Decomp Cordis (Fais & Dalilah)

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

DECOMP CORDIS (FAIS & DALILAH)

1. Etiologi dari Decomp cordis pada usia 10 15 tahun?

Cardiac failure is a clinical syndrome where the heart is unable to provide the output
required to meet the metabolic demands of the body; however, the causes and
mechanisms of cardiac failure are significantly different between adults and children (1).
In adults, cardiac failure usually involves failure of the left ventricle, with the most
common causes in developed nations being coronary artery disease; hypertensioninduced
cardiac stress, arrhythmias and valvular disease. In developing nations, it has been
reported that other causes are frequently implicated, including rheumatic heart disease
(20.1%) and cardiomyopathy (16.8%) (2).
In children, the causes of cardiac failure are significantly different and many cases are
due to congenital malformations, such as lefttoright shunts. In these patients the
function of both the right and the left ventricles will be affected and these children suffer
from highoutput cardiac failure. Other significant causes of heart failure in children are
cardiomyopathy (3) and anthracycline toxicity, which lead to low _output cardiac failure.
In developing nations, many cases are caused or exacerbated by anaemia, often secondary
to malaria and malnutrition (4). It has also recently been identified that infants in ethnic
minority groups in developed countries may be at risk of heart failure linked with
hypocalcaemia and vitamin D deficiency (5).
There is also a much higher proportion of children with heart failure who have undergone
cardiac procedures (61.4%) compared to adults with heart failure (0.28%); this reflects
the incidence of congenital defects, frequent surgical intervention to correct this, and the
subsequent and eventual deterioration in cardiac function that is seen in many of these
children.
Accurately estimating the incidence of cardiac failure in children is problematic.
Congenital heart disease occurs in around 8 per 1000 live births; however, many of these
children receive early surgical intervention and it has been estimated that the yearly
incidence of heart failure as a result of congenital defects is between 1 and 2 per 1000 live
births (6). As a result, cardiomyopathy contributes significantly to the number of
paediatric patients who present with the symptoms of cardiac failure. Data from the
United States (7) and Australia (8) suggests the incidence of cardiomyopathy to be 1.13
per 100,000 and 1.24 per 100,000, respectively. Nonetheless, it should be recognised that
not all patients with cardiomyopathy have heart failure, which is supported by data from
the UK (9), which reports the incidence of heart failure assessed at first presentation to
hospital to be around 0.87 per 100,000. Data from Nigeria suggests that 7.02% of
emergency paediatric admissions to a tertiary centre hospital are for cardiac failure, with
over 90% of cases being from lower socioeconomic groups (4). In general the prognosis
for children with cardiomyopathy is poor, with 5year mortality reported at around 80%
(10) and many cases progress to requiring heart transplantation when drug therapy proves
insufficient.
17th Expert Committee on the Selection and Use of Essential Medicines : Cardiac
Failure in Children
Geneva, March 2009

