Professional Documents
Culture Documents
FIX New Revisi
FIX New Revisi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau bisa disebut Gagal Ginjal Kronis
(GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih
terapi pengganti ginjal diperkirakan lebih dari 1,4 juta dengan kejadian
tumbuh sekitar 8%. Prevalensi CKD pada tahun 2013 sebanyak 2.997.680
orang, namun pada tahun 2014 meningkat sebanyak 3.091.240 orang (United
Gagal ginjal kronik menjadi salah satu penyakit yang masuk dalam 10
sebesar 3 %.
dengan mengalirkan darah dari tubuh pasien ke dialyzer tempat darah tersebut
elektrolit dan zat sisa yang berlebihan dari dalam tubuh (Smeltzer & Bare, 2013).
baru yang menjalani terapi hemodialisa meningkat dari 15.353 orang pada
tahun 2011 menjadi 19.621 orang pada tahun 2012. Sedangkan jumlah pasien
aktif dari 6.951 orang pada tahun 2011 meningkat menjadi 9.161 orang pada
tahun 2012. Didaerah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) jumlah pasien yang
pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap melakukan terapi
(Melo, Ribeiro & Costa, 2015). Hemodialisa sebagai terapi utama dalam penanganan
gangguan ginjal kronik, memiliki dampak yang bervariasi, diantaranya efek hemodialisis
uremia. Uremia pada pasien hemodialisis dapat menyebabkan pasien kehilangan nafsu
makan, mual, muntah, kehilangan energi dan protein, dan penurunan produksi karnitin
normal dan fungsi kehidupan (Ferrell,Coyle & Paice, 2015). Kelelahan adalah gejala
umum pada pasien penyakit ginjal yang menjadi sebuah fenomena kompleks,
kelemahan fisik atau keduanya. Gejala umum juga mencakup motivasi dan aktivitas fisik
berkurang, kelesuan umum. Prevalensi kelelahan berkisar dari 42% sampai dengan 89%
(Artom, 2014). Sedangkan menurut Joshwa (2012), lebih dari 70 % pasien hemodialisa
sexual, perubahan spiritual dan kualitas hidup (Lukbin & Larsen, 2006). Pada
pasien yang menjalani hemodialisa akan memiliki kadar ureum dan kreatinin
erytropoietin. Sehingga jumlah sel darah merah menurun atau yang disebut
anemia (Thomas, 2003). Akibatnya pasien akan mengalami lelah, letih, lesu
terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis,sosial, dan kognitif. Oleh
karena itu perawat harus mampu mengkaji respon pasien sehingga mampu mengatasi
psikososial dan kognitif yang berhubungan dengan kelelahan pada pasien CKD yang
(maladaptif). Menurut Tagay (2007) dalam Luana (2012) disebutkan bahwa ansietas
sering dialami oleh pasien hemodialisa dengan jenis ansietas stres tipe pasca trauma
(PTSD). Sementara itu pada penelitian lain diketahui adanya korelasi antara ansietas
pasien dan berhubungan dengan hasil klinis yang buruk termasuk peningkatan resiko
rawat inap dan kematian. Tiga puluh delapan study telah dilakukan identifikasi untuk
melihat hubungan antara cemas, depresi dan kelelahan terdapat hubungan yang
signifikan antara cemas, depresi, dengan kelelahan pasien CKD yang menjalani HD
Pada pasien CKD yang menjalani HD mengalami kualitas tidur subjektif yang
buruk dengan gejala insomnia, sleep apnea atau sindrom gelisah kaki/RLS (Picariello et
5
al, 2016). Menurut Jhamb (2011), pasien CKD yang menjalani HD dengan kelelahan
yang lebih tinggi memiliki kualitas tidur yang buruk disebabkan karena terjadinya
yang luar biasa, terutama dikaitkan dengan keterbatasan yang ditetapkan oleh
secara bertahap telah diakui dapat meningkatkan partisipasi pasien hemodialisa dalam
pasien CKD yang menjalani HD meningkat dan kemampuan perawatan diri menurun,
sehingga dukungan sosial yang lebih rendah dapat memiliki pengaruh yang merugikan
Prilaku kognitif juga berpengaruh terhadap kelelahan pasien CKD. Prilaku kognitif
yang merupakan persepsi sakit terlihat pada keyakinan tentang kondisi tertentu yang
mengungkapkan bahwa persepsi negatif menjadi salah satu penyebab dari kelelahan
yang lebih besar, di atas dan di luar peran faktor demografi dan klinis, serta faktor stres
RSUP DR.M Djamil Padang menjadi rumah sakit pusat rujukan untuk wilayah
Sumatera Bagian Tengah, termasuk pusat rujukan urology. Berdasarkan data yang
diperoleh dari unit hemodialisa RSUP DR.M.Djamil Padang tahun 2016 terdapat 26 bed
dengan mesin dialyzer, sementara itu perawat di unit hemodialisa berjumlah 15 orang.
