Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 252

ANALISIS MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD PADA

PENERAPAN PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980


TENTANG K3 KONSTRUKSI BANGUNAN PADA PROYEK
APARTEMEN DAN HOTEL DI KEMANG JAKARTA SELATAN
TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH:

Rizqy Unggul Permadi

NIM: 108101000018

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Thesis, Juli 2014

Rizqy Unggul Permadi, NIM : 108101000018

ANALYSIS GC EDWARD IMPLEMENTATION MODEL ON THE


APLICATION PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980 ABOUT
CONSTRUCTION OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY OF THE
PROJECT APARTMENTS AND HOTEL IN KEMANG SOUTH JAKARTA
YEAR 2013

xvi + 157 pages, 13 tables, 8 pictures

This study aims to look how the implementation of one of the governments
policy in the field of occupational safety which is Permenakertrans No.1 / 1980 about
construction occupational health and safety on the apartments and hotel development
projects in the works by PT PP in Kemang, South Jakarta . This study uses a model
approach that saw GC Edward model policy implementation based on four basic
subtances namely communication, resources, disposition, and bureaucratic structures.
This study uses qualitative research methods. The information used comes
from the informant interviews, field observations, and projects data related to work
safety. Informants in this study was divided into 2 parts : 4 people who represent the
main contractor and 5 people who represent sub-contarctor. Each informant has
duties and responsibilities are different from each other.
The result showed that occupation safety violations related to the content of
Permenakertrans No.1 / 1980 which are materials and equipment scattering in the
workplace, you do not see arrangement faucet cross the street of the crane, not curved
the tip of iron manufacture of concrete, and the existence of workers who are not
using PPE.

v
In each subtance based on GC Edward model the are problems resulting from
the implementation of Permenakertrans No.1 / 1980 about construction occupational
health and safety on the building construction is not going well. Problems are that
there are not competent workers to work, recruitment of workers only based ages not
skill, workers commitment to implement occupational safety is still lacking, the
application of strict punishment is not done, and there are still many information
related work safety and standard operational procedures that have not been socialized
to workers.
Recommendation are given to company that repair worker recuitment system,
the provision of safety training to workers specifically according to the type of work,
the application of punishment was more emphasized, and dissemination of standard
operating procedures for workers overall.

Keywords : Policy, Implementation, Construction


References : 53 (1991 - 2013)

vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juli 2014

Rizqy Unggul Permadi, NIM : 108101000018

ANALISIS MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD PADA PENERAPAN


PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980 TENTANG K3 KONSTRUKSI
BANGUNAN PADA PROYEK APARTEMEN DAN HOTEL DI KEMANG
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2013

xvi + 157 halaman, 13 tabel, 8 gambar

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana penerapan salah satu


kebijakan pemerintah di bidang keselamatan kerja yaitu Permenakertans No.1 / 1980
tentang K3 konstruksi bangunan pada proyek pembangunan apartemen dan hotel
yang sedang dikerjakan PT PP di Kemang, Jakarta Selatan. Penelitian ini
menggunakan pendekatan model GC Edward yang melihat implementasi kebijakan
berdasarkan 4 substansi dasar yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur
birokrasi.
Metode penelitian bersifat kualitatif. Informasi yang digunakan bersumber
dari wawancara terhadap informan, observasi di lapangan, dan data - data proyek
yang terkait dengan keselamatan kerja. Informan dalam penelitian terbagi menjadi 2
bagian yaitu 4 orang yang mewakili kontraktor utama dan 5 pekerja sub kontraktor.
Setiap informan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda - beda antara
satu dan lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran K3 terkait dengan isi
dari Permenakertrans No.1 / 1980 yaitu material bahan peralatan yang berserakan di
tempat kerja, tidak terlihat adanya aturan lintas keran jalan, ujung besi tidak
dilengkungkan pada pembuatan beton, dan masih adanya pekerja yang tidak
menggunakan APD.

vii
Pada masing - masing substansi berdasarkan model GC Edward terdapat
permasalahan yang menyebabkan pelaksanaan dari Permenakertans No.1 / 1980
tentang K3 konstruksi bangunan tidak berjalan dengan baik. Permasalahan tersebut
antara lain masih adanya pekerja yang belum kompeten untuk bekerja, rekrutmen
pekerja hanya berdasarkan umur bukan keahlian, komitmen pekerja untuk
melaksanakan peraturan keselamatan kerja masih kurang, penerapan hukuman tidak
tegas dilakukan, dan masih banyaknya informasi terkait keselamatan kerja dan
standar operasional prosedur yang belum disosialisasikan kepada pekerja.
Rekomendasi yang diberikan kepada perusahaan yaitu perbaikan sistem
rekrutmen pekerja, pemberian pelatihan keselamatan kerja kepada pekerja secara
spesifik menurut jenis pekerjaan, penerapan hukuman dipertegas, dan sosialisasi
standar operasional prosedur menyeluruh kepada pekerja.

Kata kunci : Kebijakan, Implementasi, Konstruksi


Daftar bacaan : 53 (1991 - 2013)

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT karena atas rahmat dan

karunia - Nya yang telah memberikan banyak kemudahan kepada saya mulai dari

pengajuan surat izin lapangan, selama penugasan, sampai selesainya laporan skripsi

ini. Tak terkira banyaknya rasa syukur yang dapat hamba panjatkan ke hadiratmu.

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah skripsi,

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya mengucapkan terima kasih kepada orang - orang yang telah membantu

dalam proses penyusunan laporan skripsi ini. Untuk hal tersebut saya mengharapkan

saran dan kritik guna memperbaiki laporan skripsi ini sehingga dapat lebih sempurna.

Saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua yang telah memberikan bimbingan dan dukungan penuh baik

moril maupun materiil.

2. Ibu Febrianti selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN

Jakarta.

3. Bapak Arif Sumantri selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan

masukan dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini hingga selesai.

ix
4. Ibu Riastuti Kusuma Wardhani selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan masukan dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini

hingga selesai.

5. Bapak Mulyono dan Bapak Dadan selaku HSE officer proyek Kemang yang

telah banyak membantu saya saat proses pengerjaan skripsi di lapangan.

6. Seluruh informan pekerja proyek Kemang yaitu pekerja kayu, besi, cor, house

keeping, operator tower crane, dan alimak yang telah memberikan informasi

yang saya butuhkan selama proses pengerjaan skripsi di lapangan dan berbagi

pengalaman kerja kepada saya.

7. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah membimbing

dan memberikan banyak ilmu yang bermanfaat kepada saya selama proses

perkuliahan.

8. Teman - teman Kesmas 2008 yang tidak dapat saya sebutkan semuanya satu

per satu. Semoga semua perjuangan kita selama perkuliahan dapat menjadi

kenangan untuk kita semua.

9. Serta segenap pihak yang telah banyak berperan aktif membantu pelaksanaan

skripsi dan dalam menyelesaikan laporan skripsi ini yang tidak saya sebutkan

secara keseluruhan.

Dengan memanjatkan doa kepada ALLAH SWT, saya berharap semua

kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan kebahagaiaan dunia dan akhirat, dan

juga semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Amien

x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizqy Unggul Permadi

TTL : Lamongan 15 April 1989

Alamat : Jl. Jamhur I No.108 Rt 04/01 Cinere, Depok

Agama : Islam

Gol. Darah :A

No. Telp : 0856 48563175

RIWAYAT PENDIDIKAN

1995 2001 SD Jetis VI - Lamongan

2001 2004 SMP Negeri 12 - Jakarta

2004 2007 SMA Negeri 6 - Jakarta

2008 sekarang S1 Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

xi
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN.. i

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii

ABSTRAK. x

KATA PENGANTAR..... ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP..... xi

DAFTAR ISI..... xii

DAFTAR TABEL..... xviii

DAFTAR GAMBAR... xix

BAB I PENDAHULUAN. 1

1.1 Latar Belakang. 1

1.2 Rumusan Masalah.... 8

1.3 Pertanyaan Penelitian .. 8

1.4 Tujuan Penelitian..... 9

1.4.1 Tujuan Umum .... 9

1.4.2 Tujuan Khusus........ 9

1.5 Manfaat Penelitian... 10

xii
1.5.1 Manfaat Aplikatif....... 10

1.6 Ruang Lingkup ....... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.... 12

2.1 Kebijakan K3 Konstruksi............... 12

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik......... 12

2.1.2 Proses Kebijakan Publik............................................................ 16

2.1.3 Kebijakan Publik dan Hukum................................................... 19

2.1.4 Elemen Kebijakan..................................................................... 20

2.1.5 Hirarki Perundang - undangan ................................................. 21

2.1.6 Kebijakan Kesehatan ................................................................ 22

2.1.7 Jasa Konstruksi.......................................................................... 23

2.1.8 Kebijakan Publik K3 Konstruksi Bangunan............................. 25

2.1.9 Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi

Bangunan .................................................................................. 28

2.2 Implementasi Kebijakan..... 29

2.2.1 Model Implementasi Van Horn dan Van Meter.. 34

2.2.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle. 35

2.2.3 Model Implementasi Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier 36

2.2.4 Model Implementasi G.Shabir Chema dan Dennis Rondinelli... 37

2.2.5 Model Implementasi GC Edward........................... 39

2.2.5.1 Komunikasi ........................ 39

2.2.5.1.1 Transmisi... 40

xiii
2.2.5.1.2 Kejelasan............... 41

2.2.5.1.3 Konsistensi.... 41

2.2.5.2 Disposisi.. 41

2.2.5.2.1 Pengangkatan Birokrasi 42

2.2.5.2.2 Insentif.. 42

2.2.5.3 Sumber Daya....................................... 43

2.2.5.3.1 Staf 43

2.2.5.3.2 Informasi 43

2.2.5.3.3 Wewenang. 44

2.2.5.3.4 Fasilitas......... 44

2.2.5.4 Struktur Birokrasi....... 45

2.2.5.4.1 Standar Operasional Prosedur 45

2.2.5.4.2 Fragmentasi....... 46

2.3 Kerangka Teori... 47

BAB III KERANGKA PIKIR ...................................... 49

3.1 Kerangka Pikir............. 49

3.2 Definisi Istilah..................... 50

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN..... 57

4.1 Jenis Penelitian.57

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian..... 57

4.3 Informan... 58

xiv
4.4 Instrumen Penelitian 62

4.5 Jenis Data.................................... 63

4.6 Teknik Pengumpulan Data. 64

4.7 Pengolahan Data. 65

4.8 Analisis Data.. 66

4.9 Keabsahan Data... 67

BAB V HASIL......................................................................................................... 68

5.1 Karakteristik Informan............................................................................ 68

5.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3

Konstruksi Bangunan ............................................................................. 69

5.3 Analisis Model GC Edward................................................................... 73

5.3.1 Komunikasi................................................................................... 73

5.3.1.1 Transmisi........................................................................... 73

5.3.1.2 Kejelasan........................................................................... 79

5.3.1.3 Konsistensi........................................................................ 83

5.3.2 Disposisi......................................................................................... 84

5.3.2.1 Komitmen.......................................................................... 84

5.3.2.2 Insentif............................................................................... 85

5.3.3 Sumber Daya................................................................................. 89

5.3.3.1 Staf.................................................................................... 89

5.3.3.2 Informasi........................................................................... 93

5.3.3.3 Wewenang........................................................................ 95

xv
5.3.3.4 Fasilitas........................................................................... 100

5.3.3.5 Anggaran........................................................................ 102

5.3.4 Struktur Birokrasi........................................................................ 103

5.3.4.1 Standar Operasional Prosedur........................................ 103

5.3.4.2 Fragmentasi..................................................................... 108

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 114

6.1 Keterbatasan Penelitian......................................................................... 114

6.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 /1980 Tentang K3

Konstruksi Bangunan............................................................................ 115

6.3 Analisis Model GC Edward.................................................................. 119

6.3.1 Komunikasi................................................................................. 119

6.3.1.1 Transmisi......................................................................... 119

6.3.1.2 Kejelasan......................................................................... 122

6.3.1.3 Konsistensi...................................................................... 124

6.3.2 Disposisi...................................................................................... 126

6.3.2.1 Komitmen........................................................................ 126

6.3.2.2 Insentif............................................................................ 128

6.3.3 Sumber Daya............................................................................... 131

6.3.3.1 Staf.................................................................................. 131

6.3.3.2 Informasi......................................................................... 134

6.3.3.3 Wewenang....................................................................... 136

6.3.3.4 Fasilitas............................................................................ 138

xvi
6.3.3.5 Anggaran......................................................................... 139

6.3.4 Struktur Birokrasi.........................................................................140

6.3.4.1 Standar Operasional Prosedur......................................... 140

6.3.4.2 Fragmentasi..................................................................... 142

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 145

7.1 Kesimpulan........................................................................................... 145

7.2 Saran...................................................................................................... 148

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 151

LAMPIRAN I

LAMPIRAN II

LAMPIRAN III

xvii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Status Pegawai.. 59

Tabel 4.2 Matriks Informan Kontraktor....................................... 60

Tabel 4.3 Matriks Informan Subkontraktor.............................................................. 61

Tabel 5.1 Karakteristik Informan.. 68

Tabel 5.2 Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 ............................................ 69

Tabel 5.3 Pelatihan K3 Umum ................................................................................ 77

Tabel 5.4 Pelatihan K3 Khusus ................................................ ............................... 78

Tabel 5.5 Kompetensi Informan .............................................................................. 82

Tabel 5.6 Kewenangan HSE Pusat dan HSE Proyek ............................................... 96

Tabel 5.7 Kewenangan Quality Control .................................................................. 98

Tabel 5.8 Kewenangan Pekerja Lapangan ............................................................. 99

Tabel 5.9 SOP Pekerjaan........................................................................................ 105

Tabel 6.1 Pelatihan Permenakertrans No.1 / 1980 ................................................. 121

xviii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kebijakan Publik Sebagai Bentuk Nyata Ideologi....15

Gambar 2.2 Siklus Kebijakan... 18

Gambar 2.3 Sistem Politik 20

Gambar 2.4 Elemen Kebijakan. 21

Gambar 2.5 Model Implementasi GC Edward. 39

Gambar 3.1 Kerangka Pikir ..... 49

Gambar 5.1 Struktur Organisasi Proyek ................................................................ 109

Gambar 5.2 Struktur P2K3L .................................................................................. 110

xix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan merupakan apapun yang pemerintah pilih untuk dilakukan atau

tidak dilakukan (Dye dalam Wibawa, 1994). Sedangkan kebijakan publik adalah

kebijakan - kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga atau badan pemerintah

dan pejabat - pejabatnya (Anderson dalam Wibawa, 1994). Kebijakan kesehatan

didefinisikan sebagai suatu bentuk arah utama dalam suatu pemerintahan negara

berupa kebijakan politik guna menjalankan program - program pembangunannya,

secara khusus di sektor kesehatan (Walt dalam Massie, 2009). Oleh karena itu,

sebagai aktor penting maka pemerintah adalah pihak yang menentukan kebijakan

negara termasuk kebijakan kesehatan yang meliputi perlindungan tenaga kerja.

Isu global mengenai upaya perlindungan tenaga kerja sudah dimulai sejak

International Labour Organization ( ILO ) mulai didirikan pada tahun 1919 untuk

mencerminkan keyakinan bahwa perdamaian yang universal dan abadi hanya

dapat dicapai melalui keadilan sosial. Lalu pada tahun 1944 para pendiri ILO

menerapkan deklarasi Philadelphia yang menyatakan bahwa pekerja bukanlah

komoditas dan menetapkan hak asasi manusia dan hak ekonomi kepada kaum

pekerja. Kemajuan besar dicapai ILO pada tahun 1998 dengan diadakannya

Konferensi Perburuhan Internasional yang mengadopsi deklarasi ILO tentang

prinsip - prinsip dan hak - hak mendasar di tempat kerja termasuk diantaranya

1
membahas mengenai kesehatan dan keselamatan pekerja. Hingga saat ini ILO

telah membantu banyak negara melalui upaya - upaya pembuatan kebijakan

mengenai hak serikat pekerja dalam memperoleh demokrasi dan perlindungan

tenaga kerja (ILO, 2007).

Pada tingkat nasional kewajiban untuk melindungi keselamatan dan

kesehatan pekerja telah diatur dalam undang - undang dan peraturan keselamatan

dan kesehatan kerja yang menjamin perlindungan pekerja terhadap keselamatan

dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat

dan martabat manusia. Selain itu juga mengatur dengan jelas tentang hak dan

kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat - syarat keselamatan

kerja serta sistem manajemen K3 (Modjo, 2007).

Upaya perlindungan tenaga kerja sudah dimulai saat sebelum Indonesia

mendapatkan kemerdekaannya yaitu dengan dibuatnya Veiligheidsreglement

tahun 1910 disusul Verordening Stoom Ordonnantie tahun 1930. Lalu setelah

Indonesia merdeka dibuatnya landasan undang - undang dasar 1945. Pasal 27 ayat

2 berbunyi Tiap - tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini dijadikan landasan utama dalam

pembuatan kebijakan - kebijakan selanjutnya seperti undang - undang No.1 tahun

1970 tentang keselamatan kerja yang mengatur tentang kewajiban pimpinan

tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja, UU No.23

tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23 tentang kesehatan kerja menekankan

pentingnya kesehatan kerja agar pekerja dapat bekerja secara sehat dan

menghasilkan produktivitas yang optimal, UU No.13 tahun 2003 tentang

2
ketenagakerjaan paragraf 5 pasal 86 dan 87 tentang keselamatan dan kesehatan

kerja harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang - undangan lainnya yang

berlaku. Pada pasal 35 dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib memberikan

perlindungan kepada tenaga kerjanya mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan

kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Sebagai penjabaran dan

kelengkapan Undang - undang, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah

dan kementerian tenaga kerja dan kementrian kesehatan juga mengeluarkan

kebijakan untuk memudahkan pelaksanaan K3 di tempat kerja. Hingga saat ini

sudah puluhan aturan hukum dibuat mengenai keselamatan kerja.

Dengan banyaknya kebijakan yang sudah dibuat dalam upaya

melindungi tenaga kerja tidak menjamin kecelakaan kerja tidak akan terjadi.

Sampai saat ini kecelakaan kerja masih saja sering terjadi dari tahun ke tahun.

Secara global, ILO mencatat bahwa setiap tahunnya kurang lebih terjadi 337 juta

kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak kurang dari 2,3 juta nyawa melayang.

Dilihat dari dampak ekonomi USD 1,25 Trilyun atau 4% dari Global Gross

Domestic Product (GDP) dialokasikan utuk biaya dari kehilangan waktu kerja

akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para

pekerja, terhentinya produksi, dan biaya pengobatan pekerja (ILO, 2012).

Secara nasional, data yang didapat dari Jamsostek menunjukkan bahwa

pada tahun 2011 terjadi 99.491 kecelakaan kerja. Total klaim yang telah dibayar

sekitar Rp 504,3 miliar meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 yang

sebesar 98.711 kecelakaan kerja dengan total klaim yang dibayar Rp 401,237

miliar (Nasir, 2012). Lalu berdasarkan data Depnakertrans, angka kecelakaan

3
kerja di Indonesia pada tahun 2009 terdapat 88.492 kasus kecelakaan kerja . Pada

kesempatan terpisah Dirut Jamsostek juga menyatakan bahwa selama 34 tahun

sejak PT Jamsostek beroperasi hingga kini, terjadi 1.883.200 kasus kecelakaan

kerja dengan total klaim yang harus dibayarkan sebanyak Rp 3,46 triliun. Dari

jumlah tersebut sektor yang mencatat persentase tertinggi adalah sektor konstruksi

sebesar 32 % (Pikiran rakyat, 2012).

Pada 2009 tercatat pekerja di sektor jasa konstruksi ada 5% atau sekitar

4,5 juta pekerja dengan kecelakaan kerja yang beragam. Hingga November 2009

pelaksanaan program jasa konstruksi secara nasional telah terdaftar menjadi

peserta jamsostek sebanyak 93.103 perusahaan dengan sekitar 4.362.224 orang

tenaga kerja (Poskota, 2010).

Data yang disampaikan oleh menteri tenaga kerja Muhaimin Iskandar

menyatakan sampai dengan September 2012 angka kecelakaan kerja berada pada

kisaran 80.000 kejadian (Detik finance, 2012). Pusat Pembinaan Penyelenggaraan

Konstruksi menilai pentingnya pemahaman mengenai pengadaan barang atau jasa

pemerintah di bidang konstruksi menyusul tingginya kasus kecelakaan pekerja

konstruksi yang bermunculan dengan rata - rata 7 orang meninggal per hari

(Industri bisnis, 2013) .

Kebijakan mengenai penyelenggaraan K3 pada pekerjaan konstruksi

tergambar pada UU No.18 / 1999 tentang jasa konstruksi yang mengamanatkan

penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang

keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga

4
kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib

penyelenggaraan konstruksi.

Kebijakan K3 yang menyangkut dengan kegiatan konstruksi lainnya yaitu

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan. Peraturan ini bisa

dibilang merupakan induk penting pelaksanaan K3 pada kegiatan konstruksi di

Indonesia karena memuat banyak hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan

kostruksi yaitu tempat kerja, peralatan kerja, mesin, perancah, tangga, alat angkat,

penggalian, pemancangan, beton, APD, dan apapun yang berkaitan dengan

konstruksi. Sudah 33 tahun berlalu namun peraturan ini masih dipakai sebagai

bagian dari persyaratan legal yang harus dipenuhi perusahaan konstruksi dalam

menjalankan kegiatannya dan belum direvisi hingga saat ini. Peraturan ini juga

lebih bersifat aplikatif di lapangan dibandingkan peraturan pemerintah lainnya di

bidang konstruksi.

Implementasi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang

dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Implementasi kebijakan

mencakup tindakan - tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok,

publik maupun privat yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang

telah ditentukan terlebih dahulu. Ini meliputi baik usaha - usaha sesaat untuk

menstransformasikan keputusan kedalam istilah operasional, maupun usaha yang

berkelanjutan untuk mencapai perubahan - perubahan besar dan kecil yang

diamanatkan oleh keputusan - keputusan kebijakan (Van Horn dan Van Meter

1975 dalam Wibawa 1994). Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara

5
agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang

(Nugroho, 2008).

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh

beberapa variabel antara lain komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi, dan

disposisi. Komunikasi merupakan alat kebijakan untuk menyampaikan perintah -

perintah dan arahan - arahan dari sumber pembuat kebijakan kepada mereka yang

diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Disposisi yaitu kemauan atau niat para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan.

Struktur birokrasi yaitu kelembagaan perusahaan dalam mensukseskan

implementasi kebijakan tanpa adanya intervensi atau tekanan dari luar perusahaan

(GC Edward dalam Sahuri, 2012).

PT. PP ( Pembangunan Perumahan ) merupakan salah satu perusahaan

BUMN konstruksi terbersar di Indonesia. Saat ini PT. PP sedang menggarap salah

satu proyek di Kemang, Jakarta Selatan berupa apartemen dan hotel. Proyek yg

ini sudah berjalan dari tahun 2012. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan

pada Februari 2013 tercatat pada laporan kecelakaan sudah terjadi 5 kecelakaan

kerja hingga saat ini dengan rincian 4 kecelakaan terjadi pada tahun 2012 dan 1

kecelakaan kerja pada Januari 2013. Menurut penanggung jawab K3 proyek,

kecelakaan kerja yang dilaporkan belum tentu sebenarnya yang terjadi karena di

lapangan banyak pekerja yang menyembunyikan atau tidak melaporkan

kecelakaan kerja yang sifatnya hanya cedera ringan sehingga bisa jadi jumlah

kecelakaan kerja yang terjadi jumlahnya bisa mencapai puluhan. Selain itu juga

tidak adanya pencatatan untuk kejadian near miss.

6
Diakui pula oleh penanggung jawab K3 proyek bahwa karakteristik

kegiatan konstruksi yang berbeda dengan sektor lainnya sehingga kecelakaan

kerja pada sektor ini mustahil dapat mencapai zero accident. Karakteristik yang

dimaksud misalnya banyak melibatkan tenaga kerja kasar yang berpendidikan

relatif rendah, intensitas kerja tinggi dibuktikan dengan akhir pekan yang tetap

melakukan kegiatan operasinya, peralatan kerja yang beragam jenis, teknologi,

dan kapasitasnya, dan juga mobilisasi peralatan dan material yang tinggi.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti saat studi pendahuluan juga

menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran - pelanggaran terkait aturan K3 antara

lain masih banyak bahan - bahan berserakan di lokasi kerja dan masih banyak

pekerja yang menggunakan APD seenaknya bahkan masih ada saja yang tidak

mau menggunakan.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai gambaran implementasi kebijakan Permenakertrans No.1 /

1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada proyek hotel dan apartemen yang

sedang digarap PT. PP di Kemang, Jakarta Selatan. Penelitian ini akan melihat

bagaimana analisa model GC Edward pada penerapan kebijakan K3 pada proyek

tersebut dan juga untuk mengetahui hambatan dan problem yg muncul dalam

proses implementasi berdasarkan model implementasi kebijakan GC Edward

yaitu dengan melihat variabel komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur

birokrasi dari pelaksanaan proyek tersebut.

7
1.2 Rumusan Masalah

PT. PP ( Pembangunan Perumahan ) saat ini sedang menggarap salah satu

proyek di Kemang, Jakarta Selatan berupa apartemen dan hotel. Proyek yg ini

sudah berjalan dari tahun 2012. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan pada

Februari 2013 tercatat pada laporan kecelakaan sudah terjadi 5 kecelakaan kerja

dengan rincian 4 kecelakaan terjadi pada tahun 2012 dan 1 kecelakaan kerja pada

Januari 2013. Menurut penanggung jawab K3 proyek ini, kecelakaan kerja yang

dilaporkan belum tentu sebenarnya yang terjadi karena di lapangan banyak

pekerja yang tidak melaporkan kecelakaan kerja yang sifatnya cedera ringan.

Hasil observasi menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran - pelanggaran

terkait aturan K3 antara lain masih banyak bahan - bahan berserakan di lokasi

kerja dan masih banyak pekerja yang menggunakan APD seenaknya bahkan

masih ada saja yang tidak mau menggunakan.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan

Penelitian ini untuk melihat bagaimana analisa model GC Edward pada penerapan

kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada

proyek apartemen dan hotel yang sedang digarap PT PP di Kemang, Jakarta

Selatan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana analisa model GC Edward pada penerapan kebijakan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada lokasi

8
proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan

Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya implementasi penerapan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980

tentang K3 konstruksi bangunan pada lokasi proyek apartemen dan hotel yang

sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan

dengan pendekatan analisis kebijakan model GC Edward.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran tentang komunikasi terhadap penerapan kebijakan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi

proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan

Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.

2. Diketahuinya gambaran tentang disposisi terhadap penerapan kebijakan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi

proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan

Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.

3. Diketahuinya gambaran tentang sumber daya terhadap penerapan kebijakan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi

proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan

Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.

9
4. Diketahuinya gambaran tentang struktur birokrasi terhadap implementasi

kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di

lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT

Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Aplikatif

1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dalam menentukan perencanaan kegiatan K3 sehubungan dengan kegiatan

konstruksi di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan

PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.

2. Bagi fakultas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

pengembangan kurikulum program studi Kesehatan Masyarakat

khususnya pada konsentrasi K3.

3. Bagi pihak Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan dalam menentukan arah kebijakan selanjutnya sehubungan

dengan permasalahan K3 konstruksi di Indonesia.

4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan bahan

perbandingan ataupun data dalam penelitian studi implementasi kebijakan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di

Indonesia.

10
1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukana pada bulan mei 2013 dengan perkiraan jumlah

hari 30 hari bertempat di lokasi proyek Kemang Village Residence, Jakarta

Selatan. PT. PP sebagai salah satu kontraktor menggarap pembangunan beberapa

apartemen dan hotel pada proyek tersebut.

Penelitian ini dirancang menggunakan metode penelitian kualitatif.

Penelitian akan dilaksanakan oleh peneliti itu sendiri. Triangulasi data dilakukan

berdasarkan teknik yaitu observasi, wawancara, dan telaah dokumen dan juga

berdasarkan sumber yaitu informan dari pekerja kontraktor dan pekerja

subkontraktor. Observasi dilakukan untuk melihat bagaimana proses

implementasi yang dilakukan di lapangan. Bantuan dari pihak lain atau

penghubung diperlukan saat proses wawancara mendalam dengan informan

sebagai sumber data primer. Data juga diperoleh dengan melakukan telaah

dokumen perusahaan yang terkait dengan pelaksanaan Permenakertrans No.1 /

1980 tentang K3 konstruksi bangunan.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan K3 Konstruksi

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Jones dalam Wahyudi (2011), kata kebijakan sering digunakan

dan diperuntukkan maknanya dengan tujuan program, keputusan, hukum,

proposal, patokan dan maksud besar tertentu. Selanjutnya Jones mendefinisikan

kebijakan adalah keputusan tetap yg dicikan oleh konsistensi dan pengulangan

tingkah laku dari mereka yg membuat dan dari mereka yg mematuhi keputusan

tersebut.

Secara etiologi publik berasal dari bahasa yunani yakni pubes berarti

kedewasaan secara picik, emosional maupun intelektual. Dalam bahasa yunani

istilah publik sering dipadankan dengan kata common yang bermakna hubungan

antar individu. Oleh karena itu publik sering dikonsepsikan sebagai suatu ruang

yang berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu diatur atau diintervensi oleh

pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama (Namawi

dalam Wahyudi, 2011).

Menurut menurut Thomas R Dye dalam Wibawa (1994), kebijakan publik

diartikan sebagai whatever governments choose to do or not to do (pilihan

tindakan apapun atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah). Sedangkan

12
menurut Anderson dalam Zaeni (2006): A purposive course of action followed

by an actor or set of actors in deadling with a problem or a matter of

concern(serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti

dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna

memecahkan suatu masalah tertentu). Selanjutnya Harold D Laswell dan

Abraham Kaplan dalam Yulisetyaningtyas (2008) mengatakan bahwa

kebijakan publik sebagai a projected program of goals, values and practices

(suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah).

Amara Raksasataya dalam Wisakti (2008) menyebutkan bahwa kebijaksanaan

adalah suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.

Oleh karena itu suatu kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu :

1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.

2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata

dari taktik atau strategi.

Implikasi dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli kebijakan

publik menurut Anderson dalam Susilowaty (2007) adalah :

1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan

tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-

pejabat pemerintah.

13
3. Kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.

4. Kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa

bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat

negarif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan

sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah selalu dilandaskan pada peraturan perundang -

undangan yang bersifat memaksa atau otoritatif.

Kebijakan publik juga berarti serangkaian instruksi dari para pembuat

keputusan kepada pelaksana untuk mencapai tujuan tersebut. Namun dalam

konteks ini, kebijakan publik dapat dilihat dalam tiga lingkungan kebijakan,

yaitu : (1) perumusan kebijakan, (2) pelaksanaan kebijakan dan (3) penilaian

kebijakan atau evaluasi. Berdasarkan pandangan tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa makna kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan

pemerintah guna melaksanakan suatu kegiatan yang diawali dari perumusan,

pelaksanaan, dan penilaian atau evaluasi. (Nakamura dan Smallwood dalam

Yulisetyaningtyas, 2008). Lebih jauh lagi kebijakan publik dapat ditetapkan

secara jelas dalam peraturan - peraturan, perundang - undangan, atau dalam

bentuk pidato - pidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa program -

program dan tindakan - tindakan yang dilakukan pemerintah (Islamy, 1997).

Kebijakan publik menentukan bentuk kehidupan bangsa dan negara.

Negara dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya mempunyai respon

tersendiri. Respon ini disebut dengan kebijakan publik. Maka bisa dibilang

14
kebijakan publik adalah bentuk faktual dari upaya pemerintah untuk mengatur

kehidupan bersama yang disebut sebagai bangsa dan negara. Kebijakan publik

pada akhirnya merupakan bentuk paling nyata dari ideologi suatu negara.

(Nugroho, 2008)

Gambar 2.1 Kebijakan Publik Bentuk Nyata Ideologi

Ideologi

Sistem
Politik
Kebijakan
Publik

Ideologi adalah keyakinan politik negara berdaulat. Ideologi diturunkan

menjadi politik kebangsaan apapun bentuknya baik demokrasi atau non

demokrasi. Lalu diturunkan lagi menjadi kebijakan publik. Politik yang paling

unggul sekalipun tidak ada gunanya jika tidak mampu membangun kebijakan -

kebijakan publik yang juga unggul.

15
2.1.2 Proses Kebijakan Publik

Proses pembuatan sebuah kebijakan publik melibatkan berbagai aktivitas

yang kompleks. Pemahaman terhadap proses pembuatan kebijakan oleh para

ahli dipandang penting dalam upaya melakukan penilaian terhadap sebuah

kebijakan publik. Untuk membantu melakukan hal ini, para ahli kemudian

mengembangkan sejumlah kerangka untuk memahami proses kebijakan (policy

process) atau seringkali disebut juga sebagai siklus kebijakan (policy cycles).

Thomas R. Dye dalam Wahyudi (2011) menjabarkan proses kebijakan

publik sebagai berikut :

1. Identifikasi masalah kebijakan (Identification of Policy Problem)

Dapat dilakukan melalui identifikasi apa yg menjadi tuntutan atas tindakan

pemerintah. Aktivitas yang dilakukan yaitu publikasi masalah sosial dan

mengekspresikan tuntutan akan tindakan dari pemerintah. Peserta yang

terlibat antara lain media massa, kelompok kepentingan, inisiatif

masyarakat, maupun opini publik.

2. Penyusunan agenda (Agenda Setting)

Merupakan aktivitas yg memfokuskan perhatian pada pejabat publik dan

media massa atas keputusan apa yg akan diputuskan terhadap masalah

publik tertentu. Aktivitas yang dilakukan yaitu menentukan mengenai

masalah-masalah apa yang akan diputuskan atau masalah apa yang akan

16
dibahas oleh pemerintah. Peserta yang terlibat antara lain kaum elit

termasuk presiden kongres, kandidat untuk jabatan publik tertentu, maupun

dewan negara.

3. Perumusan kebijakan (Policy Formulation)

Merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiasi dan

penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan,

kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga

legislatif. Aktivitas yang dilakukan adalah pengembangan proposal

kebijakan untuk menyelesaikan dan memperbaiki masalah. Peserta yang

terlibat antara lain presiden, lembaga eksekutif, komite kongres, dan

kelompok kepentingan.

4. Pengesahan kebijakan (Legitimating of Policy)

Pengesahan kebijakan dilakukan melalui tindakan politik oleh partai

politis, kelompok penekan, presiden, dan kongres. Aktivitas yang

dilakukan yaitu memilih proposal, mengembangkan dukungan untuk

proposal terpilih, menetapkannya menjadi peraturan hukum, dan

memutuskan konstitusionalnya. Peserta yang terlibat antara lain kelompok

kepentingan, presiden, kongres, dan pengadilan.

17
5. Implementasi kebijakan (Policy Implementation)

Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, atau

aktivitas agen eksekutif yg terorganisasi. Aktivitas yang dilakukan yaitu

mengorganisasikan departemen, menyediakan pembiayaan dan pelayanan.

6. Evaluasi kebijakan (Policy Evaluation)

Evaluasi kebijakan dilakukan melalui lembaga pemerintah, konsultan, pers,

dan masyarakat. Aktivitas yang dilakukan yaitu melaporkan output dari

program pemerintah, mengevaluasi dampak kebijakan kepada kelompok

sasaran dan bukan sasaran, dan mengusulkan perubahan.

Gambar 2.2 Siklus Kebijakan

18
2.1.3 Kebijakan Publik dan Hukum

Hukum publik merupakan bagian dari proses kebijakan publik. Hukum

publik memberikan wadah legal bagi negara untuk mencapai tujuan yang

dibawa oleh kebijakan publik tersebut dan untuk membatasi kekuasaan negara

karena prinsip negara modern adalah negara dengan kekuasaan tidak tak

terbatas.

Setiap kebijakan publik yang ditetapkan sebagai sebuah dokumen formal

dan berlaku mengikat kehidupan bersama, maka pada saat itu pula kebijakan

publik berubah menjadi hukum. Berarti hukum merupakan wujud dari

kebijakan publik, tapi kebijakan publik tidak identik dengan hukum.

