Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 8

Prediksi Erosi dan Akresi Pantai Berpasir di Tanjung Bira,

Sulawesi Selatan

Mahatma Lanuru1
1
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP Universitas Hasanuddin, Tamalanrea, Makassar
90245, E-mail:mahat70@gmail.com

Abstract
Predicting erosion and accretion of sand beaches in coastal and an estuary is
important to managing shoreline development and identifying potential
relationships between physical processes and beach change. Wave height
and period measurements and sediment grain size measurements have
been carried out in coastal waters of the Tanjung Bira, South Sulawesi in
June 2011. Waves, sediment grain size, and grain settling velocity data were used
to predict beach erosion and accretion due to wave-induced sediment movement
using following criteria: Erosion if H and accretion if H , where H
3.2 3.2
is wave height, T is wave period andW
Wss T
is settling velocity. TheW s T
results show that
the wave heights were relatively low and varied from 0.23 to 0.47 m. Wave
periods were varied from 4.6 to 6.2 second. Grain size analysis revealed
that the sediment was mainly composed of fine sand with grain diameter of
0.13 0.14 mm and mud content less than 2 %. Based on the criteria used,
sand beach of Tanjung Bira experienced accretion during the normal
condition (wave height < 0.5 m) and the beach experienced erosion
whenever the wave height exceeded 0.7 m.

Kata Kunci: erosi, akresi, sedimen, pantai berpasir, Tanjung Bira,


Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN

Erosi pantai dapat terjadi secara alami, akibat kegiatan manusia,


ataupun kombinasi keduanya. Erosi pantai secara alami terjadi pada pantai
terbuka yang berhadapan dengan rezim energi (gelombang dan arus ) besar.
Kebanyakan erosi pantai akibat aktivitas manusia adalah karena penambangan
material pantai, pembukaan hutan mangrove untuk lahan tambak dan
pemukiman, pembelokan muara sungai oleh manusia, pembuatan waduk di
hulu, pembuatan pemecah gelombang lepas pantai, pembuatan seawall
(revetmen) dan pembangunan struktur bangunan yang menjorok ke laut
(CERC, 1984; Suhardi, 2004; Oki, 2007; Tarigan, 2007;).

1
Masalah erosi pantai (mundurnya garis pantai kearah darat) mendapat
perhatian utama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Hal ini terjadi
sejak masalah tersebut banyak merugikan masyarakat pesisir, seperti
hilangnya lahan pesisir ataupun pulau. Selain itu erosi pantai dapat
mengakibatkan gangguan terhadap pemukiman, pertambakan, pariwisata dan
sarana perhubungan. Masalah erosi ini banyak terjadi di sepanjang pantai
barat Sulewesi Selatan bagian selatan, pantai utara Jawa, Bali dan beberapa
pulau di Kepulauan Riau dan Kepulauan Seribu.
Tanjung Bira (Kab. Bulukumba) adalah salah satu lokasi pariwisata yang
cukup terkenal di Sulawesi Selatan selain karena memiliki keindahan
panorama alam berupa pantai pasir putih yang halus dan juga memiliki
keindahan ekosistem bawah laut yang menarik (terumbu karang dan padang
lamun).
Pantai Tanjung Bira merupakan tipe pantai berpasir halus dengan
substrat dasar berbatu dan tepi pantainya relatif curam Kondisi pasir pantai
kurang stabil selain karena pasirnya yang berukuran kecil (halus) dan
nonkohesif juga karena lapisan pasir tersebut berada diatas substrat berbatu
sehingga mudah bergerak (erosi) oleh aksi gelombang. Selain itu, vegetasi
pantai yang sistem perakarannya berfungsi mengikat (menstabilkan) sedimen
di dasar sudah mulai menipis/berkurang jumlahnya (Lanuru dkk., 2011).
Kajian hidrodinamikan dan dinamika sedimen di pantai berpasir di
Tanjung Bira belum banyak dilakukan. Oleh karena itu tujuan utama penelitian
ini melakukan kajian hidrodinamika dan dinamika sedimen untuk
menprediksi apakah pantai mengalami erosi atau akresi. Hasil penelitian ini
nantinya dapat digunakan untuk pengelolaan dinamika pantai (erosi/akresi)
dan untuk mengidentifikasi hubungan potensial antara proses fisik dan
perubahan pantai.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 di wilayah pesisir
Tanjung Bira, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pengukuran dan
pengambilan sampel dikonsentrasikan pada kawasan wisata Pantai Tanjung
2
Bira, sepanjang 1000 m yang dilapangan dibagi menjadi 7 stasiun
pengamatan dengan jarak antara satu stasiun dengan stasiun lainnya sebesar
100 m (Gambar 1). Pada setiap stasiun dilakukan pengamatan kondisi fisik
pantai, pengukuran kelerengan dasar pantai, kedalaman, ukuran butiran
sedimen dasar, dan pengukuran gelombang.

