Perilakumerokok Avin PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB

PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA

Dian Komalasari
Universitas Islam Indonesia

Avin Fadilla Helmi


Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine which were predictors of smoking
behavior on adolescents.
The subjects of this study were 75 male, aged 15-18 years, and smokers. This
study were done toward Scale of Parents Permissiveness Attitude to smoking behavior,
Scale of peer influence, Scale of Psychological Satisfaction, and Scale of Smoking
Behavior.
The hypothesis was that parents permissiveness attitude to smoking behavior,
influence of peer, psychological satisfaction was predictors toward smoking behavior on
adolescents.
There was co-liniarity phenomenon between psychological satisfaction and others
predictor so that psychological satisfaction out of regression analysis.
The result of regression analysis showed that F value = 22,468 (p < 0,05) and R
(R = 0,620 ate R2 = 0,384). This meant that parents permissiveness attitude to smoking
behavior and influence of peer was predictors toward smoking behavior on adolescents.
It could be concluded that parents permissiveness attitude to smoking behavior and
influence of peer were effectively contribution 38,4 %.

Keyword: Smoking behavior, adolescent

Perilaku merokok dilihat dari mengakibatkan tekanan darah meningkat


berbagai sudut pandang sangat dan detak jantung bertambah cepat
merugikan, baik untuk diri sendiri (Kendal & Hammen, 1998),
maupun orang disekelilingnya. Dilihat menstimulasi kanker dan berbagai
dari sisi individu yang bersangkutan, ada penyakit yang lain seperti penyempitan
beberapa riset yang mendukung pembuluh darah, tekanan darah tinggi,
pernyataan tersebut. Dilihat dari sisi jantung, paru-paru, dan bronchitis kronis
kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia (Kaplan dkk, 1993). Bagi ibu hamil,
yang dikandung rokok seperti nikotin, rokok menyebabkan kelahiran premature,
CO (Karbonmonoksida) dan tar akan berat badan bayi rendah, mortalitas
memacu kerja dari susunan syaraf pusat prenatal, kemungkinan lahir dalam
dan susunan syaraf simpatis sehingga keadaan cacat, dan mengalami gangguan
dalam perkembangan (Davidson & dimulai pada saat masa anak-anak dan
Neale, 1990). Hasil riset Larson dkk masa remaja. Hamper sebagian
(dalam Theodorus, 1994) menemukan memahami akibat-akibat yang berbahaya
bahwa sensivitas ketajaman penciuman dari asap rokok tetapi mengapa mereka
dan pengecapan para perokok berkurang tidak mencoba atau menghindari perilaku
bila dibandingkan dengan non-perokok. tersebut?
Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada Ada banyak alasan yang melatar
dasarnya membakar uang apalagi jika belakangi perilaku merokok pada remaja.
hal tersebut dilakukan remaja yang belum Secara umum menurut Kurt Lewin,
mempunyai penghasilan sendiri. bahwa perilaku merokok merupakan
Dilihat dari sisi orang fungsi dari lingkungan dan individu.
disekelilingnya, merokok menimbulkan Artinya, perilaku merokok selain
dampak negative bagi perokok pasif. disebabkan faktor-faktor dari dalam diri,
