Monday, October 29, 2007: Artikel Risiko Anemia, Karakteristik, Riwayat Persalinan Prematur, Dan

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 18

RSS FEED COMMENTS

Enter keyw ord GO

Monday, October 29, 2007


Artikel Risiko Anemia, Karakteristik, Riwayat Persalinan
Prematur, dan
di 7:34 AM
Risiko Anemia, Karakteristik, Riwayat Persalinan Prematur, dan
Penambahan Berat Badan Ibu Hamil terhadap
Kejadian Persalinan Prematur
Sarbaini A. Karim*, Atik Choirul Hidajah**, Prajoga***
* Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Tengah
** Bagian Epidemiologi FKM Unair
*** Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan Surabaya
ABSTRACT
Prematurity is the major problem due to the fetus weight is less and not enough the age then the
vital organs experience the trouble to
grow and develop properly. All prenatal mortalities constitute the secondary complication of the
prematurity. One of the prematurity factor is
anemia during in pregnancy.
The objective of this research was to obtain the information about the risk of pregnant mother to
the occurrence of prematurity at the
Puskesmas (Public Health Center) of Mergangsan Yogyakarta City.
The cohort study has been conducted in Mergangsan Public Health Center area, Yogyakarta, year
2004. The exposed sample were the 3rd
trimester pregnant women with anemia and the unexposed sample were 3rd trimester pregnant
women without anemia. To assess the exposed
and unexposed sample used the Sahli method. The exposed sample size 35 persons and unexposed
sample size 35 persons. The sampling of
those unexposed by systematic random sampling. The sample was monito red until labor. Analyzed
data used the RR value (95% CI).
The incidence of prematurity was 57.14/1000 populations. The risk of anemia to get prematurity
was 3 times higher (RR = 3.00 95%
CI = 27.461). The risk of mother s age to get prematurity was 2-3 times higher0.328 19.439).
The risk of(RR = 2.259 95% CI = 0.263
previous prematurity history 174.950).21 times higher (RR = 20.333 95% CI = 2.363to get
prematurity was 20 And the weight in creasing
5during pregnancy risk to get prematurity was 4 38.766).times higher (RR = 4.241 95% CI =
0.464
The risk factor to get prematurity was the previous prematurity childbirth history. So therefore,
pregnant women with prematurity childbirth
history before shall get the antenatal observation t reatment peculiarly.
Key words: 3rd trimester pregnancy anemia, prematurity, cohort
PENDAHULUAN
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi
pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram (Scott JR, et al., 2002).
Prematuritas merupakan masalah besar karena
dengan berat badan janin yang kurang dan belum
cukup umur maka alat-alat vital belum sempurna sehingga
mengalami kesulitan untuk tumbuh dan berkembang
dengan baik (Manuaba IGB, 1993). Semua kematian
perinatal merupakan komplikasi sekunder dari kelahiran
prematur (Beck W, 1997).
Partus prematur merupakan sebab kematian neonatal
yang terpenting. Kejadiannya kurang lebih 70% dari semua
kelahiran hidup, diduga adanya pengaruh ekonomi karena
partus prematuritas lebih sering terjadi pada golongan
dengan penghasilan rendah. Berbagai faktor dapat
berkaitan dengan persalinan prematur, faktor risiko yang
diketahui adalah riwayat persalinan prematur, malformasi
rahim, kehamilan ganda, solusio plasenta, hipertensi kronis,
penyakit anemia, penyalahgunaan obat, alkohol, merokok,
usia maternal yang muda atau lebih tua, keadaan sosial
ekonomi yang rendah dan berat badan maternal yang
rendah (Wiknjosastro H, 1997).
Angka kejadian persalinan prematur di Kota
Yogyakarta sebesar 5,04% pada tahun 2001 dan 1,77%
pada tahun 2002. Angka ini masih tinggi bila dibandingkan
dengan angka kejadian persalinan prematur di Kabupaten
Gunung Kidul sebesar 1,1% per kelahiran hidup, dan angka
persalinan prematur di DIY 1,35% pada tahun 2002
(Dinkes Kota Yogyakarta, 2003).
Dari 8908 kunjungan ibu hamil di Kota Yogyakarta
ternyata yang menderitra anemia sebanyak 3295 orang
(36,99%). Frekuensi anemia pada ibu hamil paling
banyak di Puskesmas Mergangsan sebesar 32,48% dan yang
paling rendah terjadi pada Puskesmas Gedongtengen
sebesar 12,26% (Dinkes Kota Yogyakarta, 2003). Oleh
karena itu perlu diketahui besarnya risiko anemia ibu
hamil dan beberapa faktor lain terhadap terjadinya
persalinan prematur di wilayah Puskesmas Mergangsan
Kota Yogyakarta.
METODE PENELITIAN
Rancang bangun penelitian ini adalah kohor.
Populasi terpapar adalah semua ibu hamil trimester III yang
mengalami anemia dan populasi tidak terpajan adalah
41
Risiko Anemia, Karakteristik, Riwayat Pe rsalinan Prematur 42
Sarbaini A. Karim, Atik Choirul Hidajah, Prajoga
semua ibu hamil trimester III yang tidak mengalami
anemia. Populasi terpajan dan tidak terpajan ditentukan
dengan melakukan pemeriksaan Hb dengan metode Sahli
pada seluruh ibu hamil trimester III yang memeriksakan
diri di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta tahun
2004.
Karena jumlah yang menderita anemia tidak besar,
maka seluruh populasi anemia diambil sebagai sampel.
Untuk kontrol diambil dengan perbandingan 1 : 1 secara
systematic random sampling yaitu sampel dipilih secara
sistematis dengan cara menentukan angka kelipatan 2.
