Professional Documents
Culture Documents
Risiko Infeksi B.D Tindakan Invasif
Risiko Infeksi B.D Tindakan Invasif
ABOUT ME
ABSTRACT
CONTACT
DOWNLOAD
GALLERY
LAGU
NOVEL
OCCUPATION
SCHOLARSHIP
TECHNOLOGY
TOURISM
Cari
BLOG AUTHOR
harnawatiaj
Cari
LANGGANAN BLOG
Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-
tulisan baru melalui email.
DAFTAR!
PAGES
ABOUT ME
ABSTRACT
CONTACT
DOWNLOAD
GALLERY
LAGU
NOVEL
OCCUPATION
SCHOLARSHIP
TECHNOLOGY
TOURISM
READER
3,124,982 peoples
MY CREATION
MY CREATION
PHOTOS
The Queen
D71_6746A
Hohenzollern Castle
Amsterdam
JWL7698 Stonechat..
Lebih Banyak Foto
LAST COMMENT
Ari di KB SUNTIK
MY QREASY
TOP POST
DOKUMENTASI KEPERAWATAN
ASKEP APENDISITIS
MASA NIFAS
TOP CLICK
n.popclck.org/adv_out?Id=
RECENT POST
600
547
ALLAHUGHAYATUNA
HR. TURMUDZI
URINARIA PICT.
RESPIRATORY PICT.
BRAIN PICT.
TUMOR MANDIBULA
MENINGO-ENCEFALOCEL
BAYI PREMATUR
LUKA BAKAR
HIDROSEPHALUS
TRAUMA KAPITIS
MY PET
HUKUM PERSAHABATAN
HATI&CINTA
ASKEP DHF
1.Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis
virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
2.Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1
dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4
ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter
dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak
beredar.
3.Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam
atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF
menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti
di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
4.Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara
13 15 hari, tetapi rata-rata 5 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi,
nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat
menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot
terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan,
lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 12 jam
sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama
beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 6, mula mula berbentuk makula besar yang kemudian
bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini
terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya
kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada
hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis,
hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam
telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari,
telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah
menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
5.Diagnosis
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai
gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
b. Manifestasi perdarahan :
4)Hematemesis, melena.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang
terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
6.Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4
derajat (Menurut WHO, 1986) :
a.Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet , trombositopenia
dan hemokonsentrasi.
b.Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c.Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi),
gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
7.Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan
meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa
konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi
tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat
peningkatan suhu pertama kali.
8.Diagnosa Banding
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam
dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
b.Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia,
limfositosis relatif.
c.Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena
infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi
hemokonsentrasi.
9.Penatalaksanaan
c.Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita
sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d.Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling
sering digunakan.
e.Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
j.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil
pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau
plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup
besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi
pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan
abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam. Cara
pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD
tanpa renjatan apabila :
a.Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi.
b.Hematokrit yang cenderung mengikat.
10.Pencegahan
b.Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat
rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
c.Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit
termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
a.Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).
Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan
temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana
tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per
10 liter air.
b.Tanpa insektisida
Caranya adalah :
1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu
(perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10 hari).
3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk
mengatasi masalah klien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa
masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi).
1.Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting
dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data.
Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara,
pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a.Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data
obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)Lemah.
3.)Sakit kepala.
8.)Konstipasi (sembelit).
b.Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif
yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
3)Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena.
7)Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis
perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
2)Trombositopenia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit,
monosit, dan basofil
4)Asidosis metabolik.
2.Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy,
1995 yaitu :
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
f.Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
3.Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
Intervensi :
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
Tujuan :
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap
nyeri yang dialami.
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi
yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
1)Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
5)Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan
intake nutrisi pasien meningkat.
Tujuan :
Intervensi :
1)Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya.
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan
cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
Tujuan :
Intervensi :
1)Kaji keluhan pasien.
2)Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
3)Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan
pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan
perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa
mengalami ketergantungan pada perawat.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan
orang lain.
f.Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
Intervensi :
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi
perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok
hipovolemik.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
Intervensi :
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari
penyimpangan nilai tanda vital.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
Tujuan :
Intervensi :
3)Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami
pasien.
Intervensi :
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil
yang efektif.
4.Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi
yang telah direncanakan.
5.Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada
pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a.Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
c.Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi
yang diberikan atau dibutuhkan.
d.Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
f.Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital
dalam batas normal.
i.Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses
penyakitnya.
Sumber:
3.Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Iklan