Unit hemodialisa melayani tindakan hemodialisa dengan dua shift setiap harinya.
merasa sangat lelah baik saat maupun setelah menjalani hemodialisa. Selain itu 2 dari
menjalani hemodialisa yang merupakan gejala dari fatigue. Pada 2 dari 10 orang pasien
hemodialisa tersebut mengeluh susah tidur dan sering terbangun dimalam hari.
mereka merasakan khawatir dan depresi dengan hidupnya yang bergantung dengan
alat. Sementara itu, 9 dari 10 orang pasien hemodialisa terlihat bahwa mereka sangat
Dari uraian diatas terlihat bahwa banyak pasien hemodialisa yang mengalami
fatigue dan terlihat juga bahwa faktor psikososial dan kognitif memiliki pengaruh
terhadap kelelahan pasien hemodialisa. Oleh karena itu penulis telah melakukan
penelitian Hubungan faktor psikososial dan kognitif dengan fatigue pada pasien
B. Rumusan Masalah
hubungan faktor psikososial dan kognitif dengan fatigue pada pasien Chronic Kidney
tahun 2017?.
7
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan faktor psikososial dan kognitif dengan fatigue pada pasien
2. Tujuan Khusus
g. Diketahui hubungan antara ansietas dan fatigue pada pasien Chronic Kidney
tahun 2017.
8
h. Diketahui hubungan antara depresi dan fatigue pada pasien Chronic Kidney
tahun 2017.
i. Diketahui hubungan antara kualitas tidur dan fatigue pada pasien Chronic Kidney
tahun 2017.
j. Diketahui hubungan antara dukungan sosial dan fatigue pada pasien Chronic Kidney
tahun 2017.
k. Diketahui hubungan antara prilaku kognitif dan fatigue pada pasien Chronic Kidney
tahun 2017.
D. Manfaat Penulisan
menjalani hemodialisa.
9
tentang faktor psikososial dan kognitif dengan kelelahan pasien CKD yang
lainnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
10
1. Defenisi
Gagal Ginjal Kronis adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ginjal dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama (Black, 2014).
produk sampah didalam darah makan gejala dari penyakit ini akan semakin
terkontrol, lesi dan gangguan pada vaskuler, infeksi, medikasi atau agen toksik
(PERNEFRI) tahun 2012, penyebab penyakit gagal ginjal kronik antara lain:
mellitus, infeksi, adanya riwayat penyakit ginjal pada keluarga dan usial
lanjut.
3. Patofisiologi
produk yang tidak berguna, maka setiap gejala akan semakin meningkat
sehingga menyebabkan:
kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu kadar nitrogen urea darah
c. Retensi cairan dan natrium. Pada penyakit gagal ginjal kronik, ginjal tidak
hipertensi.
12
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi serta kecendrungan untuk mengalami
kalsium dan fosfat tubuh dimana berhubungan saling timbal balik. Dengan
yang secara normal dibuat oleh ginjal mengalami penurunan seiring dengan
dengan gangguan yang mendasari ekskresi protein dan urin, serta adanya
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Menurut Robinson (2013), tanda dan gejala yang
vomiting.
scalp, adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologis : neuropathy perifer, nyeri gatal pada lengan dan kaki, adanya
kram pada otot, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
5. Komplikasi
Komplikasi pada pasien gagal ginjal kronik menurut Smeltzer & Bare
6. Penatalaksanaan
B. Hemodialisa
1. Defenisi
15
ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi jangka panjang atau permanen
(Smeltzer & Bare, 2013). Menurut Haryono (2013), hemodialisa adalah suatu
teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-
sisa metabolisme atau racun tertentu dari darah seperti air, natrium, kalium,
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui membran semi
permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat dimana terjadi proses
resiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam
dilakukan sepanjang hidup, tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4
2. Indikasi
urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50 ml/12 jam), hiperkalemia,
2013) dialisis dimulai jika GFR <15 ml/menit. Keadaan pasien yang
baru perlu dimulai jika dijumpai : GFR < 15 ml/menit (tergantung gejala klinis),
gejala uremia, adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, hipertensi yang
sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan serta komplikasi metabolik yang
refrakter.
3. Prinsip
Menurut Smeltzer & Bare (2013), prinsip hemodialisa terdiri atas; difusi,
pengeluaran caira yang berlebihan dari dalam tubuh dengan cara menciptakan
gradient tekanan, dimana cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan
mesin dialisis, tekanan negatif dapat diterapkan pada alat sebagai kekuatan
4. Komplikasi
hipotensi, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung,
17
menurut Katanko dan Levin (2008) yang sering muncul dan berbeda-beda untuk
cairan atau target ultrafiltrasi yang terlalu tinggi, berat badan kering yang
b. Kram Otot
d. Sakit Kepala
e. Emboli Udara
f. Hipertensi
hemodialisa, dan kelelahan bisa juga disebut dengan keletihan, lesu, dan
1. Defenisi
normal dan fungsi kehidupan (Fereel, Coyle & Paice, 2015). Fatigue juga
didefenisikan sebagai suatu keadaan yang tidak pulih dengan tidur dan istirahat
otot atau output daya untuk tugas yang diberikan. Sementara itu kelelahan
kekurangan energi dan kelemahan otot dan mental yang meliputi kualitas
(FAS) yang terdiri atas 10 pertanyaan yang menanyakan aspek kelelahan fisik
serta mental dan implikasinya pada motivasi dalam melakukan aktivitas. FAS
ini tidak mengukur kelelahan yang dirasakan pada saat pengukuran dilakukan
ini menggunakan lima skala likert yaitu : Tidak pernah (1), Kadang-kadang (2),
Dialami secara teratur (3), Sering dialami (4), Selalu dialami (5). Penilaian pada
kuesioner ini adalah non fatigue jika total skor > 20 dan fatigue jika total skor <
20 (Michielseon, 2003).