Penentuan anggota sampel yang pertama dilakukan dengan
cara undian. Penentuan anggota sampel lainnya dilakukan
dengan kelipatan 2 dan seterusnya sampai mencukupi
jumlah 35 sampel.
Variabel terikat adalah persalinan prematur, sedangkan
variabel bebas adalah anemia pada ibu hamil (utama),
umur, riwayat persalinan prematur dan penambahan
berat badan selama kehamilan. Data yang diperoleh
pada penelitian ini dianalisis untuk mengetahui risiko
variabel independen terhadap variabel dependen
dengan menghitung nilai risiko relatif (RR) dan 95% CI
(Confidence Interval).
HASIL PENELITIAN
Status Anemia
Kadar Hb ibu hamil paling tinggi adalah 13,6 gr%
dan paling rendah adalah 7,4 gr% dengan rerata 10,2 gr%
Tabel 1. Frekuensi Ibu Hamil menurut Golongan Umur,
Riwayat Persalinan Prematur, Penambahan
BB Selama Hamil, dan Hasil Persalinan di
Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun
2004
Variabel n %
1. Golongan Umur
(SD = 19,452). Pada kelompok ibu yang anemia kadar Hb
berkisar antara 7,4 gr% sampai dengan 10,4 gr% (rerata
9,9 gr%, SD = 1,052). Sedangkan ibu yang tidak anemia
mempunyai Hb yang paling tinggi sebesar 13,6 gr% dan
yang paling rendah adalah 11,2 gr% (rerata 11,8 gr%,
SD = 1,386). Pada penelitian ini besar sampel ibu hamil
dengan anemia sama banyak dengan ibu yang tidak anemia
(35 orang).
Untuk lebih jelas mengenai hasil penelitian berdasarkan
umur, riwayat persalinan prematur, penambahan BB
selama hamil, dan hasil persalinan dapat dilihat pada
tabel 1.
Umur ibu hamil termuda adalah 17 tahun sebanyak
5 orang (7,14%) dan umur tertua adalah 41 tahun sebanyak
4 orang (5,71%). Rerata umur ibu 27 tahun (SD = 5,53).
Apabila umur tersebut dikelompokkan dalam interval
5 tahun, maka sebagian besar 30 tahunberumur 26
(32,86%) dan yang paling sedikit adalah pada umur
40 tahun (5,71%). Sebagian besar ibu (92,86%) tidak36
mempunyai riwayat persalinan prematur dan 7,14% ibu
mempunyai riwayat persalinan prematu r.
Penambahan berat badan ibu selama hamil paling
kecil adalah 7,3 kg dan yang paling besar adalah 12,2 kg
sedangkan rerata penambahan berat badan ibu sebesar
9,68 kg, (SD = 1,207). Penambahan berat badan ini
dikelompokkan menjadi 2 yaitu berat badan kurang dari
10 kg sebanyak 29 (41,43%) dan berat badan lebih dari
10 kg sebanyak 41 (58,57%).
Dari 70 ibu hamil yang diamati terjadi persalinan
prematur sebanyak 4 orang (5,71%) dan yang tidak
mengalami persalinan prematur sebanyak 66 orang
(94,29%).
Insiden persalinan prematur terhadap ibu hamil yang
diamati selama 3 bulan sebesar 57,14/1000 populasi, dan
insiden persalinan prematur pada ibu yang terpajan anemia
sebesar 85,71/1000 populasi, sedangkan angka insiden
persalinan prematur 28,57/1000 populasi terjadi pada ibu
hamil tanpa anemia.
Risiko Persalinan Prematur pada Ibu
20 tahun 616
25 tahun 1921
30 tahun 2326
35 tahun31 16
40 tahun 236
> 40 tahun 4
2. Riwayat Persalinan
Prematur 5
Pernah 65
Tidak pernah
3. Penambahan BB selama
Hamil
Berat badan < 10 kg 29
Berat badan 10 kg 41
4. Hasil Persalinan
Prematur 4
8,57
27,14
32,86
22,86
2,86
5,71
7,14
92,86
41,43
58,57
5,71
Risiko persalinan prematur pada ibu dilihat dari
variabel status anemia, umur, riwayat persalinan prematur,
dan pertambahan BB selama hamil. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 2. Proporsi Ibu anemia yang
mengalami prematur sebesar 8,57%, sedangkan proporsi
ibu yang tidak anemia yang mengalami prematur sebesar
2,86%. Kemungkinan ibu dengan anemia dalam kehamilan
yang mengalami persalinan prematur lebih besar daripada
ibu yang tidak anemia (RR 3,00). Tetapi risiko ini hanya
berlaku untuk kelompok penelitian dan tidak dapat
digeneralisasikan pada populasi.
Proporsi umur ibu yang berisiko mengalami persalinan
prematur adalah 11,11% sedangkan proporsi umur ibu
yang tidak berisiko untuk mengalami persalinan prematur
sebesar 4,92%. Risiko persalinan prematur pada kelompok
umur ibu yang berisiko (umur kurang dari 18 tahun dan
TidakPrematur 66 94,29 lebih dari 40 tahun) adalah 2,259 lebih besar daripada
Risiko Anemia, Karakteristik, Riwayat Pe rsalinan Prematur 43
Sarbaini A. Karim, Atik Choirul Hidajah, Prajoga
Tabel 2. Beberapa Faktor Risiko Persalinan Prematur pada Ibu Hamil di Puskesmas Mergangsan
Kota Yogyakarta
Tahun 2004
Variabel
1. Status Anemia
Prematur Tidak prematur
n % n %
Total %
Anemia 3 8,57 32 91,43 35 50
Tidak Anemia 1 2,86 34 97,14 35 50
2. Umur
Berisiko 3 11,11 8 88,89 9 12,9
Tidak berisiko 1 4,92 58 95,08 61 87,1
3. Riwayat Persalinan Prematur
Pernah 3 33,33 6 66,67 9 12,9
Tidak pernah 1 1,64 60 98,36 61 87,1
4. Pertambahan BB selama hamil
< 10 kg 3 10,34 26 89,66 29 41,4
10 kg 1 2,44 40 97,56 41 58,6
Status Anemia
Umur
Riwayat persalinan prematur
Pertambahan BB selama hamil
RR = 3,00
RR = 2,259
RR = 20,333
RR = 4,241
95% CI = 27,4610,328
19,43995% CI = 0,263
174,95095% CI = 2,363
95% CI = 38,7660,464
40 tahun),kelompok umur yang tidak berisiko (umur 18
namun risiko ini hanya berlaku untuk kelompok penelitian
dan tidak dapat digeneralisasikan pada populasi.
Proporsi ibu dengan riwayat persalinan pernah
prematur sebelumnya yang mengalami persalinan prematur
sebesar 33,33% sedangkan proporsi prematur pada ibu
dengan riwayat tidak pernah prematur sebelumnya adalah
1,64%. Risiko persalinan prematur pada ibu dengan