2. Patofisiologi dari Decomp Cordis?

Gagal Jantung Kanan


Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah yang cukup
banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava, atrium, dan ventrikel kanan) ke
susunan pembuluh darah arteriosa (arteri pulmonalis). Oleh karena itu, darah akan
tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di dalam vena kava sehingga
desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut meninggi. Makin tinggi desakan
darah dalam vena, vena makin mengembang(dilatasi).
Dalam praktik, desakan venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada vena jugularis
eksterna. Penimbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan pembengkakan hepar
atau hepatomegali. Pada gagal jantung yang sangat, pinggir bawah hati dapat mencapai
umbilikus. Hati yang membengkak ini konsistensinya keras, permukaannya licin, dan
sering sakit tekan terutama pada linea mediana. Hepatomegali merupakan suatu gejala
yang penting sekali pada gagal jantung kanan.
Timbunan darah venosa pada vena-vena di bagian bawah badan akan menyebabkan
terjadinya udem. Mula-mula udem timbul pada tempat mata kaki (pada anak yang sudah
berdiri), jadi pada tempat terendah, karena meningginya tekanan hidrostatis merupakan
suatu faktor bagi timbulnya udem. Mula-mula, udem timbul hanya pada malam hari,
waktu tidur, dan paginya udem menghilang. Pada stadium yang lebih lanjut, udem tetap
ada pada waktu siang hari, dan udemtidak timbul pada mata kaki saja, tetapi dapat juga
terjadi pada punggung kaki, paha, kulit perut, dan akhirnya pada lengan dan muka. Akibat
selanjutnya dari timbunan darah ini adalah asites, dan asites ini sangat sering dijumpai
pada anak yang menderita gagal jantung. Dapat juga terjadi hidrotoraks, meskipun pada
anak agak jarang dijumpai. Bila hidrotoraks, terlalu banyak akan memperberat keadaan
dispnea penderita.
Adanya kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan dilatasi dinding
jantung kanan, terutama dinding ventrikel kanan. Adanya dilatasi dinding ventrikel akan
menambah keregangan miokardium sehingga akan memperkuat sistole yang berakibat
penambahan curah jantung. Adanya dilatasi dan juga sedikit hipertrofi jantung akan
menyebabkan pembesaran jantung atau disebut kardiomegali.
Upaya penambahan curah jantung karena kelemahan juga dilakukan dengan
menaikkan frekuensi jantung (takikardi). Pada akhirnya kelemahan jantung kanan ini tidak
dapat dikompensasi lagi, sehingga darah yang masuk ke dalam paru akan berkurang dan
ini tentunya akan merangsang paru untuk bernapas lebih cepat guna mengimbangi
kebutuhan oksigen, akibatnya terjadi takipnea.

Gagal Jantung Kiri


Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu diastole
mengalami hambatan akan menyebabkan tekanan pada atrium meninggi sehingga atrium
kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin lama dilatasi ini semakin berat sehingga atrium kiri,
disamping dilatasi juga mengalami hipertrofi karena otot atrium ini terus menerus harus
mendorong darah yang lebih banyak dengan hambatan yang makin besar. Oleh karena
dinding atrium tipis, dalam waktu yang relatif singkat otot atrium kiri tidak lagi dapat
memenuhi kewajibannya untuk mengosongkan atrium kiri. Menurut pengukuran, tekanan
ini mencapai 24-34 mmHg, padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel kiri), darah
tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah dari atrium kiri tidak tertampung di ventrikel
kiri, kemudian makin lama makin memenuhi vena pulmonalis dan akhirnya terjadi udem
pulmonum.
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah meningginya tekanan
didalamnya, menyebabkan aliran di dalamnya, menyebabkan aliran darah dari paru ke
dalam atrium kiri terganggu atau terbendung. Akibatnya tekanan dalam vv.pulmonales
meninggi, dan ini juga akan menjalar ke dalam kapiler didalam paru, ke dalam arteri
pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel kanan.10 Akhirnya atrium kiri makin tidak
mampu mengosongkan darah, bendungan dalam paru semakin berat, terjadilah kongesti
paru. Akibatnya, ruangan di dalam paru yang disediakan untuk udara, berkurang dan
terjadilah suatu gejala sesak napas pada waktu bekerja (dyspnoe deffort). Disini, ventrikel
kanan masih kuat sehingga dorongan darah dari ventrikel kanan tetap besar, sedangkan
atrium kiri tetap tidak mampu menyalurkan darah, akibatnya bendungan paru semakin
berat sehingga akan terjadi sesak napas meskipun dalamm keadaan istirahat (orthopnea).
Pada anak, adanya kongesti paru ini akan memudahkan terjadinya bronkitis sehingga anak
sering batuk-batuk. Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan
ventrikel kanan dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan terjadi
kardiomegali. Dalam rangka memperbesar curah jantung, selain jantung memperkuat
sistol karena adanya keregangan otot berlebihan, jantung juga bekerja lebih cepat, artinya
frekuensi naik. Dengan demikian, terjadi takikardi. Oleh karena yang lemah adalah atrium
kiri dan atau ventrikel kiri maka disebut gagal jantung kiri
(Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC)

