Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Profil Darah dan Nilai Hematologi Domba Lokal yang Dipelihara di

Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi

(Blood profil and hematological status of local sheep under the gunung walat education
forest area Sukabumi)

D.A. Astuti1, D.R. Ekastuti2, Y. Sugiarti2, dan Marwah2


1
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
2
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT Gunung Walat Education Forest was (6.62 0.54) g/100ml, PCV of lamb was
(HPGW) is one of special forest which integrated (28.10 7.21) % and ewes was (26.80 3.42) %,
with farm system (Agrosilvopastural). This forest is MCV of lamb was (32.68 1,23) fl and ewes was
heterogenous which dominated with agathis, damar (50.91 1.53) fl, MCH of lamb was (10.82 0.47)
and pinus trees. To support the farming system is pg and ewes was (12.93 0.29) pg, MCHC of lamb
needed basic data haematology and blood profil of was (27,53 4.70)% and for ewes was (25.54
sheep that lived in HPGW. This research was aimed 1.57) %. There were no significant difference on
to evaluate haematological values covering Red haematological values before and after feeding time
Blood Cell, haemoglobin, Packed Cell Volume, except for Packed Cell Volume (P< 0.05). The
MCV, MCH, MCHC and blood nutrient profil of clinical result showed that lambs was suffering
lambs and ewes fed with mixed grass which is normocytic hypochromic anaemia and adults was
grow surrounding HPGW. Evaluation were done on suffering macrocytic hypochromic anaemia.
5 productive ewes and 5 male lambs 5-6 month Glucose level and total blood protein were at
ages, before and after eating time. The result normal level while blood triglyseride concentration
showed that RBC of the lamb was (7.57 0.40) x was lower than normal ewes concentration.
106/mm3 and for ewes was (5.71 0.05) x 106/mm3.
Hb of lamb was (7.21 0.27) g/100ml and for ewes

Key words: HPGW, haematology, lamb, ewes


2008 Agripet : Vol (8) No. 2: 1-8

PENDAHULUAN1 khususnya dengan penyediaan bahan pangan


asal hewan. Salah satu upaya peningkatan
Sampai saat ini tingkat konsumsi
tersebut adalah menciptakan peternakan yang
protein hewani masyarakat Indonesia masih
dapat mensuplai kebutuhan masyarakat akan
sangat rendah yaitu sekitar 6 gram/kapita/
protein hewani. Salah satu alternatif untuk
tahun. Sementara rata-rata konsumsi protein
mengembangkan usaha peternakan adalah
hewani penduduk dunia telah mencapai 26
pemanfaatan lahan hutan sebagai tempat
gram/kapita/tahun (Han, 1999 dalam Rusfidra,
beternak. Model contoh peternakan yang berin-
2005). Rendahnya konsumsi protein hewani
tegrasi di kawasan hutan adalah peternakan
asal ternak telah berdampak terhadap tingkat
tradisional yang berada di kawasan Hutan
kualitas hidup dan tingkat kecerdasan masya-
Pendidikan Gunung Walat (HPGW),
rakat. Sebagaimana tergambar pada peringkat
Sukabumi.
Indeks Pembangunan Manusia (HDI) tahun
Sisitem pertanian terpadu yang sedang
2004, Indonesia berada pada peringkat ke-111
dikembangkan sudah masuk ke lingkungan
di antara 177 negara di dunia. Rendahnya
hutan. Pemikiran yang pada awalnya mengang-
indeks HDI berdampak terhadap daya saing
gap kehadiran hewan sebagai sumber bencana
sumber daya manusia (SDM) negara Indonesia
harus dirubah. Hewan yang pada mulanya
di dunia (Rusfidra, 2005).
dianggap sebagai perusak hutan namun sesung-
Untuk mengatasi permasalahan terse-
guhnya kehadiran hewan di hutan akan terjadi
but maka harus ada upaya-upaya perbaikan
suatu interaksi yang saling menguntungkan.
Salah satu model peternakan yang dipadukan
Corresponding author: dewiapriastuti@yahoo.com