Gambar 1. Posisi stasiun pengambilan data lapangan


Tinggi ombak (puncak dan lembah) diukur dengan menggunakan
tiang berskala, periode ombak (selang waktu lintas ombak) diiterasi sebanyak
17 kali dengan menggunakan stopwatch. Arah datang ombak terhadap garis
pantai diukur dengan menggunakan kompas geologi. Selain pengukuran
lapangan, data gelombang maksimum juga diperoleh dari hasil prediksi yang
dilakukan BMKG. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih
mendalam tentang karakteristik ombak dalam keadaan extreem.
Sampel sedimen permukaan dimbil dengan menggunakan tangan. Sampel
sedimen yang terambil dimasukkan ke dalam kantong sampel kemudian diberi label.
Analisis distribusi ukuran butiran sedimen dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan metode pengayakan kering dan penentuan jenis sedimen berdasarkan
ukuran butir dilakukan menurut skala Wentworth.

3
Data pengukuran tinggi dan periode gelombang, dan ukuran butiran partikel
sedimen digunakan untuk menprediksi apakah pantai mengalami erosi/abrasi atau
akresi/sedimentasi. Penentuan Erosi atau Akresi dilakukan kriteria menurut Kraus
et al. ( 1991), yaitu:
H H
3.2 3.2
Erosi jika : Ws T dan Akresi jika : Ws T
Dimana H = Tinggi gelombang significan, Ws = kecepatan endap partikel sedimen, T
= Periode gelombang .
Kecepatan endap partikel Ws sedimen ditentukan melalui hubungan antara ukuran
partikel sedimen dengan kecepatan endap seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan antara ukuran partikel (grain size) dengan kecepatan


endap (settling velocity) partikel sedimen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Gelombang dan Sedimen dasar


Hasi pengukuran parameter gelombang dan sedimen dasar di Pantai Tanjung
Bira disajikan pada Tabel 1. Kondisi tinggi gelombang significan pada kondisi normal
relatif lemah yaitu kuran dari 0,5 m dengan arah datang gelombang dominan dari
Selatan (175 185 O). Periode gelombang bervariasi dari 4,6 detik sampai dengan 6,2
detik. Berdasarkan prediksi BMKG, pada bulan juni 2011 tinggi gelombang
maksimum dapat mencapai 0,75 - 1,25 m di perairan pantai Tanjung Bira dengan arah
datang gelombang dari Timur (Gambar 3).

4
Tabel 1. Tinggi dan periode gelombang dan ukuran partikel sedimen dasar di
setiap stasiun pengukuran di Pantai Tanjung Bira.

