Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 47

RECENT

MANAGEMENT IN HIV
PERSON WITH STI'S CO-INFECTION

Sa55 Retno Pudjia5



Department of Dermatology and Venereology
Faculty of Medicine
Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta
Pendahuluan

IMS sebagai faktor risiko penularan infeksi HIV


sudah banyak dibuktikan.

IMS memfasilitasi transmisi HIV melalui rusaknya barier mukosa


dan tertariknya sel-sel imun seperti sel T helper CD4+ dan
makrofag ke lokasi infeksi.
IMS dengan gejala discar
(chlamydia, gonorrhea, dan trichomoniasis)

Menarik sel T helper ke area infeksi


sel T-CD4 yg merupakan target sel HIV
Prevalensi co-infeksi IMS dan HIV

Studi meta analisis pada 37 penelitian yang


melaporkan prevalensi IMS pada penderita HIV/
AIDS menyimpulkan,

dari 708.296 penderita HIV


ditemukan 16,3% menderita IMS

IMS terbanyak adalah


sifilis (9,5%),
gonore (9,5%),
Klamidia (5%) dan
trikomoniasis (18,8%).
Studi lain menunjukkan 6
rerata prevalensi IMS sebesar
11,3 % di Afrika,
17,4 % di Asia,
14,7 % di Eropa dan
16,1 % di Amerika utara.

Prevalensi IMS seimbang


antara laki-laki (13,6%) dan perempuan (15,8%)
tetapi tinggi pada mixed gender (24,0%)
Jika seseorang menderita HIV dengan co-infeksi IMS

kesulitan dalam pengobatan dan


makin lamanya periode simtomatis.

Pasien dengan infeksi HIV

sering mengalami IMS multiple


karena rute penularan IMS yang sama

Tingginya co-infeksi IMS pada penderita HIV

mempengaruhi program penanggulangan HIV


Berbagai IMS
Berbeda dampaknya terhadap shedding HIV

IMS yang sama


konsentrasi HIV dapat berbeda
pada pria dan wanita

semakin besar respon inflamasi

semakin besar dampak pada penularan HIV

Gonore dan klamidia

konsentrasi leukosit disaluran genital tinggi

HIV shedding juga lebih besar


Vaginosis bakterial meningkatkan pelepasan
virus HIV sebanyak enam kali lipat dibanding
non-BV2

konsentrasi plasma darah HIV dapat


meningkat sebanyak 0,22 nilai log sebelum
perawatan Sifilis.3

IMS dengan dampak terbesar pada HIV


shedding adalah

IMS yang berupa ulkus genital dan discar

khususnya Sifilis, Chancroid, gonore, klamidia,


HSV-2, trikomoniasis, vaginosis bakterial,
uretritis, dan servisitis .
human papillomavirus (HPV)

tidak berdampak signifikan pada respon


inflamasi di area genital dan tidak terkait
dengan HIV shedding.4,5

infeksi Candida

tidak berhubungan dengan


peningkatan HIV shedding.2
Co-infeksi sifilis dan HIV

Hasil tes serologi non treponemal dan


treponemal pada penderita sifilis co-infeksi HIV
kadang tidak sesuai

hasil tes negative palsu,


titer yang sangat tinggi atau
hasil seroreaktif yang sangat lambat

Jika klinis sangat mendukung infeksi sifilis


tetapi hasil serologi nonreaktif atau interpretasi
meragukan

lakukan alternative pemeriksaan yaitu:


biopsi lesi, pemeriksaan medan gelap, atau PCR
Seseorang yang menderita HIV+ sifilis awal

*berisiko mengalami komplikasi neurologis dan


*memiliki kemungkinan mengalami kegagalan terapi.

Kontrol ketat

Penggunaan terapi ARV


mempercepat penyembuhan sifilis.

Terapi co-infeksi sifilis dan HIV sesuai dengan


terapi pada non-HIV
Rekomendasi regimen untuk sifilis primer dan sekunder
pada penderita HIV
Benzathine penicillin G, 2.4 juta units IM dosis tunggal
Penambahan dosis benzathine penicillin G,
amoxicillin,atau antibiotik lain pada sifilis primer
dan sekunder tidak meningkatkan efikasi

Follow-Up

Penderita HIV dengan sifilis primer atau sekunder


harus dievaluasi klinis dan serologis
untuk melihat kegagalan atau keberhasilan terapi
pada 3, 6, 9, 12 dan 24 bulan setelah terapi

dikatakan gagal terapi


jika tanda dan gejala menetap atau
titer meningkat 4 kali lipat atau lebih.
Jika dijumpai kegagalan terapi

periksa CSF

(-) (+)

benzathine penicillin G 2,4 juta IU IM regimen sesuai


setiap minggu selama 3 minggu untuk neurosifilis.