Resiko yang ditanggung perokok pasif juga disebabkan faktor lingkungan.
lebih berbahaya daripada perokok aktif Faktor dari dalam remaja dapat dilihat
karena daya tahan terhadap zat-zat yang dari kajian perkembangan remaja.
berbahaya sangat rendah (Safarino dalam Remaja mulai merokok dikatakan oleh
Cahyani, 1995). Erikson (Gatchel, 1989) berkaitan dengan
Tidak ada yang memungkiri adanya adanya krisis aspek psikososial yang
dampak negatif dari perilaku merokok dialami pada masa perkembangannya
tetapi perilaku merokok bagi kehidupan yaitu masa ketika mereka sedang mencari
manusia merupakan kegiatan yang jati dirinya. Dalam masa remaja ini,
fenomenal. Artinya, meskipun sudah sering dilukiskan sebagai masa badai dan
diketahui akibat negatif merokok tetapi topan karena ketidaksesuaian antara
jumlah perokok bukan semakin menurun perkembangan psikis dan social. Upaya-
tetapi semakin meningkat dan usia upaya untuk menemukan jati diri
merokok semakin bertambah muda. tersebut, tidak semua dapat berjalan
Hasil riset Lembaga Menanggulangi sesuai dengan harapan masyarakat.
Masalah Merokok (Republika, 1998) Beberapa remaja melakukan perilaku
melaporkan bahwa di anak-anak di merokok sebagai cara kompensatoris.
Indonesia sudah ada yang mulai merokok Seperti yang dikatakan oleh Brigham
pada usia 9 tahun. Smet (1994) (1991) bahwa perilaku merokok bagi
mengatakan bahwa usia pertama kali remaja merupakan perilaku simbolisasi.
merokok pada umumnya berkisar antara Simbol dari kematangan, kekuatan,
usia 11-13 tahun dan mereka pada kepemimpinan, dan daya tarik terhadap
umumnya merokok sebelum usia 18 lawan jenis.
tahun. Data WHO juga semakin Di sisi lain, saat pertama kali
mempertegas bahwa seluruh jumlah mengkonsumsi rokok, gejala-gejala yang
perokok yang ada di dunia sebanyak 30% mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah
adalah kaum remaja (Republika, 1998). terasa getir, dan perut mual. Namun
Hamper 50% perokok di Amerika Serikat demikian, sebagian dari para pemula
termasuk usia remaja (Theodorus, 1994). tersebut mengabaikan perasaan tersebut,
Berdasarkan data tersebut dapat biasanya berlanjut menjadi kebiasaan,
dikatakan bahwa perilaku merokok dan akhirnya menjadi ketergantungan.
Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai 4. Tahap maintenance of smoking.
kenikmatan yang memberikan kepuasan Tahap ini merokok sudah menajdi
psikologis. Gejala ini dapat dijelaskan salah satu bagian dari cara pengaturan
dari konsep tobacco dependency diri (self-regulating). Merokok
(ketergantungan rokok). Artinya, perilaku dilakukan untuk memperoleh efek
merokok merupakan perilaku yang fisiologis yang menyenangkan.
menyenangkan dan bergeser menjadi Selain faktor perkembangan remaja
aktivitas yang bersifat obsesif. Hal ini dan kepuasan psikologis, masih banyak
disebabkan sifat nikotin adalah adiktif, faktor dari luar individu yang
jika dihentikan secara tiba-tiba akan berpengaruh pada proses pembentukan
menimbulkan stress. Secara manusiawi, perilaku merokok. Pada dasarnya
orang cenderung untuk menghindari perilaku merokok adalah perilaku yang
ketidakseimbangan dan lebih senang dipelajari. Hal itu berarti ada fihak-fihak
