Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No.

1, Februari 2011

EFEKTIFITAS FOTOTERAPI 24 JAM DAN 36 JAM TERHADAP


PENURUNAN BILIRUBIN INDIRECT PADA BAYI IKTERUS
NEONATORUM

Harlina Yuhanidz1, Saryono2, Giyatmo3


1,3Jurusan Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong
2Jurusan Keperawatan Unsoed Purwokerto

ABSTRACT
One of therapy to reduce the indirect bilirubin level is to use
fototherapy. There are several methods to provide a phototherapy, that
conducted for 24 hour and 36 hour of phototherapy. This study aimed to
identify the differences in the effectiveness of phototherapy 24 hour and
36 hour to the indirect bilirubin level in icterus neonatorum patient of
PKU Muhammadiyah Hospital Gombong .
This research was a quasi-experimental study, Non randomized
pre test-post test with control design. The population in this study were
all patients who were treated at PKU Muhammadiyah. The amaunt of
sample were 50 patient.Data was analyzed by paired t-test and
independent t-test. Statistical analysis with independent t-test showed
that the t value > t table (2,741 >1.71), its mean there was a difference
between phototherapy 24 hour and 36 hour significantly to indirect
bilirubin level in icterus neonatorum patient at RSU PKU
Muhammadiyah Gombong. The 36th hour of phototherapy was more
efectifity to reduce indirect billirubin level in icterus neonatorum patient.

Keywords: 36 hour , 24 haur, phototherapy, efectivity.

PENDAHULUAN Selain memiliki angka mortalitas


Angka kematian bayi yang tinggi, juga dapat
(AKB) di Indonesia, pada tahun menyebabkan gejala sisa berupa
1997 tercatat sebanyak 41,4 per cerebral palsy, tuli nada tinggi,
1000 kelahiran hidup. Dalam paralisis dan displasia dental
upaya mewujudkan visi yang sangat mempengaruhi
Indonesia Sehat 2010, maka kualitas hidup.
salah satu tolok ukur adalah Bayi baru lahir harus
menurunnya angka mortalitas berhasil melewati masa transisi,
dan morbiditas neonatus, dari suatu sistem yang sebagian
dengan proyeksi pada tahun besar tergantung pada organ-
2025 AKB dapat turun menjadi organ ibunya kesuatu sistim
18 per 1000 kelahiran hidup. yang tergantung pada
Salah satu penyebab mortalitas kemampuan genetik dan
pada bayi baru lahir adalah mekanisme homeostatik bayi itu
ensefalopati bilirubin (lebih sendiri. Masa perinatal yaitu
dikenal sebagai kernikterus). masa antara 28 minggu dalam
Ensefalopati bilirubin kandungan sampai 7 hari
merupakan komplikasi ikterus setelah dilahirkan, merupakan
neonatorum yang paling berat. masa rawan dalam proses