2. Etiologi
demam, infeksi, diare, bedrest, stres, gangguan tidur, cemas, depresi kurang
a. Unpleasant Symptom
oleh faktor psikologi, fisiologi dan situasional. Asumsi teori ini adalah
komunitas.
dilakukan Lee (2007) pada pasien yang menjalani hemodialisa di Taiwan. Dari
symptom uremik, gangguan tidur, insufisensi energi fisik. Domain kedua adalah
affective fatigue yang terdiri dari tiga tema yaitu lama pengobatan, depresi
yang terdiri dari 3 tema yaitu kehilangan kognitif, isolasi dan koping (Lee,
2007).
malfungsi dari susunan saraf pusat dan saraf perifer atau disfungsi dari
motor sehingga dalam model ini digambarkan central fatigue sebagai kegagalan
fatigue merupakan kelelahan otot itu sendiri dan kemampuan otak untuk
3. Patofisiologi
skletal yang lebih rendah (Davis & Walsh, 2010). Menurut Jhamb,et al (2009),
sirkulasi sitokin pro inflamasi. Pasien gagal ginjal kronik memiliki kadar sitokin
yang tinggi. Peningkatan kadar sitokin pro inflamasi telah dihubungkan dengan
rendah pada pasien hemodialisa. Sitokin mempunyai efek langsung pada otot dan
sistem saraf pusat, sitokin juga terkait dengan gangguan tidur, depresi, kecemasan
dan penurunan aktivitas fisik. Interleukin (IL)-6, C-Reactive Protein (CRP) dan
22
mengaktifkan sistem saraf pusat, hipofisis, hipotalamus dan adrenal; atau tidak
T, aktivasi sel NK serta peningkatan produksi IL-1, IL-6 dan IFN Gamma yang
berkaitan dengan depresi. Pada gangguan tidur terjadi peningkatan kadar sitokin
b. Anemia
Anemia pada pasien CKD disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : 1)
dalam suasana uremik toksik, 3) defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat
nafsu makan yang berkurang, 4) perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan
ESA untuk memperbaiki anemia pada pasien dialysis telah ditujukan untuk
studi terbaru mungkin berhubungan dengan tingkat yang relatif tinggi dengan
yang optimal masih belum jelas dan dapat bervariasi antara individu - individu
dengan anemia akan mulai merasakan kelelahan jika kadar Hb berada pada 10
gram per L.
c. Uremia
Uremia dapat menyebabkan protein dan gizi buruk, energi, mual dan kehilangan
telah menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel kelelahan
dan biokimia termasuk kadar albumin serum. Pengobatan uremia dengan dialysis
d. Post Dialysis
dan dapat diperbaiki dengan pengobatan yang lebih sering. Ultrafiltrasi, difusi,
kelangsungan hidup yang lebih pendek. Hal ini menujukkan bahwa pasien dengan
waktu pemulihan lebih lama memiliki tingkat yang lebih besar dari peradangan
yang mendasari, yang dapat bekontribusi terhadap insiden penyakit arteri koroner
signifikan lebih sedikit waktu untuk pulih sepenuhnya setelah dialysis. Waktu
24
Selain itu aktivitas fisik juga dikaitkan dengan tingkat kelelahan yang
tinggi pada pasien dialysis. Olahraga teratur memiliki efek anti inflamasi dan
pasien hemodialisa yang disebabkan salah satunya oleh resistensi insulin, asidosis,
atau peradangan. Hal ini menyebabkan kelelahan otot sehingga pada pasien
hemodialisa memiliki keterbatasan latihan berat yang dikaitkan dengan atrofi dan
kelemahan otot.
Hemodialisa
a. Faktor Sosiodemografi
menunjukkan bahwa wanita memiliki tingkat kelelahan yang signifikan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Perbedaan gender bisa mencerminkan gejala yang lebih besar pada
wanita dibandingkan dengan laki-laki. Usia juga cukup konsisten terkait dengan tingkat
25
kelelahan yang lebih tinggi pada pasien hemodialisa, usia lebih dari 60 tahun memiliki
tingkat kelelahan yang lebih tinggi. Hubungan usia dengan kelelahan dapat dijelaskan oleh
perbedaan dalam dialisis vintage, aktivitas fisik, kurang gizi dan peradangan, dan lebih
pekerjaan juga telah dieksplorasi dalam kaitannya dengan kelelahan. Karadag., et al (2013)
menemukan bahwa pendidikan dikaitkan dengan tingkat kelelahan pada pasien yang
memiliki skor kelelahan lebih tinggi dari kelompok lain. Selain itu status perkawinan juga
dapat berdampak pada kelelahan. Pada pasien tunggal umumnya melaporkan merasa
lebih energik dibandingkan dengan pasien menikah meskipun juga ini bisa dikarenakan
b. Faktor Klinis
secara signifikan lebih tinggi untuk lelah. Multi-morbiditas menyebabkan beban yang lebih
besar dan stres, lebih banyak waktu dihabiskan di rumah sakit untuk terapi tambahan, dan
semua faktor yang dapat berkontribusi untuk kelelahan meningkat. Sehingga terdapat
Pada pasien gagal ginjal kronik, efek samping yang berkaitan dengan terapi
menjelaskan bahwa ada hubungan dua arah antara aktivitas fisik dan kelelahan pada
pasien yang menjalani hemodialisa. Nutrisi dan tidur juga telah dieksplorasi oleh sejumlah
penelitian. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa anoreksia dan kelelahan sangat
terkait, dengan frekuensi kelelahan yang secara signifikan lebih tinggi. Joshwa et al (2012),
mengatakan bahwa pasien HD umumnya mengalami kantuk di siang hari, kurangnya tidur
26
dimalam hari, dan kelelahan yang menerus. Selain itu, Sanner,.et al. (2002) juga
86% pasien mengalami kelelahan postdialysis mulai dari yang ringan sampai berat.