riwayat persalinan prematur sebelumnya 20,33 kali lebih
besar daripadaibu tanpa riwayat persalinan prematur
sebelumnya.
Proporsi persalinan prematur pada ibu dengan
pertambahan berat badan < 10 kg selama hamil sebesar
10,34%. Risiko ibu dengan pertambahan berat badan
< 10 kg untuk mengalami persalinan prematur sebesar
4,241 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang
pertambahan berat badannya selama hamil 10 kg atau
lebih, namun risiko ini hanya berlaku untuk kelompok
penelitian dan tidak dapat digeneralisasikan pada
populasi.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini jumlah ibu hamil dengan anemia
dan tidak anemia sama banyak (35 : 35). Dari hasil
pemeriksaan kadar Hb diketahui bahwa prevalens anemia
yang diambil pada ibu hamil trimester III adalah 31,25%.
Ini berarti kejadian anemia ibu hamil di Puskesmas
Mergangsan sebagian besar terjadi pada trimester III
III)karena prevalensi anemia ibu hamil (trimester I
selama tahun 2003 sebesar 32,48%. Oleh karena itu
intervensi anemia pada ibu hamil harus lebih difokuskan
pada kehamilan trimester III untuk menurunkan prevalensi
anemia ibu hamil.
Tabel 1 menggambarkan bahwa umur ibu hamil
sebagian besar berada pada kelompok optimal untuk
melahirkan tetapi masih ada 14,28% yang umurnya
20 tahunberada pada kelompok berisiko (umur 16 dan
> 40 tahun). Angka ini lebih besar dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Paryati et al. (1990) di
RS Wonogiri yang menunjukkan bahwa kelompok umur
berisiko untuk melahirkan bayi BBLR dan prematur hanya
11,5%.
Sebagian besar ibu tidak mempunyai riwayat
persalinan prematur (92,86%), namun masih terdapat
7,14% ibu yang mempunyai riwayat persalinan prematur
(Tabel 2). Proporsi ini lebih kecil dibandingkan penelitian
yang dilakukan oleh Mohctar (1998) yang menunjukkan
angka kejadian BBLR dan prematur di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1986 sebesar 24%, angka
kematian perinatal pada tahun yang sama adalah 70% dan
seluruh kematian disebabkan BBLR dan prematu r.
Kenaikan berat badan ibu hamil dipakai sebagai
indeks untuk menentukan status gizi ibu hamil, sehingga
perbaikan status gizi selama hamil sangat diperlukan untuk
menaikkan berat badan ibu hamil yang nantinya akan
melahirkan bayi yang sehat dan cerdas (Soetjiningsih,
1998). Pada penelitian ini diperoleh 41,43% penambahan
berat badan ibu selama hamil dikatakan berisiko
(< 10 kg). Hasil penelitian pada Tabel 3. ini sedikit lebih
kecil dibanding dengan penelitian Sofoewan (1990) di
Kota Yogyakarta yang menemukan sebanyak 43% ibu
hamil kenaikan berat badannya di bawah standa r.
Insiden merupakan angka proporsi yang menerangkan
besarnya masalah kesehatan dalam kurun waktu tertentu di
suatu tempat (Azwar A, 1999). Insiden persalinan prematur
terhadap ibu hamil yang diamati selama 3 bulan sebesar
57,14/1000 populasi artinya dari 1000 populasi terdapat
Risiko Anemia, Karakteristik, Riwayat Pe rsalinan Prematur 44
Sarbaini A. Karim, Atik Choirul Hidajah, Prajoga
57 sampai 58 akan melahirkan prematur hasil ini lebih
kecil dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sofoewan (1990)
menunjukkan hasil yang berbeda. Insidens persalinan
prematur sebesar 200/1000 dan insidens persalinan
prematur yang terjadi di RS Mangkuyudan (1990)
sebesar 98/1000 serta insidens persalinan prematur di
200/1000. AngkaRS Dokter Soetomo sebesar 170/1000
insiden tersebut akan menjadi angka-angka prediksi untuk
perencanaan pelayanan persalinan prematur dan programprogram
lain yang mendukung pelayanan persalinan
prematur yang ada di Puskesmas. Dengan demikian dapat
menurunkan kematian akibat persalinan prematur.
Risiko persalinan permatur pada ibu dengan anemia
3 kali lebih besar daripadaibu hamil yang tidak anemia
(RR = 3,00). Namun, risiko persalinan prematur ibu hamil
dengan anemia dalam kehamilan tidak bermakna secara
statistik (95% 27,461). Hasil penelitian iniCI = 0,328
tidak berbeda menurut Rabe (2003). Risiko anemia dalam
kehamilan terhadap terjadinya persalinan prematur 4,22,1
kali lebih besar dibandingkan dengan ibu tanpa menderita
anemia.
Ibu hamil dengan kondisi kesehatan yang baik,
sistem reproduksi yang normal tidak sering menderita
sakit, dan tidak menderita gangguan gizi pada masa pra
hamil maupun pada saat hamil akan menghasilkan bayi
yang lebih besar dan sehat. Namun, apabila kondisi ibu
sebaliknya akan melahirkan bayi prematur, BBLR, vitalitas
yang rendah dan kematian yang tinggi. Lebih-lebih bila
ibu menderita anemia (Soetjiningsih, 1998). Oleh karena
itu perlu intervensi suplementasi Fe dan pemeriksaan
haemoglobin (Hb) untuk mencegah terjadinya anemia
pada ibu hamil.
Risiko persalinan prematur pada kelompok umur
3kurang dari 18 tahun dan lebih dari 40 tahun 2 kali
19,439)lebih besar (RR = 2,259, 95% CI = 0,263
daripadakelompok umur lebih dari 18 tahun dan kurang
40 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat
Soetjiningsih (1998) yang mengatakan bahwa pada ibu
dengan umur yang berisiko mempunyai risiko melahirkan
bayi prematur 2 kali lebih besar daripada yang tidak. Ini
disebabkan dalam tubuh ibu terjadi kompetisi perebutan
makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih
dalam pertumbuhan dan adanya perubahan abnormal yang
terjadi selama kehamilan sedangkan pada umur yang lebih