Terapi neurosifilis sebaiknya juga diberikan pada


penderita yang dalam 12-24 bulan
titer tidak turun 4 kali dari titer semula.
Penderita HIV co-infeksi sifilis primer atau sekunder
yang alergi penisilin

regimen sesuai rekomendasi pada penderita dg HIV (-)


dengan monitoring ketat klinis dan serologis.

Penggunaan regimen alternative penisilin pada


penderita HIV belum banyak diteliti;

azithromycin tidak direkomendasikan pada


penderita HIV co-infeksi sifilis primer dan sekunder.
Sifilis laten pada penderita HIV

sifilis laten tidak menular melalui hubungan seksual

tujuan pengobatan pada penderita sifilis laten

untuk mencegah komplikasi dan transmisi


dari ibu hamil ke janin

penambahan dosis
benzatin penicillin G, amoxicillin, atau antibiotic lain
pada sifilis laten dini

tidak meningkatkan efikasi pada penderita HIV.


Regimen dan dosis pada penderita HIV co-infeksi
sifilis laten sama dengan non-HIV.

Rekomendasi regimen untuk sifilis laten dini:
Benzathine penicillin G, 2.4 juta unit dosis tunggal IM

Rekomendasi regimen untuk sifilis laten lanjut atau


sifilis laten yg tidak diketahui durasinya:

Benzathine penicillin G, 2.4 juta unit per minggu


selama 3 minggu IM
terapi alternative untuk sifilis laten:
doksisiklin oral 100 mg 2 kali sehari atau
tetracycline oral 500 mg 4 kali sehari selama 28 hari.

Alternatif lain adalah


ceftriaxone tetapi dosis optimal dan durasi
pemakaian belum ditentukan dengan pasti

Efikasi obat alternative tersebut untuk penderita


HIV belum diketahui dengan pasti

Beberapa studi menunjukkan keberhasilan terapi


alternative untuk penderita HIV dengan neurosifilis

ceftriaxone 1-2 gr/hari IV selama 10-14 hari


Co-infeksi HIV dan sifilis tersier

Sifilis tersier ditandai dengan adanya gumma dan


sifilis kardiovaskular.

Bagi yang tidak alergi penisilin dan tidak dijumpai neurosifilis,


regimen yang direkomendasikan adalah:
Benzathine penicillin G, 2.4 juta unit IM per minggu
selama 3 minggu

Regimen untuk neurosifilis dan sifilis okuler:


Aqueous crystalline penicillin G 1824 juta unit per hari
diberikan 3-4 juta unit setiap 4 jam, per infus selama 10-14 hari.

Regimen alternatif;
Procaine penicillin G 2.4 juta units IM sekali sehari
Ditambah
Probenecid 500 mg oral 4 kali sehari, keduanya diberikan
selama 10-14 hari.
Managemen Co- infeksi Chancroid dan HIV

vKegagalan terapi sangat tinggi


vPenyembuhan ulkus sangat lambat
vPerlu kontrol ketat

Regimen dan dosis pengobatan


sama dengan penderita chancroid tanpa HIV
tetapi perlu diperpanjang.

Sangat sedikit data mengenai efikasi terapi dosis


tunggal azithromycin dan ceftriaxon pada penderita
dengan HIV

Tanda bahwa pengobatan berhasil adalah jika semua


gejala klinis hilang dan tidak menular ke orang lain
Regimen yg direkomendasi
Azithromycin 1 g oral dosis tunggal
ATAU
Ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal
ATAU
Ciprofloxacin 500 mg oral 2 kali sehari selama 3 hari
ATAU
Erythromycin base 500 mg oral 3 kali sehari selama 7
hari

*Kontrol ketat dengan mencatat penyembuhan


ulkus sangat penting.

*Pengobatan dianggap berhasil jika ada


perbaikan gejala dalam 3 hari dan mengecilnya
ukuran ulkus dalam 7 hari.

*Ulkus yang besar kadang membutuhkan


penyembuhan sempurna > 2 minggu
*Penyembuhan limfonodi membutuhkan waktu lebih
lama dan kadang perlu dilakukan aspirasi atau
operasi drainase.

*Penyembuhan dapat dilihat dengan terbentuknya


jaringan parut.