Agripet Vol 8, No. 2, Oktober 2008


1
dengan lingkungan hutan adalah peternakan MATERI DAN METODE
domba di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Tempat dan Waktu Penelitian
(HPGW), Sukabumi. Domba merupakan alter-
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan
natif pilihan untuk dikembang-kan di hutan,
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi dan
mengingat budidaya domba cukup mudah,
pengambilan sampel dilakukan pada domba
memiliki kemampuan melahirkan anak banyak
rakyat. Analisis darah dilaksanakan di labora-
(>1) dan sesuai dengan kondisi klimat tropis
torium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan
negara Indonesia (Udo, 2002).
Institut Pertanian Bogor.
Permasalahan yang terjadi di hutan
tropis HPGW ini adalah domba lokal yang
Materi Penelitian
selama ini dipelihara di sekitar HPGW dengan
Dalam penelitian ini digunakan
mengkonsumsi rumput lapang (mix grass) di
sepuluh ekor domba lokal yang terdiri dari
kawasan tersebut menunjukkan tingkat
lima ekor domba anakan jantan berumur 5-6
kematian anak yang cukup tinggi yaitu 18%
bulan dan lima ekor induk betina produktif
dan kegagalan reproduksi sebesar 18,75%
(rataan BH 25 kg), yang mewakili kepe-
(Astuti dan Suprayogi, 2005). Hal ini
milikan setiap peternak. Pakan berupa rumput
kemungkinan disebabkan oleh pengaruh
lingkungan (kondisi klimat) baik secara lapang diberikan sebanyak 2 kg/ekor/hari
langsung maupun tidak langsung. Kuantitas mengikuti pola pemeliharaan yang ada,
dan kualitas pakan yang rendah disebabkan sedangkan air minum tak terbatas (ad libitum).
Domba dipelihara di kandang model tertutup
hijauan alam yang tumbuh di bawah naungan
hutan yang lebat kurang mendapat sinar (kandang dalam ruangan).
matahari. Hal ini merupakan salah satu faktor Bahan yang digunakan dalam pene-
litian ini adalah darah sampel, anti koagulan
lingkungan yang secara tidak langsung
Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA),
mempengaruhi produksi dan reproduksi domba
pengencer Hayem, HCl 0,1 N, dan KIT untuk
di HPGW. Rendahnya kualitas pakan diduga
menyebabkan kurangnya nutrien yang dapat analisis nutrien darah. Sementara alat-alat yang
diserap oleh tubuh ternak sehingga kadarnya digunakan adalah spoit (disposible syringe)
dalam darah menjadi rendah. ukuran 5 ml, botol ependorf sebagai tempat
sampel darah, kamar hitung, mikroskop
Dari hasil evaluasi pemantauan selama
elektrik, pipet eritrosit, mikrokapiler, cresta-
masa berlangsung satu tahun, di peternakan
tradisionil HPGW telah terjadi kematian anak seal, mikrosentrifuse, microcapillary hema-
yang cukup tinggi yaitu mencapai 18,75 % dari tocrit reader, tabung Sahli, hemoglobinometer
Sahli, pipet tetes dan spektrofotometri.
total anak yang lahir sepanjang tahun
pengamatan, baik kematian saat lahir maupun
setelah umur lepas sapih (Astuti dan Metode Penelitian
Suprayogi, 2005). Menurut Marwah (2006) Pengambilan Darah
domba-domba di HPGW juga mengalami Darah diambil dari vena jugularis
penurunan bobot hidup, hal ini disebabkan domba sebelum diberi pakan dan 2 jam setelah
protein dan energi yang terdapat dalam tubuh makan. Sebelumnya daerah jugularis tepatnya
domba hanya mencukupi untuk hidup pokok 1/3 atas leher didesinfeksi dengan alkohol dan
saja dan tidak mencukupi untuk tumbuh dan dilakukan pencukuran rambut. Selanjutnya
dilakukan pembendungan dan pengambilan
berproduksi. Kebutuhan protein kasar sebesar
darah. Darah diambil sebanyak 2 ml dengan
14 % dalam ransum untuk domba produksi
belum terpenihi secara optimal. syringe berukuran 5 ml dan langsung dima-
Gambaran darah ternak merupakan sukkan ke dalam botol yang telah diberi
salah satu indikator penentu kondisi fisiologis antikoagulan EDTA. Kemudian botol tersebut
dimasukkan ke dalam termos yang berisi es
ternak. Penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi nilai-nilai hematologi ternak untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium
domba yang dipelihara di HPGW. untuk dianalisa. Selanjutnya domba yang telah
diambil darahnya diberi makan. Dua dan empat
jam kemudian darah diambil lagi sebanyak dan
cara yang sama seperti sebelumnya. Sampel