tua (lebih 40 tahun) fungsi tubuh mulai menurun sehingga
mudah terjadi komplikasi dalam kehamilan. Oleh karena
itu umur terbaik untuk hamil adalah antara lebih dari 18
tahun dan kurang dari 40 tahun. Pada umur tersebut fungsi
alat reproduksi dalam keadaan optimal.
Pada penelitian ini didapatkan risiko persalinan
prematur pada ibu hamil yang mempunyai riwayat
persalinan prematur sebelumnya sebesar 20 kali lebih
besar (RR = 20,333) dibandingkan dengan ibu tanpa
riwayat persalinan prematur sebelumnya, dan perbedaan
risiko ini bermakna secara statistik (95% CI =
2,363 174,950). Hasil penelitian ini lebih kecil dibanding
temuan Scott et al. (2002) bahwa terjadinya persalinan
prematur pada ibu dengan riwayat persalinan prematur
sebelumnya 28 kali lebih besar daripada ibu tanpa
riwayat persalinan prematur sebelumnya. Namun lebih
besar daripada yang diperoleh Beck (1997), bahwa ibu
dengan riwayat persalinan prematur mempunyai risiko
mengalami persalinan prematur 6 kali lebih besar. Jadi
apabila ibu hamil pernah mengalami persalinan prematur
sebelumnya perlu mendapat pemeriksaan dan perawatan
antenatal yang ketat untuk meminimalkan risiko terjadinya
persalinan prematur. Dengan demikian kesehatan ibu
dan janin dapat dijaga semaksimal mungkin untuk
menghindari besarnya risiko persalinan prematur dapat
terulang dan membahayakan kelangsungan hidup bayi
yang dilahirkan.
Menurut Moore (1997) kenaikan berat badan selama
hamil sangat mempengaruhi hasil kehamilan. Pada
kasus kekurangan berat badan cenderung melahirkan
bayi prematur. Pada penelitian ini pertambahan berat
badan selama hamil kurang dari 10 kg mempunyai risiko
5 kali lebih besarterjadinya persalinan prematur 4
(RR = 4,241) daripada ibu hamil yang berat badannya
lebih dari atau sama dengan 10 kg, namun tidak bermakna
38,766). Hasilsecara statistik (95% CI = 0,464 penelitian
ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sofoewan (1990) yang menemukan bahwa risiko terjadi
persalinan prematur pada ibu hamil dengan pertambahan
berat badan kurang (kelompok berisiko) sebesar 5,6
kali lebih besar. Oleh karena itu berat badan ibu perlu
dipantau selama hamil, sehingga dapat diketahui secara
dini kekurangan berat badan. Apabila kekurangan berat
badan dapat diketahui sejak dini dilakukan suatu intervensi
guna memperbaiki status gizi ibu hamil sehingga dapat
terhindar dari komplikasi-komplikasi dalam kehamilan
dan dapat melahirkan bayi yang sehat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Insiden persalinan prematur di Puskesmas Mergangsan
Kota Yogyakarta sebaesar 57,14/1000 populasi. Dalam
penelitian ini tidak terbukti anemia dalam kehamilan
trimester III, umur ibu hamil dan pertambahan berat badan
selama hamil memberikan risiko terjadinya persalinan
prematur.
Riwayat persalinan prematur merupakan faktor risiko
terjadinya persalinan prematur. Risiko ibu hamil yang
mempunyai riwayat persalinan prematur 20 kali lebih
besar (RR = 20,333. 95% CI = 174,950).2,363
Saran
Pemeriksaan antenatal yang lengkap dan teratur termasuk
pemeriksaan Hb untuk mendeteksi adanya anemia dalam
kehamilan sangat penting, sehingga mendapat intervensi
secara dini untuk menurunkan prevalens anemia ibu
hamil.
Risiko Anemia, Karakteristik, Riwayat Pe rsalinan Prematur 45
Sarbaini A. Karim, Atik Choirul Hidajah, Prajoga
Kehamilan hendaknya pada umur ibu lebih dari
18 tahun atau kurang dari 40 tahun. Jika hamil pada
umur kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun harus
melakukan pemeriksaan antenatal yang ketat.
Ibu hamil dengan riwayat persalinan prematur
sebelumnya hendaknya mendapatnya perawatan dan
pengawasan antenatal secara khusus dari petugas kesehatan
untuk mencegah terulangnya persalinan prematu r.
Berat badan ibu hamil harus dipantau selama hamil
karena merupakan indeks dari status gizi ibu hamil
sehingga memudahkan intervensi suplementasi gizi ibu
hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar A. (1999). Pengantar Epidemiologi, Edisi revisi. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Beck W. (1997). Obstetric and Ginokology. Pennsylvania USA.
Dinkes Kota Yogyakarta. (2003). Profil Kesehatan Kota Yogyakarta
Tahun 2003.Yogyakarta.
Manuaba IGB. (1993). Faktor Risiko Kelahiran Prematur. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
MochtarR. (1998). SinopsisObstetri, Jilid 1 edisi kedua. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Moore MC. (1997). Therapi Diet dan Nutrisi, Edisi kedua, (terjemahan).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Paryati R, Sanusi, Soetrisno. (1990). Umur Ibu Waktu Melahirkan dan
Berat Badan Lahir Bayi. Universitas Gajah Mada. Community
7.Oriented Medical. VI.1:4
Rabe T. (2003). Ilmu Kebidanan, (terjemahan). Jakarta: Hipokrates.
Scott JR, Disaia PJ, Hammond CB, Spellacy WN, Gordon JD. (2002).
Obstetri dan Ginokologi, (terjemahan). Jakarta: Widya Medika.
Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sofoewan S. (1990). Faktor Resiko Terjadinya Bayi Berat Badan Lahir
Rendah. Universitas Gajah Mada. Community Oriented Medical.
3.VI.1:2
Wiknjosastro, H. (1997). Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Risiko Anemia, Karakteristik, Riwayat Pe rsalinan Prematur 46
Sarbaini A. Karim, Atik Choirul Hidajah, Prajoga