Hukum publik merupakan formalisasi dan legalisasi dari kebijakan

publik. Tanpa proses formalisasi dan legalisasi tersebut kebijakan publik

menjadi tidak berdaya untuk dilaksanakan. Namun tidak semua kebijakan

publik memerlukan kodifikasi formal dan legal dalam bentuk hukum publik

karena tetap ada kebijakan yang dapat dilaksanakan secara efektif tanpa

memerlukan bentuk formal legal yaitu kebijakan yang mengandalkan sanksi

politik dan sanksi sosial. Jadi tujuan hukum adalah untuk membuat kebijakan

publik dapat dilaksanakan dan untuk membatasi kekuasaan pembuat dan

pelaksana kebijakan publik (Nugroho, 2008).

19
2.1.4 Elemen Kebijakan

Kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem yg terdiri dari input,

konversi, dan output. Dalam konteks ini ada dua variabel makro yg

mempengaruhi kebijakan publik yakni lingkungan domestik dan lingkungan

internasional. Kedua lingkungan tersebut dapat memberikan input yang berupa

dukungan dan tuntutan terhadap sebuah sistem politik. Kemudian para aktor

dalam sistem politik memproses atau mengonversi input tersebut menjadi

output yg berwujud peraturan atau kebijakan. Peraturan tersebut akan diterima

oleh masyarakat dan masyarakat akan memberikan umpan balik dalam bentuk

input baru kepada sistem politik tersebut. Apabila kebijakan tersebut

memberikan insentif maka masyarakat akan mendukungnya. Sebaliknya jika

kebijakan tersebut bersifat disinsentif maka masyarakat akan menolaknya

(David Easton dalam Wahyudi, 2011).

Gambar 2.3 Sistem Politik

Lingkungan kebijakan seperti gejolak politik pada suatu negara akan

mempengaruhi pelaku atau aktor kebijakan untuk meresponnya, yakni

20
memasukkannya kedalam agenda pemerintah dan selanjutnya melahirkan

kebijakan publik untuk memecahkan masalah - masalah yg bersangkutan.

Gambar 2.4 Elemen Kebijakan

2.1.5 Hirarki Perundang - Undangan

UU No.12 / 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan

pasal 7 mengatur jenis dan hirarki perundang - undangan sebagai berikut :

A. UUD 45

B. TAP MPR

C. UU / PP pengganti UU

D. PP

E. PERPRES

F. PERDA provinsi

G. PERDA kabupaten / kota

21
Kesemuanya merupakan bentuk kebijakan publik yang terkodifikasi

secara legal. Di samping itu, kekuatan hukum Peraturan Perundang - undangan

sesuai dengan hirarki tersebut. Artinya peraturan di bawah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan pada hirarki di atasnya.

Dalam pemahaman kontinentalis, dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau mendasar yaitu

ketujuh peraturan di atas.

2. Kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah. Kebijakan ini dapat

berbentuk peraturan menteri, surat edaran menteri, peraturan gubernur,

peraturan bupati, ataupun surat keputusan bersama / SKB antar menteri.

3. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah yang mengatur pelaksanaan

kebijakan di atasnya. Bentuk kebijakannya berupa peraturan yang

dikeluarkan oleh aparat publik di bawah menteri, gubernur, atau walikota.

Namun ada beberapa kebijakan yang sifatnya messo atau makro dapat

diimplementasikan langsung dan itu bukan merupakan kekeliruan.

2.1.6 Kebijakan Kesehatan

Kebijakan kesehatan didefinisikan sebagai suatu cara atau tindakan yang

berpengaruh terhadap perangkat institusi, organisasi, pelayanan kesehatan, dan

pengaturan keuangan dari sistem kesehatan (Walt dalam Massie, 2009).

22
Kebijakan - kebijakan kesehatan dibuat oleh pemerintah dan swasta. Kebijakan

merupakan produk pemerintah walaupun pelayanan kesehatan cenderung

dilakukan oleh swasta, dikontrakkan atau melalui kemitraan, kebijakannya

disiapkan oleh pemerintah dimana keputusannya mempertimbangkan aspek

politik. (Walt dalam Massie, 2009).

Kebijakan kesehatan berpihak pada hal - hal yang dianggap penting dalam

suatu institusi dan masyarakat, bertujuan jangka panjang untuk mencapai

sasaran, menyediakan rekomendasi yang praktis untuk keputusan - keputusan

penting (WHO dalam Massie, 2009).

Kebijakan kesehatan terefleksi dalam beberapa bentuk hukum tertulis

misalnya undang - undang, peraturan pemerintah, rencana strategis, program

kesehatan, dan sebagainya.

2.1.7 Jasa Konstruksi

Menurut Undang - undang tentang Jasa konstruksi, "Jasa Konstruksi"

adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan

jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi

pengawasan pekerjaan konstruksi. "Pekerjaan Konstruksi" adalah

keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan / atau

pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,

mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta

kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

23
Dari pengertian dalam UU No.18 / 1999 Tentang Jasa Konstruksi tersebut

maka dalam masyarakat terbentuklah "Usaha Jasa Konstruksi", yaitu usaha

tentang jasa di bidang perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi yang

semuanya disebut penyedia jasa.

Proyek Konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu

kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian

kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek

menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam

rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Dengan banyaknya pihak yang terlibat

dalam proyek konstruksi maka potensi terjadinya konflik sangat besar sehingga

dapat dikatakan bahwa proyek konstruksi mengandung konflik yang cukup

tinggi (Ervianto, 2007).

Bidang konstruksi perlu mendapat perhatian dikarenakan lokasi pekerjaan

proyek merupakan salah satu lingkungan kerja yang mengandung resiko cukup

besar sehingga dapat dikatakan bahwa industri konstruksi terbilang paling

rentan terhadap kecelakaan kerja. Hal tersebut karena bidang konstruksi

merupakan satu bidang produksi yang memerlukan kapasitas tenaga kerja dan

tenaga mesin yang sangat besar, bahaya yang sering ditimbulkan umumnya

dikarenakan faktor fisik, yaitu : terlindas dan terbentur yang disebabkan oleh

terjatuh dari ketinggian, kejatuhan barang dari atas atau barang roboh. Hal

tersebut juga didukung oleh prilaku kerja yang tidak aman. Selain kurangnya

pemahaman pekerja tentang keamanan, perlindungan tenaga kerja yang

24
dilakukan pemilik usaha sering tidak mencukupi (IOSH, 2007). Oleh karena itu

perlu adanya peraturan terkait keselamatan kerja bidang konstruksi.

2.1.8 Kebijakan Publik K3 Konstruksi Bangunan

Dalam mengisi cita - cita pembangunan nasional maka perlu dilakukan

program yang terencana dan terarah untuk melaksanakan proses pembangunan

agar tujuan nasional dapat dicapai sesuai dengan falsafah yang mendasari

perjuangan tersebut yakni Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945.

Sektor jasa konstruksi mempunyai peranan yang penting dalam

pertumbuhan ekonomi negara. Sektor konstruksi sangat dibutuhkan negara

dalam meningkatkan pembangunan dan perekonomian nasional oleh karena itu

sudah selayaknya pemerintah membuat berbagai peraturan dan kebijakan guna

mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi nasional.

Menyadari akan hal tersebut maka sudah selayaknya kehadiran undang -

undang yang berkaitan dengan jasa konstruksi sangat dibutuhkan guna

mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi nasional. Hal inilah yang

menyebabkan pemerintah berinisiatif menyusun konsep awal Undang - Undang

Jasa Konstruksi pada tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi jasa

konstruksi secara berkesinambungan meneruskan konsep awal Rancangan

Undang - Undang Jasa Kontruksi yang selanjutnya diubah dan disempurnakan

hingga akhirnya dapat dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat dan selesai pada

tanggal 22 April 1999.

25
Pada UU No.18 / 1999 Tentang Jasa Kontruksi pasal 23 ayat 2 dijelaskan

bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan

tentang keamanan, keselamatan dan keselamatan kerja, perlindungan tenaga

kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib

penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Kemudian pada pasal 24 ditambahkan

bahwa penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat

menggunakan sub penyedia jasa yang mempunyai keahlian khusus sesuai

dengan masing - masing tahapan pekerjaan konstruksi. Sub penyedia jasa

tersebut juga harus memenuhi kewajiban - kewajibannya kepada penyedia jasa.

Pada UU No.13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 35 dijelaskan

bahwa pemberi kerja wajib memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya

mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik

tenaga kerja. Diperjelas lagi pada bab X paragraf 5 tentang keselamatan dan

kesehatan kerja bahwa perlindungan kepada tenaga kerja harus dilaksanakan

sesuai peraturan perundang - undangan lainnya yang berlaku. Masih pada UU

yang sama pada pasal 65 dijelaskan bahwa penyerahan sebagian pekerjaan ke

perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang

dibuat secara tertulis yang mencakup perlindungan kerja.

Terlihat bahwa penyedia jasa wajib memenuhi ketentuan K3 dan

perlindungan terhadap tenaga kerjanya sehingga sub penyedia juga wajib

memenuhi ketentuan K3 dan perlindungan tenaga kerja sebagai tanggung

jawabnya terhadap penyedia jasa sesuai dengan Perundang - undangan yang

berlaku. Undang - undang jasa konstruksi dan ketenagakerjaan ini mempunyai

26
hubungan komplementer dengan peraturan Perundang - undangan terkait K3

agar bisa melakukan kegiatan produksinya.

Menimbang bahwa kenyataan menunjukkan banyak terjadi kecelakaan

akibat belum ditanganinya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja

menyeluruh pada pekerjaan konstruksi bangunan dan dengan semakin

meningkatnya pembangunan dengan penggunaan teknologi modern dan juga

sebagai pelaksanaan Undang - Undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan

kerja maka diperlukan ketentuan yang mengatur mengenai keselamatan dan

kesehatan kerja pada pekerjaan Konstruksi Bangunan. Peraturan Perundang -

Undangan yang dimaksud contohnya seperti :

1. Permenakertrans No.1 / MEN / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi

Bangunan.

2. SKB Menteri Pekerjaan Umun dan Menteri Tenaga Kerja No.174 / Men /

1986 No.104 / KPTS / 1986 Tentang K3 Pada Tempat Kegiatan

Konstruksi.

3. Permenaker No.1 / MEN / 1989 Tentang Kualifikasi dan Syarat - syarat

Operator Keran Angkat.

4. Permenakertrans No.2 / MEN / 1982 Tentang Kualifikasi Juru Las.

5. Kepmenaker No.51 / MEN / 1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika di Tempat Kerja.

6. Permen PU No.9 / Per / 2008 Tentang SMK3 Kontruksi Bidang Pekerjaan

Umum.

27
2.1.9 Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan

Peraturan perundang - undangan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang

K3 Pada Konstruksi Bangunan (selanjutnya disebut peraturan) dibuat pada

masanya berdasarkan ideologi Pancasila. Sistem politik yang berkembang

pada masa pembuatan peraturan ini adalah demokrasi pancasila. Demokrasi

Pancasila mempunyai bentuk operasional pada tingkat politis dalam bentuk

pembangunan. Peraturan ini dibuat untuk mengakomodir kegiatan

pelaksanaan pembangunan yang sangat pesat sebagai bagian dari program

kerja Presiden ke - 2 RI yaitu Presiden Soeharto yang pada jaman itu disebut

dengan Pembangunan Lima Tahun (PELITA).

Peraturan ini merupakan bentuk kebijakan publik yang terkodifikasi

secara legal dan formal. Pembuatan peraturan ini melibatkan ahli hukum dan

ahli yang menguasai masalah berkaitan terutama teknik dan K3. Peraturan ini

bersifat messo yang dibuat di bawah departemen tenaga kerja dan transmigrasi

pada masanya dan dapat diimplementasikan.

Peraturan ini bisa dibilang merupakan induk penting pelaksanaan K3

pada kegiatan konstruksi di Indonesia karena memuat banyak hal yang harus

diperhatikan dalam kegiatan konstruksi yaitu tentang tempat kerja dan alat

kerja, perancah, tangga dan tangga rumah, alat angkat, kabel baja, tambang,

rantai, peralatan bantu, mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di

bawah tanah, penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton,

pembongkaran, dan pekerjaan lainnya, serta penggunaan perlengkapan

penyelamatan dan perlindungan diri.

28
Sudah 33 tahun berlalu namun peraturan ini masih dipakai sebagai

bagian dari persyaratan legal yang harus dipenuhi perusahaan konstruksi

dalam menjalankan kegiatannya dan belum direvisi hingga saat ini. Peraturan

ini juga lebih bersifat aplikatif di lapangan dibandingkan peraturan pemerintah

lainnya di bidang konstruksi.

Secara regulator pembuatan peraturan ini berada di bawah Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Peraturan ini wajib dilaksanakan oleh

perusahaan konstruksi sebagai operator dalam menjalankan proyeknya

termasuk juga sub kontraktor yang ikut bekerja pada proyek tersebut dengan

tujuan agar seluruh pekerja dan pengunjung yang berada di lokasi proyek

dapat terhindar dari resiko terkena kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

2.2 Implementasi Kebijakan

Menurut Grindle dalam Zaeni (2006) Implementasi kebijakan pada

dasarnya ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan

menunjukkan kedudukan pembuat kebijakan sehingga posisi kedudukan ini akan

mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Konteks kebijakan ini meliputi

kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor - aktor yang telibat.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan

dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang (Nugroho, 2008). Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada

29
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program - program atau

melalui formulasi kebijakan atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Kebijakan publik selalu mengandung setidak - tidaknya tiga komponen

dasar yaitu tujuan yang jelas, sasaran yang spesifik, dan cara mencapai sasaran

tersebut. Komponen yang ketiga biasanya belum dijelaskan secara rinci dan

birokrasi yang harus menerjemahkannya sebagai program aksi dan proyek.

Komponen cara berkaitan siapa pelaksananya, berapa besar dan dari mana dana

diperoleh, siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dilaksanakan atau

bagaimana sistem manajemennya dan bagaimana keberhasilan atau kinerja

kebijakan diukur. Komponen inilah yang disebut dengan implementasi (Wibawa,

1994).

Menurut Irfan Islamy (1997) kebijakan adalah serangkaian tindakan yang

mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan olehseorang pelaku

atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Untuk

melihat keberhasilan suatu kebijakan, amat sangat bergantung pada implementasi

kebijakan itu sendiri. Dimana implementasi menyangkut tindakan seberapa jauh

arah yang telah diprogramkan itu benar - benar memuaskan. Akhirnya pada

tingakatan abstraksi tertinggi implementasi sebagai akibat ada beberapa

perubahan yang dapat diukur dalam masalah - masalah besar yang menjadi

sasaran program.

Suatu program kebijakan akan hanya menjadi catatan - catatan elit saja jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Artinya, implementasi kebijakan

merupakan tindak lanjut dari sebuah program atau kebijakan, karena itu suatu

30
program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah

harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan - badan administrasi

maupun agen - agen pemerintah di tingkat bawah (Winarno, 2005).

Namun sebaik apapun program tanpa ada implementasi mustahil sasaran

dan tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Implementasi berarti penerapan

pelaksanaan karena itu implementasi kebijakan berupa program merupakan

aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Dalam pelaksanakan

program, implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar berhubungan

dengan mekanisme penjabaran keputusan - keputusan politik ke dalam prosedur -

prosedur rutin lewat saluran birokrasi, melainkan lebih menyangkut masalah

konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle

dalam Hadi, 2012).

Dalam konteks kebijakan publik, selain pemerintah selaku decision maker,

juga terdapat para stakeholder kebijakan. Pemangku kepentingan di sini adalah

individu, kelompok, atau lembaga yang memiliki kepentingan terhadap suatu

kebijakan. Stakeholder kebijakan ini bisa berupa aktor yang terlibat dalam

perumusan dan implementasi kebijakan, para penerima manfaat maupun para

korban yang dirugikan oleh suatu kebijakan publik (Suharto dalam Anshori,

2011).

Implementasi kebijakan merupakan suatu analisis yang bersifat evaluatif,

dengan konsekuensi lebih melakukan retrospeksi dari pada prospeksi dengan

tujuan ganda, yaitu memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tentang

bagaimana program - program mereka dilaksanakan dan menunjukkan faktor -

31
faktor yang dapat diubah supaya diperoleh pencapaian hasil secara lebih baik,

utnuk kemudian memberikan alternatif kebijakan baru atau sekedar cara

implementasi lain (Wibawa dalam Zaeny, 2006).

Implementasi sebagai sebuah output berorientasi pada penyelesaian

masalah langsung dengan mewaspadai kemungkinan terjadinya dampak berantai

dari pilihan pelaksanaan satu kebijakan (Henry dalam Wahyudi, 2011). Ini terjadi

karena pilihan terhadap satu kebijakan tidak didasari oleh satu rasionalitas

tunggal. Pilihan ini bersifat jamak yg meliputi :

1. Rasionalitas teknis

Berhubungan dengan efektivitas dalam memecahkan masalah.

2. Rasionalitas ekonomi

Berhubungan dengan efisiensi pencapaian tujuan yg ditetapkan.

3. Rasionalitas legal

Berhubungan dengan kesesuaian perundang undangan dan pertimbangan

hukum.

4. Rasionalitas sosial

Berhubungan dengan kapasitas meningkatkan institusi sosial yg penting

seperti menumbuhkan masyarakat madani.

5. Rasionalitas substanstif

Berusaha untuk mensinergikan seluruh rasionalitas yg disebutkan

sebelumnya.

32
Ada 3 (tiga) level sehubungan dengan proses perubahan kelembagaan yaitu

level kebijakan, level organisasional, dan level operasional. Dalam suatu negara

demokrasi adanya level kebijakan ini selalu ditandai dengan adanya badan

legislatif dan badan hukum. Sementara adanya level organisasional ditandai

dengan adanya badan eksekutif. Pada level ini, biasanya keputusan - keputusan

mengenai tata kehidupan yang diharapkan senantiasa dimusyawarahkan dan

dirumuskan. Pada tahap implementasinya, aspirasi semacam ini akan tercapai

sejalan dengan perkembangan lembaga dan perkembangan peraturan dari

perundang-undangan itu sendiri (Bromley dalam Susilawaty, 2007).

Proses implementasi kebijaksanaan pelaksanaan keputusan kebijaksanaan

dasar yang dapat dijabarkan dalam bentuk UU, perintah, keputusan, dsb agar

tujuan dan sasaran dapat tercapai sehinggan nantinya dampaknya dapat dipakai

untuk melakukan perbaikan kebijaksanaan itu sendiri ( Mazmanian dan Sabatier

dalam Indriarti, 2003).

Van Meter dan Van Horn dalam Wibawa (1994) mengemukakan bahwa

implementasi kebijakan mencakup tindakan - tindakan yang dilakukan oleh

individu atau kelompok, publik maupun privat yang diarahkan kepada

pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ini meliputi

baik usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan kedalam istilah

operasional, maupun usaha yang berkelanjutan untuk mencapai perubahan besar

dan kecil yang diamanatkan oleh keputusan - keputusan kebijakan.

Pendekatan pengembangan kesehatan oleh pembuat kebijakan biasanya

berdasarkan hal - hal yang masuk akal dan mempertimbangkan informasi -

33
informasi yang relevan. Apabila pada implementasi tidak mencapai apa yang

diharapkan kesalahan seringkali bukan pada kebijakan itu melainkan pada faktor

politik atau manajemen implementasi yang tidak mendukung atau sedikitnya

sumber daya pendukung yang tersedia ( Juma dan Clarke, 1995 dalam Massie,

2009).

2. 2.1 Model Implementasi Van Horn dan Van Meter

Van Horn dan Van Meter dalam Hadi (2012) menyatakan bahwa proses

implementasi kebijakan terdiri dari 6 faktor :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Setiap kebijakan harus mempunyai standar dan suatu sasaran yang jelas

dan terukur sehingga ketentuannya dapat terwujud. Ukuran standar dan

tujuan kebijakan memberikan perhatian utama pada faktor - faktor yang

menentukan hasil kerja maka identifikasi indikator - indikator hasil kerja

merupakan hal yang penting dalam analisis karena indikator ini menilai

sejauh mana standar dan tujuan keseluruhan kebijakan.

2. Sumber daya

Terdiri dari SDM, material, dan metode yang memudahkan administrasi.

3. Komunikasi antar organisasi

Sebagai perwujudan dari program kebijakan perlu hubungan yang baik

antar instansi terkait yauitu dukungan komunikasi dan koordinasi.

Efektifitas komunikasi memerlukan mekanisme dan prosedur yang jelas

34
dimana otoritas yang lebih tinggi dapat memungkinkan pelaksana akan

bertindak dengan cara yang konsisten.

4. Karakteristik agen pelaksana

Dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal

harus diidentifikasi dan diketahui karakteristik agen - agen pelaksananya.

5. Disposisi

Merupakan respon terhadap kebijakan dan kondisi.

6. Lingkungan kondisi sosial ekonomi politik

Sejauh mana kelompok kepentingan memberi dukungan dan bagaimana

opini publik yang terbentuk di lingkungan.

2.2.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle

Merilee S Grindle dalam Irwan (2009) menjelaskan bahwa implementasi

kebijakan berdasarkan 2 variabel besar yaitu isi (konten) dan lingkungan

(konteks).

1. Isi

1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan

( Interest Affected ).

2. Jenis manfaat yang diterima kelompok sasaran ( Type of Benefit ).

3. Sejauh mana perubahan yag diinginkan dari kebijakan ( Content of

Change Envision ).

4. Letak pengambilan keputusan ( Site of Decision Making ).

35
5. Implementor kompeten dan kapabel ( Program Implementer ).

6. Sumber daya pendukung program telah memadai ( Resources Committed ).

2. Lingkungan

1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.

2. Karakteristik lembaga / institusi.

3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

2.2.3 Model Implementasi Damien Mazmanian dan Paul Sabatier

Mazmanian dan Sabatier dalam Arief (2012) menjelaskan bahwa ada 3

variabel besar yang mempengaruhi implementasi kebijakan :

1. Karakteristik Masalah ( Tractibility of the Problems )

Mencakup kesulitan permasalahan yang dihadapi, kemajemukan kelompok

sasaran, proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, cakupan

perubahan prilaku, kelompok sasaran yang dikehendaki dan diharapkan.

2. Karakteristik Kebijakan ( Ability of Statue to Structure Implementation )

Mencakup kejelasan isi kebijakan, dukungan teoritis, alokasi sumber daya

finansial, keterikatan dan dukungan berbagai institusi, kejelasan dan

konsistensi aturan yang ada pada pelaksana kebijakan.

36
3. Variabel Lingkungan ( Non Statutory Variables Affecting Implementation )

Mencakup sosial ekonomi kelompok sasaran, kemajuan teknologi,

dukungan public, sikap kelompok pemilih, komitmen, dan keterampilan

implementor.

2.2.4 Model Implementasi G. Shabbir Chema dan Dennis Rondinelli

G. Sahbbir Chema dan Dennis Rondinelli dalam Purwitasari (2011)

menjelaskan bahwa ada 4 variabel besar yang mempengaruhi implementasi

kebijakan :

1. Kondisi Lingkungan

- Sistem politik

- Struktur pembiayaan

- Karakteristik struktur politik lokal

- Kendala sumber daya

- Sosio kultural

- Derajat keterlibatan pada penerima program

- Tersedianya infrastruktur fisik yang cukup

2. Hubungan antar organisasi

- Kejelasan dan konsistensi sasaran program

- Pembagian fungsi antar instansi yang pantas

- Standarisasi prosedur, perencanaan, anggaran, implementasi, dan evaluasi

- Ketepatan konsistensi dan kualitas komunikasi antar instansi

37
- Efektivitas jejaring untuk mendukung program

3. Sumber daya

- Kontrol terhadap sumber daya

- Keseimbangan antara pembagian anggaran dan program kegiatan

- Ketepatan alokasi anggaran

- Pendapatan yang cukup untuk pengeluaran

- Dukungan pemimpin pusat

- Dukungan pemimpin lokal

- Komitmen birokrasi

4. Karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana

- Keterampilan tekinis, manajerial, dan politis

- Kemampuan mengkoordinasi, mengontrol, dan mengintegrasikan

keputusan

- Dukungan dan sumber daya politik instansi

- Sifat komunikasi internal

- Hubungan yang baik antar instansi dengan kelompok sasaran

- Kualitas pimpinan instansi yang bersangkutan

- Komitmen petugas terhadap program

- Kedudukan instansi dalam hirarki sistem administrasi

38
2.2.5 Model Implementasi Kebijakan GC Edward

Seorang pakar kebijakan publik bernama GC Edward dalam teorinya

menyatakan bahwa proses implementasi kebijakan berdasarkan 4 faktor yaitu

komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan birokrasi.

Gambar 2.5 Model Implementasi GC Edward

2.2.5.1 Komunikasi

Setiap kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi

efektif antara pelaksana program dengan para kelompok sasaran. Tujuan dan

sasaran dari kebijakan dapat disosialisasikan dengan baik sehingga dapat

menghindari distorsi atas kebijakan dan program. Hal ini penting karena

semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan

mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan

kebijakan seluruhnya.

Faktor komunikasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan

oleh kelompok sasaran, sehingga kualitas komunikasi akan mempengaruhi

39
dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan publik. Dengan demikian,

penyebaran isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan

mempengaruhi terhadap implementasi kebijakan. Dalam hal ini, media

komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan isi kebijakan kepada

kelompok sasaran akan sangat berperan (Edward dalam Winarno, 2005).

Ada 3 indikator untuk mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu

transmisi, kejelasan, dan konsistensi.

2.2.5.1.1 Transmisi

Penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan

implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam

penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian atau

miskomunikasi yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang

harus dilalui dalam proses komunikasi sehingga apa yang diharapkan

terdistorsi di tengah jalan (Edward dalam Agustino, 2006).

Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan

dikembangkan saluran komunikasi yang efektif. Semakin baik

pengembangan saluran komunikasi yang dibangun, maka semakin tinggi

probabilitas perintah tersebut diteruskan secara benar.

40
2.2.5.1.2 Kejelasan

Komunikasi yg diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan

tidak membingungkan. Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat

kecenderungan untuk mengaburkan tujuan - tujuan informasi oleh

pelaku kebijakan atas dasar kepentingan sendiri dengan cara

mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri - sendiri.

Cara untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan

membuat prosedur melalui pernyataan yang jelas mengenai persyaratan,

tujuan, menghilangkan pilihan dari multi intrepetasi, melaksanakan

prosedur dengan hati - hati dan mekanisme pelaporan secara terinci

(Winarno, 2005).

2.2.5.1.3 Konsistensi

Perintah yg diberikan dalam pelaksanaan harus konsisten dan jelas.

Perintah yang sering berubah - ubah akan menimbulkan kebingungan

bagi pelaksana di lapangan (Edward dalam Agustino, 2006).

2.2.5.2 Disposisi

Menurut Edward dalam Winarno (2005) mengemukakan bahwa

disposisi merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi

penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana

mempunyai sikap positif atau mendukung terhadap implementasi

kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi

41
kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian

sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap

implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi

kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.

Ada 2 faktor yang perlu diperhatikan mengenai disposisi dalam

implementasi kebijakan yaitu pengangkatan birokrasi dan insentif.

2.2.5.2.1 Pengangkatan Birokrasi

Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan -

hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel

yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat -

pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan

personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki

dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada

kepentingan warga masyarakat (Edward dalam Agustino, 2006).

2.2.5.2.2 Insentif

Merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi

masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.

Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri,

maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan

mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara

menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi

42
faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah

dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan

pribadi atau organisasi (Edward dalam Agustino, 2006).

2.2.5.3 Sumber daya

Sumberdaya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang

baik. Indikator - indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumber

daya mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari staf, informasi,

wewenang, dan fasilitas.

2.2.5.3.1 Staf

Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau

pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan

salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup

memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan

persoalan implementasi kebijakan tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf

yang memiliki keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam

mengimplementasikan kebijakan (Edward dalam Agustino, 2006).

2.2.5.3.2 Informasi

Dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk

yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan

43
kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana

terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan (Edward

dalam Agustino, 2006).

2.2.5.3.3 Wewenang

Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah

dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau

legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para

implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat

menggagalkan implementasi kebijakan publik. Dalam konteks yang lain,

ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam

melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan

diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas

akan menyurut jika wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi

kepentingannya kelompoknya (Edward dalam Agustino, 2006).

2.2.5.3.4 Fasilitas

Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi,

kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana

dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil

(Edward dalam Agustino, 2006).

44
2.2.5.4 Struktur Birokrasi

Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya

kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap

implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan

ketidakefektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan. Terdapat

dua karakteristik utama dari birokrasi yakni Standar Operasional Prosedur

(SOP) dan fragmentasi.

2.2.5.4.1 Standar Operasional Prosedur

SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian

waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja

yang kompleks dan luas. Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa

digunakan untuk menanggulangi keadaan umum di berbagai sektor publik

dan swasta. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat

mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk

menyeragamkan tindakan tindakan para pejabat dalam organisasi yang

kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas

yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan.

SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi

kebijakan yang membutuhkan cara kerja baru atau tipe personil baru untuk

melaksanakan kebijakan. Dengan begitu, semakin besar kebijakan

membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu

organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat

45
implementasi. Namun demikian, di samping menghambat implementasi

kebijakan SOP juga mempunyai manfaat. Organisasi dengan prosedur

perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar atas program yang

bersifat fleksibel mungkin lebih dapat menyesuaikan tanggung jawab yang

baru daripada birokrasi yang tidak mempunyai ciri seperti ini (Edward

dalam Winarno, 2005).

2.2.5.4.2 Fragmentasi

Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan

kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi.

Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan

program atau kebijakan.

Fragmentasi mengakibatkan pandangan yang sempit dari banyak

lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang

merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Tidak adanya

otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan karena terpecahnya

fungsi - fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan yang berbeda - beda.

Di samping itu jika suatu badan mempunyai fleksibilitas yang rendah

maka kemungkinan besar badan itu akan menentang kebijakan - kebijakan

baru yang membutuhkan perubahan (Edward dalam Winarno, 2005).

46
2.3 Kerangka Teori

IMPLEMENTASI

MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD

Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi


- Staf - Komitmen - SOP
- Transmisi
- Informasi - Insentif - Fragmentasi
- Kejelasan
- Wewenang
- Konsistensi
- Fasilitas
- Anggaran

Penerapan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi Bangunan

Dari sekian banyak teori yang ada mengenai implementasi kebijakan, peneliti

memilih model GC Edward sebagai kerangka teori dalam penelitian ini karena

47
keempat substansi dalam teori ini yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan

struktur birokrasi secara garis besar sudah mencakup semua substansi yang dibahas

dalam teori - teori lainnya namun dengan penjabaran yang lebih sederhana dan tidak

mendetail spesifik seperti pada teori lainnya.

48
BAB III

KERANGKA PIKIR

3.1 Kerangka Pikir

Gambar 3.1 Kerangka Pikir

Komunikasi :
1. Kejelasan
2. Transmisi
3. Konsistensi

Implementasi
Struktur
Disposisi : Kebijakan Birokrasi :
Permenakertrans No.1
1. Komitmen tahun 1980 tentang 1. SOP
2. Insentif Keselamatan dan 2. Fragmentasi
Kesehatan Kerja pada
Konstruksi bangunan

Sumber daya :
1. Staf
2. Informasi
3. Wewenang
4. Fasilitas
5. Anggaran

49
Sejatinya keempat substansi antara komunikasi, diposisi, sumberdaya, dan

struktur birokrasi saling mempengaruhi satu sama lain. Namun supaya hasil

laporan penelitian tidak berbelit - belit dan keterbatasan waktu penelitian yang

hanya satu bulan maka peneliti memutuskan untuk meneliti pengaruh keempat

substansi secara langsung terdapat implementasi kebijakan yang terjadi di

lapangan.

Modifikasi teori dilakukan pada perubahan sub substansinya saja yaitu

penambahan anggaran pada substansi sumber daya dan komitmen pada substansi

disposisi. Sub substansi pengangkatan birokrasi dihilangkan karena secara isi

tidak jauh beda dengan staf pada substansi sumber daya.

3.2 Definisi Istilah

1. Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada

konstruksi bangunan adalah dilaksanakannya peraturan pemerintah

mengenain K3 pada konstruksi bangunan yaitu Permenakertrans No.1 / 1980

pada proyek apartemen dan hotel yang dikerjakan PT. PP di Kemang

Mengacu pada penjelasan komunikasi menurut Ekowati dalam wahyudi

(2011) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor komunikasi sebagai

berikut :

50
2. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari pimpinan perusahaan

kepada pekerja pelaksana.

A. Transmisi adalah media komunikasi yang digunakan untuk

mensosialisasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi

bangunan kepada informan.

Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control dan

pekerja lapangan

B. Kejelasan adalah dapat dimengertinya pesan dari Permenakertrans No.1 /

1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada informan.

Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control dan

pekerja lapangan

C. Konsistensi adalah tidak berubahnya maksud dari isi Permenakertrans

No.1 / 1980 K3 konstruksi bangunan dari informan pada setiap

penyampaian.

Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

51
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

Mengacu pada penjelasan sumber daya menurut Edward dalam Agustino

(2006) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor sumber daya sebagai

berikut :

3. Sumber daya adalah kemampuan pendukung yang dimiliki oleh perusahaan

dalam mengimplementasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3

konstruksi bangunan.

A. Staf adalah pekerja perusahaan yang bertugas untuk

mengimplementasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3

konstruksi

Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

B. Informasi adalah sesuatu yang disampaikan melalui media komunikasi

kepada staf tentang pelaksanaan K3 terkait dengan isi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan.

Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen

52
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

C. Wewenang adalah kejelasan otorisasi kekuasaan dalam menerapkan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan

Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

D. Fasilitas adalah segala macam peralatan dan material yang mendukung

implementasi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi

bangunan.

Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

E. Anggaran adalah ketersediaan dana yang mencukupi untuk melaksanakan

kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan.

Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

53
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

Mengacu kepada penjelasan disposisi menurut Edward dalam Winarno (2005)

maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor disposisi sebagai berikut :

4. Disposisi adalah sikap informan dalam melaksanakan Permenakertrans No.1 /

1980 tentang K3 konstruksi bangunan yang diimplementasikan dalam

tindakan nyata.

A. Komitmen adalah keinginan kuat dari para pekerja dalam melaksanakan

kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan.

Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

B. Insentif adalah imbalan di luar honor pokok yang diberikan oleh pimpinan

perusahaan kepada pekerja pelaksana baik berupa materiil maupun

ataupun dukungan kegiatan yang sifatnya tidak dapat diukur secara materi.

Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

54
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

Mengacu pada penjelasan struktur birokrasi menurut Edward dalam Winarno

(2005) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor struktur birokrasi sebagai

berikut :

5. Struktur birokrasi adalah struktur organisasi perusahaan dan tingkat komando

sehingga memungkinkan tercapainya koordinasi antar pekerja dalam

implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan.

A. SOP adalah mekanisme implementasi kebijakan yang secara formal

tertulis dalam kerangka kerja yang jelas sehingga dapat menjadi acuan

bagi pelaksana kebijakan dalam melakukan implementasi.

Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen

Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

B. Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab pelaksanaan kebijakan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. kepada

beberapa jabatan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi

Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen

55
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis

Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan

pekerja lapangan

56
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena informasi yang

dihasilkan dari penelitian ini berupa analisa model GC Edward pada penerapan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek

apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di

Kemang, Jakarta Selatan. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan

proses implementasi kebijakan berdasarkan model implementasi kebijakan G.C

Edward yang melihat pengaruh variabel sumber daya, komunikasi, disposisi,dan

struktur birokrasi yang dimiliki perusahaan terhadap pelaksanaan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek

apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di

Kemang, Jakarta Selatan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian berada di daerah Kemang, Jakarta selatan tepatnya di

lokasi proyek Kemang Village Residence. Waktu penelitian yang diberikan

selama bulan Mei dengan perkiraan hari 30 hari.

57
4.3 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek

penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.

Teknik pengambilan informan dalam penelitian ini adalah purposive sampling

yang didasarkan dengan pertimbangan tertentu, yaitu orang tersebut dianggap

paling tahu tentang apa informasi yang akan diteliti sehingga memudahkan

peneliti menjelajahi objek yang akan diteliti.

Pertama, HSE kantor pusat dipilih sebagai informan karena ia

merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan

semua pekerja di semua lokasi proyek sehingga implementasi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek

penelitian juga merupakan tanggung jawabnya.

Kedua, tim HSE proyek dipilih sebagai informan karena HSE adalah

pihak yang diberikan amanah oleh perusahaan dalam rangka menghilangkan

semua resiko kecelakaan kerja di lokasi proyek sehingga kecelakaan kerja tidak

terjadi. Implementasi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi

bangunan merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh tim HSE.

