah-buahan
Buah-buahan merupakan sumber vitamin terutama karoten. Vitamin B1, Vitamin B6, dan
vitamin C.
Tabel 2.3 Golongan Buah-Buahan
Jenis bahan Berat setiap satuan Ukuran Rumah
makanan penukar (gram) Tangga (URT)
Alpukat 50 buah besar
Anggur 75 10 biji
Apel 75 buah sedang
Belimbing 125 1 buah besar
Jeruk 100 2 buah sedang
Mangga 50 buah sedang
Jambu biji 100 1 buah besar
Jambu bol 75 buah sedang
Duku 75 15 buah
Durian 50 3 biji
Kedondong 100 1 buah besar
Kemang 100 1 buah besar
Nenas 75 1/6 buah sedang
Nangka masak 50 3 biji
Papaya 100 1 potong sedang
Pisang ambon 50 1 buah sedang
Pisang raja sere 50 2 buah kecil
Rambutan 75 8 buah
Salak 75 1 buah besar
Sawo 50 1 buah sedang
Sirsak 75 gelas
semangka 150 1 potong besar
f. Golongan Susu
Susu merupakan sumber protein, lemak karbohidrat, vitamin (terutama vitamin A dan
niasin) serta mineral, zat kapur, dan zat fosfor).
g. Golongan Minyak
Bahan makanan ini seluruhnya terdiri dari lemak. Satu satuan penukar mengandung 45
kalori dan 5 gram lemak.
Menurut Almatsier (2001 : 301) saat ini Indonesia sedang menghadapi masalah gizi ganda
yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah ini mempunyai hubungan erat
dengan keadaan sosial ekonomi yang terjdi ditengah-tengah masyarakat. Status gizi
dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mugkin.
Masalah gizi merupakan masalah yang multidimensi , salah satu indikator kesehatan yang
dinilai keberhasilan pencapaiannya adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur
berdasarkan umur, berat badan (BB), tinggi badan (TB) variabel ini disajikan dalam bentuk tiga
indikator antropometri yaitu: berat badan menurut umur (BB/U) Tinggi badan menurut umur
(TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) ( Kementrian Kesehatan RI, 2011 : 40).
Makanan dikatakan bergizi jika mengandung zat makanan yang cukup dalam jumlah dan
kualitasnya sesuai dengan kebutuhan tubuh. Makanan yang kita konsumsi setiap hari dapat
dibagi dalam beberapa golongan, yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air, dan
oksigen, dan makanan berserat (Irianto, 2004 : 20).
Bila orang salah dalam mengkonsumsi makanan dapat menimbulkan dampak yang tidak
baik. Makanan yang dimakan sehari hari hendaknya merupakan makanan seimbang, terdiri
atas bahan bahan makanan yang tersusun secara seimbang baik kualitas maupun kuantitas
untuk memenuhi syarat hidup sehat (Irianto, 2004: 16)
Jika anak sudah mulai diperkenalkan makanan semacan fast-food yang saat ini sedang
menjamur dimana-mana, tentu saja mereka selalu ingin mendapatkan makanan seperti itu yang
menunya tidak merupakan makanan yang lengkap, karena tidak selalu dimakan dengan
sayuran.
Kegemaran ini tentu akan dibawa sampai anak meningkat remaja dan dewasa. Akibatnya,
banyak anak muda-muda sudah menderita penyakit degeneratif, tinggi kolesterol, dan
sebagainya (Irianto, 2004:71).
d. Kebiasaan makan
Pada usia 1-5 tahun ini kebiasaan makan pada anak tergantung pada orang tuanya,
kadang-kadang anak malas makan dirumah karena kondisi yang tidak disukai, pada usia ini
kemampuan makan dengan menggunakan sendok, piring, dan garpu sudah baik. Pada usia
sekolah tata cara dalam makan seperti makan dengan duduk, mencuci tangan sebelum makan,
tidak mengisi mulut secara penuh dan mengambil makanan secara bersamaan dan lain lain
kebiasaan tersebut harus dilakukan. Kadang-kadang usia sekolah juga malas untuk makan
akibat stres atau sakit sehingga peru pemantauan, dan anak sekolah cenderung suka makan
secara bersamaan dengan teman sekolahnya. (Hidayat. A. A, 2012 : 96).
e. Pemeliharaan kesehatan
Sehat merupakan suatu keadaan yang terdapat selama masa tumbuh kembang manusia.
Keadaan tersebut tidak selalu berjalan lancar, kadang-kadang mengalami gangguan.
