Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 30

REKAYASA

HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 1



BAHAN AJAR

PERTEMUAN KE 3-4

Program Studi : Teknik Sipil


Nama Mata Kuliah/Kode : Rekayasa Hidrologi / 212D1102
Jumlah SKS : 2
Pengajar : 1. DR.Eng.Ir. Hj. Rita T. Lopa, MT.
2. DR.Eng.Ir. H. Farouk Maricar, MT.
3. Tim Dosen KBK Keairan

Sasaran Belajar : Setelah lulus mata kuliah ini mahasiswa mampu


menjelaskan dasar-dasar hidrologi dan klimatologi,
dapat melaksanakan metode pengumpulan data dan
dapat menganalisis data hidrologi untuk keperluan
perencanaan dalam rekayasa sumber daya air.

Mata Kuliah Prasyarat : Statistika dan Probabilitas

Deskripsi Mata Kuliah : Ruang lingkup mata kuliah rekayasa hidrologi


membahas tentang fungsi-fungsi hidrologi dalam
rekayasa, iklim dan meteorology, pengukuran hujan
dan analisis data, analisis frekuensi, karakteristik
hidrograf, analisis dan sintesis hidrograf, analisis debit
banjir, yang diperlukan dalam perencanaan dalam
rekayasa sumber daya air.

Kaitannya dengan kompetensi lulusan Program


Studi yang telah ditetapkan, mata kuliah ini
mendukung kompetensi lulusan untuk mahasiswa
mampu menerapkan, dan menyusun fungsi-fungsi
hidrologi dalam rekayasa yang diperlukan dalam
perencanaan dalam rekayasa sumber daya air.
Sehingga mahasiswa dapat menggunakan fungsi-
fungsi hidrologi yang tepat.
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 2


I PENDAHULUAN

1.1 Cakupan atau Ruang Lingkup Materi Pembelajaran


Hujan merupakan bahasan yang saling melengkapi dalam pembahasan
siklus hidrologi. Disain Hujan Rata-rata DAS merupakan kegiatan
merencanakan berdasarkan data hujan titik dan ditargetkan untuk mampu
diuji kepanggahan datanya.

1.2 Sasaran Pembelajaran.


Setelah mengikuti perkuliahan 3-4 ini, maka mahasiswa mampu
menjabarkan dan menganalisis Hujan/Presipitasi.

1.3 Prilaku awal mahasiswa.

Mahasiswa akan diberi penjelasan bahwa mahasiswa sebaiknya telah


memiliki kemampuan dalam memahami siklus hidrologi agar dapat
mengikuti pembahasan mata kuliah ini dengan baik.

1.4 Manfaat Mata Kuliah


Manfaat yang diperoleh setelah menempuh mata kuliah ini, para
mahasiswa dapat menjelaskan dasar-dasar hidrologi dan klimatologi,
dapat melaksanakan metode pengumpulan data dan dapat menganalisis
data hidrologi untuk keperluan perencanaan dalam rekayasa sumber daya
air.

1.5 Urutan Pembahasan

1. Presipitasi/hujan

2. Analisis Presipitasi/Hujan
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 3

1.6 Petunjuk Belajar.

Mahasiswa sebagai subjek dalam pembelajaran hendaknya menyimak dan


memperhatikan dan sewaktu-waktu dosen akan melontarkan pertanyaan-
pertanyaan dan memberikan tugas mengerjakan langsung di papan white
board.
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 4


II PENYAJIAN

2.1 Presipitasi/Hujan

Dari daur hidrologi, air yang berada dibumi, langsung maupun tidak
langsung berasal dari air hujan. Hujan (presipitasi/precipitation) adalah
produk dari awan yang turun berbentuk air hujan ataupun salju. Presipitasi
adalah peristiwa jatuhnya cairan dari atmosphere ke permukaan bumi.
Proses/faktor pengaruh terhadap terbentuknya hujan adalah tersedianya
udara lembab, tersedia sarana, keadaan yang dapat mengangkat udara
lembab ke atas (kondensasi), dan adanya gerakan udara mendatar
terutama dari lautan. Terbentuknya hujan karena terjadinya penggumpalan
uap air (evaporasi) yang bertemu dengan uap air lainnya, yang
penggumpalan tersebut lebih besar dari grafitasi bumi sehingga terjadi
hujan.

