Professional Documents
Culture Documents
Perception Stimulation Group Activity Therapy Increases e Children Self Esteem at Prison PDF
Perception Stimulation Group Activity Therapy Increases e Children Self Esteem at Prison PDF
Perception Stimulation Group Activity Therapy Increases e Children Self Esteem at Prison PDF
*Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jl. Mayjen.
Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya. Telp/Fax: (031) 5012496, E-mail: yusuf@fk.unair.ac.id
ABSTRACT
Introduction: Prison is societal implementer unit which accommodate care and develop the
delinquent children. It was recorded that 57% of children at Blitar Child Prison undergo some self
concept problems such as low self esteem. This was caused by some factors such as societys
stigmatization toward criminals, development pattern and education, and less support from family.
If the self esteem problem is not being overcome soon, the children may fell useless, disable to
control their self and recrime when they are back to society. The objective of this study was to
analyze the influence of GAT (Group Activity Therapy) perception stimulation in increasing the
children self esteem at prison. Method: A quasy experimental pre post control design was used in
this study. Samples were recruited by using total sampling and there were 22 samples as on
inclusion criteria. The independent variable was GAT perception stimulation and the dependent
variable was increasing self esteem of these childen. Data were collected by using questionnare
and analyzed by using Wilcoxon Signed Ranks Test and Mann Whitney U Test with the significance
level 0.05.Result: The result showed that controlled group has significance level was p=0.654,
it is mean there was no self esteem change before and after GAT perception stimulation was given.
Whereas treatment group has significance level was p=0.001, it revealed that there was self
esteem change before and after GAT perception stimulation was given. The result of Mann Whitney
U Test showed p=0.000 which means was accepted. Discussion: It can be concluded that
perception stimulation can increase the children self esteem at prison. Further studies are
recommended to study the effect of GAT perception stimulation modified by skill therapy in
increasing children self esteem in prison.
HASIL
Tabel 2. Harga diri anak di Lapas sebelum dan sesudah dilakukan TAK stimulasi persepsi di
Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Anak Blitar
Perlakuan Kontrol
Harga diri
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Rendah 3 0 3 4
Sedang 8 2 8 7
Tinggi 0 9 0 0
Mean 81,09 95,27 76,64 76
SD 9,792 10,669 7,131 6,261
Wilcoxon Signed Rank Test Wilcoxon Signed Rank Test
(p=0,001) (p=0,564)
Man Whitney U Test (p=0,000)
Keterangan:
p = signifikansi Mean = Rerata SD = Standar Deviasi
Hasil uji statistik Mann Whitney U stimulasi persepsi merupakan terapi yang
Test didapatkan pada pra tes harga diri menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan
kelompok perlakuan dan kontrol berbeda terkait dengan pengalaman dalam kehidupan
dengan nilai p=0,000 berarti ada perbedaan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat
harga diri anak antara kelompok yang dan Akemat, 2004). Saat anak diberikan
diberikan TAK stimulasi persepsi dengan TAK stimulasi persepsi, anak akan
yang tidak diberikan TAK stimulasi persepsi. mempersepsikan stimulus yang diberikan
selanjutnya merangsang daya ingat yang ada
PEMBAHASAN di otak untuk berfikir guna pemecahan
masalah yang terjadi (Santrock, 1998).
Anak yang tinggal di Lapas Dengan diberikannya TAK stimulasi persepsi
mayoritas mengalami gangguan harga diri maka anak mendapat stimulus berupa
baik dalam tingkat sedang maupun rendah. penyebab harga diri rendah pada anak. Dalam
Harga diri rendah meliputi penilaian diri hal ini adalah penyebab anak masuk Lapas
yang negatif dan diikuti dengan perasaan dan identifikasi aspek positif diri serta
menjadi orang yang lemah, tidak mempunyai potensi yang dimiliki. Stimulus tadi akan
harapan, ketakutan (Stuart dan Sundeen, menjadi perhatian anak dan dihantarkan oleh
1995). Menurut Erik-Erikson dalam Santrock serabut mielin ke formatio retikuler di otak.
(1998) remaja berada dalam tahap identitas Selanjutnya otak akan memberikan respons
versus kekacauan identitas. Kekacauan balik berupa persepsi anak terhadap stimulus
identitas tersebut menyebabkan 2 hal yaitu tersebut dan menyimpan hasil analisis
penarikan diri individu, mengisolasi diri dari perseptualnya terhadap stimulus tadi dalam
teman sebayanya dan keluarga atau jangka waktu tertentu (ingatan) (Kozier,
meleburkan diri dengan dunia temannya dan 2000).