mempertahankan apa yang selama ini yang berpengaruh besar dalam proses
dirasakan sebagai kenikmatan sehingga sosialisasi.
dapat difahami jika para perokok sulit Konsep sosialisasi pertama berkem-
untuk berhenti merokok. Dikatakan bang dari Sosiologi dan Psikologi Sosial
Klinke & Meeker (dalam Aritonang, merupakan suatu proses tranmisi nilai-
1997) bahwa motif para perokok adalah nilai, sistem belief, sikap, atau pun
relaksasi. Dengan merokok dapat perilaku-perilaku dari generasi
mengurangi ketegangan, memudahkan sebelumnya kepada generasi berikutnya
berkonsentrasi, pengala-man yang (Durkin, 1995). Adapun tujuan sosialisasi
menyenangkan, dan relaksasi. ini adalah agar generasi berikutnya
Seperti yang diungkapkan oleh mempunyai sistem nilai yang sesuai
Leventhal & Clearly (dalam Cahyani, dengan tuntutan norma yang diinginkan
1995) terdapat 4 tahap dalam perilaku oleh kelompok, sehingga individu dapat
merokok sehingga menjadi perokok diterima dalam suatu kelompok. Dalam
yaitu: kaitannya dengan perilaku merokok, pada
1. Tahap Preparatory. Seseorang dasarnya hampir tidak ada orang tua yang
mendapatkan gambaran yang menginginkan anaknya untuk jadi
menyenangkan mengenai merokok perokok bahkan masyarakat tidak
dengan cara mendengar, melihat, atau menuntut anggota masyarakat untuk
dari ahsil bacaan. Hal-hal ini menjadi perokok. Namun demikian,
menimbulkan minat untuk merokok. dalam kaitan ini secara tidak sadar, ada
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan beberapa agen yang merupakan model
merokok yaitu tahap apakah dan penguat bagi perokok remaja.
seseorang akan meneruskan ataukah Siapakah agen sosialisasi perilaku
tidak terhadap perilaku merokok. merokok pada remaja? Dengan merujuk
3. Tahap becoming a smoker. Apabila konsep tranmisi perilaku, pada dasarnya
seseorang telah mengkonsumsi rokok perilaku dapat ditranmisikan melalui
sebanyak 4 batang per hari maka tranmisi vertikal dan horisontal (Berry
mempunyai kecenderungan menjadi dkk, 1992). Tranmisi vertikal dilakukan
perokok. oleh orang tua dan tranmisi horisontal
dilakukan oleh teman sebaya. Dalam
kesempatan ini yang dimaksud dengan meroko, kemudian berlanjut dan berkem-
tranmisi horisontal adalah lingkungan bang menjadi tobacco dependency atau
teman sebaya dan tranmisi vertikal adalah adanya ketergantungan merokok. Dalam
sikap permisif orang tua terhadap tahap ini maka merokok merupakan
perilaku merokok. kepuasaan psikologis dan bukan semata-
Dalam penelitian ini ada 3 faktor mata kebutuhan untuk mewujudkan
penybab perilaku merokok pada remaja simbolisasi kejantanan dan kedewasaan
yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif remaja.
orang tua terhadap perilaku merokok
remaja, dan pengaruh teman sebaya. HIPOTESIS
Bagaimana cara transmisi perilaku
merokok? Salah satu yang dapat Kepuasan psikologis, sikap permisif
digunakan untuk menjelaskan fenomena orang tua terhadap perilaku meroko, dan
ini adalah teori social cognitive learning lingkungan teman sebaya merupakan
dari Bandura. Teori ini menyatakan prediktor bagi perilaku merokok remaja.
bahwa perilaku individu disebabkan
pengaruh lingkungan, individu, dan METODE PENELITIAN