Ketiga, tim QC atau Quality Control dipilih sebagai informan karena

meraka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa berbagai jenis mesin dan

peralatan yang digunakan di lokasi proyek harus memenuhi peryaratan baik

teknis maupun keselamatan sebelum digunakan.

Keempat, perwakilan dari pekerja lapangan dipilih sebagai informan

karena mereka bertugas membangun gedung di lokasi proyek. Pekerja lapangan

58
merupakan pihak yang paling rentan mengalami kecelakaan kerja yang

diakibatkan oleh pelaksanaan yang tidak benar dari Permenakertrans No.1 /

1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Pekerja di lapangan terbagi - bagi

menurut jenis pekerjaannya.

Tabel 4.1 Status Pegawai

No Status Pekerjaan Jumlah

1 Karyawan PT. PP Kontraktor utama 28

2 Harian kantor House keeping 12

Sub kontraktor

1 PT Prima Jasa Aldovo Kayu 59

2 CV Anisa Putra Jaya Besi 17

3 CV Sevina Mandiri Cor 9

4 Mandor Tono Cor + repair 13

5 Mandor Rudi Repair 6

6 PT Potain Operator tower crane 4

7 PT Cahaya Operator alimak 4

Total 152

Jumlah pekerja total ada 152 orang dengan 40 dari kontraktor utama dan

112 orang sub kontraktor. Masing - masing dari jenis pekerjaan kecuali tim

59
HSE proyek dan QC yang sudah termasuk karyawan PT. PP bisa diambil

masing - masing 1 orang untuk dijadikan informan.

Tabel 4.2 Matriks Informan Kontraktor

Kontraktor
No Bab
HSE Ps HSE Pr QC HK
1 Ketentuan Umum v v v v

2 Tempat Kerja dan Alat Kerja v v v v

3 Perancah v v v

4 Tangga v v v v

5 Alat Angkat v v v v

Kabel, Tambang, Rantai,


6 v v v
dan Alat Bantu
7 Mesin v v v

Peralatan Konstruksi
8 v v v v
Bangunan
9 Konstruksi Bawah Tanah xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx

10 Penggalian xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx

11 Memancang xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx

12 Pekerjaan Beton v v v

13 Pekerjaan Lainnya v v v v

14 Pembongkaran xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx

15 Alat Pelindung Diri v v v v

60
Tabel 4.3 Matriks Informan Subkontraktor

Sub Kontraktor
No Bab
Besi Cor Kayu Opr TC Opr AL
1 Ketentuan Umum v v v v v

Tempat Kerja dan


2 v v v v v
Alat Kerja
3 Perancah v

4 Tangga
5 Alat Angkat v v v v v

Kabel, Tambang, Rantai,


6 v v v v v
dan Alat Bantu
7 Mesin v v v v v

Peralatan Konstruksi
8 v v v v
Bangunan
9 Konstruksi Bawah Tanah xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx

10 Penggalian xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx

11 Memancang xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx

12 Pekerjaan Beton v v v v

13 Pekerjaan Lainnya v v v

14 Pembongkaran xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx

15 Alat Pelindung Diri v v v v v

Keterangan :

HSE Ps = HSE pusat

HSE Pr = HSE proyek

61
QC = Quality Control

HK = House Keeping

Opr TC = Operator Tower Crane

Opr AL = Operator Alimak

Tanda (v) berarti bab tersebut dapat ditanyakan kepada informan yang

bersangkutan karena berkaitan langsung dengan pekerjaannya di proyek.

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan berisi 14

bab seperti yang tertulis pada tabel di atas. Dari 14 bab tersebut tidak semua

jenis pekerjaan dilakukan oleh kontraktor utama. Pekerjaan fondasi yaitu

memancang dan penggalian sudah lebih dulu dilakukan jauh sebelum peneliti

dapat melakukan penelitian di wilayah tersebut selain itu pekerjaan fondasi

dilakukan oleh kontraktor lain sehingga peneliti tidak dapat meneliti hal

tersebut. Pekerjaan pembongkaran juga tidak dapat diteliti karena proyek ini

dalam pengerjaannya dilakukan di atas lahan kosong tanpa membongkar

bangunan apapun.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Maksud dari

peneliti sendiri dapat dipahami sebagai alat yang dapat mengungkapkan fakta-

fakta di lapangan dan tidak ada alat yang paling tepat dan elastis untuk

mengungkapkan data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri. Selanjutnya, peneliti

62
akan mengembangkan suatu instrumen penelitian sederhana untuk melengkapi

data yang dibutuhkan. Instrumen sederhana yang akan digunakan oleh peneliti

adalah:

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan

ditanyakan kepada informan. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan pola

penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti.

2. Lembar observasi

Berfungsi untuk membantu peneliti dalam mengamati objek penelitian.

3. Buku catatan

Berfungsi untuk mencatat semua hasil percakapan dengan sumber data.

4. Alat perekam

Berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.

5. Kamera

Berfungsi untuk mengambil gambar yang berhubungan dengan masalah

penelitian.

4.5 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer didapatkan melalui wawancara kepada para informan

penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun

63
oleh peneliti. Selain itu, data primer dalam penelitian ini juga diperoleh

dari hasil observasi menggunakan lembar observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari dokumen - dokumen

perusahaan yang mendukung dalam perjalanan penelitian ini.

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi

(pengamatan), analisis dokumen, dan wawancara.

1. Observasi (pengamatan)

Dalam penelitian ini, teknik pengamatan yang dilakukan peneliti

adalah pengamatan terbuka yaitu pengamatan yang mana keberadaan

pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan

kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan

subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan.

Observasi ini juga bisa disebut observasi nonpartisipan karena tidak terlibat

langsung dalam proses pelaksanaan pekerjaan namun hanya sebagai

pengamat yang mengamati proses pekerjaan. Pengamatan dilakukan oleh

peneliti dengan menggunakan lembar pengamatan untuk mengamati secara

langsung pelaksanaan dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3

konstruksi bangunan di lokasi proyek.

64
2. Analisis dokumen

Analisis dokumen dilakukan pada dokumen - dokumen yang terkait

dengan pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi

bangunan seperti dokumen tentang alat - alat kerja dan peralatan konstruksi

serta dokumen lainnya seperti tenaga kerja, struktur organisasi proyek, dll.

3. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan kepada informan -

informan dengan menggunakan pedoman wawancara untuk mewawancarai

para informan. Wawancara kepada para informan dilakukan untuk

mendapatkan informasi mengenai implementasi Permenakertrans No.1 /

1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek.

4.7 Pengolahan Data

1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua informan melalui

wawancara, observasi, dan analisis dokumen.

2. Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data dikategorisasikan

dalam bentuk matriks.

3. Selanjutnya dilakukan analisis data dan intepretasi data.

65
4.8 Analisis Data

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan

pada hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya

serta mencarinya bila diperlukan.

Dalam penelitian ini, data - data yang telah dikumpulkan melalui

wawancara, observasi, dan analisis dokumen, kemudian dirangkum dan

dikategorikan menurut variabel - variabel yang telah ditentukan oleh

peneliti.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan

data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang

terjadi.

Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan dengan cara

menjabarkan hasil penelitian dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan

transkrip matriks wawancara yang telah ditentukan oleh peneliti. Penyajian

66
data akan didukung dengan hasil pengamatan lapangan dan analisis

dokumen.

3. Conclusing Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)

Kesimpulan dalam penelitian ini berupa deskripsi atau gambaran

pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan

di lokasi proyek menurut model implementasi GC Edward.

4.9 Keabsahan Data

1. Triangulasi teknik adalah peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

yang berbeda - beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.

Teknik yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan telaah dokumen.

2. Triangulasi sumber adalah penggunaan teknik yang sama oleh peneliti untuk

mendapatkan data dari sumber yang berbeda. Informan penelitian yang

berbeda - beda adalah sumber data yang dimaksud.

67
BAB V

HASIL

5.1 Karakteristik Informan

Informan pada penelitian ini terdiri dari 9 orang dengan berbagai

macam tugasnya di proyek. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat melihat

bagaimana implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada

konstruksi bangunan dan faktor yang mempengaruhi implementasinya dari

berbagai sudut pandang pekerja. Berikut adalah karakteristik tersebut :

Tabel 5.1 Karakteristik Informan

NO Pekerjaan Usia Pendidikan Pengalaman

1 HSE Pusat 52 S2 25 thn

2 HSE Proyek 27 D3 4 thn

3 Quality Control 38 S2 12 thn

4 House Keeping 42 SMA 15 thn

5 Besi 25 SMA 5 thn

6 Cor 28 SMA 10 thn

7 Kayu 19 SMA 6 bln

8 Operator Alimak 23 SMA 3 thn

9 Operator Tower Crane 28 SMA 4 thn

68
5.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3

Konstruksi Bangunan

Untuk melihat bagaimana pelaksanaan dari Permenakertrans No.1 /

1980 tentang K3 konstruksi di lokasi proyek, peneliti melakukan observasi

dibantu oleh safety supervisor untuk melihat sejauh mana Permenakertrans

No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan dilakukan di lokasi proyek.

Tabel 5.2 Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980

Bab Implementasi
I Ketentuan Umum v
II Tempat Kerja dan Alat Kerja x
III Perancah v
IV Tangga dan Tangga Rumah v
V Alat Angkat x
Kabel Baja, Tambang, Rantai
VI v
dan Peralatan Bantu
VII Mesin v
VIII Peralatan Konstruksi Bangunan v
IX Konstruksi Bawah Tanah xxxxxxxxxxxxx
X Penggalian xxxxxxxxxxxxx
XI Pemancangan xxxxxxxxxxxxx
XII Beton x
XIII Pekerjaan Lainnya v
XIV Pembongkaran xxxxxxxxxxxxx
XV Alat Pelindung Diri v

69
- Tanda (v) menunjukkan bahwa bab tersebut implementasinya sudah

sesuai dengan ketentuan

- Tanda (x) menunjukkan bahwa bab tersebut implementasinya tidak sesuai

dengan ketentuan

- Tanda (xxxxxxxxxxxxx) menunjukkan bahwa bab tersebut tidak

dilakukan di lokasi proyek karena memang tidak diperlukan atau

dikerjakan oleh kontraktor lain sehingga tidak bisa dinilai oleh peneliti.

Dari 15 bab yang tertuang dalam Permenakertrans No.1 / 1980 tentang

K3 pada konstruksi bangunan ada 7 bab yang implementasinya di lapangan

sudah sesuai dengan ketentuan walaupun ada beberapa mesin, peralatan, dan

bahan yang tidak disediakan di lokasi proyek karena memang tidak

dibutuhkan dan tidak sesuai dengan jenis proyek yang dikerjakan. Lalu ada 4

bab yang tidak diteliti karena pengerjaannya tidak dilakukan oleh kontraktor

utama dan tidak sesuai dengan jenis proyek yang dikerjakan yaitu konstruksi

bawah tanah, penggalian, pemancangan, dan pembongkaran.

Hasil di lapangan menunjukkan terjadi 4 pelanggaran peraturan yaitu

pada bab yang berisi ketentuan mengenai tempat kerja dan alat kerja, alat

angkat, beton, dan alat pelindung. Hasilnya antara lain :

1. Tempat Kerja dan Alat Kerja

Pelanggaran yang berkaitan dengan tempat kerja dan alat kerja yaitu

masih adanya bahan material yang berserakan di tempat kerja. Kondisi

70
untuk barak pekerja dan lantai yang sudah jadi memang rapi dan tidak ada

bahan atau peralatan yang berserakan namun untuk lokasi yang terdapat

proses pekerjaan, bahan material seperti potongan baja dan potongan

kayu masih terlihat berserakan. Pekerja beralasan untuk membereskan

bahan yang berserakan nanti saja setelah selesai bekerja saat jam kerjanya

pada hari tersebut akan berakhir. Selain itu karena adanya pekerja house

keeping yang memang tanggung jawabnya yaitu terkait dengan

kebersihan dan kerapihan di lokasi proyek.

Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai banyaknya

material yang berserakan di tempat kerja.

Nanti saja diberesin kalau udah selesai kerja hari ini. (besi)

Nanti juga diberesin sama house keeping. Tugas dia kan emang

ngerapihin barang sama bersih - bersih. (kayu)

2. Alat Angkat

Pelanggaran yang berkaitan dengan alat angkat yaitu tidak terlihat adanya

aturan yang melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan (travelling

crane). Dari pihak HSE beralasan bahwa saat alat crane sedang

mengangkat material dan bahan, pekerja biasanya akan menyingkir

dengan sendirinya saat mesin tower crane sedang beroperasi dan

lengannya (hoist crane) sedang terlihat di atasnya.

71
Berikut pernyataan HSE proyek mengenai tidak adanya aturan yang

melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan.

Peraturan sebenarnya sih ada tapi gak tertulis aja. Lagian kalau crane

lagi jalan pekerja yang dibawah juga bisa liat sendiri. Ntar juga minggir

sendiri biasanya.

3. Beton

Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan ujung - ujung besi yang

mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan yang banyak terlihat

di adonan beton yang sudah keras namun belum selesai seluruhnya.

Pekerja beralasan pekerjaan pembetonan dilakukan setiap hari sehingga

ujung - ujung besi yang mencuat tersebut akan segera ditutupi dengan

adonan beton yang baru.

Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai ujung -

ujung besi yang mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan.

Gak ada bedanya sih mau dilengkungkan atau gak kan nanti juga

ditutup sama adonan beton yang baru. (cor)

Ngapain dibengkokin kan besoknya juga ditutup lagi sama semen.

(besi)

72
4. Alat Pelindung Diri

Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan bekerja di ketinggian. Pekerja

yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung sudah dilengkapi dengan

full body harness namun pekerja enggan memakai ketika bekerja dengan

alasan tidak praktis dan lebih memilih safety belt. Selain itu masih ada

saja pekerja yang tidak memakai APD seperti helm dan sepatu padahal

sudah tersedia.

Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai alasannya

tidak mau menggunakan full body harness dan tidak memakai APD

lainnya seperti helm dan sepatu. Mereka menjawab bahwa hal itu bukan

karena tidak adanya fasilitas tapi karena pekerjanya itu sendiri.

Hilang mungkin atau emang pekerjanya yang malas. (house keeping)

Rasanya risih kalau dipake terus seharian. (tower crane)

Males pake body harness, ribet. Pake safety belt aja udah cukup. (cor)

Ribet, kan ada safety belt. (besi)

5.3 Analisis Model GC Edward

5.3.1 Komunikasi

5.3.1.1 Transmisi

Transmisi merupakan media yang dipakai dalam mengkomunikasikan

K3 kepada semua pekerja terutama yang terkait dengan isi dari

73
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Penyaluran

komunikasi yg baik akan menghasilkan implementasi yg baik pula.

Hasil dari observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa

kontraktor memberikan media penyuluhan kepada pekerja dan memfasilitasi

pertemuan antara pihak kontraktor dengan pihak pekerja untuk membicarakan

hal - hal terkait dengan K3 di lokasi proyek. Ada 3 macam pertemuan yang

dilakukan yaitu :

1. SHE Induction

Ditujukan kepada pekerja atau tamu yang baru pertama kali datang ke

lokasi proyek. Bisa dilakukan kapanpun. Pekerja maupun tamu diberikan

arahan singkat mengenai peraturan K3 yang harus ditaati kemudian

diberikan surat pernyataan yang harus ditandatangani yang menyatakan

bahwa mereka mengerti peraturan K3 tersebut.

2. SHE Meeting

Ditujukan kepada mandor atau perwakilan dari subkontraktor. Dilakukan

seminggu sekali dengan durasi 30 menit sampai 1 jam di ruang meeting

kantor proyek. Pada SHE meeting hasil dari evaluasi inspeksi yang

diakukan staf SHE diberitahukan kepada setiap mandor dan memberikan

instruksi kepada mandor agar melakukan saran - saran yang diberikan staf

SHE. Mandor diharap juga memberi masukan dan kritik kepada pihak

74
kontraktor mengenai pelaksanaan program K3 agar ke depannya bisa jauh

lebih baik.

3. SHE Talk

Ditujukan kepada semua pekerja. Dilakukan setiap seminggu sekali

dengan durasi 15 - 20 menit di gedung proyek tempat mereka bekerja.

Pada saat SHE talk semua pekerja dikumpulkan di satu tempat lalu

diberikan informasi singkat dari staf SHE mengenai K3 melalui pengeras

suara. Tema yang diberikan berganti - ganti. Misalkan minggu lalu tentang

kelengkapan APD lalu minggu ini tentang kerapihan dan kebersihan.

Hasil observasi lainnya yang dilakukan peneliti adalah banyaknya

media rambu - rambu di lokasi proyek. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan

pekerja agar bekerja lebih hati - hati.

Hasil wawancara terhadap informan HSE proyek juga mendukung

pernyataaan di atas. Selain itu ia juga menambahkan bahwa pekerja juga

diberikan pelatihan K3 konstruksi yang sama diberikan ke semua pekerja.

Untuk pekerja kami memberikan SHE meeting setiap seminggu sekali yang

wajib dihadiri oleh mandor. Selain itu ada SHE talk setiap jumat pagi yang

harus dihadiri semua pekerja. SHE induction untuk orang atau pekerja yang

baru masuk ke proyek. Pekerja juga dikasih pelatihan gimana kerja di

75
ketinggian, menggunakan APAR, evakuasi, sama pertolongan pertama.

Rambu - rambu peringatan juga sudah dipasang di berbagai tempat.

Semua informan pekerja lapangan ketika ditanya mengenai media

komunikasi K3 di proyek ini juga menjawab hal yang serupa dengan informan

HSE proyek.

SHE talk tiap jumat, induction waktu pertama datang, buat mandor ada

SHE meeting.

Pelatihan diajarin pake safety belt sama cara make APAR, ada evakuasi

sama pertolongan pertama juga. Rambu peringatan juga banyak dipasang.

Namun ketika disinggung mengenai isi dari Permenakertrans No.1 /

1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang secara spesifik menjelaskan

mengenai bagian - bagian apa saja yang harus diperhatikan dan itu berbeda -

beda menurut jenis pekerjaannya, informan HSE proyek hanya menjelaskan

bahwa edukasi K3 yang diberikan kepada pekerja hanya secara umum saja.

Untuk setiap jenis pekerjaan tidak ada yang dikhususkan mengenai gimana

komunikasinya. Kami menerima mereka bekerja disini karena berdasarkan

kemampuan bekerja mandor - mandor mereka di proyek - proyek sebelumnya

sehingga kami anggap pekerja sudah kompeten di pekerjaannya masing -

masing, makanya edukasi K3 yang diberikan umum untuk semua pekerja.

76
Tabel 5.3 Pelatihan K3 Umum

No K3 Umum Kepada Semua Pekerja


1 Sarana keluar masuk dengan aman
2 Kebersihan dan kerapihan
Alat kerja dan bahan material tidak dilempar
3
dan dijatuhkan
4 Orang yang boleh masuk ke tempat kerja
5 Arti rambu peringatan
Menggunakan APD
6
(helm, sepatu, safety belt, sarung tangan)
7 Menggunakan APAR
8 Memberikan pertolongan pertama / first aid
9 Evakuasi / tanggap darurat

Sedangkan pelatihan yang khusus diberikan kepada pekerja sesuai

dengan jenis pekerjaannya tidak dilakukan oleh kontraktor. Namun untuk

pekerja yang berasal dari subkontraktor seperti operator tower crane dan

operator alimak, mereka mendapatkan edukasi K3 dari subkontraktornya

mengenai pemasangan alat pengaman pada mesin yang digunakannya.

Dapatnya tentang alat pengaman dan beban jadi kalau kelebihan beban

ada bunyinya. (alimak)

Dari mandor dikasih tahu alat pengaman dan beban maksimal jadi supaya

tahu kalau kelebihan beban. (tower crane)

77
Tabel 5.4 Pelatihan K3 Khusus

No K3 Spesifik Sesuai Dengan Jenis Pekerjaan


1 Hasil identifikasi resiko
2 Usaha pencegahan kecelakaan
Menggunakan bahan material, mesin, dan
3
peralatan dengan benar
Syarat bahan material, mesin, dan peralatan
4
yang aman

Lalu pada karyawan kontraktor, pelatihan mengenai K3 konstruksi

wajib dilakukan oleh semua karyawan. Materi mengenai isi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan juga

dibahas dalam pelatihan. Quality control dan HSE pusat sebagai informan

menjelaskan mengenai pelatihan K3 konstruksi kepada karyawan kontraktor.

Ini kan perusahaan konstruksi, semua karyawan termasuk saya juga dikasih

pelatihan K3 konstruksi. Tapi kalo orang HSE mungkin porsinya lebih banyak

kan ini tugas mereka yang paling utama. (quality control)

Semua karyawan disini wajib ikut training K3 konstruksi. Terutama untuk

staf HSE porsinya lebih banyak dari yang lain. (HSE pusat)

Permasalahan utama terkait dengan penyampaian isi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan adalah

78
tidak semua isi dari peraturan tersebut disampaikan kepada pekerja, hanya bab

- bab tertentu yang sifatnya umum saja seperti tempat kerja dan APD. Untuk

media pelatihan kepada pekerja, peneliti tidak dapat melakukan observasi

karena sudah dilakukan sebelum peneliti turun lapangan namun peneliti

mendapatkan data dokumentasi pelaksanaannya. Untuk media pelatihan

kepada karyawan kontraktor peneliti tidak dapat melakukan observasi dan

juga tidak mendapat dokumentasinya namun menurut sumber dari HSE pusat,

HSE proyek, dan quality control yang memberikan jawaban yang seragam,

semua karyawan kontraktor mendapat pelatihan K3 dimana isi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan

merupakan bagian dari materi pelatihan.

5.3.1.2 Kejelasan

Komunikasi harus jelas dan tidak membingungkan supaya peraturan

bisa dilaksanakan dengan baik oleh semua pekerja. Dalam kejelasan informasi

biasanya terdapat cara mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman

sendiri - sendiri sehingga dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara

satu dengan yang lain.

Bagi karyawan kontraktor yang sudah mendapat pelatihan mengenai

K3 konstruksi dimana Permenakertrans No.1 / 1980 merupakan salah satu

materi yang harus dimengerti sebelum mulai bekerja di proyek.

79
HSE pusat dan HSE proyek sebagai informan menjelaskan tentang

kejelasan isi Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi

bangunan di lokasi proyek bagi karyawan kontraktor.

Orang HSE pasti mengerti isi dari peraturan tersebut karena sebelum

diangkat jadi HSE mereka wajib ikut training dan ada tesnya kalo mau lulus

training. (HSE pusat)

Kalau mau kerja jadi HSE disini harus lulus pelatihan. Kalau gak ngerti

peraturan itu gak mungkin kerja disini sekarang. (HSE proyek)

Informan quality control juga ikut menambahkan pernyataan dari

informan HSE pusat dan HSE proyek mengenai kejelasan Permenakertrans

No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi yang ia ketahui.

Saya dan karyawan kontraktor lainnya sudah tahu Permenakertans No.1 /

1980. Tugas saya disini memastikan bahwa semua mesin, alat, bahan sudah

layak pakai sebelum dipake. Tapi gak semua isi dari peraturan itu bisa

diterapin disini karena itu kan isinya campur juga ama konstruksi jalan raya

juga.

Namun bagi para pekerja, tidak ada yang mengetahui tentang

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan.

Jangankan isinya, nama peraturannya saja tidak pernah mendengar. Semua

pekerja memberikan jawaban yang sama ketika disinggung mengenai isi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi konstruksi bangunan.

80
Saya gak ngerti peraturan kayak gitu. (kayu)

Gak ngerti gak pernah dibilangin. (house keeping)

Gak tahu. Gak ngerti (besi)

Pernyataan pekerja tersebut juga diperkuat oleh pernyataan HSE pusat.

Pekerja disini mana ngerti peraturan kayak gitu. Yang penting dari pihak

kontraktor sudah berusaha memberikan edukasi K3 ke semua pekerja dengan

baik. Kami berusaha mengkomunikasikan K3 dengan bahasa yang gampang

dimengerti karena tingkat pendidikan pekerja bangunan biasanya memang

rendah.

Lalu mengenai transmisi informasi K3 yang telah dilakukan yaitu SHE

talk, ada sebagian pekerja yang kurang memahami dan ada juga sebagian lain

yang mengerti.

Ada yang ngerti ada yang nggak ngerti. (besi)

Iya, ngerti. (house keeping)

Untuk mempertegas pernyataan yang dikeluarkan para informan

tersebut, peneliti memberikan pertanyaan - pertanyaan seputar isi dari

Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan kepada

semua informan. Pertanyaan yang diajukan kepada informan hanya yang

berkaitan dengan pekerjaan di proyek. Jenis pekerjaan yang tidak dilakukan,

81
mesin dan peralatan yang tidak disediakan karena tidak diperlukan tidak

ditanyakan kepada informan.

Hasilnya informan HSE proyek, HSE pusat, dan quality control dapat

menjawab semua pertanyaan dengan tepat namun untuk pekerja house

keeping, besi, cor, kayu, operator alimak, dan operator tower crane tidak bisa

menjawab semua pertanyaan dengan tepat, masih ada beberapa pertanyaan

yang jawabannya tidak sesuai dengan isi dari Permenakertans No.1 / 1980

tentang K3 pada konstruksi bangunan.

Tabel 5.5 Kompetensi Informan

Pertanyaan Sesuai /
No Informan Kesesuaian
Pertanyaan Diajukan
1 HSE Proyek 52 / 52 100%
2 HSE Pusat 52 / 52 100%
3 Quality Control 52 / 52 100%
4 House Keeping 15 / 19 79%
5 Besi 21 / 30 70%
6 Cor 21 / 30 70%
7 Kayu 27 / 35 77%
8 Operator Alimak 26 / 31 84%
9 Operator Tower Crane 27 / 33 82%

Pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh informan pekerja yaitu

struktur P2KL di proyek, identifikasi resiko dari pekerjaannya, kebisingan dan

getaran, pemeriksaan berkala dan pengujian mesin dan peralatan yang dipakai

82
dalam pekerjaannya, perlakuan terhadap ujung besi yang mencuat, dan APD

untuk pengunjung proyek.

5.3.1.3 Konsistensi

Konsistensi disini adalah tidak berubahnya maksud dari isi

Permenakertrans No.1 / 1980 K3 konstruksi bangunan dari informan pada

setiap penyampaian. Jika ada perubahan dalam penyampaian isi dari peraturan

tersebut maka akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksanaan di lapangan.

Konsistensi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi

dengan pelatihan K3 konstruksi yang diberikan kepada karyawan kontraktor

tidak berubah. Untuk membuktikannya HSE proyek dan HSE pusat sebagai

informan menjelaskannya dengan mengkaitkannya dengan audit yang

dilakukan kontraktor.

Kan ada audit juga dari pusat. Salah satu yang diaudit mengenai

peraturan UU. Permenaker itu juga salah satunya jadi pasti konsisten antara

isi peraturan dan pelaksaan disini. (HSE proyek)

Kami ada audit buat memastikan kegiatan disini tidak melanggar UU yang

berlaku salah satunya permenaker K3 konstruksi itu. (HSE pusat)

Quality control sebagai salah satu informan juga ikut menambahkan

pernyataan dari informan HSE pusat dan HSE proyek.

Dulu pernah ada pelatihannya buat semua karyawan, saya juga ikut. Saya

sudah cek isi dari peraturan itu dan materi pelatihannya memang sama kok.

83
Untuk pelatihan K3 yang diberikan kontraktor kepada karyawannya,

peneliti tidak dapat melakukan observasi. Namun untuk media pertemuan

antara karyawan kontraktor dan pekerja, peneliti beberapa kali mengikuti SHE

talk dan SHE meeting dan saat pertama kali datang juga mendapat SHE

induction. Materi K3 yang diberikan sudah konsisten dengan isi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan biarpun

tidak semua isi dari peraturan tersebut disampaikan.

5.3.2 Disposisi

5.3.2.1 Komitmen

Pelaksanaan dari kebijakan hanya bisa terjadi jika ada komitmen kuat

dari para pelaksananya. Dari pihak pekerja komitmen untuk melaksanakan K3

dengan baik sepertinya masih kurang. Hal ini terlihat dari hasil wawancara

dari informan HSE proyek dan HSE pusat.

Sudah gak kehitung berapa kali harus negor pekerja. Macam - macam deh

mulai dari pemakaian APD sampai gak ikut SHE talk. (HSE proyek)

Selama saya inspeksi saya rasa komitmen pekerja masih kurang karena

selalu saja ada pekerja yang tidak pakai APD. (HSE pusat)

Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh pernyataan informan pekerja.

Banyak pekerja yang malas pake APD sama gak ikut SHE talk. (kayu)

Saya jarang datang SHE talk soalnya yang diomongin itu - itu aja. (cor)

Kalau udah kelamaan kerja helm saya copot soalnya panas. (besi)

84
Hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan hal yang sama

bahwa ketika SHE talk dilakukan ternyata selalu saja ada pekerja yang tidak

mengikutinya. Selain itu juga masih sering terlihat pekerja yang tidak

menggunakan APD saat bekerja.

Namun bagi para karyawan kontraktor, mereka merasa sudah punya

komitmen yang baik untuk melaksanakan peraturan K3. Berikut pernyataan

dari HSE proyek dan quality control sebagai informan mengenai komitmen

karyawan kontraktor.

Dari pihak PP sendiri semuanya sudah komit dengan semua peraturan K3

yang ada. Disini kan ada evaluasi dari pusat. Saya sebagai penanggung

jawab K3 disini juga ngawasin orang PP juga dan selama ini mereka semua

komit dengan peraturan K3. (HSE proyek)

Kalau dari karyawan PP sendiri sudah cukup bagus. Gak pernah ada

karyawan PP yang gak pake APD kalo lagi di lapangan. (quality control)

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan hal yang

sama yaitu karyawan kontraktor selalu memakai APD selama di lokasi

proyek.

5.3.2.2 Insentif

Insentif merupakan hal yang umum diberikan perusahaan kepada

pekerja untuk memotivasi pekerja agar dapat mencapai target atau tujuan yang

diharapkan perusahaan dari pekerjanya. Dalam hal ini insentif yang dimaksud

85
diluar dari pendapatan pokok pekerja dan hanya diberikan berkaitan dengan

pelaksanaan K3 di proyek. Insentif dapat dibagi menjadi 2 yaitu insentif

positif berupa pemberian bonus atau reward dan insentif negatif berupa

sanksi atau punishment.

Pemberian insentif yang ditujukan untuk karyawan kontraktor

diberikan dari pusat kepada proyek yang dianggap melaksanakan program

HSE dengan nilai terbaik. Berikut dijelaskan oleh informan HSE pusat

mengenai pemberian insentif untuk karyawan kontraktor.

Dari pusat selalu ada evalusi untuk setiap proyek yang ada di wilayahnya.

Termasuk di Kemang ini juga sama. Setelah pusat melakukan inspeksi dan

laporan dari proyek sudah masuk semua biasanya diurut menurut ranking

jadi bisa dilihat mana proyek yang HSEnya terbaik dan mana yang terendah.

Proyek yang HSEnya terbaik dapat reward dari pusat dan dinikmati semua

karyawan PP disana. Bonusnya bisa berupa uang, makanan, atau hadiah.

(HSE pusat)

Pernyataan dari informan HSE pusat tersebut juga dibenarkan oleh

informan HSE proyek.

Setiap bulan kami ngirim laporan dan ada inspeksi dari pusat juga. Habis

itu pusat menilai mana proyek yang HSEnya terbaik. Proyek yang HSEnya

dianggap paling bagus dapat reward dari pusat buat semua karyawan di

proyek. Biasanya pusat ngasih hadiah, makanan, duit juga dapet.

86
Pemberian insentif untuk pekerja di proyek diberikan kepada beberapa

pekerja yang dianggap telah melaksanakan K3 dengan sangat baik. Pada saat

SHE talk ada form SHE talk yang harus diisi HSE proyek untuk melihat

bagaimana jalannya SHE talk. Mereka juga mencatat berapa pekerja dan siapa

saja yang hadir dan tidak hadir. Tim HSE proyek juga melakukan patroli

berkeliling lokasi proyek untuk melihat hasil kerja para pekerja. Saat patroli

itulah staf HSE bisa melihat siapa saja pekerja yang menerapkan perilaku K3

dengan baik. Hasil dari penilaian tersebut digunakan HSE proyek untuk

menentukan siapa saja pekerja yang dianggap terbaik dalam melaksanakan

peraturan K3. Pekerja tersebut diberi hadiah pada saat SHE talk di depan

teman - teman kerja yang lain untuk memotivasi para pekerja lain agar ke

depannya bisa melaksanakan K3 dengan lebih baik.

Berikut penjelasan oleh informan HSE pusat mengenai pemberian

insentif untuk pekerja lapangan.

Kalo bonus juga ada biasanya pas SHE talk pekerja yang taat K3 kami

kasih duit atau kue. Tapi frekuensinya gak tentu bisa sebulan sekali, bisa 3

minggu sekali. Orangnya juga bisa 3 orang bisa lebih.

HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan patroli

setiap hari. Waktu patroli keliatan siapa saja pekerja yang patuh dan tidak

patuh dengan peraturan K3.

Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3 yang sudah

dibuat perusahaan.

87
Informan pekerja lapangan juga membenarkan pernyataan informan

HSE pusat bahwa saat SHE talk terkadang ada hadiah yang diberikan kepada

pekerja yang dianggap telah melaksanakan peraturan K3 dengan baik dan

mereka senang dengan hadiah yang diberikan.

Hadiah ada, biasanya dikasih pas SHE talk. Tapi gak tentu juga ngasihnya.

Bisa dikasih duit atau kue. (house keeping)

Baguslah bisa memotivasi. (tower crane)

Bagus sih. Seneng juga kalau dikasih kayak gitu. (kayu)

Sedangkan untuk sanksi bagi pekerja berupa diberikan surat peringatan

sampai 2x dan bila masih diteruskan pekerja tersebut bisa dikeluarkan.

Berikut penjelasan dari informan HSE pusat.

Kalau di proyek pekerja yang tidak taat K3 misalnya gak pake APD kami

beri SP sampai 2X kalau masih diterusin bisa dikeluarkan. Dulu sih

pengalaman di proyek lain pernah ada yang kami keluarkan karena

bertengkar dengan pekerja yang lain. Pekerja yang dikeluarin itu juga tidak

mau mematuhi peraturan K3 di proyek.

Namun keterangan berbeda disampaikan oleh informan pekerja house

keeping bahwa hukuman untuk pekerja yang melanggar peraturan K3 tidak

setegas dengan aturan yang sudah ditetapkan.

Disini biasanya ditegur doang ama orang HSE. Tapi disini mending kok.

Waktu di tempat kerja saya sebelumnya kalo gak pake helm aja bisa didenda

gak dikasih honor kerja pas hari itu.

88
Ketika peneliti melakukan observasi mengenai pemberian insentif

kepada pekerja pada saat SHE talk tidak terlihat adanya pemberian hadiah

seperti yang telah disebutkan. Selain itu pekerja yang melanggar peraturan K3

hanya ditegur saja tanpa adanya surat peringatan.

5.3.3 Sumber Daya

5.3.3.1 Staf

Staf atau pegawai sumber daya utama dalam pelaksanaan kebijakan di

Perusahaan. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan

salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup mencukupi

ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

Sistem rekrutmen pekerja di proyek ternyata hanya berdasarkan rasa

percaya kepada mandor yang dianggap kontraktor telah bekerja dengan baik

pada proyek sebelumnya. Pekerja yang akan bekerja juga hanya menyerahkan

fotokopi KTP sebagai bukti umur dan bagi operator alimak dan tower crane

ditambah dengan SIO (surat izin operator).

Berikut ini proses perekrutan pekerja yang dijelaskan oleh HSE

proyek dan HSE pusat sebagai informan.

Waktu pertama masuk syarat utamanya usia 18+ dibuktikan dengan KTP.

Untuk pekerjaan tertentu misalnya operator tower crane atau alimak harus

punya surat izin operator atau SIO. Kalo mandornya yang kami tunjuk sudah

memperlihatkan kerja yang baik pada proyek yang sebelum - sebelumnya."

(HSE proyek)

89
Umurnya harus 18+ bisa dilihat di KTP. Operator tower crane sama

alimak harus punya SIO. Mandornya kami rekrut dari proyek yang

sebelumnya. (HSE pusat)

Untuk memperkuat pernyataan tersebut, peneliti juga mengecek

adanya SIO kepada operator tower crane dan alimak dan mereka bisa

menunjukkan ke peneliti.

Hal lain yang berkaitan dengan perekrutan pekerja ternyata tingkat

pendidikan pekerja maksimal hanya sampai SMA. HSE proyek dan HSE

pusat menjelaskan dengan jawaban yang serupa.