*Jika tidak terjadi penyembuhan dalam waktu 3-7


hari, lakukan:
Tes sifilis dan HSV
Ganti regimen
Cari kemungkinan ketidak patuhan
Co-infeksi Herpes genitalis (HG) dan HIV

Pasien immunokompromise sering mengalami episode HG genital,


perianal, ataupun oral yang berat dan lama

HSV shedding meningkat pada penderita dengan HIV.

Meskipun terapi ARV dapat menurunkan berat dan frekuensi simtomatis


HG, tetapi subclinical shedding tetap terjadi

Manifestasi klinis HG kadang memburuk selama awal terapi ARV


karena IRIS.

Terapi HSV supresif pada penderita HIV tidak mampu menurunkan risiko
transmisi baik HIV maupun HSV-2 pada pasangannya.
Pengobatan HSV pada orang yang menderita co-infeksi HIV
dan HSV tdk otomatis mencegah penularan pada partner yg tdk
terinfeksi.

Rekomendasi regimen untuk infeksi episodic pada penderita HIV


Acyclovir 400 mg oral 3 kali sehari selama 5-10 hari
ATAU
Valacyclovir 1 g oral 2 kali sehari selama 5-10 hari
ATAU
Famciclovir 500 mg oral 2 kali sehari selama 5-10 hari

Rekomendasi regimen terapi supresif harian pd penderita HIV


Acyclovir 400800 mg oral 2-3 kali sehari
ATAU
Valacyclovir 500 mg oral 2 kali sehari
ATAU
Famciclovir 500 mg oral 2 kali sehari
Bagi penderita HSV berat, berikan terapi awal dengan acyclovir 5
10 mg/kg IV setiap 8 jam selama 2-7 hari atau sampai perbaikan
klinis kemudian dilanjutkan oral acyclovir minimal 10 hari.

Untuk ensefalitis HSV, terapi IV dilanjutkan sampai 21 hari.

HSV resisten antiviral


Jika terjadi resistensi terhadap acyclovir, biasanya juga resisten
terhadap valacyclovir maupun famcyclovir.

Regimen alternative adalah


Foscarnet 4080 mg/kg IV setiap 8 sampai resolusi.
Pilihan lain adalah Intravenous cidofovir 5 mg/kg sekali seminggu.

Alternatif terapi topical adalah


Imiquimod atau cidofovir gel 1%
Oleskan regimen topical pada lesi sekali sehari selama 5 hari.
Co-Infeksi gonokokus dan HIV

Pengobatan penderita infeksi gonokokus (GO) dengan HIV sama


dengan non-HIV.
Rekomendasi regimen GO non-komplikata pada Cervix,
Uretra, dan Rektum:
Ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal
PLUS
Azithromycin 1g oral dosis tunggal

Regimen alternative:
Cefixime 400 mg oral dosis tunggal
PLUS
Azithromycin 1 g oral dosis tunggal
Infeksi Go faring non-komplikata
Sebagian besar kasus GO faring asimtomatis dan relative
sering ditemukan

GO faring lebih sulit dieradikasi dibanding GO urogenital


dan anorektal

Regimen antibiotik seperti cephalosporin oral memiliki


cure rate >90% untuk GO faring

Recommended Regimen
Ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal
PLUS
Azithromycin 1 g oral dosis tunggal
Kasus Allergi terhadap generasi pertama cephalosporins
ditemukan sebesar <2.5% pada orang yang memiliki riwayat
alergi penisilin.

Penggunaan ceftriaxone atau cefixime kontraindikasi bagi yang


memiliki riwayat allergy penicillin yang dimediasi IgE (seperti:
anaphylaxis, Stevens Johnson syndrome, dan toxic epidermal
necrolysis)

Alternative pengobatan untuk penderita tersebut


adalah
v Gemifloxacin oral 320 mg dosis tunggal
PLUS
Azithromycin oral 2 g dosis tunggal; atau
v Gentamicin 240 mg IM dosis tunggal
PLUS
Azithromycin oral 2 g
Co-infeksi Chlamydia dan HIV

Pengobatan Chlamydia pada Penderita dengan HIV sama dg non-HIV


Rekomendasi regimen:
Azithromycin 1 g oral dosis tunggal
ATAU
Doxycycline 100 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari

Regimen alternatif
Erythromycin base 500 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari
ATAU
Erythromycin ethylsuccinate 800 mg oral 4 kali sehari
selama 7 hari
ATAU
Levofloxacin 500 mg oral sekali sehari selama 7 hari
ATAU
Ofloxacin 300 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari
co-infeksi Trichomoniasis dan HIV

Wanita hamil dengan trikomoniasis berisiko


*2-3 kali lebih mudah tertular HIV,
*53% kasus --> PID
*kelahiran premature
pengobatan trikomoniasis

menurunkan HIV viral load dan shedding dlm genital.

skrining rutin pada wanita asimtomatik


yang menderita HIV.
RCT pada wanita terinfeksi HIV dan trikomoniasis

metronidazole 2 gr dosis tunggal


kurang efektif dibanding dosis 2 kali sehari selama 7 hari
Faktor yang mengganggu efektivitas
pengobatan dosis tunggal:

tingginya co-infeksi BV asimtomatis,


penggunaan terapi antiretroviral,
perubahan ekologi vagina, dan
penurunan imunitas .