Perasaan kelelahan baik selama periode interdialysis maupun sampai akhir sesi dialysis.
Kelelahan cukup terkait dengan waktu pemulihan dialysis. Sekitar seperempat pasien
kembali pulih dalam beberapa menit dari berakhir dialisis, sekitar sepertiga pulih pada saat
mereka sampai di rumah, dan hampir seperempat hanya pulih dengan pagi hari
berikutnya. Waktu pemulihan dialysis juga dikaitkan dengan kematian, mungkin sebagai
Karadag,.et al (2013) mengatakan skor kelelahan yang lebih tinggi bagi pasien yang
baru memulai dialysis. Mungkin dari waktu ke waktu pasien juga mulai menerima dan
beradaptasi dengan regimen pengobatan, yang mungkin akan berdampak positif pada
kelelahan dan dialisis vintage, pada pasien yang menjalani hemodialisa selama lebih dari 2
seperti anemia, sitokin inflamasi, hemoglobin (Hb), dan serum albumin. Sebagian besar
kelelahan dapat mempengaruhi fungsi fisiologis normal dan juga menyebabkan orang
27
aktivitas sehari-hari.
erythropoietin-stimulating (ESA). Dampak dari ESA pada pasien dialisis yang ditemukan
bahwa koreksi parsial anemia dengan ESA menunjukkan perbaikan terbesar pada
kelelahan untuk pasien dengan kadar Hb<10 g / dl. Peradangan kronis memiliki peran
penting dalam terjadinya kelelahan pada pasien ginjal. Inflamasi sitokin dapat
hipotalamus, dan kelenjar adrenal atau tidak langsung melalui tidur dan gangguan
psikologis.
individu yang mencakup aspek psikis, sosial dan kognitif. Pasien dengan gagal
ginjal kronik sering mengalami masalah dalam psikososial dan kognitif. Masalah psikososial
dan kognitif berkaitan dengan terjadinya fatigue pada pasien CKD yang menjalani HD.
Fatigue terjadi karena adanya peningkatan dari IL-1, IL-6, IFN Gamma serta berkaitan
dengan C-Reactive Protein (CRP) dan Tumor Necrosis Factor (TNF)-. Sehingga
adrenal (HPA) axsis. Ansietas berkaitan dengan sistem saraf otonom, neurotransmiter,
pencitraan otak dan galanin. Akibat keterkaitan sistem tersebut maka muncul reaksi fisik
yang berakitan dengan cemas seperti diare, gelisah, gangguan berkemih. Depresi berkaitan
28
dengan perubahan imunitas seluler dan hurmonal termasuk penurunan proliferasi limfosit
T, aktivitas sel NK serta peningkatan produksi IL-1, IL-6 dan IFN-Gamma yang menyebabkan
Seseorang yang mengalami gangguan tidur akan terjadi peningkatan kadar sitokin
inflamasi pada IL-1, IL-6, IL-18 dan highsensitive protein C-reaktif (hs-CRP). Peningkatan
kadar sitokin inflamasi tersebut menyebabkan kualitas tidur yang buruk (Jhamb,2014).
Selain itu menurut Theodoritsi (2016), beban psikososial yang dirasakan pasien
hemodialisa sangat berat, peran menguntungkan dukungan sosial dari keluarga, teman
atau orang terdekat membuat manajemen penyakit atau terapi pengobatan pasien lebih
efektif.
global adalah (1) gangguan neurotransmiter, (2) gangguan cerebral blood flow,
(3) gangguan metabolisme neuron, (4) patologi neuron dan (5) gangguan
homeostasis ion kalsium (Ca2+). Pada proses penuaan otak, terjadi penurunan
jumlah neuron secara bertahap yang meliputi area girus temporal superior
(merupakan area yang paling cepat kehilangan neuron), girus presentralis dan
Perawat harus mampu mengkaji masalah yang berkaitan dengan faktor psikososial
dan kognitifnya agar dapat mengatasi permasalahan yang menyertai penyakitnya namun
jika masalah tidak teratasi maka akan berakibat lanjut pada keadaan pasien (Chaplin,
2011). Ada sejumlah faktor psikososial dan kognitif pada pasien CKD yang menjalani
29
hemodialisa diantaranya masalah ansietas, depresi, kualitas tidur, dukungan sosial, dan
1. Ansietas / Kecemasan
a. Pengertian
Ansietas (kecemasan) merupakan timbulnya rasa takut yang tidak jelas dan disertai
2013). Menurut Hawari (2013), kecemasan adalah gangguan alam perasaan (afektif) yang
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, perilaku dapat terganggu
namun masih dalam batas normal. Individu yang mengalami kecemasan dapat
memperlihatkan perilaku yang tidak seperti biasanya, seperti panik tanpa alasan, rasa
takut yang tidak beralasan terhadap suatu objek, melakukan tindakan berulang-ulang,
Gejala kecemasan menurut Hawari (2013) ; Townsend (2011) antara lain: cemas,
khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, dan mudah tersinggung,Merasa
