Professional Documents
Culture Documents
3783 16321 2 PB
3783 16321 2 PB
1
ISSN : 2085-8418
ABSTRACT
Technology of corn noodle, both processed from 100% corn flour and substitution of wheat flour
(by corn flour), was developed by previous researchers but it has not been tested to be applied to the
community. The objectives of this study were: (1) identify critical quality parameters and determine the
shelf life of corn noodle; (2) to test the production process of dry- and wet-corn on a pilot plant scale and
the small industry of wet noodles; and (3) to obtain the quantitative data of consumer acceptance from the
wet noodle producers (small-medium enterprise or SMEs) and the consumers. The critical parameters of
corn noodles quality during storage were the color, texture (ease of fracture), cooking loss (loss of solids
due to cooking), and the degree of rancidity. Based on the aroma parameters, the shelf life of corn
o
noodles on the storage temperature reaches 28 C was 4.6 months. Production of corn noodle routinely
has been performed in a pilot plant of SEAFAST Center with a capacity 4 batch per day process.
According to the wet noodles producers (small industry), the technology of the 35% substitution of corn
noodles (wet noodle) can be directly adopted by SMEs without any change in the production process.
The technology of 100% corn noodles can also be adopted with the addition of blanching units before
sheeting process. The respondents accept the 35% substitution of corn noodles and considered no
different than wheat noodles. Eighty-five percents of meatball noodles SMEs stated that are willing to use
the corn wet noodle. Eighty percents of consumers meatball noodle said that the wet corn noodle were
suitable using for meatball noodles with the acceptance value were close to the wheat noodles.
Vol. 5 No. 1
44 Penentuan Umur Simpan
Karakterisasi Sifat Fisko-Kimia dan Pengujian kritis dan model Arrhenius. Model kadar air kritis
Sensori Mi Jagung Kering diterapkan untuk pendugaan umur simpan produk
pangan yang rusak oleh adanya penyerapan air
Mi jagung kering dikarakterisasi sifat fisik
oleh produk. Model ini terutama untuk produk
(warna, kehilangan padatan akibat pemasakan,
pangan yang kering. Kerusakan dievaluasi dari
daya serap air, dan analisis profil tekstur) untuk
perubahan tekstur (misal kerenyahan yang hilang
menentukan parameter kritis dan batas kritisnya.
dan peningkatan kelengketan) atau terjadinya
Parameter mutu kritis tersebut digunakan sebagai
penggumpalan. (tuliskan sumber pustakanya)
dasar untuk penentuan umur simpan. Pendugaan
Model Arrhenius diterapkan untuk produk-
umur simpan produk mi kering subtitusi jagung
produk pangan yang mudah rusak oleh akibat
dilakukan dengan menyimpan contoh dalam
o o reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi
inkubator pada tiga suhu tinggi, yaitu 37 C, 45 C
o Maillard, denaturasi protein, dsb. Secara umum,
dan 55 C selama delapan minggu. Evaluasi tiap
laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu
pengambilan contoh dilakukan oleh panelis
yang lebih tinggi ya g berarti penurunan mutu
terlatih pada hari (h) ke-0; h-7;h-14; hingga h-35.
produk semakin cepat terjadi (Hariyadi dan
Evaluasi terhadap perubahan mutu
Andarwulan, 2006). Menurut Kusnandar (2006),
fisikokimia dan organoleptik mi jagung dilakukan
produk pangan yang dapat ditentukan umur
dengan pengamatan mi pada setiap selang waktu
simpannnya dengan model Arrhenius adalah
7 hari selama 5 minggu. Evaluasi terhadap
makanan kaleng steril komersial, susu Ultra High
perubahan mutu fisikokimia dan organoleptik
Temperature (UHT), susu bubuk/formula, produk
dilakukan untuk mi sebelum dimasak (kekerasan,
chip/snack, jus buah, mi instan, frozen meat, dan
warna, derajat ketengikan dan mutu sensori oleh
produk pangan lain yang mengandung lemak
panelis terlatih) dan setelah dimasak (kehilangan
tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau
padatan selama pemasakan, kekerasan,
yang mengandung gula pereduksi dan protein
elastisitas/kekenyalan, kelengketan, derajat
(berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan). Karena
ketengikan, dan mutu organoleptik). Selain itu
reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh
perubahan warna juga ditentukan secara obyektif
suhu, maka model Arrhenius mensimulasikan
menggunakan instrumen Chromameter CR-200
percepatan kerusakan produk pada kondisi
Minolta dengan metode Hunter (Hutching 1999).
