Professional Documents
Culture Documents
Makalah Pneumokoniosis Yuvita Singal
Makalah Pneumokoniosis Yuvita Singal
Makalah Pneumokoniosis Yuvita Singal
PENDAHULUAN
memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.
saluran napas dan paru pada pekerja dapat terjadi akibat pengaruh debu, gas
ataupun asap yang timbul dari proses industri. Sumber pencemaran udara juga
dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung
meletus, gas alam beracun, dan lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut
kesehatan manusia.1,2
hampir di seluruh dunia dan merupakan masalah yang mengancam para pekerja.
1
Data World Health Organization (WHO) tahun 1999 menunjukkan bahwa
terdapat 1,1 juta kematian oleh penyakit akibat kerja di seluruh dunia, 5% dari
peringkat 3-4 setiap tahun. Pneumokoniosis sudah dikenal lama sejak manusia
kegiatan industri secara umum, banyak menarik perhatian dalam beberapa dekade
hubungan yang erat antara tingkat pencemaran udara oleh kegiatan industri
pencemaran udara tidak sepenuhnya dapat dibuktikan karena sulit dipahami dan
maupun partikulat yang terdiri dari berbagai senyawa anorganik dan organik
dengan berat molekul yang besar yang dapat langsung terhirup melalui hidung
2
Makalah ini akan mengulas dampak pencemaran udara, debu asbes silikat
serta batu bara yang diakibatkan oleh proses industri yang merupakan penyebab
penyakit paru?
1.3 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
zat, energi dan atau komponen-komponen lain ke dalam udara lingkungan hidup
merokok aktif) dan aktivitas alam (letusan gunung berapi, gas alam), sehingga
ambien adalah udara udara bebas di permukaan bumi (pada lapisan troposfer),
tidak hanya di negara berkembang, tapi juga di negara maju. Apabila udara
ambien yang tercemar tadi terinhalasi dapat mempengaruhi paru atau pernapasan
bahkan dapat masuk ke dalam peredaran darah dan dapat mempengaruhi seluruh
4
2.2 Pencemaran Udara Dalam Ruangan
(atmosfer) dalam ruangan tempat tinggal manusia akibat masuk atau terbentuknya
ruangan, dan kecepatan pertukaran udara. Dan yang menjadi pencemar ruangan
78,03% nitrogen (N2), 21% oksigen (O2), 1% uap air, karbonmonoksida (CO2),
ozon (O3), gas metana (CH4), Helium, Argon (Ar), Neon (Ne), Krypton (Kr), dan
industri untuk berbagai keperluan industri misalnya industri garam dapur, industri
cair dan gas nitrogen atau H2 diperoleh dari gas alam (CH4) yang pada gilirannya
dapat digunakan sebagai bahan baku industri pembuatan sintesis ammonia dan
pupuk urea. Jika komposisi senyawa kimia di udara tidak berubah oleh kegiatan
5
manusia seperti kegiatan industri, maka keseimbangan dan kelestarian hidup dapat
karena adanya emisi polutan, atan bahan pencemar ke udara baik oleh bencana
alam seperti meletusnya gunung berapi (natural disaster) maupun bencana buatan
manusia (man made disaster) seperti kebakaran hutan di Indonesia pada musim
kemarau,pembakaran bahan bakar fosil dalam dunia industri, rumah tangga, dan
transportasi.2,3
Senyawa kimia pencemar di udara terdiri atas gas, cairan dan partikel
padat dalam atmosfir yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, ternak dan
tanaman dan material lain. Bahan pencemar udara yang ada antara lain amoniak
(NH3), gas sulfur dioksida (SOx), gas nitrogen oksida (NOx), H2S.2,3
cairan berupa kabut, lahan, debu Pb, debu abses, dan tetesan asam sulfat yang
ini menyebabkan korosi terhadap alat dan mesin dunia industri, terjadinya erosi
6
Senyawa kimia yang tedapat di atmosfir pada ruang kerja tertutup dapat
dibedakan menurut partikulat dan senyawa molekuler berupa gas dan uap.