Kedalaman perairan Ukuran Tinggi Periode Sudut datang


Stasiun di daerah gelombang Partikel Gelombang (H), gelombang gelombang
pecah (h), m (mm) m (T), detik pecah, O

1 0,71 0.13 0.29 4,9 20 O


2 0,71 0.13 0,24 4,6 15 O

3 0,64 0.13 0,28 5,2 20 O


4 0,80 0.13 0,27 5,4 15 O

5 0,89 0.13 0,23 6,2 15 O


6 0,80 0.14 0,47 5,7 20 O

7 0,89 0.14 0,26 6,0 15 O

KESIMPULAN

Gambar 3. Prakiraan Gelombang Maksimum Bulan Juni 2011 (Sumber: BMKG)

Sedimen di lokasi kajian didominasi oleh jenis sediment biogenic bercampur


dengan sediment hasil erosi tebing. Sediment terrigeneous hasil erosi di darat yang
masuk melalui aliran sungai relatif sedikit mengingat lokasi kajian jauh dari muara
sungai. Distribusi ukuran butiran sedimen di lokasi kajian disajikan pada Tabel 1.
Sedimen dasar relatif seragam yaitu tersusun atas pasir halus dengan ukuran butir
dari 0,13 mm sampai dengan 0,14 mm. Sedimen sedikit lebih kasar pada bagian utara

5
pantai (Sta. 6 dan 7) dibandingkan sedimen dasar di Sta. 1,2,3, 4, dan 5 (bagian
selatan).
Pasir halus di lokasi penelitian bersifat nonkohesif dengan kandungan lumpur
sangat kecil (< 2 %). Sedimen dasar yang tersusun atas pasir halus menunjukkan
bahwa kondisi relatiif tenang (arus dan gelombang relatif lemah) di semua stasiun
pada saat pengukuran. Gerakan arus dan ombak yang cukup lemah di semua stasiun
menyebabkan sedimen halus dapat mengendap di lokasi kajian.

Penentuan Erosi atau Akresi


Kondisi gelombang di suatu perairan sangat menentukan terjadinya erosi atau
akresi. Parameter gelombang yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah tinggi
gelombang signifikan (H) dan periode gelombang (T). Gelombang yang besar dengan
periode gelombang kecil yang biasanya terjadi pada kondisi ekstrim atau badai akan
menyebabkan pantai mengalami erosi. Sebaliknya gelombang kecil dengan periode
yang lebih besar yang terjadi pada kondisi normal (tenang) akan menyebabkan pantai
mengalami akresi. Selain parameter gelombang, kecepatan endap partikel sedimen
(settling velocity, Ws) juga menentukan apakah pantai mengalami erosi atau akresi.
Kecepatan endap ini berhubungan dengan ukuran partikel dimana makin besar
partikel maka makin besar pula kecepatan endapnya.
Studi tentang prediksi erosi dan akresi telah banyak dilakukan baik yang
dilakukan pada kondisi terkontrol di laboratorium menggunakan tangki gelombang
(wave tank test), tangki gelombang skala besar (large-scale wave tank test), maupun yang
dilakukan langsung di lapangan (Kraus et al., 1991; Jackson, 1999; Mendoza and
Jimenez, 2006). Pada penelitian ini formula Kraus et al. ( 1991) digunakan untuk
menentukan Erosi atau Akresi, dan hasilnya di sajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil penentuan erosi/akresi pada kondisi gelombang normal.

Ws
Stasiun H1/3 (m) T (detik) H / (Ws x T) Keterangan
(m/det)

