Jurnal Manajemen Bencana Banjir

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

GOVERNANCE DAN CAPACITY BUILDING

DALAM MANAJEMEN BENCANA BANJIR DI INDONESIA

Mochamad Chazienul Ulum


Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya(B2P3KS) Yogyakarta,
Jl. Mayjen Haryono 163. Malang 65145
E-mail: ulum.moch@yahoo.co.id

Abstract

Indonesia is a vulnerable developing country due to natural disasters, particularly floods.


These disasters hit Indonesia commonly during the rainy season. It resulted in adverse effects on
human life, economy and environment. The purpose of this paper is to examine the relationship
between empirical and theoretical studies on flood management in the perspective of governance
and capacity building. The research method that used is the study of literatures and the Focus
Group Discussion (FGD). The research site is flood-prone areas, which is 4 (four) regencies in East
Java Province, Indonesia. All of them have a high flood-prone index. In conclusion, sustainable
flood management requires a multi-stakeholder involvement and participation of communities
simultaneously. Flood management should be done with a systematic approach, and synergy of
the various parties in efforts to cope with the disaster. Therefore, strengthening the sense of crisis,
commitment, role and collective responsibility, and continuity of cooperation / collaboration in the
context of governance network and capacity building is needed to maintain the sustainability of
effective flood management..

Keywords: Governance, capacity, disaster, flood

1. PENDAHULUAN tertinggi akibat bencana alam di Asia-Pasifik.


Selama 20 tahun terakhir, berbagai bencana
1.1. Latar Belakang alam di negara ini juga telah menyebabkan
kerugian ekonomi paling sedikit US $ 22,5
Bencana yang terjadi membawa sebuah miliar. Data ini terdapat dalam The Asia Pacific
konsekuensi untuk mempengaruhi manusia Disaster Report 2010 yang disusun oleh The
dan / atau lingkungannya. Kerentanan terhadap Economic and Social Commission for Asia and
bencana dapat disebabkan oleh kurangnya the Pacific (ESCAP) dan The UN International
manajemen bencana yang tepat, dampak Strategy for Disaster Reduction (UNISDR).
lingkungan, atau manusia sendiri. Kerugian Ini adalah pertama kalinya PBB menyiapkan
yang dihasilkan tergantung pada kapasitas laporan khusus tentang bencana alam di
ketahanan komunitas terhadap bencana. kawasan Asia-Pasifik yang dipublikasikan pada
Kawasan Asia berada di urutan teratas dari 26 Oktober 2010.
daftar korban akibat bencana alam. Hampir Indonesia adalah salah satu negara
setengah bencana di dunia terjadi di Asia berkembang yang rentan akibat berbagai
membuat wilayah ini rawan bencana. Laporan bencana alam, terutama banjir. Banjir sudah
dari ESCAP juga merinci daftar negara di biasa melanda Indonesia, terutama pada
kawasan Asia Pasifik mengalami bencana alam musim hujan. Hal ini mengakibatkan dampak
selama periode 1980-2009. yang sangat buruk pada kehidupan manusia,
Sebagai contoh, Indonesia menempati ekonomi, dan lingkungan.
peringkat kedua dalam daftar jumlah kematian Banjir disebabkan oleh 2 (dua) kategori,

