Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia
sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya
dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan
dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia,
memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang
melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir
yang berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi
yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap
etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang
berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran
advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan
prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan,
metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali
pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang
relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi
bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara
di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif.
Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan.

1
Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya
untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkatmasyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa
kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan
lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan
dibutuhkan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Bidan ?
2. Apa sajakah Standar Asuhan Kebidanan ?
3. Apa sajakah Registrasi Praktik Bidan ?
4. Bagaimana Kewenangan Bidan Di Komunitas ?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mahasiswa dapat memahami pengertian kebidanan.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan standar asuhan kebidanan.
3. Mahasiswa dapat memahami registrasi praktik bidan.
4. Mahasiswa dapat mengetahui kewenangan bidan dalam komunitas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bidan


Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti with woman(bersama
wanita, mid = together, wife = a woman. Dalam bahasa Perancis, sage femme
(Bidan) berarti wanita bijaksana,sedangkan dalam bahasa latin, cum-mater
(Bidan) bearti berkaitan dengan wanita.
Menurut churchill, bidan adalah a health worker who may or may not formally
trained and is a physician, that delivers babies and provides associated maternal
care (seorang petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan
bukan seorang dokter, yang membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan
maternal terkait).
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang
terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk praktek kebidanan. Yang diakui sebagai seorang profesional
yang bertanggungjawab, bermitra dengan perempuan dalam memberikan
dukungan, asuhan dan nasehat yang diperlukan selama kehamilan, persalinan dan
nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta memberikan
asuhan kepada bayi baru lahir dan anak. KEPMENKES NOMOR 900/
MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1: Bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang
berlaku
Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular
dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis,
dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan
memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.
INTERNATIONAL CONFEDERATION of MIDWIFE bidan adalah
seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta
memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk melaksanakan praktek kebidanan di
negara itu.

3
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali
pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang
relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi
bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di
wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif.
Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan.
Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya
untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.
Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal
dan eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif
suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan
pengabdian kepada profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga,
masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.
Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi
martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,
serta meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun
pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X,
petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI
tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI
XII pada tahun 1998.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi
tujuh bagian, yaitu :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

4
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada
peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga
dan masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
e. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan
kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi
dan/atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau
diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2
butir)
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
a. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi
dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan
pelayanan yang bermutu kepada masyarakat

5
b. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
a. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan
tugas profesinya dengan baik
b. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air
(2 butir)
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya
dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan
Kesehatan Keluarga
b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup (1 butir).
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi
bidan, kode etik merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam
pelaksanaan pelayanan kebidanan profesional.

2.2. Standar Asuhan Kebidanan


Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah
seorang bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya.
Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari :
Standar I : Metode Asuhan
Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode
manajemen kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu : pengumpulan data,

6
analisa data, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
dokumentasi.
Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan
dianalisis.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis
mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan
wewenang bidan berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan
keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan
keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Standar VII : Pengawasan
Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus
menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring
dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana
yang telah dirumuskan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi
asuhan kebidanan yang diberikan.

2.3. Registrasi Praktik Bidan


Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional
oleh International Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan

7
tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk
praktek .
Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan
kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan,
khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat
pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari
pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas,
persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan,
tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus
sesuai dengan standar1.
Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas
dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai
dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk
pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek
pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan,
yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya
dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa
layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan,
perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum
bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan,
peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan
standar1.
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi
dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes
No.572/MENKES/PER/VI/1996). Registrasi adalah proses pendaftaran,
pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi
minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan.
Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan

8
pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin
Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau standar
tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental bidan mampu
melaksanakan praktek profesinya.
Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh
SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah
menerima ijazah bidan.
Kelengkapan registrasi meliputi :
Fotokopi ijazah bidan.
Fotokopi transkrip nilai akademik.
Surat keterangan sehat dari dokter.
Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan
perorangan harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan
persyaratan yang meliputi :
Fotokopi SIB yang masih berlaku.
Fotokopi ijazah bidan.
Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai
pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
Surat keterangan sehat dari dokter.
Rekomendasi dari organisasi profesi.
Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum
habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.

2.4. Kewenangan Bidan Di Komunitas


Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan
asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan
masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi :

9
1. Pengetahuan dasar
Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.
Masalah kebidanan komunitas.
Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam
keluarga dan masyarakat.
Faktor faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.
2. Pengetahuan tambahan
Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)
Pemasaran social
Peran serta masyarakat
Audit maternal perinatal
Perilaku kesehatan masyarakat
Program program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak
(Safe Mother Hood dan Gerakan Sa g. Paradigma sehat tahun 2010.
3. Keterampilan dasar
Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan
KB di masyarakat.
Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk
mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.
Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
Melakukan pencatatan dan pelaporan
4. Keterampilan tambahan
Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
Mengelola dan memberikan obat obatan sesuai dengan kewenangannya.

10
Menggunakan tehnologi tepat guna.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang
diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait
serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk
praktek bidan.Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yangkhusus.
Sebagai pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan. Kebidanan sebagai profesi merupakan komponen yang paling penting
dalam meningkatkan kesehatan perempuan.

3.2. Saran
Agar pemerintah terus berupaya mendukung profesi bidan dengan cara
meningkatkan kwalitas SDM bidan melalui penyediaan fasilitas pendidikan bagi
bidan. Bagi organisasi diharapkan agar terus berupaya mengembangkan pelayanan
dan pengetahuan bagi semua bidan secara adil dan merata. Bidan sebagai tenaga
profesional diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam organisasi dan
mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan etika profesi

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.


2. Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson
Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.
3. Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan
Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
4. Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat. Pusat Promosi Kesehatan.
5. Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina
Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
6. Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu
dan Anak (PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina
Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
7. Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.
8. Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.
9. Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta

13

You might also like