penyimpanan suhu tinggi di atas suhu
Metode ini menghasilkan tiga nilai pengukuran,
penyimpanan normal.
yaitu L, a, b dengan standar kalibrasi Y=68.3;
Model Arrhenius dilakukan dengan
x=0.420; dan y=0.438. Nilai L menunjukkan
menyimpan produk pangan dengan kemasan
kecerahan (0=hitam hingga 100=putih); nilai a
akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan
menunjukkan warna kromatik campuran merah-
ekstrim. Percobaan dengan metode Arrhenius
hijau (a+=0-80 untuk warna merah; a-=0-(-80)
bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi
untuk warna hijau); dan b menunjukkan warna
(k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim,
kromatik campuran biru-kuning (b+=0-70 untuk
kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk
warna kuning; b-=0-(-70) untuk warna biru).
menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu
penyimpanan yang diinginkan dengan
Prinsip Pendugaan Umur Simpan
menggunakan persamaan Arrhenius (persamaan
Metode penentuan umur simpan dapat 1). Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai
dilakukan dengan menyimpan produk hingga k (konstanta penurunan mutu) pada suhu
rusak pada kondisi penyimpanan/lingkungan yang penyimpanan umur simpan. Persamaan model
normal. Cara ini menghasilkan informasi yang Arrhenius untuk menentukan umur simpan
paling valid, namun memerlukan waktu yang lama dinyatakan dengan persamaan (1).
dan tidak praktis untuk aplikasi di industri. Oleh
karena itu dikembangkan metode pendugaan k = ko.exp (Ea/RT) ........(1)
umur simpan dengan metode yang dipercepat dimana :
(accelerated shelf-life testing atau ASLT method), K = konstanta laju penurunan mutu
dimana produk disimpan pada kondisi Ko = konstanta (faktor frekuensi yang tidak
penyimpanan yang ekstrim yang dapat tergantung suhu)
mempercepat kerusakannya. Umur simpan Ea = energi aktivasi
diduga dengan menggunakan model matematika, T = suhu mutlak (K)
dimana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi R = konstanta gas (1.986 kal/mol K)
kerusakan produk ke dalam model matematika
tersebut. (Floros, 1993). Metode ASLT
Uji Coba Produksi dan Penerimaan Konsumen
membutuhkan waktu pengujian yang relatif
singkat dengan tingkat akurasi yang masih dapat Uji coba proses produksi mi jagung pada
diterima. Semakin valid model matematika yang skala proses yang lebih besar dilakukan untuk 5
digunakan, maka pendugaannya akan semakin jenis mi jagung yang sudah siap secara teknologi,
valid. yaitu (1) mi jagung sheeting basah dan (2) kering
Metode ASLT yang sering digunakan untuk (100% tepung jagung), (3) mi jagung substitusi
pendugaan umur simpan adalah model kadar air kering dan (4) basah (35% tepung jagung) dan (5)
mi jagung basah ekstrusi (100% tepung jagung). mi untuk merumuskan strategi adopsi teknologi mi
Uji coba proses produksi untuk mi jagung jagung bagi industri rumah tangga/kecil, termasuk
sheeting basah dan kering (100% tepung jagung), kemungkinan penyesuaian teknologi sesuai
mi jagung ekstrusi (100% tepung jagung) dan mi kondisi di produsen mi.
substitusi kering (35% tepung jagung) dilakukan Uji coba penerimaan konsumen dilakukan di
di lini proses produksi mi di Pilot Plant SEAFAST tingkat produsen olahan mi dan konsumen secara
Center. Hal ini berdasarkan pertimbangan umum yang ada di daerah Darmaga Bogor, di
ketersediaan teknologi yang ada di masyarakat, antaranya pedagang mi bakso. Sedangkan
terutama peralatan untuk steaming adonan, responden adalah konsumen (pembeli) di
ekstrusi dan unit pengering yang belum tersedia produsen olahan mi (100 orang) dan konsumen
di produsen mi basah yang ada, khususnya UKM rumah tangga (50 orang).