Kesehatan individu atau diri sendiri dapat terwujud apabila seseorang menjaga kesehatan
tubuh (Irianto, 2004: 84-85).
a) Gizi baik adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umur nya lebih dari 89% standar
harvard
b) Gizi kurang adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umur berada diantara 60,1% -80%
standar harvard
c) Gizi buruk adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya 60% atau kurang dari
standar harvard
2. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Pengukuran status gizi bayi dan anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur, juga
menggunakan modifikasi standar harvard, dengan klasfikasi sebagai berikut :
a) Gizi baik, yakni apabila panjang tinggi badan bayi/anak menurut umurnya lebih dari 80%
standar harvard.
b) Gizi kurang apabila,panjang/tinggi badan bayi/anak menurut umur nya berada antara
70,1%-80% standar harvard.
c) Gizi buruk, apabila panjang/tinggi badan bayi anak menurut umurnya 70% atau kurang dari
standar harvard.
3. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Pengukuran berat badan menurut tinggi badan ini diperoleh dengan mengkombinasikan
berat badan dan tinggi badan per umur menrut standar harvard. Klasfikasinya adalah sebagai
berikut:
a) Gizi baik, apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tinggi nya 09% dari standar Harvad.
b) Gizi kurang, apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tinggi nya berada di antara 70,1% -
90% dari standar harvard.
c) Gizi buruk, apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tinginya 70% atau kurang dari
standar harvard.
4. Lingkaran lengan atas (LILA) menurut umur.
Klasfikasi pengukuran status gizi bayi/anak berdasarkan lingkar lengan atas (LILA), yang
sering di gunakan adalah mengacu pada standar Wolanski, klasfikasinya adalah :
a) Gizi baik, apabila LILA bayi/anak menurut umur nya lebih dari 85% standar Wolanski.
b) Gizi kurang, apabila LILA bayi/anak menurut umur nya berada diantara 70,1% -85% standar
Wolanski.
c) Gizi buruk., apabila LILA bayi/anak menurut umur nya 70% atau kurang dari standar Wolanski.
Tabel 2.6
1) Survei konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentan konsumsi berbagai zat gizi
pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survey ini dapat mengindentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
2) Statistik vital penggunanya dipertimbangkan sebagian bagian dari indikator langsung
pengukuran status gizi masyarakat.
3) Faktor ekologi, untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagian dasar
untuk melakukan program intervensi gizi secara ringkas (Supriasa,2002:20-21).
4. Masalah Gizi Indonesia
Diantara sekian banyak masalah gizi yang ada, ada empat masalah gizi utama di indonesia
yaitu:
C. Pola Makan
1. Pengertian
Menurut Karjati (1985 : 73) Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu
orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
Menurut Hardajani (1996 : 23), Pola makan adalah tingkah laku manusia atau sekelompok
manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercyaan dan pilihan
makanan.
Menurut Suhardjo (1989 : 251), Pola makan adalah sebagai cara seseorang atau
sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap
pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.
Menurut Buletin Gizi (1988 : 82), Pola makan adalah sebagai karakteristik dari kegiatan
yang berulang kali dari individu dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan, sehingga
kebutuhan fisiologis, sosial dan emosionalnya terpenuhi (Sulistyoningsih,2003).
Berdasarkan keputusan Gubenur (2011) bahwa upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun
2011 menunjukan peningkatan dari tahun sebelumnya, sehingga tingat pendapatan dibedakan
sebagai berikut:
c. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya islam disebut haram dan individu yang
melanggar hukumnya berdosa. Adanya pantangan terhadap pantangan/minuman tersebut
membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya. Konsep halal dan haram
sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.
d. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh
terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, prinsip
yang dimiliki seseorang pendidikan rendah biasanya adalah yang penting mengenyangkan,
sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok bahan makanan lain.
e. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan.
Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi
melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh
besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari
kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga.
D. Balita
1. pengertian Balita
Balita dikenal juga dengan anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 1 sampai 5
tahun (Sulistyoningsih, 2011 : 184).
Anak balita adalah anak yang berumur dibawah lima tahun. Tidak termasuk bayi karena
bayi mempunyai peraturan makanan khusus. Jelasnya, anak balita adalah kelompok usia 1-5
tahun. Dan kelompok ini dipisahkan antara kelompok 1-3 tahun dan kelompok usia 3-5 tahun
(Irianto dan Waluyo, 2004 : 71).
Menurut Budianto (2009 : 274) Pada anak balita sering kali dijumpai KKP dimana pada usia
ini tubuh memerlukan zat gizi tinggi, sehingga apa bila kebutuhan zat gizi itu tidak tercapai
maka tubuh akan menggunakan cadangan zat makanan yang ada. Sehingga lamakelamaan
cadangan itu akan habis dan akan menyebabkan kelainan pada jaringan, dan proses
selanjutnya dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya perubahan yang akan menimbulkan
kelainan anatomis.
