Professional Documents
Culture Documents
Naskah Khutbah Jum
Naskah Khutbah Jum
Naskah Khutbah Jum
Khutbah Pertama:
,
,
, .
.
Hadirin sidang Jumat rahimakumulllah,
Beberapa minggu yang lalu, tepatnya pada tanggal 9 April 2014, segenap rakyat dan bangsa Indonesia
telah melaksanakan suksesi Pemilihan Umum untuk memilih para wakil rakyat (anggota legislatif) yang
akan duduk di Parlemen, baik di tingkat Pusat, Propinsi, maupun di tingkat Kabupaten/Kota Madya,
termasuk memilih mereka yang akan menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
mewakili daerahnya masing-masing. Setelah itu, beberapa minggu ke depan, insya Allah pada tanggal
9 Juli 2014, kita akan kembali melaksanakan suksesi kepemimpinan nasional untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden untuk periode 5 tahun mendatang. Tentunya menjadi harapan kita bersama, bahwa
siapapun yang terpilih, entah di wilayah legislatif maupun eksekutif, termasuk juga yudikatif; baik di
tingkat Pusat maupun di Daerah, adalah orang yang benar-benar amanah dan memiliki jiwa sebagai
negarawan, bukan hanya sekedar politisi. Karena antara negarawan dan politisi adalah 2 hal yang
berbeda. Sebagaimana dikemukakan oleh James Freeman Clarke (1810-1888), penulis dan pakar
teologi asal Amerika, bahwa seorang negarawan lebih berpikir tentang bagaimana nasib generasi
mendatang, sementara politisi hanya berpikir bagaimana memenangkan pemilu yang akan datang. Di
atas itu semua, hal yang sesungguhnya paling penting adalah, semoga pemilu demi pemilu yang telah
dan akan selalu kita laksanakan, jangan sampai menjadi pemicu perpecahan dan rusaknya tatanan
persatuan dan persaudaraan di tengah-tengah masyarakat. Seperti diungkapkan oleh KH. Mustofa
Bisri/Gus Mus (Rois Am Syuriyah PBNU) beberapa minggu lalu dalam nasehatnya kepada Pengurus
Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), bahwa kita harus lebih berpikir tentang pentingnya jamiyah
(kebersamaan/persatuan) ketimbang hanya memikirkan kepentingan jamaah (kelompok).
Berdasarkan ayat di atas, ada 3 sikap moral kepemimpinan Rasulullah SAW yang perlu dicermati dan
diteladani oleh setiap pemimpin. Pertama, azizun alaihi ma anittum (artinya, amat berat dirasakan oleh
Nabi apa yang menjadi beban penderitaan umat yang dipimpinnya). Dalam istilah modern, sikap ini
disebut sense of crisis, yaitu rasa peka atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan
berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung. Secara kejiwaan, empati berarti
kemampuan memahami dan merasakan kesulitan orang lain. Rasa empati pada gilirannya akan
mendorong lahirnya sikap simpati, yaitu ketulusan memberi bantuan, baik moral maupun material,
untuk meringankan penderitaan orang yang mengalami kesulitan.
Kedua, harishun `alaikum (artinya, Nabi sangat mendambakan agar umat yang dipimpinnya aman dan
sentosa). Dalam istilah modern, sikap ini disebut sense of achievement, yaitu semangat dan
perjuangan yang sungguh-sungguh, agar seluruh masyarakat yang dipimpinannya dapat meraih
kemajuan dan kemakmuran.
Ketiga, raufun rahim (artinya, sikap mengasihi dan menyayangi). Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Demikian pula Rasulullah SAW, juga merupakan manusia yang
sangat pengasih dan penyayang. Maka sudah seharusnya bagi setiap mukmin, terutama mereka yang
dipercaya menjadi pemimpin, meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul-Nya itu dengan cara
mencintai dan mengasihi orang lain, khususnya masyarakat yang dipimpinnya. Karena kasih sayang
(rahmat) adalah pangkal dari segala kebaikan. Tanpa kasih sayang, sangat sulit dibayangkan
seseorang bisa berbuat baik. Dalam hal ini, Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-
Turmudzi, atau yang lebih dikenal dengan nama Imam at-Turmudzi, seorang ulama besar ahli hadits,
murid dari Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, di dalam kitab kumpulan haditsnya yang berjudul Sunan
at-Turmudzi, ia meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah ibnu Umar RA, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
...
...
Kasih sayangilah orang-orang yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu.
) ,
, ,
.(
Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, semuanya
enggan untuk memikul amanat itu lantaran mereka khawatir akan berbuat khianat, lalu dipikullah
amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat dzalim lagi bodoh. (QS. al-Ahzab [33] : 72).
,
.
,
.
Khutbah Kedua:
. ,
,
, .
, , . ,
,
.
,
.
,
. ,
.
.
. !
,
,
. ,