Professional Documents
Culture Documents
Formulasi Kebijakan Pelaksana Pelindungan Sempadan Sungai Kbupaten Sukamara Saifullah
Formulasi Kebijakan Pelaksana Pelindungan Sempadan Sungai Kbupaten Sukamara Saifullah
Formulasi Kebijakan Pelaksana Pelindungan Sempadan Sungai Kbupaten Sukamara Saifullah
KBUPATEN SUKAMARA
Saifullah
Abstract
River border area in Sukamara District is still relatively natural, especially Mapam
River. However, in the lower area of the river border Mapam has been converted into
residential areas, and the border areas of the river adjacent to the settlement began
cartilage endangered occupation, and there is no regulation on border rivers in
Sukamara Regency. The aim of this study was to find out what has been done by its
local government, describing and analyzing river border policy formulation, and to
determine the factors that caused the absence of a border protection policy in
Sukamara river. The results showed that the government has set the river border
protection policy through the river border spatial planning policies as a protected
area, the policy include in Regulation No. 14 Year 2012 on RTRWK Sukamara 2012-
2032, in it set the policy agenda for the executive to create a protected area
boundary river. Based on the analysis, almost all the alternatives have not qualified
yet to be implemented due to constrained RDTR creation of the regulations. There is
only one alternative to implementing policies that can be implemented without RDTR
legislation, that do outreach to the community so as not to penetrate into the river
border. The factors inhibiting the formation of policy implementation is very layered
hierarchy in the process of implementing the policy formation, the lacking of
goverments attention on it. It was also found occupational causes of Mapam river
border into public housing because of ignorance about the regulation of building in
the border areas of the river.
A. Pendahuluan
Definisi dan gambaran tentang sungai bagi generasi yang lalu, generasi
sekarang, dan yang akan datang mungkin akan berbeda-beda, bahkan ada
kecenderungangenerasi yang akan datang tidak akan pernah menyaksikan
keberadaan sungai. Apabila generasi yang lalu menyaksikan palung sungai 1
dialiriair yang jernih, bersih, dan hidup berbagai spesies binatang sungai, serta
ditumbuhi berbagai jenis tumbuh-tumbuhan di sepanjang sempadannya2, maka
generasi sekarang dan mungkin yang akan datang, tidak akan pernah
menyaksikan keberadaansungai seperti yang mereka saksikan, kecuali orang-
orang yang pernah menyaksikan dan atau tinggal di kawasan sungai-sungai yang
masih alami dan terjaga manfaat keberadaannya.
Laporan Tahunan Ditjen Sumber Daya Air (2012) menyebutkan ada 5.590
sungai induk yang mengalir di wilayah Indonesia.Sungai-sungai tersebut dikuasai
1
Palung sungai berfungsi sebagai ruang wadah air mengalir dan sebagai tempat berlangsungnya kehidupan
ekosistem sungai (PP No. 38 Tahun 2011, Pasal 5 ayat (4))
2
Sempadan sungai adalah penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan
manusia tidak saling terganggu (PP No. 38 Tahun 2011, Pasal 5 Ayat (5))
Dilihat dari sisi regulasi, telah banyak kebijakan pemerintah yang bertujuan
melestarikan, melindungi, dan menjaga manfaat keberadaan sempadan sungai.
Namun, bagaimanakah kondisi nyata sempadan sungai yang ada disekitar kita?
Gambar 1.1
Bangunan yang Melanggar Ketetapan Garis Sempadan Sungai
Gambar 1.2
Sampah di Permukaan Sungai Citarum dan Sungai Jelai Sukamara
terjadi degradasi dasar sungai akibat galian C yang tak berizin; tekanan penduduk
terhadap badan-badan sungai menyebabkan kapasitas alur sungai semakin berkurang dan menyempit;
buangan limbah (limbah industri, rumah tangga ke badan sungai) mengakibatkan beban lingkungan dan
pencemaran semakin terlampaui; penurunan kualitas air di sungai, menyebabkan semakin terbatasnya air
dan sumber air bagi penyediaan air baku; dari 5.590 sungai induk, lebih dari 10%
diantaranya sering mengalami banjir(Buku Laporan Tahunan Ditjen SDA, 2012).