Governance dan Capacity Building dalam Manajemen Bencana Banjir ... (Mochamad Chazienul Ulum) 5
yaitu banjir akibat alami dan banjir akibat 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
aktivitas manusia. Banjir akibat alami
dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi Penelitian ini dilakukan di 4 (empat)
dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Timur
drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan yang merupakan daerah rawan banjir (flood-
banjir akibat aktivitas manusia disebabkan prone area), yaitu Bojonegoro, Lamongan,
karena ulah manusia yang menyebabkan Mojokerto, dan Pasuruan. Adapun waktu
perubahan-perubahan lingkungan, seperti penelitian berlangsung pada tanggal 18 sampai
perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), 25 Agustus 2010.
kawasan permukiman di sekitar bantaran,
rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan 2.2 Metode yang Digunakan
pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi
alami), dan perencanaan sistem kontrol banjir Metode penelitian yang digunakan dalam
yang kurang/tidak tepat. penelitian ini adalah studi literatur dan Focus
Risiko banjir tidak dapat dihindari Group Discussion (FGD).
sepenuhnya sehingga harus dikelola. Untuk studi literatur, beberapa sumber
Manajemen bencana banjir memang tidak yang dapat digunakan, yaitu: 1) laporan hasil
berusaha untuk menghilangkan bahaya penelitian, 2) jurnal, 3) buku referensi.
banjir tetapi untuk menanggulanginya. Risiko 1. Laporan hasil penelitian merupakan sumber
banjir tergantung pada komponen yang terdiri referensi berharga. Dengan membaca
dari bahaya dan kerentanan. Kombinasi laporan penelitian tentang manajemen
faktor alam dan manusia menciptakan risiko bencana, kita akan mendapatkan deskripsi
banjir. Keberhasilan manajemen risiko banjir keseluruhan dari penelitian sejenis yang
diperoleh jika langkah-langkah struktural dan telah dilakukan.
non-struktural dilaksanakan. Pencegahan 2. Jurnal yang berisi tulisan-tulisan dalam
dan mitigasi banjir mencakup tindakan disiplin yang sama. Tujuan utama dari
pengendalian banjir secara struktural, seperti jurnal ini adalah untuk digunakan sebagai
pembangunan bendungan atau tanggul sungai sumber data sekunder. Peneliti juga dapat
dan tindakan non-struktural seperti prediksi menggunakan tulisan dijurnal sebagai
dan peringatan banjir, manajemen risiko banjir, kutipan untuk bahan referensi dalam
partisipasi komunitas/ masyarakat, penataan penelitian.
institusional, dan sebagainya. 3. Buku referensi berisi teks yang umum
dalam disiplin ilmu tertentu. Sebuah buku
1.2 Tujuan referensi dapat memuat sebuah artikel
yang mendalam tentang topik tertentu
Berdasarkan latar belakang di atas, dan disertai dengan teori teori pendukung
penulis mencoba untuk menelaah hubungan sehingga kita akan dapat mengetahui
antara studi empiris dan teoritis tentang perkembangan (terakhir) ilmu/teori
manajemen bencana banjir. Secara empiris, tersebut.
hal itu berkaitan dengan masalah banjir di Selain studi literatur, peneliti juga
Indonesia, khususnya beberapa kabupaten di melakukan FGD yang merupakan teknik
Provinsi Jawa Timur (Bojonegoro, Lamongan, pengumpulan data yang digunakan untuk
Mojokerto, dan Pasuruan), dan secara teoritis mengungkap makna yang sesuai dengan
terkait dengan penerapan dan pengembangan pemahaman sebuah kelompok berdasarkan
model governance dan capacity building dalam hasil diskusi yang berpusat pada isu tertentu.
konteks manajemen bencana, khususnya FGD juga dimaksudkan untuk menghindari
banjir. interpretasi yang salah dari seorang peneliti
untuk fokus pada masalah. FGD memungkinkan
2. METODOLOGI peneliti untuk memeroleh data lengkap dari