Profil Darah dan Nilai Hematologi Domba Lokal yang Dipelihara di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi (Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. et al)
2
darah dibagi menjadi dua yaitu untuk analisis kelembaban dan suhu lingkungan berkisar
hematologi dan sisanya berupa plasma untuk antara 98,96 6,31 % rel dan 22,27 1,65 oC.
analisis nutrien darah. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan
Nilai-nilai hematologi yang diamati sore hari berupa rumput lapang sebanyak 2
meliputi jumlah eritrosit, hemoglobin, hema- kg/ekor/hari dan pemberian air minum ad
tokrit, Mean Corpuscular Volume/MCV (nilai libitum. Sebelum dilakukan pengamatan
rata-rata volum satu butir eritrosit), Mean contoh rumput dianalisis proksimat. Adapun
Corpuscular Hemoglobin/MCH (nilai rata-rata kualitas rumput yang tumbuh di HPGW
berat hemoglobin dalam satu butir eritrosit) mengandung protein kasar 7,39 %; lemak 1,27
dan Mean Corpuscular Haemoglobin % dan energi (GE) 2,59 Mkal/kg.
Concentration/MCHC (rata-rata konsentrasi
hemoglobin di dalam satu butir eritrosit). Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis secara
Analisa Darah RAL pola faktorial menggunakan SPSS dan
a. Hematologi data nutrien darah dianalisis secara deskriptif,
Penghitungan jumlah eritrosit, penen- kemudian ditampilkan dalam perbandingan
tuan nilai hematokrit, pengukuran kadar hemo- antara hematologi anak dan induk domba juga
globin (Hb) dilakukan berdasarkan metoda sebelum dan setelah makan.
Sahli yang diuraikan Sastradipraja et al. (1989)
Penghitungan MCV, MCH dan MCHC HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan rumus standar dalam Swenson
Jumlah eritrosit, Hb dan hematokrit
(1993) yaitu:
tertera pada Tabel 1. Jumlah eritrosit dan Hb
saat sebelum dan setelah makan tidak berbeda
MCV = PCV x 10 MCH = Hb x 10 MCHC = Hb x 100 nyata, demikian pula dengan pengaruh perbe-
BDM/mm3 BDM/mm3 PCV daan umur yang menghasilkan data sama. Hal
Satuan: MCV = fl/femto liter, MCH = pg/pico gram, MCHC = % ini menunjukkan bahwa ternak dengan kondisi
kekurangan nutrien masih dapat memper-
b. Nutrien Darah tahankan jumlah eritrosit dan Hb-nya melalui
Sampel darah yang telah diperoleh mekanisme homeostasis, walaupun jika diban-
disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan dingkan dengan domba sehat, data tersebut
3000 rpm untuk diambil plasma. Plasma yang lebih rendah. Haemoglobin yang dominan
telah diperoleh dianalisis kadar trigliserida, tersusun dari senyawa protein (globin), berasal
glukosa dan protein total dengan menggunakan dari protein asupan pakan dan disintesa dalam
alat microlab 300 berdasarkan reaksi enzimatik tubuh domba. Bila tubuh kekurangan asupan
dengan metoda KIT (merk. DyaSis). protein, haemoglobin dapat disintesa dari ca-
Untuk menunjang parameter klimat dangan protein tubuh. Kondisi asupan protein
dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban ransum domba di HPGW yang rendah menga-
kandang pada waktu pagi, siang dan sore. Data bibatkan terjadinya degradasi cadangan protein

Tabel 1. Jumlah eritrosit, haemoglobin dan hematokrit pada anak dan induk domba di HPGW, Sukabumi
Jumlah Eritrosit (x 106/mm3)
Jenis Domba Sebelum makan Setelah makan Rata-rata Normal*
Anak 7.85 2.69 7.29 2.48 7.57 0.40 10.0 - 11.9
Induk 5.74 1.33 5.67 2.45 5.71 0.05 9.0 - 11.1
Rata-rata 6.80 1,49 6.48 1.15

Kadar Hemoglobin (g/100ml)


Anak 7.40 1.02 7.02 0.62 7.21 0.27 13.4 14.2
Induk 7.00 0.68 6.24 0.26 6.62 0.54 11.6 13.0
Rata-rata 7.20 0,28 6.63 0.55

Nilai Hematokrit (%)


Anak 33.20a 11.93 23.00b 3,58 28.10 7.21 36.0 39.0
Induk 29.22a 4.29 24.38b 5.61 26.80 3.42 32.0 37.0
Rata-rata 31.21 2,81 23.69 0.98
*: Harbutt dalam Sheriff dan Habel (1976)
Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P< 0.05)