1 0.29 4,9 0,03 1,96 akresi

2 0,24 4,6 0,03 1,74 akresi

3 0,28 5,2 0,03 1,81 akresi

4 0,27 5,4 0,03 1,40 akresi

6
5 0,23 6,2 0,03 1,22 akresi

6 0,47 5,7 0,035 2,34 akresi

7 0,26 6,0 0,035 1,26 akresi

Seperti yang terlihat pada Tabel 2, pada kondisi normal/tenang dimana tinggi
gelombang kurang dari 0,5 m pantai mengalami akresi atau deposisi. Analisis erosi
dan akresi juga dilakukan pada kondisi gelombang maksimum yang biasanya terjadi
pada kondisi ekstrim dan badai. Tinggi gelombang maksimum hasil prediksi BMKG
pad abulan Juni adalah 0,75 1,25 m. Tinggi gelombang maksimum sebesar 0,75m
digunakan untuk analisis erosi dan akresi menggunakan Formula Kraus et al. (1991)
di atas dan hasilnya disajikan pad Tabel 3. Hasil perhitungan yang disajikan pada
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kondisi gelombang sama dengan atau lebih besar
dari 0,75m pantai pada semua stasiun mengalami erosi/abrasi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pantai berpasir di Tanjung Bira akan mengalami erosi/abrasi bila
gelombang perairan sudah melebihi 0,75m. Dari Tabel 3 dapat juga diidentifikasi
lokasi-lokasi yang memiliki tingkat kerentanan erosi yang cukup tinggi yaitu Stasiun
1, 2, 3 dan stasiun 4 karena nilai H / (Ws x T) nya jauh melebihi 3,2.

Tabel 3. Hasil penentuan erosi/akresi pada kondisi gelombang maksimum.

Ws
Stasiun H1/3 (m) T (detik) H / (Ws x T) Keterangan
(m/det)

1 0.75 4,9 0,03 5,10 erosi

2 0.75 4,6 0,03 5,43 erosi

3 0.75 5,2 0,03 4,81 erosi

4 0.75 5,4 0,03 4,63 erosi

Ws
Stasiun H1/3 (m) T (detik) H / (Ws x T) Keterangan
(m/det)

5 0.75 6,2 0,03 4,03 erosi

6 0.75 5,7 0,035 3,76 erosi

7 0.75 6,0 0,035 3,57 erosi

KESIMPULAN

Sedimen di lokasi kajian didominasi oleh pasir halus dengan ukuran butir dari 0,13
mm sampai dengan 0,14 mm. Sedimen sedikit lebih kasar pada bagian utara pantai

7
(Sta. 6 dan 7) dibandingkan sedimen dasar di Sta. 1,2,3, 4, dan 5 (bagian selatan). Hasil
analisis erosi/akresi menunjukkan bahwa pada kondisi normal/tenang dimana tinggi
gelombang kurang dari 0,5 m pantai berpasir Tanjung Bira mengalami akresi.
Sedangkan pada kondisi gelombang sama dengan atau lebih besar dari 0,75m pantai
mengalami erosi.

DAFTAR PUSTAKA

CERC (1984). Shore Protection Manual, vols I to III. US Army Corps of


Engineers, Coastal Engineering Research Centre, US Govt Printing Office.
Jackson, N.I. 1999. Evaluation of Criteria for Predicting Erosion and Accretion
on an Estuarine Sand Beach, Delaware Bay, New Jersey. Estuaries 22
( 2A): 215-223.
Kraus, N.C., Larson, M., and Kreibel, D.L. 1991. Evaluation of beach erosion
and accretion predictors. Proc. Coastal Sediments 91, ASCE, 572-587.
Lanuru, M., Rani, C., Faizal, A., F. Samawi. 2011. Mitigasi Bencana Pesisir
(Abrasi Pantai) di Tanjung Bira, Kabupaten Bulukumba. Laporan Teknis.
Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan.
Mendoza, E.T and J.A. Jiminez. 2006. Storm-Induced Beach Erosion Potential
on the Catalonian Coast. Journal of Coastal Research, Special Issue 48: 81
88.
Oki, S. 2007. Analisa erosi dan perubahan garis pantai pada pantai pasir
buatan dan sekitarnya di Takisung, Propinsi Kalimantan Selatan. Jurnal
Teknik Sipil 7 (3): 224 235.
Suhardi, I. 2004. Peran Sel Sedimen (Sediment Cell) Dalam Perencanaan dan
Penataan Ruang Pesisir di Indonesi dalam Rais dkk (2004) Menata Ruang
laut Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Tarigan, M.S. 2007. Perubahan garis pantai di wilayah pesisir Perairan
Cisadane, Provinsi Banten. Makara Sains 11 (1): 49-55.

You might also like