6 Jurnal Penanggulangan Bencana Vol. 4, No. 2 Tahun 2013 Hal. 5-12


informan, dan juga memungkinkan fleksibilitas saat dan sesudah. Pada saat yang sama,
peneliti dalam menentukan desain pertanyaan, ada 4 (empat) kegiatan, yaitu: mitigasi dan
sehingga bebas meminta respons informan kesiapsiagaan (sebelum), respons (saat), dan
sesuai dengan tujuan penelitian. pemulihan (setelah).
Namun demikian, FGD juga memiliki Selain itu, pemahaman tentang manajemen
beberapa keterbatasan, seperti: bencana banjir sebagai persoalan umum
1. FGD tidak dapat digunakan untuk temuan (common issue) memerlukan pemetaan struktur
umum dengan cakupan yang luas, interaksi, keterlibatan, dan partisipasi berbagai
sehingga membutuhkan studi yang lebih pemangku kepentingan dalam kontak langsung
teliti dan rumit. dengan akar penyebab dan korban bencana
2. Dalam topik permasalahan yang sangat itu. Sebagai konsep Governance seperti dari
sensitif, anggota kelompok dapat ragu-ragu Kooiman (1993) dan Pedroso (1999), para
dalam mengekspresikan perasaan dan pemangku kepentingan (stakeholders) dapat
pengalamannya secara bebas di forum. mencakup unsur pemerintah, dan pelaku non-
pemerintah, baik, swasta LSM, dan masyarakat.
2.3 Kerangka Konseptual Tentu saja, berbagai peran dan tanggung jawab
akan berbeda. Namun, pemerintah masih
Manajemen bencana banjir dalam tulisan memiliki peran sebagai pembuat kebijakan
ini mengacu pada studi yang terkait dengan (policy maker) dan pemangku kepentingan
penanggulangan bencana oleh Tun Lin Moe utama (principal stakeholder). Kerangka
& Pairote Pathranarakul (2006, hal. 396-413). konseptual penelitian ini dapat dilihat pada
Berdasarkan waktu, peristiwa bencana dapat gambar sebagai berikut:
dikategorikan dalam 3 (tiga) bagian sebelum,

SEBELUM
(Mitigasi &
Kesiapsiagaan)

SAAT
MANAJEMEN BENCANA BANJIR
(Respons)

SESUDAH
(Pemulihan)

STAKEHOLDERS

MASYARAKAT PEMERINTAH SWASTA

CAPACITY BUILDING

Governance dan Capacity Building dalam Manajemen Bencana Banjir ... (Mochamad Chazienul Ulum) 7
Selanjutnya, kapasitas komunitas untuk kabupaten yang memiliki indeks rawan banjir
memelihara atau meningkatkan kualitas pada tingkat tinggi di Jawa Timur. Ancaman
hidup dalam menghadapi gangguan eksternal lain dari bencana pada tingkat moderat adalah
tersebut dapat ditingkatkan, baik dengan gempa, erosi, dan tsunami. Banjir tahunan di
mengurangi banjir atau dengan meningkatkan wilayah ini terjadi dari Sungai Bengawan Solo,
kapasitas mereka untuk menanggulanginya. situasi-kondisi yang sama seperti Bojonegoro.
Manajemen bencana banjir yang efektif Kabupaten Mojokerto juga merupakan
berupaya untuk menemukan cara-cara daerah yang memiliki kategori indeks tinggi
koordinasi dan kerjasama melintasi batas- untuk banjir. Ancaman / bahaya ini terletak di
batas institusional untuk mencapai keputusan daerah Selatan yang mengalir Sungai Brantas,
dan untuk melibatkan lembaga-lembaga di salah satu sungai terbesar di Provinsi Jawa
tingkat lokal, baik dalam keputusan maupun Timur. Kemudian, di Kabupaten Pasuruan,
pelaksanaannya. Keberhasilan manajemen jenis bencana yang sering terjadi seperti
bencana banjir tergantung pada hubungan banjir bandang, tanah longsor, dan kebakaran
antar stakeholders, dan aturan yang dibuat hutan. Beberapa daerah di Pasuruan sebelah
dengan adil dan transparan untuk partisipasi utara sering memiliki abrasi dan banjir dari air
stakeholders. laut. Di sisi lain, di daerah pegunungan rawan
terjadi banjir bandang yang disebabkan dari
3. HASIL DAN PEMBAHASAN pembalakan liar.