ARTIKEL GANGUAN DAN PENYULIT PADA MASA


KEHAMILAN
di 7:31 AM

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umunya dapat digunakan sebagai petunjuk
untuk menilai keadaan gizi dan kesehatan ibu, tingkat pelayanan kesehatan ibu pada waktu hamil,
melahirkan dan masa nifas, serta kondisi kesehatan lingkungan.

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) tahun 1986, angka kematian ibu bersalin
di Indonesia masih sangat tinggi, berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup. Bila kita bandingkan dengan
negara Asean lainnya, dimana angka kematian ibu bersalin berkisar 5-60 per 100.000 kelahiran hidup,
maka angka tersebut jelas sangat tinggi. Sebagian besar kematian ibu tersebut yaitu sekitar 67% ternyata
terjadi pada masa kehamilan 7 bulan ke atas, masa bersalin, atau masa nifas. Diduga angka kematian ibu
yang tinggi ini erat hubungannya dengan :

Status wanita Indonesia yang masing rendah. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya diskriminasi
terutama dalam soal makanan dan pendidikan terhadap wanita, yang pada akhirnya akan menyebabkan
keadaan gizi yang kurang memadai dan pendidikan yang tertinggal terutama pada wanita pedesaan.

Pekerjaan wanita terutama di pedesaan yang terlalu berat dan tidak didukung oleh gizi yang cukup.

Proses reproduksi yang berlangsung terlalu giat, terlalu dini, terlalu banyak dan terlalu rapat, dan
umumnya semua ini berhubungan dengan kemiskinan, ketidaktahuan dan kebodohan.

Pelayanan obstetri masih sangat terbatas cakupannya sehingga belum mampu menaggulangi ibu hamil
resiko tinggi dan kasus gawat darurat pada lini terdepan. Disamping itu transportasi yang sulit,
ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik dan pantangan tertentu pada wanita hamil juga ikut
berperan.

Dari uraian di atas terlihat faktor yang multi komplek yang masih ikut berperan dan arus
ditanggulangi untuk menurunkan angka kematian ibu bersalin. Umunya sebagian besar faktor-faktor di
ataslah yang akan menyebabkan terjadinya gangguan dan penyulit pada kehamilan, persalinan dan nifas.

KEHAMILAN RESIKO TINGGI

Gangguan dan penyulit pada kehamilan umumnya ditemukan pada kehamilan resiko tinggi.

Yang dimaksud dengan kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya
bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik terhadap ibu maupun terhadap janin yang dikandungnya
selama masa kehamilan, melahirkan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan persalinan dan
nifas normal.

Secara garis besar, kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada keadaan dan kesehatan ibu,
plasenta dan keadaan janin.

Jika ibu sehat dan didalam darahnya terdapat zat-zat makanan dan bahan-bahan organis dalam jumlah yang
cukup, maka pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan akan berjalan baik.

Dalam kehamilan, plasenta akan befungsi sebagai alat respiratorik, metabolik, nutrisi, endokrin,
penyimpanan, transportasi dan pengeluaran dari tubuh 2004 Digitized by USU digital library 1

ibu ke tubuh janin atau sebaliknya. Jika salah satu atau beberapa fungsi di atas terganggu,
maka janin seperti tercekik, dan pertumbuhannya akan terganggu.

Demikian juga bila ditemukan kelainan pertumbuhan janin baik berupa kelainan bawaan
ataupun kelainan karena pengaruh lingkungan, maka pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam kandungan dapat mengalami gangguan.

Menurut penelitian telah diketahui bahwa umur reproduksi sehat pada seorang wanita
berkisar antara 20-30 tahun, artinya ; melahirkan setelah umur 20 tahun jarak persalinan
sebaiknya 2-3 tahun dan berhenti melahirkan setelah umur 30 tahun. Berarti anak cukup
2-3 orang. Telah dibuktikan bahwa kelahiran ke empat dan seterusnya akan
meningkatkan kematian ibu dan janin.

Abortus ( keguguran ), prematuritas dan dismaturitas ( bayi kecil untuk masa kehamilan )
dan postdatisme ( kehamilan lewat waktu ) kadang-kadang masih sulit di deteksi dengan
baik. Dengan pengenalan dan penanganan dini, gangguan dan penyulit kehamilan dapat
dikurangi.

Penyakit yang diderita ibu baik sejak sebelum hamil ataupun sesudah kehamilan,
seperti : penyakit paru, penyakit jantung sianotik, penyakit ginjal dan hipertensi, penyakit
kelenjar endokrin ( gondok , diabetes mellitus, penyakit hati ), penyakit infeksi ( virus,
bakteri parasit ), kelainan darah ibu-janin ataupun keracunan obat dan bahan-bahan
toksis, juga merupakan penyabab yang mengakibatkan terjadinya gangguan dan penyulit
pada kehamilan.

Disamping itu, kehamilan sendiri dapat menyebabkan terjadinya penyakit pad ibu
hamil. Penyakit yang tergolong dalam kelompok ini antara lain : toksemia gravidarum
( keracunan hamil ), perdarahan hamil tua yang disebabkan karena plasenta previa
( plasenta menutupi jalan lahir ), dan solusio plasenta ( plasenta terlepas sebelum anak
lahir ). Penyebab kematian ibu bersalin di Indonesia masih di dominasi oleh perdarahan,
infeksi dan toksemia gravidarum.

Seperti diuraikan sebelumnya, lingkungan dimana ibu hamil bertempat tinggal


secara tidak langsung juga berperan dalam timbulnya penyulit pada kehamilan. Tempat
tinggal yang pengap, kurang udara segar, lingkungan yang kotor, ibu yang tidak dapat
beristirahat cukup dan gizi yang jelek dapat merupakan faktor penyebab.

Dalam kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan janin sebaiknya harus dapat


diikuti dengan baik. Adanya kelainan pertumbuhan janin seperti KMK ( kecil untuk masa
kehamilan ), BMK ( besar untuk masa kehamilan ), kelainan bawaan seperti hidrosefalus,
hidramnion, kehamilan ganda ataupun adanya kelainan letak janin sedini mungkin harus
segera dapat di deteksi. Bila keadaan ini baru di diagnosa pada kehamilan lanjut, maka
penyulit pada kehamilan dan persalinan akan sering dijumpai.