Agripet Vol 8, No. 2, Oktober 2008


3
tubuh untuk pembentukan haemoglobin, Dilihat dari indeks eritrosit maka nilai
akibatnya hewan tampak menjadi kurus. Kadar MCV yang berbeda antara anak dan induk
hemoglobin normal pada domba anak adalah menggambarkan kondisi yang berbeda antara
13,4 sampai 14,2 g/100ml dan induk 11,6 keduanya. Menurut Schalm (1965) anemia
sampai 13,0 g/100ml. Jumlah eritrosit normal dapat diklasifikasikan berdasarkan MCV dan
pada domba anak berkisar 10,0 sampai 11,9 x MCHC. Berdasarkan nilai MCV dan MCHC
106/mm3 sedangkan pada induk 9,0 sampai tersebut maka domba anak menderita anemia
11,1 x 106/mm3. (Harbutt dalam Sheriff dan normocytic hypochromic sedangkan induk
Habel, 1976). mengalami anemia macrocytic hypochromic.
Nilai hematokrit sebelum dan setelah Yang dimaksud dengan anemia normocytic
makan berbeda nyata (P< 0.05). Setelah makan hypochromic adalah bentuk sel darah normal
nilai hematokrit nyata lebih rendah dari tetapi jumlahnya sedikit, sedangkan anemia
sebelum makan baik pada domba anak maupun macrocytic hypochromic adalah bentuk sel
pada induk. Umur tidak berpengaruh nyata besar tetapi jumlahnya sedikit.
terhadap nilai hematokrit. Nilai hematokrit Nilai-nilai hematologi domba yang
pada domba HPGW ini lebih rendah dari dipelihara di HPGW memperlihatkan kondisi
domba yang sehat dengan kecukupan gizi. yang lebih rendah dari domba sehat. Hal ini
Nilai hematokrit normal anak domba adalah kemungkinan karena faktor kekurangan nutrisi.
36,0 sampai 39,0 % dan induk 32,0 sampai Penelitian yang dilakukan oleh Marwah (2006)
37,0 % (Harbutt dalam Sheriff dan Habel, memperlihatkan hasil bahwa kadar protein dan
1976). energi yang terdapat dalam tubuh domba yang
Nilai MCV, MCH dan MCHC antara dipelihara di HPGW hanya cukup bagi
sebelum dan setelah makan tidak berbeda kehidupan pokok saja, tidak cukup untuk kebu-
nyata, demikian puloa nilai MCH dan MCHC tuhan tumbuh dan berproduksi. Kebutuhan
pada domba anak dan induk tidak berbeda protein dan energi tercerna untuk hidup pokok
nyata Tabel 2. Nilai MCV induk domba nyata domba di Indonesia sekitar 52,55 g/ekor/hari
lebih besar daripada anak domba (P< 0.05). dan 2191 Kal/ekor/hari (Tomaswezka et al.,
Apabila dibandingkan dengan domba sehat 1993). Nilai trigliserida dan glukosa dalam
dengan kecukupan gizi maka nilai MCV pada darah lebih rendah dari normal. Rendahnya
anak domba adalah 32,7 sampai 36,0 fl dan nutrien yang tersedia diduga juga menghambat
induk 33,0 sampai 40,6 fl, nilai MCH pada proses eritropoiesis.
anak domba adalah 11,0 sampai 14,2 pg dan Nutrien merupakan hal yang penting
pada induk 9,6 sampai 14,2 pg nilai normal dalam proses eritropoiesis. Ferrum, cobalt, dan
pada anak domba adalah 36,4 sampai 39,4 % tembaga adalah mineral penting dalam
dan induk 35,1 sampai 37,8 %, MCHC pada produksi eritrosit. Vitamin yang sangat diper-
anak domba adalah 36,4 sampai 39,4 % dan lukan dalam eritropoiesis adalah vitamin B2,
induk 35,1 sampai 37,8 %. (Harbutt dalam B6, B12, thiamin dan asam folat. Nutrien lain
Sheriff dan Habel, 1976).

Tabel 2. Nilai MCV,MCH dan MCHC pada anak dan induk domba di HPGW, Sukabumi
MCV (fl)
Jenis Domba
Sebelum makan Setelah makan Rata-rata Normal*
Anak 31.81a 17.48 33.55a 7.07 32.68 1,23 32.7 36.0
Induk 51.99b 7.38 49.82b 25.20 50.91 1.53 33,0 40,6
Rata-rata 41.9 14,27 41.69 11.50

MCH (pg)
Anak 11.15 6.32 10.48 3.27 10.82 0.47 11.0 14.2
Induk 12.72 2.93 13.13 6.37 12.93 0.29 9.6 14.2
Rata-rata 11.94 1,11 11.81 1.87

MCHC (%)
Anak 24.20 7.09 30.85 2.88 27.53 4.70 36.4 - 39.4
Induk 24.43 4.70 26.65 5.74 25.54 1.57 35.1 - 37.8
Rata-rata 24.32 0,16 28.75 2.97
Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P< 0.05)
*: Harbutt dalam Sheriff dan Habel (1976)