3. Cara menegakkan Decomp Cordis? Dan pemeriksaan penunjangnya?


4. Bagaimana follow up pada pasien Decomp cordis?

Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada pengertian


mengenai sifat dan akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang menyebabkan kegagalan
jantung, dan tersedianya cara-cara pengobatan. Untuk mereka yang dengan penyakit
struktural dan keadaan terkait atau keadaan yang memperburuk yang dapat merupakan
penyebab yang mempercepat gagal jantung (misalnya demam, disritmia, dan anemia),
pengenalan dan pengobatan segera dapat mengahsilkan perbaikan yang dramatis. Jika ada
lesi anatomik spesifik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk tindakan pembedahan
paliatif atau pembedahan koreksi, upaya farmakologik atau upaya lain yang memperbaiki
tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung mungkin berlebih, masalah mekanik sering
memerlukan penyelesaian mekanik. Namun jika pembedahan tidak tersedia atau tidak
memadai, tersedia bermacam-macam cara umum dan farmakologis untuk memperbaiki
keadaan klinik penderita
Penatalaksanaan Umum:
1. Tirah baring, posisi setengah duduk.
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal jantung dewasa,
namun sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan banyak tenaga atau
isometrik harus dihindari, namun tingkat kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah. Jika
terjadi gagal jantung berat, aktivitas fisik harus sangat dibatasi. Saat masa tirah baring
seharian, sebaiknya menyibukkan mereka dengan kegiatan ringan yang mereka sukai yang
dapat dikerjakan diatas tempat tidur (menghindari anak berteriak-teriak tidak terkendali).3
Sedasi kadang diperlukan: luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.
2. Penggunaan oksigen
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung dengan
udem paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang mendasari dengan
hipoksemia kronik.3 Diberikan oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi supaya jalan
nafas tidak kering dan memudahkan sekresi saluran nafas keluar.2 Namun, oksigen tidak
mempunyai peran pada
pengobatan gagal jantung kronik.
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80%. Sebelum
ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium memainkan peran penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung. Makanan rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih
baik untuk mempertahankan diet adekuat dengan menambah dosis diuretik jika
diperlukan. Sebaiknya tidak menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada
gagal jantung yang parah.
5. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori karena
kebutuhan metabolisme bertambah dan pemasukan kalori berkurang. Oleh karena itu,
perlu menambah kalori harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori tinggi, bukan
makanan dengan volume yang besar karena anak ini ususnya terganggu. Juga sebaiknya
makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk membantu ginjal mempertahankan
natrium dan keseimbangan cairan yang cukup.
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan secara teratur
terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena
sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, kesadaran dan keseimbangan asam basa.
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada.

Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam, akan
sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari frekuensi
denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan
permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan peningkatan perangsangan sendiri.
Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7 gr % berikan transfusi PRC.
Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap miokarditis/ endokarditis,
mengingat tingginya frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/ anak
yg mengalami gagal jantung kiri. Pemberian antibiotika tersebut boleh dihentikan jika
udem paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika profilaksis tersebut juga diberikan jika
akan dilakukan tindakan-tindakan khusus misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika
seorang anak dengan gagal jantung atau kelainan jantung akan dilakukan operasi, maka
tiga hari sebelumnya diberikan antibiotika profilaksis dan
boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
8. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan gambaran
perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila diberikan makanan pipa
yang terus-menerus. Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka
sukar untuk membuat generalisasi mengenai penatalaksanaan medikamentosa.