Namanya pekerja bangunan rata - rata cuma SD, SMP, SMA.

Hal itu dibuktikan dengan semua informan yang merupakan pekerja

proyek berpendidikan hanya sampai SMA.

Masih berkaitan dengan staf, ketika peneliti mewawancarai salah satu

pekerja kayu , ternyata dia mengaku tidak tahu apa yang harus dilakukan

ketika pertama kali datang ke lokasi proyek.

Saya disini masih masih baru. Waktu pertama kali disini saya juga bingung

harus ngapain. Dari mandor saya disuruh ngelihat gimana temen - temen

(sesama pekerja kayu) kerja terus kalo ada yang gak ngerti tanya aja atau

minta diajarin sama temen - temen (sesama pekerja kayu).

90
Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang pernah diucapkan

sebelumnya oleh informan HSE proyek bahwa pekerja bisa diterima bekerja

di proyek karena mandor mereka di proyek sebelumnya memperlihatkan hasil

kerja yang baik sehingga pekerja yang dibawa oleh mandornya dianggap

sudah kompeten untuk bekerja.

Kami menerima mereka bekerja disini karena berdasarkan kemampuan

bekerja mandor - mandor mereka di proyek - proyek sebelumnya sehingga

kami anggap pekerja sudah kompeten di pekerjaannya masing - masing.

Sedangkan untuk perekrutan karyawan kontraktor harus menempuh

pendidikan formal dibuktikan dengan gelar ijazah dan bila sudah diterima

para karyawan tersebut diwajibkan untuk mengikuti training K3 yang

disediakan perusahaan. Berikut seperti dijelaskan oleh HSE pusat dan HSE

proyek sebagai informan.

Untuk pekerja PP sendiri juga gak main - main ngambilnya. Disini paling

banyak sarjana teknik bisa dilihat dari ijazahnya. Kalau sudah disini mereka

wajib mengikuti training K3 yang disediakan perusahaan. (HSE pusat)

Saya dari teknik. Karyawan lain kebanyakan juga dari teknik. Kalau sudah

diterima harus ikut training yang disediakan perusahaan. (HSE proyek)

Quality control sebagai salah satu informan ikut menambahkan

penjelasan mengenai rekrutmen dirinya.

91
Orang QC gak cuma saya saja. Ada 2 orang lagi semuanya orang teknik.

Kami ngerti kok safety engineering sama safety device. Waktu kuliah dulu

sudah pernah belajar. Disini pelatihan dikasih tahu lagi jadi aturan

Permenaker tentang K3 konstruksi itu kami bisa jamin semua sudah terpenuhi

dari aspek engineering.

Terkait dengan jumlah, informan HSE proyek mengakui adanya

kekurangan personil staf HSE di proyek.

Kalau orang HSE disini 2 orang per gedung jadi gak semua pekerja bisa

kepantau makanya kita keliling terus naik turun.

Namun apa yang disampaikan oleh informan HSE proyek berbeda

dengan yang disampaikan oleh informan HSE pusat.

Menurut saya sudah cukup masing - masing 2 orang. Tapi harus diakui

kerja mereka cukup sibuk karena harus mengawasi semua pekerja.

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti memang benar hanya 2

orang HSE untuk mengawasi pekerjaan di setiap gedung. Dengan jumlah

pekerja sebanyak 152 orang dan pada saat ini harus menyelesaikan pengerjaan

2 buah gedung maka untuk setiap personil HSE harus mengawasi rata - rata

38 orang. Pelanggaran yang sering terjadi yaitu pekerja tidak memakai APD

biasanya dilakukan ketika tidak ada orang HSE yang mengawasi.

92
5.3.3.2 Informasi

Informasi dibutuhkan bagi pihak HSE untuk mengukur sejauh mana

keberhasilan program - program K3 di proyek dan apa saja yang harus

dibenahi. Laporan kecelakaan, dokumentasi kegiatan, hasil inspeksi, dan hasil

SHE meeting merupakan beberapa hal yang dijadikan acuan bagi kontraktor

untuk melihat keberhasilan program K3. Hal itu terlihat dari hasil wawancara

dengan pihak HSE pusat.

Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 di proyek dilakukan

dengan baik atau tidak. Kalau banyak kecelakaan berarti K3nya jelek, kalau

cuma satu dua berarti memang orangnya aja yang gak peduli dengan aturan

K3 di proyek.

Gak cuma laporan kecelakaan aja, kan ada dokumentasi kegiatan terus

saya kadang juga inspeksi juga. Dari orang HSE di proyek mereka kan juga

ngawasin pekerja dan ngasih laporan ke saya. Tiap minggu juga ada SHE

meeting sama SHE talk jadi kami bisa tahu informasi mengenai

permasalahan K3 di proyek dari penilaian pekerja.

HSE pusat juga menyatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja yang

terjadi selama ini bukan karena faktor teknis mesin dan peralatan namun

karena kesalahan pekerja.

Kalau disebabkan karena teknis mesin dan equipment berarti kecelakaan

disebabkan dari pihak kami tapi selama di proyek kemang belum ada tuh.

93
Apa yang telah diutarakan oleh informan HSE pusat tersebut juga

dibenarkan oleh informan HSE proyek.

Laporan kecelakaan itu informasi terpenting bagi kami dalam menilai

apakah program K3 di proyek sudah berjalan dengan baik atau belum.

Tiap bulan saya ngirim laporan ke pusat terus dari pusat juga selalu

inspeksi tiap minggu.

Kalau dilihat laporan kecelakaan, tidak ada yang disebabkan oleh faktor

teknis namun murni kesalahan pekerja jadi bisa dibilang keamanan mesin

peralatan sudah cukup bagus.

Sedangkan bagi semua informan pekerja lapangan informasi

dibutuhkan untuk agar mereka tahu bagaimana K3 yang baik dan benar bisa

diterapkan di proyek seperti dijelaskan sebagai berikut.

Cara kerja yang bener biar kami yang kerja ini gak kenapa - kenapa. (cor)

Cara kerja yang aman belum diajarin kayaknya. (besi)

Ketika ditanyakan mengenai informasi K3 yang pernah diberikan

kontraktor kepada pekerja, semua informan pekerja lapangan menjawab

dengan jawaban yang serupa.

Selama ini yang pernah dikasih tahu paling sering masalah APD sama

kebersihan. (house keeping)

Macam - macam sih. Paling sering masalah APD dan kebersihan. (kayu)

94
Untuk pekerjaan yang berhubungan dengan mesin atau peralatan yaitu

operator tower crane dan operator alimak, informasi mengenai cara

menggunakannya supaya aman justru didapat dari subkontraktor dan mereka

merasa sudah cukup dengan informasi yang diberikan.

Sudah cukup sih. Itu dikasih tahu dari subkontraktor. (alimak)

Sudah cukup menurut saya. Ketentuan teknis mengenai penggunaan crane

yang aman sudah saya dapat dari subkon. (tower crane)

Untuk memperkuat pernyataan tersebut peneliti meminta ditunjukkan

dokumen terkait. Dokumen yang ditunjukkan kontraktor kepada peneliti

antara lain laporan kecelakaan kerja dihitung setiap bulan, hasil inspeksi yang

dilakukan HSE pusat, dokumentasi kegiatan inspeksi dan meeting. Karena

alasan kerahasiaan hanya dokumentasi kegiatan inspeksi dan meeting yang

boleh dibawa peneliti.

5.3.3.3 Wewenang

Kewenangan merupakan otoritas bagi pelaksana dalam melaksanakan

kebijakan yang ditetapkan. Konteksnya disini merupakan tugas dan tanggung

jawab informan dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Walaupun

para informan mempunyai kewenangan yang berbeda - beda namun semuanya

mengarah pada tujuan yang sama yaitu proyek bisa selesai tepat waktu dan

menciptakan lingkungan kerja yang aman untuk semua orang yang berada di

lingkungan proyek.

95
Tabel 5.6 Kewenangan HSE Pusat dan HSE Proyek

No Wewenang HSE Ps HSE pr


Membuat dan mereview identifikasi bahaya,
1 v v
penilaian, dan pengendalian resiko
Membuat dan mereview daftar UU K3L
2 v v
sesuai dengan kebutuhan proyek
Melaksanakan SHE induction, SHE meeting
3 v
SHE talk, dan SHE patrol
4 Melaksanakan SHE inspection setiap minggu v
5 Membuat peraturan K3L untuk semua proyek v
6 Mencatat Laporan harian dan bulanan K3L v
7 Membuat laporan kecelakaan v
8 Mengelola hasil laporan K3L dari proyek v
9 Merencanakan penempatan fasilitas K3L v v
10 Mengeluarkan surat izin bekerja v
11 Membuat SHE assessment v v
12 Merencanakan anggaran biaya K3L v
13 Merencanakan kebutuhan APD pekerja v v
14 Melaksanakan pelatihan K3 untuk pekerja v
Menghentikan pekerjaan yang berpotensi
15 v v
mencelakakan pekerja maupun pengunjung
Menjatuhkan sanksi berupa surat peringatan
16 maupun pemecatan bagi pekerja yang telah v v
melanggar peraturan K3 di lingkungan proyek

Berikut penjelasan mengenai beberapa kewenangan HSE pusat

menurut informan HSE pusat.

96
Wewenang saya sebagai orang HSE antara lain memberhentikan pekerja

atau pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan baik bagi pekerja

itu sendiri maupun pekerja lain disekitarnya bila itu terlihat langsung di mata

saya. HSE yang di proyek juga bisa ngelakuin hal itu.

Saya bertugas untuk membuat peraturan - peraturan yang harus dipatuhi

pekerja maupun karyawan PP agar aturan permenaker itu dapat terlaksana

dengan baik.

Sedangkan dari pihak HSE proyek, wewenangnya hanya berbeda

sedikit dibanding HSE pusat. Berikut penjelasan mengenai beberapa

kewenangan HSE proyek dan juga perbedaannya menurut informan HSE

proyek.

Wewenang saya disini membuat peraturan. Saya bisa menegur pekerja yang

tidak taat dengan aturan K3, tidak make helm misalnya. Saya juga bisa

menghentikan pekerjaan yang bisa membahayakan pekerja yang terlibat di

dalamnya.

Bedanya sama yang di pusat kami hanya menjalankan peraturan -

peraturan yang sudah dibuat dari pusat. Tinggal disesuaikan saja sama

masalah yang ada di proyek.

Dari pihak quality control juga mempunyai kewenangan yang berbeda

dengan pihak HSE. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kewenangan yang

dimiliki oleh informan quality control.

97
Wewenang saya disini memastikan bahwa mesin, peralatan, dan bahan

yang akan digunakan sudah memenuhi standar keamanan.

Kalau kebetulan lagi liat pekerja kerjanya sembarangan gak taat sama

aturan K3 saya juga bisa negur.

Tabel 5.7 Kewenangan Quality Control

No Wewenang
1 Membuat SHE assessment
Memastikan bahan, mesin, dan peralatan
2 yang akan digunakan sudah memenuhi
standar keamanan dan UU yang berlaku
Melaksanakan pemeriksaan berkala pada
3
setiap mesin dan peralatan di lokasi proyek
Menghentikan pekerjaan yang berpotensi
4
mencelakakan pekerja maupun pengunjung

Dari pihak pekerja proyek mereka juga mempunyai kewenangan.

Namun mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka juga berwenang

untuk menegur pekerja lain yang bekerjanya tidak aman dan melanggar

peraturan K3. Informan pekerja lapangan memberikan alasannya mengenai

tidak menggunakan wewenangnya untuk menegur pekerja lain yang bekerja

tidak aman dan melanggar peraturan K3.

98
Kalau sesama house keeping biasanya ngingetin. Tapi kalau yang lain saya

gak tahu kerjaannya jadi saya diemin aja (house keeping)

Semua disini sibuk jadi gak ngurusin kerjaan yang lain. (besi)

Gak enak mungkin kan sama - sama kerja disini (tower crane)

Tabel 5.8 Kewenangan Pekerja Lapangan

No Wewenang
Mengoperasikan mesin dan peralatan sesuai
1
dengan jenis pekerjaannya dengan benar
Menggunakan APD sesuai dengan jenis
2
pekerjaannya dengan benar
Memperingatkan pekerja lain yang bekerja
3
tidak aman dan yang melanggar peraturan K3

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti dapat dikatakan HSE

pusat maupun HSE proyek ketika sedang memantau para pekerjanya mereka

dapat memberi perintah maupun menegur pekerja yang tidak taat dengan

peraturan K3. Selain itu kegiatan SHE meeting, SHE talk, SHE induction dan

SHE patrol memang benar dilaksanakan oleh tim HSE proyek. HSE pusat

ketika berkunjung ke lokasi proyek juga memang benar melakukan inspeksi.

Namun antar para pekerja proyek mereka tidak memperdulikan ketika

ada pekerja lain yang tidak mematuhi peraturan K3 dan tetap melanjutkan

pekerjaannya. Dokumen yang memperkuat pernyataan di atas yaitu panduan

tugas HSE proyek.

99
5.3.3.4 Fasilitas

Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Staf yang kompeten tidak akan memadai tanpa diimbangi sarana

dan prasarana yang mencukupi.

Fasilitas K3 yang terdapat di lokasi proyek antara lain yaitu ada APAR

untuk memadamkan api yang dipasang setiap 2 lantai, safety net untuk

mencegah apabila ada material berat ataupun pekerja tidak jatuh dari

ketinggian, dan rambu - rambu peringatan untuk mengingatkan pekerja agar

selalu berhati - hati.

Selain itu yang tak kalah penting adalah ketersediaan APD untuk

pekerja yang mencakup helm, sepatu, sarung tangan, masker, safety belt, full

body harness, dan welding protect untuk pekerjaan las. Namun sayangnya

ketersediaan APD untuk pekerja dibebankan kepada mandor dan

subkontraktor yang membawa pekerjanya untuk bekerja di proyek.

Informasi mengenai kelengkapan fasilitas K3 dapat dilihat dari hasil

wawancara dengan informan HSE proyek dan HSE pusat berikut ini.

APD untuk pekerja sudah disediakan oleh subkontrak dan mandor sesuai

dengan kesepakatan kerja. Paling kalau ada yang kurang kami bisa

menambahkan. Safety belt dan body harness juga kami sediakan. Rambu

sudah sesuai dengan penempatan. APAR sudah ada setiap 2 lantai dan sudah

terisi semua. Safety net sudah ada. (HSE proyek)

Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua karyawan,

rambu sudah dipasang, safety net juga selalu dipasang, APAR juga ada setiap

100
2 lantai. Untuk penyediaan APD bagi pekerja kami bebankan kepada

subkontraktor dan mandor sesuai dengan kesepakatan awal. Kalau ada yang

kurang atau hilang misalnya bisa kami tambahkan. (HSE pusat)

Sedangkan dari pihak pekerja proyek yaitu pekerja besi, cor, dan kayu

memberikan keterangan yang sama dengan apa yang dijelaskan oleh informan

HSE proyek dan HSE pusat bahwa ketersediaan APD dibebankan ke mandor.

Helm sama sepatu sudah disediain sama mandor. Tali helm kalau hilang

boleh minta ke HSE. (besi)

Mandor yang sediain APD. PP cuma sedia tali helm kalau ada yang hilang

sama nambahin kekurangan helm. (cor)

Helm sama sepatu disediain mandor. Mandor juga ngasih 10 ribu buat beli

sarung tangan. PP cuma sedia tali helm kalau ada yang rusak. (kayu)

Namun untuk operator tower crane dan operator alimak yang berasal

dari subkontraktor memberikan keterangan yang berbeda mengenai

ketersediaan APD pada pekerjaannya. Karena jumlahnya hanya 4 orang maka

semua APD untuk mereka bisa disediakan oleh pihak kontraktor.

Operator TC / alimak cuma 4 orang jadi APD dari PP semua.

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti membuktikan bahwa

fasilitas K3 yaitu APAR, safety net, rambu - rambu peringatan, dan APD

101
untuk pekerja memang ada di tempat kerja. Hasil observasi lainnya yang

dilakukan peneliti dibantu oleh safety supervisor memperlihatkan ternyata

tidak semua peralatan yang tertulis di Permenakertrans No.1 / 1980 tentang

K3 pada konstruksi bangunan ada di proyek. Pihak HSE beralasan bahwa

peralatan - peralatan tersebut memang tidak dibutuhkan dalam proses

pengerjaannya. Dokumen lain yang memperkuat pernyataan di atas yaitu

checklist mesin dan peralatan yang sayangnya tidak boleh dibawa oleh

peneliti.

5.3.3.5 Anggaran

Faktor anggaran sengaja ditambahkan dari penelitian ini karena

ketersediaan fasilitas sarana prasana dan sosialisasi K3 tak mungkin terjadi

tanpa adanya anggaran yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan K3.

Anggaran untuk program K3 pada proyek dipakai untuk pelatihan K3 bagi

pekerja, pembuatan rambu, penyediaan APAR, penyediaan APD, dan

pembuatan safety net.

Berikut pernyataan dari informan HSE pusat dan HSE proyek

mengenai penggunaan anggaran untuk program - program K3.

Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun pekerja,

pembuatan rambu - rambu, penyediaan APAR, APD, dan buat safety net

(HSE pusat)

Anggaran untuk program K3 sudah ada, dipakai buat pelatihan pekerja,

penyediaan APAR, APD, rambu peringatan, safety net. (HSE proyek)

102
Namun sayangnya besaran dari anggaran tersebut tidak bersedia

dibeberkan oleh informan HSE proyek dan HSE pusat karena alasan

kerahasiaan.

Anggaran untuk pelaksanaan K3 untuk tiap proyek sudah ada kok. Tapi

mengenai besarannya tidak bisa kami beberkan. (HSE pusat)

Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah pastinya

saya lupa bisa mencapai puluhan juta rupiah. (HSE proyek)

Semua informan yang mewakili para pekerja tak ada satupun yang

tahu mengenai besaran maupun penggunaan anggaran untuk pelaksanaan

program - program K3 di lokasi proyek.

" Kalau soal anggaran saya gak tahu. Tanya mandor aja.

Peneliti tidak dapat memperoleh dokumen mengenai anggaran untuk

pelaksanaan program - program K3 di lokasi proyek karena sifatnya yang

dirahasiakan.

5.3.4 Struktur Birokrasi

5.3.4.1 Standar Operasional Prosedur

SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian

waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja

yang kompleks dan luas. Dengan menggunakan SOP, pekerja maupun

karyawan kontraktor dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia sehingga

103
dapat menyelesaikan proyek sampai dengan batas waktunya dengan segala

sumber daya yang dimiliki.

Dalam konteks ini SOP dibuat dengan maksud agar pelaksanaan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di proyek dapat

terlaksana dengan baik. Jam kerja yang jelas dan jadwal pemeriksaan berkala

mesin dan peralatan agar tetap berfungsi dengan baik merupakan beberapa

SOP yang sudah dibuat oleh kontraktor.

Hal - hal yang memungkinkan pekerjaan proyek bisa terganggu salah

satunya yaitu terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja kerja bisa dicegah

bila setiap pekerjaan sudah dibuat SOP agar pekerja mengerti bagaimana dia

bisa bekerja dengan aman tidak menyebabkan kecelakaan kerja baik bagi

dirinya maupun pekerja lain disekitarnya.

Dengan berbagai macam pekerja yang terlibat dalam pekerjaan

konstruksi maka SOP yang ada juga banyak dan tergantung jenis

pekerjaannya masing - masing. Pekerja besi, pekerja cor, dan pekerja kayu

mempunyai SOP yang berbeda walaupun terlibat bersama dalam pekerjaan

beton. Pekerja house keeping, operator tower crane, dan operator alimak juga

mempunyai SOP berbeda karena tugasnya yang juga berbeda antara yang satu

dengan yang lain.

Berikut ini merupakan SOP apa saja yang diperlukan oleh pekerja

lapangan dalam pekerjaannya.

104
Tabel 5.9 SOP Pekerjaan

Pekerja SOP pekerjaan


Pemasangan safety net vertikal dan horizontal
Proteksi lubang dan pintu lift
House Keeping Pemasangan railing pengaman
Penataan peralatan dan material
Pembersihan area kerja
Pembesian pada pekerjaan beton
Pembuatan rangka baja
mencakup : 1. Pemotongan
Besi 2. Pembengkokan
3. Mengikat besi pertemuan
4. Pengelasan
5. Pemasangan baut
Pembuatan beton
Cor mencakup : 1. Pencampuran bahan
2. Pencetakan
Pembuatan cetakan kayu pada pekerjaan beton
Pembuatan bekisting kayu
mencakup : 1. Pemotongan
Kayu
2. Penyerutan
3. Pemahatan
4. Pemakuan
Alimak Mengoperasikan lift alimak
Tower Crane Mengoperasikan tower crane

HSE proyek sebagai salah satu informan menjelaskan bagaimana SOP

terkait pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi

bangunan di proyek dijalankan.

105
SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusatnya. Proyek

biasanya tinggal jalanin.

Checklist mesin dan peralatan dilakukan sebulan sekali. Bahan dan alat

yang digunakan sudah ada kontrol kualitas terus penyimpanannya sudah

diatur.

Masuk kerja mulai jam 8 pagi istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau mau

lembur dilanjutkan setelah maghrib sampai jam 10 malam.

Pernyataan dari informan HSE proyek tersebut juga dibenarkan oleh

informan HSE pusat.

Semua sudah baku dibuat dari pusat. Pekerja yang pengalaman biasanya

lebih ngerti.

Checklist mesin dan peralatan setiap sebulan sekali. Itu yang tahu bagian

operasional. Quality control juga termasuk.

Masuk kerja mulai jam 8 pagi istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau mau

lembur dilanjutkan setelah maghrib sampai jam 10 malam.

Namun bagi informan pekerja besi, kayu, cor, dan house keeping SOP

yang mereka ketahui hanya jam kerjanya saja. Mereka mengaku tidak tahu

mengenai SOP untuk pekerjaan yang harus mereka lakukan.

Kita kerja mulai jam 8 terus istirahat jam 12 sampai jam 1 habis itu kerja

lagi sampai jam 5. Kalau mau lembur tinggal nerusin kerja sampai jam 10.

106
Standar pekerjaan yang harus dilakuin sih gak ada. Kami kerja ngikutin

perintah dari mandor sama orang HSE aja. (cor)

SOP gak ada. Nunggu disuruh mandor dulu baru kerja. (besi)

SOP gak ada. Pokoknya tinggal ngerapihin sama bersih - bersih aja.

(house keeping)

Pendapat yang berbeda diberikan oleh informan operator tower crane

dan operator alimak mengenai adanya SOP dalam pekerjaannya. Mereka

mengerti bahwa SOP merupakan prosedur kerja tertulis yang harus mereka

lakukan dan mereka sudah mendapatkannya dari subkontraktor.

Ada safety instruction dipasang di dalam. Dari subkon juga dikasih tahu.

(alimak)

Operator alimak beda - beda jam kerjanya. Hari ini giliran saya selesai

istirahat. Nanti malam gantian tempat sama operator yang lain. Besok saya

masuk pagi. (alimak)

Cara mengoperasikan mesin crane saya ngerti. Prosedur kerja ada.

(tower crane)

Sebulan sekali biasanya ada checklist. Jam kerjanya juga sudah dijadwal.

Operator TC ada shift pagi sama shift malam. (tower crane)

Dokumen - dokumen yang berkaitan dengan SOP yang bisa dibawa

peneliti hanya jam kerja sedangkan checklist mesin dan peralatan hanya

ditunjukkan tanpa diperbolehkan untuk dibawa pulang.

107
5.3.4.2 Fragmentasi

Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan

kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi.

Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan

memuat bab - bab tertentu menurut jenis pekerjaannya sehingga pada

pelaksanaannya menuntut pekerja untuk dapat memahami betul pekerjaannya

yang berbeda dengan pekerja lain walaupun bekerja di tempat yang sama.

Untuk itulah dibutuhkan kesamaan visi oleh semua pekerja bahwa semua

kegiatan proyek perlu diatur agar terhindar dari kecelakaan kerja dan tidak

melanggar peraturan perundang - undangan sehingga diperlukan adanya tim

HSE dalam proyek yang bertanggung jawab untuk itu.

Secara garis besar bila dilihat dari struktur organisasi proyek ,

kedudukan dari tim HSE berada di bawah pimpinan proyek dan sejajar

dengan quality control. Kemudian dibawahnya ada manajer operasional,

manajer administrasi, dan pengendalian operasional projek. Dengan begitu

terlihat bahwa K3 mempunyai kedudukan sangat penting di proyek sehingga

semua kegiatan yang dilakukan oleh karyawan kontraktor dan pekerja

lapangan diatur agar selalu aman dalam bekerja.

Tidak hanya dalam struktur organisasi saja tim HSE mempunyai

kedudukan yang tinggi, dalam struktur P2K3L (Panitia Pembina K3 dan

Lingkungan) yang fokus dalam program kegiatan K3 kedudukan tim HSE

juga amat penting. Hanya pimpinan proyek saja yang berada di atasnya,

semua karyawan kontraktor dan pekerja lapangan dipimpin oleh tim HSE.

108
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Proyek

Project Manager

Quality
HSE Officer
Control
Officer

Site
Engineering
Manager

Pengendalian Site Site


Operasional Operasional Adminstrasi
Project Manager Manager

General
Engineering Administrasi
Superintendant

Logistik Superintendant Umum

Karya
Peralatan Pengukuran Laksana

109
Gambar 5.2 Struktur P2K3L

Project

Manager

HSE Officer

Quality Control Officer Subkontraktor


Site Engineering Manager Mandor
Pengendalian Operasional
Site Operasional Manajer
Site Administrasi Manajer
Logistik
Security

Kedudukan dan tanggung jawab kegiatan K3 di proyek dijelaskan oleh

Informan HSE proyek dan HSE pusat.

K3 di proyek itu tanggung jawab saya kalau dilihat dari struktur

organisasinya. (HSE proyek)

HSE di proyek secara struktur organisasi di lapangan berada di bawah

pimpinan proyek. Namun dia tetap memberikan laporan pelaksanaan K3 ke

saya. (HSE pusat)

110
Informan quality control juga memberikan pernyataan mengenai

kedudukan dan tanggung jawabnya di proyek dilihat dari struktur organisasi.

Tanggung jawab saya disini memastikan bahwa semua bahan, mesin, dan

peralatan sebelum mulai dipakai kerja sudah aman. Setiap bulan juga di-

checklist lagi. Secara struktur organisasi saya ada di bawah pimpinan

proyek. Saya koordinasi juga sama HSE.

Jika dilihat dari area yang lebih luas. Tanggung jawab dan kedudukan

HSE pusat lebih tinggi daripada HSE proyek karena HSE pusat bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan program K3 di semua proyek yang berada di

wilayahnya sedangkan HSE proyek hanya bertanggung jawab terhadap

pelaksanaan program K3 di proyek tempat dia bertugas saja.

Perbandingan kedudukan dan tanggung jawab pelaksanaan program

K3 antara informan HSE proyek dan HSE pusat dijelaskan oleh informan

HSE pusat dan HSE proyek.

HSE proyek bertanggung jawab terhadap pelaksanaan K3 di proyek.

Bedanya sama saya, tanggung jawab dia hanya di proyek itu saja, kalau saya

di semua proyek. (HSE pusat)

Kalau HSE pusat itu tanggung jawabnya ke semua proyek. Itu bedanya

sama saya. Makanya saya rutin ngasih laporan ke dia. (HSE proyek)

111
Ketika ditanyakan mengenai penyebaran tanggung jawab kepada para

pekerjanya, informan HSE proyek juga memberi pernyataan bahwa terkait

dengan urusan K3 semua pekerja bertanggung jawab langsung kepada tim

HSE proyek.

Semua pekerja disini bertanggung jawab penuh ke saya. Kalau ada apa -

apa langsung saya yang turun tangan gak usah lewat mandor tapi tetep saya

bilang ke mandor karena dia yang bawa kesini.

Khusus pekerja house keeping, mereka tidak berasal dari subkontraktor

sehingga tanggung jawabnya langsung kepada HSE proyek. Berikut

dijelaskan oleh informan HSE proyek.

House keeping bukan dari subkontraktor. Saya yang langsung pimpin.

Ketika dikonfirmasi ke pihak pekerja, semua informan pekerja

lapangan juga membenarkan pernyataan HSE proyek. Mereka mengetahui

bahwa untuk urusan K3 semua pekerja bertanggung jawab langsung ke tim

HSE proyek.

Kalau urusan K3 kita ikut HSE. (kayu)

Terkait K3 yang mimpin HSE. Mandor juga bilang ikutin aja apa yang

disuruh HSE. (cor)

Urusan K3 yang mimpin HSE. (alimak)

112
Antar sesama pekerja yang berbeda mandor atau subkontraktor juga

mengetahui tanggung jawab pekerja lain terhadap masalah K3 di proyek.

Kalau soal K3 semuanya ikut HSE. (cor)

Saya rasa semua pekerja disini wajib nurut sama orang HSE. (kayu)

Pekerja lain kalau urusan K3 dipimpin sama HSE juga. (tower crane)

Dokumen yang berhasil didapat peneliti untuk memperkuat pernyataan

informan di atas yaitu struktur organisasi dan struktur P2K3L (Panitia

Pembina K3 dan Lingkungan) di proyek.

113
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Peneliti tidak dapat mengambil semua dokumen perusahaan yang terkait

dengan penelitian ini karena sifatnya yang dirahasiakan.

2. Tidak ada satupun mandor yang dapat dijadikan informan di penelitian ini.

Mereka beralasan bahwa mereka sudah cukup sibuk dengan pekerjaan

mereka di proyek sehingga tidak bersedia dilibatkan dalam penelitian ini.

Padahal mandor merupakan orang yang membawa pekerjanya bekerja di

proyek.

3. Terkait dengan teknis mesin dan peralatan, kontraktor tidak mengetahui

masalah pembuatan atau fabrikasinya. Kontraktor hanya menyewa mesin,

peralatan dan alat - alat berat dari perusahaan pembuatnya.

4. Wawancara yang dilakukan kepada informan pekerja subkontraktor

berlangsung pada saat jam kerja sudah selesai, pekerja merasa terganggu

bila diwawancara saat bekerja. Pada saat istirahat juga tidak bisa dilakukan

karena waktu istirahat yang hanya 1 jam. Faktor kelelahan setelah bekerja

membuat pekerja menjawab pertanyaan dengan tergesa - gesa karena ingin

segera beristirahat.

114
6.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3

Konstruksi Bangunan

Hasil dari obsevasi dibantu oleh safety supervisor menunjukkan bahwa

masih adanya pelanggaran di lapangan yang tidak sesuai dengan isi kebijakan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. Hasilnya

yaitu antara lain :

1. Tempat Kerja dan Alat kerja

Pelanggaran yang berkaitan dengan tempat kerja dan alat kerja

yaitu masih adanya bahan material yang berserakan di tempat kerja.

Kondisi untuk lokasi yang terdapat proses pekerjaan masih terlihat bahan

material seperti potongan baja dan potongan kayu yang berserakan.

Kontraktor sebenarnya sudah membuat aturan yang menyatakan

bahwa material bahan harus disusun dalam keadaan rapi agar tidak

mencelakai pekerja yang lain namun kenyataan di lapangan tidak

demikian.

Padahal kecelakaan kerja menurut Sumamur (2009) selain karena

faktor manusia juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan kerja.

Kesalahan disini terletak pada cara penanganan material bahan dan alat

kerja yang tidak diletakkan dengan baik saat bekerja. Peralatan dan

material bahan yang berserakan dapat menyebabkan pekerja terluka

karena menginjak atau membentur barang tersebut.

115
2. Alat Angkat

Pelanggaran yang berkaitan dengan alat angkat yaitu tidak terlihat adanya

aturan yang melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan (travelling

crane). Material bahan yang diangkat oleh mesin tower crane dapat

menyebabkan kecelakaan bila sampai jatuh dan tertimpa pekerja

dibawahnya. Menurut informan HSE proyek pekerja biasanya akan

menyingkir dengan sendirinya saat mesin tower crane sedang beroperasi

dan lengannya (hoist crane) sedang terlihat di atasnya.

Kontraktor sebenarnya sudah membuat identifikasi resiko yang

isinya menyatakan bahwa mesin tower crane dapat menyebabkan

kecelakaan kerja karena material bahan yang diangkat oleh mesin tower

crane bisa sampai terlepas dan menimpa pekerja dibawahnya.

Setelah identifikasi resiko selanjutnya perusahaan harus membuat

pengendalian resiko. Resiko dapat dikelola dengan melakukan berbagai

pilihan teknik yang tersedia, efesiensi, dan efektifitas secara menyeluruh.

Pengendalian resiko secara hirarki dimulai dari eliminasi, substitusi,

engineering, administratif, dan terakhir APD (Sumamur. 2009).

Mesin tower crane mempunyai fungsi yang sangat vital dalam

proses pembangunan gedung bertingkat dan tidak mungkin untuk

dieliminasi atau digantikan. Aturan yang melarang pekerja melintasi

daerah lintas keran jalan (travelling crane) adalah bentuk pengendalian

administratif yang harus dilakukan. Mengandalkan kesadaran pekerja saja

belum cukup tetap harus ada peraturan K3 yang dibuat.

116
3. Beton

Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan ujung - ujung besi yang

mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan yang banyak terlihat di

adonan beton yang sudah keras namun belum selesai seluruhnya.

Kontraktor sebenarnya sudah membuat identifikasi resiko yang

salah satu isinya menyatakan bahwa pekerjaan pembesian dalam

pembuatan beton dapat menyebabkan kecelakaan apabila ujung besi yang

mencuat sampai terinjak kaki pekerja atau menusuk bagian tubuh lainnya.

Setelah identifikasi resiko selanjutnya perusahaan harus membuat

pengendalian resiko. Resiko dapat dikelola dengan melakukan berbagai

pilihan teknik yang tersedia, efesiensi, dan efektifitas secara menyeluruh.

Pengendalian resiko secara hirarki dimulai dari eliminasi, substitusi,

engineering, administratif, dan terakhir APD (Sumamur. 2009).

Fungsi besi dalam pembuatan beton adalah sebagai rangka beton

dan untuk memperkuat bagian dalam beton sehingga tidak mungkin untuk

dieliminasi atau digantikan. Melengkungkan ujung besi yang mencuat

merupakan bentuk pengendalian teknis yang dilakukan supaya ujung besi

tidak terinjak atau melukai pekerja.

4. Alat Pelindung Diri

Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan bekerja di ketinggian.

Pekerja yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung sudah dilengkapi

dengan full body harness namun pekerja enggan memakai ketika bekerja

117
dengan alasan tidak praktis dan lebih memilih safety belt. Selain itu

masih ada saja pekerja yang tidak memakai APD seperti helm dan sepatu

padahal sudah tersedia.

Alasan utama yang banyak dikemukakan pekerja pada umumnya

adalah alasan kenyamanan. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Piri

(2012) yang menyatakan bahwa alasan paling utama mengapa pekerja

enggan menggunakan APD karena APD dianggap mengganggu

pekerjaan. Selain itu juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara

penggunaan APD dan kejadian kecelakaan kerja. Semakin tinggi faktor

penggunaan APD maka akan menurunkan faktor kecelakaan kerja pada

pekerja kontruksi. Bila pekerja di proyek tetap enggan menggunakan

APD dalam pekerjaannya besar kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja

di kemudian hari.

Pekerja yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung lebih

memilih safety belt karena dianggap lebih praktis daripada full body

harness padahal pemerintah melalui SK Dirjen Pembinaan dan

Pengawasan Ketenagakerjaan No. 45 / 2008 tentang Pedoman Kerja di

Ketinggian menyebutkan bahwa bekerja di ketinggian harus

menggunakan full body harness. Full body Harness dapat menyanggah

anggota tubuh dari leher sampai pangkal paha sedangkan safety belt

hanya diikatkan ke pinggang. Apabila pekerja terjatuh dari ketinggian

dapat menyebabkan patah tulang punggung.

118
6.3 Analisis Model GC Edward

6.3.1 Komunikasi

6.3.1.1 Transmisi

Penyaluran komunikasi yg baik akan menghasilkan implementasi yg

baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu

adanya salah pengertian atau miskomunikasi yang disebabkan banyaknya

tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi (Edward

dalam Agustino, 2006). Banyak cara yang dapat dimanfaatkan agar kebijakan

dapat diketahui khalayak sasarannya.