3.1 Laporan Penelitian Identifikasi Masalah Penanggulangan


Bencana Banjir 4 (empat) Kabupaten di
Informasi Singkat Lokasi Penelitian di 4 Provinsi Jawa Timur
(Empat) Kabupaten, Provinsi Jawa Timur
Undang-Undang Nomor 24 Tahun
Peta Daerah Rawan Banjir 2007 tentang Penanggulangan Bencana
telah membawa pergeseran paradigma
dalam penanggulangan bencana dari hanya
menanggapi situasi saat bencana terjadi
(tanggap darurat) ke pencegahan dan
pengurangan risiko bencana (PRB). Dengan
perubahan ini, manajemen bencana merupakan
kegiatan yang dimulai sejak bencana belum
terjadi. Sebenarnya risiko banjir dapat dikurangi
melalui program pengembangan perspektif
PRB banjir dan penataan ruang berbasis
pemetaan dan penilaian risiko bencana.
Namun, berdasarkan hasil FGD, identifikasi
masalah dalam konteks penanggulangan
Sumber: http://gis.pusair-pu.go.id/p2/ bencana banjir, antara lain:
1. Sebagian masyarakat lokal masih
Bojonegoro adalah salah satu kabupaten belum mengetahui eksistensi Badan
di Provinsi Jawa Timur yang dialiri Sungai Penanggulangan Bencana Daerah
Bengawan Solo. Hal ini menyebabkan (BPBD). Oleh karena itu, pemerintah perlu
peluang tinggi untuk daerah ini banjir setiap melakukan sosialisasi serta mengajak
tahun, khususnya di beberapa daerah utara masyarakat untuk lebih intens terlibat
Bojonegoro. Dengan deforestasi di dataran / berpartisipasi dalam kegiatan untuk
tinggi selatan Bojonegoro, kabupaten ini mengatasi bencana, terutama banjir.
juga memiliki ancaman banjir bandang. 2. Persepsi tentang bencana banjir, belum
Selanjutnya, Lamongan merupakan salah satu komprehensif dan umumnya masih dalam

8 Jurnal Penanggulangan Bencana Vol. 4, No. 2 Tahun 2013 Hal. 5-12


perspektif tanggap darurat. aspirasi daerah. Tingkat kerentanan
3. Alokasi anggaran untuk penanggulangan dan karakteristik bencana yang berbeda
bencana belum memadai dan masih antar-daerah dan masing-masing daerah
tergantung pada permintaan dana On Call memiliki masalah tersendiri yang harus
kepada pemerintah pusat dalam situasi diprioritaskan.
darurat. 4. Kebijakan alokasi anggaran yang
4. Belum adanya keterlibatan sistemik dari dibutuhkan hendaknya juga lebih
organisasi masyarakat. diprioritaskan untuk keperluan pra bencana
5. Kurangnya koordinasi lintas sektor, dalam kerangka manajemen bencana yang
termasuk sektor swasta dan universitas. komprehensif (yang dimulai sejak dari pra
hingga pasca bencana).
Rekomendasi Seputar Kebijakan 5. Penguatan kelembagaan di daerah terkait
Penanggulangan Bencana (Banjir) penanggulangan bencana merupakan
suatu kebutuhan yang mendesak. Untuk itu,