43
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

tumbuh kembang anak, sawar otak, sehingga bisa terjadi


khususnya tumbuh kembang kern ikterus atau enselopati
otak, trauma kepala akibat billiaris yang bisa
persalinan akan berpengaruh mangakibatkan atetosis disertai
besar dan dapat meninggalkan gangguan pendengaran dan
cacat yang permanen retardasi mental dikemudian
(Soetjiningsih, 1994) hari. Oleh karena itu semua
Ikterus neonatorum penderita hiperbillirubinemia
merupakan fenomena biologis dilakukan pemeriksaan berkala,
yang timbul akibat tingginya baik pertumbuhan fisik, motorik,
produksi dan rendahnya perkembangan mental dan
ekskresi bilirubin selama masa ketajaman pendengaran.
transisi pada neonatus. Pada Penatalaksanaan yang baik dari
neonatus produksi bilirubin 2 penderita hiperbillirubinemia
sampai 3 kali lebih tinggi adalah sangat penting untuk
dibanding orang dewasa normal. mencegah akibat tersebut diatas
Hal ini dapat terjadi karena (Soetjiningsih, 1994).
jumlah eritosit pada neonatus Hasil survei pada tahun
lebih banyak dan usianya lebih 1998 di Malaysia dirumah sakit
pendek (Surasmi, 2005). pemerintah dan pusat kesehatan
Banyak bayi baru lahir, di bawah Departemen Kesehatan
terutama bayi kecil (bayi dengan mendapatkan 75% bayi baru
berat lahir < 2500 g atau usia lahir menderita ikterus dalam
gestasi <37 minggu) mengalami minggu pertama kehidupannya.
ikterus pada minggu pertama Di Indonesia, insidens ikterus
kehidupannya. Data neonatorum pada bayi cukup
epidemiologi yang ada bulan di beberapa RS
menunjukkan bahwa lebih 50% pendidikan antara lain RSCM,
bayi baru lahir menderita ikterus RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo,
yang dapat dideteksi secara RS Dr. Kariadi bervariasi dari
klinis dalam minggu pertama 13,7% hingga 85% (HTA, 2002)
kehidupannya. Pada kebanyakan Pada penelitian ini
kasus ikterus neonatorum, penulis memilih efektifitas
kadar bilirubin tidak berbahaya fototerapi 24 jam dan 36 jam
dan tidak memerlukan terhadap prnurunan billirubin
pengobatan. Sebagian besar indirect pada bayi icterus
tidak memiliki penyebab dasar neonatorum diRS PKU
atau disebut ikterus fisiologis Muhammadiyah gombong,
yang akan menghilang pada karena terapi dengan fototerapi
akhir minggu pertama 24 jam maupun 34 jam pada
kehidupan pada bayi cukup bilirubin indirec lebih dari 8
bulan. Sebagian kecil memiliki mg% adalah 50 bayi dari 1000
penyebab seperti hemolisis, bayi baru lahir pada tahun 2008.
septikemi, penyakit metabolik
(ikterus non-fisiologis) (Surasmi,
2005).
Hiperbillirubinemi akan METODE PENELITIAN
berpengaruh buruk apabila Jenis penelitian yang
billirubin indirect telah melalui digunakan adalah eksperimental

44
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

semu (quasy experimental ). dan postest yaitu dengan


Rancangan penelitian yang mengukur kadar bilirubin
digunakan adalah Eksperimen indirect sebelum dan sesudah
Non-Random (non randomized fototherapi dilakukan baik
pretest-postest with control group menggunakan metode
design) (Saryono, 2008). Dalam fototherapi 24 jam ataupun 36
penelitian ini dilakukan pretest jam.

O1 > (x1) O2
O3 > (-2) O4
Ket :
O1dan O3 : sebelum fototerapi
O2 dan O4 : Sesudah fototerapi
X1 : perlakuan fototerapi 24 jam
X2 : Perlakuan fototerapi 36 jam

Populasi adalah wilayah Probability Sampling-Sampling


generalisasi yang terdiri atas Jenuh (total sampling). Dalam
obyek/subyek yang mempunyai hal ini peneliti mengambil semua
kuantitas dan karakteristik 17 dari populasi dan membaginya
tertentu untuk dipelajari dan menjadi 2 group untuk
kemudian ditarik kesimpulannya dilakukan fototheraphi dengan
(Sugiyono, 2003). Populasi dalam metode fototheraphi 24 jam dan
penelitian ini adalah semua 36 jam (Sugiyono, 2006).
pasien yang dirawat di Ruang Sampel penelitian diperoleh
Amanah PKU Muhammadiyah berdasarkan kriteria inklusi
Gombong yaitu sebanyak sebagai berikut :
50orang. Tehnik pengambilan
sample dilakukan dengan Non
a) Berumur antara 0-28 hari.
b) Kadar bilirubin indirect yaitu > 8 mg/dl pada bayi cukup bulan,
>12,5 mg/dl pada bayi prematur
c) Selama periode pelaksanaan penelitian ini dirawat di bangsal
Amanah PKU Muhammadiyah Gombong.
Sedangkan kriteria eksklusinya antara lain :
a) Bayi dengan komplikasi sejenis
b) Menderita RDS (Respiratory distress sindrome)
c) Bayi kern ikteterus
d) Sumbatan traktus diagesif yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi enterohepatik
Besar sampel dalam pertama berjumlah 25
penelitian ini adalah 100 % dari responden untuk perlakuan
jumlah populasi yaitu 50 fototherapi selama 24 jam dan
responden (Sugiyono, 2006). Dan Group kedua berjumlah 25
pada penelitian ini jumlah responden untuk perlakuan
sampel/populasi yang ada dibagi fototherapi selama 36
menjadi dua group yaitu group jam.Analisa bivariat merupakan