Gambar 1.4
Rumah-Rumah Penduduk dan Bangunan Lainnya di Sempadan Sungai
Mapam
Gambar 1.6
Tahapan Kebijakan Publik
Hasil
Penyusunan Agenda Agenda Pemerintah
Dikuti
Formulasi &
Legitimasi Kebijakan Kebijakan
Hasil
Diperlukan
Implementasi
POLITIKA, Vol. 7, No.1, April 2016
Kebijakan Tindakan Kebijakan
Hasil
Diperlukan
Evaluasi thd
Implementasi, Kinerja,
Kinerja & Dampak
Menurut Nugroho (2009:22) pada dasarnya, meskipun tidak tertulis,
dalam memahami kebijakan publik ada dua jenis aliran atau pemahaman,
yaitu kontinentalis dan Anglo-Saxonis.Pemahaman kontinentalis melihat
bahwa kebijakan publik adalah turunan dari hukum.Pemahaman anglo-
saxon memahami bahwa kebijakan publik adalah turunan dari politik-
demokrasi.
Berkenaan dengan karakter kebijakan di Indonesia, sesuai dengan UU
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
Pasal 7 mengatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan
Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi;
dan g. Perda Kabupaten/Kota.
Melihat hierarki tersebut, jenjang kebijakan di Indonesia amat berlapis,
belum ditambah lagi dengan adanya kebijakan ditingkat kementerian yang
ikut mengatur kebijakan di tingkat daerah, termasuk Perda.Dari jenjang
kebijakan yang yang sangat berlapis ini, kita melihat bahwa Indonesia masih
mengikuti pola kontinentalis.Akibatnya sebuah kebijakan dapat full
implemented setelah sekian banyak kebijakan pelaksananya siap (Nugroho,
2009:29)
Memahami konsep-konsep kebijakan publik, dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia, maka proses pembentukan kebijakan
perlindungan sempadan sungai alami di Kabupaten Sukamara,
membutuhkan adanya input dari pemerintah berupa PP/Keppres/Permen,
baru setelah itu melangkah pada tahapan kebijakan publik, yang diawali
dengan penyusunan agenda.
B.3. Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian proses kebijakan
publik yang bersifat politis, yang saling bergantung dengan karakteristik para
pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah (Dunn,
2000:22-24). Menurut James Anderson (1979:23-24) dalam Subarsono
(2010:12) bahwa formulasi kebijakan adalah bagaimana mengembangkan
pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah dan
siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan. Adapun Michael
Howlet dan M. Ramesh (1995:11) dalam Subarsono (2010:13) menyebutkan
Kebijakan yang dipilih adalah kebijakan yang telah lolos dari proses
seleksi karena dipandang lebih unggul daripada alternatif kebijakan yang
lain, dan dalam memilih alternatif kebijakan ada beberapa kriteria seleksi
yang perlu dipertimbangkan (Subarsono, 2010:53). Berikut ini gambaran
kriteria seleksi alternatif kebijakan penataan ruang (sungai sebagai
kawasan lindung) di Kabupaten Sukamara:
1. Kesesuaian dengan visi dan misi organisasi
Visi Pemerintah Kabupaten Sukamara Melanjutkan Terwujudnya
Kabupaten Sukamara yang Lebih Maju, Sejahtera, Mandiri, Aman,
Damai, dan Bermartabat (www.sukamarakab.go.id).Visi yang terkait
dengan lingkungan hidup (sempadan sungai) adalah damai yang
dijabarkan dan dijelaskan sebagai hubungan harmonis antara sesama
manusia maupun manusia dengan lingkungan.