tegang, tidak senang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan
konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan
c. Tingkatan Kecemasan
1. Kecemasan ringan, terjadi pada saat ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Pada
tahap ini, seseorang lebih waspada dan lapang persepsi meningkat. Kemampuan
2. Kecemasan sedang, dimana seseorang hanya berfokus pada hal yang penting saja.
3. Kecemasan berat, ditandai adanya penurunan lapang persepsi yang signifikan. Dimana
seseorang cenderung lebih memfokuskan pada hal yang spesifik dan tidak berfikir pada
hal lain.
4. Panik, keadaan ini dikaitkan dengan rasa takut dan ancaman. Pada sebagian orang yang
mengalami kepanikan tidak dapat melakukan hal-hal bahkan dengan arahan. Gejala
berhubungan dengan orang lain, perspesi yang menyempit dan kehilangan pemikiran
rasional.
d. Pengukuran Kecemasan
tingkat kecemasan pada penelitian ini dengan Hamilton Anxiety Rating Scale. Dimana
masing-masing kelompok gejala diberi penilaian skor dengan rentang penilaian derajat
kecemasan yaitu : Kecemasan ringan : skor 6 - 14, Kecemasan sedang : Score 15 - 27,
2. Depresi
a. Pengertian
Menurut Stuart (2007), depresi adalah perasaan sedih dan berduka yang
yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termsuk
31
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan rasa putus asa dan tidak berdaya serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
Menurut Hawari (2013); Patel (2012), depresi merupakan salah satu bentuk gangguan
kejiwaan alam perasaan yang ditandai dengan: afek diforik, yaitu perasaan murung, sedih,
kurang bergairah, tidak bersemangat, serta merasa tidak berdaya; merasa bersalah,
berdosa dan penyesalan; nafsu makan menurun, berat badan menurun; penurunan
konsentrasi dan daya ingat; mengalami gangguan tidur (insomnia / hipersomnia); tidak
mampu mengambil keputusan; agitasi; hilangnya perasaan senang, kurang semangat dan
berminat, tidak menyukai lagi melakukan hobi, kreativitas dan produktivitas menurun;
gangguan seksual / disfungsi seksual; memiliki pikiran tentang kematian, bunuh diri.
c. Tingkatan Depresi
sekitar 2 minggu, terdapat tanda dan gejala utama dari depresi minimal 2 atau 3 gejala,
2. Depresi sedang , karakteristiknya yaitu : terdapat 2 atau 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan, lamanya seluruh periode berlangsung sekitar 2 minggu,
3. Depresi berat , terdapat karakteristik : semua gejala depresi terjadi, terdapat agitas atau
d. Pengukuran Depresi
Depresi dapat diukur dengan berbagai skala pengukuran, yaitu: Beck Depression
Inventory (BDI). Dirancang oleh Beck (1960) yang dapat digunakan sebagai penyaring
32
depresi. Skala BDI merupakan cara pengukuran dengan 21 item pertanyaan. Alat ini dapat
dengan mudah dinilai, dirancang untuk digunakan dalam pertanyaan dengan sejumlah
jawaban yang telah ditentukan. Penilaian untuk kuesioner depresi, jika skor 10 -16 :
3. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur
dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang sesuai (Khasanah, 2012).
Kualitas tidur merupakan suatu keadaan yang dijalani seorang individu untuk
mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun dari tidurnya (Buysee, 2008).
Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan
energik dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik
sangat penting dan vital untuk hidup sehat (Asmadi, 2008). Menurut Ertekin & Dogan
(1999, dalam Eser,.et al , 2007) bahwa kualitas tidur mencakup lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk tidur, frekuensi bangun dalam tidur malam, kedalaman tidur dan
restfulness. Tidur dikatakan berkualitas baik apabila siklus NREM dan REM terjadi
berselang-seling empat sampai enam kali. Durasi tidur dapat dihitung dari waktu
pada tengah malam. Orang dewasa yang dapat tidur selama lebih dari 7 jam
setiap malam dapat dikatakan memiliki kualitas tidur yang baik (Buysse, 2008).
