Professional Documents
Culture Documents
Iwa Kusumasumantri - Ilmu Hukum Dan Keadilan
Iwa Kusumasumantri - Ilmu Hukum Dan Keadilan
DAN
KEADILAN
OLEH:
Mr. VUSUMASUMANTRI
' 1; . .* ->
Kangkaiau Kitab
K eadilan ba"i Rakjat
Kitab 11
i L M U* H U M U M IZ
\ V ? p U2
d a Kv v
KEA
Ho
& t/fW
OLEH:
PENERBIT DJAKARTA
yN
H / n i A H I
.. ...................... !
A "'i 8 / ^ / 2 ^ . .............1
TGL.
hill's
1Jk** ieill2t*r>
i ^ o a l 2 jang penting jang mendjadi kepentingan dan
dewasa ini mendjadi perhatian rakjat dalam membangun
dan menjusun N egara, ialah, soal2: Kehakiman, Perbu-
ruhan, Pertanian, Perdagangan, Kesehatan, Keamanan.
Pemberantasan buta huruf, Olah-raga, Koperasis, Soals
Demokrasi, M inoriteit, Kebudajaan dsb.
Penerbit.
M erdeka / / /
Salam bahagia.
Penulis.
n c la k u lu a f\^ ,
H A K R A K J A T K E P A D A K E A D IL A N
9
A d ap u n hukum dalam arti filsafahnja, hu'kum jang seadil-
adilnja ialah hukum a la m ; ia adalah peraturan2 tentang peri-kela-
kuan m anusia jang djuga berlaku, meskipun ia tidak dikuatkan oleh
n eg ara ; ia berlaku karena kekuatan alam atau karena dengan sen-
dirinja ia m em punjai kekuatan. H ukum ini berlaku karena keadilan
alam sendiri ; d jika ia tidak dipenuhi, m aka nistjaja timbullah aki
b a t jang sepadan dengan kerugian jang timbul dari pelanggaran
hukum alam itu ; m isalnja : tiap-tiap djandji m engikat, ia mesti
dipenuhi ; djika hukum ini dilanggar, nistjaja akan timbul akibat-
akibatrija ; sekurang-kurangnja orang jang m elanggar djandji itu
tid ak lagi a k a r ^ | Bf3aV;pertjajaan dari fihak lain dan dari
orang2 lain pu1- 5rnn-
A kan teta m T .aimn Sukum tidaklah seia-sekata tentang
jang d in am ai , _^um -alam ', atau tentang hukum jang seadil-
adilnja, hukv > 3 seolah-olah berlaku dengan kekuatannja sendiri
itu. B anjak- achli filsafah jang beragam a m enganggap hukum
agam anja (Islam , N asran i dll.) sebagai hukum iimg seadil-adilnja
atau sebagai hukum jang sesuai dengan tabiat alam, sedang achli2
lain m entjoba memahamkan hukum alam itu dari tabiat alam, sen
diri 'lan m entjari pula persesuaian hukum2 ini dengan tabiat m a
nusia, seperti ia bergaul didalam m asjarakatnja.
P en d ek kata, banjaklah perselisihan faham antara achli2 fil
safah hukum teiuang hal i n i ; ada jang m enganggap alam sekililing
kita ini m endjadi ukuran, dan banjak pula ng m em pergunakan
sebagai ukuran itu tabia t alam manusia sc d, d an selandjutnja
a n ta ra m ereka jang memakai tabiat ma" . sebagai dasar, ada
pula perselisihan fah am ; sebagian menc . gap bahw a manusia
itu adalah m achluk jang suka h: . ti' ' ^ ul sedap (harm onis)
dengan sesam anja, sedang sebagiaa am berpendapat bahw a m a
nusia itu m achluk jang bertabiat seperti serigala, suka bertjakar-
tjakaran dengan sesam anja.
M eskipun demikian, an tara semua achli2 hukum alam 'itu a d a
lah persesuaian faham jang besar, jakni bahw a adalah hukum2 jang
tidak tergantung dari apa jang ditetapkan oleh manusia (batja :
negara) dalam undang2nja, akan tetapi hukum ini tetap berlaku
karena kekuatan2 alam s e n d iri; ia mempunjai sanctie (hukum an
atas pelanggarannja) sendiri buat meridjamin 'berlakunja, meski
pun ia dihalang-halangi oleh aturan2 atau tindakan2 orang (batja:
n e g a ra ).
10
3. M asjarak at dan T iap-tiap m asjarakat hanja bisa tersusun
tertib hukum . dan berw udjud langsung selama ada tertib
didalamnja, dan tertib ini pun tidaklah dapat
tjukup mendjamin keam anan dalam m asjarakat, djika ia tida'k ter
diri dari hukum (positif); pendek-kata sesuatu m asjarakat atau ne
gara hanja bisa aman, djika ada tertib-hukum didalam nja; ter-
tib-hukum, jakni tertib jang diselenggarakan oleh sedjum lahnja
hukum jang berlaku dalam sesuatu m asjarakat, tertib-hukum ini
adalah sebagai tiang2 bagi m asjarakat itu ; m enurut beberapa achli
filsafah, hukum telah harus ada, djika m asjarakat terdiri lebih dari
dua orang.
Didalam tiap2 m asjarakat, didalanv/, r.n t^ n , negara seolah-
olah adalah djaring jang terdiri dari sfan9 peri-kela-
kuan manusia ; peraturan2 te rs e b jjt^ ii^ r-j . . '<*rufama untuk
membatasi kem erdekaan anggauta mas/a*. j ?S !? ^ a la m sepak-
terdjangnja, sehingga hanja dalam b a ta s-b ata i1 ^ ia m erdeka
berbuat sekehendak hatinja. Selandjutnja p e ra tfii'J ^ 'prsebut di
m aksudkan untuk memberikan djalan (tjara) supajii'h id u p dan
kerdja-bersam.<? "jEtara anggauta2 m asjarakat dapat diselenggara
kan sebaik-bjiknja, jakni baik bagi kepentingan umum m aupun
bagi kepentingan mereka jang bersangkutan. '
11
ketjerdasan m asjarakat itu dilapangan ekonomi dan technik, kare
n a terutam a dilapangan inilah letaknja banjak pertentangan an tara
an g g au ta2 m asjarakat.
12
Bab Kedua.
P E N G E R T IA N A SA S T E N T A N G H U K U M .
13
2. Sum ber hukum dalam Sifat keadilan ini sangatlah bergande-
djiw a m anusia. ngan dengan tabia t dasarnja hukum
jang terletak dalam djiwa tiap2 orang.