Menurut keterangan dari HSE proyek terlihat bahwa transmisi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan ke

karyawan kontraktor melalui media pelatihan namun untuk pekerja tidak

diberikan. Pekerja hanya diberikan pelatihan K3 umum yang sama pada

semua pekerja yaitu pelatihan menggunakan APAR, bekerja di ketinggian,

memberikan pertolongan pertama, dan evakuasi. Selain itu media komunikasi

K3 ke pekerja diberikan melalui SHE talk seminggu sekali, SHE meeting

seminggu sekali untuk mandor dan SHE induction saat pertama kali masuk.

Rambu - rambu peringatan juga dipasang di berbagai tempat.

Kegiatan SHE talk, SHE meeting, dan SHE induction sudah tepat dan

memang perlu dilakukan. Komunikasi dua arah dalam perusahaan melalui

diskusi dan pertemuan rutin antara pimpinan dan pekerja adalah penting agar

kebijakan perusahaan dipahami oleh pekerja. Media gambar seperti poster dan

119
pemasangan rambu peringatan juga dapat digunakan untuk melancarkan

komunikasi dan penyebaran informasi (Notoadmodjo, 2007).

Selain itu Sucita (2011) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa

rambu peringatan termasuk dalam APK atau alat pengaman kerja yang

merupakan alat bantu dalam proses pelaksanaan proyek. Alat pengaman ini

berupa rambu peringatan terkait dengan potensi bahaya di lingkungan proyek.

SHE talk seminggu sekali yang ditujukan kepada pekerja biasanya

disampaikan lewat media audio padahal menurut Benschofter dalam Mulyana

(2002) menyatakan bahwa pelajaran yang bisa diingat lewat media audio dan

visual setelah 3 hari bisa mencapai 65% sedangkan lewat media audio saja

10% dan media visual saja 20%. Jadi pengaruh media audio visual lebih kuat

dibanding visual saja atau audio saja. Namun penyampaian informasi kepada

pekerja yang disampaikan lewat audio bisa dimaklumi karena dilakukan di

gedung proyek tempat mereka bekerja. Gedung tersebut masih dalam proses

pengerjaan sehingga belum terdapat instalasi listrik sehingga kontraktor tidak

bisa menyampaikan informasi melalui pemutaran video atau gambar bergerak.

Transmisi isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada

konstruksi bangunan kepada karyawan kontraktor sudah tepat karena

dilakukan secara menyeluruh melalui dengan media pelatihan. Namun untuk

transmisi kepada pekerja dianggap kurang karena hanya dibekali pengetahuan

K3 yang umum diberikan ke semua pekerja. Pekerja juga tidak mendapat

pelatihan K3 dari mandornya, kecuali pekerja dari subkontraktor yaitu

operator alimak dan operator tower crane mendapatkan pelatihan dari

120
subkontraktornya mengenai pemasangan alat pengaman pada mesin yang

digunakan sehingga ada bunyi peringatan bila ada kelebihan muatan.

Tabel 6.1 Pelatihan Permenakertrans No.1 / 1980

Pekerja
No Bab
Besi Cor Kayu TC AL HK
1 Ketentuan Umum v v v v v v

Tempat Kerja dan


2 v v v v v v
Alat Kerja
3 Perancah v

4 Tangga v

5 Alat Angkat v v v v v v

Kabel, Tambang,
6 Rantai, dan Alat v v v v v
Bantu
7 Mesin v v v v v

Peralatan Konstruksi
8 v v v v v
Bangunan
Konstruksi Bawah
9
Tanah
10 Penggalian

11 Memancang
12 Pekerjaan Beton v v v v

13 Pekerjaan Lainnya v v v v

14 Pembongkaran

15 Alat Pelindung Diri v v v v v v

121
HK = House Keeping

TC = Operator Tower Crane

AL = Operator Alimak

Tanda (v) berarti bab tersebut dapat ditanyakan kepada informan yang

bersangkutan karena berkaitan langsung dengan pekerjaannya di proyek.

Tanda () berarti bab tersebut tidak dilaksanakan di lokasi proyek

Pihak kontraktor beranggapan bahwa pekerja tidak perlu tahu

mengenai Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan

sehingga cukup dibekali dengan K3 yang umum pada konstruksi. Peneliti

tidak bisa menyatakan apakah hal ini dibenarkan atau tidak tidak namun

menurut hasil penelitian yang dilakukan Maulana (2010) dan pernyataan

DK3N (Dewan K3 Nasional) dalam Sucita (2011), menyatakan bahwa

perusahaan konstruksi biasanya hanya memberikan informal safety training

kepada pekerja yang hanya berupa penjelasan K3 umum sebelum mulai

bekerja. Sedangkan pelatihan khusus atau formal safety training ke pekerja

sengaja tidak dilakukan karena membutuhkan biaya yang besar dan frekuensi

pergantian pekerja atau turn over yang besar yang umumnya biasa terjadi

pada proyek konstruksi.

6.3.1.2 Kejelasan

Komunikasi yg diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan

tidak membingungkan. Dalam kejelasan informasi pelaksana kebijakan

122
biasanya terdapat kecenderungan untuk mengintrepetasikan informasi

berdasarkan pemahaman sendiri - sendiri.

Pelatihan K3 yang diberikan perusahaan kepada semua karyawannya

memuat materi mengenai Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada

konstruksi bangunan. HSE pusat dalam keterangannya berani menjamin

bahwa staf HSE dan quality control di proyek memahami betul tentang

peraturan tersebut. Dia berani mengatakan itu karena adanya audit pemenuhan

peraturan perundang - undangan dan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3

pada konstruksi bangunan termasuk salah satu diantaranya. Hal tersebut

diperkuat dokumen yang berisi checklist mesin dan peralatan yang

ditunjukkan ke peneliti.

Hasil dari pertanyaan - pertanyaan yang diajukan peneliti seputar isi

Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang

berkaitan dengan pekerjaan di proyek kepada semua informan menunjukkan

bahwa informan HSE proyek, HSE pusat, dan quality control dapat menjawab

semua pertanyaan dengan tepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan

yang menyatakan bahwa karyawan kontraktor sudah mendapatkan materi

pelatihan tentang K3 konstruksi. Namun untuk pekerja house keeping, besi,

cor, kayu, operator alimak, dan operator tower crane tidak bisa menjawab

semua pertanyaan dengan tepat, masih ada beberapa pertanyaan yang

jawabannya tidak sesuai dengan Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada

konstruksi bangunan padahal pertanyaan yang disampaikan sudah disesuaikan

dengan jenis pekerjaannya.

123
Menurut hasil penelitian mulyana (2002) menjelaskan bahwa isi pesan

dalam penyampaian informasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap dengan

didahului oleh peningkatan aspek kognitif atau pengetahuan. Selain itu dalam

teori perubahan perilaku dijelaskan bahwa pengetahuan merupakan tahap

paling dasar dalam proses perubahan perilaku yaitu diawali pengetahuan

kemudian mempengaruhi sikap, dan diakhiri oleh adanya tindakan. Walaupun

belum tentu seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan akan bertindak

sesuai dengan apa yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2007). Tidak dapat

dijawabnya pertanyaan - pertanyaan yang diberikan peneliti kepada pekerja

menandakan bahwa pekerja - pekerja tersebut tidak dibekali pengetahuan

tentang regulasi pemerintah yang berkaitan dengan K3 konstruksi.

Masalah lain yang menjadi persoalan yaitu materi K3 yang diberikan

kontraktor kepada pekerja melalui SHE talk ternyata masih ada saja yang

tidak mengerti. Hal tersebut membuktikan bahwa pekerja masih belum

memahami kejelasan materi dari pengetahuan K3 yang disampaikan

kontraktor padahal menurut hasil penelitian Christina (2012) menyebutkan

jika pekerja mengerti penyampaian komunikasi dengan jelas maka pekerja

dapat bekerja sungguh - sungguh tanpa ragu - ragu.

6.3.1.3 Konsistensi

Perintah yg diberikan dalam pelaksanaan harus konsisten dan jelas.

Perintah yg berubah - ubah akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di

lapangan (Edward dalam Agustino, 2011).

124
Bagi karyawan kontraktor yang sudah mengikuti pelatihan K3

konstruksi bangunan seperti staf HSE dan quality control, meraka yakin

bahwa isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi

bangunan dengan apa yang sudah dipelajari saat pelatihan tidak berbeda

sehingga bisa dikatakan bahwa konsistensinya sudah tepat. Selain itu dengan

adanya audit yang dilakukan oleh pusat terkait dengan pemenuhan peraturan

perundang - undangan maka bisa dipastikan bahwa dalam penyampaian isi

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan sudah

konsisten.

Namun bagi para pekerja yang tidak mengetahui isi dari

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan, peneliti

beberapa kali mengikuti SHE talk dan SHE meeting dan saat pertama kali

datang juga mendapat SHE induction. Materi K3 yang diberikan sudah

konsisten dengan isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada

konstruksi bangunan biarpun tidak semua isi dari peraturan tersebut

disampaikan kepada pekerja.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arief (2012) yang menyatakan

lemahnya penegakan kebijakan kawasan dilarang merokok yang dibuat

pemerintah di lingkungan Kementerian Kesehatan disebabkan belum adanya

pedoman pelaksanaan yang dibuat Kementerian Kesehatan yang konsisten

dengan peraturan pemerintah di atasnya. Pedoman pelaksanaan merupakan

instrumen untuk memperjelas kebijakan di atasnya jika isinya konsisten

dengan kebijakan di atasnya.

125
Dalam konteks ini, Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang

K3 pada konstruksi bangunan dapat dilaksanakan oleh kontraktor dengan baik

yaitu dengan membuat pedoman pelaksanaan yang disampaikan secara

konsisten kepada karyawan kontraktor dan pekerja melalui media pelatihan

walaupun pada pekerja tidak secara menyeluruh.

6.3.2 Disposisi

6.3.2.1 Komitmen

Komitmen dapat berarti penerimaan yang kuat individu terhadap

tujuan dan nilai - nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan

memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut (Meyer

dan Allen, 1991). Prilaku komitmen dapat dilihat jika karyawan melakukan

hal yang diharapkan, menghormati norma - norma organisasi, serta menuruti

peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Komitmen merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi

penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana

bersikap positif terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan

yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan

awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak

terhadap implementasi kebijakan maka implementasi kebijakan akan

menghadapi kendala yang serius (Wahyudi, 2011).

Komitmen untuk melaksanakan isi dari Permenakertrans No.1 / 1980

tentang K3 pada konstruksi bangunan yang dilakukan oleh para karyawan

126
kontraktor sudah cukup baik. Mereka menyatakan bahwa K3 di proyek sangat

penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan pekerjaan tidak akan berjalan

dengan baik apabila dari K3 di proyek juga tidak berjalan dengan baik. Audit

pemenuhan peraturan perundang - undangan juga dilakukan oleh kontraktor.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Andi (2005),

Christina (2012), dan Malik (2013) yang menyatakan bahwa komitmen dari

top management berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan kontraktor

termasuk diantaranya berkaitan dengan keselamatan kerja. Faktor komitmen

dari pihak kontraktor merupakan faktor utama dari budaya keselamatan kerja

dimana tanpa dukungan dari pihak kontraktor sangat sulit untuk mencapai

keberhasilan dalam menjalankan program keselamatan kerja.

Namun sangat disayangkan karena dari pihak pekerja komitmen untuk

melaksanakan peraturan K3 masih sangat kurang. Masih banyak pekerja yang

menganggap K3 itu tidak begitu penting. Hal tersebut dibuktikan dengan

masih adanya pekerja yang tidak mengikuti SHE talk dan pelanggaran K3

lainnya.

Menurut teori hirarki kebutuhan Maslow dijelaskan bahwa kebutuhan

manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik seperti makan, minum,

pakaian , dan tempat tinggal. Dalam aplikasinya kebutuhan ini dipenuhi

melalui upah atau gaji yang diberikan perusahaan (Maslow dalam Hidayat,

2009). Hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) menunjukkan bahwa

semua responden yang merupakan pekerja konstruksi memprioritaskan

kebutuhan fisik sebagai alasan utama bekerja di proyek konstruksi sehingga

127
program - program keselamatan kerja yang diberikan kontraktor bukan

merupakan yang utama. Kurangnya komitmen untuk mematuhi semua

program K3 salah satunya didasari oleh kesadaran akan biaya - biaya yang

akan ditanggung jika tidak bekerja di proyek konstruksi. Disini juga didasari

oleh tidak adanya alternatif lain (Meyer dan Allen, 1991).

Dengan kata lain pekerja merasa enggan untuk mematuhi semua

peraturan K3 yang sudah dibuat oleh perusahaan karena bagi pekerja uang

yang didapat dari dia bekerja untuk memenuhi kebutuhan fisiknya lebih

penting daripada program K3 yang sudah ditetapkan kontraktor. Selain itu

pekerja tidak melihat adanya alternatif untuk bekerja di tempat lain. Maka dari

itu banyak pekerja yang komitmennya masih kurang dibuktikan dengan

melakukan pelanggaran peraturan K3 seperti tidak datang saat SHE talk dan

tidak menggunakan APD saat bekerja.

6.3.2.2 Insentif

Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya

sendiri, maka memanipulasi insentif dapat mempengaruhi tindakan untuk

melaksanakan kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya

tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para

pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya

memenuhi kepentingan pribadi atau perusahaan. (Edward dalam Agustino,

2006).

128
Insentif merupakan hal yang umum diberikan perusahaan kepada

pekerja untuk memotivasi pekerja agar dapat mencapai target atau tujuan yang

diharapkan perusahaan dari pekerjanya. Pemberian insentif bertujuan untuk

mendorong semangat kerja karyawan, meningkatkan produktivitas,

menambah penghasilan pekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhannya serta

mempertahankan pekerja yang berprestasi (Gorda, 2004).

Dalam hal ini insentif yang dimaksud diluar dari pendapatan pokok

pekerja dan hanya diberikan berkaitan dengan pelaksanaan K3 di proyek.

Insentif dapat dibagi menjadi 2 yaitu insentif positif berupa pemberian bonus

atau reward dan insentif negatif berupa sanksi atau punishment.

Insentif tidak hanya diberikan untuk pekerja proyek tetapi juga untuk

karyawan kontraktor. Pemberian insentif diberikan oleh kantor pusat untuk

memotivasi karyawannya di proyek agar terpacu untuk meningkatkan kualitas

HSE di proyek tersebut. Penggunaan sistem ranking dimaksudkan agar kantor

pusat bisa menilai proyek mana yang kinerja HSEnya terbaik maka itulah

yang mendapat reward dari pusat.

Kalau untuk pekerja sendiri mereka juga mendapat insentif dari

kontraktor. Insentif diberikan untuk pekerja yang memang taat dengan

peraturan K3 di perusahaan. Bisa berupa hadiah, kue, atau uang. Pekerja

tersebut diberi hadiah pada saat SHE talk di depan teman - teman kerja yang

lain untuk memotivasi para pekerja lain agar ke depannya bisa melaksanakan

K3 dengan lebih baik.

129
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) menunjukkan

bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi pekerja konstruksi secara umum

pada semua jenis pekerjaan untuk bekerja lebih baik adalah bonus dan upah

tambahan. Di lokasi proyek, pemberian reward berupa kue atau hadiah

dianggap menarik oleh informan pekerja sehingga diharapkan pemberian

insentif ini dapat meningkatkan motivasi para pekerja konstruksi yang melihat

proses pemberian hadiah tersebut.

Kontraktor juga memberikan punishment bagi pekerja yang tidak taat

dengan peraturan K3. Paling ringan berupa teguran kemudian diberi surat

peringatan dan bila dirasa belum cukup maka pekerja tersebut dapat

dikeluarkan. Namun beberapa pekerja menyatakan selama di proyek belum

ada yang dikeluarkan. Kalau ada yang melanggar biasanya hanya ditegur saja,

malah ada yang membandingkan dengan tempat kerja sebelumnya yang lebih

tegas dalam memberikan punishment kepada pekerja. Pelaksanaan punishment

yang tidak tegas inilah yang tidak memberikan efek jera kepada pekerja yang

suka melanggar peraturan K3.

Ketidaktegasan pihak kontraktor dalam menjalankan sanksi

merupakan bentuk kepemimpinan transaksional berkarakter passive

management by exception yaitu pemimpin menghindari konflik dengan

bawahan selama tujuan dan sasaran tercapai. Karakter kepemimpinan ini tidak

mendorong bawahan untuk bekerja dengan giat. Selama target tercapai dan

sistem organisasi berjalan sebagaimana mestinya maka semua orang akan

merasa bahagia. Kondisi tersebut membuat kinerja pekerja tidak akan

130
maksimal (Sarros dan Santora dalam Nugroho, 2006). Inilah yang membuat

kontraktor merasa enggan untuk menjatuhkan sanksi yang berat kepada

pekerja yang melanggar peraturan K3. Bagi kontraktor yang terpenting adalah

pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja dapat memberikan hasil yang baik.

Hal tersebut sangat disayangkan karena ketegasan dari pihak

kontraktor dalam memberikan sanksi kepada pekerja yang melanggar

peraturan keselamatan kerja berpengaruh terhadap budaya keselamatan kerja

di lokasi proyek. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Andi

(2005), Christina (2012), dan Malik (2013) yang menyatakan bahwa peraturan

keselamatan kerja yang sudah dibuat perusahaan akan lebih mudah diterapkan

jika ada sanksi yang tegas dilakukan berkenaan dengan pelanggaran

peraturan tersebut. Bila kontraktor tetap tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi

kepada pekerja yang melanggar peraturan K3 dikhawatirkan ke depannya

akan banyak kecelakaan kerja yang terjadi.

6.3.3 Sumber Daya

6.3.3.1 Staf

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

memanfaatkan sumber daya yang ada. Sumber daya utama dalam

implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan yang sering

terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf atau

pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten

dalam bidangnya (Edward dalam Agustino, 2006).

131
Dalam hal ini kontraktor hanya merekrut mandor atau subkontraktor

saja. Perekrutan hanya berdasarkan batasan umur yaitu harus berusia di atas

18 tahun dan rasa percaya kepada subkontraktor atau mandor tanpa menilai

langsung kemampuan yang dimiliki oleh pekerja tersebut sehingga justru ada

pekerja yang belum kompeten yang dapat bekerja di proyek tersebut. Pekerja

itu menganggap nantinya dia akan mengerti dengan sendirinya apa yang harus

dilakukan di tempat kerja karena teman - teman pekerjanya akan membantu

dan mengajari dia. Khusus untuk operator tower crane dan operator alimak

ditambah dengan SIO.

Menurut pernyataan Endroyo (2006) bahwa banyak kecelakaan di

bidang konstruksi terjadi salah satunya dikarenakan pekerja masih baru dan

belum familiar dengan proses maupun alat kerja. Selain itu Riantini (2005)

dalam penelitiannya menyatakan bahwa kesalahan dalam merekrut tenaga

kerja dapat menyebabkan tambahan biaya untuk perbaikan karena kesalahan

pekerja, tambahan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang terlambat, dan

kesalahan dalam pelaksanaan. Dengan kata lain sistem rekrutmen pekerja di

lokasi proyek bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Bila kontraktor

tidak merubah sistem rekrutmen pekerja lapangan bisa dikhawatirkan ke

depannya akan tetap terjadi kecelakaan kerja di proyek - proyek berikutnya.

Untuk karyawan kontraktor sendiri biasanya mengambil dari yang

berlatar belakang pendidikan teknik. Selain itu masih ditambah dengan

pelatihan HSE yang wajib diikuti. Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3

konstruksi bangunan termasuk materi pelatihan yang harus dipelajari oleh

132
karyawan kontraktor yang bekerja di proyek terutama yang berurusan

langsung dengan pekerja, mesin, peralatan, dan bahan yang harus digunakan.

Hail ini sejalan dengan pernyataan Mohammed dalam Andi (2005) bahwa

pekerja dengan tingkat kompetensi yang baik diharapkan dapat meminimalisi

resiko terjadinya kecelakaan kerja. Selain itu menurut hasil penelitian Andi

(2005), Christina (2012), dan Malik (2013) menunjukkan bahwa kompetensi

pekerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek konstruksi

termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja di lokasi

proyek.

Permasalahan lain di lapangan yaitu kurangnya personil HSE untuk

mengawasi semua pekerjaan karena hanya ada 2 personil HSE untuk setiap

gedung padahal ada pekerja sebanyak 152 orang yang harus diawasi. Menurut

hasil penelitian Annishia (2011) yang menyatakan bahwa pengawasan sangat

diperlukan untuk dapat memastikan pekerja bekerja dengan baik dan

merupakan salah satu alat yang paling penting untuk membentuk perilaku

aman saat bekerja. Selain itu juga Sanjaya (2012) dalam penelitiannya juga

menyatakan bahwa faktor pengawasan memberikan pengaruh terbesar dalam

penerapan K3 pada proyek konstruksi setelah faktor manajemen dan faktor

pelaksanaan. Kekurangan personil HSE yang terjadi di lokasi proyek

membuat fungsi pengawasan terhadap pekerja menjadi tidak optimal sehingga

opsi untuk menambah jumlah personil HSE dapat membuat pengawasan

terhadap pekerja menjadi lebih baik.

133
6.3.3.2 Informasi

Dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk

yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan

kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana

terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan (Edward

dalam Agustino, 2006).

Selain itu informasi disini juga dibagi menjadi 2 yaitu untuk pihak

pekerja dan pihak kontraktor. Bagi pihak kontraktor informasi dibutuhkan

untuk mengukur sejauh mana keberhasilan program - program K3 di proyek

dan apa saja yang harus dibenahi. Laporan kecelakaan menjadi dasar bagi

kontraktor untuk menilai kinerja K3. Kontraktor menganggangap bila

berdasarkan jumlah, angka kecelakaan tinggi berarti program K3 yang

dijalankan tidak berjalan dengan baik. Kalau masih ada kecelakaan berjumlah

satu atau dua orang berarti hal itu karena pekerja yang kurang peduli dengan

K3. Bisa jadi karena kecerobohannya juga. Bila berdasarkan penyebab, faktor

teknis dari mesin dan equipment dianggap merupakan tanggung jawab dari

kontraktor tapi bila kecelakaan dikarenakan faktor manusia atau unsafe act

berarti kesalahan ada di pihak pekerja.

Untuk memantau jalannya program K3 di proyek, kontraktor

melakukan dokumentasi kegiatan dan inspeksi dari pusat maupun dari HSE

proyek. Dari HSE proyek sendiri juga harus memberikan laporan ke pusat.

SHE meeting dan SHE talk dilakukan agar informasi mengenai permasalahan

K3 di proyek dari penilaian pekerja dapat diketahui. Hal ini sesuai dengan

134
pendapat Endroyo (2006) bahwa diperlukan adanya pertemuan untuk

membahas segala hal yang menyangkut pelaksanaan K3 di lokasi proyek

sehingga semua informasi dan persoalan dapat diketahui oleh pihak terkait.

Dari pihak pekerja, informasi dibutuhkan untuk agar mereka tahu

bagaimana K3 yang baik dan benar bisa diterapkan di proyek. Namun sangat

disayangkan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan

sama sekali tidak diketahui oleh pekerja kecuali pekerja yang berasal dari

subkontraktor yaitu operator tower crane dan operator alimak yang

mendapatkan informasi mengenai penggunaan mesin yang aman dari

subkontraktornya.

Menurut Endroyo (2006) disebutkan informasi sangat berperan dalam

pencegahan kecelakaan. Lebih lanjut lagi ia menambahkan bahwa informasi

tentang keselamatan kerja menyangkut suatu jenis pekerjaan seperti

kecelakaan serta penyebabnya dapat ditampung dalam suatu file terbuka

sehingga kontraktor serta para pekerja dapat melihat informasi tentang

kecelakaan yang terjadi pada pekerjaan yang sejenis. Selanjutnya mereka

diharapkan dapat menghindari kecelakaan tersebut. Selain itu juga ditambah

dengan hasil penelitian mulyana (2002) yang menjelaskan bahwa informasi

kesehatan yang disampaikan dapat mempengaruhi sikap dengan didahului

oleh peningkatan aspek kognitif atau pengetahuan walaupun dalam teori

perubahan perilaku seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan belum

tentu akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui tersebut (Notoatmodjo,

2007).

135
Pembekalan K3 yang diberikan kontraktor kepada pekerja hanya

diberikan yang umum saja. Semua pekerja disama ratakan. Akan lebih bagus

lagi bila pekerja juga dibekali informasi mengenai kebijakan Permenakertrans

No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang sesuai dengan jenis

pekerjaannya di proyek.

6.3.3.3 Wewenang

Dalam melaksanakan tugasnya pelaksana kebijakan kadang terhambat

dengan masalah keterbatasan kewenangan yang dimilikinya. Oleh karena itu

sebaiknya pelaksana diberikan kewenangan yang bersifat formal agar perintah

dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas bagi pelaksana dalam

melaksanakan dan menegakkan kebijakan yang telah ditetapkan

Sebagai penanggung jawab HSE untuk semua proyek, HSE pusat

mempunyai wewenang untuk membuat peraturan - peraturan yang harus

dipatuhi pekerja maupun karyawan kontraktor agar aturan Permenakertrans

No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan itu dapat terlaksana dengan baik.

HSE pusat juga berwenang untuk menghentikan pekerjaan dan

memberhentikan pekerja apabila saat melakukan inspeksi terlihat pekerja atau

pekerjaan yang berpotensi mencelakakan pekerja. HSE proyek juga dapat

menghentikan pekerjaan dan memberhentikan pekerja apabila melihat pekerja

atau pekerjaan yang berpotensi mencelakakan pekerja. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Endroyo (2007) yang menyatakan bahwa inspeksi

keselamatan dari manajemen dapat mengurangi angka kecelakaan.

136
Dari pihak quality control, quality control bertanggung jawab untuk

memastikan semua mesin, bahan, dan peralatan sudah memenuhi standar

keamanan sebelum digunakan pekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat

Endroyo (2006) yang menyatakan bahwa komponen material, mesin, dan

peralatan yang digunakan dalam proyek konstruksi harus dijamin dalam

keadaan baik yang dibuktikan dengan perawatan teratur dan betul - betul

dicek dari segi keselamatan pemakaiannya. Quality control juga berwenang

menegur pekerja yang terlihat tidak taat dengan peraturan K3 yang sudah

dibuat. Apabila material, mesin, dan peralatan tidak diperiksa dengan baik

sebelum mulai bekerja dikhawatirkan hal tersebut justru dapat menyebabkan

kecelakaan kerja.

Dari pihak pekerja wewenang mereka sebenarnya adalah

mengoperasikan mesin dan peralatan dan juga menggunakan APD sesuai

dengan jenis pekerjaannya dengan benar. Tidak hanya itu pekerja juga dapat

menegur pekerja yang melakukan pelanggaran K3 namun hal itu tidak

dilakukan karena sibuk dengan pekerjaan masing - masing, sungkan, atau

memang tidak peduli.

Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pekerja tidak menggunakan

wewenangnya untuk menegur atau mengingatkan pekerja lain apabila pekerja

tersebut tidak mematuhi peraturan K3 yang ada. Pekerja merasa wewenang

untuk menegur pekerja atau menghentikan pekerjaan yang berpotensi

membahayakan pekerja merupakan wewenang kontraktor semata dan bukan

merupakan urusannya.

137
Dalam penelitian Andi (2005), Christina (2012), dan Malik (2013),

kewenangan pekerja untuk mengingatkan pekerja lain tentang K3 dimasukkan

ke dalam faktor keterlibatan pekerja. Faktor keterlibatan pekerja dalam

penelitian tersebut berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek

konstruksi termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja

di lokasi proyek. Pekerja yang salah dalam menggunakan mesin peralatan dan

tidak menggunakan APD dengan benar dapat menyebabkan kecelakaan kerja

pada dirinya maupun pekerja lain di sekitarnya bila tidak diperingatkan oleh

pekerja di sekitarnya yang mengetahuinya.

6.3.3.4 Fasilitas

Fasilitas merupakan faktor sumber daya yang penting dalam

implementasi kebijakan. Fasilitas merupakan pendukung bagi staf yang

kompeten dan mencukupi sehingga pelaksanaan kebijakan dapat dilaksanakan

dengan baik.

Fasilitas K3 di proyek menunjukkan bahwa rambu - rambu K3 sudah

terpasang, APAR ada di setiap dua lantai dan terisi semua, safety net juga

sudah terpasang, dan APD safety belt dan full body harness sudah disediakan

kontraktor. Dari segi teknis, semua mesin dan peralatan sudah melalui proses

quality control keamanan. Hanya sayangnya untuk penyediaan APD seperti

helm dan sepatu dibebankan kepada mandor. Kontraktor hanya bisa

menambahkan jumlah helm dan sepatu yang dirasa kurang juga tali helm

apabila ada pekerja yang merasa kehilangan tali helm. Namun untuk pekerja

138
yang berasal dari subkontraktor yaitu operator tower crane dan operator

alimak karena dianggap jumlahnya sedikit yaitu hanya berjumlah 4 orang

untuk operator tower crane dan 4 orang untuk operator alimak maka helm dan

sepatu disediakan oleh pihak kontraktor.

Piri (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa salah satu alasan

pekerja tidak menggunakan APD adalah karena tidak disediakan oleh

kontraktor. Lebih lanjut lagi ada hubungan yang signifikan antara penggunaan

APD dan kejadian kecelakaan kerja. Semakin tinggi faktor penggunaan APD

maka akan menurunkan faktor kecelakaan kerja pada pekerja kontruksi.

Terlihat bahwa satu - satunya kekurangan fasilitas K3 pada proyek tersebut

terletak pada pengadaan APD yang wajib dipakai semua pekerja dibebankan

kepada mandor pekerja yang bersangkutan.

6.3.3.5 Anggaran

Faktor anggaran ditambahkan karena ketersediaan fasilitas dan

sosialisasi K3 ke pekerja tak mungkin ada bila tidak ada alokasi anggaran

untuk itu. Namun tidak diketahui persis berapa dana yang dianggarkan

kontraktor untuk pelaksanaan program HSE di proyek karena sifatnya yang

dirahasiakan. Kontraktor hanya menjelaskan bahwa anggaran untuk

pelaksanaan K3 untuk setiap proyek sudah disediakan. Anggaran tersebut

dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun pekerja, pembuatan rambu -

rambu, penyediaan APAR dan APD.

139
Dari pihak pekerja malah tidak tahu menahu masalah anggaran.

Pekerja menganggap urusan anggaran merupakan urusan mandor dan

kontaktor sehingga dianggap tidak penting.

Kontraktor tidak menyebutkan mengenai biaya asuransi jaminan

tenaga kerja. Bila tidak ada alokasi anggaran untuk asuransi kecelakaan kerja,

maka menurut pendapat Endroyo (2006) yang menyatakan bahwa kontraktor

telah menyalahi Kepmenaker No.196 / 1999 tentang penyelenggaraan

program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan,

dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa kontruksi yang

mewajibkan kontraktor mengeluarkan iuran asuransi jaminan kecelakaan

kerja bagi pekerja yang besarannya sudah ditetapkan pada peraturan tersebut

sesuai dengan besaran nilai proyek.

6.3.4 Struktur Birokrasi

6.3.4.1 Standar Operasional Prosedur

SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian

waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja

yang kompleks dan luas. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat

mengoptimalkan waktu yang tersedia (Edward dalam Winarno, 2005).

Dari pihak kontraktor, standar operasional prosedur untuk setiap

aktivitas sudah dibuat baku dari pusat. Proyek hanya tinggal menjalankan

saja. Checklist mesin dan peralatan sudah ada jadwalnya. Pemakaian dan

140
penyimpanan mesin dan peralatan sudah diatur. Format laporan K3 sudah ada.

Sosialisasi K3 ke pekerja juga sudah dibuat jadwal kegiatannya.

Namun untuk teknis pekerjaannya sendiri masih banyak pekerja yang

tidak paham dengan SOP pekerjaannya. Mereka baru kerja bila sudah ada

perintah dari mandor. Tidak ada aturan tertulis tentang bagaimana pekerja

harus melakukan pekerjaannya. Pekerja hanya mengetahui jam kerjanya dan

jadwal SHE talk. Untuk pekerja yang berasal dari subkontraktor yaitu

operator tower crane dan operator alimak mereka mengetahui safety

instruction mengenai mesin yang mereka operasikan dari subkontraktornya.

Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pusat sudah membuat SOP dan

sudah diterapkan dengan baik terhadap karyawan kontraktor namun untuk

pekerja sepertinya masih banyak SOP untuk pelaksanaan pekerjaan yang

belum disosialisasikan kepada pekerja. Padahal menurut hasil penelitian Andi

(2005), Christina (2012), dan Malik (2013) menyatakan bahwa faktor

prosedur K3 berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek

konstruksi termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja

di lokasi proyek. Selain itu juga diperkuat oleh pendapat Brahmasari (2009)

yang menyatakan bahwa prosedur diperlukan untuk memberikan bimbingan

bagi pekerja dalam menciptakan tata tertib yang baik di tempat kerja.

Perusahaan akan sulit mencapai tujuannya jika pekerjanya tidak mengikuti

prosedur dan peraturan yang dibuat perusahaan tersebut.

Dengan mensosialisasikan semua SOP yang sudah dibuat kontraktor

maka akan memudahkan pekerja untuk melaksanakan SOP tersebut dengan

141
baik karena pekerja merasa terlindungi dengan adanya SOP tersebut. Selain

itu SOP juga membantu mengarahkan pekerja dalam melaksanakan

pekerjaannya dengan begitu salah satu tujuan perusahaan yaitu menciptakan

tempat kerja yang bebas dari kecelakaan kerja bisa diwujudkan.

6.3.4.2 Fragmentasi

Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan

kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Pada

umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan

kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau

kebijakan (Edward dalam Winarno, 2005).

Penyebaran tanggung jawab dalam pelaksanaan Permenakertrans No.1

/ 1980 tentang K3 konstruksi bangunan tidak terlalu rumit. Dengan ruang

lingkup yang lebih luas, HSE pusat bertanggung jawab terhadap kegiatan

HSE di semua proyek sedangkan HSE proyek hanya bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan kegiatan HSE di proyeknya saja.

Dilihat dari struktur organisasi di lingkungan proyek, HSE proyek

dalam kegiatannya bekerja sama dengan dengan quality control. Quality

control bertanggung jawab terhadap keamanan mesin, bahan, dan peralatan

sebelum dipakai oleh pekerja. Namun tanggung jawab pelaksanaan K3 tetap

merupakan merupakan tanggung jawab HSE.

Dilihat dari struktur P2K3L (Panitia Pembina K3 dan Lingkungan)

HSE proyek berada di posisi yang penting dimana semua karyawan kontraktor

142
dan pekerja proyek berada di bawahnya. Artinya HSE proyek bertanggung

jawab penuh terhadap semua pelaksanaan program K3 di proyek dan semua

karyawan kontraktor dan pekerja proyek wajib untuk mematuhinya.

Pekerja dibagi menurut jenis pekerjaannya. House keeping yang

bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kerapihan merupakan pekerja

harian yang langsung dibawah oleh kontraktor sehingga tanggung jawabnya

langsung terhadap tim HSE proyek. Pekerja lainnya merupakan pekerja

subkontraktor sehingga mereka berada di bawah pimpinan mandor atau

subkontraktornya. Namun sesuai dengan kesepakatan kerja dan pembuatan

unit K3 di proyek yaitu P2K3L (Panitia Pembina K3 dan Lingkungan) maka

mereka juga wajib mentaati semua peraturan K3 yang sudah dibuat kontraktor

sehingga mereka langsung berada di bawah tanggung jawab tim HSE proyek.

Semua pekerja menyadari bahwa posisi HSE proyek di lingkungan

proyek begitu penting dan mereka juga mengetahui tanggung jawab pekerja

yang berbeda subkontraktor atau mandor lain bahwa untuk masalah K3 semua

pekerja tanggung jawabnya langsung kepada pihak HSE.

Dengan melihat struktur birokrasinya dapat terlihat pula pola

komunikasinya. Pola komunikasi ini dinamakan pola komunikasi vertikal.

Pola komunikasi ini digunakan pimpinan untuk berkomunikasi dengan

bawahannya untuk menentukan tujuan, menginstruksikan pekerjaan, dan

menginformasikan peraturan dan prosedur. (Robbins dalam Brahmasari,

2009). Karena semua pekerja berada di bawah satu pimpinan yaitu tim HSE

143
proyek terkait dengan pelaksanaan K3 maka kesimpangsiuran semua

informasi terkait dengan pelaksanaan K3 yang diterima pekerja tidak terjadi.

Melihat hal tersebut dapat dikatakan bahwa penyebaran tanggung

jawab pelaksanaan kegiatan K3 hampir tidak ada karena hanya pihak HSE

yang memimpin langsung semua kegiatan pelaksanaan K3 di proyek. Oleh

karena itu maka kemungkinan keberhasilan pelaksanaan kebijakan

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan juga

semakin besar.