Jika dilihat dari segi umur anak TK yaitu 3-5 tahun. maka anak ini dikelompokan dalam
anak balita (Bawah lima tahun). Anak balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat
sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kg berat badanya. Anak balita itu justru
merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Santoso,
2004 : 71).
Nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan
dan perkembangan pada bayi dan anak, serta mencegah terjadinya berbagi penyakit akibat
Kekuranga nutrisi dalam tubuh seperti kekurangan energi dan protein, anemia, defisiensi
yodium. Defisiensi seng (Zn) defisiensi vitamin A, defisiensi thiamin, defisiensi kalium dan lain-
lain yang dapat menghambat proses tumbuh kembang anak (Hidayat, 2009 : 87).
Anak balita juga merupakan kelompok yang menujukan pertumbuhan badan yang pesat,
sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kg badan badanya (Sediaoetama, 2004 :
239).
2. Pertumbuhan Balita
a. Pengertian
Menurut Ranti (2004 : 51-51) prose tumbuh kembang terdiri dari dua proses yang tidak
dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi, meliputi sebagai berikut:
1) pertumbuhan ialah ditandai dengan semakin besaranya ukuran tubuh (tinggi, berat badan
lingkaran lengan atas dan yang lainnya).
2) perkembangan ialah ditandai denga semkin bertambahnya kemampuan anak (koordinasi
gerakan, bicara, kecerdasaan, perasaan, interaksi dengan orang lain, dan sebagainya).
b. Tanda-tanda tumbuh kembang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi pada setiap mahluk
manusia. Terutama pada masa balita dan Anak-anak mengalami prose tumbuh kembang ini
secara cepat. Pertumbuhan dan perkembangan setiap anak berlangsung menurut prinsip-
prinsip yang umum, namun demikian setiap anak memiliki ciri khas yang tersendiri.
Pertumbuhan yang terjadi pada seseorang tidak hanya meliputi yang terlihat pada pertumbuhan
fisik, tetapi juga perubahan dan perkembangan
dalam segi lain seperti: berfikir, berperasaan bertingkah laku dan lainnya ( Santoso, 2004 : 44).
e. Kegemukan
Prevalensi kegemukan pada balita di indonesia menurut
Depkes sudah mencapai sekitar 10% (Depkes, 2005). sedangkan di US, sekitar 15% anak
usia 6-11 tahun mengalami kelebihan berat badan, dengan indeks massa tubuh 95%
ditambah dengan 30% anak diperkirakan resiko kegemukan, dengan IMT lebih besar atau
sama.
f. Karies gigi
Anak usia 1-5 tahun mengalami kerusakan pada gigi susu maupun gigi tetap, makanan
yang berisi karbohidrat seperti kismis dan permen karet merupakan penyebab karies yang kuat.
Resiko terjadi karies gigi dapat diperkecil dengan memilih makanan ringan yang merupakan
kombinasi antara karbohidrat, protein, dan lemak.
g. Balita dan anak sulit makan
sulit makan merupakan ciri khas pada balita, karena pertumbuhan mereka lebih lambat
dibandingkan pada saat mereka bayi. Anak balit tidak dipaksa makan dengan mengikuti pola
makan orang dewasa karena nafsu makannya bergantung pada aktivitas dan kondisi kesehatan
mereka.
Berdasarkan teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi oleh Levinson
(Supriasa 2002 : 6). Penulis mencoba membuat kerangka teori berbentuk bagan sebagai
berikut :
Bagan 2.5
Kerangka Teori
* Pola Makan
Pemeliharaan kesehatan
Status Gizi
Pada penelitian ini, yang berkaitan dengan status gizi anak yang diteliti adalah pola
makana yang merupakan komponen yang mendukung dalam kesehatan dan pemenuhan serta
peninjauan dalam gizi pada anak.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka kerangka konsep penelitian ini secara skematis
dapat digambarkan sebagian dalam bagan 2.2 berikut :
Bagan 2.2
Status Gizi
Pola Makan
G. Hipotesiss
Ada hubungan antara pola makan terhadap status gizi pada balita di poli MTBs Puskesmas
Payo Selincah Kota Jambi Tahun 2013.
Bab 3, 4 dan 5 menyusul di Artikel Berikutnya
http://belajarblog53.blogspot.co.id/2014/11/skripsi-hubungan-pola-makan-terhadap_30.html#more