45
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

analisa untuk mengetahui bahwa t hitung > t tabel.


interaksi dua variabel, baik sehingga dapat disimpulkan
berupa komparatif, asosiatif, bahwa ada beda antara kadar
maupun korelatif. Sedangkan uji bilirubin indirect sebelum dan
yang dipakai adalah uji sesudah fototerapi 24 jam.
parametik karena skala Pada kadar bilirubin
pengukuran berupa numerik indirect dengan fototerapi 36
(Saryono, 2008). Maka uji jam, hasil uji statistik dengan uji
statistik yang sesuai dengan paired t-test diperoleh nilai t
analisa diatas adalah uji paired hitung sebesar 11,416
t-test dilanjutkan dengan uji t- sedangkan nilai t tabel n = 25
test independent. adalah sebesar I,71 hal ini
berarti bahwa t hitung > t tabel.
HASIL DAN BAHASAN sehingga dapat disimpulkan ada
Perbedaan kadar beda yang signifikan antara
billirubin indirect pre dan post kadar bilirubin indirect sebelum
pada fototerapi 24 jam dan sesudah fototerapi 36 jam.
maupun fototerapi 36 jam Pada sig.(2-tailed) yaitu 0,000
pasien hiperbillirubinemia yang berarti p <0,05 artinya ada
Hasil uji statistik dengan uji beda yang signifikan antara
paired t-test pada fototerapi 24 kadar bilirubin indirect sebelum
jam diperoleh nilai t hitung dan sesudah fototerapi 36 jam.
sebesar 5,093 sedangkan nilai t Hal ini dapat dilihat pada table
tabel n = 25 adalah sebesar I,71 4.5 berikut ini.
(p= 0,0001 <0,05) hal ini berarti

Tabel 1 Rerata selisih fototerapi 24 jam dan 36 jam


Metode Pre-test Post-test Selisih T p Ket.
Mean SD mean SD Mean SD
Fototheraphy 12,24 2,83 8,36 3,45 0,63 0,09 5,093 0,0001 Bermakna
24 jam
Fototheraphy 12,86 2,92 6,38 2,60 -1,98 -0,85 11,416 0,0001 Bermakna
36 jam

Efektifitas antara fototerapi 24 antara fototerapi 24 jam dan 36


jam dan 36 jam terhadap kadar jam terhadap kadar billirubin
billirubin indirect pada bayi indirect pada pasien
ikterik neonatorum hiperbillirubinemia diruang
Pada penelitian ini, Amanah RSU PKU
peneliti menggunakan uji t-test Muhammadiyah Gombong.
independent untuk mengetahui Nilai p pada Sig. (2-tailed)
nilai yang paling signifikan sebesar 0,009 yang berarti p < 0,
antara fototerapi 24 jam dan 36 05, artinya ada perbedaan yang
jam terhadap kadar billirubin signifikan antara fototerapi 24
indirect pada pasien jam dan 36 jam terhadap kadar
hiperbillirubinemia. Dari hasil billirubin indirect pada pasien
uji statistik didapatkan bahwa hiperbillirubinemia diruang
nilai t hitung > t tabel yaitu Amanah RSU PKU
2,741 > 1,71 yang artinya ada Muhammadiyah Gombong.
perbedaan yang signifikan