kehilangan identitas dirinya (Santrock, 1998). Tahap selanjutnya adalah proses
Harga diri rendah pada anak yang berada di berfikir yaitu elaborasi terhadap hasil
Lapas disebabkan karena anak belum mampu persepsi dan ingatan. Hasil akhir dari proses
menerima keadaan yang menimpa dirinya. berfikir tersebut adalah pemecahan masalah
Stigma dari masyarakat, perlakuan berupa respons positif yaitu anak mampu
masyarakat yang berbeda kepada mereka menerima kondisi diri bahwa dia seorang
juga turut mempengaruhi harga diri anak narapidana, mengetahui aspek positif diri dan
tersebut. Harga diri rendah kronis cara mengembangkannya untuk selanjutnya
ditunjukkan oleh anak yang masuk Lapas mempersiapkan diri untuk kembali ke
karena ikutan teman. Hal ini terjadi karena masyarakat dengan membuat ideal diri yang
anak belum mampu menemukan identitas realistis. Dengan demikian harga diri anak
dirinya dan masih dalam tahap pencarian secara kognitif meningkat dan anak lebih siap
identitas diri. Masalah internal anak seperti untuk kembali ke masyarakat serta tidak
sering mengalami kegagalan, merasa banyak berisiko melakukan kejahatan lagi.
kekurangan, tidak mempunyai kelebihan, TAK stimulasi persepsi memotivasi
tidak yakin dengan masa depannya serta anak untuk menceritakan pengalaman masa
kesulitan untuk mencari pekerjaan setelah lalu yang tidak menyenangkan, sehingga
keluar membuat responden merasa menjadi anak menjadi lebih terbuka pada kelompok.
beban keluarga sehingga membuat harga diri Anggota kelompok yang lain
mereka semakin rendah. Masalah eksternal menyumbangkan saran untuk memecahkan
yang menyebabkan harga diri rendah pada masalah yang dihadapi oleh temannya.
anak di Lapas yaitu kegiatan di Lapas yang Dengan begitu anak menerima penghargaan
kurang sesuai dengan minat dan bakat anak dari orang lain yang bisa meningkatkan harga
menjadikan anak malas mengikuti kegiatan di diri mereka. Kehilangan kasih sayang dan
Lapas sehingga belum mempunyai penghargaan dari orang lain terutama
keterampilan cukup untuk bekal hidup. keluarga yang dialami bisa tergantikan
TAK stimulasi persepsi yang dengan penghargaan dan penerimaan dari
diberikan dapat membuat individu anggota kelompok. Perasaan senasib dan
mempunyai kemampuan untuk sependeritaan menyebabkan mereka bisa
menyelesaikan masalah yang diakibatkan memahami dan menerima satu sama lain.
oleh paparan stimulus kepadanya. TAK
Dukungan emosional dan persetujuan Individu yang mempunyai harga diri
sosial mempunyai pengaruh yang penting tinggi mempunyai kemampuan untuk
bagi harga diri anak (Santrock, 1998). mengatasi dan mengantisipasi permasalahan,
Menurut analisis psikologi terutama dikaji memiliki self acceptance tinggi, keyakinan
dari sudut perkembangan rasional masa diri tinggi dan menilai dirinya secara positif,
adolesen sangat besar artinya. Oleh sebab itu mudah bergaul, menerima feedback positif
keseluruhan pemahaman yang sengaja dan mempertahankan diri dari feedback yang
diberikan kepada anak delinquent sebaiknya negatif (Winarni, 1994). Satu responden tidak
memenuhi bekal hidup masa mendatang mengalami peningkatan harga diri,
(Sudarsono, 2004). Aktivitas dikarenakan kondisi harga diri rendah yang
mengidentifikasi aspek positif diri dan kronis, kurangnya dukungan keluarga
membuat ideal diri yang realistis sangat (keluarga tidak pernah mengunjungi), alasan
cocok sebagai bekal anak keluar dari Lapas melakukan pelanggaran serta perasaan
dan menata kembali masa depannya. Ditinjau setelah melakukan pelanggaran (tidak adanya
dari segi perkembangan secara menyeluruh perasaan menyesal setelah melakukan
usia 13-21 tahun merupakan fase yang paling pelanggaran). Pada kelompok kontrol
memungkinkan untuk dibina, demikian pula ditemukan mayoritas tidak adanya
bagi anak delinquent (Hadisuprapto, 1997 peningkatan harga diri. Hal ini disebabkan
dalam Cobb, 2000). Responden yang karena anak tidak memperoleh stimulus,
sebagian besar berusia 16-18 tahun sehingga tidak proses persepsi dan ingatan
memungkinkan pembinaan bisa dilakukan yang berkembang menjadi proses berfikir.
secara optimal. Anak yang tergabung dalam Tidak adanya dukungan baik sosial maupun
kelompok perlakuan mayoritas mengalami emosional yang diperoleh baik dari keluarga
peningkatan harga diri. Anak dalam maupun oleh teman di dalam lingkungan
kelompok perlakuan mampu Lapas itu sendiri. Hanya 1 responden
mempersepsikan semua stimulus yang mengalami peningkatan harga diri.