Profil Darah dan Nilai Hematologi Domba Lokal yang Dipelihara di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi (Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. et al)
4
yang dibutuhkan adalah protein (Schalm, nilai hematokrit karena pengenceran darah oleh
1965). Menurut Swenson (1993) vitamin B12 air dan nutrien yang masuk ke dalam pembuluh
(cyanocobalamin) berisi satu atom cobalt pada darah.
setiap molekul yang berfungsi dalam mende- Hal lain yang juga mempengaruhi
wasakan eritrosit. Cobalt dibutuhkan untuk nilai-nilai hematologi tersebut adalah kelem-
sintesis DNA dalam semua sel tubuh termasuk baban. Menurut Suprayogi et al. (2006) suhu
eritrosit. Cobalt dalam makanan sangat penting dalam ruangan kandang di HPGW adalah
untuk ruminansia dan dibutuhkan bakteria 22,64 0C dan kelembaban 96,40 % rel.
dalam sintesa vitamin B12 di dalam rumen. Jika Sedangkan suhu di luar ruangan kandang 26,24
0
unsur-unsur tersebut kurang maka eritropoiesis C dan kelembaban 94,92 % rel. Kelembaban
terhambat. yang tinggi menyebabkan domba-domba
HPGW merupakan hutan dengan mengalami gangguan respirasi yaitu berupa
kanopi yang rimbun yang menyebabkan sinar peningkatan laju respirasi. Peningkatan res-
matahari sangat sedikit yang bisa diperoleh pirasi tersebut disebabkan konstruksi kandang
baik untuk ternak maupun rerumputan di yang kurang ventilasi sehingga amoniak
bawah kanopi. Pakan yang diberikan kepada menumpuk dan oksigen kurang di sekitar
ternak berasal dari rerumputan yang berada di hewan. Hal ini diperparah oleh tebal dan
bawah naungan tersebut. Dari hasil analisa rapatnya naungan hutan disekitar perkan-
proksimat pakan hijauan yang dilakukan oleh dangan. Keadaan ini menyebabkan banyak
Marwah (2006) pada mix grass di HPGW pengeluaran energi untuk respirasi dan
memberikan nilai bahan kering udara 74,01 %, berkurangnya energi untuk tumbuh dan
protein 7,39 %, lemak 1,27 % dan Gross berproduksi termasuk di dalamnya untuk
Energy (GE) 2,59 Mkal/kg. Ransum yang eritropoiesis. Kekurusan dan kematian adalah
memenuhi kebutuhan gizi domba memiliki hal yang memungkinkan jika kondisi tersebut
kadar protein kasar sebesar 16 %. Terlihat terjadi terus menerus seperti yang dilaporkan
bahwa protein dalam pakan di HPGW tidak Astuti dan Suprayogi (2005) yaitu terjadi
mencukupi kebutuhan gizi domba. Kekurangan kematian anak yang cukup tinggi (mencapai
gizi domba di HPGW diperparah dengan 18,75% dari total anak).
kesalahan manajemen dalam pemberian pakan Nilai nutrien trigliserida dalam darah
(hanya 2kg/ ekor/ hari). pada awal sebelum makan tinggi (18,71 mg%)
Nilai-nilai hematologi domba anak kemudian mengalami penurunan dua jam
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pertama setelah makan (16,29 mg%) dan
nilai-nilai hematologi induk. Hal ini karena kembali meningkat pada empat jam berikutnya
tubuh anak membutuhkan lebih banyak energi (16,86 mg%). Pada saat sebelum makan nilai
untuk tumbuh dan berkembang jika dibanding- trigliserida dalam darah tinggi karena untuk
kan dengan kebutuhan energi induk. Hal ini mendapatkan energi tubuh melakukan perom-
merangsang tubuh untuk aktif sesuai kebutu- bakan cadangan trigliserida untuk memasok
hannya, termasuk organ pembentuk eritrosit. semua kebutuhan jaringan dan pada saat ini
Seiring pertambahan umur kebutuhan tersebut trigliserida juga dibutuhkan untuk glukoneo-
berkurang dan keaktifan organ pembentuk sel genesis membentuk glukosa untuk digunakan
darah merah juga menurun. Menurut Swenson sebagai sumber energi bagi otak atau jaringan
(1993) mulai masa akhir kebuntingan dan saraf. Oleh karena itu jika tubuh belum
setelah beranak pembentukan sel darah merah mendapatkan energi yang berasal dari pakan
berlangsung di sum-sum tulang. Pada masa maka trigliserida tubuh banyak dirombak dan
dewasa sum-sum tulang panjang yang aktif beredar di darah (Cunningham, 2002).
dalam eritropoiesis pada hewan muda mulai Dua jam setelah makan, kadar
mengandung lemak. Hanya sum-sum tulang trigliserida dalam darah turun karena sudah ada
pipih (vertebrae, pelvis, costae, dan sternum) sumber energi yang berasal dari asupan pakan,
yang aktif dalam eritropoiesis dan cenderung sehingga tidak perlu lagi dilakukan perom-
menurun aktifitasnya seiring dengan pertam- bakan trigliserida dari tubuh. Hasil pencernaan
bahan umur. Nilai-nilai hematologi antara pakan pada hewan ruminansia yang dapat
sebelum dan setelah makan tidak berbeda nyata digunakan sebagai sumber energi adalah
kecuali pada hematokrit. Terjadinya penurunan volatil fatty acid (VFA), glukosa, asam lemak