Walaupun demikian, dipegang beberapa prinsip umum. Secara farmakologis,


pengobatan adalah pendekatan tiga tingkat, yaitu:
1. Memperbaiki kinerja pompa jantung
2. Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
3. Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan menggunakan digitalis,
jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan diuretik (pegurangan prabeban)
untuk mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak
efektif, biasanya dicoba pengurangan beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik
(pengurangan beban pasca). Jika pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut
memperbaiki kinerja pompa
jantung dapat dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif lain. Jika
tidak ada dari cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan transplantasi jantung.3
Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan berulangkali terhadap denyut
jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan
paru, derajat edema, sianosis, dan kesadaran.
Bernstein, Daniel. 2003. Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics 17th
edition. USA: Elsevier Science (USA).
Pusponegoro, H. D dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC.

5. Bagaimana prognosis Decomp cordis?

Prognosis gagal jantung tergantung:


Umur
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/
minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri,
atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan
obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil,
tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk
melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan
kematian.
Berat ringannya penyakit primer
Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan
terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil
menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung
rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus
diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan
profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.

Cepatnya pertolongan pertama


Hasil terapi digitalis
Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi.

Fred, M, D. 1996. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi Anak


Nadas.Yogyakarta: Gajah Mada University press.
6. Apakah pada pasien Decomp cordis disarankan pemberian cairan IV? Apakah
ada pembatasan cairan?

7. Faktor resiko dan epidemiologi dari Decomp cordis?

Epidemiology :

In the absence of a national database for pediatric heart disease, there are no
comprehensive data on the incidence of the pediatric heart failure syndrome in the
United States. However, several European and 2 US studies provide some general
information. The largest study, using 2 large databases encompassing 50% of US
pediatric (age <19 years) hospital discharges, identified 5610 children in a single year,
using a comprehensive set of ICD-9 heart failure codes. Congenital heart disease or
cardiac surgery accounted for 61% of cases, and for 82% of cases of heart failure in
infants. In contrast, in adults, fewer than 1% of heart failure discharges were due to
congenital heart disease.
Two studies of heart failure in children, each covering 10 years, have been reported
recently from European tertiary care facilities. Children with heart failure represented
10% to 33% of all cardiac admissions. Slightly more than half of the pediatric heart
failure cases reported in both studies were due to congenital heart disease, although the
incidence of heart failure in children with congenital heart disease was only 6% to 24%.
This reflects the fact that congenital heart disease is considerably more common than
other causes of heart failure. In contrast, 65% to 80% of children with cardiomyopathies
had heart failure, but this represents only 5% to 19% of total pediatric heart failure cases.
The majority of heart failure cases (58% to 70%) occurred in the first year of life, with
congenital heart disease disproportionately represented compared to older ages.

Primary cardiomyopathies are the principal cause of heart failure signs and symptoms
in children with a structurally normal heart. Three studies provide population-based data
on heart failure in children with primary myopathies. The most recent one collected data
from all pediatric cardiac centers in the United Kingdom and Ireland during 2003 on
children less than 16 years old. The incidence of new onset heart failure was 0.87 per
100,000 population less than 16 years of age, with the highest incidence occurring in the
first year of life. More than half of the cases were due to dilated cardiomyopathy. The
NHLBI-funded Pediatric Cardiomyopathy Registry, in a prospective, population-based
data set from 1996 to 1999 in 2 geographic regions of the United States, reported that
58% of all children with cardiomyopathy were given therapy for heart failure, with 83%
of those with dilated cardiomyopathy receiving such therapy. A population-based
Australian study published simultaneously found a similarly high incidence of heart
failure in children with dilated cardiomyopathy, reporting heart failure as the presenting
symptom in 90%.The incidence of heart failure differs dramatically among the
morphological types of cardiomyopathy, with data from the Pediatric Cardiomyopathy
Registry and the Australian cohort demonstrating a much lower incidence of heart failure
in children with hypertrophic cardiomyopathy (7.5% to 20%).

Extrapolating from these studies, with full recognition of their limitations for this
purpose, we estimate that heart failure caused by congenital heart disease and
cardiomyopathy affects 12 000 to 35 000 children below age 19 in the United States
each year.

Risk Factors
(Heart Failure in Children Part I: History, Etiology, and Pathophysiology
Daphne T. Hsu, MD; Gail D. Pearson, MD, ScD)

You might also like