D ari kekuatan djiwa manusia maka timbullah beberapa aliran se
m angat pikirannja. Suatu aliran ialah semangat-perseorangan
(egoisme) ; dengan semangat ini maka manusia selalu ingin madju.
ingin berkuasa dan ingin kaja ; pendek kata ia berhadjad m engua
sai orang dan barang sebanjak^banjaknja bagi kesenangan dirinja
sendiri. Disamping aliran tersebut, maka adalah semangat kemasja
rakatan, dengan semangat ini maka manusia selalu hendak bersa
m a-sama dengan orang lain, hendak menenggelamkan (melebur)
diri dalam massa, seperti ternjata dalam keinginannja untuk hidup
berkeluarga, untuk bekerdja bagi kepentingan umum dll. Dalam
kelandjutannja, semangat kemasjarakatan ini sering melenjapkan
sama sekali keinginan untuk madju kemuka sebagai orang jang ter
pandang, m alahan ia hanja ingin tenggelam sadja dalam aliran
orang-orang lain (m assa), misalnja dalam gelombang pertjintaan,
dalam organisasi kepartaian dll. D an disamping semangat perse
orangan dan semangat kem asjarakatan itu, maka ada dalam tiap-
tiap manusia aliran semangat jang kita dapat namakan semangat-
ketertiban atau keadilan. Semangat tersebut ini tidaklah begitu ter
tam pak sehari-sehari dalam hidup manusia, seperti kedua aliran
semangat jang disebut lebih dahulu. Dengan adanja aliran2 sema
ngat perseorangan dan kem asjarakatan tsb. maka manusia akan se
lalu terombang-ambing antara kedua matjam nafsu jang timbul dari
aliran2 semangat itu ; suatu waktu ia sangat mementingkan kehen-
daknja sendiri sebagai pendjelmaan dari aliran perseorangan dan
dilain w aktu ia terlempar dalam gelombang nafsu meleburkan diri
dalam kehendak bersatu, dalam keinginan bersama dengan mengab
dikan dirinja kepangkuan m asjarakatnja. D engan demikian m anu
sia tidaklah tetap arah hidupnja, akan tetapi ia selalu akan terom
bang-ambing oleh kehendaknja jang ditetapkan oleh barang atau
hal jang mendjadi tudjuan aliran-perseorangan dan aliran kemasja
rakatan itu. Akan tetapi dalam kenjataan boleh dikatakan tiap2
orang mempunjai tudjuan-hidupnja masing2, tiap2 orang mempunjai
keinginan dan usaha bagi penjelenggaraan hidupnja se n d iri;
dan tiap2 orang mempunjai pendapat sendiri tentang apa jang
baik dan jang buruk dan apa jang patut dan jang tidak patut.
D ari kenjataan inilah antaranja dapat dibuktikan bahwa manusia
dalam hidupnja mempunjai kemudi sendiri2, kemudi jang mampu
menjesuaikan aliran2 sem angat-perseorangan dan kem asjarakatan
tersebut. D an kemudi inilah dalam hidupnja itu diwudjudkan karena
14
ia mempunjai aliran2 semangat-ketertiban atau keadilan itu. T iap2
manusia mempunjai perasaan (kesadaran) keadilan (rechtsgevoel,
rechtsbewustzijn) sendiri2, jang mendjadi dasar atau sumber hu
kum dalam djiwanja manusia.
3. Sum ber hukum bagi m a- D ari uraian dalam Bab Pertam a dje-
sjarakat dan negara. laslah kiranja keperluan adanja hu
kum didalam m asjarakat dan nega
ra, akan tetapi dengan itupun belumlah djelas letaknja sumber hu
kum itu bagi kehidupan bersama dalam m asjarakat umumnja dan
dalam negara chususnja. Seperti telah ternjata dari uraian diatas
ini, maka sumber hukum pada dasarnja terletak dalam djiwa ma
nusia. Achli2 filsafah jang paling term asjhur telah mengakui semen-
djak kira2 aba'd ke-17 th M asehi bahwa pada asasnja manusia ada
lah merdeka ; pada asasnja ia berdaulat atas dirinja sendiri. Bagi
mereka jang mengakui kemerdekaan umat manusia itu, maka akibat
pengakuannja ialah bahwa sepandjang uraian berpikir jang sehat
(logis) seharusnja rakjat mestilah berdaulat dalam m asjarakat dan
negara ; kedaulatan rakjat bukanlah suatu s o a l; Suara R akjat ia
lah suara T uhan, kata bangsa Rumawi (Rom ein).
Demikianlah, soalnja sekarang ialah, bahwa pada asasnja ma
nusia adalah merdeika dan berdaulat atas dirinja sendiri, akan te
tapi ia tidak mungkin hidup bersama dalam m asjarakat atau negara,
djika ia m endjalankan kemerdekaan dan kedaulatannja itu dengan
seluas-luasnja. Karena itu maka ia mesti menjerahkan sebagian ke
daulatannja bagi kepentingan hidup bersama dalam m asjarakat,
dengan perdjandjian bahwa penjerahan sebagian kedaulatan itu di
pergunakan untuk memperlindungi semua anggauta m asjarakat dari
ketakutan, takut bahaja bagi hidupnja dan kehidupanrija. D an dari
penjerahan sebagian kedaulatan kepada wakil2 rakjat itu, maka
timbullah kekuasaan wakil2 (jaitu pemerintah dan dewan2 perw a
kilan) tsb. untuk mengatur, untuk memberikan peraturan2 dan me-
laksanakannja, seh'ingga terdjaminlah keamanan dan kemakmuran
dalam m asjarakat dan negara ; 'dengan peraturan2 (hukum) itu ma
ka tidak boleh tidak terbataslah kemerdekaan asli jang seluas-luas
nja itu ; djadi dalam penjerahan sebagian kedaulatan rakjat inilah
letaknja sumber hukum bagi m asjarakat dan negara.
16
dibekukan oleh pendapat umum jang dengan tegas dan keras me
njalakan kesadaran keadilan umum didalam hal jang tertentu pada
masa jang tertentu pula.
17
6. H ukum d an kekuasaan. Lebih dulu telah diuraikan tentang
hukum jang sesuai dan jang tidak
sesuai dengan kesadaran keadilan umum ; kedua-duanja bisa d jadi
hukum positif, jaitu hukum jang berla'kunja dikuatkan oleh kekua
saan negara. D juga telah diuraikan tentang kekuasaan pendapat
umum jang m endjadi djuru-bitjara kesadaran keadilan dan kadang2
bisa membekukan, bahkan merobahkan berlakunja hukum ppsitif
jang dikuatkan oleh kekuasaan negara itu. Akan tetapi kebanjakan
orang tidak insjaf akan kenjataan terseibut ini, misalnja bahw a har
ga beras 1 kg. di D jokja dalam pertengahan tahun 1948 kira2 45
rupiah (O R I) meskipun undang2 m enetapkan bahw a harga beras
1 kg. mesti 20 rupiah. Demikianlah banjak orang jang bukan ahli
hukum a'tau ahli hukum jang beraliran kolot berpendapat sadja
bahw a kekuasaan (negara) itulah hukum, atau lebih tepat, bahw a :
hukum itu adalah kemauan negara ; inilah katanja, kenjataan se-
hari-hari. P endapat jang demikian ini menundjukkan aliran putus
asa dan kolot, jang sem endjak zaman dulu terkenal dalam utjapan
hak si-teckuat. Sesungguhnja benarlah kenjataan membuktikan
bahw a hukum positif itu sering tidak adil, sering tidak sesuai de
ngan kesadaran keadilan umum, karena ia semata-mata hanja di
tetapkan oleh orang2 atau golongan jang berkuasa dalam negara
m enurut kem auan golongannja se n d iri; akan tetapi kenjataan lain-
pun membuktikan kekuatan pendapat-um um jang sesuai dengan
kesadaran keadilan.
H ukum ialah kemauan negara, kata aliran putus-asa dan kolot
itu. A kan tetapi sesungguhnja hanjalah hukum positif jang tidak
adil sadja jang sem ata-m ata adalah djuru-bitjara (kristalisasi) ke-
m auan negara itu.