Visi adalah sebuah statemen yang menggambarkan keadaan
yang ingin dicapai (Setiyono, 2007:96).Pemkab Sukamara melalui visi
damai menginginkan adanya hubungan yang harmonis antara
manusia dan lingkungan.Adapun misi untuk mewujudkan visi damai
adalah penataan tata ruang kota yang berkelanjutan dengan
mengutamakan pelestarian lingkungan hidup (Rancangan Akhir Perda
RPJMD3, V-17). Misi ini pun telah dijabarkan sampai pada program
pengembangan, pengelolaan, dan konservasi sungai, danau, dan
sumber daya air lainnya, dibawah kewenangan DPU (Rancangan Akhir
Perda RPJMD, VII-26).
Menurut Osborn dan Gaebler (1992) dalam Setiyono (2007:101),
sebuah statemen misi dapat mengarahkan seluruh organisasi, dan
dapat membantu orang pada semua level untuk menentukan apa yang
harus mereka kerjakan, dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Berdasarkan konsep ini, maka alternatif kebijakan pelaksana penataan
ruang kawasan sempadan sungai, harus sesuai dengan misi.
Memperhatikan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Sukamara,
maka alternatif kebijakan pelaksana pada Perda RTRW Kabupaten
Sukamara, seperti pembuatan masterplan RTH di kawasan Perkotaan;
penertiban bangunan-bangunan yang mengancam kelestarian
lingkungan di sekitar sempadan sungai; dan penataan kawasan
sempadan sungai, menunjukkan pada arah untuk mencapai visi dan
misi.
3
Pada saat pengumpulan data, Perda RPJMD Kabupaten Sukamara 2013-2018 sedang dalam
masa evaluasi oleh Pemerintah Provinsi, sehingga belum ada Perda RPJMD yang sudah
diundangkan dalam lembaran daerah.
POLITIKA, Vol. 7, No.1, April 2016
2. Applicable (dapat diimplementasikan)
Untuk mengukur syarat aplicable ini dapat kita ambil contoh
adalah alternatif kebijakan berupapembuatan tanda batas sempadan
sungai, penertiban bangunan-bangunan yang mengancam kelestarian
lingkungan di sekitar sempadan sungai, dan penataan kawasan
sempadan sungai (Perda 12/2014, Pasal 41), semuanya itu
ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksana berupa peraturan
penetapan garis sempadan sungai. Namun, peraturan ini belum
ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sukamara, karena terkendala
beberapa hal, berikut petikan wawancara dengan beberapa informan
yang menjelaskan kendala-kendalanya:
Kadis PU, Kantet:
Kendala yang dihadapi selama ini dalam menetapkan garis sempadan
sungai diantaranya adalah sulitnya mengatur permukiman masyarakat
karena rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya
sempadan sungai. Adanya kultur budaya yang berbeda di masyarakat
dalam mempergunakan sungai disekitarnya selama ini sungai yang
ada di Sukamara merupakan wewenang pusat, sehingga dengan
adanya keterbatasan anggaran yang ada masih belum bisa
mengalokasikan pada kegiatan dimaksud. Disamping itu sejak semula
tepi sungai sudah tumbuh permukiman, hal ini dikarenakan sungai
sebagai sarana transportasi masa lalu dan sampai saat ini pun masih
dimanfaatkan sebagai transportasi sekaligus sebagai untuk mandi,
cuci, bahkan buang air yang mengakibatkan sulitnya untuk merelokasi
masyarakat di tepi sungai karena sudah budayanya.
(Wawancara, 29 Oktober 2015)
Kabid Tata Lingkungan dan AMDAL BLH, Fahmi:
Khusus kendala untuk konservasi sempadan sungai, salah satu yang
utama karena tidak menjadikan kegiatan, jadi anggarannya belum ada
dansumber daya manusia (SDM) secara kualitas belum memadai.
(Wawancara, 28 Oktober 2015)
Pernyataan yang secara eksplisit dari informan bahwa anggaran
dan SDM menjadi kendala dalam mendukung perwujudan kebijakan
sempadan sungai sebagai kawasan lindung.