Partikulasi dapat berasal dari penggilingan hasil pertanian, uap dari proses
pengolahan logam, asap dari sumber pembakaran senyawa organik. Partikel debu
berdiameter dari 1 sampai 150 m. Partikulat ini sangat berbahaya bagi kesehatan
terdiri atas senyawa kimia yang tidak berubah komposisnya, bentuk fisik
dan atau bentuk senyawa kimia dari sumber pencemar ke udara dengan
waktu tinggal cukup lama dari waktu bulanan ke tahunan dan sangat stabil.
dari senyawa lain dan dilepaskan ke udara. Pembakaran bahan bakar batu
7
monoksida, karbondioksida, sulfur dioksida, partikulat, dan limbah padat
abu dasar dan abu terbang (fly ash). Gas SOx, dan gas NOx, di udara
a. Faktor fisik, temasuk dalam faktor fisik ini adalah : Kebisingan, radiasi,
getaran mekanis, cuaca kerja, tekanan udara tinggi dan rendah, penerangan
dari : sifat fisik bahan kimia, sifat kimiawi, jalan masuk ke tubuh
Sifat fisik bahan kimia dapat berupa: gas, uap, debu, kabut, awan,
dan lainnya.
menimbulkan demam.
saraf.
8
d. Faktor fisiologi : konstuksi mesin, sikap, cara-cara bekeja dan lain-lain
Padat (solid)
Dust
Terdiri atas berbagai ukuran mulai dari yang sub mikroskopik sampai
yang besar. Yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhisap kedalam
Fumes
Cd dan Pb
Smoke
9
Cair (Likuid)
Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang dihasilkan
melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh: hair spray atau obat
nyamuk semprot
Particulate matter
Adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan segera
Adalah debu yang tetap berada diudara dan tidak mudah mengendap.
berikut:6
bumi. Namun karena kadang-kadang debu ini relatif tetap berada diudara,
Sifat permukaan debu cenderung selalu basah karena dilapisi oleh lapisan
10
Permukaan debu dapat menempel satu dengan yang lain dan dapat
penggumpalan.
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar
Sifat listrik tetap yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan, ini
d. Macam-macam debu3,4,6
Pembagian debu didasarkan pada sifat dan efeknya. Secara garis besar ada
sebagainya.
Debu metal, seperti timah hitam, merkui, cadmium, arsen, dan lain-lain.
11
Ukuran 0,1-1 bergerak keluar masuk alveoli sesuai gerakan brown
Debu adalah aerosol yang tersusun dari partikel-partikel padat yang bukan
termasuk benda hidup. Respons jaringan tubuh seseorang terhadap debu yang
terinhalasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat fisik, kimia dan
faktor pejamu. Efek debu terhadap paru dipengaruhi oleh tingkat pajanan debu.
Tingkat pajanan debu ditentukan oleh kadar debu rata-rata di udara dan waktu
a. Sifat fisik
respons jaringan paru. Keadaan fisik seperti bentuk partikel uap atau gas, ukuran
migrasi dan reaksi tubuh. Sifat kelarutan partikel juga berpengaruh, contohnya
partikel tidak larut seperti asbestos dan silika menyebabkan reaksi lokal
sedangkan zat yang larut seperti mangan dan berrylium mempunyai efek sistemik.
Gas dan uap yang relatif tidak larut seperti nitrogen oksida terinhalasi sampai
saluran napas kecil sedangkan yang larut seperti amonia dan sulfur dioksida
b. Sifat Kimia
12
Beberapa sifat kimia yang penting adalah sifat asam atau basa, interaksi
atau ikatan dengan substansi lain, sifat fibrogenisitas dan sifat antigenisitas. Sifat
asam atau basa suatu bahan berhubungan dengan efek toksik pada silia, sel-sel
lokal dan sistemik. Sifat fibrogenisitas merupakan sifat suatu bahan menimbulkan
fibrosis jaringan. Debu fibrogenik adalah debu yang dapat menimbulkan reaksi
jaringan paru (fibrosis) seperti batubara, silika bebas dan asbes. Contoh debu
nonfibrogenik adalah debu besi, kapur, karbon dan timah. Sifat antigenisitas
merupakan sifat bahan untuk dapat merangsang antibodi, contohnya spora jamur
genetik akan mengganggu kerja silia, kecepatan bersihan dan fungsi makrofag.