kognitif. Perilaku merokok tidak semata-
mata merupakan proses imitasi dan A. Identifikasi Variabel-variabel
penguatan positif dari keluarga maupun Penelitian
lingkungan teman sebaya tetapi juga 1. Kriterium : perilaku merokok
adanya pertimbangan-pertimbangan atas 2. Prediktor
konsekuensi perilaku merokok. Dalam a. sikap permisif orang tua terhadap
kaitan ini, seperti yang telah diuraikan perilaku merokok remaja
bagian terdahulu, jika orang tua atau b. lingkungan teman sebaya
saudaranya merokok merupakan agen c. kepuasan psikologis
imitasi yang baik. Jika keluarga mereka
tidak ada yang merokok, maka sikap B. Definisi Operasional Variabel
permisif orang tua merupakan pengukuh Penelitian
posit atas perilaku merokok. 1. Perilaku merokok adalah aktivitas
Demikian halnya yang terjadi pada subjek yang berhubungan dengan
kelompok teman sebaya. Teman sebaya perilaku merokoknya, yag diukur
mempunyai peran yang sangat berarti melalui intensitas merokok, waktu
bagi remaja, karena masa tersebut remaja merokok, dan fungsi merokok dalam
mula memisahkan diri dari orang tua dan kehidupan sehari-hari, yang diungkap
mulai bergabung pada kelompok sebaya. melalui Skala Perilaku Merokok.
Kebutuhan untuk diterima sering kali 2. Sikap permisif orang tua terhadap
membuat remaja berbuat apa saja agar perilaku merokok remaja adalah
dapat diterima kelompoknya dan terbebas bagaimana penerimaan dari keluarga
dari sebutan pengecut dan banci. terhadap perilaku merokok. Semakin
Selanjutnya jika dilihat dari tahap- tinggi sekor yang diperoleh subjek
tahap perilaku merokok, teman sebaya semakin besar kemungkinan
dan keluarga merupakan fihak-fihak yang pengaruh keluarga terhadap
pertama kali mengenalkan atau mencoba
pembentukan merokok. Hal ini akan yang dapat dianalisis sebanyak 75 subjek
diungkap melalui Skala A. yang semuanya berjenis kelamin pria.
3. Lingkungan teman sebaya adalah Pemilihan subjek penelitian berdasarkan
sejauh mana subjek mempunyai kerelaan.
teman atau kelompok teman sebaya
yang merokok dan mempunyai D. Alat Pengukuran Data
penerimaan positif terhadap perilaku Dalam penelitian ii ada beberapa alat
merokok. Hal ini akan diungkap yang digunakan untuk mengukur
melalui Skala B. beberapa variabel penelitian yaitu
4. Kepuasan psikologis adalah akibat Identitas subjek, Skala A untuk
atau efek yang diperoleh dari mengukur sikap permisiforang tua
merokok yang berupa keyakinan dan terhadap perilaku merokok remaja, Skala
perasaan yang menyenangkan, yang B untuk mengukur lingkungan teman
dirasakan oleh subjek. Hal ini akan sebaya, dan Skala C untuk mengukur
diungkap dengan Skala C. kepuasan psikologis, dan Skala Perilaku
Merokok yang disusun oleh Aritonang
C. Subjek Penelitian (1997).
Subjek penelitian ini adalah remaja Uji coba alat ukur dilakukan pada
perokok yang berusia 15-18 tahun yang siswa SMU Pakem yang melibatkan 60
tinggal di kampung Sosrowijayan Wetan, siswa. Hasil uji konsistensi aitem total
siswa SMU Kolombo, dan siswa SMU 9 dan reliabilitas terhadap skala tersebut
Yogyakarta. Dalam penelitian ini terlihat dalam tabel berikut ini.
melibatkan 90 subjek penelitian, tetapi