Kualitas tidur dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda kekurangan tidur dan
tidak mengalami masalah tidur. Tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik
dan tanda psikologis. Tanda fisik meliputi ekspresi wajah (area gelap disekitar mata,
33
bengkak di kelopak mata, konjungtiva berwarna kemerahan dan mata cekung), kantuk
yang berlebihan di tandai dengan seringkali mangeuap, tidak mampu untuk berkonsentrasi
dan adanya tanda keletihan seperti penglihatan kabur, pusing dan mual. Tanda psikologis
meliputi menarik diri, apatis dan respon menurun, bingung, daya ingat berkurang,
Pengkajian tentang kualitas tidur dapat dilakukan dengan kuisioner Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) yang terdiri dari 7 komponen meliputi waktu yang diperlukan untuk
dapat mulai tidur (Sleep Latency), lamanya waktu tidur (Sleep Duration), persentase antara
waktu tidur dengan waktu yang dihabiskan pasien diatas tempat tidur (Habitual Sleep
Efficiency), gangguan tidur yang sering dialami sewaktu malam hari (Sleep Disturbance),
kebiasaan penggunaan obat-obatan untuk membantu tidur, gangguan yang sering dialami
saat tidur siang hari dan kualitas tidur secara subjektif. Setiap komponen memiliki nilai 0 -
3, jumlahkan nilai dari komponen 1 - 7 sehingga didapatkan hasil keseluruhan. Jika hasil
keseluruhan 5 kualitas tidur baik dan jika > 5 maka kualitas tidur buruk (Busyee, 1998).
4. Dukungan Sosial
a. Pengertian
Dukungan sosial merupakan dukungan emosional yang berasal dari keluarga, teman
bahkan pemberi perawatan kesehatan yang membantu individu ketika suatu masalah
muncul. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasihat verbal atau non-verbal,
bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena
kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek prilaku bagi pihak
Menurut House (dalam Depkes, 2002), jenis dukungan sosial dibedakan menjadi
empat jenis meliputi : dukungan emosional (empati, kepedulian dan perhatian), dukungan
Sumber dukungan sosial menurut WHO dalam Ratna (2010) terbagi ke dalam tiga
level meliputi level primer (terdapat anggota keluarga dan sahabat), level sekunder
(terdapat teman, kenalan, tetangga, dan rekan kerja) dan level tersier (terdapat instansi
Menurut Ratna (2010), faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial yaitu:
pemberi dukungan sosial, jenis dukungan sosial, penerima dukungan sosial, waktu
Cara yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah dengan menggunakan
kuesioner Multidimensional Scale of Perceived Sosial Support (Zimet, 1998). Yang terdiri
dari tiga aspek, yaitu family subscale, friends subscale, significant other subscale, serta
memiliki 12 item dimana masing- masing aspek terdiri dari 4 item. Penilaian pada
kuesioner ini jika skor 12 - 28 : rendah, jika skor 29 - 44 : sedang dan jika skor 45 - 60 :
tinggi.
5. Prilaku Kognitif
a. Defenisi
35
ini.
kognitif tidak sama pada setiap individu. Perbedaan perkembangan ini tidak
perkembangan kognitif.
Hal ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan organ
kognitif.
3. Interaksi Sosial
sekitar, terutama situasi sosial, baik itu interaksi antara teman sebaya maupun
orang-orang terdekat.
4. Ekuilibrasi
- Disorientasi yang biasanya terlihat pada pasien adalah disorientasi waktu dan tempat
Pada faktor prilaku kognitif ini dilakukan tes dengan kuesioner Mini Mental Status
Examination (MMSE). MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari
bahasa, dan kontruksi visual. Penilaian kuesioner terbagi atas; normal jika skor
nilai 30 - 24, kemungkinan gangguan kognitif jika skor nilai : 23 - 17 dan pasti
BAB III
KERANGKA KONSEP
38
A. Kerangka Teori
Chronic Kidney Disease (CKD) atau bisa disebut Gagal Ginjal Kronis
disertai dengan kerusakan struktur ginjal (K/DOQI, 2002). Pada pasien gagal
dan memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama (Black, 2014).
terkontrol, lesi dan gangguan pada vaskuler, infeksi, medikasi atau agen toksik
metabolisme atau racun tertentu dari darah seperti air, natrium, kalium,
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain memlaui membran semi
permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat dimana terjadi proses
memiliki dampak yang bervariasi, diantaranya efek hemodialisis kronik berupa fatigue atau
39
dengan peningkatan pengeluaran energi, mortalitas dan status fungsional yang lebih
rendah sehingga terjadi penurunan energi. Kurangnya energi atau kelelahan disebabkan
karena peningkatan jumlah sisa metabolisme di dalam tubuh yang dapat menyebabkan
uremia. Uremia pada pasien hemodialisis dapat menyebabkan pasien kehilangan nafsu
makan, mual, muntah, kehilangan energi dan protein, dan penurunan produksi karnitin
yang menyebabkan penurunan produksi energy untuk skeletal dan mengakibatkan fatigue
(OSullivan & McCarthy, 2009). Menurut Jhamb (2008), pada pasien hemodialisa
akan terjadi beberapa hal yang berkaitan dengan fatigue diantaranya inflamasi, anemia,
normal dan fungsi kehidupan (Ferrell,Coyle & Paice, 2015). Gejala umum mencakup
motivasi dan aktivitas fisik berkurang , kelesuan umum. Dampak fatigue pada pasien
isolasi sosial, perubahan fungsi sexual, perubahan spiritual dan kualitas hidup
(Lukbin & Larsen, 2006). Pada pasien yang menjalani hemodialisa akan
memiliki kadar ureum dan kreatinin yang tinggi. Ureum yang tinggi akan
merah menurun atau yang disebut anemia (Thomas, 2003). Akibatnya pasien
akan mengalami lelah, letih, lesu yang merupakan gejala fatigue (Sullivan,
2009).