(industri kecil/rumah tangga). Uji ini dilakukan
dengan bekerjasama dengan paguyuban HASIL DAN PEMBAHASAN
produsen dengan harapan terjadi proses alih
teknologi dan dapat memberikan gambaran Sifat Fisiko-Kimia dan Organoleptik Mi Jagung
kepada produsen, mi bila akan mengadopsi
teknologi mi jagung sebagai kegiatan usaha. Karakterisasi mi kering substitusi jagung
Uji coba mi jagung basah sheeting substitusi sebelum penyimpanan (mi segar) dilakukan
(35%) dilaksanakan di delapan produsen mi secara fisik meliputi analisis Kehilangan Padatan
basah di daerah Bogor. Mi basah substitusi dipilih Atribut Pemasakan (KPAP), analisis profil tekstur
agar dapat diproses dengan menggunakan dan analisis warna-Hunter dan analisis bilangan
peralatan produksi yang dimiliki oleh produsen mi Thiobarbituric Acid (TBA). Data karakteristik mi
basah tersebut, tanpa harus menambah investasi jagung substitusi sebelum penyimpanan dapat
peralatan baru, sehingga lebih mudah direplikasi dilihat pada Tabel 1. Tabel tersebut
oleh produsen mi basah lainnya. Sebagai memperlihatkan karaktertistik mi yang sudah
evaluasi terhadap uji coba produksi, dilakukan dinyatakan rusak digunakan sebagai parameter
focus group discussion (FGD) dengan produsen batas penerimaan mi jagung.
o
1. Perubahan Mutu Organoleptik selama dengan mi pada suhu penyimpanan 37 C.
o
Penyimpanan Namun, mi pada suhu penyimpanan 37 C
o o
Perubahan mutu organoleptik yang dan 45 C serta 50 C tidak berbeda nyata satu
diamati selama penyimpanan dengan 3 suhu sama lain.
o
berbeda (35, 45 dan 55 C) mencakup atribut Aroma merupakan salah satu atribut/
aroma, warna, kecerahan, kerapuhan dan parameter mutu kritis mi kering substitusi
rasa. Hasil penelitian menunjukkan adanya jagung yang utama, karena penolakan produk
kecenderungan penurunan atribut mutu mi kering jagung dapat disebabkan oleh
aroma, warna, kecerahan, kerapuhan dan terbentuknya off flavor (bau tengik) akibat
rasa (Gambar 1a-e) mi pada tiga suhu terjadinya reaksi oksidasi asam lemak tidak
penyimpanan. Penurunan mutu mi yang jenuh yang dipicu oleh suhu penyimpanan
o
disimpan pada 50 C cenderung lebih tajam yang tinggi. Gambar 1-a menunjukkan
dibandingkan dengan mi pada kedua suhu terjadinya penurunan skor mutu atribut aroma
o
penyimpanan 37 dan 45 C. Uji Duncan selama lima minggu pada masing-masing
menunjukkan bahwa mi jagung yang suhu penyimpanan. Penurunan nilai aroma
o o
disimpan pada suhu penyimpanan 37 C dan pada suhu 50 C terlihat lebih tajam
o
45 C berbeda nyata (=0,05) dengan mi pada dibandingkan kedua suhu penyimpanan lain,
o
suhu penyimpanan 50 C. Begitu pula halnya baik suhu maupun waktu penyimpanan
dengan mi yang disimpan pada suhu berpengaruh nyata (=0,05) terhadap
o o
penyimpanan 45 C dan 50 C berbeda nyata penurunan aroma.