Kemiskinan, kebodohan, ketidaktahuan, dan budaya diam wanita Indonesia,


ditambah lagi oleh transportasi yang sulit dan ketidakmampuan membayar pelayanan
yang baik akan menyebabkan pelayanan antenatal di Indonesia masih kecil cakupannya.

Pada ibu hamil pemeriksaan antenatal memegang peranan penting dalam


perjalanan kehamilan dan persalinannya. Penelitian pada ibu hamil di Jawa Tengah pada
tahun 1989 1990 menemukan bahwa ibu hamil dan bersalin yang tidak memeriksakan
kehamilannya pada tenaga medis akan mengalami resiko kematian 3-7 kali dibandingkan
dengan ibu yang memeriksakan kehamilannya. Menurut Hanafiah pada penelitiannya di
RS. Dr. Pirngadi Medan, ditemukan kematian maternal pada 93,9% kelompok tidak
terdaftar. Sedangkan Tobing pada tahun 1984-1989 menemukan kematian maternal pada
67,9% kelompok tidak terdaftar.
Yang dimaksud dengan kelompok tidak terdaftar adalah kelompok ibu hamil yang
memeriksakan dirinya kurang dari 4 kali selama kehamilannya. Akibat kurangnya
pemeriksaan antenatal yang dilakukan oleh tenaga medis terlatih ( bidan 2004 Digitized
by USU digital library 2

dokter dan dokter ahli ) banyak kasus dengan penyulit kehamilan tidak
terdeteksi. Hal ini tentu saja akan menyebabkan terjadinya komplikasi yang lebih besar
dalam perjalanan kehamilan dan persalinannya sehingga pada akhirnya akan
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang lebih besar pada ibu dan janin.

Disamping itu karena pelayanan obstetri di lini terdepan masih sangat terbatas
cakupannya dan belum mampu menanggulangi kasus gawat darurat, ditambah dengan
transportasi yang masih sulit dan tidak mampu membayar pelayanan yang baik, banyak
kasus rujukan yang diterima di Rumah Sakit sudah sangat terlambat dan gawat sehingga
sulit ditolong.

USAHA PENCEGAHAN PENYULIT PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN

Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa usaha untuk pencegahan penyakit kehamilan dan
persalinan tergantung pada berbagai faktor dan tidak semata-mata tergantung dari sudut
medis atau kesehatan saja. Faktor sosial ekonomi diduga sangat berpengaruh. Karena
pada umunya seseorang dengan keadaan sosial ekonomi rendah seperti diuraikan di atas,
tidak akan terlepaa dari kemiskinan, kebodohan dan ketidaktahuan sehingga mempunyai
kecenderungan untuk menikah pada usia muda dan tidak berpartisipasi dalam keluarga
berencana.

Disamping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga akan megakibatkan gizi
ibu dan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan yang jelek.

Transportasi yang baik disertai dengan ketersediaannya pusat-pusat pelayanan


yang bermutu akan dapat melayani ibu hamil untuk mendapatkan asuhan anenatal yang
baik, cakupannya luas, dan jumlah pemeriksaan yang cukup.

Di negara maju setiap wanita hamil memeriksakan diri sekitar 15 kali selama
kehamilannya. Sedangkan di Indonesia pada kehamilan resiko rendah dianggap cukup
bila memeriksakan diri 4-5 kali.

Jadi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa usaha yang dapat dilakukan
untuk pencegahan penyulit pada kehamilan dan persalinan adalah :

1. Asuhan antenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil.

2. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan.

3. Peningkatan pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan.


4. Peningkatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah kesehatan wanita dan
reproduksi dan peningkatan status sosial ekonominya.

5. Menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi melalui program keluarga berencana.

2004 Digitized by USU digital library 3

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Barbara Abrams : Maternal Nutrition. Dalam : Maternal-Fetal Medicine. Robert K


Creasy, Robert Risink ( Ed. ) WB Saunders Company 3th Edition, 1994.

Erdjan Albar, Rustam Mochtar : Konsep Usaha Penyelamatan Ibu. Pentaloka Peran
Masyarakat Dalam Upaya Penyelamatan Ibu Tingkat Propinsi Sumatera Utara,
1988.

Haryono Roeshadi : Pemeliharaan Kesehatan Ibu Dan Anak Menuju Keluarga Yang
Bahagia Dan Sejahtera. Panel Diskusi PHBI Fakultas Kedokteran USU, 1986.

Julie A. Lemieux : Prenatal Care. Dalam : Manual of Obstetrics Diagnosis and Therapy.
Kenneth R Niswandu ( Ed. ) Little Brown and Company 4th edition, 1991.

Saifuddin AB : Kematian Maternal. Dalam : Miknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi


T ( Ed. ). Ilmu Kebidanan Edisi 3, Jakarta : YBP-JP, 1991.

Saifuddin AB : Penanganan Kehamilan Resiko Tinggi Dalam Upaya Menurunkan Angka


Kematian Ibu dan Bayi. Dalam : Perinatologi tahun 2000, Forum Ilmiah
Perinatologi FK-UI dan RS Harapan Kita. Titut S. Pusponegoro, Abdul Latif dan
HE Monintja ( Ed. ), 1993.

Tunggul Simanjuntak : Kematian Maternal di RS Dr. Pirngadi Medan 1990-1994. Tesis


Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU, 1995. 2004 Digitized by USU digital library
4

Label: kesehatan ibu hamil

ARTIKEL STUDI KASUS KONTROL FAKTOR BIOMEDIS


TERHADAP KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL DI
PUSKESMAS BANTIMURUNG
di 7:25 AM

STUDI KASUS KONTROL FAKTOR BIOMEDIS TERHADAP KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL DI
PUSKESMAS BANTIMURUNG MAROS TAHUN 2004Ridwan Amiruddin1, Wahyuddin2