144
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi

bangunan sebagian tidak diimplementasikan sesuai dengan peraturan yang

ada. Sebagian sudah diimplementasikan dengan baik dan sebagian lainnya

tidak diimplementasikan. Bab yang tidak diimplementasikan karena tidak

membutuhkan proses pekerjaannya di proyek adalah : konstruksi bawah

tanah, penggalian, memancang, dan pembongkaran. Sedangkan bab yang

implementasinya di proyek tidak dilakukan sesuai dengan Permenakertrans

No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan atau dengan kata lain

terjadi pelanggaran yaitu adalah : tempat kerja dan alat kerja, alat angkat,

pekerjaan beton, dan alat pelindung diri.

2. Proses komunikasi terkait pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang

K3 pada konstruksi bangunan yang dilakukan kontraktor kepada

karyawannya sudah dilaksanakan melalui pelatihan. Lalu pada pekerja

subkontraktor materi K3 diberikan melalui kegiatan SHE talk, SHE meeting,

dan pelatihan K3 namun materi yang disampaikan belum memberikan

informasi yang menyeluruh sesuai dengan kebijakan Permenakertrans No.1 /

145
1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. Materi yang disampaikan tidak

spesifik ditujukan kepada pekerja sesuai dengan jenis pekerjaannya.

3. Komitmen pekerja untuk menaati semua peraturan K3 termasuk

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan masih

kurang dibuktikan dengan pelanggaran - pelanggaran peraturan K3 di lokasi

proyek.

4. Gambaran pemberian insentif dari pihak kontraktor yaitu insentif diberikan

kepada proyek yang menurut penilaian HSE pusat sudah melaksanakan

program - program K3 dengan nilai terbaik. Lalu dari pihak pekerja insentif

diberikan kontraktor kepada pekerja yang menurut penilaian kontraktor

melaksanakan semua peraturan K3 dengan baik. Pemberian insentif

dilakukan di depan pekerja untuk memotivasi pekerja agar selalu mematuhi

peraturan K3. Sanksi juga sudah dibuat kontraktor dengan tujuan supaya

pekerja takut untuk melanggar peraturan K3 namun pemberian sanksi yang

tidak tegas kepada pekerja membuat pekerja mengulangi prilaku untuk

melanggar peraturan K3.

5. Gambaran sumber daya manusia dilihat dari pihak kontraktor, karyawan

kontraktor diwajibkan mengikuti pelatihan K3 konstruksi sebelum

ditempatkan di lokasi proyek. Namun dari sisi pekerja sumber dayanya

terlihat kurang yaitu sistem rekrutmen pekerja yang lemah dalam menjaring

146
pekerja - pekerja yang kompeten karena hanya berdasarkan umur dan rasa

percaya kepada mandor atau subkontraktor sedangkan dari sisi kontraktor

yaitu jumlah personil HSE yang dirasa masih kurang untuk mengawasi

semua pekerja.

6. Pekerja tidak mau menggunakan wewenangnya untuk menegur rekan

kerjanya yang tidak melaksanakan peraturan K3 dengan baik karena alasan

segan dan tidak peduli.

7. Laporan kecelakaan menjadi dasar bagi pihak kontraktor untuk menilai

apakah program K3 di proyek sudah dilaksanakan sepenuhnya dengan baik

atau belum. Faktor kesalahan manusia yang menjadi penyebab kecelakaan

kerja yang terjadi menjadi dalil bagi pihak kontraktor bahwa mereka telah

melaksanakan semua regulasi pemerintah terkait K3 dengan baik karena dari

segi teknis peralatan semuanya sudah terpenuhi walaupun tidak semua mesin

dan peralatan yang ada di Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada

konstruksi bangunan dibutuhkan di lokasi proyek.

8. Pekerja merasa informasi yang berkaitan dengan cara kerja dan penggunaan

mesin yang aman belum disampaikan oleh pihak HSE.

9. Fasilitas mesin dan peralatan di lokasi proyek sudah memenuhi syarat yang

ditentukan dalam Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi

147
bangunan. Namun untuk APD, kontraktor membebankannya kepada pihak

mandor atau subkontraktor.

10. Struktur birokrasi yang menyangkut pelaksanaan K3 belum dilakukan secara

menyeluruh. Tidak semua pekerja memahami SOP yang ada dalam

pekerjaannya. Hanya pekerja dari subkontraktor yaitu operator tower crane

dan operator alimak yang memahami SOP dalam pekerjaannya.

11. Penyebaran tanggung jawab program kegiatan K3 tidak rumit karena

merupakan tanggung jawab staf HSE dan semua pekerja mengetahuinya.

7.2 Saran

1. Untuk HSE proyek :

a. Melakukan perbaikan komunikasi karena mengingat jenis pekerjaan

yang berbeda - beda yang dilakukan oleh pekerja tertentu. Pekerja bisa

dibagi menurut jenis pekerjaannya lalu diberikan pelatihan dan

penyuluhan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Setelah diberikan

pelatihan dan penyuluhan kemudian dilakukan evaluasi untuk menilai

apakah pekerja sudah memahami materi yang diberikan atau belum.

148
b. Saat memberikan materi K3 pada waktu SHE talk, tidak cukup hanya

melalui pengeras suara saja tetapi juga bisa menampilkan video. Namun

mengingat SHE talk dilakukan di gedung proyek yang belum dipasang

instalasi listrik maka cukup ditambahkan dengan gambar atau foto

supaya pekerja lebih tertarik mengikuti SHE talk dan lebih mudah

memahami materi K3 yang diberikan.

c. Penegakan sanksi lebih dipertegas. Peraturan sudah dibuat bahwa

pekerja bisa dikeluarkan apabila terus menerus tidak mematuhi

peraturan K3 yang sudah dibuat oleh kontraktor. Namun dalam

kenyataannya pekerja hanya ditegur saja apabila ketahuan melanggar

peraturan K3 di proyek tanpa sekalipun ada pekerja yang dikeluarkan.

Penerapan denda bisa diperlakukan sehingga pekerja akan takut untuk

melanggar peraturan K3.

d. Memberikan motivasi dan pemahaman kepada pekerja bahwa sesama

pekerja harus saling mengingatkan untuk bisa selalu menegakkan

peraturan K3 yang ada. Sifat masa bodoh atau tidak peduli kepada

pekerja lain yang berbeda mandor atau subkontraktor sebisa mungkin

dihilangkan.

e. Mensosialisasikan SOP yang sudah dibuat oleh pusat dengan segera

kepada pekerja yang bersangkutan sehingga tidak ada lagi pekerja yang

149
bingung dengan pekerjaannya di proyek. Kalau perlu dibuat buku

pedoman untuk setiap pekerjaan dan dibagikan kepada setiap pekerja

sesuai dengan jenis pekerjaannya.

2. Untuk HSE pusat :

a. Memperbaiki sistem rekrutmen pekerja sehingga tidak ada lagi pekerja

yang tidak kompeten dapat bekerja di proyek atau kalau memang ingin

dipekerjakan bisa diberikan pelatihan dahulu kepadanya supaya ketika

akan bekerja dia sudah memahami apa yang harus dilakukannya ketika

bekerja di proyek.

b. Menambah jumlah personil HSE di lokasi proyek sehingga jumlah

pekerja yang dapat diawasi ketika bekerja juga bertambah.

3. Untuk pekerja konstruksi :

a. Tidak perlu ragu untuk menanyakan kepada staf HSE mengenai resiko

kecelakaan yang mungkin terjadi dalam pekerjaannya saat dilakukan

SHE talk atau saat sedang bekerja dan ada staf HSE di dekatnya.

150
DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2006. Politik & Kebijakan Publik. AIPI Bandung : Bandung

Andi, Ratna S. Alifen, dan Aditya Chandra. 2005. Model Persamaan struktural
Pengaruh Budaya Keselamatan Kerja pada Prilaku Pekerja di Proyek
Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Vol. 12 No. 3 : 127 - 136

Annishia, Fristi Bellia. 2011. Analisis Prilaku Tidak Aman Pekerja Konstruksi
PT.Pembangunan Perumahan di Proyek Pembangunan Tiffany Aparment
Jakarta Selatan Tahun 2011. Skripsi. FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Anshori, Yuli Tirtariandi, Enceng dan Ayi Karyana. 2012. Kebijakan Publik yang
Partisipatif dan Komunikatif. Jurnal Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 131 - 141

Arief, Mustafa. 2012. Implementasi Kebijakan Larangan Merokok Pada Kantor


Kementerian Kesehatan Tahun 2012. Tesis. Pascasarjana UI

Brahmasari, Ida Ayu dan Peniel Siregar. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi,
Kepemimpinan Situasional, dan Pola Komunikasi terhadap Disiplin Kerja dan
Kinerja Karyawan pada PT Central Proteinaprima tbk. Jurnal Aplikasi
Manajemen Vol. 7 No. 1 : 238 - 250

Christina, Wieke Yuni, Lutfi Djakfar dan Armanu Thoyib. 2012. Pengaruh Budaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Proyek konstruksi. Jurnal
Rekayasa Sipil Vol. 6 No. 1 : 83 - 95

151
Detik finance. 2012. Angka Kecelakaan Kerja di RI Masih Tinggi.
http://finance.detik.com/read/2012/10/16/120952/2063698/4/angka-kecelakaan-
kerja-di-ri-masih-tinggi. Diupload 16 Oktober 2012

Endroyo, Bambang. 2006. Peranan Manajemen Dalam Pencegahan Kecelakaan


Kerja Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 1 : 8 - 15

Endroyo, Bambang dan Tugino. 2007. Analisis Faktor - Faktor Penyebab


Kecelakaan Kerja Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol. 9 No.
1 : 21 - 31

Ervianto, Wulfram. 2007. Manajemen Proyek Konstruksi. Penerbit Andi : Jakarta

Gorda, IGN. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIE Satya Dharma
Singaraja : Bali

Hadi, M., Sujianto dan Chalid Sahuri. 2012. Implementasi Program Penyediaan Air
Bersih di Daerah Perkotaan. Jurnal Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 119 - 123

Hidayat, Felix. 2009. Motivasi Pekerja Pada Proyek Konstruksi di Kota Bandung.
Media Teknik Sipil Vol. 9 No. 1 : 57 - 70

ILO. 2012. Hari Keselamatan dan Kesehatan se-Dunia: Mencegah kecelakaan kerja
melalui pelaksanaan manajemen risiko K3.
http://www.ilo.org/jakarta/info/public/pr/WCMS_155174/lang--en/index.htm.
Diakses pada 20 Juli 2012

152
ILO. 2007. ILO Profile. http:/www.ilo.org. Diakses pada 20 Juli 2012

Indriarti, Diar Wahyu. 2003. Analisis Implementasi Kebijakan Perjan di RS


Fatmawati. Tesis. Pascasarjana UI

Industri bisnis, 2013. Kecelakaan Konstruksi: Di Indonesia 7 Orang Meninggal per


Hari.http://industri.bisnis.com/read/20130208/45/135521/kecelakaan-
konstruksi-di-indonesia-7-orang-meninggal-per-hari. Diupload pada 8 Februari
2013.

IOSH. 2007. Materi Pelajaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja
Asing Bidang Kontruksi. http://www.iosh.gov.tw. Diakses pada 2 Agustus 2012

Irwan. 2009. Analisis Implementasi Kebijakan Cara Pembuatan Obat Tradisional


yang Baik di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 .Tesis. Pascasarjana UI

Islamy, M. Irfan. 1997. Prinsip - Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi


Aksara : Jakarta

Malik, Anhar Januar. 2013. Pengaruh Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Proyek Konstruksi pada PT Pembangunan
Perumahan di Makasar. Skripsi. FEB Universitas Hassanudin

Massie, Roy GA. 2009. Kebijakan Kesehatan : Proses, Implementasi, Analisis, dan
Penelitian. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 12 No. 4 : 409 - 417

153
Maulana, Faqih Andy. 2010. Studi Kasus Implementasi Program Keselamatan Kerja
Pada Perusahaan Jasa Kontraktor Konstruksi di Surakarta. Skripsi. Fakultas
Teknik UNS

Meyer, J. P. & Allen, N. J. 1991. Commitment in the workplace theory research and
application. Sage Publications : California

Modjo, Robiana. 2009. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Siapa Peduli ?.


http://staff.ui.ac.id/internal/132096019/publikasi/artikelk3siapaperdulirobiana
modjo.pdf. Diakses pada 2 Agustus 2012

Mulyana, Dadan. 2002. Pengaruh Terpaan Informasi Kesehatan di Televisi Terhadap


Sikap Hidup Sehat Keluarga. Mediator Vol. 3 No. 2 : 309 - 322

Nasir, Rahmat Yuliadi. 2012. Perlunya Budaya K3 Untuk Menekan Angka


Kecelakaan Kerja. http://jakarta.kompasiana.com/layanan-publik/2012/05/09/
perlunya-budaya-k3-untuk-menekan-angka-kecelakaan-kerja/. Diupload pada 9
Mei 2012. Diakses pada 21 Juli 2012.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta :
Jakarta

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy : Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan,


Manajemen Kebijakan. Elex Media Komputindo : Jakarta

Nugroho, Rakhmat. 2006. Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Karyawan. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro

154
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.1 / 1980 Tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan

Pikiran Rakyat. 2012. Jumlah Kecelakaan Kerja Masih Tinggi. http://www.pikiran-


rakyat.com/node/179939. Diupload pada Kamis, 8 Maret 2012. Diakses pada 21
Juli 2012

Piri, Sovian. 2012. Pengaruh Kesehatan, Pelatihan, dan Penggunaan Alat Pelindung
Diri Terhadap Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Konstruksi di Kota Tomohon.
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol. 2 No. 4 : 219 - 231

Poskota. 2010. Kecelakaan Kerja Jasa Konstruksi Tinggi. http://poskota.co.id/berita-


terkini/2010/04/23/kecelakaan-kerja-jasa-konstruksi-tinggi. Diupload pada
Jumat, 23 April 2010. Diakses pada 21 Juli 2012

Prastowo, Andi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan


Penelitian. Cet.II. Ar - Ruzz Media : Yogyakarta

Purmitasari, Armey Yudha. 2011. Implementasi Kebijakan Program Jampersal di


Kab. Lebak Provinsi Banten. Tesis. Pascasarjana UI

Riantini, Leni Sagita, Bambang Trigunarsyah, Ismeth Abidin dan Yusuf Latief. 2005.
Penentuan Peringkat Faktor Resiko dalam Rekrutmen Tenaga Kerja yang
Mempengaruhi Biaya Tenaga Kerja pada Proyek. Jurnal Teknik Sipil Vol. 12
No. 3 : 177 - 184

155
Sahuri, Chalid, Sofia Achnes, Dadang Mashur dan Zulkarnaini. 2012. Implementasi
PNPM Mandiri Dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal
Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 83 - 89

Sanjaya, Putu Indra, Ida Ayu Rai Widhiawati dan Ariany Frederika. 2012. Analisis
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi Gedung
di Kabupaten Klungkung dan Karangasem. Jurnal Ilmiah Elektronik
Infrastruktur Teknik Sipil Vol. 8 : 1 - 9

SK Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.45 / 2008


Tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian
Dengan Menggunakan Akses Tali

Sucita, I Ketut dan Agung Budi Broto. 2011. Identifikasi dan Penanganan Resiko K3
pada Proyek Gedung. Studi Kasus : Proyek Gedung Centro City Residences.
Poli Teknologi Vol. 10 No. 1 : 83 - 92

Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Sagung Seto
: Jakarta

Susilawaty, Susy. 2007. Analisis Kebijakan Publik Bidang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja di Kota Tasikmalaya. Tesis. Pascasarjana Universitas
Diponegoro

Undang - Undang No.12 / 2011 Tentang Pembentukan Perundang - undangan

Undang - Undang No.13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang - Undang No.18 / 1999 Tentang Jasa Konstruksi

156
Wahyudi, Anwar. 2011. Evaluasi Implementasi Permenkes Nomor HK
02.02/menkes/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di
RS Pemerintah. Tesis. Pascasarjana UI

Wibawa, S. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Rajawali Press : Jakarta

Winarno, Budi. 2005. Teori & Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo :
Yogyakarta

Wisakti, Daru. 2008. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di Wilayah


Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Tesis. Pascasarjana Universitas
Diponegoro

Yulisetianingtyas, Bintang. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Transmigrasi


Melalui Model Kerjasama Antar Daerah. Tesis. Pascasarjana Universitas
Diponegoro

Zaeny, Akhmad. 2006. Implementasi Kebijakan Program Keluarga Berencana di


Kabupaten Batang Studi Kasus Peningkatan Kesertaan KB Pria di Kecamatan
Gringsing. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro

157
LAMPIRAN I
(p0
\/
PT,PP (PTRSER') rBK
DIVISI OPERASI II
CONSTRUCI'ION & INVESTMENT JL. TB Simatupang No.57
Pasar Rebo-Jakaria 13760
Tel : (021) 8403922
Fax : (021) 8403928
Ptpp'1@pt-pp.com

No.: 00I/EXT/PP/DVO.\I / 2013 Jakarta,, 22 Januari 2013

Kepada Yth,
Pembantu Dekan
BidangAkademik
Universitas Islam Negeri Jakarta
Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419

Perihal : Persetuiuan Izin Penelitian_Skripsi

Dengan hormat,

Menunjuk surat Bapak, nomor : Un.01/F10/KI\,{.00.1/1212013, tertanggal 3 Januari 2013, perihal


seperti tersebut diatas, maka dengan ini kami beritahukan bahwa :

No. Nama Siswa No. Induk Mahasiswa Frogram Studi

I Rizqy Umggul Permadi 108101 00001 8 Keseharan Masyarakat

Kami setujui permohonan Bapak untuk melaksanakanlzin Penelitian Skripsi di PT. PP @ersero) Tbk
Cabang III Proyek Pembangunan Bloomington Tower yang berkedudukan di Kemang Jakarta
Selatan, pertanggal 23Januari2013 sld 23Februari2013.
Untuk keperluan tersebut diatas kami mohon agar mahasiswa yang bersangkutan dapat menghadap
Bapak Ir. Didik Iswanto / Project Manager.

Demikian kami sampaikan agar menjadi maklum, terima kasih.

FT.Pembangunan.?erumahan (Persero) Tbk


,."tnf*fqrrasi II

Dewa Putu Oka )


* r"Ru&GAM
PM Proyek Ybs
"": Mahasiswa Ybs
Arsip

-,

\
Pondasi tidak ada keretakan Sanbungan antar section sesuai standart Pen slewing sesuai standart

Seling hoist layak pakai Seling trolly layak pakai Pen jieb atas sesuai stadart

Pen jieb bawah sesuai stadart Swivel baji aman Limit moment berfungsi (3,5 T-R55m)
CEK LIST HARIAN
TOWER CRANE 1 ( SATU )
Nama Pemeriksa : Lokasi TC : No Gedung :

Pemakai : PT. PP ( Persero ) Tbk No Seri : Jenis TC :

Proyek : Pembuat : France Tahun Pembuatan :

Nama Operator : Ketinggian :

Jenis dan Jumlah Section : Tgl Erection :

Kapasitas : 2,6 Ton Pengecekan Terakhir : Pengecekan Hari ini :

Beban maksimum : 2, 4 Ton

HASIL PEMERIKSAAN Keterangan


NO YANG DIPERIKSA Yang Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Jika hasil pemeriksaan indikasinya
Dikerjakan YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK TIDAK beri alasan

I TROLLEY

A Limit Switch Maju Mundur Cek

B Kondisi Wire Rope Cek

II WINCH

A Kondisi Wire Rope dan Gulungannya Cek

III SLEWING

A Kekencangan V-Belt Cek

B Baut Mur Cek

C Grease Slewing Gear Laksanakan

IV PULLEY

A Grease Pulley Laksanakan

V POWER SUPPLY

A Kondisi Panel Box Cek

B Kondisi Kabel Power Cek

C Kondisi Remote Control Cek

VI MAST SECTION

A Kondisi Pin + Spie Pen Cek

B Kondisi kekencangan Baut Mur Cek

VII LADDER / TANGGA

A Bersih dari Olie / Grease Laksanakan

TANDA TANGAN

1 Operator

2 Kepala Peralatan

3 SOM

Catatan : Beri Tanda pada hasil pemeriksaan YA atau TIDAK


PT. Pembangunan Perumahan ( Persero) Tbk.
DVO II
CEK LIST HARIAN ALIMAK 1 (SATU)
PASSANGER HOIST BULAN :.

Nama Pemeriksa : PT. CAHAYA INDOTAMA Lokasi PH : BASEMENT Gedung :

Pemakai : PT. PP ( Persero ) Tbk. No. seri : 9016730000 Tahun Pembuatan


: 2008

Proyek : TOWER BLOOMINGTON Pembuat : SWEEDEN

Nama Operator : Ketinggian : METER

Jenis dan Jumlah Section : SECTION Tanggal erection :

Kapasitas Penumpang : 15 Orang Pengecekan terakhir : Pengecekan hari


: ini

Beban Maksimum : 2 Ton

HASIL PEMERIKSAAN
YANG Keterangan Jika hasil pemeriksaan
NO YANG DIPERIKSA Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl:
DIKERJAKAN indikasinya TIDAK beri alasan
YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK
A CONTROL PANEL
1 Matikan saklar utama Cek
2 Tutup pintunya Cek
3 Matikan limit switch 3 phase dalam keranjang Cek
4 posisikan handle pada posisi mati dengan menekan Cek
5 Lepas handle pengontrol apakah lift dapat berhenti Cek
6 Jika bekerja dilantai teratas, coba operasikan lift Cek
dilantai atasnya lagi

B CABIN OPERATOR
1 Intruksi Safety dan diagram beban Cek
2 Periksa kebocoran Cek
3 Fungsi rem (brake ) pada motor, ketebalan friction block Cek
4 Check limit switch pintu Cek
5 Posisikan cam on guide rail mast dengan benar Cek
6 Check kondisi kabel,drum dan pengamanya Cek
Baut-baut pada mast section Cek
Baut pada pengikat section kegedung Cek
7
Kekencangan baut pada rack Cek
Baut dynabolt pada Railling setiap lantai Cek
8 Bemper bawah ( per / ban bekas ) Cek
9 engsel pada pintu / jembatan Cek

TANDA TANGAN
1 Operator

2 Koordinator Peralatan

3 Site Engineering Manager ( SEM )


Lampiran.1
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027

BULAN :

Diajukan Oleh Konfirmasi Disyahkan Oleh

LOKASI : Kantor
PENANGGUNG JAWAB
STATUS/TANGGAL REVIEW SHE O CM PM

Assesment Resiko yang dapat timbul


NO KEGIATAN KERJA POTENSI BAHAYA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA TOTAL Signifikan Legal REKOMENDASI
S P D C A S+(P+D)/2-C-A
LEVEL
(Y / N) (Y / N)

B Pekerjaan Struktur : Low


35 Mobilisasi Alat Berat Pancang Crane Service Amblas Kondisi tanah labil 5 1 1 5 3 -2 N N Low 3,4
Tertabrak Kurang koordinasi 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,4,5
Terjepit Tidak ada koordinasi saat 5 3 5 5 5 -1 N N Low 3,4,5
mengangkat material
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5

Terperosok Tidak ada rambu-rambu 3 3 3 3 3 0 N Y Low 3,4,5


peringatan
Kondisi tanah labil 0 N Y Low
3 3 3 3 3 4
36 Install Alat Berat Pancang Crane Service Amblas Kondisi tanah labil Low
5 1 1 5 3 -2 N N 3,4
Terjepit Tidak ada koordinasi saat 5 3 5 5 5 -1 N N Low 3,4,5
mengangkat material

Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5


Tersengat Listrik Kabel bor terkelupas atau putus 5 1 3 3 3 1 Y N High 1
Radiasi Pengelasan APD kurang lengkap Low
3 3 3 3 3 0 N N 5

Sesak nafas Tidak memakai masker pada Low


saat pengelasan 3 3 3 3 3 0 N N 5

37 Penurunan Tiang Pancang Crane amblas Kondisi tanah labil Low


3 3 5 3 5 -1 N N 2,3,4
Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin High
5 3 5 3 5 1 Y Y 1
Terjepit tiang pancang Tidak ada proteksi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4
Tangan Tergores pemotongan tiang pancang yang Low
salah 1 3 3 3 3 -2 N N 3,4,5

Sesak napas Debu serpihan tiang pancang Low


terhirup hidung 1 3 3 3 3 -2 N N 5

38 Pemasangan Pancang Crane amblas Kondisi tanah labil Low


3 3 5 3 5 -1 N N 2,3,4

Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin High


5 3 5 3 5 1 Y Y 1
Terjepit tiang pancang Tidak ada proteksi High
5 3 3 3 3 2 Y Y 2,3,4

Tangan Tergores pemotongan tiang pancang yang Low


salah 1 3 3 3 3 -2 N N 3,4,5
Page 1 of 8
Lampiran.1
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027

BULAN :

Diajukan Oleh Konfirmasi Disyahkan Oleh


38 Pemasangan Pancang
LOKASI : Kantor
PENANGGUNG JAWAB
STATUS/TANGGAL REVIEW SHE O CM PM

Assesment Resiko yang dapat timbul


NO KEGIATAN KERJA POTENSI BAHAYA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA TOTAL Signifikan Legal REKOMENDASI
S P D C A S+(P+D)/2-C-A
LEVEL
(Y / N) (Y / N)

Sesak napas Debu serpihan tiang pancang Low


terhirup hidung 1 3 3 3 3 -2 N N 5

39 Pekerjaan Bobok Tiang Pancang Luka memar Terpental material saat 3 3 5 3 3 1 Y Y High 4,5
membobok karena posisi yang
salah pada saat melakukan
pembobokan

Tangan lecet Tidak memakai sarung tangan 1 3 5 3 3 -1 N Y Low 5


Tangan terpukul Tidak ada koordinasi 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,5
40 Pekerjaan Galian Pile Cap Longsor Kondisi tanah labil 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Terpeleset Area kerja licin 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Kaki kejatuhan material Tidak ada koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5

Kaki terkena ujung besi Potongan ujung yang runcing 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Luka sayat Terkena cangkul 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tersengat Listrik Sambungan kabel tidak diisolasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5

Kabel tergenang air 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5

41 Pekerjaan Dinding Pile Cap Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Longsor Kondisi tanah labil 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Tersengat Listrik Sambungan kabel tidak diisolasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5


Kabel tergenang air 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
42 Pekerjaan Anti Rayap pile cap Keracunan Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Sesak nafas menghirup obat anti rayap 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5


Iritasi Kulit sensitif 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 1,5

Terperosok Kondisi tanah labil 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 2


43 Pembesian Pile Cap Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Terperosok Kondisi tanah labil 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 2


44 Pengecoran Pile Cap Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tersengat listrik Sambungan kabel vibrator 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
terkelupas
Page 2 of 8
Lampiran.1
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027

BULAN :

Diajukan Oleh Konfirmasi Disyahkan Oleh

LOKASI : Kantor
PENANGGUNG JAWAB
STATUS/TANGGAL REVIEW SHE O CM PM

Assesment Resiko yang dapat timbul


NO KEGIATAN KERJA POTENSI BAHAYA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA TOTAL Signifikan Legal REKOMENDASI
S P D C A S+(P+D)/2-C-A
LEVEL
(Y / N) (Y / N)

Mata Iritasi Terkena cipratan mortar 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 1,5

45 Pekerjaan Galian Slub Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Longsor Kondisi tanah labil 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Terperosok Kondisi tanah labil 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 2

46 Pekerjaan Anti Rayap slub Keracunan Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Sesak nafas menghirup obat anti rayap 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5

Iritasi Kulit sensitif 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5

Terperosok Kondisi tanah labil 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 2

47 Pembesian Slub Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Luka Tergores Tersandung besi 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5


48 Pengecoran Slub Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tersengat listrik Sambungan kabel vibrator 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5


terkelupas
Mata Iritasi Terkena cipratan mortar 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
49 Mobilisasi Precast Half Slapb Tertabrak Kurang koordinasi 5 3 1 3 3 1 Y Y High 3,4,5
Terjepit Tidak ada koordinasi saat 5 3 1 5 5 -3 N N Low 3,4,5
mengangkat material
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 5 3 1 3 5 -1 N Y Low 3,4,5

Terperosok Tidak ada rambu-rambu 3 3 1 3 3 -1 N Y Low 3,4,5


peringatan
Kondisi tanah labil 3 3 1 3 3 -1 N Y Low 3,4
50 Penurunan Precast Half Slapb Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin 5 3 5 3 5 1 Y Y High 1
Terjepit Precast Tidak ada proteksi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4
Tangan Tergores kurang koordinasi 3 3 3 3 3 0 N N Low 3,4,5
Sesak napas Debu serpihan precast terhirup Low
1 3 3 3 3 -2 N N 5
hidung
51 Pemasangan Precast Half Slapb Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin 5 3 5 3 5 1 Y Y High 1
Terjepit Precast Tidak ada proteksi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4
Tangan Tergores pemotongan tiang pancang yang Low
3 3 3 3 3 0 N N 3,4,5
salah
Sesak napas Debu serpihan tiang pancang Low
1 3 3 3 3 -2 N N 5
terhirup hidung
Tertimpa material Kurang koordinasi, tidak ada High
5 3 3 3 3 2 Y N 5
pengecekan material
52 Pendatangan & Mobilisasi Alat Bar Tertabrak Kurang koordinasi 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,4,5
Bender & Bar Cutter
Page 3 of 8
Lampiran.1
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027

BULAN :

Diajukan Oleh Konfirmasi Disyahkan Oleh

LOKASI : Kantor
PENANGGUNG JAWAB
STATUS/TANGGAL REVIEW SHE O CM PM

Assesment Resiko yang dapat timbul


NO KEGIATAN KERJA POTENSI BAHAYA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA TOTAL Signifikan Legal REKOMENDASI
52 Pendatangan & Mobilisasi Alat Bar S P D C A S+(P+D)/2-C-A
LEVEL
(Y / N) (Y / N)
Bender & Bar Cutter
Terguling Material melebihi kapasitas 5 3 5 5 5 -1 N N Low 3,4,5

Terperosok Tidak ada rambu-rambu 3 3 1 3 3 -1 N N Low 3,4,5


peringatan
Kondisi tanah labil -1 N N Low
3 3 1 3 3 3,4,5
53 Penurunan Alat Bar Bender & Bar Cutter Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Tidak ada koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Rantai putus Ukuran tacle tidak sesuai 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


kapasitas
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 3 3 5 3 5 -1 N Y Low 3,4,5

Tertimpa Material Ceroboh 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5

54 Pembesian Pabrikasi Besi Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Berspekulasi saat menjalankan 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4


mesin bar cutter dan bar bender
Kaki kejatuhan besi Tidak ada koordinasi 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Kaki terkena ujung besi Potongan ujung yang runcing 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Orang Tesengat listrik di Sambungan kabel tidak diisolasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Work Shop Pembesian

Kabel tergenang air 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5

Panel tidak standar 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4

55 Pembesian Plat Lantai Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Kaki kejatuhan besi Tidak ada koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5

Kaki terkena ujung besi Potongan ujung yang runcing 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Tersengat listrik Sambungan kabel terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5

Kabel terjepit besi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5


Panel tidak standar 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4

56 Pengecoran Plat Lantai Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tersengat Listrik Kabel Vibrator terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Terpeleset Area kerja licin 5 3 3 3 3 2 Y High
57 Pemasangan Besi Kolom Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Pembesian Kolom Ambruk Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Page 4 of 8
Lampiran.1
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027

BULAN :

Diajukan Oleh Konfirmasi Disyahkan Oleh

LOKASI : Kantor
PENANGGUNG JAWAB
STATUS/TANGGAL REVIEW SHE O CM PM

57 Pemasangan Besi Kolom Assesment Resiko yang dapat timbul


NO KEGIATAN KERJA POTENSI BAHAYA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA TOTAL Signifikan Legal REKOMENDASI
Orang Jatuh S P D C A S+(P+D)/2-C-A
LEVEL
(Y / N) (Y / N)

Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5


Sling crane putus Tidak ada pengeceken rutin 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
58 Install Bekisting Kolom Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Bekisting Ambruk Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Sling crane putus Tidak ada pengeceken rutin 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
59 Pengecoran Kolom Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tersengat listrik Kabel Vibrator terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Kejahanatuhan material Bekisting kolom jebol 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
60 Bongkar Bekisting Kolom Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Sling crane putus Tidak ada pengeceken rutin 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Pembatas tepi gedung tidak ada 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4,5

Orang kejatuhan Tidak ada proteksi benda jatuh 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4,5


Bekising Ambruk Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Kurang koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
61 Pemasangan Scaffolding Plat Lantai & Orang Jatuh Lalai sabuk tidak dicantolkan di 5 3 3 3 3 2 Y Y High 4,5
Balok life line
Penerangan kurang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pembatas tepi gedung tidak ada 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4,5

Orang kejatuhan Tidak ada proteksi benda jatuh 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4,5


Petunjuk kerja tidak ada 3 3 3 5 3 -2 N Y Low 4,5
Scaffolding Ambruk Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Cross Brace tidak lengkap 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


62 Install Bekisting Plat Lantai & Balok Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5


Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tidak ada life line 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
63 Install Half Slapb Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Page 5 of 8
Lampiran.1
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027

BULAN :

Diajukan Oleh Konfirmasi Disyahkan Oleh

LOKASI : Kantor
PENANGGUNG JAWAB
STATUS/TANGGAL REVIEW SHE O CM PM

Assesment Resiko yang dapat timbul


NO KEGIATAN KERJA POTENSI BAHAYA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA TOTAL Signifikan Legal REKOMENDASI
63 Install Half Slapb Tangan terjepit S P D C A S+(P+D)/2-C-A
LEVEL
(Y / N) (Y / N)

Kurang koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4


Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin 5 3 5 3 5 1 Y Y High 1
Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
64 Pemasangan Besi Lantai & Balok Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tidak memakai APD 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4


Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak ada life line 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Luka robek Tersandung besi 3 3 3 3 3 0 N Y Low 2
65 Pengecoran Plat Lantai & Balok Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tersengat listrik Kabel Vibrator terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tidak ada life line 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
66 Bongkar Bekisting Plat Lantai & Balok Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5


Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,2,5
Scaffolding Ambruk Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Cross Brace tidak lengkap 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
67 Pemasangan Scaffolding Tangga Orang Jatuh Lalai sabuk tidak dicantolkan di 5 3 3 3 3 2 Y Y High 4,5
life line
Penerangan kurang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Orang kejatuhan Tidak ada proteksi benda jatuh 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4,5
Petunjuk kerja tidak ada 3 3 3 5 3 -2 N Y Low 4,5
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
68 Install Bekisting Tangga Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5


Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
69 Pemasangan Besi Tangga Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh
Page 6 of 8 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Lampiran.1
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027

BULAN :

Diajukan Oleh Konfirmasi Disyahkan Oleh

LOKASI : Kantor
PENANGGUNG JAWAB
STATUS/TANGGAL REVIEW SHE O CM PM
69 Pemasangan Besi Tangga
Assesment Resiko yang dapat timbul
NO KEGIATAN KERJA POTENSI BAHAYA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA TOTAL Signifikan Legal REKOMENDASI
S P D C A S+(P+D)/2-C-A
LEVEL
(Y / N) (Y / N)

Bekisting ambruk/roboh Perkuatan tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5


70 Pengecoran Tangga Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tersengat listrik Kabel Vibrator terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
71 Bongkar Bekisting Tangga Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Kejahanatuhan material Kecerobohan 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5

Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


72 Pemasangan Angkur Atap Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Tersengat Listrik Kabel listrik putus/terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5

Kejatuhan material Kecerobohan 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5

73 Pendatangan & Mobilisasi Rangka Baja Tertabrak Kurang koordinasi 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,4,5

Terguling Material melebihi kapasitas 5 3 5 5 5 -1 N N Low 3,4,5

Terperosok Tidak ada rambu-rambu 3 3 1 3 3 -1 N N Low 3,4,5


peringatan
Kondisi tanah labil 3 -1 N N Low
3 1 3 3 3,4,5
74 Penurunan Rangka Baja Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4

Tidak ada koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4


Sling crane putus Tidak ada pengecekan secara 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
rutin
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5

Tertimpa Material Ceroboh 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5

75 Pemasangan Rangka Baja Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4

Pengoperasian tacle yang salah 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4


Tangan Lecet Tidak menggunakan APD 3 3 3 3 3 0 N Y Low 2
Page 7 of 8
Lampiran.1
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027

BULAN :

Diajukan Oleh Konfirmasi Disyahkan Oleh

LOKASI : Kantor
PENANGGUNG JAWAB
STATUS/TANGGAL REVIEW SHE O CM PM

75 Pemasangan Rangka Baja Assesment Resiko yang dapat timbul


NO KEGIATAN KERJA POTENSI BAHAYA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA TOTAL Signifikan Legal REKOMENDASI
S P D C A S+(P+D)/2-C-A
LEVEL
(Y / N) (Y / N)

Rantai putus Ukuran tacle tidak sesuai 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2


kapasitas
Orang Jatuh Tidak memakai Sabuk 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pengaman
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5

76 Pengelasan Konstruksi Atap Baja Kebakaran Bunga api kemana mana 5 3 5 3 3 3 Y Y High 4,5

Bunga Api Terkena mata Saat pengelasan tidak memakai 3 3 5 3 3 1 Y Y High 4,5
pelindung mata
Sesak nafas Uap las terhirup hidung 3 3 5 3 3 1 Y Y High 5
Terjatuh dari ketingian Platfom tidak kokoh/licin 5 3 5 3 3 3 Y Y High 4,5
Tidak ada life line 5 3 5 3 3 3 Y Y High 4,5

Tidak mengunakan APD 5 3 5 3 3 3 Y Y High 5

Tersengat listrik Kabel terkelupas 5 3 5 5 3 1 Y Y High 1,3,4,5

Tidak ada isolator pada setang 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,5


las

Nilai Identifikasi : Keterangan Rekomendasi :

S : Severity / Keparahan Resiko : Lihat Tabel. 1 : Eliminasi (dihilangkan)

P : Probability / Kemungkinan terjadi : Lihat Tabel 2 : Substitusi (Penggantian)

C : Control / Pengendalian Resiko : Lihat Tabel 3 : Engineering Control (modifikasi)

Nilai C untuk perencanaan awal adalah = 0 4 : Tanda Peringatan, label dan administrasi

A : Awareness / Kesadaran akan Resiko : Lihat Tabel 5 : Alat Pelindung Diri


- Legal (Peraturan yang berlaku) : Y = ada ; N = tidak ada.
- Total Nilai = S + P - C - A
- Signifikan / penting : Y = ada , bila Total Nilai > 0
N = tidak ada, bila total
: nilai
N = tidak
<= 0 , bila Total Nilai <= 0
- Level Resiko : H = (Signifikan + Legal) = Y + Y
: L = (Signifikan + Legal) = Y + N

Page 8 of 8
PROGRAM KERJA K3L

PERENCANAAN SHE SHE HOUSE


TARGET SHE TALK SHE PATROL TRAINING SHE AUDIT K3L
K3L INDUCTION MEETING KEEPING

SHE PLAN TARGET : ZERO PEKERJA BARU SEMINGGU SETIAP HARI DAN SEMINGGU - DASAR-DASAR K3L - LINGKUNGAN
ACCIDENT - PERUSAHAAN SEKALI SETIAP MINGGU SEKALI -P3K 6 BULAN SEKALI
KERJA BERSIH,
- SUBKON/MANDOR - TANGGAP DARURAT RAPI DAN SEHAT.
- TAMU - PEMADAMAN API - PEMBERSIHAN
- PEKERJA YANG - GEMPA BUMI MASAL SETIAP
AKAN MELAKUKAN - EVAKUASI DLL SABTU ( RUTIN )
PEKERJAAN

SHE MEETING : MEETING YANG DILAKUKAN UNTUK MEMBAHAS


PERENCANAAN SHE : PETUNJUK / GAMBARAN PELAKSANAAN K3L MASALAH YANG MUNGKIN TERJADI SELAMA
DIAREA PROYEK (SHE PLAN). PEKERJAAN BERLANGSUNG DAN MENGAMBIL
TINDAKAN PENCEGAHANNYA SERTA MELAPOR-
KAN KASUS KECELAKAAN YANG TERJADI DAN
TARGET : TARGET ZERO ACCIDENT & SAKIT AKIBAT KERJA. LANGKAH-LANGKAH PERBAIKANNYA.
SHE MEETING DILAKUKAN MINIMAL SEMINGGU
SEKALI.
SHE INDUCTION : PENDEKATAN DAN PENGARAHAN TENTANG K3L,
HOUSEKEEPING DAN KETERTIBAN PROYEK TRAINING SHE : TRAINING K3L KEPADA KARYAWAN, MANDOR,
KEPADA PEKERJA BARU, TAMU DAN KEPADA SUBKONTRAKTOR TENTANG DASAR-DASAR
PEKERJA YANG AKAN MELAKUKAN KEGIATAN K3 & LINGKUNGAN , PERTOLONGAN PERTAMA
PEKERJAAN YANG BERESIKO BAHAYA TINGGI. PADA KECELAKAAN (P3K), TANGGAP DARURAT
SEPERTI CARA PEMADAMAN API BILA TERJADI
KEBAKARAN,GEMPA BUMI DAN EVAKUASI DLL.
SHE TALK : PENGARAHAN SINGKAT TENTANG K3L DAN
KONDISI PROYEK KEPADA SELURUH PEKERJA HOUSE KEEPING : MELAKUKAN PEMBERSIHAN LINGKUNGAN KERJA
SEBELUM PEKERJAAN DIMULAI, DILAKUKAN SECARA RUTIN AGAR LINGKUNGAN KERJA
MINIMAL SEMINGGU SEKALI MULAI DARI JAM SELALU DALAM KEADAAN BERSIH, RAPI, SEHAT,
08.00 08.15 WIB. AMAN DAN NYAMAN.