Tabel 1. Koefisien konsistensi aitem total dan koefisien reliabilitas

Jenis Skala Jumlah aitem Koefisien Konsistensi Koefisien


aitem total Reliabilitas
Skala A 14 0,3420 0,7915 0,8780
Skala B 10 0,3094 0,4334 0,7849
Skala C 13 0,3277 0,6453 0,8519
Skala Perilaku Merokok 43 0,3021 0,6782 0,9219

E. Teknik Analisi Data Sebelum dilakukan analisis regresi


Teknik analisis data yang digunakan terlebih dahulu dilakukan iji asumsi yang
adalah regresi ganda. meliputi uji normalitas, uji linieritas, dan
interkorelasi antar variabel-variabel
HASIL DAN PEMBAHASAN penelitian yang terlihat dalam tabel 3.

Berikut ini akan disajikan hasil uji


data secara deskriptif seperti terlihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisi deskriptif variabel-variabel penelitian

Variabel Sekor Sekor Sekor Deviasi


Minimal Maksimal Rerata Standar
Sikap permisif orang tua terhadap 3 144 22,4667 1,08
perilaku merokok remaja
Lingkungan teman sebaya 16 40 29,2267 0,52
Kepuasan Psikologis 13 47 32,2000 0,78
Perilaku Merokok 34 109 75,1876 1,9

Tabel 3. Uji Normalitas Variabel-variabel Penelitian

Variabel Harga Z (KS) p Status


Sikap permisif orang tua terhadap 0,606 >0,05 Normal
perilaku merokok remaja
Lingkungan teman sebaya 0,802 >0,05 Normal
Kepuasan Psikologis 0,908 >0,05 Normal
Perilaku Merokok 0,763 >0,05 Normal

Normalitas masing-masing variabel Selanjutnya untuk melihat linieritas


akandiuji dengan skala statistika non masing-masing prediktor terhadap
paramatrik one-sample Kolmograf- kriterium dilakukan uji linieritas.
Smirnof. Sebaran sekor dikatakan normal Hubungan antara prediktor dan kriterium
apabila nilai Z (KS) berada dalam p > dikatakan linier jika ke dua variabel
0,05. berdasarkan hasil dalam tabel 3 mempunyai nilai F dengan d < 0,05.
terlihat bahwa semua variabel
mempunyai distribusi normal.

Tabel 4. Hasil uji linieritas prediktor dengan kriterium

Variabel F p Status
Sikap permisif orang tua terhadap 21,433 <0,05 Linier
perilaku merokok remaja
Lingkungan teman sebaya 12,654 <0,05 Linier
Kepuasan Psikologis 55,567 <0,05 Linier

Berdasarkan uji linieritas mengetahui sejauh mana keeratan


menunjukkan bahwa harga F (p < 0,05); hubungan antar prediktor, sehingga dapat
hal itu berarti semua prediktor ditentukan apakah prediktor-prediktor
mempunyai hubungan yang linier dengan tersebut merupakan variabel bebas atau
kriterium. Berikut ini disajikan matrik terjadi kolinieritas.
interkorelasi antar variabel untuk
Tabel 5. Matrik interkorelasi antar variabel

Sikap permisif Pengaruh Kepuasan Perilaku


orang tua teman psikologis merokok
terhadap perilaku sebaya
merokok remaja
Sikap permisif orang tua terhadap 1,00 0,038 0,429*) 0,494*)
perilaku merokok remaja
Lingkungan teman sebaya 0,069 1,00 0,366*) 0,393*)
Kepuasan Psikologis 0,429*) 0,366*) 1,00 0,640*)
Perilaku Merokok 0,494*) 0,393*) 0,640*) 1,00
Ket : *) p < 0,05