Surat Ar Ruum ayat 48:


Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di
langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat
hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan
itu turun mengenai hamba-hambaNya yang
dikehendakiNya tiba-tiba mereka menjadi gembira.

Surat An-Nahl ayat 65:


Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan
dengan air itu dihidupkanNya bumi sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang mendengarkan.
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 5

Tekanan udara dan kelembaban/kelengasan udara di sekitar daerah
tersebut juga mempengaruhi terbentuknya hujan. Juga pengaruh orografis
(ada gunung), jika ada gunung maka uap air akan naik terus hingga ke atas
gunung di mana temperatur lebih rendah dan tekanan udara kecil dan
kelembaban tinggi.

Type presipitasi dapat dibedakan atas type konvektif/hujan konvektif yang


terjadi karena naiknya udara panas ke tempat dingin ( pemanasan
setempat, intensitas tinggi, umumnya berlangsung pada sore hari dengan
waktu singkat. Type siklon/hujan siklon adalah terjadinya hujan karena
naiknya udara dan dipusatkan ke daerah dengan tekanan rendah (gerakan
udara panas di atas lapisan udara yang lebih rapat/dingin, intensitas
sedang, daerah hujan luas, dan durasi hujan besar/lama). Type
orografik/hujan orografik adalah terjadi karena udara yang naik akibat
adanya rintangan berupa gunung (gerakan udara ke atas karena ada
penghalang (gunung), daerah hujan dan daerah bayangan hujan. Sebagian
besar hujan di Indonesia adalah type hujan konvektif.

Bentuk-bentuk presipitasi dapat dibedakan atas bentuk gerimis (drizzle)


kadang disebut mist yang terdiri dari tetes-tetes cair air tipis berdiameter
0,1 0,5 mm dengan kecepatan jatuh dari lapisan stratus rendah dan
jarang melebihi 1 mm/jam. Hujan (rain) terdiri dari tetes cairan air yang
berdiameter lebih besar dari 0,5 mm. Curah hujan (rainfall) umumnya
menunjukkan jumlah presipitasi cair dengan kecepatan jatuh antara 2,3
7,6 mm/jam. Bentuk glaze adalah selimut es, biasanya bersih dan halus
terbentuk pada permukaan yang terbuka oleh pembukaan atau air yang
didinginkan amat, terendapkan oleh hujan atau drizzle dengan gravitasi
spesifiknya 0,8 0,9 mm/jam. Bentuk rime warnanya putih, endapan buram
dari butir es, kurang lebih terpisah oleh udara yang tertangkap dan
terbentuk oleh pembekuan yang sangat cepat dari tetes air yang
didinginkan amat sangat menimpa benda-benda yang terbuka dengan
gravitasi spesifiknya dapat serendah 0,2 0,3. Bentuk salju (snow) adalah
campuran dari kristal-kristal es yang sebagian besar dalam bentuk
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 6


kompleks, berbentuk heksagonal bercabang dan sering bergumpal dalam
kumpulan salju yang dapat mencapai beberapa mm diameternya,
sementara densitas dari salju segar yang jatuh bervariasi 125 500 mm
salju umumnya membutuhkan cairan air sama dengan 25 mm dengan
gravitasi spesifiknya sebesar 0,1. Bentuk hujan es (hail) merupakan hujan
dalam bentuk batu-batu es dapat berbentuk sferoidal, kerucut atau dalam
bentuk tidak beraturan dan berdiameter 5 125 mm. Bentuk sleet adalah
hujan yang bercampur es dan salju terdiri dari butir-butir bola es bundar
tembus cahaya, yang terbentuk oleh pembekuan tetes air hujan yang turun
atau pembekuan kembali dari sebagian besar kristal-kristal es yang mencair
yang jatuh melalui suatu lapisan udara dengan temperatur di bawah titik
beku dekat permukaan bumi.

Dalam analisis hidrologi, transformasi/pengalihragaman hujan menjadi


aliran di sungai diperlukan data kedalaman/tinggi hujan DAS dan
pengukuran data hujan di beberapa titik/stasiun hujan dengan jumlah
stasiun dan pola penyebaran yang representatif. Pedoman yang dikeluarkan
WMO (World Meteorological Organization) menyebutkan bahwa untuk
daerah tropik seperti Indonesia, diperlukan kerapatan minimum yang besar
yakni untuk keadaan normal diperlukan satu stasiun hujan untuk jarak 100
250 km2, sedang untuk keadaan yang sulit diperlukan satu stasiun hujan
untuk jarak 250 1000 km2. Juga dianjurkan untuk setiap satu stasiun
hidrometri paling tidak terdapat dua stasiun hujan, satu buah stasiun
diletakkan di dekat stasiun hidrometri dan lainnya di bagian hulu DAS.