Agripet Vol 8, No. 2, Oktober 2008


5
bebas, trigliserida dan asam amino (Manalu, akan terjadi mekanisme pelepasan glukosa sel
1999). (glikogenolisis) sehingga glukosa darah akan
Empat jam setelah makan, kadar meningkat, dan sebaliknya jika glukosa darah
trigliserida kembali meningkat. Hal ini dise- tinggi maka insulin akan disekresikan untuk
babkan oleh hasil pencernaan beberapa bahan menyerap glukosa ke dalam sel, akibatnya
pakan (VFA, glukosa, asam lemak bebas, glukosa darah akan stabil kembali
trigliserida dan asam amino) yang diabsorbsi di (Cunningham, 2002).
dalam hati akan dirubah menjadi trigliserida. Konsentrasi glukosa darah akan meni-
Selanjutnya trigliserida akan masuk ke dalam ngkat dua jam setelah makan disebabkan oleh
sirkulasi darah dan akan disimpan di hati atau pakan yang dikonsumsi telah mengalami
jaringan lemak (Manalu, 1999). hidrolisa karbohidrat dengan adanya enzim
Konsentrasi trigliserida dalam plasma pemecah karbohidrat menjadi glukosa. Dalam
darah domba sehat yaitu 29 mg % (Riis, rumen pakan mulai difermentasi. Pakan
1983). Hasil penelitian menunjukkan nilai sumber serat (rumput) diubah menjadi asam
pada waktu sebelum makan mencapai 18,71 lemak volatil (asam asetat, propionat, butirat
mg% dua jam setelah makan menunjukkan dan valerat). Asam propionat akan diubah
nilai 16,29 mg% dan empat jam setelah makan menjadi glukosa melalui jalur glukoneogenesis
didapatkan nilai 16,86 mg%. Hal ini (Manalu, 1999). Glukosa darah akan normal
menunjukkan domba di HPGW pada kondisi kembali empat jam setelah makan adanya
kekurangan cadangan energi lemak, sehingga proses deposisi nutrien (post absorption).
terjadi penurunan bobot hidup. Kadar glukosa yang tinggi akan merangsang
Glukosa sebagai nutrien sangat rendah pelepasan hormon insulin untuk mendeposit
pool nya dalam darah, mempunyai sifat yang glukosa masuk ke dalam sel sebagai glikogen
mudah berubah konsentrasinya dengan waktu. atau dalam bentuk trigliserida (Cunningham,
Oleh sebab itu kadar glukosa sangat ditentukan 2002). Penyimpanan sementara dari glikogen
oleh waktu pengambilan darah (Riis, 1983). setelah terjadinya penyerapan karbohidrat
Tabel 3. menunjukkan kadar glukosa sebelum, adalah untuk mencegah terjadinya hipergli-
dua jam dan empat jam setelah makan. kemia, yaitu suatu keadaan dimana kadar
glukosa darah melebihi kadar normal.
Tabel 3. Rataan konsentrasi glukosa, trigliserida Kadar glukosa yang normal pada
dan total protein serum domba di HPGW, plasma darah domba sehat adalah 35 60
Sukabumi mg%. Pada domba yang tidak bunting 58 mg
Parameter sebelum 2 jam stl
makan makan makan
4jam stl makan %, domba bunting 47 mg% dan untuk yang
(mg %) laktasi 59 mg% (Riis, 1983). Kadar glukosa
Glukosa 47,00b 51,86a 45,14b
pada darah domba penelitian menunjukkan 47
Trigliserida 18,71a 16,29b 16,86b
Total protein 6,26 6,40 6,51
mg % saat sebelum makan, dua jam setelah
Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P< 0.05) makan 51,86 mg % dan empat jam setelah
makan didapatkan nilai 45,14 mg%, yang
Glukosa harus selalu tersedia di dalam artinya berada dalam kisaran normal.
tubuh karena fungsi glukosa sebagai sumber Kadar protein total dalam darah domba
energi utama bagi otak dan saraf dan tidak bisa penelitian saat sebelum makan terlihat rendah
digantikan oleh nutrien lain (Mashudi, 2004). (6,26 0,32 mg %) dan meningkat dua jam
Pada waktu sebelum makan kadar glukosa setelah makan (6,40 0,28 mg%) dan terus
dalam darah rendah karena persediaan glukosa meningkat sampai empat jam setelah makan
yang ada dalam hati sedikit serta belum ada (6,51 0,28 mg %). Kadar protein dalam darah
tambahan glukosa yang berasal dari pakan. sebelum makan rendah karena protein
Glukosa adalah nutrien yang sangat cepat merupakan cadangan energi terakhir yang akan
untuk dijadikan sumber energi tubuh. Meka- dirombak bila hewan pada posisi kekurangan
nisme homeostatik melalui peran sekresi pakan. Penggunaan protein sebagai sumber
insulin dan glukagon sebagai hormon regulator energi adalah kurang efisien. Pool protein
sangat membantu dalam menyeimbangkan dalam tubuh relatif banyak sehingga kadarnya
konsentrasi glukosa darah. Bila glukosa darah dalam darah akan konstan dengan waktu (Riis,
turun, dengan disekresikannya glukagon maka 1983). Dua jam setelah makan kadar protein