A dapun hukum alam dan hukum positif jang benar adil bu
kanlah sem ata-m ata kemauan negara, akan tetapi ia adalah keteta
pan, larangan atau perintah tentang kelakuan manusia jang benar2
sesuai dengan kesadaran keadilan umum. D an djika hukum jang
demikian itu tidak m endjadi hukum positif pun, jakni dikuatkan
oleh kekuasaan negara, maka tetaplah ia berlaku dengan pem bala
san2 (sanctie-)nja, meskipun sanctie itu sering lain2 ragam nja de
ngan sanctie2 hukum jang dikuatkan oleh negara dan penglaksa-
naan sanctie itu sering tidak langsung sesudahnja pelanggaran hu
kum tersebut dapat diketahui dan diadili oleh kesedaran keadilan
umum.
Dem ikianlah hukum itu -bukan sem ata-m ata kemauan negara ;
hanja hukum positif jang tidak adil sadja adalah sem ata-m ata ke
m auan negara, artinja kemauan golongan jang berkuasa di d a
lam negara. D an karena menurut pendapat orang banjak jang m en
18
derita kesusahan dan kekurangan, kebanjakan hukum (positif) itu
tidak adil, maka sesungguhnja tam paklah bahwa seluruh hukum
itu hanja sem ata-m ata kemauan orang2 jang berkuasa dalam ne
gara sadja. Kebanjakan rakjat memang benar termasuk golongan
jang menderita, golongan jang tertindas penghidupannja dan inilah
sebabnja maka perihal adil atau tidak adilnja hukum ini selalu
m endjadi salah satu soal jang terpenting didalam tiap2 negara.
D an djika hukum positif itu di sebuah negara terus-menerus tidak
sesuai dengan kesadaran keadilan umum seperti di negeri2 djadja-
han, di negeri2 fascis Djerm an, Itali dan Djepang, maka nistjajalah
hukum jang dikuatkan oleh negara pun akan runtuh bahkan nega-
ranja sendiri akan hantjur, kehilangan kemerdekaannja.
Bab Ketiga.
P E R IN T JIA N H U K U M D A N L A IN a.
1. P erintjian Hukum .
U ntuk pengertian jang djelas berhubung dengan berlainan ma-
tjam akibatnja, maka ilmu hukum merintji dan membagi-bagi semua
peraturan hukum menurut sifat-tabiat dan tjoraknja.
A dapun matjam hukum jang penting sekali ialah jang menge
nai semua peraturan tentang hal kenegaraan dalam arti jang se-
luas-luasnja, seperti peraturan2 tentang pemerintahan, ke-w arga-
negaraan, perwakilan, pengadilan dll.; semua itu boleh dinamakan
hukum jang mengenai soal politik. Hukum sematjam ini kebanjakan
m enentukan susunan dan segala hal-ichwal jang langsung menge
nai kenegaraan ; banjak an'taranja bersifat sebagai ketetapan2 sa-
d'ja jang mesti diselenggarakan oleh pemerintah atau oleh wakil-
wakil rakjat, dan banjak djuga diantaranja jang mempunjai sanctie
lain dari pada jang biasa dipakai oleh hukum, akan tetapi sanctie
terhadap pelanggarannja hanja terdiri dari bagaimana kata penda
pat umum sadja. M itsalnja, djika hukum menetapkan bahw a sidang
D ew an Perw akilan R akjat musti terbuka, jakni supaja umum dapat
mengetahui dengan tjara bagaimana dirundingkannja dan ditetap-
kannja putusan2 jang mengenai nasib rakjat umum, akan tetapi
D ew an Perwakilan' Rakjat itu hampir selalu bersidang dengan pin
tu tertutup, maka hukuman atas pelanggaran hukum itu hanja da
pat diberikan oleh pendapat umum, jang m enjatakan dengan dje
las dan tegas kesadaran keadilan umum. D jika rakjat tidak insjaf
akan pelanggaran tersebut itu, maka pendapat umumpun ni'stjaja
tidak akan m enjatakan sesuatu sanctie tentang tidak terbukanja
sidang2 itu, karena rakjat jang tidak insjaf, tidak djuga mempunjai
kesadaran keadilan dan mudah dipermainkan dengan kata2 jang
muluk2 sadja.
Selandjiitnja, sedjumlah hukum jang mempunjai tjorak sendiri
djuga ialah hukum atjara (hukum formil) ; inilah semua peraturan
hukum jang m aksudnja m engadakan tjara atau djalan jang tertentu
bagi penglaksanaan peraturan hukum lainnja jang isinja lebih lang
20
sung mengenai keadilan, jaitu jang dinamakan hukum materieel (hu
kum jang sesungguhnja). M itsalnja untuk melaksanakan keadilan
(melaksanakan hukum materieel tentang pentjurian, utang-piutang
dsb.), maka perlulah kita menempuh djalan jang telah ditetapkan
oleh hukum atjara dulu, jaitu rapot kepada polisi, memasukkan pen
dakwaan di pengadilan dll.
A dapun pembagian ilmu hukum jang terpenting karena perbe
daan ma'tjam akibatnja ialah perintjian hukum dalam dua matjam,
jaitu hukum perdata dan hukum pidana; jang pertam a ialah se
mua hukum jang mengenai perhubungan antara orang-perseora-
ngan satu sama lain, antara rakjat dengan rakjat, sedang jang ke
dua ialah semua hukum jang mengenai perhubungan antara negara
dengan rakjat atau antara negara satu sama lain dalam perhubu-
ngannja sebagai negara,
Keinsjafan tentang perbedaan antara hukum perdata dan hu
kum pidana ini sangatlah penting, karena pada umumnja berlainan-
lah akibat pelanggaran2nja. A gak diketahui umum bahw a tinda
kan terhadap orang jang mentjuri (pelanggar hukum pidana) sa
ngatlah berlainan dari pada tindakan terhadap orang jang tidak
membajar utangnja (pelanggar hukum perdata); dalam hal jang
pertam a negara (kepentingan umum) langsung berkepentingan un
tuk keamanan, dan dalam hal jang kedua tidaklah negara langsung
berkepentingan,
Hukum (posltii)
Hukum Hukum'
perdata dagang
Hukum tata-negara
Keterangan.
1 Hukum nasional dapat dikatakan mempunjai dua arti, pertama
ialah sebagai hukum jang berlaku diseluruh daerah negara, berlaku
bagi bangsa jang mewudjudkan negara itu, dan kedua ialah sebagai
hukum jang mempunjai arti demikian djuga, dan lagi ia sesuai de
ngan kesadaran keadilan umum dari bangsa jang mendiami negara
itu.
Hukum internasional berlaku antara negara2, d jadi tidak buat
didalam sesuatu negara. Hukum internasional dalam arti sebagai
jang biasa dipergunakan ialah hukum jang berlaku antara negara2
dalam perhubungannja sebagai negara, sedang hukum perdata in
ternasional ialah hukum jang berlakunja langsung mengenai rakjat
perseorangan dari negara2 jang berlainan atau jang langsung me
ngenai barang (seperti tanah) jang letaknja dinegara lain dari pada
negaranja orang jang berurusan tentang barang itu.
Hukum publik diartikan dengan arti seperti jang diuraikan di-
atas tentang hukum pidana, sedang didalam gambaran ringkas ini
hukum pidana m endapat arti jang chusus sebagai hukum jang pe-
langgarannja diantjam dengan hukuman2 biasa, seperti pendjara,
denda dsb.; kadang2 orang menjebut hukum ini dengan nama hu
kum siksa.