Instalasi alat penakar hujan harus memenuhi persyaratan WMO (World


Meteorological Organization) atau nasional menyangkut pengaruh angin,
penempatan terhadap rintangan terdekat (4xHrintangan), lokasi yang
miring sebaiknya dihindari, demikian pula splashing (percikan) sebaiknya
dihindari dengan adanya rumput di sekitarnya, dan memberi perlindungan
alat misalnya dengan tirai.
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 7

Adapun macam penakar hujan adalah penakar hujan biasa (manual
raingauge) biasanya harian dan diletakkan di tempat terbuka yang tidak
dipengaruhi pohon atau gedung dengan bagian atas alat dipasang 20 di
atas/lebih tinggi dari permukaan tanah yang sekelilingnya ditanami rumput,
dan dicatat setiap jam 09.00 pagi dengan ketelitian sampai 1/10 mm, yang
hasil pembacaan dicatat sebagai curah hujan hari terdahulu(kemarin).
Sedang penakar hujan otomatis (automatic raingauge) interval waktunya
lebih pendek, misalnya jam. Hal ini sudah dijelaskan pada kuliah/pertemuan
sebelumnya.

Pemahaman Hujan Buatan adalah modifikasi cuaca, kadang-kadang disebut


juga kontrol cuaca, adalah suatu istilah umum bagi usaha-usaha untuk
mengubah fenomena meteorologist alam secara buatan di atmosfer. Usaha-
usaha untuk menambah atau mengurangi hujan, tekanan hujan batu es dan
halilintar, pengurangan angin ribut dan topan, penghilang kabut,
pencegahan pembekuan, pengubahan keseimbangan radiasi, dan lain-lain,
semuanya termasuk dalam modifikasi cuaca. Modifikasi awan atau
penyemaian awan adalah salah satu tipe dari modifikasi cuaca, dan
biasanya dimaksudkan untuk penghilangan awan ataupun stimulasi hujan.

2.2 Analisis Presipitasi/Hujan

Ada lima unsur dominan data presipitasi yakni 1) ketinggian/jumlah hujan


(rainfall depth = d) yang jumlah hujan yang terjadi dapat dinyatakan
sebagai tebal lapisan air di atas permukaan dalam mm atau inch, 2) lama
terjadinya hujan (duration of rainfall = t ) dalam menit atau jam, 3)
kederasan hujan (rainfall intensity = i) yang kedalaman hujan yang jatuh
per satu satuan waktu dalam mm/menit atau mm/jam, 4) periode
ulang/frekuensi (return period = T) dalam tahun, dan 5) luas dengan

perluasan hujan secara geografis = A dalam km2


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 8


Data hujan dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG), Dinas Pengairan, Puslitbang Pengairan,
Studi tentang keairan, dll.

Dalam praktek sering dijumpai data yang tidak lengkap akibat kerusakan
alat atau karena kelalaian petugas. Untuk mengatasi hal tersebut maka
data tersebut bisa dibiarkan kosong seperti apa adanya atau bisa diisi
dengan cara yang ada. Dalam prosedur yang digunakan oleh U.S.
Environmental Data Service, jumlah hujan dihitung dari pengamatan di tiga
stasiun terdekat dan sedapat mungkin berjarak sama terhadap stasiun yang
kehilangan data tersebut. Bila hujan tahunan normalnya pada masing-
masing stasiun indeks berada dalam 10 persen dari stasiun-stasiun yang
kehilangan catatan tersebut, rata-rata aritmatik sederhana dari hujan di
stasiun-stasiun indeks dapat memberikan jumlah yang diperkirakan.