40
faktor klinis, faktor regimen pengobatan, fakotr biokimia hematologi, dan faktor
psikososial dan kognitif. Faktor psikososial dan kognitif menjadi faktor yang
yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis, sosial dan kognitif.
Menurut Picariello,.et al (2016), faktor psikososial dan kognitif pada pasien CKD yang
menjalani hemodialisa diantaranya ; ansietas, depresi, kualitas tidur, dukungan sosial, dan
- Penurunan laju
filtrasi glomerolus
(GFR) < 60
mL/min/1.73 m
- Kerusakan struktur
ginjal.
(K/DOQI, 2002)
41
B. Kerangka Konsep
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu
variabel yang lain. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu faktor
psikososial dan kognitif (ansietas, depresi, kualitas tidur, dukungan sosial dan
42
prilaku kognitif) pada pasien Chronic Kidney Disease yang menjalani hemodialisa
dependen dalam penelitian ini yaitu fatigue pada pasien Chronic Kidney Disease
Ansietas
Depresi
Dukungan Sosial
Prilaku Kognitif
C. Hipotesis Penelitian
1. Tidak ada hubungan antara ansietas dengan fatigue pada pasien Chronic
2017.
43
2. Tidak ada hubungan antara depresi dengan fatigue pada pasien Chronic
2017.
3. Tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan fatigue pada pasien
tahun 2017.
4. Tidak ada hubungan antara prilaku kognitif dengan fatigue pada pasien
tahun 2017.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
44
variabel yang diteliti (Dharma, 2011). Hubungan yang diteliti dalam penelitian ini
yaitu antara variabel independen (faktor psikososial dan kognitif yaitu ansietas,
depresi, kualitas tidur, dukungan sosial, dan prilaku kognitif pada pasien Chronic
Kidney Disease) dan variabel dependen (fatigue pada pasien Chronic Kidney
cross sectional study yaitu suatu penelitian dimana faktor resiko / penyebab dan
1. Populasi
& Rustika, 2013), yaitu seluruh pasien Chronic Kidney Disease yang menjalani
RSUP DR.M.Djamil Padang tahun 2017, dimana terdapat 102 orang pasien
hemodialisa.
2. Sampel
Sampel adalah sebuah gugus atau sejumlah anggota himpunan yang dipilih
dengan cara tertentu agar mewakili populasi. Pada penelitian ini menggunakan
kriteria yang ditentukan peneliti (Supardi & Rustika, 2013). Untuk menentukan
n= N .Z 21/ 2 .P (1 P)
Keterangan: ( N 1).d 2 Z 21/ 2 .P(1 P )
n : besar sampel minimum
N : besar populasi
1 / 2
Z : tingkat kepercayaan = 0,05 (1,96)
n = 78,9 79
46
Adapun yang menjadi kriteria dari sampel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
subjek penelitian / populasi agar dapat diikutsertakan dalam penelitian (Supardi &
Rustika, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien menjalani hemodialisa
a. Pasien gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa yang berumur >18
tahun.
baik.
istirahat 1 - 3 jam.
2. Kriteria Eksklusi
(Supardi & Rustika, 2013), dalam penelitian ini yang menjadi kriteria eksklusi
sebagai berikut:
1. Variabel Penelitian
mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor psikososial dan
kognitif (ansietas, depresi, kualitas tidur, dukungan sosial dan prilaku kognitif).
2. Definisi Operasional
E. Instrumen Penelitian
49
yang terdiri dari data responden dan 5 kuesioner yaitu kuesioner ansietas dan
1. Data Responden
bersama siapa.
2. Kuesioner Ansietas
Kuesioner ini mengukur tingkat kecemasan dengan Hamilton Anxiety Rating Scale.
Dimana masing-masing kelompok gejala diberi penilaian skor antara 0-4, yang artinya : Nilai
0 = tidak ada gejala sama sekali, Nilai 1 = gejala ringan, Nilai 2 = gejala sedang, Nilai 3 =
gejala berat, Nilai 4 = gejala sangat berat dengan rentang penilaian derajat kecemasan yaitu :
Kecemasan ringan : skor 6 - 14, Kecemasan sedang : Score 15 - 27, Kecemasan berat : Score >
27. Skor maksimal : 52. Sebelumnya kuesioner ini telah dilakukan uji validitas menggunakan
Person Product Moment dengan hasil(r hitung = 0,57-0,84) dan (r tabel = 0,349).
cronbachs alpha 0,85 dan koefisien reliabilitas total 0,79. Nilai uji tersebut lebih
besar dari 0,40 hal ini menunjukan bahwa HRS-A cukup valid dan reliabel
3. Kuesioner Depresi
50
pertanyaan. Alat ini dapat dengan mudah dinilai, dirancang untuk digunakan dalam
pertanyaan dengan sejumlah jawaban yang telah ditentukan. Nilai 0 = tidak ada gejala, nilai 1
= ada gejala ringan, nilai 2 = ada gejala sedang, dan nilai 3 = ada gejala berat. Penilaian untuk
kuesioner depresi, jika skor 10 16 Memiliki derajat depresi ringan, jika skor 17
29 memiliki derajat depresi sedang dan jika skor 30 63 memiliki derajat depresi
berat. Pengujian validitas dan reliabilitas telah dilakukan sebelumnya dengan hasil
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dapat dilakukan dengan
kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) memiliki 9 item pertanyaan. Masing - masing
item pertanyaan terdiri dari satu poin kecuali item nomor lima yang terdiri dari 10 poin.