13
2.8 Mekanisme Deposisi Partikel Di Saluran Napas
dipengaruhi oleh konsentrasi debu, ukuran debu, waktu pajanan, rerata pernapasan
diperkirakan >5000o/cc udara.4 Debu yang mudah dihirup berukuran 0,1 sampai
10 mikron. Deposisi partikel debu di saluran napas dan paru terjadi melalui
a. Impaksi
arah pada percabangan saluran napas. Akibat hal tersebut banyak partikel tertahan
impaksi juga terjadi bila partikel tertahan di percabangan bronkus karena tidak
b. Sedimentasi
partikel terutama berlaku untuk partikel berukuran sedang (1-5 mm). Umumnya
partikel tertahan di saluran napas kecil seperti bronkiolus terminal dan bronkiolus
14
permukaan alveoli paru. Mekanisme terjadi karena kecepatan aliran udara sangat
berkurang pada saluran napas tengah.4,7 Sekitar 90% dari konsentrasi 1000
partikel per cc akan dikeluarkan dari alveoli, 10% sisanya diretensi dan secara
c. Difusi
Difusi adalah gerakan acak partikel akibat kecepatan aliran udara. Terjadi
hanya pada partikel dengan ukuran kecil. Debu dengan ukuran 0,1 mm sampai 0,5
Sebagian besar debu yang terinhalasi akan difiltrasi oleh saluran napas
atas atau dibersihkan oleh silia di saluran napas besar. Pada prinsipnya sistem
pertahanan tubuh terhadap partikel atau debu yang terinhalasi terdiri atas tiga
napas atas dan bawah. Filter saluran napas atas terdiri atas rambut-rambut dan
menimbulkan konstriksi otot polos bronkus terhadap iritasi kimia dan fisik,
menurunkan penetrasi partikel dan gas berbahaya serta mencetuskan bersin dan
batuk.9
15
Garis pertahanan ke-2 yaitu cairan yang melapisi saluran napas dan alveoli
sebagai pertahanan fisik dan kimia berisi bahan yang mempunyai sifat
Garis pertahanan ke-3 adalah pertahanan spesifik paru yang terbagi atas 2
sistem utama yaitu imunitas humoral (produksi antibodi) dan imunitas seluler
inorganik ataupun bahan-bahan partikel yang berasal dari udara lingkungan atau
kebanyakan adalah debu: asbes, silika, batu bara, berilium, bauksit, besi/baja, dan
lain-lain.10,11
keadaan berikut:
16
1) Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika
anorganik.10,11
2.11 Pneumokoniosis
2.11.1 Definisi
penumpukan debu dalam paru yang menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu
2.11.2 Epidemiologi
10%, sedangkan data di Afrika Selatan tahun 1996-1999 sebesar 61%.9 Jumlah
kasus kumulatif pneumokoniosis di Cina dari tahun 1949-2001 mencapai 569 129
dan sampai tahun 2008 mencapai 10 963 kasus.10 Di Amerika Serikat, kematian
17
Silikosis, asbestosis dan pneumokoniosis batubara merupakan jenis
terdapat >1000 kasus pneumokoniosis terdiri atas 56% asbestosis, 38% silikosis
Studi surveilans yang dilakukan di Michigan, Amerika Serikat, antara tahun 1987
hingga 1995 menunjukkan bahwa 60% lebih dari 577 pekerja pabrik/
Tahun 1996 silikosis dilaporkan terjadi pada 60 orang dari 1072 pekerja pabrik
mobil. Risiko penyakit ini meningkat seiring dengan lama pajanan terhadap
partikel silika. Sebanyak 12% pekerja dengan masa kerja lebih dari 30 tahun
menderita silikosis.12,13
yang ada adalah penelitian-penelitian berskala kecil pada berbagai industri yang
sebesar 1,15%.13 Data penelitian di Bandung tahun 1990 pada pekerja tambang
kecurigaan pneumokoniosis 1,7%. Penelitian OSH center tahun 2000 pada pekerja
18
keramik menemukan silikosis sebesar 1,5%. Penelitian Pandu et al. di pabrik
pekerja yang terpajan harus selalu dibandingkan dengan standar film dari
di diagnosis kurang dari 100 orang /tahun, yang sebagian besar individu adalah
mantan penambang dengan usia lebih dari 50 tahun. Risiko pneumokoniosis pada
berkaitan dengan debu batubara pada tambang yang terpapar. Sekitar 5% dari
Risiko lebih tinggi terjadi pada mereka yang terpapar batubara jenis sangat
mudah terbakar (misalnya antrasit), dan lebih rendah peringkat batubara uap. Jika
debu mengandung lebih dari sekitar 10% kuarsa, akan cenderung terjadi. Pria
dengan PMF (Fibrosis Masif Progresif) dan yang pekerja batu bara
peningkatan risiko kanker paru-paru atau TB. Pekerja batu bara pneumokoniosis