Vol. 5 No. 1
46 Penentuan Umur Simpan
o
Mi kering jagung memiliki warna alami lambat pada suhu penyimpanan 37 C dan
o
yang berasal dari pigmen karotenoid pada 45 C (Gambar 1-b). Analisis sidik ragam
tepung jagung. Warna kuning mi jagung menunjukkan bahwa perubahan warna pada
o
cenderung memudar selama penyimpan yang suhu penyimpanan pada 37 dan 45 C tidak
diakibatkan oleh degradasi pigmen karotenoid berbeda nyata. Namun warna mi pada kedua
selama penyimpanan, terutama pada suhu suhu penyimpanan tersebut berbeda nyata
o
penyimpanan 55 C. Beta karoten dapat (=0,05) dengan mi jagung pada suhu
o
mengalami penurunan 38,4% pada penyimpanan 50 C. Waktu penyimpanan
o
pemanasan suhu 50 C selama 4 jam dan berpengaruh nyata (=0,05) terhadap
o
sebesar 40.5% pada pemanasan 50 C perubahan warna.
selama 24 jam. Perubahan warna cenderung
(a) (b)
(c ) (d)
(e)
Gambar 1. Perubahan atribut mutu aroma (a), warna (b), kecerahan (c), kerapuhan (d) dan rasa
(e) selama penyimpanan
50 8
Bilangan TBA (mg MDA/g
40 7
sampel) x 10-4
30
6
Nilai KPAP
Suhu 37 5
20
Suhu 45 4 Suhu 30
10
Suhu 50 3
0 Suhu 45
2
0 7 14 21 28 35 Suhu 50
1
Waktu penyimpanan (hari ke-)
0
0 7 14 21 28 35
Waktu penyimpanan (Hari ke-)
(a) (b)
Gambar 2. Grafik perubahan mutu bilangan TBA (a) dan atribut KPAP (b) selama penyimpanan
Vol. 5 No. 1
48 Penentuan Umur Simpan
kecenderungan meningkat pada suhu simpan, parameter yang dipilih adalah yang
penyimpanan yang meningkat. Pada parameter menunjukkan pola peruibahan nilai k konsisten
warna dan kerapuhan, slope penurunan mutu terhadap perubahan suhu. Maka parameter yang
yang diperoleh memiliki pola turun naik cukup sesuai adalah aroma, kecerahan dan rasa dari uji
tajam. Untuk melakukan pendugaan umur organoleptik.
60 4.6
50
4.4
40
Nilai b
Nilai L
4.2
30
Suhu 37 4.0 Suhu 37
20 Suhu 45
3.8 suhu 45
10 Suhu 50
3.6 Suhu 50
0
0 7 14 21 28 35 0 7 14 21 28 35
Waktu penyimpanan (hari ke-) Waktu penyimpanan (hari ke-)
(a) (b)
Gambar 3. Perubahan warna secara obyektif selama penyimpanan : (a) Nilai L dan (b) Nilai b
Data perubahan nilai k dari 3 parameter umur simpannya. Hasil perhitungan umur simpan
o o o
mutu di atas (aroma, kecerahan dan rasa) pada suhu 25 , 28 dan 30 C dapat dilihat pada
terhadap suhu selanjutnya dipetakan dengan Tabel 4. Pendugaan umur simpan berdasarkan
menggunakan model Arrhenius (Tabel 3). kecerahan memberikan data umur simpan paling
Parameter aroma memiliki nilai r paling tinggi pendek, sedangkan berdasarkan rasa didapatkan
menunjukkan paling sensitif terhadap suhu umur simpan paling lama. Namun berdasarkan
penyimpanan, sehingga paling sesuai digunakan pertimbangan nilai r, maka penduga umur simpan
sebagai penduga umur simpan. yang paling sesuai adalah aroma. Dengan
Dengan menggunakan persamaan demikian, umur simpan mi berkisar 4,2-5,2 bulan
o
Arrhenius tersebut, dapat dihitung nilai k pada pada selang suhu penyimpanan 25-30 C.