Hukum negara m engatur susunan hak dan kewadjiban negara
dalam perhubungannja, dan ia mengenai djuga segala sesuatu ten
tang hak dan kewadjiban rakjat terhadap negaranja. Disam pingnja
adalah hukum tata-negara, ialah hukum jang m engatur tata-tertib
(adm inistrasi) pemerintahannja.
A dapun hukum pidana mengenai langsung keamanan dan ke
tertiban umum; ia mengenai tanggung-djaw ab rakjat dalam sepak-
terdjangnja apabila ia m engganggu keamanan dan ketertiban itu.
Seperti telah disebutkan, pelanggar hukum pidana ini di
antjam dengan hukuman2 biasa, jang umumnja berat benar, apa
lagi didalam w aktu keributan atau peperangan.
T entang hukum perdata sudah dinjatakan bahw a ia mengenai
rakjat satu sama lain, jang pada asasnja mempunjai hak dan kewa
djiban sama sebagai w arga-negara. Hukum dagang pada hakekatnja
sama dengan hukum p e rd a ta ; ia mengenai chusus hal perdagangan
jang umumnja menghendaki perlakuan dan keadilan jang lebih tje-
pat, sebab umumnja ia mengenai harta jang lebih besar.
3. H ak dan kew adjiban. Lebih dahulu telah dinjatakan bahwa:
hukum adalah peraturan tentang hi
dup dan kelakuan manusia (jang dikuatkan oleh kekuasaan nega
ra ). Peraturan2 itu terdiri dari penetepan, larangan dan perintah,
sedang pelanggarannja hampir selalu diantjam oleh suatu sanctie
seperti hukuman, penggantian kerugian, batalnja perbuatan menu
ru t hukum, perlutjutan dari sesuatu hak, misalnja untuk bekerdja
sebagai tentera, untuk memilih wakil2 rakjat dll. Peraturan2 hu
kum 'itu melindungi kepentingan2 manusia (rakjat dan negara);
ia menimbulkan djuga hak dan kewadjiban jang njata. Seringkali
ia nampaknja sebagai suatu hak dan sering djuga ia kelihatan-
nja sebagai suatu kewadjiban, akan tetapi sesungguhnja tidak
ada hak djika tidak ada kewadjiban dan sebaliknja ; djadi dibela-
kang tiap2 hak terdapat suatu kewadjiban dan dibelakang tiap2
kewadjiban terdapat suatu hak. M isalnja: hukum (peraturan) ten
tang padjak dan bea, antaranja menimbulkan kewadjiban rakjat
untuk membajar padjak, dan ini berarti bahwa negara berhak me
minta pembajaran padjak itu. Larangan membunuh orang berarti
hak tiap-tiap orang pada djiwanja sendiri dan ini mengandung ke
wadjiban dari semua orang lain supaja menghormati (jakni
djangan mengganggu) djiwanja orang lain itu.
Seringkali hak seseorang tidak usah dipergunakan, djika orang
itu tidak mau mempergunakannja, akan tetapi sering djuga jang
mempunjai sesuatu hak berwadjib memakai haknja itu, meskipun
ia tidak menghendakinja, misalnja : hak untuk memilih wakil rakjat
(bagi dewan2 perwakilan negara), anggota pemerintah berwadjib
m endjalankan sesuatu hak jang diberikan padanja oleh hukum
dalam m endjalankan pekerdjaannja. Demikianlah umumnja hak
jang diberikan oleh hukum bagi kepentingan umum menimbulkan
kewadjiban untuk m endjalankan hak itu, karena kepentingan umum
menuntut, supaja hak itu benar2 didjalankan (dipergunakan).
Hukum positif menimbulkan hak dan kewadjiban jang njata, jaitu
dalam arti bahwa hak dan (atau) kewadjiban itu d ap at ditun
tut, djika perlu dengan mempergunakan kekuasaan negara.
23
Ira n rak ja tn ja beragam a Islam ; hukum adat sem endjak zaman d a
hulu hidup dikalangan mereka jang m enganggap hukum itu ber
laku bagi m ereka. T erutam a oleh pudjangga2 zaman dahulu hu
kum Islam dan hukum a d a t ini dituliskan djuga dalam banjak
kitab, akan tetapi tentang hukum adat kebanjakannja hanja diri-
wajatkan berturut-turut diantara pemimpin2 m asjarakat jang hi-
dupnja ik u t-b erik u t; ia hanja dipergunakan dan difaham kan djika
benar2 ad a keperluannja. Demikianlah hukum ad at meskipun
sebagiannja tertulis dalam kitab2 lama dan baru tidak tersurat
dalam undangs negara jakni sebagai ia tertulis didalam buku2 ter
sebut tidak disjahkan berlakunja oleh negara, meskipun negara
dalam sesuatu undang2nja sering djuga m engesjahkan berlakunja,
tetapi hanja untuk sesuatu bahagiannja jang tertentu ; m isalnja
di Indonesia ini hukum adat umumnja hanja dianggap berlaku un
tuk bahagian hukum perdatanja, jaitu bagi orang Indonesia sen
diri dalam perhubungannja satu sama lain. Hukum ad at ini diang
gap berlaku oleh negara, antaranja dengan maksud supaja berla
kulah hukum jang benar2 sesuai dengan kesadaran dan keadilan
mereka jang bersangkutan dengan hukum itu.
T ab iat dari hukum ad at ialah bahw a ia agak m udah berganti
(lebih m udah dari undang-undang), djika karena perobahan2 d a
lam m asjarakat perlulah berlaku adat-kebiasaan jang baru,
jaitu jang dianggap sesuai dengan perobahan2 dalam m asja
rak a t te rs e b u t; umumnja m asjarakat ad at tidak meliputi daerah
jang terlalu luas dan karena itu kaum kolot jang selalu m em perta
hankan ad at lama biasanja agak m udah dikalahkan oleh kaum
m uda jang menghendaki ad at kebiasaan jang lebih sesuai de
ngan keadaan m asjarakat jang telah berobah itu.
Selandjutnja di kebanjakan negara umumnja hukum agam a
terhitung hukum jang tidak tersurat. M eskipun hukum agam a
itu tertulis dalam kitab2 jang term asjhur, akan tetapi dikebanja-
kan negara kitab2 tersebut tidak disjahkan. K arena itu hukum
agam a ini tidaklah m endjadi hukum positif, m eskipun m isalnja di
negara jang bersangkutan ini peraturan2 hukum agam a tersebut
d itaati oleh banjak orang jang beragam a, karena oleh m ereka per-
,aturan2 ini dianggap sesuai dengan kesadaran keadilannja. H a n ja
djika oleh undang2 dinjatakan bahw a sebagian jang terten tu d ari
hukum itu berlaku, m aka bagian tersebut ini m endjadilah hukum
(positif) jang tidak tersurat, dan berlakulah ia dengan kekuasaan
negara dibelakangnja.
24,
Seperti telah diuraikan lebih dahulu banjak sekali norm a h u
kum agam a dan norm a hukum a d a t jang penting, terutam a jan g
m engenai keadaban telah didjadikan norm a hukum, terutam a de
ngan m em bubuhi sanctie (jang dikeluarkan oleh neg ara) a ta s pe-
lan g g aran n ja. D engan tja ra begini, m aka sesungguhnja sebagian
besar dari hukum agam a dan hukum ad at jang penting bagi ke
adaban m endjadi hukum positif ; dengan pakaian baru, jakni se
bagai hukum jang ditetapkan oleh negara ia tersu rat dalam un
d an g 2 ; djadi segala hukum jang dimuat dalam undang2 ialah hu
kum tersurat.