RINGKASAN
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan faktor umur ibu,
ANC, jarak kelahiran, paritas dan keluhan ibu hamil terhadap kejadian anemia di wilayah
puskesmas Bantimurung. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus kelola dengan
sampel ibu hamil dan bersalin sebanyak 128 responden yang diambil secara purposive sampling.
Uji statistik yang digunkan adalah analisis Odds Ratio, dan logistik regresi. Hasil penelitian yang
diperoleh sekitar 83.6 % responden mengalami anemia, dengan ANC sebagian besar kurang dari
4 kali (72.7%). Hasil analisis bivariat ditemukan banhwa ANC tidak signifikan terhadap anemia,
OR. 1.251 (95%CI.0.574-2.729), demikian juga dengan keluhan dengan OR 1.354, 95 % CI.
0.673-2.725. begitu juga paritas kurang dari satu dan lebih 4 tidak berefek terhadap anemia pada
ibu hamil dengan OR 1.393 , 95%CI.0.474-4.096. Sedangkan jarak kelahiran bermakna terhadap
kejadian anemia dengan OR 2.343, 95% CI.1.146-4.790. dan variabel Umur dengan OR 2.801,
95% CI 1.089-7.207. Kesimpulan variabel yang berhubungan adalah jarak kelahiran dan umur
ibu hamil, sedangkan variabel paritas, ANCdan adanya keluhan tidak bermakna. Dengan
demikian maka disarankan bahwa untuk menekan kejadian anemia dengan berbagai dampaknya
maka pengaturan jarak kelahiran sangat diperlukan melalui perencanaan kelahiran melalui
keluarga berencana, begitu juga dengan umur ibu, sangat penting untuk diperhatikan melahirkan
pada usia 20- 35 tahun. (J Med Nus. 2004; 25:71-75)

SUMMARY

In pregnancy women, anemic increases the frequency of complication to the pregnancy and
delivery. Risk of maternal mortality, prematurity number, low birth weight, and prenatal mortality
are increase. This research intend to identify the relation factors of maternal age, ANC, delivery
expanse, parity and maternal complain to the occurrence of anemic in Bantimurung public health
service. Method of the research was case control study with samples consist of 128 respondents
of pregnant and delivery women taken purposively sampling. Statistical test was Odds ratio and
regression logistic. Result of the research obtained that approximately 83.6% respondents
undergoes anemic with ANC mostly less than 4 times (72.7%). Bivariate analysis shows that ANC
insignificant to anemic undergoes, OR. 1.251 (95% Cl. 0.574-2.729), as well as maternal
complain with OR 1.354, 95% Cl. 0.673-2.725 and parity less than one and more than four
insignificant with anemic undergoes with OR 1.393, 95% Cl 0.474-4.096. Meanwhile deliveries
expanse significant with anemic undergoes with OR 2.801, 95% Cl 1.146-4.790 and age variable
with OR 2.801, 95% Cl 1.089-7.207. It terminates that the variables related with anemic
undergoes were deliveries expanse and maternal age, meanwhile the variables of parity, ANC
and maternal complain insignificant. It is suggested in a manner to diminish anemic undergoes
with all of its impact is with dispose deliveries expanse trough family planning, as well as maternal
age as a main factors to notice, to deliver in age of 25-35 years old. (J Med Nus. 2004; 25:71-75)

LATAR BELAKANG

Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang
menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat,
juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan
kesehatan. Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi, dan keracunan
kehamilan. Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat sepenuhnya dimengerti tanpa
memperhatikan latar belakang (underlying factor), yang mana bersifat medik maupun non medik.
Di antara faktor non medik dapat disebut keadaan kesejahteraan ekonomi keluarga, pendidikan
ibu, lingkungan hidup, perilaku, dan lain-lain.

Kerangka konsep model analisis kematian ibu oleh Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa
angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial
ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku
kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.1
Ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada tiga hasil akhir dalam model yaitu kehamilan,
timbulnya komplikasi kehamilan/persalinan dan kematian ibu. Dari model Mc Carthy dan Maine
tersebut dapat dilihat bahwa setiap upaya intervensi pada faktor tidak langsung harus selalu
melalui faktor penyebab yang langsung. 2

Status kesehatan ibu, menurut model Mc Carthy dan Maine 1 merupakan faktor penting dalam
terjadinya kematian ibu. Penyakit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian
obstetrik tidak langsung pada kasus kematian ibu adalah anemia.3,4 Grant 5 menyatakan bahwa
anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan bahwa
anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu. Penelitian Chi, dkk 7 menunjukkan bahwa
angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non
anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan
anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.8

Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih
sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang
anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.9 Soeprono.10 menyebutkan bahwa dampak
anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia,
atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya
tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin
(abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).10

Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya
banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari
50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 50-79%.11
Affandi 12 menyebutkan bahwa anemia kehamilan di Indonesia berdasarkan data Departemen
Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Penelitian selama tahun 1978-1980 di 12 rumah sakit
pendidikan/rujukan di Indonesia menunjukkan prevalensi wanita hamil dengan anemia yang
melahirkan di RS pendidikan /rujukan adalah 30,86%. Prevalensi tersebut meningkat dengan
bertambahnya paritas.9 Hal yang sama diperoleh dari hasil SKRT 1986 dimana prevalensi
anemia ringan dan berat akan makin tinggi dengan bertambahnya paritas.13 Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global
55% dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester
pertama dan kedua kehamilan.6a

Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil
dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan
sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun
1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.

Indonesia, prevalensi anemia tahun l970an adalah 46,570%. Pada SKRT tahun 1992 dengan
angka anemia ibu hamil sebesar 63,5% sedangkan data SKRT tahun 1995 turun menjadi 50,9%.
Pada tahun 1999 didapatkan anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. Propinsi Sulawesi
Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992 prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil
berkisar 45,5 71,2% dan pada tahun 1994 meningkat menjadi 76,17% 14,3 % di Kabupaten
Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6% (1996)
dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997). Sedangkan laporan data di Kabupaten Maros
khususnya di Kecamatan Bantimurung anemia ibu hamil pada tahun 1999 sebesar 31,73%, pada
tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan pada tahun 2001 sebesar 68,65%.
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti: 1) gangguan dan
hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah
mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Pada
ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang
dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu
yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa risiko
kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan
kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan
kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko
tinggi.

Sumber : Data primer

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN DAN UNIT ANALISIS

Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kelola untuk melihat gambaran status kesehatan
ibu hamil serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut. Instrument
studi terdiri dari kuesioner, serta formulir pemeriksaan ibu hamil, Unit analisis adalah ibu hamil
dan ibiu nifas yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung kab. Maros.