Metode lainnya yang digunakan oleh U.S. National Weather Service untuk
peramalan sungai, memperkirakan hujan pada suatu titik sebagai rata-rata
berbobot dari empat stasiun yang masing-masing terdapat dalam kuadran
yang dibatasi oleh garis utara-selatan dan timur-barat melalui titik yang
bersangkutan. Masing-masing stasiun merupakan yang terdekat dalam
kuadrannya ke titik yang hujannya akan dihitung. Bobot yang dapat dipakai
untuk masing-masing stasiun sama dengan kebalikan akar jarak antara titik
dengan stasiunnya. Dengan mengalikan hujan untuk hujan lebat (atau
periode lain) pada masing-masing stasiun dengan factor bobotnya,
menambahkan 4 jumlah berbobot, dan membaginya dengan jumlah
bobotnya menghasilkan hujan yang diperkirakan untuk titik tersebut.
Apabila satu atau lebih kuadran tak berisi stasiun hujan, seperti yang
mungkin terjadi pada kasus suatu titik di daerah pantai, maka perhitungan
selanjutnya hanya melibatkan kuadran-kuaadran sisanya.
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 9

Adapun cara pengisian data hujan dengan cara Normal Ratio Method
adalah:

1 n An x
Px = Pi
n i = 1 An i (1)

dengan:

n = banyaknya satsiun hujan di sekitar x

Px = hujan yang diperkirakan di stasiun x

Pi = kedalaman hujan di stasiun i

An x = hujan rata-rata tahunan di stasiun x

An i = hujan rata-rata tahunan di stasiun i (di sekitar stasiun x, yang

digunakan untuk menentukan data di stasiun x)

Reciprocal Square Distance Method

n
1 Pi
Px = n (dXi) 2

(dXi) 2 i=1

i=1 (2)

dengan:

n = banyaknya satsiun hujan di sekitar x

dXi = jarak stasiun X ke stasiun i

Px = kedalaman hujan yang diperkirakan di stasiun X,

Pi = kedalaman hujan di stasiun i,


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 10


Ketidak-panggahan data (inconsistency) dapat pula terjadi karena alat
diganti dengan spesifikasi lain, lokasi dipindahkan ataupun karena
perubahan lingkungan yang mendadak. Cara pengujian sederhana dapat
dilakukan dengan Analisa Massa Ganda (Double Mass Analyses), yakni
menguji konsistensi hasil-hasil pengukuran pada suatu stasiun dan
membandingkan akumulasi hujan tahunan atau musimannya dengan nilai
akumulasi hujan rata-rata yang bersamaan untuk suatu kumpulan stasiun di
sekitarnya. Harap berhati-hati dalam menggunakan teknik massa ganda
karena titik-titik yang tergambar selalu berdeviasi di sekitar garis rata-rata,
dan perubahan kemiringan hanya dapat diterima apabila didukung oleh
bukti/penjelasan lain. Analisis massa ganda ini dapat dilakukan dengan
komputer. Adapun cara ujinya sebagai berikut:

1. tetapkan beberapa stasiun acuan di sekitar stasiun yang diuji.


2. Hitung hujan rerata komulatif stasiun acuan
3. Hitung hujan komulatif stasiun yang diuji (stasiun X).
4. Plotkan pada grafik, absis (X) versus ordinat (Xi).
5. Jika terjadi inkonsistensi, koreksi data hujan X.

Contoh :

THN Ps (mm) Ps Pa (mm) Pa


1 2342 2342 2096 2096
2 2297 4639 1614 3710
3 2350 6989 2012 5722
4 1775 8764 1673 7395
5 2491 11255 1657 9052
. . . . .
. . . . .
27 1913 32890 2000 27526
28 2936 35826 2480 30006
29 1024 36850 1769 31775
30 2142 38992 1882 33657


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 11

Penyelesaian :

Karena kedalaman hujan bervariasi baik dalam ruang dan waktu, maka
diperlukan data hujan dari beberapa stasiun penakar hujan untuk
memperkirakan hujan kawasan/ hujan DAS

Data hujan yang diperlukan dalam analisis hidrologi adalah hujan rata-rata
DAS (catchment rainfall) yang dihitung dari data hujan di beberapa stasiun.
Metode yang biasa digunakan adalah metode aritmetik/rata-rata aljabar,
thiessen polygon, dan isohyet. Metode aritmetik/rata-rata aljabar adalah
yang paling sederhana dan dapat memberikan hasil yang teliti bila stasiun
yang tersebar merata di DAS yang ditinjau dengan variasi hujan antar
stasiun relatif kecil.
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 12


N
P = P
i
i=1 (3)

dengan N : jumlah stasiun


P : kedalaman hujan di stasiun i
i

P = 1 ( P1 + P2 + ... + Pn
n (4)

Metode Thiesssen Polygon adalah lebih teliti tetapi kurang fleksibel dan
tidak memperhitungkan faktor topografi.
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 13

n
P= Pi x i
i =1
(5)