suhu penyimpanan yang diinginkan diketahui
Tabel 2. Nilai k parameter mutu mi jagung pada tiga suhu penyimpanan (ordo nol)
o Orde Nol
Parameter Suhu ( C)
Slope (k) Korelasi (r)
37 0,054 0,690
Aroma 45 0,066 0,903
50 0,092 0,965
37 0,087 0,850
Warna 45 0,081 0,869
50 0,104 0,941
37 0,076 0,720
Kecerahan 45 0,088 0,775
50 0,089 0,825
37 0,088 0,811
Kerapuhan 45 0,086 0,813
50 0,111 0,884
37 0,035 0,984
Rasa 45 0,048 0,977
50 0,093 0,936
Tabel 4. Umur simpan mi kering substitusi jagung dengan menggunakan berbagai parameter mutu
Suhu Penyimpanan Umur Simpan (bulan)
o Ordo
( C) Aroma Kecerahan Rasa
25 0 5,21 2,61 14,66
28 0 4,57 2,50 11,54
30 0 4,19 2,43 9,86
Ujicoba Proses Produksi Mi Jagung banyak dari kondisi saat ini dan tidak
memerlukan investasi peralatan baru seperti
1. Ujicoba Proses Produksi Mi Jagung Skala
pengukus (steamer). Menurut persepsi
Pilot Plant
peserta pelatihan, daya tarik untuk
Dalam rangka memenuhi kebutuhan memproduksi mi jagung substitusi adalah (1)
konsumen dan kegiatan sosialisasi, uji coba proses produksi tidak terlalu sulit, sehingga
proses produksi mi jagung skala pilot plant dapat langsung mengadopsi teknologi mi
telah dilakukan secara rutin di SEAFAST jagung; (2) daya ikat air adonan lebih besar,
Center, IPB. Hasil produksi mi jagung maka mi jagung yang dihasilkan lebih
substitusi kering secara rutin telah dipasarkan mengembang dibandingkan mi terigu, sehing-
melalui dua outlet, di Serambi Botani, IICC ga memberikan keuntungan bagi produsen
Botani Square, Baranangsiang-Bogor dan di mi; (3) mutu mi jagung substutusi secara
Caf F-24, Jalan Babakan Raya, Darmaga- umum sama dengan mi terigu; dan (4) warna
Bogor dengan jumlah total 150 bungkus per alami mi jagung dapat menjadi daya tarik
minggu. Selain itu, hasil produksi rutin tersendiri dalam mempromosikan mi jagung.
digunakan untuk berbagai kegiatan sosialisasi Untuk mempercepat adopsi teknologi
seperti pameran, lomba, seminar dan acara- dalam usaha sehari-hari oleh produsen mi,
acara khusus yang diselenggarakan di tingkat maka diperlukan upaya-upaya berikut :
himpunan profesi mahasiswa, Fakultas, a. Adopsi teknologi yang dilakukan pada
institusi, baik dalam skala nasional maupun tahap awal sebaiknya untuk produksi mi
internasional. Sebagai contoh dalam acara jagung substitusi, karena secara umum
Indonesian Food Expo 2009 yang tidak ada perbedaan nyata dengan
diselenggarakan oleh HIMITEPA, telah teknologi mi yang biasa dilakukan oleh
dibagikan sebanyak 840 bungkus mi jagung produsen mi basah. Produksi mi jagung
kering @ 50 g per bungkus kepada 100% belum siap untuk diadopsi, karena
masyarakat luas di Bogor. masih perlu dilakukan penyesuaian-
penyesuaian dalam hal lama pemasakan
2. Uji coba Proses Produksi Mi Jagung di dan penanganan mi jagung selama
Produsen Mi Basah diolah, karena kemungkinan dapat
menghasilkan mi yang patah-patah atau
Uji coba proses produksi mi jagung di terjadi over-cooking.
produsen mi basah didahului dengan
b. Jaminan ketersediaan tepung jagung
kegiatan pelatihan. Pelatihan diselenggara-
harus dipikirkan, karena belum ada
kan bekerjasama dengan paguyuban
produsen tepung jagung skala komersial.
produsen mi basah di Bogor dan Dinas Fasilitas di pilot plant SEAFAST Center
Perindustrian Kabupaten Bogor, dengan bukan untuk skala produksi, maka tidak
tujuan untuk alih teknologi dan penjajagan dapat memenuhi kebutuhan tepung
kemungkinan adopsi teknologi mi jagung agar
jagung bagi produsen dan di masa
dapat diintegrasikan dalam kegiatan usaha
mendatang perlu dilakukan inisiasi
produsen mi yang telah berjalan saat ini.
kerjasama memproduksi tepung jagung
Kegiatan pelatihan telah dilaksanakan pada dan melakukan kemitraan antara
tanggal 15 Agustus 2009 dengan jumlah produsen tepung jagung dengan
peserta 10 orang berasal dari 8 URT/UMKM.
pengusaha mi.