tradisional tidak menyebabkan bronkitis kronis atau obstruksi saluran napas, tapi
ada hubungan yang terpisah antara paparan debu batubara dan pengembangan
19
sindrom ini, dan banyak pasien memiliki keduanya. Merokok memiliki efek
Inggris, pada tahun 2010 terdapat sekitar 345 kasus pneumokoniosis baru dan 60
kasus silikosis. Kematian dari pneumokoniosis pada pekerja batu bara telah
berkurang selama 10 tahun terakhir dengan 131 pada tahun 2009. Ada 18
kematian akibat silikosis pada tahun 2009, sedikit lebih dari pada 5 tahun
sebelumnya.21
telah lama menjadi penyakit akibat kerja yang paling serius dan belum dapat
dicegah. Kasus baru diperkirakan 7500-10000 setiap tahun, mewakili lebih dari
70% dari jumlah kasus yang dilaporkan penyakit akibat kerja akhir tahun. Kasus
yang tercatat di Cina antara tahun 1949 dan 2001 mencapai 569.129. Sebagian
Sesudah debu inorganik dan bahan partikel terinhalasi akan melekat pada
debu dan membawa partikel debu ke bronkiolus terminalis. Di situ dengan gerak
mukosiliar debu diusahakan keluar dari paru. Sebagian partikel debu diangkut ke
20
pembuluh limfe sampai limfonodi regional di hilus paru. Bila paparan debu
banyak, dimana gerak mukosiliar sudah tidak mampu bekerja, maka debu atau
debu akan tersusun membentuk anyaman kolagen dan fibrin dan akibatnya paru
(saluran napas) menjadi kaku sehingga compliance paru menurun. Penyakit paru
akibat tertimbunnya debu atau partikel di paru atau saluran napas disebut
berhenti, maka fibrosis paru yang telah terjadi tidak dapat hilang.12,13
Debu silika mempunyai sifat yang lain. Debu silika yang terhirup udara
napas sampai di mukosa saluran napas yang terfagositosis oleh magrofag dapat
memberikan efek toksis pada magrofag yang memfagositosis debu silika tadi.
yang dapat mengaktifkan makrofag yang lain. Bila makrofag baru (aktif) dan
memfagositosis partikel debu silika, dia akan mengalami proses serupa dan
individu berkurang, dan mugkin inilah yang menyebabkan pasien silikosis mudah
yang berdekatan menjadi rusak dan diganti fibrosis atau struktur seperti kista.
Pada kasus berat dan umunya yang terjadi penebalan fibrotik dan kalsifikasi
pleura membentuk fibrocalcific pleura plaques. Kelainan patologis ini sering juga
21
mengenai diagfragma. Beberapa bahan iritan dalam lingkungan adapula yang
bersifat karsinogenik.12-16
penyakit paru reskriptif. Oleh karena itu debu inorganik dan bahan-bahan partikel
dapat tertumpuk di saluran napas kecil, yang dapat menimbulkan inflamasi kronis,
atau pembengkakan di situ, maka dapat terjadi obstruksi bronkus atau timbul
penyakit paru obstruktif. Dapat pula pada suatu kasus pneumokoniosis terdapat
2.11.5 Diagnosis
klinis. Ada tiga kriteria mayor yang dapat membantu untuk diagnosis
yang mendukung. Oleh karena itu, diperlukan anamnesis yang teliti mengenai
kadar debu di lingkungan kerja, lama pajanan dan penggunaan alat pelindung diri
22
menetap dan atau sesak napas saat aktivitas yang mungkin timbul 10-20 tahun
paru difus seperti sarkoidosis, idiophatic pulmonary fibrosis (IPF) atau interstitial
a. Foto Toraks
kelainan parenkim difus yang terjadi. Klasifikasi ini digunakan untuk keperluan
23
Computed tomography (CT) scan bukan merupakan bagian dari klasifikasi
menilai luasnya emfisema dan perubahan pleura atau menilai ada tidaknya
nekrosis atau abses yang bersamaam dengan opasiti yang ada.5 High resolution
atau high attenuation pada area percabangan seperti gambaran lesi bronkiolar.
(small nodular opacities) yang predominan pada zona paru atas (upper zone).
Gambaran opasitas halus pada HRCT ada 2 karakteristik (1) ill-defined fine
curvilinier dan honey comb, predominan terdistribusi pada basal paru. Gambaran
HRCT pada jenis pneumokoniosis lainnya bervariasi dan tidak spesifik, masing-
epidemiologi pekerja yang terpajan debu dan diagnosis penyakit paru akibat kerja.
24
dan pemeriksaan kapasitas difusi (DLco),5 namun tidak selalu tersedia.
Pemeriksaan faal paru juga diperlukan untuk menilai hendaya yang telah terjadi.