Rekomendasi regimen.
Metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari
Dianjurkan pemeriksaan ulang 3 bulan setelah terapi.
Belum ada rekomendasi rutin untuk skrining trikomoniasis
Jika dijumpai trikomoniasis berulang
regimen yang sama dengan pemberian lebih lama ,
atau tes skrining pada partner seks.
Apakah rektum merupakan reservoir T. vaginalis ???

belum diketahui dengan jelas,

data menunjukkan
5% orang reseptif sex anal
ditemukan T. vaginalis dalam anusnya.

efikasi, benefit dan cost-effectiveness


skrining rectal belum diketahui

skrining rectal & oral untuk T. vaginalis


tidak direkomendasikan.
Co-infeksi HIV dan Kandidiasis vulvo-vaginal (KVV)

v Tingkat kolonisasi kandida dalam vagina wanita dengan HIV


lebih tinggi dibanding non HIV

v Tingkat kolonisasi berkorelasi dengan meningkatnya


keparahan imunosupresi.

v KVV simtomatis juga lebih sering ditemukan pada wanita


dengan HIV.

v Isolasi Candida non-albicans juga meningkat pada wanita


dengan HIV.
Terapi
Terapi KVV non-komplikata maupun komplikata pada wanita
dengan HIV tidak berbeda dengan non-HIV, tetapi respon
terapi jangka pendek kurang bagus
Berikan terapi anti kandida lebih lama, sekitar 7-14 hari

Meskipun pemberian jangka panjang terapi profilaksis


dengan dois tunggal flukonazole 200 mg per minggu efektif
menurunkan kolonisasi C. Albicans dan KVV simtomatis,
regimen tersebut tidak direkomendasikan untuk wanita
dengan HIV yang tidak menderita KVV komplikata.
Rekomendasi regimen:
Topikal
Clotrimazole 1% krim 5 g intravaginal/hari selama 7-14 hari
ATAU
Clotrimazole 2% krim 5 g intravaginal/hari selama 3 hari
ATAU
Miconazole 2% krim 5 g intravaginal/hari selama 7 hari
ATAU
Miconazole 4% krim 5 g intravaginal/hari selama 3 hari
ATAU
Miconazole 100 mg vaginal suppository/hari , selama 7 hari
ATAU
Miconazole 200 mg vaginal suppository/hari, selama 3 days
ATAU
Miconazole 1,200 mg vaginal suppository, dosis tunggal
ATAU
Tioconazole 6.5% ointment 5 g intravaginal, dosis tunggal
ATAU
Butoconazole 2% cream 5 g intravaginal, dosis tunggal
ATAU
Terconazole 0.4% cream 5 g intravaginal/hari selama 7 hari
ATAU
Terconazole 0.8% cream 5 g intravaginal/hari selama 3 hari
ATAU
Terconazole 80 mg vaginal suppository/hari , selama 3 hari

Preparat oral:
Fluconazole 150 mg per- oral dosis tunggal.
Hati2 pada penggunaan krim dan supositoria yang berbasis
minyak, karena akan menyebabkan kerusakan pada kondom
latex maupun diafragma.
KVV non-albicans

Karena sekitar 50% wanita dengan kultur positif Candida non-


albicans sering asimtomatis dan sering mengalami kegagalan
terapi, sebaiknya dilakukan skrining untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya infeksi vagina yang lain

Terapi optimal untuk infeksi Candida non-albicans belum diketahui.

Pilihannya adalah memperpanjang durasi terapi sampai sekitar 7-14 hari


dengan preparat azole non-fluconazole(oral atau topical) sebagai terapi lini
pertama.

Jika terjadi rekurensi berikan boric acid dalam kapsul gelatin


600 mg per vaginam, dosis sekali sehari selama 2 minggu.
Regimen tersebut mampu menurunkan symptom klinis dan
mikologis sebesar 70%
Co-infeksi Vaginosis Bacterial dan HIV

Wanita dengan HIV sering mengalami VB rekuren.