Selainnja jang berasal agam a dan adat, ada pula hukum jang
tidak tersurat, jaitu jang dinam akan konvensi ( c o n v e n t i e ) , jakni adat
kebiasaan jang telah berlaku lazim tentang k etata- negaraan, jang
diakui oleh badan2 pem erintah negara dan tidak pula bertentangan
dengan hukum tersurat. H al jang demikian ini sem endjak zam an
dahulu telah terdapat dalam hukum negara Inggris. Didalam hu
kum negara Republik Indonesia telah m endjadi lazim dju g a pe
ngangkatan anggota-anggota Komite N asional P u sat oleh P resi
den, meskipun hal ini tidak terdapat dalam U nd an g 2 D asar R e
publik atau dalam A turan Peralihannja. A pakah hal ini telah m en
djadi konvensi, telah m endjadi hukum jang tidak tersurat, akan
kemudian m endjadi soal an tara ahli hukum Indonesia.
26
pantas untuk diperlindungi, maka hakim jang benar2 m enghendaki
keadilan kadang2 dapat djuga m elaksanakan hukum jang demikian
itu dengan setjara adil. Hakim jang menghendaki keadilan dalam
hal tersebut dengan d jalan tafsiran (interpretasi) memberikan arti
kepada kata2 hukum jang kurang adil itu setjara demikian, sehing
ga hukum tersebut dapat dilaksanakan dengan tjara jang adil atau
agak adil. Inilah sesungguhnja suatu tjara penjusunan hukum jang
penting sekali; ia mengkoreksi hukum jang sering tidak adil (lagi)
karena tertinggal oleh perobahan2 baru dalam m asjarakat, men-
djadi hukum jang dapat dilaksanakan dengan adil bagi sesuatu
hal jang tertentu. H al ini sangatlah penting terutam a dimasa ada
perobahan2 jang besar dalam m asjarakat jang m engakibatkan pero
bahan2 besar pula dalam perasaan keadilan rakjat umum; misalnja
dimasa sekarang ini, baik di Indonesia maupun di beberapa negara
lain, banjak berbagai2 undang2 jang pada hakekatnja belum diada
kan perubahan dalam isinja, sedang hukum jang term uat dalam un
dang2 itu dibuatnja didalam masa pendjadjahan dahulu atau dida-
lam masa pendudukan tentara Djepang; djadi hukum jang dimuat
dalam undang2 itu atau dalam undang2 lain hanja dengan sedikit
perobahan, nistjaja sudah sangat tidak sesuai dengan kesadaran
keadilan rakjat umum didalam masa kemerdekaan ini, didalam m a
sa kesadaran harga diri sendiri bagi rakjat umum telah meningkat,
bahkan meluap, sehingga dalam pandangan orang banjak perbe
daan2 kelas dan tingkatan dalam m asjarakat ini sudah tidak pada
tem patnja dan bertentangan dengan keadilan.
Demikianlah bagi keperluan keadilan untuk rakjat didalam
masa ini, lebih2 dari dahulu, perlu sekali adanja hakim2 jang me
ngerti benar2 perobahan2 dalam m asjarakat dan lagi jang berani
m engadakan tjara penjusunan hukum dengan djalan tafsiran seper
ti tersebut diatas tadi. H al ini tentu tidak dapat diharapkan dari
hakim2 jang masih berdjiwa kolonial. A kan tetapi djuga para h a
kim jang masih benar2 m endjadi orang-Republik perlu diperbaiki
kedudukannja. Apabila kedudukan hakim2 ini masih tergantung
dari pemerintah, maka nistjaja kebanjakan dari mereka tidak akan
berani mengambil sikap jang merdeka, antaranja dalam hal tjara
penjusunan hukum tersebut, jang dimasa ini adalah salah suatu
djalan jang terpenting dalam hal m elaksanakan keadilan bagi
rakjat.
27
6. G am bar ringkasan tentang U ntuk memudahkan pengertian
penjusunan hukum. tentang penjusun-hukum dll.,
maka dibawah ini disadjikan
dengan tjara jang sangat bersahadja:
i4
f
// >>
/ Sl \
/ a K
X n
i
V- X 1
aX 7/ /
\ V k.
N\\ i V' /
k A
Keterangan:
x. Bundaran jang dalam (m asjarakat).
1. Norma2 hukum.
2. R adja (presiden).
3. M enteri2 (kabinet).
2 + 3 Pemerintah.
4. Dew an Perwakilan.
5. Hakim2.
28
e. Hukum Alam.
f. Hukum jang seadil-adilnja.
g. Tafsiran hukum, jang biasa.
h. Tafsiran jang merupakan penglaksanaan hu
kum jang adil.
29
D isam ping kesatuan hukum itu perlu ada kepastian hukum , ja ni
bahw a rak ja t umum mesti dapat mengetahui dengan pasti bunji
hukum jang berlaku atasnja, sehingga ia dapat m enjesuaikan peri-
kelakuannja dengan hukum itu, dan barulah ia dapat dipertang-
gung-djaw abkan tentang sesuatu pelanggaran itu. K epastian
hukum ini tentu hanja bisa diperoleh djika ada kesatuan hukum ter
sebut. D jadi dengan adanja hukum jang sama bunjinja dan dengan
pengetahuannja tentang ini, m aka rakjat umumnja bisa m engeta
hui tentang kedudukannja dalam m asjarakat m enurut hukum, se
hingga ia bisa dianggap diberitahu tentang bunjinja hukum
jang berlaku atasnja, supaja ia tidak terdjirat oleh hukum an2 jang
diadakan sebagai antjam an atas pelanggaran hukum itu.
32
adil, djika ini sesuai dengan kesadaran keadilannja, jang tergan
tung dari ketjerdasan dan keadabannja sendiri. D jika rakjat
disebuah negara mempunjai ketjerdasan dan keadaban lain dari
pada rakjat di negara lain, maka kesadaran keadilannjapun m ung
kin lain djuga dan keadaan hukum jang ia anggap adil pun m ung
kin berbeda. Demikianlah misalnja keadaan hukum di negara2 Ba
rat, di Eropa dan di Amerika, umumnja sangat berlainan dari pada
hukum di negara2 Timur, karena tingkat ketjerdasan dan kebuda-
jaan rakjat di dunia Barat dan di dunia Tim ur itu pada dasarnja
sangat berlainan.
Akan tetapi karena banjak negara, antaranja ham pir semua
negara di benua2 Timur, telah berpuluh-puluh, bahkan beratus2
tahun dikuasai langsung atau tidak langsung oleh beberapa ne
gara Barat, jang m endjalankan djuga pengaruhnja dilapangan
ketjerdasan dan kebudajaan bangsa jang dikuasainja itu, maka
bangsa jang bersangkutan dipaksalah menerima hukum jang berfa
edah bagi kepentingan negara2 Barat. Karena pengaruh kaum pen-
djadjah itu dilapangan kebudajaan, dan ditambah pula pengaruhnja
dilapangan ekonomi, politik dan tehnik, maka berlakunja hukum
jang dipaksakan itu tidak dirasai sangat dholim. Bahkan lam a-ke
lamaan antara dunia B arat dan dunia Timur, karena perhubungan-
nja sangat rapat, telah tumbuh banjak persam aan pendapat, djuga
tentang keadilan. Demikianlah di masa sekarang ini telah dapat
dikatakan bahwa adalah satu peradaban manusia, jang meliputi se
luruh dunia. A kan tetapi dilapangan keadilan soal keadaan ekono
mi, karena perbedaannja jang sangat besar, selalu m endjadi soal
jang terpenting, jakni dalam hal m enetapkan tindjauan adil atau
tidaknja tentang keadaan hukum.