AUDIT SHE : AUDIT PELAKSANAAN DAN PENERAPAN K3L,


SHE PATROL : PATROLI RUTIN YANG DILAKUKAN SETIAP HARI APAKAH TELAH DIJALANKAN SESUAI DENGAN
UNTUK MEMONITOR KEGIATAN PEKERJAAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN YANG ADA.
DILAPANGAN. AUDIT INTERNAL DAN EKSTERNAL DILAKUKAN
6 BULAN SEKALI .
SAFETY PLANNING
Pemasangan Safety Net Horizontal

Safety Net Horizontal


Dipasang disekeliling Tepi Bangunan
SAFETY PLANNING
Pemasangan Safety Net Vertical

Safety Net Vertical


Dipasang disekeliling Area Bangunan
Pembuatan Schedule SHE Patrol yang diikuti oleh :
Membuat Perencanaan SS, QC, CM / SOM, GSP, SP, Peralatan, Security,
subkon dan Mandor (dilakukan secara bergiliran)
SHE Patrol
Check list SHE Patrol (Form K3L-02)

SHE Patrol
Dilakukan setiap hari jam
FORM NO : K3L - 02

EDISI REVISI TANGGAL

SAFETY, HEALTH AND ENVIRONMENTAL PATROL


08.00 10,00 dan 13.00 14.00 WIB
3 02-01-2008

FORM K3L - 02
NOMOR : 01 / DDN HARI / TANGGAL. : SELASA / 02-01-2007
HAL : 01 / 01
PROYEK : DEPDAGRI JAM : 09.00 S/D 10.00 WIB

TOPIK / ITEM YANG DIPERIKSA


I. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan II. Lain-lain
1. Alat pelindung diri (APD) 8. Pekerjaan galian 15. Label B3 22. Jalan sementara 30. Los kerja kayu

Tindak Lanjut oleh :


2. Alat pengaman kerja (APK) 9. Pekerjaan pengelasan 16. Instalasi Listrik Sementara 23. Penanganan sampah 31. Los kerja besi
3. Rambu-rambu / Slogan K3L 10. Perancah / Scaffolding 17. Fasilitas P3K 24. Penempatan alat / material 32. Papan nama
4. Alat Angkat Angkut / Alat berat 11. Pembongkaran 18. Keet proyek 25. Pembatas material 33. Pagar proyek

Safety Supervisor
5. Permesinan 12. Tangga kerja sementara 19. Barak pekerja 26. Penomoran lantai 34. Kartu pengenal
6. Perijinan 13. M S D S (Material Berbahaya) 20. Pos jaga 27. Gudang terbuka 35. Tempat Makan Pekerja
7. Pekerjaan diatas permukaan / didalam air14. Pengelolaan B3 & Limbah B3 21. Ruang mesin 28. Gudang tertutup 36. Toilet Pekerja

LINGKARI NOMOR URUT YANG MENYIMPANG DARI KETETENTUAN K3L

PENANGGUNG BATAS WAKTU STATUS


NO AREA TOPIK URAIAN REKOMENDASI
JAWAB PENYELESAIAN OPEN CLOSED

1 LANTAI 3 BUNGA API BUNGA API PENGELASAN LANGSUNG PROTEKSI PENGELASAN DARI KOTAK IBRAHIM 02-01-2007 OPEN
JATUH KEBAWAH DAN MENYEBAR KE SENG ATAU KAYU, HARUS SELALU DIPA -

Laporan tindak lanjut oleh :


MANA - MANA SAAT PENGELASAN SANG SETIAP PEKERJAAN PENGELASAN
BERLANGSUNG. DIBAGIAN PINGGIR ATAS BANGUNAN ATAU
DITEPI LUBANG BAGIAN ATAS SUPAYA

Safety Supervisor kepada SHE O


BUNGA API TIDAK LANGSUNG JATUH KE -
BAWAH.

Perusahaan PT.PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PUTRA PT. AGUNG
Paraf

Nama HERRY S MARDIAN RASFIAN S DANI YUDI S TIRTA MZ SUNARTO ACHMAD ANTON SUPRA ANDI
Jabatan PM CM SHE O SS QC L PERALATAN MANDOR KAYU PM MANDOR BESI MANDOR BEKISTING
Pembuatan Jadwal SHE Meeting :
- Meeting Internal diikuti oleh : PM, SHEO, QCO,
Membuat Perencanaan SHE Meeting SOM, SEM dan SAM.
- Meeting Eksternal diikuti oleh : SHEO, QCO, CM/
SOM, GSP, Peralatan, Security. Subkon & Mandor.
Minit Rapat Mingguan

SHE Meeting Lampiran.7.


W I No.QSH-2005/PMT/AA/W /001

MINIT RAPAT MINGGUAN


Meeting Internal seminggu sekali PROYEK :

Meeting Eksternal seminggu sekali


Hari / Tgl :
Jam :
Tempat :
Dihadiri oleh : 1.
2.
3.
4.
No.Rec:../4.1/QSH-2005/PMT/AA/W /001

Target Penanggung Status


No Uraian Masalah Rencana Tindak Lanjut
Penyelesaian Jawab Open / Close

SHE Meeting
Membahas permasalahan SHE yang terjadi
selama satu minggu.
Minit rapat didistribusikan kesetiap unit.

Project Manager
Pembuatan Jadwal SHE Induction :
Untuk seluruh pekerja baru dan tamu.
Membuat Perencanaan SHE Induction
Lembar Pernyataan SHE Induction
untuk pekerja baru.
SHE Induction
LEMBAR PERNYATAAN
Untuk pekerja baru dilakukan oleh SHEO, SS & SOM. SHE INDUCTION

Untuk tamu dilakukan oleh Security.


No.: 001 / SHE / PP / ES / I / 2008.

Saya yang bertanda tangan dibawah :

Nama : Rasfian Syarif


SHE Induction Alamat : Jl. Dursasana Raya No. 310 Rt. 01 / 20 Mekarjaya, Depok

Pendekatan dan pengarahan tentang SHE serta tata Pekerjaan : Tukang Kayu
Subkon : PT. Samudra Jaya
tertib yang berlaku diproyek kepada pekerja baru dan Mandor : Riswan S

tamu yang memasuki area proyek. Dengan ini saya bersedia mematuhi dan melaksanakan peraturan Safety, Health &
Environmental (SHE) yang berlaku di proyek ini, yaitu :

1. Menggunakan helm lengkap dengan tali dagu.


2. Menggunakan sepatu safety.

SHE Induction
3. Menggunakan alat pelindung diri lainnya sesuai dengan jenis pekerjaan seperti :
sarung tangan, earplug, kaca mata, kedok las (bagi pekerja las) dan lain-lain.
4. Menggunakan sabuk keselamatan (Safety belt) jika bekerja diketinggian 2 meter
Pengisian Lembar Pernyataan SHE Induction dan atau lebih, dan menggunakan Full Body Harness lengkap dengan Life line, bagi
yang bekerja di atas Gondola dan diarea / dalam lubang lift.
Logo SHE Induction dihelm pekerja baru. 5. Tidak merokok pada saat bekerja dan disembarang tempat.
6. Tidak mengkonsumsi minuman keras, obat-obatan terlarang (narkoba), berjudi
dan tidak membuat onar dilingkungan proyek.
7. Tidak merusak fasilitas SHE yang ada di area proyek.
8. Tidak buang air kecil dan air besar disembarang tempat.
9. Menjaga kebersihan lingkungan kerja.
10. Menggunakan tanda pengenal (ID Card).
11. Mengikuti SHE Talk secara rutin.
12. Mematuhi dan melaksanakan tata tertib dan peraturan SHE yang ada di proyek.
13. Bersedia menerima sanksi, bila melanggar ketentuan yang berlaku di proyek.

Jakarta, 02 Januari 2008

Menyetujui, Mengetahui, Dibuat oleh,

( Priyo Leksono ) ( Riswan S ) ( Rasfian Syarif )


SHE O Subkon/Mandor Pekerja
Pembuatan Jadwal SHE Talk :
Membuat Perencanaan SHE Talk Diikuti oleh seluruh pekerja.
Form SHE Talk.

SHE Talk
Pengarahan singkat tentang SHE dan kondisi SHE TALK
PROYEK : Cabang III

proyek kepada seluruh pekerja yang ada diproyek. Bulan : Januari 2008 SHE Talk : 01 ( Satu )

Hari / Tgl : Jum'at / 04 Januari 2008 Jam : 07.30 s/d 08.00 WIB

SHE Talk
Perusahaan /
Nama Pembicara Jabatan Paraf
Subkontraktor

SHE Talk dilakukan minimal seminggu sekali.


1. Budi Suanda SOM PT.PP
2. Priyo Leksono SHE O PT.PP

SHE Talk dilakukan jam 08,00 08.15 WIB


Pembicara & Materi SHE Talk :

(sebelum pekerjaan dimulai). 1. Budi Suanda


Himbauan kepada pekerja agar bekerjasama dan selalu bersama-sama untuk menjaga kebersihan lingkungan
di Proyek Singapore Embassy. Selain itu himbauan kepada operator Mobile Crane agar memarkir mobile crane
sejajar dengan gedung sehingga nampak teratur.

SHE Talk
Pemberian penghargaan bagi pekerja konsisten 2. Priyo Leksono (SHE O).

melaksanakan SHE.
Himbauan kepada semua pekerja dan seluruh karyawan PP agar selalu menggunakan APD dan memperhatikan
lingkungan sekitar. Anjuran agar selalu membuang sampah pada tempatnya. Penjelasan mengenai jenis sampah,
seperti sampah organik (seperti kertas, potongan kayu), sampah non organik (seperti, plastik,karet, kaca)
dan Limbah B3. Diharapkan agar semua pekerja untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan,
sesuai dengan pengklasifikasian jenis sampah tersebut. Diharapkan agar pekerja tidak membuang sampah
sembarangan!!

Doa bersama sebelum bekerja : Menurut keyakinan masing - masing

YEL - YEL SHE : Safety First 1 X .. Yes 1 X ( Tangan diangkat keatas )


Safety Net Horizontal Safety Net Vertical

Tabung APAR Tangga temporary Lubang dilantai tertutup rapat

Proteksi dilubang dan pintu Lift Railing pengaman Canopy dijalan kerja
ALAT BERAT & ANGKAT ANGKUT

1. Escavator, Mobil Crane, Tower Crane, Passenger Hoist,


Lift Barang dll, harus mempunyai Surat Uji Kelayakan
Alat dari Disnakertrans dan Operator wajib mempunyai
SURAT IJIN OPERATOR (SIO).
2. Sebelum digunakan kondisi alat selalu diperiksa secara
rutin.
LAPORAN FORM NO : K3L - 03
NON CONFORMANCE K3L EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008

NOMOR : 01 / DDN FORM K3L - 03


PROYEK : DEPDAGRI
LOKASI / AREA KERJA : LANTAI 3 HAL : 01 / 01

Hari : SELASA Tanggal : 02-01-2007 Jam : 10.00 WIB

Kepada Yth : Dilaporkan Oleh, Diterima Oleh,


Nama : ANTON SHE 0 Perusahaan / Mandor
Jabatan : PROJECT MANAGER
Perusahaan / Mandor : PT. AGUNG

Kami telah menemukan ketidaksesuaian / keadaan yang menyimpang


dari ketentuan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan ( K3L ) RASFIAN S ANTON
yang menjadi tanggung jawab perusahaan / pihak anda. Nama & Tandatangan Nama & Tandatangan

1. URAIAN KETIDAKSESUAIAN
SAAT MELAKUKAN PENGELASAN DIBAGIAN PINGGIR LANTAI 3, BUNGA API LAS JATUH LANGSUNG KEBAWAH KARENA
PROTEKSI UNTUK MENAHAN BUNGA API TIDAK TERPASANG.

2. ANALISA PENYEBAB
KURANGNYA KEPEDULIAN DARI PEKERJA TERHADAP KESELAMATAN BAGI DIRI SENDIRI MAUPUN BAGI PEKERJA
LAINNYA.

3. TINDAKAN PERBAIKAN
SETIAP MELAKUKAN KEGIATAN PENGELASAN DIBAGIAN ATAS TERUTAMA BAGIAN PINGGIR LANTAI / LUBANG HARUS
SELALU TERPASANG PROTEKSI / PENAHAN, AGAR BUNGA API TIDAK JATUH DAN MENYEBAR KEMANA-MANA YANG
DAPAT MENIMBULKAN BAHAYA KEBAKARAN.

4. URAIAN DAN JUMLAH REALISASI BIAYA PERBAIKAN


(bila ada)

Batas waktu Perbaikan

Hari / Tgl. : SELASA / 02-01-2007

Hasil Pemeriksaan
Hari : SELASA Tanggal : 02-01-2007 Jam : 10.30 WIB
Tindakan perbaikan yang dilakukan : Mengetahui, Diperiksa oleh,
SHE 0 Safety Supervisor
Belum dilakukan

Belum selesai
RASFIAN S DANI YUDI S
V Sudah selesai (Nama & Tandatangan) (Nama & Tanda tangan)
FORM NO : K3L - 04

EDISI REVISI TANGGAL

SURAT PERINGATAN K3L 3 02-01-2008

FORM K3L - 04
KEPADA YTH : ANTON NOMOR : 01 / DDN
JABATAN : PROJECT MANAGER PROYEK : DEPDAGRI
PERUSAHAAN / MANDOR : PT. AGUNG

Hari ini : SELASA Tanggal : 02-01-2007 Jam : 10.00 WIB


Telah ditemukan hal-hal yang menjadi tanggung jawab perusahaan / pihak anda yaitu : ( diberi tanda ' V ' )
Penyimpangan ketentuan K3L V Keadaan / tindakan yang tidak aman
Penyimpangan ketentuan aspek Lingkungan Hampir menimbulkan korban kecelakaan

Dengan ringkasan peristiwa sebagai berikut :

V PADA SAAT PENGELASAN DIPINGGIR LANTAI 3, PROTEKSI UNTUK MENAHAN AGAR BUNGA API
TIDAK LANGSUNG JATUH KEBAWAH TIDAK DIPASANG SEHINGGA BUNGA API JATUH DAN MENYEBAR
KEMANA-MANA.

V Laporan ketidaksesuaian K3L terlampir


Peringatan / Instruksi K3L :
V Pekerjaan sementara dihentikan / ditunda, dan dapat dilanjutkan setelah ada rekomendasi dari Safety,
Health and Environmental Officer
V SETIAP MELAKUKAN KEGIATAN PEKERJAAN PENGELASAN DIBAGIAN ATAS TERUTAMA DIBAGIAN
PINGGIR LANTAI BANGUNAN PROTEKSI UNTUK MENAHAN BUNGA API HARUS DIPASANG AGAR,
BUNGA API TIDAK JATUH LANGSUNG KEBAWAH.

Safety, Health & Environmental Officer

RASFIAN S
(Nama & Tandatangan)

BATAS WAKTU PERBAIKAN YANG DIJANJIKAN


TINDAKAN PERBAIKAN
Hari / Tgl. : SELASA / 02-01-2007
PROTEKSI PENGELASAN DILANTAI 3, SEGERA KAMI PASANG Jam : 10.30 WIB
AGAR BUNGA API PENGELASAN TIDAK LANGSUNG JATUH Perusahaan / Mandor
KEBAWAH. PT. AGUNG

ANTON
( Diisi oleh Penerima , asli untuk SHE O dan copy untuk penerima ) (Nama & Tanda tangan)

REKOMENDASI MELANJUTKAN PEKERJAAN

Hasil Hari / Tgl : SELASA / 02-01-2007 Safety, Health & Environmental Officer
Pemeriksaan Jam : 10.30 WIB
PERBAIKAN
Belum dilakukan dan kegiatan pekerjaan dihentikan
Belum selesai dan kegiatan pekerjaan ditunda RASFIAN S
V Sudah selesai dan kegiatan pekerjaan diijinkan dilanjutkan (Nama & Tandatangan)
FORM NO : K3L - 05

EDISI REVISI TANGGAL


SURAT IJIN BEKERJA
3 02-01-2008
( UTAMAKAN KESELAMATAN KERJA )
FORM K3L - 05
1. PROYEK : DEPDAGRI 2. S I B NOMOR : 01 / DDN

3. Khusus untuk pekerjaan dibawah ini dapat dimulai setelah ada Surat Ijin Bekerja.
1. Pemasangan / Pembongkaran Tower Crane 6. Penggunaan Bahan Peledak LAIN-LAIN
Passanger Lift, Gondola, Universal Lift dll. 7. Pekerjaan Pengelasan
2. Pemasangan / Pembongkaran Scaffolding 8. Pengaspalan Jalan
dalam jumlah banyak dan tinggi. 9. Pekerjaan diatas permukaan / didalam air
3. Pemasangan / Pembongkaran Safety Net 10. Bekerja pada hari Libur / Lembur
4. Pembongkaran Bangunan 11. Pekerjaan lain yang beresiko tinggi
5. Pekerjaan Galian 12 Pengelolaan B3 dan Limbah B3

4. PERMOHONAN IJIN BEKERJA


( Diisi oleh Pemohon )
a. Jenis pekerjaan : PEKERJAAN LAS
b. Untuk bekerja pada hari/Tgl : SELASA / 02-01-2007 Jam : 09.00 s/d 16.00 WIB
c. Alat yang digunakan : MESIN LAS, TABUNG OKSIGEN, TABUNG ELFIJI
d. Lokasi / area kerja : LANTAI 3
e. Jumlah pekerja : 4 ORANG
Subkontraktor / Mandor yang mengajukan ijin bekerja Mengetahui : PT. PP ( PERSERO )
Nama Subkontraktor / Mandor : PT. AGUNG CM
PENANGGUNG JAWAB LAPANGAN PM, SOM SUBKON / MANDOR

IBRAHIM ANTON MARDIAN


(Nama & Tandatangan) (Nama & Tandatangan) (Nama & Tandatangan)

5. PEMERIKSAAN SEBELUM PEKERJAAN DIMULAI


( Diperiksa oleh petugas K3L )
1. Hasil pemeriksaan diberi tanda' V ' ( sesuai ) atau ' X ' ( tidak sesuai ) pada kolom yang ada
V Kesesuaian pekerja
V Kesesuaian alat yang digunakan
V Ketersediaan alat pelindung diri (Jelaskan : HELM,SEPATU,KACA MATA LAS,SARUNG TANGAN,SAFETY BELT )
V Ketersediaan alat pengaman kerja (Jelaskan : TABUNG PEMADAM, KOTAK SENG )
V Dikoordinasikan dengan pekerjaan lain, diarea dan waktu yang sama
( Jelaskan : PELAKSANA M / E )

2. Rekomendasi dari hasil pemeriksaan : TT Rekomendasi ini dikeluarkan


V Pekerjaan dapat dilakukan karena sesuai dengan permohonan. Hari / tgl. : SELASA / 02-01-2007 Jam : 09.00 WIB
Pekerjaan tidak disetujui / ditunda dengan alasan ; Mengetahui Diperiksa oleh
SHE O Safety Supervisor

RASFIAN S DANI YUDI S


(Nama & Tandatangan) (Nama & Tandatangan)

6. IJIN BEKERJA SELESAI


Hari / Tgl. : SELASA / 02-01-2007 Mengetahui Diperiksa oleh
HASIL PEMERIKSAAN
Jam : 16.00 WIB SHE O Safety Supervisor
PEKERJAAN
V Sudah selesai
Belum selesai
- Untuk melanjutkan pekerjaan harus ada Surat Ijin Bekerja RASFIAN S DANI YUDI S
yang baru. (Nama & Tandatangan) (Nama & Tandatangan)
Surat ijin ini berlaku maksimal untuk 1 hari kerja dan 1 jenis pekerjaan
LAPORAN HARIAN K3L FORM NO : K3L - 06

EDISI REVISI TANGGAL


1 NOMOR : 01 / K3L 3 02-01-2008
PROYEK : DEPDAGRI
HAL : 01 / 01 FORM K3L - 06
JAM KERJA DAN KEADAAN CUACA KEADAAN CUACA KETERANGAN
Hari/Tgl. :
- NC K3L ( Non Conformance K3L )
08 11 14 17 20 23 02 06
Kegiatan K3L Waktu = Cerah - SP K3L ( Surat Peringatan K3L )
SHE Talk " - S I B ( Surat Ijin Bekerja )
09 12 15 18 21 24 03 07
V SHE Patrol 08.00 " 10.00 - LR ( Luka Ringan )

V SHE Meeting 14.00 " 16.00 = Mendung - LB ( Luka Berat )


10 13 16 19 22 01 04 08
SHE Induction " - M ( Meninggal )
Training K3L " 05 09 - S ( Sakit )
11 14 17 20 23 02 = Hujan
V Uji Dampak Lingk. 10.00 " 12.00

TENAGA KERJA, STAFF PP, JAM KERJA JUMLAH JAM TOTAL JAM Kegiatan K3L Kecelakaan & Kesehatan
NO
SUBKONTRAKTOR, MANDOR
JUMLAH
KERJA KERJA
KEGIATAN HARIAN K3L
08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 01 02 03 04 05 06 07 08 NC K3L SP K3L SIB LR LB M S

1 PT. PP (PERSERO) 45 9 jam 405 jam bh bh bh Org Org Org Org - Pembuatan canopy diakses jalan kerja
2 PT. PUTRA 98 13 jam 1,274 jam bh bh bh Org Org Org Org - Pasang rambu pengaman diarea timur
3 PT. AGUNG 100 9 jam 900 jam bh bh bh Org Org Org Org - Meeting bersama personil lapangan
4 MANDOR SUPRA 60 12 jam 720 jam bh bh bh Org Org Org Org - Uji kebisingan
5 MANDOR ANDI 113 9 jam 1,017 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org Dibuat Oleh :
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org SHE O

jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org


jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
jam 0 jam bh bh bh Org Org Org Org
TOTAL JUMLAH RASFIAN S
416 JUMLAH TOTAL JAM KERJA ORANG 4,316 jam 0 bh 0 bh 0 bh 0 Org 0 Org 0 Org 0 Org
TENAGA KERJA (Nama & Tandatangan)

JUMLAH HARI KERJA 1


LAPORAN FORM NO : K3L - 07 LAPORAN FORM NO : K3L - 07

INVESTIGASI KECELAKAAN / SAKIT EDISI REVISI TANGGAL


INVESTIGASI KECELAKAAN / SAKIT EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008 3 02-01-2008
DAN PENYELESAIANNYA DAN PENYELESAIANNYA
FORM K3L - 07 FORM K3L - 07
NOMOR : 01 / DDN NOMOR : 01 / DDN
PROYEK : DEPDAGRI HAL : 01 / 02 PROYEK : DEPDAGRI HAL : 01 / 02

I. LAPORAN KECELAKAAN / SAKIT I. LAPORAN KECELAKAAN / SAKIT


2. Keadaan cuaca 2. Keadaan cuaca
1. Keterangan Kecelakaan / Sakit 1. Keterangan Kecelakaan / Sakit
Hari kejadian : SELASA Jam kejadian : 10.30 WIB V Cerah Hujan Hari kejadian : SELASA Jam kejadian : 10.30 WIB V Cerah Hujan
Tanggal kejadian : 02-01-2007 Lokasi kejadian : B1 Mendung Tanggal kejadian : 02-01-2007 Lokasi kejadian : B1 Mendung

3. Data Korban Kecelakaan / Sakit 4. Kondisi Korban 5. Status Korban 3. Data Korban Kecelakaan / Sakit 4. Kondisi Korban 5. Status Korban
Kecelakaan Karyawan / Staff PP Kecelakaan Karyawan / Staff PP
Nama Korban : ANDRI V Luka ringan Pekerjaan : Nama Korban : ANDRI V Luka ringan Pekerjaan :
Identitas KTP / SIM No. : 23.73 / 1234 / 4567 / 2004 Luka berat Bagian : Identitas KTP / SIM No. : 23.73 / 1234 / 4567 / 2004 Luka berat Bagian :
Usia Korban : 25 TAHUN Meninggal Usia Korban : 25 TAHUN Meninggal

Alamat : DESA ANGSANA RT. 10 / 11 NO.3 Sakit V Pekerja Subkon / Mandor Alamat : DESA ANGSANA RT. 10 / 11 NO.3 Sakit V Pekerja Subkon / Mandor

PURWODADI V Sakit ringan Pekerjaan : TK. KAYU


PURWODADI V Sakit ringan Pekerjaan : TK. KAYU
Sakit berat Mandor : ACHMAD Sakit berat Mandor : ACHMAD

6. Perawatan yang dilakukan Meninggal Subkon : PT. PUTRA 6. Perawatan yang dilakukan Meninggal Subkon : PT. PUTRA

V P3K Rumah sakit V P3K Rumah sakit

7. Penyebab kecelakaan Kestroom Terbentur Terhimpit / tergencet 7. Penyebab kecelakaan Kestroom Terbentur Terhimpit / tergencet

Tertabrak V Tertusuk Tertimpa / kejatuhan Tertabrak V Tertusuk Tertimpa / kejatuhan


Tenggelam Tergores Jatuh dari ketinggian Tenggelam Tergores Jatuh dari ketinggian
Terbakar Terpeleset / tersandung Terbakar Terpeleset / tersandung

8. Jenis cidera V Luka tusuk Luka bakar Patah tulang 8. Jenis cidera V Luka tusuk Luka bakar Patah tulang
Luka robek Luka terputus / terpotong Terkilir / keseleo Luka robek Luka terputus / terpotong Terkilir / keseleo
Luka memar / dalam Retak tulang Luka memar / dalam Retak tulang

9. Jenis penyakit Demam Sakit mata Asma Pusing 9. Jenis penyakit Demam Sakit mata Asma Pusing
Diare Typus Sesak napas Maag Diare Typus Sesak napas Maag

10. Bagian tubuh yang cidera / Kepala Leher Badan 10. Bagian tubuh yang cidera / Kepala Leher Badan
sakit Mata Punggung Tangan / jari tangan sakit Mata Punggung Tangan / jari tangan
Muka / wajah Dada V Kaki / jari kaki Muka / wajah Dada V Kaki / jari kaki
Telinga Perut Organ tubuh bagian dalam Telinga Perut Organ tubuh bagian dalam

11. Uraian kecelakaan / sakit ( Jelaskan dengan singkat ) 11. Uraian kecelakaan / sakit ( Jelaskan dengan singkat )

PADA SAAT BERJALAN DILANTAI B 1 KAKI KIRI KORBAN TERTUSUK PAKU YANG TERDAPAT PADA POTONGAN PADA SAAT BERJALAN DILANTAI B 1 KAKI KIRI KORBAN TERTUSUK PAKU YANG TERDAPAT PADA POTONGAN
KAYU KASO, DAN MENYEBABKAN LUKA TUSUK DITELAPAK KAKI KIRI SEDALAM LEBIH KURANG 1 CM. KAYU KASO, DAN MENYEBABKAN LUKA TUSUK DITELAPAK KAKI KIRI SEDALAM LEBIH KURANG 1 CM.