Dari beberapa identifikasi masalah pemerintah (baik di tingkat pusat maupun
penanggulangan bencana banjir, maka provinsi) hendaknya terus melakukan
rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti, antara advokasi dan mengupayakan program yang
lain: dapat mendorong peningkatan kapasitas
1. Secara umum Pemerintah Daerah dan kelembagaan yang ada di daerah.
DPRD di 4 (empat) kabupaten di Jawa
Timur (Bojonegoro, Lamongan, Mojokerto 3.2 Artikel Ulasan
dan Pasuruan) perlu merumuskan dan
menerapkan Peraturan Daerah tentang Perspektif Governance untuk Manajemen
Penanggulangan Bencana (PB). Regulasi Bencana
tersebut akan memetakan peran dan
tanggung jawab kolektif dari berbagai Manajemen bencana merupakan seluruh
pihak (pemerintah, masyarakat, dan pihak rangkaian kegiatan yang meliputi berbagai
swasta). PB melalui pola kemitraan sangat aspek penanggulangan bencana pada sebelum,
dimungkinkan untuk lebih meringankan saat, dan sesudah terjadi bencana yang dikenal
beban, termasuk beban anggaran (APBD) sebagai Siklus Manajemen Bencana. Siklus
dari 4 (empat) kabupaten di wilayah ini bertujuan untuk (1) mencegah kehilangan
Provinsi Jawa Timur tersebut. jiwa; (2) mengurangi penderitaan manusia; (3)
2. Mengingat wilayah 4 (empat kabupaten memberikan informasi kepada masyarakat dan
di Jawa Timur (Bojonegoro, Lamongan, pihak yang berwenang mengenai risiko, serta
Mojokerto dan Pasuruan) merupakan (4) mengurangi kerusakan infrastruktur utama,
daerah rawan bencana, khususnya banjir, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.
maka diperlukan perhatian yang lebih Lalu, mengapa governance? Kooiman (1993)
fokus pada periode pra-bencana sehingga mempertegas pentingnya governance dengan
diharapkan dapat menjadi investasi menyatakan:
yang mampu mencegah meminimalisasi Tidak ada satu pelaku, baik publik maupun
jatuhnya korban jiwa dan berbagai kerugian privat mempunyai semua pengetahuan dan
yang lain. informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan
3. Dalam hal pembentukan suatu institusi masalah yang kompleks, dinamis dan beragam;
(termasuk institusi yang terkait bencana), tidak ada pelaku yang mempunyai pandangan
hendaknya daerah memiliki hak untuk yang memadai untuk aplikasi suatu instrumen
menentukan bentuk kelembagaan sesuai yang diperlukan secara efektif, tidak ada
dengan kebutuhan/ kemampuan daerah satu pelaku yang mempunyai cukup tindakan
Besaran organisasi, apakah badan, kantor yang berpotensi untuk mendominasi secara
atau capacity building lembaga yang unilateral dalam suatu model governance.
sudah ada harus mempertimbangkan