Demikianlah disamping perbedaan besar antara kesadaran
keadilan bangsa2, jang menimbulkan hukum nasional jang tjo-
raknja lain2, ada pula persam aan dalam keadaan hukum nasional
bangsa2 itu, jang timbulnja untuk sebagian, karena paksaan dan
untuk sebagian lagi karena memang ada persam aan kesadaran ke
adilan dalam beberapa hal antara bangsa2 itu djuga, sebab adanja
keadaban umum diseluruh dunia.
D engan uraian diatas ini, maka djelaslah kiranja bahw a tidak
33
lah m ungkin ad a hukum nasional jang murni, hukum jang chusus
h a n ja berpedom an kepada kesadaran keadilan nasional. T erutam a
dibekas-bekas d jadjahan jang telah lama dipengaruhi oleh negara2
jang turu t tjam pur dalam pertjaturan politik dunia nistjajalah ke
ad a an kesadaran keadilan dari bagian (lapisan) atas dari rakjat
telah terpaksa m engikuti kepentingan kaum pendjadjah, meskipun
dengan tja ra jang tidak sadar. D inegara ini sebagai bekas d ja
d jah an negara Belanda, keadaannja hukum tidak boleh tidak
m endapat pengaruh besar sekali dari hukum nasional negara Be
landa sendiri, terutam a dilapangan Hukum Pidana dan Hukum
D agang sangatlah banjak persam aannja, karena djustru di lapang
an2 hukum inilah dunia B arat jang sehingga sekarang menguasai
untuk sebagian besar perhubungan dan perniagaan dunia, m enun
tut adanja hukum jang m enurut mereka sesuai dengan kesadaran
keadilan dunia (dalam hal ini, batjalah: kebutuhan atau kepentingan
negara2 B arat itu).
34
Keterangan:
x. B undaran jang dalam (m asjarakat).
a. U ndang2 (hukum positif).
b. Hukum adat.
c. Hukum agama.
d. Hukum alam.
e. Hukum jang seadil-adilnja.
1. Norm a2 hukum.
2. R adja (presiden).
3. M enteri2 (kabinet).
4. D ew an perwakilan.
5. Hakim2.
6. Berlakunja hukum positif.
7. Berlakunja hukum alam (hukum jang seadil-adilnja).
35
D ari gam bar ringkasan ini ternjatalah bahw a rak jat sungguh
m endjadi bulan-bulanan (object) dari pada berlakunja hukum.
A kan tetapi an tara hukum itupun adalah hak-hak asasi rakjat, jang
didalam gam baran diatas tidak term uat. H ak-hak asasi ini ialah
hak tiap-tiap m anusia dan w arga-negara jang asli, sutji, tidak boleh
diganggu atau dilanggar oleh siapapun dengan tidak beralasan jang
sangat kuat, misalnja hak-hidup, hak kem erdekaan diri, hak ke
m erdekaan pikiran, hak kem erdekaan bangsa, hak beker d ja, hak
memilih dan dipilih dll. D jika rakjat insjaf benar dan berani mema
kai hak-hak A sasinja, m aka nasib rak jat itu tidak akan seperti bu-
lan2-an sadja. Sesungguhnja rak jat w arga negara didalam sebuah
negara m erdeka bukan sadja m endjadi orang jang diperintah, akan
tetapi ia harus djuga m endjadi w arga negara jang turut memerintah,
dengan mempunjai pula hak-hak asli dan sutji, jang tidak boleh
dilanggar atau diganggu, djika tidak alasan kuat, jakni jang benar2
bersendi kepada kepentingan umum.
4. K eadaan hukum positif Hukum positif di Indonesia sekarang
di Indonesia sekarang, belumlah teratur baik, didalam masa
perdjoangan ini rakjat masih sedang
m enuntut keadilan. Didalam daerah-daerah pendudukan, jaitu
bagian-bagian Republik Indonesia jang njata masih dikuasai oleh
tentara Belanda, berlaku hukum jang hampir sama (bahkan lebih
keras) dengan hukum didalam masa pem erintahan H india Belanda
dahulu. D idaerah-daerah jang njata (de facto) atau setengah-
setengah dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia, hukum jang
berlaku belumlah m enurut (sesuai dengan) U ndang-undang Dasar
Republik In d o n esia ; untuk sebagian besar hukum tersebut masih
dikuasai oleh pasal II sampai pasal IV A turan-Peralihan U ndang2
D asar, berhubung dengan M aklum at W ak il Presiden N o. X ter
tanggal 16 O ktober 1945 (lihat halam an penutup). K arena masih
berlakunja A turan Peralihan dan M aklum at tersebut, maka di da
erah2 inipun hukum pada asasnja masih banjak sekali jang berupa
landjutan sadja dari hukum dalam masa pendjadjahan dahulu.
Keadaan hukum seperti demikian ini sesungguhnja tidak semes-
tinja, akan tetapi ia dianggap sjah sadja, karena umumnja rakjat-
pun belum mempunjai pengertian jang tjukup tentang kemerdekaan
dan kedaulatan. D ibaw ah pengaruh kekuasaan Badan Pekerdja
Komite N asional Indonesia Pusat, jang bersembojan: Sekali duduk
tetap duduk pengertian rak jat tentang kemerdekaan jang belum
tjukup itupun susah akan dilenjapkannja.
K eadaan Republik Indonesia sem endjak pertengahan tahun
1947 benar terus-m enerus dalam keadaan darurat, dalam keadaan
36
genting. Karena itu segala hukum jang berlaku sem endjak tahun
itu sehingga sekarang didalam Republik ini dianggapnja sebagai
Hukum D arurat; sebelumnja diselidiki ia sudah lebih dahulu (a prio-
ri) dianggap sebagai Hukum D arurat sadja, akan tetapi sesung-
guhnja tidak semua hukum jang berlaku didalam m asa d arurat itu
hukum darurat. Demikianlah hukum positif di Republik Indonesia
pada dasarnja sama atau masih berupa tiruan hukum dimasa
pendjadjahan dahulu, jakni ketjuali Proklamasi dan U ndang2 D asar
jang belum diselenggarakan benar2 itu. D jika hal jang tersebut ini,
jaitu bahwa hukum disini belumlah berupa hukum nasional, djika
hal menjerupai hukum masa pendjadjahan ini hanja mengenai sadja
bagian2 hukum jang berdasarkan persesuaian dengan kesadaran
keadilan dunia, itu tidak m endjadi keberatan, karena dasar jang
dipakai itu memang sesuai dengan tuntutan keadaban umum, jang
beralasan pula kepada peri-kemanusiaan; hal ini tentu tidak sekali2
m engetjewakan kesadaran keadilan nasional. M isalnja banjak pe
rihal kedjahatan, seperti tentang pembunuhan, pentjurian, penipuan
dll. umumnja tetaplah dianggap sebagai kedjahatan djuga diseluruh
dunia jang beradab.