B.POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi rujukan adalah semua ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung
kabupaten Maros pada periode Agustus September 2004.

2. Sampel

Sampel adalah ibu hamil dan ibu bersalin yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung
Kab. Maros pada saat penelitian dilaksanakan. Sampel diambil secara purposive sampling,
dengan jumlah sampel yang berhasil diperoleh sebanyak 128 ibu hamil.

C. PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA

1. Pengolahan Data

Sumber : Data Primer

Tabel 1. menunjukkan bahwa analisis Hubungan ANC dengan kejadian anemia yang paling
banyak menderita anemia adalah responden dengan ANC <>

2. Keluhan dengan Anemia

Tabel 2. Analisis Keluhan dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung
Kabupaten Maros Tahun 2004

Tabel 2 menunjukkan analisis hubungan keluhan dengan kejadian anemia dan responden yang
paling banyak menderita anemia adalah yang memiliki keluhan dengan jumlah 39 (59,1%) orang
dan terendah pada responden yang tidak memiliki keluhan dengan jumlah 32 51.6%)orang.
Hasil analisis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 1.354 dengan nilai lower 0.673 dan upper
2.725.

3. Paritas dengan Anemia

Tabel 3. Analisis Paritas dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung
Kabupaten Maros Tahun 2004

Sumber : Data Primer

Tabel 3. menunjukkan analisis hubungan paritas dengan kejadian anemia dan responden yang
paling banyak menderita anemia adalah pada paritas 2-3 dengan jumlah 61 (62.5%) orang dan
terendah pada responden yang paritas <>4 dengan jumlah 10 (54.5%)orang.

Hasil analisis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 1.393 dengan nilai lower 0.474 dan upper
4.096.

4.Jarak Kelahiran dengan Anemia

Tabel 4. Analisis Jarak Kelahiran dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas
Bantimurung Kabupaten Maros Tahun 2004

Sumber : Data Primer

Tabel 4. menunjukan analisis hubungan jarak kelahiran dengan kejadian anemia dan responden
yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan jarak kelahiran <>

Hasil analiis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 2.343 dengan nilai lower 1.146 dan upper
4.790.

5.Umur Ibu dengan Anemia

Tabel 5. Analisis umur ibu dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung
Kabupaten Maros Tahun 2004

Sumber : Data Primer

Tabel 5. menunjukan analisis hubungan umur ibu dengan kejadian anemia dan responden yang
paling banyak menderita anemia adalah responden dengan umur <>35 tahun sebanyak 20
(74,1%) orang dan pada umur 20-35 tahun sebanyak 51 (50.5%) orang yang menderita anemia.

Hasil analiis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 2.801 dengan nilai lower 1.089 dan upper
7.207.

B. Analisis Multivariat

Tabel 6 : Analisis Regresi Logistik Antara Jarak Kelahiran dan Umur Penderita di Wilayah Kerja
Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros Tahun 2004

Sumber : Data Primer


Tabel 6. menunjukkan analisis hubungan Regresi logistik antara jarak kelahiran dan umur
penderita diwilayah kerja puskesmas Bantimurung. Dan menunjukkan bahwa dari dua variabel
yang memiliki risiko kejadian anemia setelah dilakukan uji lebih lanjut diperoleh bahwa umur
memilki pengaruh lebih besar terhadap kejadian anemia.

C. Pembahasan

1. A N C dengan kejadian anemia.

Antenatal care adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga professional
meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali
pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali
pada trimester III. Dengan pemeriksaan ANC kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini
mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan
persalinannya.

Hasil analisis hububgan ANC dengan kejadian anemia didapatkan OR sebesar 1,251 dengan
nilai lower 0,574 dan nilai upper 2,729, oleh karena nilai 1 berada diantara batas bawah dan
batas atas maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan ANC dengan
kejadian anemia pada ibu hamil.

2. Keluhan selama hamil

Kehamilan adalah peristiwa alami yang melibatkan perubahan fisik dan emosional dari seorang
ibu, utamanya pada umur kehamilan 1 3 bulan pertama kebanyakan ibu hamil mengalami
beberapa keluhan seperti pusing, mual, kadang kadang muntah. Keadaan ini akan berlangsung
sementara dan biasanya hilang dengan sendirinya pada kehamilan lebih dari 3 bulan. Dari hasil
analisis hubungan keluhan selama hamil dengan kejadian anemia didapatkan nilai 1 berada
antara batas bawah dan batas atas yaitu nilai lower 0,673 dan nilai upper 2,725, maka tidak
terdapat hubungan antara faktor keluhan ibu selama hamil dengan kejadian anemia.

3. Parietas

Parietas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir
mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan
berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.Karena selama hamil zat zat gizi
akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara parites dengan kejadian anemia pada ibu hamil, karena
nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas dengan OR sebesar 1,393 dan nilai lower
0,474 dan nilai upper 4,096.

4. Jarak Kelahiran.

Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak
kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi
ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat zat gizi belum optimal, sudah harus
memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung.

Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa reponden paling banyak menderita anemia pada
jarak kehamilan <>

5. Umur
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat
dan aman adalah umur 20 35 tahun. Kehamilan diusia < style=""> < style=""> zat zat gizi
selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan
penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini.
Hasil analisis didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap
kajadian anemia, dengan OR sebesar 2,801 dengan nilai lawer 1,089 dan nilai upper
7,207.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis status kesehatan ibu hamil di Kecamatan Bantimurung Kab Maros
didapatkan

1. Umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun berisiko lebih besar untuk menderita anemia

2. ANC ibu hamil kurang dari 4 kali tidak berisiko untuk menderita anemia

3. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun berisiko lebih besar untuk menderita anemia

4. Paritas > 3 orang tidak berisiko lebih besar untuk menderita anemia

5. Adanya keluhan tidak berisiko lebih besar untuk menderita anemia.

sumber : http://ridwanamiruddin.wordpress.com/

Label: kesehatan ibu hamil

Nov 8, 2007 Oct 2, 2007 Home

Subscribe to: Posts (Atom)

LABELS

Copyright 2008 by 84Productions | Designed By Gagan | Download Free Blogger Template from GeckoandFly
Site Best Viewed in Firefox

You might also like