Governance dan Capacity Building dalam Manajemen Bencana Banjir ... (Mochamad Chazienul Ulum) 9
Governance akan terwujud hanya jika akuntabilitas untuk membangun kepercayaan
muncul kolaborasi, kemitraan, dan jaringan di antara ketiganya yang akan berfungsi
di antara elemen governance, yaitu negara, sebagai lem pengikat kinerja di antara mereka
sektor swasta dan masyarakat sipil. Jaringan dalam upaya manajemen bencana. Tanggung
telah menjadi fitur penting dari pengembangan jawab sosial sektor privat harus dipertegas,
organisasi modern saat ini, baik organisasi hak-hak sosial masyarakat perlu dijamin dan
publik atau swasta. Kebijakan publik tidak lagi peran regulasi pemerintah perlu diperkuat.
proses eksklusif yang melibatkan aktor negara Hal ini berdasarkan pada urgensi
saja, tetapi merupakan produk networking, perspektif dan nilai-nilai governance dalam
kerjasama, dan kemitraan di antara elemen upaya manajemen bencana. Keterlibatan
governance (policy network). Manajemen sinergis dalam bentuk jaringan (network) dari
bencana yang efektif membutuhkan kolaborasi ketiga pilar governance menjadi titik tekan
antara sektor publik, swasta, dan organisasi utamanya. Dengan governance, nilai dan
terkait. praktik administrasi publik tidak lagi didominasi
Tindakan ramah lingkungan dan non oleh sektor pemerintah. Adanya persyaratan
destruktif tidak hanya harus menunjukkan dan garansi bagi terciptanya jaringan sinergis
sektor publik tetapi juga swasta. Hal ini tersebut sekaligus merefleksikan suatu relasi
ditunjukkan oleh beberapa kegiatan bantuan multiaktor yang demokratis.
bencana alam secara langsung, meskipun
masih sebatas amal dan tidak berkelanjutan. Capacity Building dalam Manajemen
Reformasi juga harus disusun dengan cara Bencana di Indonesia
yang konstruktif pada ide-ide dan orientasi
operasional yang telah didasarkan sepenuhnya Minimnya kemampuan antisipasi
pada keuntungan finansial tanpa perhatian bencana di Indonesia diungkap oleh Wijaya
yang seimbang dan memadai terhadap risiko (2007) bahwa yang menjadi masalah tidak
sosial. hanya bencana dan beberapa penyebabnya,
Komitmen dari sektor swasta perlu untuk melainkan antisipasi bencana itu juga menjadi
ditingkatkan, seperti melalui penerapan sebuah masalah tersendiri. Sebagai misal,
Corporate Social Responsibility (CSR), atau sistem peringatan dini memerlukan struktur
kegiatan sosial yang dapat dilakukan dalam yang jelas, institusi yang fleksibel dan sigap,
berbagai bentuk. Di Indonesia, pelaksanaan serta sosialisasi yang dapat menyentuh ke
CSR sampai sekarang jelas masih jauh seluruh lapisan sosial. Tujuannya, membangun
dari yang diharapkan. Persoalannya adalah sebuah masyarakat yang selalu waspada
persepsi dari sebagian besar korporasi yang menghadapi bencana sebagai konsekuensi
menganggap bahwa alokasi dana untuk CSR dari kondisi hidup di daerah rawan bencana
sebagai beban karena merupakan faktor (disaster-prone area).
biaya. Selain itu, mereka sudah merasa cukup Menurut Nurjanah dkk. (2012), kapasitas
bertanggung jawab untuk membayar pajak yang kuat untuk menghadapi ancaman
yang hasilnya digunakan untuk pembangunan. bencana berkaitan dengan program / kegiatan
Persepsi tentang manajemen bencana sebagai untuk meningkatkan kapasitas masyarakat.
common issue, kiranya membawa pada Tujuan utamanya adalah masyarakat yang
konsepsi ideal jaringan interaksional antar mampu mengantisipasi bencana, mampu
berbagai aktor. Wijaya (2007) menyatakan menangani keadaan darurat dan mampu
bahwa upaya manajemen bencana perlu pulih dari bencana. Oleh karena itu, program /
direncanakan dalam koridor visi dan misi kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain:
tertentu yang melibatkan ketiga sektor; 1. Pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pemerintah, swasta dan masyarakat. Tentunya pe-ngembangan ilmu pengetahuan dan
ragam peran dan tanggung jawabnya akan teknologi bencana, manajemen bencana
berbeda. Sharing tanggung jawab antara ketiga melalui penerapan teknologi dan pemetaan
sektor tersebut memerlukan transparansi dan spasial;