Akan tetapi apabila hal-hal jang lain dari jang tersebut diatas
itu, terutam a tentang hal-hal jang mengenai kehidupan rakjat umum,
apabila dalam hal jang demikian itu masih tetap dipergunakan pe
raturan hukum jang memberikan terlalu banjak kelonggaran kepada
kepentingan negara2 asing, perihal jang demikian itu nistjajalah
merobah sifatnja hukum nasional, merobah sifatnja hukum jang adil.
Hukum nasional ini dikehendaki benar2 oleh rak jat Indonesia mer
deka semendjak Proklamasi 17 A gustus 1945; rak jat merdeka tidak
sudi lagi hidup dibawah tekanan hukum pendjadjahan.
37
D jelaslah bahw a hukum d arurat itu disusun dan berlaku untuk
m engatasi kegentingan, atau setidak-tidaknja untuk didjalankan
h an ja dalam w aktu kegentingan itu. D engan tabiat jang demikian
ini, m aka ternjatalah bahw a hukum jang masih dibiarkan berlaku
dari m asa pendjadjahan Belanda disini, bukanlah hukum d aru rat;
ia masih dianggap perlu berlaku atau belum sem pat dihapuskan,
karena belum ada gantinja ; tabiat untuk m engatasi kegentingan
sam a sekali tidak ada pada hukum jang demikian itu.
Selandjutnja, tabiat untuk m engatasi kegentingan, untuk me
nolak bahaja itu dengan sendirinja menimbulkan keistim ewaan
kepada sifat Hukum D arurat. Um um nja keadaan genting itu me
nimbulkan kesempitan dalam segala lapangan; djadi hukum d arurat
tidaklah seperti hukum positif biasa, akan tetapi ia bersifat istimewa
sempit dan keras. Hukum positif (jang biasa) sering tidak sesuai
dengan kesadaran keadilan umum, djadi apalagi hukum d aru rat se
ring sekali bertentangan dengan kesadaran keadilan umum itu.
M eskipun demikian, kesadaran keadilanpun sering sekali be-
robah dalam w aktu keadaan genting atau sempit. K arena itu maka
adalah kemungkinan bahw a hukum darurat pun sesuai atau agak
sesuai djuga dengan kesadaran keadilan umum, jang telah berobah
itu; supaja kemungkinan persesuaian itu m endjadi suatu kenjataan,
maka dalam penjusunan hukum d arurat itu perlu sekali diperhatikan
apakah ada perobahan dan bagaim anakah bunjinja kesadaran ke
adilan didalam masa kegentingan tersebut.
M eskipun kemungkinan m enjesuaikan hukum d arurat dengan
kebutuhan keadilan baru itu benar ada, akan tetapi penjusunan hu
kum d arurat itu biasanja sangat tergantung dari pem erintah dan
alat2 kekuasaannja dalam masa kegentingan ini. D jika peme
rintah dan alat-alat kekuasaannja itu, jakni orang-orang jang turut
m engendalikan pem erintahan umumnja dan jang berkuasa m enjusun
hukum chususnja terdiri dari mereka jang tidak biasa m enghargai
hak2 kem erdekaan rakjat atau jang terlalu m em entingkan kedudu-
kannja karena kebutuhannja kepada kemewahan, maka nistjajalah
keadaan genting itu akan mempengaruhi djiw a m ereka begitu
sangat, sehingga mereka ini sama sekali tak m engindahkan sedikit-
pun hak-hak asasi rakjat, dasar-dasar kem erdekaan rakjat, jang
sesungguhnja m endjadi djam inan jang besar sekali bagi pembelaan
kem erdekaan bangsa. D an dalam hal jang demikian ini penjusunan
dan penglaksanaan hukum darurat, nistjaja tidak akan sesuai de
ngan keadilan, halm ana tentu akan m em bahajakan terw udjudnja
negara sendiri. Pendek kata: djuga hukum darurat mesti dise
suaikan dengan kesadaran keadilan umum. K eadaan d aru rat
sadja tidak bisa dan tidak boleh dipergunakan sebagai alasan
38
untuk m engadakan peraturan atau (dan) tindakan jang sew enang2.
D jika hukum darurat dan (atau) penglaksanaannja sangat tidak
adil, djika hukum darurat ini memperkosa dasar-dasar peri-kem anu-
siaan, m engindjak-indjak dasar2 kemerdekaan rakjat, nistjajalah
lama-kelamaan dari fihak rakjat sendiri akan timbul perlaw anan
jang djustru membahajakan kedudukan negara dan pem erintahan-
nja sendiri.
6. Hukum M iliter. Hukum militer ialah hukum jang berlaku
chusus untuk kaum militer dan orang2
jang bertindak bersama-sama dengan orang militer dalam pelang
garan hukum itu. Di kebanjakan negara hukum militer hanjalah
mengenai Hukum Pidana, hukum tentang kedjahatan2. Hukum
militer adalah hukum jang istimewa, karena:
le. Kaum militer dianggap sebagai suatu golongan jang istimewa,
sebab berhubung dengan tugasnja membela negara, ia mesti
mempunjai ketaatan jang istimewa, sehingga tiap-tiap pelang
garan hukum oleh mereka, umumnja dianggap lebih berat
dari pada pelanggaran hukum oleh rakjat biasa.
2e. Kaum militer harus berdisiplin benar-benar bagi kepentingan
kekuatan dan keuletan susunan ketentaraan. K arena itu
bagi mereka diadakan beberapa peraturan hukum jang istime
wa, terutama jang bermaksud m emperkuat disiplin tentera.
3e. Kaum militer sering mempunjai atau m endapat tugas, jang
sangat pentingnja berhubung dengan pembelaan negara atau
jang sangat berpengaruh besar kepada perhubungan perang
atau damai dengan negara lain. K arena itu diadakan beberapa
peraturan hukum untuk melindungi kepentingan-kepenti
ngan negara jang istimewa itu ; djadi hukum jang demikian
ini hanja bisa dilanggar oleh kaum militer sadja dan hukum an
atas pelanggarannja biasanja istimewa beratnja.
Demikianlah di kebanjakan negara ada hukum militer jang
chusus; pelanggaran atas norm a2nja diantjam dengan hukum an2
jang biasanja lebih berat dari pada hukum an2 jang umumnja didja-
tuhkan kepada rakjat biasa atas pelanggaran hukum jang kira-kira
sama pentingnja. Apalagi didalam masa ada peperangan atau
bahaja peperangan sanctie atas pelanggaran itu m endjadi lebih berat
lagi. H al jang demikian ini biasanja dibenarkan oleh kesadaran ke
adilan umum, karena rakjatpun umumnja insjaf benar, bahwa
pelanggaran atas hukum jang melindungi kepentingan2 negara jang
istimewa itu, harus dihukum dengan setjara istimewa djuga. A kan
tetapi disam pingnja itu kesadaran keadilan umumpun m enganggap
perlu adanja batas-batas dalam hal keistimewaan kerasnja hukum
39
tersebut. H a l ini terbukti dari adanja ahli2 hukum dalam kalangan
pengadilan militer; djadi terutam a dalam hal penglaksanaan hukum
itu dianggap perlu adanja djam inan2 tjukup untuk keadilan. A p a
lagi dalam w aktu tidak ada peperangan atau bahaja peperangan
rak ja t m engaw asi benar2 terdjam innja keadilan umumnja, djuga
bagi kaum militer. D iw aktu damai rakjat hidup bergaul bersam a2
dengan pradjurit2 dan perw ira2 dan m em perhatikan benar-benar
penglaksanaan keadilan atas mereka itu; adanja ahli-ahli hukum
dalam kalangan pengadilan militer dianggap sebagai sjarat untuk
keadilan itu.