46
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

Dari nilai selisih mean pre sedikit jika dibandingkan kadar


dan post fototerapi dapat bilirubin indirect sebelum
diketahui bahwa selisih mean fotothterapi 36 jam. Ini berarti
fototerapi 36 jam > dari fototerapi 36 jam lebih efektif
fototerapi 24 jam, yakni -1,98 > dari fototerapi 24 jam. Hal ini
0,63, tanda (-) menunjukan dapat dilihat pada Tabel 4.6
bahwa kadar bilirubin indirect berikut ini.
post fototheraphy 36 jam lebih

Tabel 2 Nilai perbandingan antara fototerapi 24 jam dan 36 jam terhadap


kadar billirubin indirect pada pasien hiperbillirubinemia

Jenis Fototerapi Selisih N T P ket.


Mean
Fototerapi 24 0,63 25
jam 2,741 0,009 Bermakna
Fototerapi 36 -1,98 25
jam

Efektifitas antara fototerapi 24 nilai t hitung > t tabel yaitu


jam dan 36 jam terhadap kadar 2,741 > 1,71 (p= 0,009 <0,05)
billirubin indirect pada pasien yang artinya ada perbedaan yang
hiperbillirubinemia diruang signifikan antara fototerapi 24
Amanah RSU PKU jam dan 36 jam terhadap kadar
Muhammadiyah Gombong. billirubin indirect pada pasien
Setelah diadakan fototerapi hasil hiperbillirubinemia diruang
penelitian menunjukkan Amanah RSU PKU
terjadinya penurunan kadar Muhammadiyah Gombong. Dari
bilirubin indirect, baik yang nilai selisih mean pre dan post
dilakukan dengan fototerapi 24 fototheraphy dapat diketahui
jam maupun fototerapi 36 jam, bahwa selisih mean fototheraphy
lalu uji ini dilanjutkan dengan 36 jam > dari fototheraphy 24
uji t-test independent untuk jam, yakni -1,98 > 0,63, tanda (-)
mengetahui manakah yang lebih menunjukan bahwa kadar
efektif antara fototerapi 24 jam bilirubin indirect post
dan 36 jam terhadap kadar fototheraphy 36 jam lebih sedikit
billirubin indirect pada pasien jika dibandingkan kadar
hiperbillirubinemia diruang bilirubin indirect sebelum
Amanah RSU PKU fototheraphy 36 jam. Ini berarti
Muhammadiyah Gombong. fototheraphy 36 jam lebih efektif
Pada penelitian ini, dari fototheraphy 24 jam.
peneliti menggunakan uji t-test Sehingga dapat
independent untuk mengetahui disimpulkan bahwa fototheraphy
nilai yang paling signifikan 36 jam lebih efektif untuk
antara fototerapi 24 jam dan 36 menurunkan kadar bilirubin
jam terhadap kadar billirubin indirect jika dibandingkan
indirect pada pasien dengan fototheraphy 24 jam. Ada
hiperbillirubinemia. Dari hasil berbagai factor yang dapat
uji statistik didapatkan bahwa mempengaruhi efektifitas foto