Berdasarkan matrik interkorelasi Berdasarkan hasil analisis regresi


terlihat bahwa variabel kepuasan ganda, hipotesis yang diajukan tidak
psikologis mempunyai hubungan erat dapat diterima. Namun dmikian, sikap
dengan variabel sikap permisif orang tua permisif orang tua terhadap perilaku
terhadap perilaku merokok remaja (r = merokok remaja dan lingkungan sebaya
0,429; p < 0,05) dan lingkungan teman merupakan prediktor yang cukup baik
sebaya (r = 0,366; p < 0,05). Dengan trhadap perilaku merokok remaja yaitu
demikian variabel kepuasan psikologis 38,4%. Hal ini berarti bahwa faktor
bukan variabel yang berdiri sendiri atau lingkungan yaitu lingkungan keluarga
terbebas dari variabel sikap permisif dan lingkungan teman sebaya
orang tua terhadap perilaku merokok memberikan sumbangan yang berarti
remaja dan lingkungan teman sebaya. Hal dalam perilaku merokok remaja. Hasil
ini disebut dengan kolinieritas, dengan penelitian ini mendukung hasil penelitian
demikian variabel ini tidak akan yang dilakukan Theodorus (1994)
diikutsertakan dalam analisis regresi mengatakan bahwa keluarga perokok
ganda. Hasil analisis regresi ganda sangat berperan terhadap perilaku
memperlihatkan bahwa F = 22,468 (p < merokok anak-anaknya dibandingkan
0,05) dan R = 0,620 (R2 = 0,384). keluarga non perokok. Dalam hal ini
Artinya, sikap permisif orang tua menurut pandangan social cognitive
terhadap perilaku merokok remaja dan learning theory, merokok bukan semata-
lingkungan teman sebaya merupakan mata proses belajar pengamatan anak
prediktor terhadap perilaku merokok terhadap orang tua atau saudaranya tetapi
remaja. Jadi sumbangan sikap permisif adanya pengukuh positif dari orang tua
orang tua dan lingkungan teman sebaya dan konsekuensi-konsekuensi merokok
terhadap perilaku merokok remaja dirasakan menyenangkan remaja.
sebanyak 38,4%. Sementara itu, Pengukuh positif lain diterima dari
hubungan kepuasan psikologis terhadap teman sebaya. Hasil penelitian ini
perilaku merokok sebesar r = 0,640 (p < memperkuat penelitian yang dilakukan
0,05). Hal ini berarti bahwa kepuasan oleh Harlianti (1988) bahwa lingkungan
psikologis menyumbang 40,9% terhadap sebaya memberikan sumbangan efektif
perilaku merokok. sebesar 33,048%. Lingkungan teman
sebaya mempunyai arti yang sangat Berdasarkan tabel 6 terlihat bahwa
penting bagi remaja. Kebutuhan untuk merokok bagi remaja mempunyai kaitan
diterima dan usaha untuk menghindari yang erat dengan aspek psikologis
penolakan kelompok teman sebaya terutama efek yang positif yaitu sejumlah
merupakan kebutuhan yang sangat 92,555% sedangkan efek negatif hanya
penting. Remaja tidak ingin dirinya sebesar 7,54% (pusing, ngantuk, dan
ditolak dan menghindari sebutan banci pahit). Hasil ini menunjukkan bahwa
atau pengecut. Merokok bagi remaja subjek merasakan kepuasan setelah
juga merupakan simbolisasi,simbol atas merokok. Kepuasan ini berkaitan dengan
kekuasaan, kejantanan, dan kedewasaan aspek-aspek emosi. Yang paling
(Brigham, 1991). menonjol dirasakan subjek adalah
Kepuasan psikologis memberikan kenikmatan (38,298%), kepuasan
sumbangan yang sangat tinggi terhadap (15,957%), dan merasakan ketenangan
perilaku merokok remaja yaitu 40,9%. (12,766%). Kepuasan psikologis ini
Hal ini memberikan gambaran bahwa kemungkinan berhubungan erat dengan
perilaku merokok bagi subjek dianggap frekuensi merokok subjek. Rata-rata