Adapun pernyataan Kadis PU, sulitnya mengatur permukiman
masyarakat karena rendahnya kesadaran masyarakat tentang
pentingnya sempadan sungai, munculnya pernyataan seperti ini perlu
dicari apa yang menjadi penyebabnya, dalam pernyataan salah satu
warga RT 01, dan Ketua RW 01 Kelurahan Padang saat menjawab
pertanyaan peneliti mengenai pernahkah ada himbauan untuk tidak
membuat rumah terlalu dekat dengan sungai, mereka menjawab:
Warga RT 01, Atim:
Kalau masalah jarak dari kali besar gini belum pernah terdengar,
cuman kita waktu itu tu kan, zaman kaiAlang itu (pembakal/kades th
60-an) kalau membuat rumah paling dekat dengan jalan, 5 meter atau
4 meter, memang sudah dari dulu itu diaturnya sebelah menyebelah
jalan. Waktu itu hanya ada isu-isu di masyarakat ini, kalau membuat
Gambar 4.1
Kondisi Lahan di Sempadan Sungai Mapam Tahun 2014
2
m
1
m
Gambar 4.2
Rumah-Rumah Warga RT 01 Bagian Hulu Kelurahan Padang
F. Simpulan
Berdasarkan temuan hasil penelitian tentang kebijakan perlindungan
sempadan sungai di Kabupaten Sukamara adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah telah menetapkan kebijakan perlindungan sempadan sungai
melalui kebijakan penataan ruang sempadan sungai sebagai kawasan
lindung, kebijakan tersebut inklude dalam Perda Nomor 14 Tahun 2012
tentang RTRWK Sukamara 2012-2032 . Untuk mewujudkan sempadan
Daftar Rujukan
Ali. F. dan Alam, A.S. (2012). Studi Kebijakan Pemerintah. Bandung: PT Refika
Aditama.
Atlas Sumber Daya Alam Kabupaten Sukamara. (2013). Sukamara: Pemerintah
Kabupaten Sukamara.
Indiahono, Dwiyanto. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys.
Yogyakarta: IKAPI DIY
Laporan Pemantauan Kualitas Air 2014. (2015). Sukamara: Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Sukamara
Nugroho, Riant. (2009). Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Santoso, Purwo. (2010). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Researc Center for
Politcals and Government
Setiyono, Budi. (2007). Pemerintahan dan Manajemen Sektor Publik. Semarang:
Kalam Nusantara
Statistik Daerah Kabupaten Sukamara 2015. (2015). Sukamara: Badan Pusat
Statistik Daerah Kabupaten Sukamara.
Subarsono, AG. (2010). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi
(cet.5). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (cet.14).
Bandung: CV. Alfabeta
Wibawa, Samodra. (2011). Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Disertasi, Tesis, Laporan Penelitian
Susetyo, Budi. (2014). Model Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Lahan Berbasis
Ekologi Lanskap di Kawasan Sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor.
Disertasi. Bogor: IPB.
Internet
Bro dan Jos. (2014). Dalam http://www.kompas.com. Diunduh pada 27 Januari pukul
21.47 WIB
Buku Tahunan SDA 2010-2011. (2012). Dalam http://www.sda.pu.go.id/. Diunduh
pada 9 Mei pukul 07.38 WIB
Kurniati, Hellen. (2007). Habitat Buaya Air Tawar Potensial di Luar Kawasan
Lindungan Daerah Kalimantan. Fauna Indonesia, No. 2 vol 7 (Desember): 26-
32. Dalam http://www.biologi.lipi.go.id. Diunduh pada 24 Nopember 22.35 WIB
Laporan pemantaun kualitas air 33 Provinsi 2013. Dalam
http://www.pusarpedal.menlh.go.id. Diunduh pada 27 Januari pukul 11.03
WIB
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011. Dalam http://www.sda.pu.go.id/.
Diunduh pada 27 Januari pukul 22.16 WIB
Suganda, dkk. (2009). Pengelolaan Lingkungan dan Kondisi Masyarakat pada
Wilayah Hilir Sungai. Jurnal Makara, Sosial Humaniora, No. 2 Vol. 13
(Desember): 143-153