10 Jurnal Penanggulangan Bencana Vol. 4, No. 2 Tahun 2013 Hal. 5-12


2. Sistem peringatan dini dari berbagai jenis stakeholder mendukung mereka.
bencana;
3. Sosialisasi bencana melalui media massa; 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4. Pelatihan manajemen bencana;
5. Pemberian dukungan teknis dan non-teknis, Manajemen bencana banjir yang
meningkatkan peran aktif masyarakat berkelanjutan membutuhkan keterlibatan multi-
dalam penanggulangan bencana, pihak dan partisipasi komunitas secara simultan.
pembangunan kapasitas masyarakat pada Partisipasi setiap komponen komunitas dalam
pengenalan ancaman dan kerentanan di menjalankan manajemen bencana merupakan
wilayahnya kunci keberhasilan. Kiranya semakin besar
Pendidikan dan pelatihan tentang keterlibatan mereka akan dapat meningkatkan
pelestarian lingkungan dan pengurangan risiko kapasitas dalam meminimalkan risiko banjir.
bencana, termasuk banjir, harus diadakan. Manajemen bencana banjir harus
Muatan materinya disesuaikan dengan dilakukan dengan pendekatan sistematis dan
keadaan unik dari potensi situasi kebencanaan sinergis dari berbagai pihak dalam upaya
dan berdasarkan pada pengalaman bencana untuk mengatasi bencana tersebut. Melalui
yang sebelumnya. Pendidikan dan pelatihan pendekatan ini, diharapkan nanti tidak lagi
tersebut merupakan hak masyarakat untuk dilakukan secara parsial oleh masing-masing
mendapatkannya. pihak, tetapi semua elemen dapat terlibat
Manajemen bencana tidak hanya untuk bekerja sama secara bahu-membahu.
menuntut partisipasi individu dalam komunitas Oleh karena itu, memperkuat sense of crisis,
yang rentan, tetapi juga keterlibatan instansi kepedulian, komitmen, peran dan tanggung
pemerintah terkait, LSM, dan sektor swasta. Hal jawab kolektif dan kontinuitas kerjasama /
ini harus didukung dengan strategi manajemen kolaborasi dalam konteks jaringan governance
yang efektif melalui perencanaan operasional, diperlukan untuk keberlanjutan pengelolaan
pendidikan dan pelatihan kelompok. bencana banjir yang efektif.
Pengembangan sistem manajemen bencana
dapat dimulai dari formulasi kebijakan di tingkat UCAPAN TERIMA KASIH
pemerintah demi kesiapsiagaan komunitas/
masyarakat. Penulis menyampaikan terima kasih
Akhirnya, menurut UN-Habitat (2001), kepada Pemerintah Kabupaten Bojonegoro,
pengambilan keputusan hendaknya merupakan Lamongan, Mojokerto, dan Pasuruan, serta
kombinasi dari pendekatan top-down dan Kepala BPBD Provinsi Jawa Timur yang telah
bottom-up yang memungkinkan keterlibatan berkenan menerima kami dan memberikan
semua stakeholder atas dasar kesetaraan. akses data-informasi yang berkaitan dengan
Para stakeholder terdiri dari pemerintah (yang hal kebencanaan setempat, khususnya banjir,
bertanggung jawab), lembaga akademis, dan upaya penanggulangannya. Selain itu,
sektor swasta, LSM dan warga masyarakat. penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Keterlibatan pengetahuan stakeholder dari komunitas Nahdlatul Ulama (NU) dan berbagai
perspektif yang berbeda bersama-sama pihak yang turut membantu dalam proses
memungkinkan pemahaman risiko banjir penelitian ini.
yang koheren. Anggota komunitas yang
terkena dampak banjir memiliki kesempatan DAFTAR PUSTAKA
untuk mengekspresikan kebutuhan dan
untuk mempromosikan integrasi tuntutan Kooiman, Jan. 1993. Modern governance.
mereka dalam pengambilan keputusan. Social-political Governance. London:
Keterlibatan stakeholder memungkinkan untuk Sage.
melakukan identifikasi dan implementasi Nurjanah, dkk. 2012. Manajemen Bencana.
tindakan pengelolaan banjir yang efektif Bandung: Alfabeta.
dan berkelanjutan karena sebagian besar Pedroso, Leonora. 1999. Eastern Regional

Governance dan Capacity Building dalam Manajemen Bencana Banjir ... (Mochamad Chazienul Ulum) 11
Organization for Public Administration:
From Government to Governance. World
Confrerence on Governance.
Tun Lin Moe & Pathranarakul P. 2006. An
integrated approach to natural disaster
management. Disaster Prevention and
Management Journal. Vol. 15 No. 3. hal.
396-413.
UN-Habitat. 2001. Tools to Support Participatory
Urban Decision Making, Nairobi: United
Nations Centre for Human Settlements
(Habitat).
Wijaya, Andy F. 2007. Problem Antisipasi
Bencana: dalam Perspektif Good
Governance dan Manajemen Pelayanan
Publik. Makalah Seminar Nasional
Potensi Migas dan Antisipasi Bencana di
Jawa Timur. Malang: Universitas Brawijaya.

12 Jurnal Penanggulangan Bencana Vol. 4, No. 2 Tahun 2013 Hal. 5-12

You might also like