12. Saksi-saksi yang memberi keterangan terjadinya kecelakaan / sakit 12. Saksi-saksi yang memberi keterangan terjadinya kecelakaan / sakit
No. Nama Saksi Pekerjaan Perusahaan / Mandor Alamat Usia No. Nama Saksi Pekerjaan Perusahaan / Mandor Alamat Usia
1. PAINO TK. KAYU PT. PUTRA JL. ANYER NO. 3 JAKARTA SELATAN 40 1. PAINO TK. KAYU PT. PUTRA JL. ANYER NO. 3 JAKARTA SELATAN 40
2. BEJO TK. BESI MANDOR SUPRA JL. GENTA NO. 1 CIREBON 27 2. BEJO TK. BESI MANDOR SUPRA JL. GENTA NO. 1 CIREBON 27
3. 3.
4. 4.
FORM NO : K3L - 08
EDISI REVISI TANGGAL
LAPORAN BULANAN K3L 3 02-01-2008

FORM K3L - 08
NOMOR : 01 / K3L LAPORAN BULAN : JANUARI
PROYEK : DEPDAGRI LAPORAN KE : 01 (SATU)

A. KEGIATAN K3L s/d s/d s/d s/d


Bln yl Bln ini Bln ini Bln yl Bln ini Bln ini
1. SHE Talk 0 5 5 Kali 7. Non Conformance K3L 0 1 1 Kali

2. SHE Patrol 0 31 31 Kali 8. Surat Peringatan K3L 0 1 1 Kali

3. SHE Meeting 0 5 5 Kali 9. Surat Ijin Bekerja 0 1 1 Kali

4. SHE Induction 0 3 3 Kali 10. Evaluasi IBPR 0 1 1 Kali

5. Training K3L 0 1 1 Kali 11. Evaluasi IPPAL 0 1 1 Kali

6. Uji Dampak Lingk. 0 1 1 Kali

B. JUMLAH TENAGA KERJA DAN JAM KERJA


s/d Bulan lalu Bulan ini s/d Bulan ini
B 1. Jumlah hari kerja 0 31 31
(akumulatif jumlah laporan harian) (a) (b) (c) =(a+b)
B 2. Jumlah jam kerja orang 0.00 137,718.00 137,718.00 4,442.52
(akumulatif jumlah laporan harian) (d) (e) (f)=(d+e) Rata-rata
B 3. Jumlah tenaga kerja 0.00 12,961.00 12,961.00 418.10
(akumulatif jumlah laporan harian) (g) (h) (i)=(g+h) Rata-rata
B 4. Jumlah kehilangan hari kerja akibat Kec. Kerja (Loss Time) 0 2 2.00
(akumulatif jumlah laporan harian) (j) (k) (l)=(j+k)
B 5. Jumlah kehilangan hari kerja akibat Sakit (Loss Time) 0 1 1.00
(akumulatif jumlah laporan harian) (m) (n) (o)=(m+n)

C. KECELAKAAN KERJA s/d s/d


Faktor penyebab terjadinya kecelakaan Bln yl Bln ini Bln ini
C 1. Faktor manusia (Kurang peduli K3L,tdk disiplin,kondisi mental/fisik lemah, dll) 0 1 1 Kasus
C 2. Faktor konstruksi ( salah metode konstruksi, salah penggunaan alat kerja) 0 0 0 Kasus
C 3. Faktor alat kerja (alat kerja tidak berfungsi sebagaimana mestinya ) 0 0 0 Kasus
C 4. Faktor lingkungan kerja (tekanan udara, getaran, bising, licin, gelap, kotor, limbah B3 dll) 0 1 1 Kasus
+ DATA KECELAKAAN DAN KESEHATAN KERJA
C 5. Jumlah faktor penyebab kecelakaan kerja = ( C1 + C2 + C3 + C4 ) 0 2 2 Kasus Lampiran FORM K3L - 08
(a) (b) (c) (Data kecelakaan dan kesehatan kerja bulan ini)
NOMOR : 01 / K3L BULAN : JANUARI
D. KONDISI KORBAN s/d s/d PROYEK : DEPDAGRI HAL : 01 / 01

I. Kondisi korban kecelakaan Bln yl Bln ini Bln ini BAGIAN KONDISI KORBAN (7)
FAKTOR PENYEBAB LOSS TIME
PENYEBAB JENIS TUBUH PERAWATAN
D 1. Luka ringan 0 1 1 Orang NO TANGGAL JAM
LOKASI/
NAMA USIA PEKERJAAN
PERUSAHAAN / URAIAN KECELAKAAN DAN SAKIT
KECELAKAAN CIDERA
JENIS
YANG (5)
TERJADINYANYA
Korban
AREA MANDOR ( Jelaskan secara singkat ) PENYAKIT (3) KECELAKAAN (6) Korban Sakit
(1) (2) CIDERA / Kecelakaan KEC.
D 2. Luka berat 0 1 1 Orang SAKIT (4) KERJA
KES. KERJA
P3K RS 1 2 3 4 LR LB M SR SB M
D 3. Meninggal dunia 0 0 0 Orang
+ 1 02-01-2007 10.30 B 1 Andri 25 Th Tk. Kayu PT. Putra / Pada saat berjalan dilantai B 1, kaki kiri korban F A K X X X 0
D 4. Jumlah kecelakaan Kerja = ( D1 + D2 + D3 ) 0 2 2 Orang Achmad tertusuk paku yang terdapat pada potongan kayu
(a) (b) (c) kaso dan menyebabkan luka tusuk ditelapak
II. Kondisi korban sakit kaki kiri sedalam lebih kurang 1 cm.
D 5. Sakit ringan 0 1 1 Orang
0 1 1 Orang 2 05-01-2007 14.30 Lt.3 Bambang 30 Th Tk. Kayu PT. Putra / Pada saat bekerja dipinggir lantai 3. korban terpele- H F J X X X 2
D 6. Sakit berat
Achmad leset dan jatuh kelantai.2 menyebabkan korban
D 7. Meninggal 0 0 0 Orang
menderita retak tulang.
+
D 8. Jumlah sakit akibat Kerja = ( D5 + D6 + D7 ) 0 0 2 Orang
3 05-01-2007 11.00 Barak Heru 32 Th Tk. Besi Supra Mengalami demam tinggi setelah sehari sebelum - A I X X 1
(d) (e) (f)
nya bekerja memasang besi kolom kolom di lt.3.
E. TINGKAT KEKERAPAN DAN TINGKAT KEPARAHAN SAMPAI DENGAN BULAN INI
4 06-01-2007 10.00 Barak Amir 24 Th Tk. Kayu Andi Mengalami muntah-muntah setelah makan malam B H X X 0
Frequency rate / FR (Tingkat kekerapan)
Jumlah kecelakaan kerja x 1,000,000 ( D2 + D3 ) x 1,000,000
= = 7.26 JUMLAH 2 2 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 2 1
Jumlah jam kerja orang B2. f
(1) PENYEBAB KECELAKAAN : (2) JENIS CIDERA : (3) JENIS PENYAKIT : (4) BAGIAN TUBUH YANG CIDERA / SAKIT (5) PERAWATAN : (7) KONDISI KORBAN :
Severity rate / SR (Tingkat keparahan)
A. Kestroom A. Luka tusuk A. Demam A. Kepala P3K = Petugas K3L KECELAKAAN SAKIT
Jumlah kehilangan hari kerja x 1,000,000 ( B4 l + B5 o ) x 1,000,000 B. Tertabrak B. Luka robek B. Diare B. Mata RS = Rumah Sakit LR = Luka ringan SR = Sakit ringan
= = 21.78 C. Tenggelam C. Luka memar / dalam C. Sakit mata C. Muka / wajah LB = Luka berat SB = Sakit berat
Jumlah jam kerja orang B2. f
D. Terbakar D. Luka bakar D. Typus D. Telinga M = Meninggal M = Meninggal
Tgl. : WIB E. Terbentur E. Luka terputus / terpotong E. Asma E. Leher
Laporan ini dibuat pada hari : Jam :
F. Tertusuk F. Retak tulang F. Sesak napas F. Punggung
G. Tergores G. Patah tulang G. Pusing G. Dada (6) FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN
Mengetahui, Dibuat oleh :
H. Terpeleset / Tersandung H. Terkilir / keseleo H. Maag H. Perut 1. Faktor Manusia ( Kurang peduli K3L,tidak disiplin, kondisi mental/fisik lemah dll)
Project Manager Safety, Health & Environmental Officer I. Terhimpit / Tergencet I. .... I. .. I. Badan 2. Faktor Konstruksi ( Salah metode konstruksi, salah penggunaan alat )
J. Tertimpa / Kejatuhan J. Tangan / jari tangan 3. Faktor Alat Kerja ( Alat kerja tidak berfungsi sebagaimana mestinya )
K. Jatuh dari ketinggian K. Kaki / jari kaki 4. Faktor Lingkungan Kerja ( Tekanan udara, getaran, bising, licin, gelap, kotor, limbah B3 dll)
L. .... L. Organ tubuh bagian dalam
HERRY S RASFIAN S CATATAN : 2. Jika korban mengalami kecelakaan atau sakit, serta memerlukan perawatan dan tidak dapat bekerja maka Kehilangan Hari Kerja harus dihitung,
( contoh : Jika tidak bekerja 1 hari, maka Kehilangan Hari Kerja = 1 hari atau jika 2 hari maka Kehilangan Hari kerja = 2 hari dan seterusnya)
(Nama & Tandatangan) (Nama & Tandatangan) PERHITUNGAN KEHILANGAN HARI KERJA ( LOSS TIME ) SEBAGAI BERIKUT :
1. Kehilangan hari kerja dihitung per orang korban yang diakibatkan karena Kecelakaan atau Sakit dan jika korban mengalami kecelakaan atau sakit 3. Jika korban meninggal, Kehilangan Hari Kerja = 6.000 Hari yang dimaksud korban meninggal dunia adalah korban meninggal saat mengalami
dan memerlukan perawatan tetapi korban dapat langsung bekerja pada hari itu juga maka Kehilangan Hari Kerja = 0 (Nol) kecelakaan atau sakit akibat kerja.
CATATAN : Laporan Bulanan ini dikirimkan kepada SHE O Cabang, paling lambat tanggal 3 setiap bulannya
L A M P I R A N II
LEMBAR OBSERVASI I

TEMPAT KERJA DAN ALAT KERJA

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana


v
untuk keperluan keluar masuk dengan aman

2 Tempat kerja, tangga, lorong, dan gang tempat orang bekerja


v
atau sering dilalui dilengkapi dengan penerangan yang cukup

3 Semua tempat kerja harus mempunyai ventilasi yang cukup v

4 Tidak ada bahan - bahan berserakan di tempat kerja v

5 Peralatan kerja tidak dilempar, diluncurkan, dan dijatuhkan


v
dari tempat tinggi

6 Sisi lantai yang terbuka, lubang di lantai yang terbuka,

atap atau panggung yang dapat dimasuki, sisi tangga yang


v
terbuka, semua galian dan lubang diberi pagar atau tutup

pengaman yang kuat

7 Orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki


v
Tempat kerja

PERANCAH

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Perancah diberi lantai papan yang kuat dan rapat v


NO KETERANGAN YA TIDAK

2 Lantai perancah diberi pagar pengaman bila tingginya


v
lebih dari 2 meter

3 Jalan, jalan sempit dan jalan landasan (runway) harus


v
dari bahan konstruksi yang kuat

4 Perancah tiang kayu yang terdiri dari sejumlah tiang kayu

dan bagian atasnya dipasang gelagar sebagai tempat


v
untuk meletakkan papan perancah diberi palang pada

semua sisinya

5 Perancah tiang kayu menggunakan kayu lurus yang baik v

6 Perancah gantung terdiri dari angker pengaman, kabel

baja penggantung yang kuat dan sangkar gantung dengan #

lantai papan yang dilengkapi pagar pengaman

7 Keamanan perancah gantung diuji tiap hari sebelum digunakan #

8 Perancah gantung yang digerakan dengan mesin mengunakan


#
kabel baja

9 Perancah tupang sudut (outrigger cantilever) atau

perancah tupang siku (jib scaffold) hanya boleh digunakan

oleh tukang kayu, tukang cat, tukang listrik dan tukang v

lainnya yang sejenis dan tidak menggunakan panggung

perancah tersebut untuk menempatkan sejumlah bahan


NO KETERANGAN YA TIDAK

10 Tangga yang digunakan sebagai kaki perancah harus dengan


v
konstruksi yang kuat dengan letak yang sempurna

11 Tidak menggunakan perancah jenis dongkrak tangga


#
(ledder jack) untuk pekerjaan pada permukaan yang tinggi

12 Perancah kuda - kuda hanya boleh digunakan sewaktu


#
bekerja pada permukaan rendah dan jangka waktu pendek

13 Perancah siku dengan penunjang (bracket scaffold)


v
dijangkarkan ke dalam dinding

14 Perancah tupang jendela hanya digunakan untuk pekerjaan

ringan dengan jangka waktu pendek dan hanya untuk melalui #

jendela terbuka dimana perancah jenis tersebut ditempatkan

15 Perancah pada pipa logam terdiri dari kaki, gelagar palang

dan pipa penghubung dengan ikatan yang kuat, dan pemasangan


#
pipa tersebut harus kuat dan dilindungi terhadap karat dan

cacat lainnya.

16 Perancah beroda yang dapat dipindah-pindahkan


v
(mobile scaffold) tidak memutar waktu dipakai

17 Perancah dengan bak (serial basket trucks) tetap stabil


v
dalam semua kedudukan dan semua gerakan
TANGGA

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Tangga yang dapat dipindahkan (portable stepledder)

dan tangga kuda - kuda yang dapat dipindahkan panjangnya


#
tidak lebih dari 6 meter dan pengembangan antara kaki depan

dan kaki belakang harus diperkuat dengan pengaman

2 Tangga bersambung dan tangga mekanik panjangnya


v
tidak lebih dari 15 meter

3 Tangga tetap panjangnya tidak boleh lebih dari 9 meter v

ALAT ANGKAT

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Tegangan maksimum yang terjadi harus lebih kecil dari

tegangan maksimum yang diijinkan dan harus ada

keseimbangan sehingga dapat berfungsi tanpa melalui v

batas pemuaian, pelenturan, getaran, puntiran, dan tanpa

terjadi kerusakan sebelum batas waktunya

2 Setiap kran angkat yang tidak direncanakan untuk

mengangkut muatan kerja maksimum yang diijinkan


v
pada semua posisi yang dapat dicapai mempunyai

petunjuk radius muatan


NO KETERANGAN YA TIDAK

3 Adanya aturan yang melarang orang melintasi daerah


v
lintas keran jalan (travelling crane)

4 Pesawat angkat monoril dilengkapi sakelar pembatas v

5 Tiang derek (gin pales) dijangkarkan dan diperkuat


v
dengan kabel

6 Penggunaan dongkrak pada posisi yang aman sehingga


#
tidak memutar atau pindah tempat

7 Dongkrak dilengkapi dengan peralatan yang dapat


#
mencegah agar tidak melebihi posisi maksimum (over travel)

KABEL BAJA, TAMBANG, RANTAI, DAN PERALATAN BANTU

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Semua tambang, rantai dan peralatan bantunya yang digunakan

untuk mengangkat, menurunkan atau menggantungkan v

diperiksa dan diuji secara berkala

2 Kabel baja tidak membelit, berkarat, putus, dan cacat lainnya v


NO KETERANGAN YA TIDAK

3 Bantalan yang sesuai digunakan untuk mencegah agar

tambang tidak menyentuh permukaan, pinggir atau sudut


#
yang tajam atau sentuhan lainnya yang dapat mengakibatkan

rusaknya tambang tersebut

4 Rantai yang cacat tidak dipergunakan. v

MESIN

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Mesin - mesin yang digunakan dipasang dan dilengkapi


v
dengan alat pengaman

2 Dilakukan pemeriksaan dan perbaikan pada tenggang waktu


v
yang sesuai dengan petunjuk pabriknya

3 Operator mesin terlatih untuk pekerjaannya dan mengetahui


v
peraturan keselamatan kerja untuk mesin tersebut

PERALATAN KONSTRUKSI BANGUNAN

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Alat penembak paku dilengkapi dengan alat pengaman #


NO KETERANGAN YA TIDAK

2 Sebelum meninggalkan bulldozer atau scraper, operator

melakukan tindakan pencegahan yang perlu untuk menjamin #

agar mesin tersebut tidak bergerak

3 Gergaji bundar dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah

bahaya singgung dengan mata gergaji dan alat pencegah


v
bahaya tendangan belakang, serpihan, atau mata gergaji

yang patah

4 Mesin ketam dilengkapi dengan peralatan yang dapat

mengurangi bidang bukan serut yang membahayakan dan #

mengurangi bahaya tendangan belakang

5 Penyimpanan dan pengangkutan alat - alat tajam dilakukan


v
dengan sedemikian rupa agar tidak membahayakan

6 Alat penembak paku menggunakan cartridge dan proyektil


#
yang cocok

7 Operator alat penembak paku berumur sedikitnya 18 tahun


#
dan terlatih

8 Traktor dan truk memuat beban sampai batas yang diizinkan


v
dan dapat dikemudikan dan direm dengan baik

9 Traktor dan truk dikemudikan oleh orang yang terlatih v


BETON

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Setiap ujung mencuat yang membahayakan harus


v
dilengkungkan atau dilindungi

2 Pemetian beton (bekisting) dan penguatnya dapat

memikul atau menahan seluruh beban sampai beton v

menjadi beku

PEKERJAAN LAINNYA

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Bagian konstruksi baja dirakit dahulu sebelum dipasang v

2 Bagian atas dari lantai sumuran tertutup papan atau


#
peralatan lain

3 Pemasangan rangka atap dilakukan dari peralatan perancah


v
dan tenaga kerja telah dilengkapi dengan peralatan pengaman

4 Terdapat lantai kerja sementara yang kuat. #

5 Tenaga kerja tidak bersinggungan langsung dengan bahan


#
pengawet kayu

6 Kayu yang telah diawetkan tidak dibakar di tempat kerja #


NO KETERANGAN YA TIDAK

7 Penggunaan asbes hanya digunakan apabila bahan yang


#
kurang berbahaya tidak tersedia

8 Tenaga kerja yang bekerja di atap dilengkapi dengan


v
alat pelindung diri yang sesuai

9 Juru las dan tenaga kerja lainnya terlindung terhadap


v
serpihan bunga api, uap radiasi, dan sinar berbahaya lainnya

ALAT PELINDUNG DIRI

NO KETERANGAN YA TIDAK

1 Jenis APD yang digunakan pekerja sesuai dengan sifat


v
pekerjaan yang dilakukan

2 Jumlah APD cukup untuk semua pekerja. v

3 APD yang digunakan memenuhi persyaratan keselamatan


v
dan kesehatan kerja

4 Tersedia APD untuk orang lain selain pekerja yang


v
memasuki tempat kerja

5 Tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja


v
memakai APD yang telah ditetapkan
Keterangan :

1. Tanda (v) pada kolom YA menandakan bahwa hasil observasi sesuai dengan isi

Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan.

2. Tanda (v) pada kolom TIDAK menandakan bahwa hasil observasi tidak sesuai

dengan isi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan.

3. Tanda (#) pada kolom TIDAK menandakan bahwa jenis kegiatan, mesin, material,

dan peralatan yang tertulis pada Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada

konstruksi bangunan tidak terdapat di lokasi proyek karena tidak diperlukan.


LEMBAR OBSERVASI II

1. Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi

1.1.1 Bahan berserakan

1.1.2 Daerah lintas keran jalan


1.1.3 APD tidak dikenakan

1.1.4 Ujung besi mencuat


2. Komunikasi

2.1 Transmisi

2.1.1 SHE talk


2.1.2 SHE meeting

2.1.3 Rambu peringatan


3. Disposisi

3.1 Komitmen

3.1.1 Tidak ikut SHE talk

3.1.2 Tidak memakai APD


4. Sumber Daya

4.1 Staf

4.1.1 SIO operator alimak

4.1.2 Jumlah staf HSE masih kurang

4.2 Wewenang

4.2.1 HSE pusat memberi perintah ke HSE proyek


4.2.2 HSE proyek memberi perintah ke pekerja

4.3 Fasilitas

4.3.1 Kotak P3K

4.3.2 Safety net


4.3.3 APAR

5. Struktur Birokrasi

5.1 SOP

5.1.1 Program kerja HSE


5.1.2 Penggunaan APD

5.1.3 Deklarasi kesadaran K3L

5.1.4 Safety Instruction lift alimak


5.1.5 Pedoman K3 konstruksi
L A M P I R A N III
TRANSMISI

No Informan Jawaban
Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
1 HSE Pusat Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt
pertolongan pertama, evakuasi
Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
2 HSE Proyek Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt
pertolongan pertama, evakuasi
Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
3 Quality Control Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt
pertolongan pertama, evakuasi
SHE talk tiap Jumat, pemasangan rambu, induction
4 House Keeping
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Jumat pagi SHE talk, buat mandor SHE meeting, induction
5 Besi Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dari mandor gak dapat pelatihan K3
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
6 Cor Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dari mandor gak dapat pelatihan K3
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
7 Kayu Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dari mandor gak dapat pelatihan K3
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
8 Operator Alimak Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dapatnya tentang alat pengaman dan beban maksimal
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
Operator Tower
9 Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Crane
Dari mandor dikasih tahu alat pengaman dan beban maksimal
KEJELASAN

No Informan Jawaban
Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
1 HSE Pusat HSE pasti mengerti isi peraturan tersebut karena HSE wajib
ikut training dan ada tesnya kalau mau lulus.
Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
2 HSE Proyek Kalau mau kerja jadi HSE disini harus ikut pelatihan.
Kalau tidak mengerti tidak mungkin kerja disini sekarang.
Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
3 Quality Control Saya dan karyawan kontraktor lainnya sudah tahu
Permenakertrans No.1 / 1980.
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
4 House Keeping
SHE talk saya mengerti
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
5 Besi
SHE talk ada yang ngerti ada yang gak ngerti
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
6 Cor
SHE talk saya mengerti tapi jarang datang
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
7 Kayu
SHE talk ada yang ngerti ada yang gak ngerti
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
8 Operator Alimak
SHE talk saya mengerti
Operator Tower Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
9
Crane
SHE talk saya mengerti
KONSISTENSI

No Informan Jawaban
Kami ada audit untuk memastikan kegiatan di proyek tidak
1 HSE Pusat
melanggar UU salah satunya Permenakertrans No.1 / 1980
Pelaksanaan peraturan pemerintah terkait dengan K3 sudah
2 HSE Proyek semua dijalankan. Permenakertrans No.1 / 1980 pasti konsisten
Antara peraturan dan pelaksanaan disini.
Saya sudah cek isi peraturan dengan materi pelatihan K3
3 Quality Control
yang ditujukan untuk karyawan kontraktor. Isinya sudah sama.
4 House Keeping -
5 Besi -
6 Cor -
7 Kayu -
8 Operator Alimak -
Operator Tower -
9
Crane
KOMITMEN

No Informan Jawaban
Kalau dari PP semuanya sudah komitmen dengan peraturan yang
ada. Selain itu ada evaluasi dari pusat.
1 HSE Pusat
Selama saya inspeksi saya rasa komitmen pekerja masih kurang
karena selalu ada pekerja yang ketahuan gak pake APD.
Sudah gak kehitung berapa kali harus negur pekerja. Mulai dari
gak pake APD sampai gak ikut SHE talk. Tapi banyak juga
2 HSE Proyek yang masih taat dengan peraturan K3.
Kalau dari PP semuanya sudah komitmen dengan peraturan yang
ada. Selain itu ada evaluasi dari pusat.
Kalau dari PP sudah bagus tapi kalau dari pihak pekerja masih
3 Quality Control
kurang. Banyak yang telat atau gak datang waktu SHE talk.
Kalau sudah disini K3 harus dilakukan.
4 House Keeping
Pekerja selain saya suka gak melakukan K3.
K3 itu penting supaya gak kenapa - kenapa.
5 Besi
Kalau sudah kelamaan kerja helm saya copot soalnya panas.
K3 itu penting supaya gak kena kecelakaan kerja.
6 Cor Saya jarang datang SHE talk soalnya yang diomongin gitu - gitu
aja. Yang penting kerjaan saya beres.
K3 itu penting supaya gak kenapa - kenapa waktu kerja.
7 Kayu
Banyak yang malas pake APD dan gak ikut SHE talk.
K3 itu penting. Kalau ada kecelakaan kerja bisa ganggu
8 Operator Alimak pekerjaan lain di proyek.
Masih banyak pekerja yang bandel gak pake APD.
K3 itu penting. Kalau operator TC kena kecelakaan kerja yang
Operator Tower lain bisa gak kerja soalnya TC yang ngangkut material ke atas.
9
Crane Operator TC jarang pake helm waktu mengoperasikan mesin.
Kalau yang lain masih suka bandel gak ikut SHE talk.
INSENTIF

No Informan Jawaban
Proyek yang HSEnya terbaik dapat reward dari pusat dan
dinikmati semua karyawan PP disana. Bonusnya bisa berupa
uang atau makanan.
HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan
patroli setiap hari. Waktu patroli keliatan siapa saja yang patuh dan
1 HSE Pusat tidak patuh dengan peraturan K3.
Waktu SHE talk pekerja yang taat K3 kami kasih duit atau kue.
Bisa sebulan atau 3 minggu sekali. Orangnya bisa 3 orang lebih.
Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3.
pekerja yang tidak taat K3 kami beri SP sampai 2X kalau masih
diteruskan bisa dikeluarkan. Selama ini belum ada yang dikeluarkan.
Pusat menilai mana proyek yang HSEnya dianggap yang terbaik
lalu proyek tersebut karyawan kontraktornya mendapat hadiah
dari pusat bisa berupa uang atau makanan.
Kami mengisi form SHE talk. Disitu kami mencatat siapa pekerja
yang absen. Selain itu setaip hari kami patroli. Waktu patroli keliatan
siapa yang taat dan tidak taat dengan peraturan K3.
2 HSE Proyek
Pekerja di proyek yang kami anggap sudah melaksanakan K3
dengan baik akan diberikan hadiah, makanan, atau uang.
Diberikan saat SHE talk bisa 2 atau 3 orang.
Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3.
Pekerja yang tidak taat akan diberikan SP 2X bila masih melanggar
bisa dikeluarkan. Selama ini belum ada yang dikeluarkan.
Pusat menilai mana proyek yang HSEnya dianggap yang terbaik
Proyek itu nanti akan mendapat hadiah dari pusat.
HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan
patroli setiap hari untuk melihat pekerja yang taat dan melanggar
peraturan K3.
3 Quality Control
Biasanya setiap bulan pas lagi SHE talk ada beberapa perwakilan
pekerja yang dikasih hadiah karena taat dengan aturan HSE.
Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3.
Harusnya diberi SP sampai 2X terus kalau masih melanggar
pekerja tersebut bisa dikeluarkan. Disini cukup ditegur saja.
No Informan Jawaban
Hadiah ada biasanya dikasih waktu SHE talk. Tapi gak tentu
dikasihnya. Bisa 2 atau 3 orang. Bisa dikasih uang atau kue.
4 House Keeping Bagus kalau ada hadiahnya.
Disini biasanya cuma ditegur. Belum ada yang dikeluarin. Disini
masih mending. Di tempat kerja saya dulu bisa gak dikasih honor.
Kadang dikasih duit atau kue. Waktu SHE talk tapi gak tentu.
5 Besi Ya lumayan. Bagus
Disini ditegur doank sama HSE. Belum ada yang dikeluarin.
Ada duit atau bingkisan. Waktu SHE talk bisa 2 atau 3 minggu
6 Cor Seneng. Lumayan
Biasanya cuma ditegur HSE. Belum pernah ada yang keluar.
Bisa dikasih uang atau bingkisan. Waktu SHE talk tapi gak tentu.
7 Kayu Bagus sih. Senang juga kalau dikasih hadiah.
Biasanya cuma ditegur HSE. Belum pernah ada yang keluar.
Bisa dikasih duit atau kue tapi gak tiap minggu. Bisa 2 atau 3 orang.
8 Operator Alimak Senang juga kalau dikasih hadiah.
HSE kasih peringatan. Belum ada yang dikeluarin.
Kadang dikasih duit atau kue tapi gak tentu tiap minggu.
Operator Tower
9 Baguslah bisa memotivasi.
Crane
Ditegur sama HSE. Belum ada yang dikeluarin.
STAF

No Informan Jawaban
Umur 18+ bukti fotocopy KTP. Operator alimak dan TC punya SIO.
Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus.
pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA.
1 HSE Pusat Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum
Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3.
Menurut saya sudah cukup2 orang untuk tiap gedung. Tapi harus
Diakui kerja mereka sibuk karena harus mengawasi semua pekerja.
Umur 18+ bukti fotokopi KTP. Operator alimak dan TC punya SIO.
Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus.
pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA.
2 HSE Proyek
Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum
Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3.
Staf HSE ada 4. 2 orang untuk tiap gedung. Tidak semua pekerja
bisa terpantau makanya harus keliling terus naik turun.
Umur 18+ bukti fotocopy KTP. Operator alimak dan TC punya SIO.
Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus.
pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA.
3 Quality Control Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum
Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3.
Orang QC semua mengerti safety engineering dan safety device.
Permenaker K3 sudah dijamin terpenuhi dari aspek engineering.
Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction.
4 House Keeping
Pertama datang sudah tahu tugas pekerja house keeping bagaimana.
Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction.
5 Besi
Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya pekerja besi.
Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction.
6 Cor
Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya pekerja cor.
Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction.
7 Kayu Pertama datang belum tahu tugas - tugasnya pekerja kayu. Lihat dan
minta diajarin sesama rekan pekerja kayu nanti juga mengerti.
Pertama datang fotokopi KTP dan SIO. Diberi induction.
8 Operator Alimak
Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya operator alimak.
Operator Tower Pertama datang fotokopi KTP dan SIO. Diberi induction.
9
Crane Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya operator TC.
INFORMASI

No Informan Jawaban
Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 dijalankan dengan
baik. Kalau hanya 1-2 kecelakaan kerja berarti orangnya yang tidak
dengan K3. Kalau disebabkan karena teknis mesin dan peralatan
1 HSE Pusat berarti kesalahan di pihak kami. Tapi selama ini belum pernah.
Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga inspeksi ke proyek, ada
dokumentasi kegiatan. SHE meeting dan SHE talk tiap minggu,
laporan HSE proyek
Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 dijalankan dengan
baik. Kalau banyak berarti ada masalah dengan pelaksanaan K3.
Selama ini kecelakaan kerja murni karena faktor pekerja bukan
2 HSE Proyek
dari faktor teknis. Berarti pekerjanya yang tidak mematuhi aturan K3.
Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga kasih laporan ke pusat,
dokumentasi kegiatan, SHE meeting dan SHE talk tiap minggu,
Pusat juga inspeksi ke proyek.
Dari laporan kecelakaan bisa terlihat jumlah dan faktor penyebab.
QC lebih melihat apakah disebabkan karena faktor teknis mesin
peralatan atau bukan. Sejauh ini kecelakaan kerja selalu disebabkan
3 Quality Control karena faktor manusianya.
Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga buat laporan ke pusat,
dokumentasi kegiatan, SHE meeting dan SHE talk tiap minggu,
Pusat juga inspeksi ke proyek.
Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
4 House Keeping
kerapihan dan APD.
Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
5 Besi
kerapihan dan APD. Cara kerja yang aman belum diajarkan.
Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
6 Cor
kerapihan dan APD. Cara kerja yang benar belum diajarkan.
Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
7 Kayu
kerapihan dan APD. Cara kerja yang benar belum diajarkan.
Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
8 Operator Alimak
kerapihan dan APD. Ketentuan teknis sudah diajarkan subkontraktor.
Operator Tower Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
9
Crane kerapihan dan APD. Ketentuan teknis sudah diajarkan subkontraktor.
WEWENANG

No Informan Jawaban
Membuat peraturan yang harus dipatuhi pekerja maupun karyawan
PP agar peraturan permenaker K3 konstruksi bisa dilaksanakan
dengan baik.
1 HSE Pusat
Memberhentikan pekerja atau pekerjaan yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja baik bagi pekerja itu sendiri maupun
pekerja lain di sekitarnya bila terlihat langsung di mata saya.
Membuat peraturan yang harus dipatuhi pekerja maupun karyawan
PP agar peraturan permenaker K3 konstruksi bisa dilaksanakan
dengan baik. Bedanya sama pusat, kami tinggal menjalankan yang
2 HSE Proyek
sudah dibuat pusat. Tinggal menyesuaikan dengan di proyek saja.
Memberhentikan pekerja atau pekerjaan yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja baik bagi pekerja itu sendiri maupun
pekerja lain yang terlibat di dalamnya.
Memastikan mesin, peralatan, dan bahan yang akan digunakan
sudah memenuhi standar keamanan.
3 Quality Control
Saya juga bisa menegur pekerja yang kerjanya sembarangan dan
melanggar aturan K3.
Sesama house keeping saling mengingatkan. Kalau pekerja lain
tidak tahu pekerjaannya jadi saya diamkan.
4 House Keeping
Biasanya HSE yang menegur pekerja. Sesama pekerja suka merasa
tidak enak.
Kalau ada pekerja yang tidak taat K3 biasanya diam saja.
5 Besi
Semua disini sibuk jadi tidak ngurusin pekerjaan yang lain.
Kalau ada pekerja yang tidak pake helm yang lain diam saja.
6 Cor
Sibuk banyak kerjaan. Pekerja lain juga sibuk sama pekerjaannya.
HSE saja yang menegur. Tidak enak kalau pekerja yang tegur.
7 Kayu
Pekerja disini punya kerjaan sendiri jadi gak ngurusin yang lain.
Diam saja kalau ada pekerja yang melanggar aturan K3.
8 Operator Alimak
Pekerja juga bisa menegur tapi merasa tidak enak.
Operator Tower Diam saja kalau ada pekerja yang melanggar aturan K3.
9
Crane HSE saja yang menegur. Tidak enak kalau pekerja yang tegur.
FASILITAS

No Informan Jawaban
Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua
karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net
sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body
harness sudah ada.
1 HSE Pusat Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua
pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu
tergantung jenis proyeknya.
APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan
kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah.
Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua
karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net
sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body
harness sudah ada.
2 HSE Proyek Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua
pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu
tergantung jenis proyeknya.
APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan
kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah.
Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua
karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net
sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body
harness sudah ada.
3 Quality Control Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua
pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu
tergantung jenis proyeknya.
APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan
kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah.
No Informan Jawaban
House keeping langsung dibawah PP jadi APD disediakan.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
peringatan, safety belt, safety net.
4 House Keeping
Pekerja yang tidak pake APD biasanya malas atau hilang
Saya gak pake full body harnesstapi ribet kayaknya jadi pekerja
lebih suka pake safety belt.
PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi
kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
5 Besi
peringatan, safety belt, safety net.
Helm biasanya dilepas karena gerah kalau kelamaan dipakai.
Body harness ribet jadi pake safety belt saja.
PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi
kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
6 Cor
peringatan, safety belt, safety net.
Risih pake helm terus, panas.
Body harness ribet jadi pake safety belt sudah cukup.
PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi
kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE.
Mandor juga kasih uang 10 ribu buat beli sarung tangan.
7 Kayu Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
peringatan, safety belt, safety net.
Pekerjanya yang malas pake APD.
Body harness ribet jadi pake safety belt sudah cukup.
Operator alimak cuma 4 jadi APD dari PP semua.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
8 Operator Alimak
peringatan, safety belt, safety net.
Pekerjanya yang malas pake APD.
Operator TC cuma 4 jadi APD dari PP semua.
Operator Tower Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
9
Crane peringatan, safety belt, safety net.
Rasanya risih kalau pake helm seharian.
ANGGARAN

No Informan Jawaban
Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Besarannya
tidak bisa kami beberkan.
1 HSE Pusat
Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun
pekerja, pembuatan rambu, APAR , APD, safety net
Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah
pastinya saya lupa bisa mencapai puluhan juta. Itu sudah diatur
2 HSE Proyek pusat.
Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan pekerja, penyediaan
APAR, APD, rambu peringatan, safety net
Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah
pastinya saya tidak tahu. Ada mungkin puluhan juta.
3 Quality Control
Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan pekerja, penyediaan
APAR, APD, rambu peringatan, safety net.
4 House Keeping Anggaran saya gak tahu. Tanya mandor saja.
5 Besi Saya gak tahu masalah anggaran.
6 Cor Saya gak tahu masalah anggaran.
7 Kayu Soal anggaran saya gak tahu. Tanya mandor saja.
8 Operator Alimak Saya gak tahu masalah anggaran.

9 Operator Tower
Crane Saya gak tahu masalah anggaran.
SOP

No Informan Jawaban
SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat.
Pekerja yang sudah pengalaman biasanya lebih mengerti.
SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Checklist
mesin dan peralatan sebulan sekali. Itu yang tahu bagian operasional
1 HSE Pusat
quality control juga termasuk.
SOP untuk jam kerja sudah ada. Masuk jam 8 istirahat jam 12
pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai
jam 10 malam.
SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat.
Proyek tinggal menjalankan.
SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Bahan dan
alat sudah ada kontrol kualitas. Penyimpanannya juga diatur.
2 HSE Proyek
SOP untuk jam kerja sudah ada. Masuk jam 8 istirahat jam 12
pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai
jam 10 malam.
Sosialisasi K3 ke pekerja juga sudah diatur.
SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat.
Proyek tinggal menjalankan.
3 Quality Control SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Checklist
mesin dan peralatan sebulan sekali. Mesin dan peralatan sebelum
dipakai harus aman.
Prosedur kerja gak ada. Pokoknya tinggal bersih - bersih saja.
4 House Keeping Jam kerja tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau
Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai jam 10 malam.
No Informan Jawaban
Prosedur kerja gak ada. Nunggu disuruh mandor baru mulai kerja.
5 Besi Jam kerja saya sudah tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 pulang
Jam 5. Habis maghrib ada lembur buat yang mau.
Standar pekerjaan gak ada. Kami kerja mengikuti perintah mandor.
Jam kerja saya tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 sampai jam 1
6 Cor
pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai
jam 10 malam.
Prosedur kerja gak ada. Tinggal ngikutin pekerja lainnya.
Jam kerja saya tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 sampai jam 1
7 Kayu
pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai
jam 10 malam.
Ada safety instruction dipasang di dalam. Dari subkon dikasih tahu.
Operator alimak beda - beda jam kerjanya. Hari ini giliran saya
8 Operator Alimak
selesai istirahat. Nanti malam gantian tempat sama operator yang
lain. Besok saya masuk pagi.
Mengoperasikan mesin saya mengerti. Prosedur kerja ada.
Operator Tower
9 Sebulan sekali ada checklist. Jam kerjanya juga sudah dijadwal.
Crane
Kalau operator TC ada shift pagi sama shift malam.
FRAGMENTASI

No Informan Jawaban
HSE pusat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan K3 di semua
proyek. Di proyek sudah ada tim HSE sendiri.
HSE proyek perpanjangan tangan dari HSE pusat. Secara struktur
organisasi di proyek berada di bawah pimpinan proyek. Namun dia
1 HSE Pusat
wajib memberikan laporan pelaksanaan K3 ke saya.
Pekerja di proyek bertanggung jawab kepada HSE di proyek.
Sebenarnya mereka di bawah mandor tapi terkait K3 urusannya
langsung ke HSE.
Saya bertanggung jawab ke pimpinan proyek sama HSE pusat.
K3 di proyek tanggung jawab saya.
Semua pekerja di proyek bertanggung jawab ke saya. Kalau ada
2 HSE Proyek sesuatu saya langsung turun tangan gak perlu lewat mandor tapi
saya tetap bilang ke mandor karena dia yang bawa pekerja kesini.
Terkait keamanan mesin dan peralatan tinggal koordinasi saja sama
quality control tapi tetap itu tanggung jawab saya.
Tanggung jawab saya disini memastikan semua bahan, mesin, dan
peralatan sudah aman sebelum digunakan.
3 Quality Control Secara struktur organisasi di bawah pimpinan proyek. Saya juga
koordinasi sama HSE.
Pelaksanaan K3 di proyek tanggung jawab HSE proyek.
4 House Keeping Pekerja bertanggung jawab kepada HSE proyek terkait K3.
Terkait K3 HSE yang memimpin. Mandor bilang selama kerja
5 Besi
di proyek ikutin saja apa maunya orang HSE.
Terkait K3 HSE yang memimpin. Mandor bilang selama kerja
6 Cor di proyek ikutin saja apa maunya orang HSE.
Pekerja lain kalau terkait K3 saya rasa dipimpin HSE juga.
Kalau urusan K3 semua pekerja harus nurut orang HSE.
7 Kayu
Saya bertanggung jawab ke mandor. Tapi urusan K3 kita ikut HSE.
8 Operator Alimak Urusan K3 dipegang HSE. Pekerja lain juga sama.
Operator Tower Urusan K3 dipegang HSE. Pekerja lain juga sama.
9
Crane

You might also like