Evaluasi kegiatan palatihan tersebut
dilakukan dengan FGD dengan melibatkan Hasil ujicoba pada delapan produsen mi
produsen mi peserta pelatihan. Hasil diskusi basah menunjukkan bahwa mi jagung
memberikan gambaran bahwa produsen mempunyai karakter yang bagus, warna alami
memilih mi jagung substitusi, karena dari sisi dan tidak berbeda jauh dengan mi terigu.
proses tidak memerlukan modifikasi terlalu Namun ditemui sedkit permasalahan, yaitu
Vol. 5 No. 1
50 Penentuan Umur Simpan
timbulnya bau khas jagung pada air rebusan bahwa mi jagung cenderung kurang dapat
pedagang mi ayam setelah lima jam bersaing dengan mi terigu komersial, akibat
penggunaan. Secara umum dapat dikatakan, keterbatasan karakteristik mutu sensorinya.
hasil ujicoba tersebut sangat berprospek Pada penelitian ini, dikembangkan mi kering
untuk dikembangkan melalui produsen mi substitusi jagung yang diharapkan memiliki
basah di tingkat URT atau UMKM. tingkat preferensi konsumsi yang lebih
menyerupai mi kering terigu komersial.
Uji Penerimaan Konsumen Mi kering substitusi jagung yang dinilai
responden dengan skala 1-7 disajikan pada
1. Preferensi Responden terhadap Mi Kering
produk olahan mi bakso. Nilai 1 berarti sangat
Substitusi Jagung
tidak suka hingga nilai 7 yang berarti sangat
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
suka. Hasil pengumpulan data menunjukkan
responden penelitian merupakan konsumen bahwa sebagian besar responden (43%)
yang telah terbiasa mengkonsumsi mi. menyatakan suka terhadap produk mi
Namun, apabila dikaitkan dengan
jagung ini, 37% responden lainnya
pengetahuan terhadap mi jagung diketahui
menyatakan bahwa mi kering substitusi
bahwa hanya sebagian dari responden (53%)
jagung termasuk dalam kategori netral/biasa
yang sudah pernah mendengar dan telah
(Gambar 4b). Hal ini memperlihatkan bahwa
mengenal mi jagung sebelumnya. Artinya, mi kering substitusi jagung pada produk
sebagian responden lainnya sebanyak 47% olahan mi bakso memiliki tingkat kesukaan
yang telah terbiasa mengkonsumsi mi
cukup tinggi. Responden yang menilai produk
ternyata belum pernah mendengar adanya mi
mi biasa saja dapat diartikan bahwa
jagung (Gambar 4a).
responden tidak mengalami/merasakan suatu
Pengembangan produk mi jagung perbedaan yang nyata pada produk, apabila
sebagai upaya mendukung program dibandingkan dengan produk mi terigu
diversifikasi telah dilakukan sejak beberapa
komersial.
tahun silam. Namun, tidak dapat dipungkiri
(a) (b)
Gambar 4. Tingkat pengetahuan responden terhadap mi jagung (a) dan tingkat kesukaan
responden terhadap mi kering substitusi jagung pada mi bakso (b)
Gambar 5b menunjukkan 81% responden tinggi ketika disajikan pada produk olahan mi
menyatakan setuju apabila mi jagung bakso. Alternatif produk olahan lainnya
substitusi dijadikan sebagai alternatif dikategorikan menjadi 4, yaitu soto mi, toge
pengganti mi terigu. Sebagian besar darinya goreng, mi goreng dan lainnya (opsional).