D jika keadilan dikalangan militer tidak terdjam in, nistjaja hal
ini lam a-kelam aan menggelisahkan rakjat umum, bahkan ia tentu
akan m engganggu hati dan pikiran kaum militer sendiri, dan ini
tidak akan m endjadi baik bagi disiplin dan kekuatan susunan ke
tentaraan umumnja.
Demikianlah hukum militer pun, terutam a dalam penglaksa-
naannja mesti disesuaikan benar-benar dengan kesadaran keadilan
umum. Pendapat umum jang n jata 2 timbul dari terganggunja keadi
lan, tidaklah dapat ditekan dengan djalan dan tjara apapun.
P endapat umum jang keras dan djelas, sepandjang riw ajat 3 abad
telah m endjadi pedom an bagi beberapa pem erintahan jang de
mokratis; bahkan pemerintah negara2 totaliter (fasis) pun sering
terpaksa menjelidiki dan m engindahkan pendapat umum itu. K esa
daran keadilan rakjat umum bukanlah suatu hal jang boleh
diperm ainkan oleh pemerintah negara m anapun.
40
hanja kulit-kulitnja jang kosong belaka: misalnja dinegara D jerm an
dalam masa H itler berkuasa hak kemerdekaan m engutarakan piki
ran, hak kemerdekaan pers, hak memilih dan dipilih dan lain-lain
sesungguhnja hanja kulitnja sadja, karena hanjalah orang-orang
fasis (nazi) jang merdeka bersuara, merdeka menulis disurat-surat
kabar dan merdeka memilih dan dipilih sebagai wakil.
D asar d a n tudjuan pergerakan rakjat Indonesia sem endjak
dahulu ialah: Keadilan bagi rakjat. Kemerdekaan negara mesti ada;
ia adalah sjarat jang terpenting bagi kemerdekaan rakjat sendiri, ia
adalah sjarat jang terutam a untuk tertjapainja keadilan bagi rak
jat. N egara H ukum dalam arti N egara Keadilan telah berabad-abad
m endjadi tjita-tjita rakjat Indonesia; Bukanlah Imam M ahdi dan
R atu A dil telah berabad-abad hidup dalam tjita2 rakjat Indone
sia?
U ndang2 D asar Republik Indonesia m enjatakan dalam fasal
I ajat 2: K edaulatan adalah ditangan rakjat, dan dilakukan
sepenuhnja oleh M adjelis Perm usjaw aratan R akjat . Sesudahnja
lebih lima tahun berdjoang membela kem erdekaan negaranja,
rakjat merdeka mesti insjaf akan hak-haknja sebagai manusia dan
w arga-negara jang m erdeka. A palagi dalam sebuah negara jang
U ndang2 D asarnja dengan terang-terangan mengakui kedaulatan
rakjat, maka pastilah rakjat mempunjai hak-hak jang timbul dari
kedaulatannja itu; ia bukan sadja rakjat jang diperintah, akan tetapi
ia berhak pula turut memerintah, jakni dengan perantaraan wakil-
wakilnja. Selandjutnja hak-hak kemerdekaan pikiran, berserikat dan
berkumpul, petisi dan lain-lain mesti terdjam in, bukan sadja diatas
kertas, akan tetapi djuga dalam penglaksanaannja.
R akjat jang tidak insjaf akan hak-haknja m udah di-nina-bobok-
kan dengan sedikit bagian dari distribusi, dengan kata-kata jang
muluk2, dengan djandji2 jang kosong. R akjat mesti m engetahui
kew adjibannja, tetapi ia mesti mengetahui djuga hak-haknja. R ak
jat jang tidak insjaf akan hak-haknja pasti /tidak d a p a t (tidak
berani) melahirkan kejakinannja dengan tegas dan djelas; ia tidak
dapat m enjatakan perasaan atau kesadaran keadilannja, dan karena
itu jang akan dianggap sebagai pendapat-um um mungkin sekali
tidaklah sesuai dengan kesadaran keadilan rakjat. Sesungguhnja
rak jat jang insjaf mesti berani m em pergunakan hak-haknja sebagai
manusia dan w arga-negara, m em pergunakan hak-hak kem erde
kaan pers, petisi, demonstrasi dan lain-lain. H a k 2 asasi sangatlah
penting, jaitu supaja pemerintah negara dapat m engetahui pendapat
umum. Ini adalah kewadjiban tiap-tiap w arga-negara, ini adalah
sum bangan bagi pem erintah supaja ia bisa m em buat peraturan2 atau
il
m engam bil tindakan2nja jang benar-benar sesuai dengan kehen
dak p endapat umum itu, jang sesungguhnja adalah djuru-bahasa
kesadaran keadilan rakjat umum. Djika pemerintah tidak mau
m em perhatikan pendapat umum rakjatnja, maka ini adalah suatu
kekeliruan besar, jang mungkin akan m engakibatkan jang tidak di
ingini. D jika rak ja t tidak mampu atau tidak berani memberikan
petundjuk2 kepada pem erintahnja kearah djalan jang dikehendaki-
nja m enurut kesadaran keadilan umum, dan kemudian terdjadilah
hal-hal jang tidak diingini, maka mau tidak mau rakjat jang tidak
m enjatakan pendapatnja itu turut memikul segala kesalahan
jang dilakukan oleh pem erintahnja. Keadaan Republik Indo
nesia sekarang baik sekali untuk didjadikan peladjaran bagi rakjat
jang ingin insjaf. Bahkan pemuka-pemuka rakjat sendiri banjak jang
tidak tjukup pandai dan berani m em pergunakan hak2nja. Dalam
keadaan daruratpun rak jat diizinkan m endjalankan hak-hak dida-
lam parlem en sepenuhnja. H a k m enetapkan anggaran belandja
negara (begrooting) tidak pernah dipergunakan oleh Badan Pe~
kerdja Komite N asional Indonesia Pusat. H ak-hak kemerdekaan
rak ja t mesti dipakai dengan djalan apa sadja jang diperbolehkan
oleh hukum.
H ukum jang seadil-adilnjapun lam bat-laun nistjaja m endjadi
tidak adil atau penglaksanaannja tidak didjalankan dengan adil,
djika rak jat tidak berani m enjatakan kesadaran keadilannja.
Inilah dengan sangat ringkas jang m erupakan salah satu hu
bungan jang terpenting antara hukum dan keadilan.
42
T A M B A H A N (S U P P L E M E N T ).
c. M aklum at W a k il P residen N o . X . *)
43
M enim bang, bahw a didalam keadaan jang genting ini perlu
ad a b a d a n jan g ikut bertan g g u n g -d jaw ab tentang nasib bangsa In
donesia disebelah P em erintah;
M enim bang selandjutnja, bahw a usul tadi berdasarkan paham
K edaulatan R akjat;
M em utuskan:
Noot.
Tafsiran pasal2 U ndangi D asar Republik Indonesia ini bersama Maklumat
wakil Presiden No. X adalah sangat penting dan m enarik perhatian ditindjau
dari su d u t sedjaiahnja. Tentang tafsiran ini kita harap akan dtapat memberikan
buah tulisan lagi kemudian.
44
PERPl
FAK.
Perpustakaan Ui
01-10-05008965
G R A F ic A - D J A K A R T A '