diberikan dengan baik, sehingga mereka Peningkatan harga diri yang dialami oleh
mampu berfikir untuk menyelesaikan anak tersebut disebabkan karena dukungan
masalah yang dihadapi dan diperoleh hasil dari keluarga (sering dikunjungi oleh
peningkatan harga diri yang memuaskan. keluarga), maupun karena pembinaan
Perubahan harga diri positif ditunjukkan keterampilan yang dilakukan di Lapas
melalui kemampuan menyelesaikan sehingga mengalami peningkatan harga diri.
masalahnya sendiri, bisa menerima keadaan
dirinya, mengaku menyesal dengan apa yang SIMPULAN DAN SARAN
telah mereka lakukan dan sudah tidak merasa
sedih lagi memikirkan keadaan dirinya. Hal Simpulan
ini menunjukkan bahwa responden sudah
mampu menerima kondisi diri. TAK stimulasi persepsi
Peningkatan rasa percaya diri meningkatkan harga diri anak di Lapas Blitar.
responden kelompok perlakuan terlihat dari Perubahan harga diri positif ditunjukkan
responden yang mengatakan bahwa mereka melalui kemampuan menyelesaikan
mengetahui dan mempunyai kelebihannya, masalahnya sendiri, bisa menerima keadaan
merasa tidak kesulitan lagi mencari pekerjaan dirinya, mengaku menyesal dengan apa yang
setelah keluar dari Lapas, merasa yakin telah mereka lakukan dan sudah tidak merasa
dengan masa depannya karena mereka sedih lagi memikirkan keadaan dirinya.
mampu untuk mencapai apa yang dicita-
citakan meskipun dengan kondisi mereka Saran
sebagai narapidana serta tidak merasa
kesulitan lagi menyatu kembali dengan Berdasar hasil penelitian ini, peneliti
masyarakat karena sebagian besar mereka menyarankan agar modifikasi pembinaan
akan pindah dan bekerja ke luar kota. Harga budi pekerti dengan Terapi Aktivitas
diri positif sangat penting karena ketika Kelompok (TAK) stimulasi persepsi agar
seseorang memilikinya mereka merasa baik, tujuan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan
efektif dan produktif (Clarke, J., 1998). bisa tercapai yakni memantapkan kembali
harga diri dan kepercayaan diri narapidana
sehingga mereka mampu optimis terhadap Keliat dan Akemat, 2004. Keperawatan
masa depannya, pemilihan kegiatan yang Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
akan diikuti anak selama menjalani masa Jakarta: EGC, hlm. 3-7, 49-51, 98-101,
pemidanaan hendaknya sesuai dengan minat 116-117.
dan bakat yang mereka miliki dan penelitian Purnianti. 1992. Pertemuan Ilmiah Tentang
lebih lanjut tentang pengaruh TAK stimulasi Pola Pemidanaan, Penerimaan Bekas
persepsi dengan modifikasi terapi Narapidana dan Santunan Terhadap
keterampilan terhadap peningkatan harga diri Korban Tindak Pidana. Jakarta:
baik secara kognitif maupun psikomotor. BPHN, hlm. 45-51.
Santrock, J. 1998. Adolescence. United States
KEPUSTAKAAN of America: Mc.Graw Hill.
Savitri. 2000. Anak Yang Berkonflik Dengan
Adawiyah, R. 2000. Hubungan Antara Hukum. Skripsi tidak dipublikasikan.
Harga Diri Dan Intensitas Depresi Surabaya: Universitas Airlangga.
Pada Penyandang Epilepsi Grand Mal Sudarsono. 2004. Kenakalan Remaja,
di RSU Dr. Soetomo. Skripsi tidak Prevensi, Rehabilitasi dan
dipublikasikan. Surabaya: Universitas Resosialisasi. Skripsi tidak
Airlangga. dipublikasikan. Surabaya: Universitas
Burns, R.B. 2000. Konsep Diri: Teori, Airlangga, hlm. 95-96.
Pengukuran, Perkembangan Perilaku. Stuart dan Sundeen, 1998. Buku Saku Ilmu
Jakarta: Arcan. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC, hlm.
Clarke, J. 1998. Self esteem: a Familiy Affair. 227-229.
USA: Hazelden, p.5. Teguh. 2006. Implikasi Penerapan Pola
Cobb, N. 2000. Adolescence: Continuity, Pidana Pada Anak. Skripsi tidak
Change and Diversity. USA: Mayfield dipublikasikan. Surabaya: Universitas
Publishing Company, pp. 127-131. Airlangga.
Hadisuprapto. 1997. Juvenile Delinquency. Winarni. 1994. Perbedaan Kecenderungan
Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 19- Perilaku Koping Antara Individu Yang
30. Memiliki Tingkat Self Esteem Tinggi
Kozier. 2000. Fundamental Nursing: Dan Individu Yang Memiliki Tingkat
Concept, Proses and Practice. New Self Esteem Rendah. Skripsi tidak
Jersey: Pearson Education, p. 960. dipublikasikan, Surabaya: Universitas
Keliat, B.A. 2004. Gangguan Konsep Diri. Airlangga, hlm. 48.
Jakarta: EGC, hlm.345-349.