Profil Darah dan Nilai Hematologi Domba Lokal yang Dipelihara di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi (Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. et al)
6
meningkat, hal ini disebabkan karena pada saat Permasalahan yang terjadi di hutan
pakan sampai di rumen terdapat bakteri tropis HPGW adalah tingkat kematian domba
proteolitik yang mampu mencerna protein yang tinggi. Hal ini disebabkan terutama
pakan dan hasil pencernaan ini sebagian karena kekurangan gizi. Kebutuhan protein dan
diserap di rumen. Protein juga dipecah menjadi energi tercerna untuk hidup pokok domba di
NH3 yang merupakan nitrogen non protein Indonesia sekitar 52,55 g/ekor/hari dan 2191
(NPN). Amonia yang bertemu dengan VFA Kal/ekor/hari (Tomaswezka et al., 1993). Dari
akan digunakan oleh bakteri untuk sintesis perhitungan yang telah dilakukan, domba
protein mikroba. Empat jam setelah makan HPGW hanya mengkonsumsi 52,34 g/ekor/hari
kadar protein dalam darah meningkat, hal ini protein tercerna dan 1834,24 Kal DE/ekor/hari.
disebabkan oleh bakteri yang terbawa oleh Dengan kata lain domba di HPGW hanya
masa makanan dan masuk ke saluran pencer- mengkonsumsi pakan sesuai untuk hidup
naan berikutnya (retikulum, omasum, aboma- pokok dan belum mencukupi untuk tumbuh
sum dan usus), dan akhirnya bakteri yang dan berproduksi. Tampak bahwa domba yang
tercerna akan diserap sehingga meningkatkan diternakan di HPGW mengalami penurunan
pool protein dalam darah. Pada hewan berat badan dan anak lahir mati.
ruminansia terjadi sintesis protein pakan Manajemen integrasi hewan dalam
menjadi protein mikroba yang mempunyai hutan memerlukan luasan lahan tertentu yang
nilai biologis yang tinggi. Protein mikroba ini memiliki vegetasi rumput subur dan cukup
dapat meningkatkan pasokan protein pakan sinar matahari. Model perkandangan perlu
walaupun kondisi protein ransum rendah. dibangun dengan memperhatikan ventilasi
Kadar protein dalam plasma darah domba sehat udara atau model kandang semi tertutup. Perlu
yaitu 6,0 7,59 mg % (Smith dan adanya kegiatan exercise bagi ternak agar
Mangkoewidjojo, 1988). Ini artinya domba di cukup terpapar oleh sinar matahari, tanpa
HPGW masih mempunyai kadar total protein adanya intervensi hewan yang merusak hutan.
darah yang normal. Pemberian hiajaun leguminosa pada domba di
Sistem peternakan domba yang HPGW sangat memnatu akan kecukupan
dilakukan di HPGW menggunakan model protein.
kandang panggung tertutup menyebabkan Dilihat dari ketinggian, HPGW meru-
ternak kurang sehat karena kelembaban yang pakan tempat yang berpotensi bagi peternakan.
tinggi serta tingginya konsentrasi amonia yang Menurut Swenson (1993) ketinggian 14.000
mengakibatkan gangguan fisiologis dan juga sampai 16.000 kaki akan meningkatkan
pnemonia. Tabel 4. menunjukkan hasil eritrosit 40 sampai 50%. Jika nutrien berke-
parameter fisiologi domba di HPGW cukupan maka proses eritropoiesis akan
(Suprayogi et al., 2006). Model perkandangan maksimal dan berdampak pada maksimalnya
itu juga menyebabkan sinar matahari kurang pertumbuhan karena didukung dengan nilai
mampu menembus kandang sehingga ternak darah yang justru dapat lebih tinggi dari
kekurangan vitamin D. Lingkungan yang tidak normal. Oleh karena itu perlu dilakukan
kondusif berupa kelembaban lingkungan yang perbaikan. Perbaikan pertama yang disarankan
tinggi dan kanopi yang rimbun menyebabkan adalah peningkatan kuantitas maupun kualitas
sinar matahari yang mampu menembus pakan yang diberikan kepada ternak sehingga
kandang dan pertumbuhan hijauan rumput tersedia nutrien untuk proses eritropoiesis yang
kurang, akibatnya kandungan gizi rumput di selanjutnya akan mendukung pertumbuhan dan
sekitar HPGW rendah nutrien. produksi ternak. Perbaikan kedua adalah
mengurangi kelembaban kandang dengan cara
Tabel 4. Perbandingan Kondisi Fisiologis Domba di menggunakan exhaust fan pada kandang
HPGW (Suprayogi et al. 2006) tertutup atau ternak dipelihara pada kandang
Parameter Fisiologis Domba di Domba Status
HPGW normal*
terbuka. Dengan perbaikan pakan dan
Denyut jantung (x/menit) 75.50 + 5.45 70 - 80 Normal lingkungan makanan HPGW bisa dijadikan
Laju Respirasi (x/menit) 29.75 + 3.15 15 - 25 Abnormal
Suhu tubuh (oC) 38.85 + 0.25 39,2 - 40 Normal area peternakan yang baik.
*: Smith and Mangkoewidjojo (1988)