Pada pneumokoniosis dapat ditemukan nilai faal paru normal atau bisa juga
terjadi obstruksi, restriksi ataupun campuran.3 Sebagian besar penyakit paru difus
terjadi fibrosis di parenkim paru. Pada kasus dengan fibrosis interstisial yang luas
umumnya terjadi penurunan kapasitas difusi. Inflamasi, fibrosis dan distorsi pada
saluran napas dengan konsekuensi terjadi obstruksi saluran napas dapat ditemukan
pekerja industri, sering sulit dibedakan apakah obstruksi yang terjadi karena efek
lavage/BAL, biopsi transbronkial atau biopsi paru terbuka) untuk melihat debu
diagnosis. Pada pemeriksaan BAL dapat terlihat debu di dalam makrofag dan
Pada kasus asbestosis dapat ditemukan serat asbes dan asbestos body (AB) pada
berasal dari satu atau lebih makrofag alveolar yang bereaksi dengan serat asbes.
silikosis, makrofag yang ditemukan dalam BAL berisi partikel granit yang
25
semakin lama riwayat pajanan terhadap debu granit maka akan semakin banyak
ditemukan makrofag tersebut. Selain itu, nodul silikotik dapat ditemukan pada
penting. Regulasi dalam pekerjaan dan kontrol pajanan debu telah dilakukan sejak
Pada bentuk pneumokoniosis subakut dengan manfaat yang didapat untuk efek
jangka panjangnya terutama jika bahan penyebab masih ada di paru. Menjaga
dilakukan bila dicurigai terdapat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan
26
langkah awal dari identifikasi masalah diperoleh dari informasi dan masukan
industri
saat survei pendahuluan dengan cara melihat dan mengenal (walk trough survey)
kondisi lingkungan. Beberapa risiko dapat dengan mudah dikenali tanpa perlu
yang ahli dibidangnya. Untuk dapat mengenal dengan baik dan tepat mengenal
bahaya dan risiko di lingkungan akibat suatu kegiatan, perlu didpatkan seluruh
27
informasi mengenai kependudukan, kemungkinan timbulnya vektor penyakit
yang akan dilakukan oleh kegiatan tersebut pada saat operasional misalnya proses,
cara kerja, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, hasil antara, hasil
samping, hasil akhir serta kemungkinan limbahnya. Hal ini yang perlu
diperhatikan dalah jumlah pekerja serta data komunitas di sekitar lokasi kegiatan
yang potensial untuk terpajan. Dengan melakukan pengenalan lebih dahulu maka
pana, ukuran partikulat dan lain sebagainya. Hal ini diperlukan sebagai dasar
untuk penetapan desain dan langkah pengendaliannya. Selain itu diperlukan pula
berbagai kemungkinan jalur masuk ke dalam tubuh, jenis dan tingkat aktivitas
fisik pekerja dn mobilitas masyarakat sekitar, dan lain sebagainya. Dengan cara
diperlukan sebagai faktor determinat dapat berupa zat kimia iyu sendiri,
28
biologis ini digunakan sebagai acuan yang digunakan dalam mengevaluasi
b. Kontrol teknologi
Prinsip prinsip dasar teknologi yang dapat diterapkan, baik secara sendiri
dengan cara:
kesehatan
beresiko untuk pajan juga untuk melindungi para pekerja yang bekerja dalam
dilakukan dengan penerapan cara-cara kerja yang baik meliputi disain prosedur
29
perlindunan diri berupa pakaian kedap air, masker serta pembatasan waktu kerja
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
industri, merokok aktif) dan aktivitas alam (letusan gunung berapi, gas
seperti batuk produktif yang menetap dan atau sesak napas saat aktivitas
simptomatik.
31
3.2 Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
p. 4-10
3. Suharto Ign. Limbah Kimia Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3) Dalam
7. Cowie RL, Murray JF, Becklake MR. Pneumoconiosis. In: Mason RJ,
33
9. Demedts M, Nemey B, Elnes P. Pneumoconioses. In: Gibson GJ, Gedder
DM, Costales U, Sterk PJ, Cervin B, editor. Respiratory Medicine. 3rd ed.
10. Winarta M, Yunus F. Pengaruh Debu Terhadap Fungsi Paru Pekerja Pabrik
12. Ngurah Rai IB. Pneumokoniosis. Patogenesis dan gangguan fungsi. Naskah
2009. p. 2281-2282
Pulmonologi klinik. 1st Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1992. p. 05-42.
121-122
34
16. West JB. Enviromental and other diseases. In: West JB. Pulmonary
2282
Faal Paru Pekerja di Lingkungan Kerja Pabrik Semen. Y Respir Indo 2002
p: 65-66
2011. p. 57-62
35