47
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

diantaranya: Intensitas radiasi, 2. Rerata kadar billirubin


kurva spektrum emisi dan luas indirect sebelum dan
tubuh bayi yang terpapar. sesudah dilakukan
Intensitas cahaya yang fototerapi 36 jam adalah
diperlukan 6-12 nm, usia bayi, sebelum 12,86 mgr/dl,
umur gestasi, berat badan dan sesudah 6,38 mgr/dl.
etiologi ikterus. Terapi sinar 3. Ada perbedaan yang
paling efektif untuk bayi signifikan antara
prematur yang sangat kecil dan fototerapi 24 jam dan 36
paling tidak efektif untuk bayi jam terhadap penurunan
matur yang sangat kecil kadar billirubin indirect
(gangguan pertumbuhan yang pada bayi ikterus
sangat berat) dengan neonatorum diruang
peningkatan hematokrit. Selain amanah RS PKU
itu, makin tinggi kadar bilirubin Muhammadiyah
pada saat memulai fototerapi, Gombong..
makin efektif. Efikasi terapi B. Saran
sinar meningkat dengan 1. Bagi rumah sakit
meningkatnya konsentrasi Pihak rumah sakit agar
bilirubin, tetapi tidak efektif lebih memperhatikan dan
untuk menurunkan konsentrasi memprioritaskan
bilirubin di bawah 100 mol/l. pemberian fototerapi 36
Sedangkan faktor yang jam terhadap penurunan
mengurangi efikasi terapi sinar billirubin indirect pada
adalah paparan kulit yang tidak bayi ikterus
adekuat, sumber cahaya terlalu neonatorum,sehingga
jauh dari bayi (radiasi menurun dapat meningkatkan
secara terbalik dengan kuadrat mutu pelayanan rumah
jarak), lampu fluoresens yang sakit.
terlalu panas menyebabkan 2. Bagi peneliti selanjutnya
perusakan fosfor secara cepat Perlu dilakukan penelitian
dan emisi spektrum dari lampu lagi terkait efektifitas
yang tidak tepat. Idealnya, fototerapi 24 jam dan 36
semua ruang perawatan jam dengan responden,
perinatologi memiliki peralatan waktu, dan tempat yang
untuk melakukan terapi sinar berbeda.
intensif.
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian yang sudah American Family Physician.
dilakukan oleh peneliti, bisa (2002). Approach to the
diambil kesimpulan sebagai Management of
berikut : Hyperbilirubinemia in
1. Rerata kadar bilirubin Term Newborn Infants,
indirect sebelum dan (online). http: ///
sesudah dilakukan www.cps.CA./English/S
fototerapi 24 jam adalah tatetement/fn 98-
sebelum 12,24 mgr/dl, 02.htm.
sesudah 8,36 mgr/dl

48
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

Constance & Thomas. (2003). Surasmi Astrining. (2005).


Higrisk Newborn Perawatan Bayi Resiko
Hyperbilirubine and Tinggi. Jaakarta, EGC.
Jaundice, (online). Sugiono. 2004, Metode penelitian
http:// Administrasi. Bandung :
www.Chkd.org/highkne Alfabeta
wborn/hiperb.ih.asp University of Ultah. (2003).
Doengoes. (2001). Rencana Hyperbilirubinemia and
Keperawatan Maternal Jaundice, (online).
dan Neonatal, Edisi 2. http:// www.dart
Jakarta, EGC mont.edu/obyn/inform/
Ngastiyah. (1997). Perawatan patient ed./ICN-
Anak Sakit, Cetakan I. jandice.htm
Jakarta.EGC Wiknyosastro. (1994). Ilmu
Ozdwn N . (2003). Kebidanan, Edisi 3.
Hyperbilirubinemia, jakarta, Yayasan Bina
Unconjugated, (online). Pustaka
http:// Healt Technology Asessment unit
www.aafp.org/2002 medical development
02/05/599.htm/- division ministry of
famphi. health Malaysia, 2002.
Sacharine RM. (1992). Prinsip Management of neonatal
Perawatan Anak, Edisi hyperbilirubinemia
3. Jakarta, EGC. Managing newborn problems:a
Saryono. (2008). Metedologi guide for doctors,
Penelitian Kesehatan, nurses, and midwives.
Yogyakarta, Mitra Departement of
Cendakia. reproductive health and
Soetjiningsih. (1994). Tumbuh research, World health
Kembang Anak, Organization, Geneva
Surabaya, EGC. 2003.

49

You might also like