Agripet Vol 8, No. 2, Oktober 2008


7
KESIMPULAN DAN SARAN Rusfidra dan Ahmad, 2005. Potensi Sapi
Pesisir Sebagai Penghasil Daging.
Kesimpulan
www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/
Domba yang dipelihara di Hutan
Pendidikan Gunung Walat memperlihatkan 0505/12/cakrawala/lainnya04.htm 22
nilai-nilai hematologi yang lebih rendah dari September 2006
domba sehat, hal ini disebabkan oleh keku- Sastradipradja, D., Sikar, S.H.S.,
rangan gizi. Secara klinis anak domba mende- Widjajakusuma, R., Ungeru, T., Maad,
rita anemia normositik hipokromik dan induk A., Nasution, H., Suriawinata, R. dan
menderita anemia makrositik hipokromik. Hamzah, R., 1989. Penuntun Prak-
Kadar trigliserida domba di HPGW menun- tikum Fisiologi Veteriner. Departemen
jukkan kondisi di bawah kisaran normal, Pendidikan dan Kebudayaan Direk-
sedangkan kadar total protein masih normal. torat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Kekurangan asupan pakan mengakibatkan Antar Universitas Ilmu Hayat Institut
domba kekurangan gizi dan terjadi penurunan Pertanian Bogor
bobot badan yang berkelanjutan sehingga Smith, J.B. dan Mangkoewidjojo, S., 1988.
mengakibatkan kematian yang tinggi. Pemeliharaan, Pembiakan dan Peng-
gunaan Hewan Percobaan Di Daerah
Saran Tropis. Jakarta :University Press.
Perlu diupayakan perbaikan sistem Schalm, O.W., 1965. Veterinary Hematologi.
perkandangan dan peningkatan kualitas serta 6th Ed. Philadelphia: Lea and Febiger
kuantitas pakan domba di HPGW untuk men- Sheriff, D. and Habel, J.D., 1976. Sheep
dukung proses eritropiesis dan pertumbuhan. Haematology in Diagnosis. The
University of Sydney. Sydney
DAFTAR PUSTAKA Suprayogi, A., Astuti, D.A., Satrija, F. and
Supriyanto., 2006. Physiological Status
Astuti, D.A. dan Suprayogi, A., 2005. of sheep reared indoor system under
Produktivitas Domba Lokal yang the tropical rain forest climatic zone.
Dipelihara Di Lingkungan Hutan Proc. Seminar ISTAP ke 3. Faculty of
Tropis Gunung Walat, Sukabumi Jawa Animal Science, Gadjah Mada
Barat. Miniworkshop DAAD. SEAG University. Yogyakarta. Indonesia
2005, Cisarua Bogor. April 2005. Swenson, M.J., 1993. Dukes Physiology of
Cunningham, J.G., 2002. Veterinary fisiologi. Domestic Animals 11th edition. Cornell
3rd edition. Philadelphia, Pennsylvania University Press. Itaca dan London.
: Saunders Company. pp 360-380 Chapter 3: 22-32
Manalu, W., 1999. Pengantar Ilmu Nutrisi Tomaszweska, M.W., Mastika, I.M.,
Hewan. Departemen Anatomi, Djajanegara, A., Gardiner, S. dan
Fisiologi dan Farmakologi. Fakultas Wiradarya, T.R., 1993. Produksi
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Kambing dan Domba Di Indonesia.
Bogor. Surakarta : Sebelas Maret University
Marwah, 2006. Profil Nutrien darah Domba Press.
Lokal yang Dipelihara Di Lingkungan Udo, H., 2002. Livestock and Livelihoods. The
Hutan Pendidikan Gunung Walat- 3rd ISTAP. Faculty of Animal Science.
Sukabumi. Skripsi. Fakultas Gadjah Mada University.
Kedokteran Hewan IPB. Bogor
Mashhudi, 2004. Sehat dengan Berpuasa.
http://www.suaramerdeka.com/ [7
Februari 2006].
Riis, P.M., 1983. Dynamic Biochemistry of
Animal Production. NY. pp 363

Profil Darah dan Nilai Hematologi Domba Lokal yang Dipelihara di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi (Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. et al)
8

You might also like