Terapi VB pada wanita dengan HIV sama dengan non-


HIV. Pengobatan direkomendasikan bagi yang bergejala.

Rekomendasi regimen:
Metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari
ATAU
Metronidazole gel 0.75%, 5 g intravaginaL, sekali sehari selama
5 hari
ATAU
Clindamycin cream 2%, 5 g intravaginal malam hari selama 7
hari

Hindari konsumsi alcohol selama terapi nitroimidazole untuk


menghindari reaksi menyerupai disulfiram.
Hari hati pada penggunaaan krrim klindamisin basis minyak karena
merusak kondom latex dan diafragma.
Regimen alternatif
Tinidazole 2 g oral sekali sehari selama 2 hari
ATAU
Tinidazole 1 g oral sekali sehari selama 5 hari
ATAU
Clindamycin 300 mg oral dua kali sehari selama 7 hari
ATAU
Clindamycin ovula 100 mg intravaginal sekali sehari
malam hari selama 3 hari*
Co-infeksi Kondiloma akuminata (KA) dan HIV
Meskipun 90% kondiloma akuminata anogenital disebabkan
HPV non-onkogenik (tipe 6 dan 11), tetapi pada penderita HIV
sering juga ditemukan tipe onkogenik (16, 18, 31, 33, dan 35).
HPV tipe 6 and 11 sering juga ditemukan di konjungtiva, nasal,
oral, dan laryngeal.

Penderita KA yang juga menderita HIV respon terhadap terapi


tidak sebagus non-HIV dan sering mengalami rekurensi

Rekomendasi regimen untuk KA eksternal (penis,inguinal,


scrotum, vulva, perineum, anus eksternal, dan perianal*)
Terapi mandiri:
Imiquimod 3.75% atau 5% cream
ATAU
Podofilox 0.5% solution atau gel
ATAU
Sinecatechins 15% ointment
risiko merusak kondom dan diafragma
Aplikasi petugas kesehatan:
Cryotherapy dengan liquid nitrogen atau cryoprobe
ATAU
Bedah eksisi, kuretase, laser, atau bedah elektrik.
ATAU
Trichloroacetic acid (TCA) atau bichloroacetic acid
(BCA) 80%90% solution

*beberapa penderita KA anal eksternal biasanya disertai KA intra-anal,


maka dianjurkan pemeriksaan anal canal dengan pemeriksaan digital,
anuscopy standar, atau anuscopy resolusi tinggi

Karena meningkatnya keganasan pada anogenital,


maka dianjurkan pemeriksaan biopsi pada penderita HIV
dengan KA untuk memastikan perubahan kearah ganas.
Rekomendasi regimen untuk KA Vaginal
Cryotherapy dengan liquid nitrogen.
Penggunaan cryoprobe dalam vagina tidak direkomendasi
karena risiko terjadinya perforasi vagina dan terbentuknya
fistula
ATAU
Surgical removal
ATAU
TCA atau BCA 80%90% solution

Rekomendasi regimen untuk KA cerviks


Cryotherapy dengan liquid nitrogen
ATAU
Surgical removal
ATAU
TCA atau BCA 80%90% solution
Ditemukannya KA eksofitik pada cervic, indikasi untuk dilakukan
biopsi sebelum terapi untuk menyingkirkan Ca intraepithelial.
Rekomendasi regimen untuk KA Intra-anal
Cryotherapy dengan liquid nitrogen
ATAU
Surgical removal
ATAU
TCA atau BCA 80%90% solution

Follow-Up
Sebagian besar KA anogenital membaik dalam 3 bulan terapi.

Faktor yg mempengaruhi respon terapi


kondisi imunokompromise
Ketidak patuhan pengobatan.

KA daerah lembab respon terapi topical cukup bagus.


Komplikasi jarang terjadi.
Kadang2 terjadi sindroma nyeri kronik pasca terapi (vulvodinia
dan hiperestesi), fistula dan nyeri saat defekasi pada pasca
terapi KA anal.
Simpulan
Infeksi menular seksual merupakan faktor risiko penularan
infeksi HIV.
Penderita co-infeksi IMS dan HIV menyebabkan kesulitan
dalam pengobatan dan makin lamanya periode simtomatis.
Tingginya co-infeksi IMS pada penderita HIV akan
mempengaruhi program penanggulangan HIV.
Terapi IMS pada penderita HIV tidak berbeda dengan
penderita non-HIV hanya diperlukan waktu pemberian yang
lebih lama dan monitoring ketat untuk penyembuhannya

You might also like