memberikan kenikmatan dan subjek merokok 7 batang per hari.
menyenangkan. Rokok diyakini dapat Dikatakan Laventhal & Clearly (dalam
mendatangkan efek-efek yang Cahyani, 1995) bahwa remaja yang
menyenangkan. Berikut ini disajikan merokok lebih dari 4 batang per hari
perasaan subjek setelah merokok. mereka sudah dikategorikan sebagai
perokok. Subjek yang mengkonsumsi
Tabel 6. Efek-efek setelah merokok rokok sama dengan atau lebih besar dari
4 batang per hari lebih dari 68 %. Hanya
Efek-efek % 15% subjek yang menyatakan tidak tentu
Nikmat 38,298 dalam mengkonsumsi rokok dengan
Puas 15,957 alasan karena keterbatasan uang. Hasil ini
Tenang 12,766 semakin memperkuat pandangan bahwa
Biasa saja 11,703 merokok bukan berkaitan dengan aspek
Santai 5,319 rasional yaitu aspek negatif dari rokok,
Hangat 3,192 baik dari sisi ekonomis maupun
Percaya diri 2,128 kesehatan, tetapi lebih berkaitan
Gaya 1,064 kepuasan emosional. Adapun frekuensi
Masalah hilang 1,064 konsumsi rokok disajikan dalam tabel
Ngantuk 1,064 berikut ini.
Pusing 5,257
Pahit 2,218
Tabel 7. Jumlah Rokok per Hari
Kondisi yang paling banyak perilaku
Jumlah rokok (batang) Frekuensi merokok yaitu ketika subjek dalam
24 2 tekanan (stres) yaitu 40,86%; yang kedua
14 1 ketika berkumpul dengan temansebay
12 14 (27,96%). Konsumsi rokok ketika stres
11 1 merupakan upaya-upaya pengatasan
10 2 maslah yang bersifat emosional atau
8 1 sebagai kompensatoris kecemasan yang
7 6 dialihkan terhadap perilaku merokok. Hal
6 12 ini semakin mempertegas mengapa para
5 10 perokok merasakan kenikmatan setelah
4 2 merokok. Perilaku merokok dipandang
3 6 sebagai upaya penyeimbang dalam
2 6 kondisi stres. Dengan kata lain
1 1 berdasarkan pandangan Laventhal &
Tidak tentu 11 Clearly (dalam Cahyani, 1995) bahwa
Total 75 kemungkinan besar subjek telah masuk
ke tahap bukan saja dalam becoming a
Kepuasan psikologis merokok smoker tetapi telah masuk dalam tahap
diperkuat oleh efek-efek setelah maintenance of smoking. Merokok sudah
merokok, bahwa efek negatif merokok menjadi salah satu bagian dari cara
hanya dirasakan sebesar 7,45%. Hal ini pengaturan diri (self-regulating).
berarti subjek sudah terbiasa merokok, Merokok dilakukan untuk memperoleh
sebab bagi pemula efek yang timbul efek fisiologis yang menyenangkan.
adalah pusing, mual-mual, dan mulut Seperti yang telah dikemukakan,
aphit. bahwa remaja merokok lebih merupakan
Perilaku merokok erat kaitannya upaya-upaya untuk dapat diterima di
dengan kondisi emosi. Dalam kondisi lingkungannya. Hampir 28% subjek
emosi sepertiapakah jumlah rokok yang menyatakan bahwa konsumsi terbesar
dikonsumsi paling banyak? rokok ketika mereka sedang berkumpul
dengan teman-temannya yaitu apakah
Tabel 8. Kondisi konsumsi rokok yang mereka nongkrong di mall, begadang,
terbanyak piknik, atau kumpul-kumpul saja.
Kapan pertama kali mereka merokok?
Kondisi konsumsi rokok %
Sebanyak 16 (21,33%) subjek memulai
yang terbanyak
perilaku merokok ketika masih SD. Hasil
Stres 40,86
ini memperkuat pendapat Traquet (dalam
Kumpul dengan teman 27,96
Suhariyono, 1993) bahwa perilaku
Habis makan 12,903
merokok biasanya di mulai pada masa
Dingin 7,529
remaja meskipun proses menjadi perokok
Ada uang lebih 6,542
telah dimulai sejak masa kanak-kanak.
Mendengarkan musik 1,075
Jauh dari orang tua 1,075
Jalan-jalan 1,075
Tabel 9. Waktu pertama kali merokok SARAN-SARAN