A1
1 =
A (6)

A2
2 =
A (7)

A3
3 =
A (8)

dengan

N: jumlah stasiun

Pi: kedalaman hujan di stasiun I

i: bobot stasiun I =Ai / Atotal

Ai: luas daerah pengaruh sta. I

Atotal : luas total

Metode Isohyet adalah fleksibel tetapi perlu kerapatan jaringan yang


cukup untuk membuat peta isohyet yang akurat dan sangat
memperhitungkan faktor topografi.
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 14

1 n Pi+ Pi+1
P= xA
A i=1 2
(9)

P1 + P2 P +P
x A1 + 2 3 x A2 + .....
P= 2 2
A1 + A2 + ... (10)

dengan:

n : jumlah luasan

Pi: kedalaman hujan di kontur i

i: bobot stasiun I =Ai / Atotal


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 15

Ai: luas daerah antara dua garis

kontur kedalam hujan

Atotal : luas total

Hujan rancangan (design rainfall) merupakan suatu pola hujan yang


digunakan dalam rancangan hidrologi Hujan rancangan digunakan sebagai
masukan (input) model hidrologi untuk menentukan debit rancangan dengan
menggunakan model hujan-aliran Hujan rancangan dapat dihitung
berdasarkan data hujan dari stasiun penakar hujan atau karakteristik hujan
DAS yang dihasilkan dari studi sebelumnya Pemilihan pola hujan rancangan
akan tergantung dari model hujan-aliran yang akan digunakan Hujan
rancangan dapat berupa: 1) hujan titik, misal pada metoda rational untuk
rancangan sistem drainase dengan formula sebagai berikut.

QT = C i(tc ,T ) A
(11)

dengan:

QT : debit rancangan dengan kala ulang T tahun

C : koefisien pengaliran

i(tc,T) : intensitas hujan untuk waktu konsentrasi tc dan kala ulang T tahun

A : luas DAS

2) Hyetograph, misal pada hujan-aliran untuk perancangan bangunan


pelimpah suatu bendungan dengan metoda unit hidrograf
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 16


w
iak

Analisis hujan rancangan yakni 1) hujan titik dengan menggunakan rangkaian


data hujan maksimum tahunan untuk durasi/ lama hujan tertentu di DAS.
Berdasarkan seri data maksimum tersebut, hujan rancangan dengan kala
ulang yang diinginkan dapat di tentukan dengan analisis frekuensi. 2) hujan
DAS dapat dianalisis berdasarkan hasil analisis hujan titik (stasiun) dan dengan
menggunakan kurva hubungan antara kedalaman hujan titk dengan luas DAS
dan durasi/lama hujan (depth area duration curve=DAD) dan kurva hubungan
antara intensitas hujan/lama hujan dan kala ulang hujan (IDF).
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 17

Kurva intensity-duration-frequency (IDF curve) atau lengkung hujan misalnya


digunakan untuk menentukan hujan rancangan untuk perancangan saluran
drainasi, yang meliputi intensitas , lama hujan dan frekuensi (kala ulang) dan
dapat pula digunakan pada perancangan debit limpasan banjir, misalnya untuk
rencana selokan drainase, gorong-gorong, dll yang meliputi intensitas
(kedalaman), duration (lama hujan) dan frekuensi (return period). IDF dapat
dibuat berdasarkan analisis frekuensi data hujan otomatik (durasi menit, jam).
Jika data otomatik tidak tersedia, IDF dapat diturunkan berdasarkan analisis
frekuensi data harian dan dengan rumus pendekatan rata-rata intensitas hujan
dapat ditulis dengan:

I = P / Td (12)

Dengan:

P = kedalaman hujan (mm)

Td = lama hujan (jam)

I = intensitas hujan (mm/jam)

Frekuensi dinyatakan dengan return period atau kala ulang


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 18

Design hyetographs dapat diperoleh dengan menganalisis kejadian hujan


otomatik, pola tipical hyetograph dapat ditentukan. Misal agihan Tadashi,
apabila data otomatik tidak tersedia, hyetograph dapat ditentukan berdasarkan
data harian dan dengan rumus pendekatan misal Mononobe (Sosrodarsono
dan Takeda, 1983) atau dengan grafik hubungan antra waktu dan kedalaman
hujan. Adapun formula Mononobe sebagai berikut.