Kesembilan pertanyaan tersebut mencakup tentang waktu yang diperlukan untuk dapat
mulai tidur (Sleep Latency), lamanya waktu tidur (Sleep Duration), persentase antara waktu
tidur dengan waktu yang dihabiskan pasien diatas tempat tidur (Habitual Sleep Efficiency),
gangguan tidur yang sering dialami sewaktu malam hari (Sleep Disturbance), kebiasaan
penggunaan obat-obatan untuk membantu tidur, gangguan yang sering dialami saat tidur
Penilaian skor kuesioner terdiri atas: a) Kualitas tidur subyektif , dilihat dari
Latensi tidur (kesulitan memulai tidur), dilihat dari total skor dari pertanyaan
jumlahkan skor pertanyaan nomer 2 dan 5a, dengan skor akhir (skor 0 = 0, skor 1-
2 = 1, skor 3-4 = 2, skor 5-6= 3). c) Lama tidur malam, dilihat dari pertanyaan
nomor 4 (> 7 jam = 0, 6-7 jam = 1, 5-6 jam = 2, < 5 jam = 3). d) Efisiensi tidur,
dilihat dari pertanyaan nomor 1,3,4. Efisiensi tidur (lama tidur dibagi lama di
65 %), e) Gangguan ketika tidur malam, dilihat dari pertanyaan nomor 5b sampai
5j, dengan skor akhir ( 0 = Skor 0, 1 = Skor 1-9, 2 = Skor 10-18, 3 = Skor 19-27),
Terganggunya aktifitas disiang hari, dilihat dari pertanyaan nomor 7 dan 8, untuk
dengan skor akhir (0 = Skor 0, 1 = Skor 1-2, 2 = Skor 3-4, 3 = Skor 5-6 ).
Untuk total skor, jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 7.
Pada kriteria penilaian dikelompokkan menjadi 2, yaitu kualitas tidur baik dengan skor
5 dan jika > 5 maka kualitas tidur buruk. Uji validitas The Pittsburgh Sleep Quality
melakukan uji coba kepada 30 orang responden dengan hasil bahwa bahwa r
Yang terdiri dari tiga aspek, yaitu family subscale, friends subscale, significant other subscale,
serta memiliki 12 item dimana masing- masing aspek terdiri dari 4 item. Skor untuk setiap
alternatif jawaban pada Multidimensional Scale of Perceived Sosial Support adalah sangat
setuju bernilai 5, setuju bernilai 4, kurang setuju bernilai 3, tidak setuju bernilai 2 dan sangat
tidak setuju bernilai 1. Tingkat instrumen MSPSS adalah rendah (12 - 28), sedang (29 - 44),
dan tinggi (45 - 60). Berdasarkan hasil uji validitas didapatkan hasil ( r ) adalah 0,420
- 0,770 (Sugiyono, 2006). Sedangkan hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai alpha
= 0,879.
tentang fungsi kognitif terdiri dari 11 pertanyaan dengan butir penilaian berjumlah
30. Setiap butir penilaian jika di jawab benar memiliki nilai 1 dan apabila dijawab
kemungkinan gangguan kognitif jika skor nilai 23 -17, dan mengalami gangguan
53
(MMSE) oleh Folsen et.al (1975) dalam Raskind et.al (2004), instrumen MMSE
7. Kuesioner Fatigue
terdiri atas 10 pertanyaan yang menanyakan aspek kelelahan fisik serta mental
dan implikasinya pada motivasi dalam melakukan aktivitas. FAS ini tidak
menggunakan lima skala likert yaitu : Tidak pernah (1), Kadang-kadang (2),
Dialami secara teratur (3), Sering dialami (4), Selalu dialami (5). Penilaian pada
kuesioner ini adalah non fatigue jika total skor > 20 dan fatigue jika total skor <
20. Hasil uji validitas dan realibilitas pada kuesioner ini dengan hasil uji
(Zuraida,2014).
F. Etika Penelitian
1. Informed Concent
manfaat penelitian ini. Tujuan data dari Informed Concent adalah upaya subjek
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Informasi yang telah diberikan oleh responden serta semua data yang
4. Justice (Keadilan)
Subjek penelitian harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan
G. Pengumpulan Data
Data primer yaitu data yang berkaitan dengan varibel yang di kumpulkan
melalui angket dan wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Data
primer meliputi faktor psikososial dan kognitif serta fatigue pada pasien CKD
RSUP.DR.M.Djamil Padang.
55
peneliti.
pasien.
3. Pengolahan Data
Kegiatan merubah data dalam bentuk huruf pada kuesioner tertutup atau
data komputer.
pengolahan data.
memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan sehingga data
e. Tabulasi data
dalam bentuk tabel, data yang telah diolah kemudian akan dianalisa.
H. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa masing - masing variabel yang diteliti, baik
untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari variabel dependen yaitu fatigue
variabel independen yaitu faktor psikososial dan kognitif (ansietas dan depresi,
kualitas tidur, dukungan sosial dan prilaku kognitif) pada pasien Chronic Kidney
2. Analisa Bivariat
menggunakan uji statistik untuk melihat hubungan antara variabel, dengan uji
57