Pertama kali Frekuensi % Agen soisalisasi dalam perilaku


merokok merokok adalah keluarga dan lingkungan
SD 16 21,33 teman sebaya. Sementara itu, perilaku
SLTP 47 62,67 merokok lebih berakitan dengan aspek
SMU 12 16,00 emosional. Saran-saran dari penelitian ini
Jumlah 75 100,00 adalah:
1. Bagi orang tua yang menginginkan
Berdasarkan tabel 9 terlihat bahwa anaknya tidak merokok maka anggota
masa-masa yang kritis atau rawan keluarga tidak disarankan merokok
terhadap perilaku merokok pada masa atau tidak memberikan pengukuh
SLTP atau termasuk tahap perkembangan positif ketika remaja merokok.
remaja awal. Remaja awal merupakan 2. Teman sebaya memberikan
periode yang paling kritis terhadap kontribusi yang cukup besar kepada
pengaruh teman sebaya dan didukung remaja untuk merokok, dalam hal ini
sukap yang permisif dari orang tua. jika orang tua tidak menginginkan
anaknya merokok, maka orang tua
KESIMPULAN perlu waspada terhadap kelompok
teman sebaya anak-anaknya.
Perilaku merokok adalah perilaku 3. Perilaku merokok lebih didasarkan
yang dipelajari. Proses belajar dimulai atas pertimbangan emosional.
dari sejak masa anak-anak, sedangkan Berkaitan dengan masalah tersebut
proses menjadi perokok pada masa upaya preventif maupun kuratif
remaja. Proses belajar atau sosialisasi sebaiknya tidak menggunakan
tampaknya dapat dilakukan melalui pendekatan kognitif seperti
tranmisi dari generasi sebelumnya yaitu pemberian informasi bahaya-bahaya
tranmisi vertikal yaitu dari lingkungan atau dampak negatif merokok, tetapi
keluarga, lebih spesifik sikap permisif sentuhan-sentuhan afeksional perlu
orang tua terhadap perilaku merokok dilakukan.
remaja. Sosialisasi yang lain melalui
tranmisi horisontal melalui lingkungan DAFTAR PUSTAKA
teman sebaya. Namun demikian, yang
paling besar memberikan kontribusi Aritonang, MER. 1997. Fenomena
adalah kepuasan-kepuasan yang Wanita Merokok. Skripsi. Tidak
diperoleh setelah merokok atau rokok diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas
memberikan kontribusi yang positif. Psikologi UGM.
Pertimbangan-pertimbangan emosional Berry, J.W., Pootinga, YPEH., Segall,
lebih dominan dibandingkan dengan M.H., Dasen, P.R., 1992. Cross-
pertimbangan-pertimbangan rasional bagi cultural Psychology: Research &
perokok. Applications. Cambridge: Cambridge
Press University.
Brigham, C.J., 1991. Social Psychology. Behavior. New York: Mc Graw-Hill
Boston: Harper Collins Publisher, Book Co.
Inc. Kendal, P.C. & Hammen, C., 1998.
Cahyani, B. 1995. Hubungan antara Abnormal Psychology Understanding
Persepsi terhadap Merokok dan Human Problem. New York:
Kepercayaan Diri dengan Perilaku Houghton Mifflin Company.
Merokok pada Siswa STM Republika 1998. Lebih Tiga Juta
Muhammadiyah Pakem Sleman Meninggal karena Tembakau dalam
Yogyakarta. Skripsi. Tidak Setahun. Harian Republika. 30
diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Oktober 1998.
Psikologi UGM. Republika 1998. Dibanding AIDS dan
Davidson, G.C & Neale, J.M., 1990. TBC, Merokok Lebih Banyak
Abnormal Psychology. New York: Mematikan. Harian Republika. 30
Willey & Sons. November 1998.
Durkin, K. 1995. Developmental Social Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan.
Psychology From Infancy to Old Age. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Cambrige: Blackwell Publisher. Indonesia.
Gatchel, R. J., 1989. An Introduction to Suhariyono, A., 1993. Intensitas
Health Psychology. New York: Mc Merokok dan Kecenderungan
Graw-Hill Book Company.. Memilih Tipe Strategi Menghadapi
Harlianti, T. T., 1988. Hubungan antara Masalah pada Siswa SMTA di
Pemenuhan Kasih Sayang Orang Tua Yogyakarta. Skripsi. Tidak diterbit-
dan Pengaruh Lingkungan Merokok kan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Teman Sebaya dengan Tingkah Laku UGM.
Merokok Remaja SMP. Skripsi. Theodorus. 1994., Ciri Perokok di
Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Kalangan Mahasiswa/i Universitas
Fakultas Psikologii UGM. Sriwijaya. Jurnal JEN. No. 3, 19-24.
Kaplan, R.M., Sallis, J.F & Patterson,
T.L., 1993. Health and Human

You might also like