t
RT 24 n
I = 24
T
24 t ---- 1 jam, R1 = R24 / 24 (1 / 24 )3/4 (13)

dengan:

ITt = intensitas hujan pada durasi t dengan


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 19

kala ulang T tahun (mm/jam)

R24T = intensitas hujan harian maksimum

pada T yang ditinjau mm/hari)

t = durasi hujan (jam)

n = konstanta

Distribusi hujan dapat diperoleh berdasarkan data hujan otomatik, sehingga


pola tipical distribusi hujan dapat ditentukan. Apabila data otomatik tidak
tersedia, distribusi hujan dapat ditentukan dengan model distribusi hipotetik
(Chow et al., 1988) seperti: uniform, segitiga, bell shape, ataupun alternating
block method; sedang lama hujannya dapat didekati dengan waktu
konsentrasi tc dengan formula yang ada seperti:

Waktu konsentrasi tc (Pilgrim, 1987)

Formula Kirpich

tc = 0.0663 L0.77 S 0.385 ( jam)


(14)

Formula Bransby-Williams

tc =14.6 L A0.1 S 0.2 ( jam)


(15)

Australian rainfall-runoff

tc =0,76 A0,38 (16)


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 20


dengan:

A : luas DAS (km2)

L : panjang sungai utama (km)

S : landai sungai utama

Penentuan agihan alternating block method adalah sebagai berikut:

Hitung waktu konsentrasi tc

Hitung intensitas hujannya (jam ke 1, 2,, tc)

Hitung kedalamannya

Hitung penambahan kedalaman untuk tiap interval waktunya

Selanjutnya gambar ABM-nya dengan nilai maksimum (step 4)


diletakkan di tengah, sedang nilai dibawahnya diletakkan selang-seling
dari kanan kiri dari nilai maksimumnya. Nilai maksimum ke-2 di sebelah
kanannya, maksimum ke-3 disebelah kirinya dst.

Contohnya:

agihan hujan dengan alternating block method (ABM)

50

42

40
kedalam an hujan (m m )

30

20

11
10 8
5 6
4 5 4
3

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam -ke)
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 21

Lama Intensitas Depth (mm) Incremental depth Rainfall dist
1 45.18 45.18 45.18 4.43
2 26.86 53.73 8.55 8.55
3 19.82 59.46 5.73 45.18
4 15.97 63.89 4.43 5.73
5 13.51 67.56 3.67 3.67

50
40
Intensitas hujan
(mm/jam)

30
20
10
0
1 2 3 4 5
Waktu (jam ke-)

Distribusi hujan menurut Tadashi Tanimoto

30
25
20
%P

15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 22


Contoh intensitas hujan dengan kala ulang 5, 10 dan 25 tahun

It pada beberapa kala ulang (mm/jam)


t (menit)
P25 = 173
P5 =133 mm P10 =149 mm
mm

5 238.3 270.8 314.4

10 150.1 170.6 198.1

15 114. 6 130.2 151.2

20 94. 6 107.5 124.8

45 55.1 62.6 72. 7

60 45.5 51.7 60.0

120 28.6 32.6 37.8

180 21.9 24.8 28.8

360 13.8 15.7 18.2

720 8.7 9.8 11.4


1000
Intensitas Hujan (mm/jam)

800

600 5 tahun
10 tahun

400 25 tahun

200

0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700

Lama Hujan (menit)


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 23

Pentingnya distribusi pola hujan mempengaruhi model hidograf dengan


perbedaan puncak banjir ( Qpeak ) dapat dilihat pada gambar. Pada gambar
tersebut, diperoleh bentuk hidograf dengan perbedaan besar dan waktu
terjadinya debit puncak karena intensitas hujan dengan besar yang sama yaitu
100 mm dan durasi selama 3 jam, tetapi dengan pembagian intensitas hujan
berbeda setiap jamnya.
45
30

25

200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
3333
3333

3333

200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 24

60
30
10

200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
60
30
10

200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Gambar Variasi model hidrograf akibat distribusi pola hujan


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 25

Probable Maximum Precipitation (PMP) digunakan misalnya untuk design
spillway bendungan. PMP dapat dihitung dengan metode statistik, misalnya
Hiersfield (WMO,1973).