sangat terbuka menerima pilihan tawaran mi Diagram lingkaran pada Gambar 5c
yang memiliki keunggulan tersendiri dan juga menunjukkan bahwa secara berturut-turut
memiliki karakteristik menyerupai mi terigu. responden memilih mi jagung substitusi pada
Berdasarkan hasil survei penelitian produk olahan lain mi goreng (43,55%); soto
seperti yang telah dijabarkan pada bagian mi (33,87%); toge goreng (14,52%); dan
sebelumnya, maka diketahui mi kering lainnya seperti Spaghetti dan ifu mi (8,06%).
substitusi jagung memiliki tingkat penerimaan
(a) (b)
(c)
Gambar 5. Tingkat kesesuaian mi jagung: (a) produk olahan mi bakso, (b) sebagai alternatif mi terigu
komersial dan (c) pada produk pangan olahan lain
Vol. 5 No. 1
52 Penentuan Umur Simpan
adalah belum adanya suplai tepung jagung yang Pangan Selama Pengolahan dan
diproduksi secara komersial, sehingga Penyimpanan. Di dalam: Modul Pelatihan
menyulitkan perolehan bahan baku tepung Pendugaan dan Pengendalian Masa
jagung. Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan.
Uji konsumen terhadap pedagang olahan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
mi dan konsumen mi olahan menunjukkan bahwa dan Seafast Center IPB, Bogor.
secara umum responden menerima mi jagung
Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance.
substitusi 35%, cocok untuk diolah menjadi mi
Gaithersburg. Aspen Publisher. Inc,
bakso dengan karakteristik mi yang tidak berbeda
Maryland.
dibandingkan mi terigu, sehingga 85% responden
pedagang mi bakso menyatakan bersedia Kruger, J.E., R.B. Matsuo, J.W. Dick (Ed). 1996.
menggunakan mi basah jagung dan 87% Pasta and Noodle Technology, American
responden konsumen mi bakso yang bersedia. Association of Cereal Chemists, Inc. St.
Paul, Minnesota, U.S.A.
Saran
Kusnandar, F. 2006. Desain Percobaan dalam
Umur simpan mi jagung pada suhu Penetapan Umur Simpan Produk Pangan
o
penyimpanan 28 C adalah sebesar 4,6 bulan, dengan Metode ASLT (Model Arrhenius
namun masa simpannya masih dapat dan Kadar Air Kritis). Di dalam: Modul
diperpanjang lagi misalnya dengan menggunakan Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian
kemasan tertentu. Untuk itu maka perlu dilakukan Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk
penelitian lebih lanjut mengenai penentuan jenis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi
kemasan yang dapat memperpanjang masa Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor.
simpan dan laju penurunan mutu gizi mi jagung
yang disebabkan oleh kerusakan oksidatif dan ___________. 2008. Mengenal Mi Jagung. Di
laju degradasi betakaroten mi jagung selama dalam: Modul Pelatihan Proses Produksi Mi
penyimpanan. Jagung. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor.
Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Foods.
DAFTAR PUSTAKA Food and Nutrition Press, Inc. Westport,
Connecticut.
Budiyah. 2004. Pemanfaatan Pati dan protein
Jagung (Corn Gluten Meal) dalam Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan
Pembuatan Mi Jagung Instan. Skripsi pada Mi Kering dengan Memanfaatkan Bahan
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Baku Tepung Jagung. Skripsi pada
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Pertanian Bogor, Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Floros, J.D. 1993. Shelf Life Prediction of
Packaged Foods. Chemical, Biological Putra, S.N. 2008. Optimalisasi Formula dan
Physical and Nutrition Aspecta. Elsefier Proses Pembuatan Mi Jagung dengan
Publ, London. Metode Kalendering. [Skripsi]Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Bogor, Bogor.
Jagung Instan Berdasarkan Kajian
Preferensi Konsumen. Skripsi pada Putra, G.B. 2009. Analisis Preferensi Konsumen
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Pedagang Mi Bakso terhadap Mi
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Basah Jagung dengan teknologi Ekstrusi.
Pertanian Bogor, Bogor. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hariyadi, P. dan N. Andarwulan. 2006. Perubahan
Mutu (Fisik, Kimia dan Mikrobiologi) Produk