INPUT OUTPUT
MODEL
PMP PMF

PMP = X + Km . S (17)

Dengan :

X = Curah hujan rata-rata


Km = Konstanta berkisar 10-20
S = Standar deviasi
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 26


III PENUTUP

3.1 Rangkuman

1. Ada lima unsur dominan data presipitasi yakni 1) ketinggian/jumlah


hujan, 2) lama terjadinya hujan, 3) kederasan hujan, 4) periode
ulang/frekuensi, dan 5) luas.
2. Hujan rata-rata DAS (catchment rainfall) dapat dihitung dari data
hujan di beberapa stasiun. Metode yang biasa digunakan adalah
metode aritmetik/rata-rata aljabar, thiessen polygon, dan isohyet.
3. Ketidak-panggahan data (inconsistency) dapat diuji secara
sederhana dengan Analisa Massa Ganda (Double Mass Analyses).

3.2 Soal latihan di kelas.

Mahasiswa diminta untuk menjawab soal latihan tentang agihan hujan:

Apabila diketahui data sbb:

Luas DAS, A = 770 km2

Panjang sungai, L = 61 km

Kemiringan sungai = 0.0156

Hujan 10 tahunan P10 = 100 mm

Konstanta n = 0.4

Buatlah agihan hujannya dengan Tadashi dan alternating block method.


REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 27

Soal latihan take home essay (problem set).

1. Pada DAS di lampiran 1 terdapat tiga buah stasiun hujan, A, B, dan C.


pada tanggal 3 Maret 2000 tercatat hujan masing-masing A = 75 mm,
dan di B = 105 mm, sedangkan di C tidak tercatat, karena kerusakan
alat. Tetapkan besarnya hujan rata-rata DAS pada tanggal tersebut
dengan tiga metode yang anda ketahui.

2. Dari DAS tersebut diatas tercatat data curah hujan harian maksimum
sebagaimana pada lampiran 2. Hitunglah hujan rerata DAS dengan
menggunakan metode Rata-rata Aljabar, dan Polygon Thiessen,
selanjutnya bandingkan hasil perhitungan keduanya. Data dianalisis
berdasarkan sifat distribusinya.

3. Untuk Das yang sama dengan soal no. 1, hujan tahunan terekam di
masing-masing stasiun adalah sebagaimana dalam tabel di bawah.
Ujilah kepanggahan data stasiun A dengan cara kurva massa ganda.

Tahun Sta. A Sta. B Sta. C Sta. D


1990 1954 2103 2115 1965
1991 2000 1521 1988 1798
1992 1995 1689 2115 2541
1993 2121 2001 1654 1785
1994 1887 1758 1658 1985
1995 2323 1996 2145 1997
1996 1956 1868 1459 1999
1997 2365 2458 2000 1957
1998 2245 2215 1989 2214
1999 1995 2154 2336 1542
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 28


LAMPIRAN 1
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 29

LAMPIRAN 2

Tahun Stasiun A Stasiun B Stasiun C


1984 147.8 17.7 53.0
1985 64.8 26.0 53.8
1986 27.2 35.3 34.0
1987 41.6 17.4 40.4
1988 17.8 10.7 40.9
1989 37.2 17.2 69.9
1990 30.1 9.9 61.5
1991 32.6 7.4 42.2
1992 4.6 15.1 43.6
1993 5.1 27.4 31.6
1994 21.2 16.0 29.3
1995 33.9 14.5 22.3
1996 54.1 11.8 21.4
1997 33.3 5.7 34.3
1998 47.0 20.4 18.7
1999 35.4 36.7 22.2
2000 96.1 66.1 28.0

3.3 Umpan balik, atau Tindak Lanjut.

Mahasiswa diharapkan membaca bahan pada bab Hujan/Presipitasi ini


dan bab selanjutnya yakni Aliran Sungai/Hidrometri untuk lebih
mengembangkan kapasitas belajarnya.

3.4 Daftar Pustaka

1. Joseph L. H. Paulhus, Yandi Hermawan. (1996). Hidrologi


Untuk Insinyur. Jakarta : Penerbit Erlangga
REKAYASA HIDROLOGI (3-4) RITA T. LOPA 30


2. Kiyotoka Mori, Suyono Sosrodarsono, Kensaku Takeda
(1993). Hidrologi Untuk Pengairan . Jakarta : Penerbit PT
Pradnya Paramita.
3. Rachmad Jayadi, 2000, Bahan Kuliah, Yogyakarta.
4. Sri Harto, 1993. Analisis Hidrologi, Gramedia, Jakarta.

You might also like